Systemic Lupus Erythematosus (SLE) dengan Anemia Aplastik

Systemic Lupus Erythematosus (SLE) dengan Anemia Aplastik

Zuhrial Zubir, Fadli Arsyad
Divisi Alergi Imunologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah suatu penyakit inflamasi autoimun dengan
manifestasi klinis, perjalanan penyakit, dan prognosis yang beragam, dan sulit diperkirakan awal
manifestasi secara akut dan tersamar, dapat menyerang berbagai organ tubuh, serta dapat
kambuh kembali.

Manifestasi hematologi pada SLE sering terjadi dan termasuk salah satu kriteria dari
ACR. Trombositopenia terdapat pada 25% - 50% pasien, leukopenia terjadi sekitar 50% dan
anemia hemolitik dengan hasil tes coombs yang positif sekitar 10%. Sitopenia yang terjadi
biasanya merupakan hasil kerusakan perifer yang dimediasi oleh autoantibodi yang
menyebabkan hiperseluler sumsum tulang. Pada kasus yang jarang terdapat terjadi hiposeluler di
sumsum tulang karena mediasi dari sel T yang menginhibisi sel hemopoetik yang menyebabkan
kegagalan sumsum tulang dan menimbulkan anemia aplastik.
Wanita 16 tahun demam intermitten, muka pucat, nyeri semua sendi, berobat ke praktek
umum di berikan NSAID namun tidak ada perbaikan, pemeriksaan fisik malar rash, diskoid

rash, ulkus mulut, konjuntiva pucat, kesan pansitopenia, dan pada pemeriksaan darah tepi kesan
hipokrom mikrositer, ANA test (+), Anti DS DNA (+), Comb test (-) dan biopsi sumsung tulang
dijumpai hiposeluler .Diagnosa: Systemik lupus eytematosus dengan Anemia Aplastik dan
diberikan terapi methilprednisolon 250 mg/12 jam (3 hari) di tapering ke metilprednisolon
1mg/kgbb, klorokuin 1x250 mg.
Kata kunci : Systemic Lupus Erytematosus, Anemia Aplastik

I.

Pendahuluan
Sistemik lupus erythematosus (SLE) adalah suatu penyakit autoimun dengan etiologi

yang tidak diketahui dan ditandai dengan adanya autoantibodi dan deposit kompleks imun.
Manifestasi hematologi sangat umum dijumpai dan merupakan salah satu kriteria dari klasifikasi
1
Universitas Sumatera Utara

American College of Rheumatology (ACR).

1


Trombositopenia terjadi pada 25%-50% dari

pasien, leukopenia pada sekitar 50% dan anemia hemolitik dengan tes Coombs positif sekitar
10%.2,3 Sitopenia dapat terjadi secara tunggal atau kombinasi. Dan merupakan

hasil dari

kerusakan perifer yang diperantarai oleh autoantibody dengan gambaran hiperseluler pada
sumsum tulang. Meskipun manifestasi hematologi

umum terjadi, tetapi jarang sebagai

manifestasi tunggal. Sitopenia umumnya muncul siring dengan perjalanan penyakit, namun
anemia aplastik kadang-kadang adalah manifestasi awal dari SLE, dan mungkin tidak disadari
sehubungan dengan kerusakan perifer yang diduga dari sel-sel darah.
II.

Laporan Kasus
Dilaporkan satu kasus, wanita, usia 16 tahun, datang ke RS PM dengan keluhan utama


nyeri sendi yang dialami selama 1 minggu, terutama dialami pada sendi kedua lengan dan
tungkai, bengkak tidak dijumpai, merah dan kaku sendi pada pagi hari tidak dijumpai. Ruam
kemerahan di pipi dialami sejak 4 bulan yang lalu yang memberat bila terkena sinar matahari.
Ruam diskoid pada kedua lengan atas. Riwayat demam yang bersifat hilang timbul yang
dialamai sejak 4 bualn ini. Luka dimulut dialami sejak 3 bulan ini. Rambut rontok dijumpai.
Muka pucat disadari sejak 4 bulan ini. Riwayat perdarahan spontan tidak dijumpai. Pasien
pernah dirawat di RS luar dan mendapat transfusi darah sebanyak 3 kantong. Pasien sebelumnya
sudah didiagnosa dengan lupus dan dirujuk ke RSPM.
Pada pemeriksaan vital sign, sensorium : compos mentis, TD : 100/70 mmHg, Nadi :
103 x/mnt/reg, RR : 22x/mnt, t : 36,8º C. BB:35 kg, TB: 145 cm, IMT :17, kesan underweight.
Pada pemeriksaan fisik dijumpai konjungtiva palpebra inferior kedua mata pucat. Malar
rash dijumpai, oral ulcer dijumpai. Toraks, kesan dalam batas normal. Ruam diskoid pada
kedua lengan atas.

Pada pemeriksaan laboratorium dijumpai :
Hb: 5,7 mg% , Leukosit: 3400/ mm3, Trombosit: 42.000/mm3, Bleeding time: 3 mnt, LED: 70
mm/jam, morfologi darah tepi: eritrosit kesan hipokrom mikrositer, morfologi darah tepi:
eritrosit: anisositosis, hipokrom, fragmentosit (+), tear drop cel (+): leukosit dan trombosit
2

Universitas Sumatera Utara

morfologi normal. SI: 68, TIBC: 210, ferritin: 1035. Retikulosit: 0,8%. Coomb test (-).
SGOT/SGPT: 144/68 U/L, Ureum/creatinin: 26 mg/dL : 0,59 mg/dL. Asam urat 6.4
mg/dL.Na/K/Cl: 133/3,3/121. Urinalisis : proteinuria +2. ANA test: 2,9. Anti dsDNA: 503.
Pada pemeriksaan EKG dijumpai kesan EKG normal.
Pada pemeriksaan radiologi: jantung dan paru dalam batas normal.
Pada pemeriksaan USG dalam batas normal
Pada pemeriksaan BMP ditemukan kesan hipoplasia dan displasia dari sumsum tulang
(kemungkinan besar disebabkan oleh proses autoimun).
Pasien didiagnosis SLE (Systemic Lupus Erythematosus) sedang + Lupus nefritis +
Pansitopenia ec: Anemia aplastik
Penatalaksanaan pada pasien adalah dengan pemberian oksigen, diet MBTKTP.
Pengobatan dengan Methylprednisolon 250 mg/12 jam/iv selama 3 hari, dan dilanjutkan dengan
Methylprednisolon oral @4 mg dengan dosis 36 mg/hari, dibagi dalam 3 dosis (3-3-3) dan
kemudian diturunkan secara bertahap. Inj ondansetron 4mg/8jam, Chloroquin 1x250mg,
omeprazole 1x20 mg, meloxicam 1x7,5 mg.
Selama perawatan di RSUPM, pasien mengalami perbaikan secara klinis dan
laboratorium Hb 10,0 g/dl, leukosit 3700/mm3, Trombosit 92.000/mm3 (sebelumnya
15.000/mm3). Dan selanjutnya pasien dapat kontrol di poli rawat jalan, dan direncanakan

pemberian MMF.

III.

Diskusi
Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah suatu penyakit inflamasi autoimun dengan

manifestasi klinis, perjalanan penyakit, dan prognosis yang beragam. Secara klinis, SLE
merupakan suatu penyakit kambuhan, dan sulit diperkirakan awal manifestasi secara akut dan
tersamar, dapat menyerang berbagai organ tubuh. Penyakit ini dapat menyerang kulit, ginjal,
3
Universitas Sumatera Utara

membran serosa, sendi, dan jantung. Secara imunologis, penyakit ini melibatkan susunan
autoantibodi yang membingungkan.1,4,5
SLE merupakan penyakit autoimun sistemik yang ditandai dengan adanya autoantibodi
terhadap autoantigen, pembentukan kompleks imun, dan disregulasi sistem imun, menyebabkan
kerusakan pada beberapa organ tubuh. Perjalanan penyakitnya bersifat episodik (berulang) yang
diselingi periode sembuh. Pada setiap penderita, peradangan akan mengenai jaringan dan organ
yang berbeda. Beratnya penyakit bervariasi mulai dari penyakit yang ringan sampai penyakit

yang menimbulkan kecacatan, tergantung dari jumlah dan jenis antibodi yang muncul dan organ
yang terkena. Perjalanan penyakit SLE sulit diduga dan sering berakhir dengan kematian.
Karenanya SLE harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding bila pasien mengalami demam
yang tidak diketahui penyebabnya, artralgia, anemia, nefritis, psikosis, dan fatigue. Penyebab
terjadinya SLE belum diketahui. SLE merupakan prototipe penyakit autoimun yang ditandai
oleh produksi antibodi terhadap inti sel yang berhubungan dengan manifestasi klinis yang luas.
Secara epidemiologi, prevalensi SLE di AS 52 kasus per 100.000 penduduk.
Kecenderungan kuat bahwa penyakit ini terjadi pada perempuan (sekitar 9-14 : 1), jarang terjadi
pada laki-laki. SLE

menyerang 1 diantara 700 perempuan usia subur. Pada tahun 2002

dilaporkan terdapat 1,4% kasus SLE dari total kunjungan pasien di Poli Reumatologi di RSCM
Jakarta. Sementara di RS Hasan Sadikin Bandung ada 10,5% pada tahun 2010. Onset yang lazim
adalah pada dekade kedua atau ketiga, tetapi dapat pula terjadi pada setiap usia.1,6,7

Kasus : Ditemukan pasien perempuan dengan diagnosis SLE
Penegakkan diagnosis SLE berdasarkan kriteria American College of Rheumatology
(ACR) yang telah dimodifikasi tahun 1997. Klasifikasi ini terdiri dari 11 kriteria, dimana
diagnosis harus memenuhi 4 dari 11 kriteria tersebut.1,8,9


Tabel 1. American College of Rheumatology Diagnostic Criteria American College of
Rheumatology

Kriteria
1. Ruam malar

Definisi
Eritema yg menetap, rata atau menonjol, pada daerah
malar, dan cenderung tidak melibatkan lipatan nasolabial
4
Universitas Sumatera Utara

2. Ruam diskoid

Bercak eritema menonjol dengan keratosis dan sumbatan
folikel. Pada SLE lanju ditemukan parut atrofi.

3. Fotosensitivitas


Ruam kulit sebagai hasil reaksi sinar matahari yang tidak
biasa,baik dari anamnesis pasien atau yang dilihat oleh
dokter.

4. Ulkus mulut

Ulkus mulut atau orofaring, biasanya tanpa rasa sakit,
dilihat oleh dokter pemeriksa.

5. Arthritis

Arthritis Nonerosif melibatkan ≥ 2 sendi perifer, ditandai
dengan nyeri, bengkak, atau efusi

6.

Serositis

(A) Pleuritis: riwayat nyeri atau gesekan pleura yang
didengar oleh dokter atau terdapat bukti efusi pleura,

Atau
(B) Perikarditis: terbukti dengan EKG atau adanya
gesekan pericardium, atau terdapat bukti efusi
perikardial

7. Gangguan ginjal

(A) Persistent proteinuria > 0,5 g/dl/hari, atau > 3 + jika
tidak dilakukan pemeriksaan kuantitatif, Atau
(B) Silinder

seluler:

Mungkin

sel

darah

merah,


hemoglobin, granular, tubular, atau campuran
8. Gangguan neurologis

(A) Kejang: bukan diakibatkan obat atau gangguan
metabolic

(misalnya,

uremia,

ketoasidosis,

ketidakseimbangan elektrolit). Atau
(B) Psikosis: bukan diakibatkan obat atau gangguan
metabolik

(misalnya,

uremia,


ketoasidosis,

ketidakseimbangan elektrolit)
9. Gangguan Hematologi

(A) Anemia Hemolitik dengan retikulositosis. Atau
(B) Leukopenia: