Systemic Lupus Erythematosus (SLE) berat pada laki-laki

Systemic Lupus Erythematosus (SLE) berat pada laki-laki

Deske Muhadi Rangkuti, Blondina Marpaung, OK Moehad Sjah, Firman S W
Divisi Reumatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah suatu penyakit inflamasi autoimun dengan
manifestasi klinis, perjalanan penyakit, dan prognosis yang beragam, dan sulit diperkirakan awal
manifestasi secara akut dan tersamar, dapat menyerang berbagai organ tubuh, serta dapat
kambuh kembali.

Penderita laki-laki jarang ditemukan dibandingkan perempuan. Kecenderungan kuat
bahwa penyakit ini terjadi pada perempuan ( sekitar 9-14 : 1 ). Interaksi antara faktor genetik,
imunologi, hormonal, serta lingkungan diduga berperan dalam patofisiologi SLE.
Laki-laki, usia 29 tahun, datang ke RS HAM dengan keluhan utama sesak nafas, batuk,
dahak dijumpai berwarna putih kehijauan, dan demam. Muka pucat, bintik dan bercak
kemerahan pada kedua kaki, dan nyeri pada sendi kedua kaki.
Pada pemeriksaan fisik dijumpai takipneu, hiperthermi, conjungtiva palpebra inferior
pucat, pemeriksaan paru dijumpai kesan efusi bilateral dan infiltrat, petikia dan purpura pada
kedua kaki, serta nyeri pada sendi kedua kaki. Pada pemeriksaan laboratorium : darah lengkap
dijumpai pansitopenia, Anti dsDNA yg meningkat, yaitu 1040, ANA test (+) 281 (strong),

protein uria 5620 mg/ 24 jam (+++). Pada pemeriksaan radiologi toraks didapatkan kesan efusi
pleura bilateral. Pemeriksaan USG ginjal didapatkan kesan pielonefritis bilateral akut.
Pemeriksaan BMP didapatkan kesan anemia aplastik.
Pasien didiagnosis dengan SLE berat, dan mendapatkan pengobatan Methylprednisolon
(pulse therapy selama 3 hari) dilanjutkan Methylprednisolon oral dan dosis diturunkan secara
bertahap setelah 4-6 minggu. Untuk infeksi paru diberikan Meropenem disesuaikan dengan hasil
kultur darah dan sputum, dan diberikan obat simptomatik. Setelah dilakukan pengobatan, secara
klinis dan laboratorium mengalami perbaikan dan selanjutnya dapat berobat ke poli rawat jalan
untuk rencana pemberian siklofosfamid.
Kata kunci : Systemic Lupus Erythematosus (SLE), laki-laki, ANA test, Anti ds DNA,
Methylprednisolon, Siklofosfamid.

Pendahuluan
Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah suatu penyakit inflamasi autoimun dengan

manifestasi klinis, perjalanan penyakit, dan prognosis yang beragam, dan sulit diperkirakan awal
1
Universitas Sumatera Utara

manifestasi secara akut dan tersamar, dapat menyerang berbagai organ tubuh, serta dapat

kambuh kembali.
Penderita laki-laki jarang ditemukan dibandingkan perempuan. Interaksi antara faktor
genetik, imunologi, hormonal, serta lingkungan diduga berperan dalam patofisiologi SLE.
Diperlukan penegakkan diagnosis dan penentuan klasifikasi derajat berat ringannya SLE ini,
sehingga dapat ditentukan tatalaksana nya, dan angka morbiditas serta mortalitas penderita SLE
dapat diturunkan.1,2,3

Laporan Kasus
Dilaporkan satu kasus, laki-laki, usia 29 tahun, dating ke RS HAM dengan keluhan utama
sesak nafas. Dialami Os sejak ± 1 bulan sebelum masuk RS HAM, dan memberat dalam
satu minggu terakhir. Sesak nafas bertambah saat aktivitas dijumpai, riwayat terbangun tengah
malam karena sesak tidak dijumpai, dan sesak berkurang dengan peninggian kepala saat tidur
tidak dijumpai. Batuk dijumpai sejak ± 1 bulan yg lalu, dahak dijumpai berwarna putih
kehijauan, riwayat batuk berdarah tidak dijumpai. Demam dijumpai, turun dengan obat penurun
demam.
Muka pucat dialami Os sejak ± 2 bulan yg lalu. Riwayat perdarahan spontan seperti
muntah darah, BAB hitam/berdarah, BAK berdarah, mimisan, gusi berdarah tidak dijumpai.
Bintik dan bercak kemerahan pada kedua kaki dijumpai sejak ± 2 minggu sebelum masuk RS
HAM. Nyeri pada sendi kedua kaki dialami Os sejak ± 1 minggu yg lalu, bengkak dan
kemerahan pada sendi tidak dijumpai.

Pada pemeriksaan vital sign, sensorium : compos mentis, TD : 110/80 mmHg, Nadi :
100 x/mnt/reg, RR : 30x/mnt, t : 38º C.
Pada pemeriksaan fisik dijumpai Conjunctiva palpebra inferior kedua mata pucat.
Toraks, kesan efusi di kedua lapangan bawah paru dan infiltrat di lapangan bawah dan tengah
paru kanan. Pada kedua kaki ditemukan purpura dan petekia.
Pada pemeriksaan laboratorium dijumpai :
2
Universitas Sumatera Utara

Hb: 8,0 mg%, Eritrosit: 3,26. 106/mm3, Leukosit: 850/ mm3, Trombosit: 15.000/mm3, Bleeding
time: 3 mnt, LED: 100 mm/jam, morfologi darah tepi: eritrosit kesan hipokrom mikrositer,
leukosit dan trombosit bentuk normal, jumlah kurang. Limfosit count absolute: 320/ µL,
Retikulosit: 3,11%. Coomb test (-). SGOT/SGPT: 95/38 U/L, Albumin 2,0 g/dL. Creatinin
Ureum: 30,5 mg/dL : 0,59 mg/dL. Asam urat 4,9 mg/dL. Protein urine: 562 mg% (+++), Protein
urine 24 jam: 5620 mg/24 jam. CRP (-) ANA test: 281 (strong). Anti dsDNA: 1040.
Kultur darah Bactec ditemukan Acinetobacter Sp dan Pseudomonas. Kultur sputum ditemukan
Aeromonas Hydrophilia.
Pada pemeriksaan EKG dijumpai kesan EKG normal.
Pada pemeriksaan radiologi dijumpai :
Foto Toraks: kesan efusi pleura bilateral. USG Abdomen: Hati, limpa, kandung empedu, kesan

normal, ditemukan ascites minimal non sirotik. USG ginjal: kesan bilateral pielonefritis acute.
Pada pemeriksaan BMP ditemukan kesan Anemia aplastik.
Pasien didiagnosis SLE (Systemic Lupus Erythematosus) berat + Pneumonia dengan efusi
pleura bilateral + Anemia aplastik + Lupus nefritis + Hipoalbuminemia.
Penatalaksanaan pada pasien adalah dengan pemberian oksigen, diet MBTKTP, substitusi
albumin, pemberian transfusi trombosit 2 bag (@50 cc). Pengobatan dengan Methylprednisolon
250 mg/12 jam/iv selama 3 hari, dan dilanjutkan dengan Methylprednisolon oral @4 mg dengan
dosis 48 mg/hari, dibagi dalam 3 dosis ( 4-4-4) selama 4-6 minggu, dan kemudian diturunkan
secara bertahap. Diberikan Meropenem 1 gr /8 jam/ iv, serta pemberian obat simptomatik
lainnya.
Selama perawatan di RS HAM, pasien mengalami perbaikan secara klinis dan
laboratorium ( Leukosit: 4.010/mm3 (sebelumnya 850/mm3), Trombosit: 59.000/mm3
(sebelumnya 15.000/mm3) , LED: 66 mm/jam (sebelumnya 100 mm/jam). Dan selanjutnya
pasien dapat kontrol di poli rawat jalan, dan direncanakan pemberian siklofosfamid.

3
Universitas Sumatera Utara

Diskusi
Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah suatu penyakit inflamasi autoimun dengan


manifestasi klinis, perjalanan penyakit, dan prognosis yang beragam. Secara klinis, SLE
merupakan suatu penyakit kambuhan, dan sulit diperkirakan awal manifestasi secara akut dan
tersamar, dapat menyerang berbagai organ tubuh. Penyakit ini dapat menyerang kulit, ginjal,
membran serosa, sendi, dan jantung. Secara imunologis, penyakit ini melibatkan susunan
autoantibodi yang membingungkan.1,4,5
SLE merupakan penyakit autoimun sistemik yang ditandai dengan adanya autoantibodi
terhadap autoantigen, pembentukan kompleks imun, dan disregulasi sistem imun, menyebabkan
kerusakan pada beberapa organ tubuh. Perjalanan penyakitnya bersifat episodik (berulang) yang
diselingi periode sembuh. Pada setiap penderita, peradangan akan mengenai jaringan dan organ
yang berbeda. Beratnya penyakit bervariasi mulai dari penyakit yang ringan sampai penyakit
yang menimbulkan kecacatan, tergantung dari jumlah dan jenis antibodi yang muncul dan organ
yang terkena. Perjalanan penyakit SLE sulit diduga dan sering berakhir dengan kematian.
Karenanya SLE harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding bila pasien mengalami demam
yang tidak diketahui penyebabnya, artralgia, anemia, nefritis, psikosis, dan fatigue. Penyebab
terjadinya SLE belum diketahui. SLE merupakan prototipe penyakit autoimun yang ditandai
oleh produksi antibodi terhadap inti sel yang berhubungan dengan manifestasi klinis yang luas.
Secara epidemiologi, prevalensi SLE di AS 52 kasus per 100.000 penduduk.
Kecenderungan kuat bahwa penyakit ini terjadi pada perempuan (sekitar 9-14 : 1), jarang terjadi
pada laki-laki. SLE


menyerang 1 diantara 700 perempuan usia subur. Pada tahun 2002

dilaporkan terdapat 1,4% kasus SLE dari total kunjungan pasien di Poli Reumatologi di RSCM
Jakarta. Sementara di RS Hasan Sadikin Bandung ada 10,5% pada tahun 2010. Onset yang lazim
adalah pada dekade kedua atau ketiga, tetapi dapat pula terjadi pada setiap usia.1,6,7

Kasus : Ditemukan pasien laki-laki dengan diagnosis SLE (SLE jarang dijumpai pada
laki-laki).
Penegakkan diagnosis SLE berdasarkan kriteria American College of Rheumatology
(ACR) yang telah dimodifikasi tahun 1997. Klasifikasi ini terdiri dari 11 kriteria, dimana
diagnosis harus memenuhi 4 dari 11 kriteria tersebut.1,8,9
4
Universitas Sumatera Utara

Tabel 1. American College of Rheumatology Diagnostic Criteria American College of
Rheumatology

Kriteria
1. Ruam malar


Definisi
Eritema yg menetap, rata atau menonjol, pada daerah
malar, dan cenderung tidak melibatkan lipatan nasolabial

2. Ruam diskoid

Bercak eritema menonjol dengan keratosis dan sumbatan
folikel. Pada SLE lanju ditemukan parut atrofi.

3. Fotosensitivitas

Ruam kulit sebagai hasil reaksi sinar matahari yang tidak
biasa,baik dari anamnesis pasien atau yang dilihat oleh
dokter.

4. Ulkus mulut

Ulkus mulut atau orofaring, biasanya tanpa rasa sakit,
dilihat oleh dokter pemeriksa.


5. Arthritis

Arthritis Nonerosif melibatkan ≥ 2 sendi perifer, ditandai
dengan nyeri, bengkak, atau efusi

6.

Serositis

(A) Pleuritis: riwayat nyeri atau gesekan pleura yang
didengar oleh dokter atau terdapat bukti efusi pleura,
Atau
(B) Perikarditis: terbukti dengan EKG atau adanya
gesekan pericardium, atau terdapat bukti efusi
perikardial

7. Gangguan ginjal

(A) Persistent proteinuria > 0,5 g/dl/hari, atau > 3 + jika

tidak dilakukan pemeriksaan kuantitatif, Atau
(B) Silinder

seluler:

Mungkin

sel

darah

merah,

hemoglobin, granular, tubular, atau campuran
8. Gangguan neurologis

(A) Kejang: bukan diakibatkan obat atau gangguan
metabolic

(misalnya,


uremia,

ketoasidosis,

ketidakseimbangan elektrolit). Atau
(B) Psikosis: bukan diakibatkan obat atau gangguan
metabolik

(misalnya,

uremia,

ketoasidosis,

ketidakseimbangan elektrolit)

5
Universitas Sumatera Utara


9. Gangguan Hematologi

(A) Anemia Hemolitik dengan retikulositosis. Atau
(B) Leukopenia: