Mekanisme Survival Pedagang Pasar Tradisional Ditengah Maraknya Pasar Modern (Studi Kasus: Pedagang Pasar Dwikora Pematangsiantar)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Mekanisme Survival
Sekecil apapun perubahan kondisi ekonomi makro, baik disebabkan oleh
kebijakan pemerintah maupun mekanisme pasar, sangat berpengaruh terhadap
kelompok miskin. Ada kecenderungan keluarga miskin untuk mengembangkan
diversifikasi pekerjaan. Diversifikasi pekerjaan ini lebih diarahkan tidak untuk
memperkuat modal, namun kerangkanya lebih dalam kerangka memenuhi
kebutuhan hidup, seperti yang disaksikan oleh Wiradi (1985;48) pada pedesaan
Jawa. Dalam seluruh persoalan kehidupan keluarga tersebut, mulai dari
pendapatan sampai hingga persoalan domestik, seperti pengasuhan anak.
Tidak saja di Indonesia, penelitian Karin Schwitter (2005) di Swiss
menunjukkan bahwa bila dibandingkan dengan tahun 1970, maka telah terjadi
perubahan struktur pekerjaan. Istri telah mengambil peran dalam memenuhi
pendapatan keluarga dengan bekerja paruh waktu.
Teori mekanisme survival yang dipopulerkan oleh James C.Scoot
merupakan teori yang memandang bahwa terdapat tiga cara yang dilakukan
masyarakat miskin untuk bertahan hidup, yaitu:
1. Mengurangi pengeluaran untuk pangan dengan jalan makan hanya sekali
sehari dan beralih ke makanan yang mutunya lebih rendah.

2. Menggunakan alternatif subsistem yaitu swadaya yang mencakup
kegiatan seperti berjualan kecil-kecilan, bekerja sebagai tukang, sebagai buruh
lepas, atau melakukan migrasi untuk mencari pekerjaan. Cara ini dapat melibatkan

18

sumber daya yang ada di dalam rumah tangga miskin, terutama istri yang mencari
nafkah sebagai tambahan bagi suami.
3. Meminta bantuan dari jaringan sosial seperti sanak saudara, kawan-kawan
sedesa, atau memanfaatkan hubungan dengan pelindung (patron)., dimana ikatan
patron dan kliennya (buruh) merupakan bentuk asuransi dikalangan petani. Patron
menurut defenisinya adalah orang yang berada dalam posisi membantu klienkliennya. Patron dalam kehidupan petani adalaah pemilik modal yang dapat
membantu kesulitan keuangan yang dihadapi petani. (scoot, 1989;40).
Survival berasal dari bahasa inggris survive atau to survive yang artinya
bertahan. Yang dimaksud disini adalah kemampuan untuk dapat bertahan hidup.
Survival dapat juga diartikan sebagai upaya untuk mempertahankan hidup dan
keluar

dari


keadaan

yang

sulit

tertentu/keadaan dimana diperlukan

(mempertahankan

diri

dari

keadaan

perjuangan untuk hidup). Sedangkan

menurut pengertian yang lain, survival adalah suatu kondisi dimana seseorang
atau kelompok orang dari kehidupan normal (masih sebagaimana direncanakan)

baik tiba-tiba atau disadari masuk dalam situasi tidak normal (diluar garis
rencananya).
Menurut Clark (dalam Bagong Suyanto: 1995,34-37) Mekanisme Survival
dalam

upaya

seseorang

untuk

memperbaiki

kondisi

perekonomiaannya

berhubungan dengan strategi-strategi yang dilakukannya yaitu:
1.


Strategi pertama, yaitu

berupa pertukaran timbal-balik berupa uang,

barang dan jasa untuk mempertemukan kebutuhan sehari-hari dan
kebutuhan mendadak. Jaringan sosial ini meliputi kerabat dekat, tetangga,
dan rekan kerja (informal social support networks).

19

2.

Strategi kedua, yaitu bagi yang sudah berkeluarga mengubah komposisi
rumah tangganya dengan menitipkan anak kepada neneknya di desa
sehingga dengan cara ini mereka dapat mengurangi biaya hidup di kota
(flexible household composition).

3.

Strategi ketiga, yaitu dengan menganekaragamkan sumber usaha

(diversifikasi) misalnya bekerja di sektor informal atau membuka jasa dan
pertokoan.

Strategi

ketiga

dilakukan

karena keterbatasan

waktu,

keterampilan, modal serta informasi yang diperoleh (multiple sources of
income).
4.

Strategi lain yang dilakukan dengan menyiasati kekurangan dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya adalah memanfaatkan asset modal sosial
dengan melakukan pinjaman (memanfaatkan kredit informal, berhutang

pada bank keliling).

2.2 Pasar Tradisional dan Pasar Modern
Pada perkembangannya, sejalan dengan bertambahnya tuntutan dan
perkembangan masyarakat di beberapa tempat tertentu, terutama di kota-kota
besar, mulai tumbuhnya pasar yang melakukan kegiatan di setiap saat. Jika pada
masa awal terbentuknya lembaga pasar, kegiatan jual-beli cenderung bersifat
tukar-menukar (barter) dengan orientasi subsistensi, kini pasar merupakan sarana
pertukaran antar barang dengan sejumlah uang tertentu, atau dengan jumlah
barang tertentu. Dengan demikian, jika awalnya yang terjadi adalah kegiatan
antara sesama produsen, setelah dikenal alat tukar berupa uang, maka terjadilah
kegiatan antara produsen dengan konsumen.

20

Selanjutnya, moderasi terhadap pengertian pasar dalam pengertian teori
ekonomi, kini pasar dapat diartikan sebagai situasi dimana pembeli (konsumen)
dan penjual (produsen dan pedagang) melakukan transaksi setelah kedua pihak
telah mengambil kata sepakat tentang harga terhadap jumlah (kuantitas) barang
dengan kuantitas tertentu yang menjadi objek transaksi. Kedua pihak, pembeli dan

penjual mendapatkan manfaat dari adanya transaksi atau pasar. Pihak pembeli
mendapatkan barang yang diinginkan untuk memenuhi dan memuaskan
kebutuhannya sedangkan penjual mendapatkan imbalan pendapatan untuk
selanjutnya digunakan untuk membiayai aktivitasnya sebagai pelakun ekonomi
produksi atau pedagang (Kotler, 1997).
Dalam

perkembangan

selanjutnya,

sekarang

ini

pasar

mengalami

transformasi sistem ekonomi pasar yang dikenal dengan istilah dualisme sistem

ekonomi pasar, yaitu “pasar tradisional” dan “pasar modern”. Pasar tradisional
dicirikan oleh organisasi pasar yang sederhana, tingkat efisiensi dan spesialisasi
yang rendah, volume barang relatif sedikit, bentuk bangunan yang apa adanya,
terkesan sempit, kotor, dan dengan sistem tawar menawar dalam membentuk
harga

akhir,

interaksi

transaksi

secara

langsung,

barang-barang

yang


diperdagangkan adalah barang kebutuhan sehari-hari dengan mutu barang yang
kurang diperhatikan, harga barang relatif murah, para pedagangnya sebagian besar
adalah golongan ekonomi menengah kebawah dan cara dagang yang kurang
profesional. Sebaliknya, pasar modern dicirikan dengan organisasi pasar yang
lebih kompleks, volume barang yang tinggi, kepastian harga, barang-barang yang
dijual biasanya adalah barang yang kualitasnya lebih baik, dilengkapi dengan
berbagai fasilitas yang menawarkan kenyamanan ketika berbelanja, seperti:

21

penyejuk udara (AC), lantunan musik saat berbelanja, transaksi secara elektronik
(ATM) dan kartu kredit, dan tersedianya tempat parkir yang luas. Beberapa
bentuk pasar modern adalah hypermarket, supermarket, minimarket, dan
departemen store (Kotler, 1987: pangestu 2007).
Pasar tradisional dan pasar modern dapat dikatakan memiliki fungsi yang
sama karena merupakan tempat perbelanjaan yang menyediakan dan menjual
kebutuhan sehari-hari bagi masyarakat. Akan tetapi, diantara keduanya memiliki
perbedaan dalam kelas mutu pelayanan. Selain itu, pasar dari sisi sosial ekonomi
dapat dibedakan pengertiannya secara kultural, administrasi, dan fungsional.
1. Secara Kultural, pasar merupakan tempat kegiatan perdagangan eceran

berbagai jenis barang dan jasa tanpa memandang apakah tempat itu
disediakan secara resmi atau tidak oleh pemerintah setempat.
2. Secara Administrasi, pasar adalah tempat perdagangan eceran yang
dibedakan atas pasar resmi dan tidak resmi,tidak diakui secara hukum,
namun keberadaannya (secara de facto) tetap dipungut biaya retribusi.
3. Secara fungsional, pasar adalah tempat berbelanja barang-barang
kebutuhan sehari-hari yang dibutuhkan oleh penduduk secara keseluruhan,
tempat bekerja (berdagang) yang memberikan pendapatan bagi pemerintah
kota.
2.3 Modal Sosial
Modal sosial dapat didiskusikan dalam konteks komunitas yang kuat (strong
community), masyarakat sipil yang kokoh, maupun identitas negara-bangsa
(nation state identity). Modal sosial termasuk elemen-elemennya seperti

22

kepercayaan, kohesifitas, altruisme, gotong-royong, jaringan, dan kalaborasi
sosial memiliki pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi.
Dua tokoh utama yang mengembangkan konsep modal sosial, Putnam dan
Fukuyama, memberikan defenisi modal sosial yang penting. Meskipun berbeda,

defenisi keduanya memiliki kaitan yang erat (spellerberg, 1997), terutama
menyangkut konsep kepercayaan (trust). Putnam mengartikan modal sosial
sebagai penampilan organisasi sosial seperti jaringan-jaringan dan kepercayaan
yang memfasilitasi adanya koordinasi dan kerjasama bagi keuntungan bersama.
Menurut Fukuyama, modal sosial adalah kemampuan yang timbul dari adanya
kepercayaan dalam sebuah komoditas. Modal sosial dapat diartikan sebagai
sumber (resource) yang timbul dari adanya interaksi dari orang-orang dalam suatu
komoditas.
Masyarakat yang memiliki modal sosial tinggi cenderung bekerja secara
gotong-royong, merasa aman untuk berbicara dan mampu mengatasi perbedaanperbedaan. Sebaliknya, pada masyarakat yang memiliki modal sosial rendah akan
tampak adanya kecurigaan satu sama lain.
2.4 Trust
Sebagaimana dijelaskan Francis Fukuyama (1995), rasa percaya (trust)
adalah harapan yang tumbuh di dalam sebuah masyarakat yang ditunjukkan oleh
adanya perilaku jujur, teratur, dan kerjasama berdasarkan norma-norma yang
dianut bersama. Kepercayaan sosial merupakan penerapan terhadap pemahaman
ini.
Dalam bisnis, trust mengurangi kebutuhan merumuskan kontrak yang
berkepanjangan , menghindari situasi tidak terduga, mengurangi pertikaian, dan

23

mengurangi kebutuhan proses hukum seandainya terjadi pertikaian. Trust
mengurangi biaya dan waktu yang sering dikaitkan dengan sistem pengawasan
tradisional dan kontrak hukum yang formal, hal-hal yang sangat penting dalam
organisasi yang mementingkan pengetahuan. Fukuyama menyatakan bahwa trust
membantu orang-orang bekerja sama dengan lebih efektif, karena mereka lebih
bersedia menempatkan kepentingan kelompok di atas kepentingan individu.
2.5 Jaringan Sosial
Menurut Robert M. Z. Lawang jaringan merupakan terjemahan dari
network, yang berasal dari dua suku kata yaitu net dan work. Net diterjemahkan
dalam bahasa sebagai jaring yaitu tenunan sebagai jala, terdiri dari banyak ikatan
antar simpul yang saling terhubung antara satu sama yang lain. Sedangkan kata
work bermakna sebagai kerja, dengan demikian jaringan menurut Lawang
dimengerti sebagai:
1. Ada ikatan antar simpul (orang atau kelompok) yang dihubungkan dengan
media (hubungan sosial). Hubungan sosial ini diikat dengan kepercayaan.
Kepercayaan itu dipertahankan oleh norma yang megikat kedua belah
pihak.
2. Ada kerja antar simpul (orang atau kelompok) yang melalui media
hubungan sosial menjadi satu kerja sama, bukan bekerja bersama- sama.
3. Seperti halnya sebuah jaringan (yang tidak putus) kerja yang terjalin antar
simpul itu pasti kuat menahan beban bersama, dan malah “menangkap
ikan” lebih banyak.
4. Dalam kerja jaring itu adalah ikatan (simpul) yang tidak dapat berdiri
sendiri. Malah kalau satu simpul saja putus, maka keseluruhan jaring itu

24

tidak akan berfungsi lagi, sampai simpul itu diperbaiki. Semua simpul
menjadi satu kesatuan dan ikatan yang kuat.
5. Media (benang atau kawat) dan simpul tidak dapat dipisahkan, atau antara
orang-orang dan hubungannya tidak dapat dipisahkan.
6. Ikatan atau pengikat (simpul) adalah norma yang mengatur dan menjaga
bagaimana ikatan dan medianya itu dipelihara dan dipertahankan.
Studi tentang jaringan sosial (social network) telah dilakukan sosiolog 1960an, biasanya dikaitkan dengan bagaiman pribadi-pribadi berhubungan antara satu
dengan yang lain dan bagaimana ikatan afiliasi melayani baik sebagai pelicin
dalam memperoleh sesuatu yang dikerjakan sebagai jembatan untuk memudahkan
hubunganan antara satu pihak dengan pihak lainnya, maupun sebagai perekat
yang memberikan tatanan dan makna pada kehidupan sosial (powell dan smithdoer, 1994:365).
2.6 Strategi Bertahan
Suharto (2003) menyatakan strategi bertahan dalam perekonomian
dilakukan dengan berbagai cara. Cara- cara tersebut dapat dikelompokkan
menjadi tiga kategori, yaitu:
1. Strategi Aktif
Yaitu strategi yang mengoptimalkan segala potensi untuk melakukan aktivitas
sendiri, memperpanjang jam kerja, memanfaatkan sumber atau tanaman liar dan
lingkungan sekitar dan sebagainya.
2. Strategi Pasif
Yaitu strategi yang mengurangi pengeluaran guna memenuhi kebutuhan.
Misalnya: pengeluaran sandang, pangan dan pendidikan.

25

3. Strategi Jaringan Pengaman
Yaitu strategi yang mencakup dalam menjalin relasi, baik secara formal
maupun informal dengan lingkungan sosialnya dan lingkungan kelembagaan.
Misalnya dengan meminjam uang ke Bank, rentenir, meminjam uang tetangga,
mengutang ke warung dan sebagainya.

26