Pemanfaatan Limbah Cair Fermentasi Tempe sebagai Bahan Penggumpal Lateks untuk Memproduksi SIR

8

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lateks

Tanaman karet (Hevea Brasiliensis) adalah tanaman yang tumbuh subur
o

padaiklimtropis. Tanaman ini dapat tumbuh subur pada temperatur rata-rata 80 F
o

(27 C) dan mengalami penurunan hujan tahunan sebanyak 80 inci (Blackley,
1997).

Karet alam yang berwujud cair disebut lateks. Lateks merupakan suatu
cairan yang berwarna putih atau putih kekuning-kuningan, yang terdiri atas
partikel karet dan bahan non karet yang terdispersi di dalam air (Triwiyoso,dkk.
1995).


Lateks karet alam yang diperoleh dari lateks Hevea brasiliensis
adalahberupa cairan putih seperti susu yang diperoleh dari proses penyadapan
batang pohon karet. Cairan ini mengandung 30-40% partikel-partikel hidrokarbon
karet yang terkandung di dalam serum dan mengandung partikel-partikel seperti
protein, karbohidrat dan lainnya (Ong et al,1998). Sementara itu, menurut
Goutara, et al (1985), lateks merupakan suatu sistem koloid dengan partikel karet
yang dilapisi oleh protein dan fosfolipid yang terdispersi di dalam air.

Lateks segar pada umumnya berupa cairan susu, tetapi kadang-kadang
sedikit berwarna, tergantung dari klon (varietas) tanaman karet. Lateks atau getah
karet terdapat di dalam pembuluh-pembuluh lateks yang letaknya menyebar secara
melingkar di bagian luar lapisan kambium. Lateks diperoleh dengan membuka
atau menyayat lapisan korteks. Penyayatan lapisan korteks tanaman karet dikenal
sebagai proses penyadapan, yaitu suatu tindakan membuka pembuluh lateks agar
lateks yang terdapat di dalam tanaman dapat keluar. Faktor-faktor yang

Universitas Sumatera Utara

9


mempengaruhi produksi lateks adalah penyadapan, arah dan sudut kemiringan
irisan sadap, panjang irisan sadap, letak bidang sadap, kedalaman irisan sadap,
frekuensi penyadapan dan waktu penyadapan. Lateks hasil penyadapan dikenal
dengan nama lateks kebun (Junaidi, 1996).

Lateks segar ketika baru disadap dari pohon bersifat sedikit basa atau
netral. Lateks segar dapat dengan cepat berubah menjadi asam akibat kerja
bakteri. Pembentukan asam organik menetralisasi muatan negatif pada partikel
karet dan lateks terkoagulasi secara otomotis. Akan tetapi hal ini harus dicegah,
biasanya dengan penambahan 0,7 % amoniak (Loganathan, 1998).

Telah diketahui bahwa material karet dalam aplikasinya tidak terdiri dari
komponen tunggal. Biasanya, ditambahkan satu atau lebih material dasar
(kompon) yang terdiri atas elastomer bersama dengan pemvulkanisasi, pengisi,
pemplastisasi, antioksidan, pigmen dan lain-lain. Bahan dasar yang diubah
menjadi karet pada campuran diatas terntunya adalah polimer, suatu bahan yang
memiliki massa molekul tinggi. Polimer jenis ini yang telah dikenal dan telah
lama digunakan adalah karet alam. Karet alam terdiri dari rantai linier cis-1,4poliisoprena yang bermassa molekul tinggi, yang terjadi secara alami sebagai
partikel koloid yang terdispersi pada lateks dari spesies tanaman tertentu. Sejauh

ini, spesies yang paling penting adalah Hevea brasiliensis. Ketertarikan yang
tinggi pada produksi karet alam terjadi pada akhir abad 19 dan awal abad 20
disebabkan perkembangan industry motor. Dari periode perang dunia I, terjadi
ketertarikan pada produksi karet sintetis sebagai alternatif karet alam. Polimer
karet tersebut dihasilkan dari polimerisasi monomer yang biasanya diperolehdari
minyak tanah (Lovell, 1997).

Faktor-Faktor yang mempengaruhi kualitas lateks yaitu :

1. Iklim
Musim hujan akan mendorong terjadinya prokogulasi, sedangkan musim
kemarau akan menyebabkan keadaan lateks tidak stabil.

Universitas Sumatera Utara

10

2. Alat-alat yang digunakan untuk penyadapan, pengumpulan, dan pengangkutan.
Peralatan yang digunakan harus bersih untuk menjaga kualitas lateks.


3. Pengaruh pH
Pengaruh pH dapat terjadi karena adanya penambahan asam, basa ataupun
elektrolit sehingga membuat lateks tidak stabil dan menggumpal.

4. Pengaruh jasad renik
Jasad renik yang berasal dari udara maupun dari peralatan yang digunakan akan
menyerang karbohidrat terutama gula yang terdapat dalam serum lateks yang
menghasilkan asam sehingga membuat lateks menggumpal.

5. Pengaruh mekanis
Pengaruh mekanis ini dapat disebabkan oleh proses pengangkutan yang
menyebabkan guncangan-guncangan sehingga partikel akan bertubrukan satu
sama lain yang dapat menyebabkan terpecahnya lapisan pelindung, dan
mengakibatkan penggumpalan (Ompusunggu, 1987).

2.2 Komposisi Lateks

Secara fisiologis lateks merupakan sitoplasma dari sel-sel pembuluh lateks yang
mengandung partikel karet, lutoid, nukleus, mitokondria, partikel Frey Wessling,
dan ribosom. Selain partikel karet, di dalam lateks terdapat bahan-bahan bukan

karet yang berperan penting mengendalikan sifat lateks dan karetnya meskipun
dalam jumlah relatif kecil (Suparto, 2002).

Universitas Sumatera Utara

11

Apabila lateks Hevea Brasiliensis dilakukan sentrifugasi pada kecepatan 32.000
rpm selama 1 jam, maka akan terbentuk 4 (empat) fraksi :

1. Fraksi Karet
Fraksi karet terdiri dari partikel-partikel karet yang berbentuk bulat dengan
diameter 0,05 – 3 mikron (μ). Partikel karet diselubungi oleh lapisan pelindung
yang terdiri dari protein dan lipida dan berfungsi sebagai pemantap.

2. Fraksi Kuning
Fraksi ini terdiri dari partikel-partikel berwarna kuning yang mula-mula
ditemukan oleh Frey Wyssling, sehingga disebut partikel Frey Wyssling. Ukuran
partikel dan berat jenisnya lebih besar dari partikel karet dan bentuknya seperti
bola. Setelah pemusingan dilakukan, partikel Frey Wyssling biasanya terletak di

bawah partikel karet dan di atas fraksi dasar.

3. Fraksi Serum
Fraksi serum juga disebut fraksi C (centrifuge cerumi) mengandung sebagian
besar komponen bukan karet yaitu air, karbohidrat, protein, dan ion-ion logam.

4. Fraksi Dasar
Fraksi dasar biasanya terdiri dari partikel-partikel dasar. Partikel dasarmempunyai
diameter 2 - 5 mikron dan berat jenisnya lebih besar dari berat jenis karet,
sehingga pada saat pemusingan partikel-partikel dasar berkumpul di bagian bawah
atau dasar (Bhatnagar, 2004).

Universitas Sumatera Utara

12

Komposisi lateks segar dari kebun dapat dilihat dalam tabel 2.1sebagai berikut :

Tabel 2.1 Komposisi Lateks Segar dari Kebun
Komponen


Komposisi dalam
Lateks Segar (%)

Karet hidrokarbon

36

Protein

1,4

Karbohidrat

1,6

Lipida

1,6


Persenyawaan organik

0,4

Sumber: (Ompusunggu, 1987).

Komposisi lateks dalam karet kering dapat dilihat pada tabel 2.2 sebagai berikut :

Tabel 2.2 Komposisi Lateks dalam Karet Kering
Komponen

Komposisi dalam
Lateks Kering (%)

Karet hidrokarbon

92–94

Protein


2,5–3,5

Karbohidrat
Lipida
Persenyawaan organik

2,5–3,2
-

Persenyawaan anorganik

0,1-0,5

Air

0,3–1,0

Sumber: (Ompusunggu, 1987).

2.3 Sifat Lateks


Kualitas dan hasil produk karet alam sangat terkenal dan merupakan dasar
perbandingan yang baik untuk barang – barang karet buatan manusia.

Universitas Sumatera Utara

13

Secara umum sifat – sifat lateks adalah sebagai berikut :
a. Sifat fisik
1. Warna setelah koagulasi putih hingga coklat.
2. Elatisitas lateks tersebut semakin bertambah setelah vulkanisasi.
3. Larut dalam benzen.
4. Tidak larut dalam air.
5. Sensitif terhadap perubahan temperatur.
6. Bila dipanaskan maka sifat fisiknya akan semakin baik.

b. Sifat kimia
1. Mudah teroksidasi oleh udara
2. Bila dibakar lateks alam akan berubah menjadi CO2 dan H2O

(Yayasan Karet, 1983).

Semua jenis karet adalah polimer tinggi dan mempunyai susunan kimia
yang berbeda dan memungkinkan untuk diubah menjadi bahan-bahan yang
bersifat elastis (rubberiness). Karet alam adalah suatu komoditi homogen yang
cukup baik. Karet alam mempunyai daya lentur yang tinggi, kekuatan tensil dan
dapat dibentuk dengan panas yang rendah. Daya tahan karet terhadap benturan,
gesekan dan koyakan sangat baik. Namun, karet alam tidak begitu tahan terhadap
faktor-faktor lingkungan, seperti oksidasi dan ozon. Karet alam juga mempunyai
daya tahan yang rendah terhadap bahan-bahan kimia seperti bensin, minyak tanah,
pelarut lemak (degreaser), pelumas sintetis, dan cairan hidrolik. Karena sifat fisik
dan daya tahannya, karet alam dipakai untuk produksi-produksi pabrik yang
membutuhkan kekuatan yang tinggi dan panas yang rendah (misalnya ban
pesawat terbang, ban truk raksasa dan ban – ban kendaraan) dan produksi –
produksi teknik lain yang memerlukan daya tahan yang sangat tinggi
(Spillane,J.J., 1989).

Universitas Sumatera Utara

14

Sifat – sifat karet alam dapat dilihat pada tabel 2.3 sebagai berikut :
Tabel 2.3 Sifat – Sifat Karet Alam
No.

Sifat

Parameter

1

Massa jenis (g/cm3)

0,91 – 0,93

2

Indeks bias (nd25)

3

Kuat tarik

4

Elongasi (%)

5

Modulus tarik (105 psi)

6

Titik leleh (oC)

7

1,519
300 – 4000
100 -700
0,025
Tidak tajam (Amorf)
o

Titik transisi gelas ( C)
o

-70

8

Suhu pakai ( C)

-50 sampai 80

9

Kekerasan

10

Sifat dinamik

Baik

11

Sifat listrik

Baik

12

Permanen set

13

Adhesi

14

Ketahanan cuaca

Cukup

15

Ketahanan ozon

Rendah

16

Ketahanan minyak/pelarut organik

Rendah

17

Ketahanan abrasi

Cukup

20 – 100

Rendah
Baik

Sumber: (Studebaker, 1984).

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa karet alam mempunyai beberapa
kelebihan dibanding material lain, yaitu mempunyai kekenyalan yang tinggi
dengan kalor yang terjadi rendah, daya rekat cukup tinggi, ketahanan leleh cukup
tinggi, sangat elastis, mempunyai kekuatan tumbuk (Impact Strength) yang baik.
serta kuat tarik yang tinggi. Sedangkan kelemahan karet alam yaitu: relatif dapat
terdegradasi oleh sinar UV dan ozon karena mempunyai ikatan rangkap, serta
mudah mengalami pengembunan (swelling).

Universitas Sumatera Utara

15

2.4 Penggumpalan Lateks

Penggumpalan lateks merupakan peristiwa perubahan sol menjadi gel. Proses
penggumpalan lateks dapat terjadi dengan sendirinya dan dapat pula karena
pengaruh dari luar seperti gaya mekanis (gesekan), listrik panas, enzim, asam,
maupun zat penarik air. Penggumpalan lateks dari luar atau disengaja untuk
mempercepat proses penggumpalan dan untuk memperoleh koagulum karet
dengan mutu yang lebih baik dengan cara yang lebih efisien dan lebih murah..
Penggumpalan lateks dilaksanakan 3-4 jam setelah penyadapan dilakukan. Untuk
memperoleh hasil karet yang bermutu tinggi, penggumpalan lateks hasil
penyadapan di kebun dan kebersihan harus diperhatikan.

Pembekuan atau koagulasi bertujuan untuk mempersatukan (merapatkan)
butir-butir karet yang terdapat dalam cairan lateks agar menjadi suatu gumpalan
atau koagulum. Perubahan lateks menjadi suatu koagulum membutuhkan bahan
pembeku (koagulan) seperti asam semut atau asam cuka. Lateks segar yang
diperoleh dari hasil penyadapan memiliki pH 6,5.

Proses penggumpalan (koagulasi) lateks terjadi karena muatan partikel
karet di dalam lateks, sehingga daya interaksi karet dengan pelindungnya menjadi
hilang. Partikel karet yang sudah bebas akan bergabung membentuk gumpalan.
Penurunan muatan dapat terjadi karena penurunan pH lateks, dengan menurunkan
pH hingga tercapai titik isoelektrik yaitu pH dimana muatan positif protein
seimbang dengan muatan negatif sehingga elektrokinetis potensial sama dengan
nol. Titik isoelektrik karet di dalam lateks kebun adalah pada pH 4,5 – 4,8
(tergantung jenis klon) (Manday, 2008).

Universitas Sumatera Utara

16

Adapun hubungan antara pH dan muatan listrik pada lateks dapat dilihat
pada gambar 2.1 sebagai berikut :

Titik Isoelektrik
Daerah stabil
(+)

0

2

4

6

8

10
Daerah stabil

Daerah
Pembekuan

(-)

Gambar 2.1 Hubungan antara pH dan Muatan Listrik
Sumber : (Manday, 2008)

Proses penggumpalan karet didalam lateks juga dapat terjadi secara
alamiah akibat aktivitas mikroba. Karbohidrat dan protein lateks menjadi sumber
energi bagi pertumbuhan mikroba dan diubah menjadi asam-asam lemak eteris
(asam formiat, asam asetat dan propionat). Semakin tinggi konsentrasikonsentrasi asam tersebut maka pH lateks akan semakin menurun dan setelah
tercapai titik isoelektrik karet akan menggumpal (Manday, 2008).
Kandungan protein yang terdapat dalam lateks segar berkisar antara 1,0 –
1,5 % dan sebagian dari protein tersebut teradsorbsi pada partikel karet, dan
sebagian larut dalam serum. Protein yang teradsorbsi pada permukaan partikel
karet berfungsi sebagai lapisan pelindung, dimana protein akan memberikan
muatan negatif yang mengelilingi partikel karet sehingga mencegah terjadinya
interaksi antara sesama partikel karet seperti digambarkan pada gambar 2.2.

Universitas Sumatera Utara

17

3
-

O

+

+
H H

O-

H+

+

H+
H+

H

1

O-

H+

O+

H
H+

+

H

2
O-

H + H+

O-

Gambar 2.2. Partikel Karet dengan Lapisan Pelindung dan Molekul air
1. Partikel karet
2. Lapisan fosfolipid dan protein muatan negatif
3. Molekul air

Namun dengan adanya mikroorganisme maka protein tersebut akan terurai
sehingga lapisan pelindung partikel karet akan rusak dan terjadilah interaksi
antara partikel karet membentuk flokulasi atau gumpalan (Safitri, 2009).

Penambahan elektrolit yang bermuatan positif akan dapat menetralkan
muatan negatif, sehingga interaksi air dengan partikel karet akan rusak,
mengakibatkan karet menggumpal. Petani karet sering menggunakan tawas (Al 3+)
sebagai bahan penggumpal lateks. Sifat penggumpalan lateks dengan tawas
kurang baik, karena dapat mempertinggi kadar kotoran dan kadar abu karet. Selain
itu semakin tinggi konsentrasi logam dapat mempercepat oksidasi karet oleh udara
yang menyebabkan terjadi pengusangan karet dan PRI menjadi rendah. Pada
pembuatan lump mangkok untuk bahan olah SIR 20 atau SIR 10 penggumpalan
secara alamiah sering dilakukan. Lateks dibiarkan menggumpal selama 24 jam,
kemudian besok harinya dipungut. Lump mangkok harus dideres setiap harinya,
agar variasi mutu bahan olah lump tersebut tidak terlalu besar (Manday, 2008).

Universitas Sumatera Utara

18

Beberapa cara penggumpalan lateks dari luar antara lain:

1. Penurunan pH lateks
Penurunan pH lateks dapat dilakukan dengan penambahan larutan asam. Asamasam yang banyak digunakan sebagai penggumpal lateks adalah asam formiat dan
asam asetat. Pada proses ini, pH lateks diusahakan disekitar titik isoelektrik lateks
yaitu 4,4-5,3 dimana muatan positif protein seimbang dengan muatan negatif
sehingga elektrokinetis potensial sama dengan nol.

2. Penambahan larutan elektrolit
Penambahan larutan elektrolit yang mengandung logam seperti Ca2+, Mg2+, Ba2+,
K+, Al3+ kedalam lateks menyebabkan penurunan potensial listrik partikel karet
dan mengakibatkan lateks menggumpal.

3. Penambahan senyawa penarik air
Penggumpalan lateks dengan cara menarik air (dehidrasi) dilakukan dengan
menambahkan senyawa alkohol dan aseton yang dapat mengganggu lapisan
molekul air di dalam lateks. Penggumpalan dengan cara ini jarang dilakukan
karena karet yang dihasilkan memiliki mutu yang kurang baik (Ompusunggu,
1987).

2.5 Struktur Kimia Karet
Polyisoprena adalah gabungan dari unit – unit monomer hidrokarbon C5H8
(isoprene) yang membentuk rantai panjang dan jumlahnya sangat banyak. Karet
alam adalah makro molekul polyisoprenayang bergabung dengan ikatan kepala ke
ekor. Konfigurasi dari polimer ini adalah konfigurasi ”cis” dengan susunan ruang
yang teratur, sehingga rumus dari susunan karet adalah 1,4 cis polyisoprena.
Susunan ruang demikian membuat karet mempunyai sifat kenyal.

Universitas Sumatera Utara

19

Adapun rumus bangun dari isoprena dan cis 1,4 polyisoprena dapat dilihat
pada gambar 2.1 dan gambar 2.2 sebagai berikut :

CH3
CH2

C

CH

CH2

Gambar 2.3 Struktur monomer Isoprena

CH2

CH2

C=C

CH3

H

n
Gambar 2.4 Rumus bangun cis - 1,4 – Polyisoprena
Sumber: (Stevens, 2001).
”n” adalah derajat polimerisasi yaitu bilangan yang menunjukkan jumlah
monomer dalam rantai polimer. Nilai ”n” dalam karet berkisar antara 3000 –
15000. Viskositas karet berkorelasi dengan nilai ”n”. Semakin besar nilai n akan
semakin penjang rantai molekul karet menyebabkan viskositas mooney semakin
tinggi. Karet yang terlalu keras kurang disukai konsumen, karena akan
mengkonsumsi energi yang lebih besar sewaktu proses vulkanisasi pada
pembuatan barang jadi. Tetapi sebaliknya karet yang viskositas mooney-nya
terlalu rendah juga kurang disukai karena sifat tegangan putus dan perpanjangan
putus menjadi rendah. Adanya ikatan rangkap karbon ( -C=C- ) padas molekul
karet memungkinkan dapat terjadi reaksi oksidasi. Oksidasi karet oleh udara (O 2)
terjadi pada ikatan rangkap molekul, sehingga viskositas mooney menurun.
Terjadinya pemutusan ikatan rangkap molekul, sehingga panjang rantai polimer

Universitas Sumatera Utara

20

semakin pendek. Terjadinya pemutusan rantai polimer mengakibatkan sifat Po
dan PRI karet jadi rendah. Oksidasi karet oleh udara (O 2) akan semakin lambat
bila kadar antioksidan alam (protein dan lipida) tinggi serta kadar ion – ion logam
dalam karet (Ca, Mg, Cu, Fe, Na, Rb dan Mn) rendah (Ompusunggu, 1987).

2.6 Tempe

Tempe adalah makanan hasil fermentasi yang sangat terkenal di Indonesia. Tempe
yang biasa dikenal oleh masyarakat Indonesia adalah tempe yang menggunakan
bahan baku kedelai. Fermentasi kedelai dalam proses pembuatan tempe
menyebabkan perubahan kimia maupun fisik pada biji kedelai, menjadikan tempe
lebih mudah dicerna oleh tubuh. Tempe segar tidak dapat disimpan lama, karena
tempe tahan hanya selama 2 x 24 jam, lewat masa itu, kapang tempe mati dan
selanjutnya akan tumbuh bakteri atau mikroba perombak protein, akibatnya tempe
cepat busuk ( Sarwono, 2005).

Fermentasi adalah perubahan kimia dalam bahan makanan yang
disebabkan oleh enzim dari kedelai yang mengandung enzim lipoksidase.Bahan
pangan umumnya merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan berbagai
jenis mikroorganisme (Buckle, 2007).

Selain meningkatkan mutu gizi, fermentasi kedelai menjadi tempe juga
mengubah aroma kedelai yang berbau langu menjadi aroma khas tempe. Jamur
yang berperanan dalam proses fermentasi tersebut adalah Rhizopus oligosporus.
Beberapa sifat penting dari Rhizopus oligosporus antara lain meliputi: aktivitas
enzimatiknya, kemampuan menghasilkan antibiotika, biosintesa vitamin - vitamin
B, kebutuhannya akan senyawa sumber karbon dan nitrogen, perkecambahan
spora, dan penertisi miselia jamur tempe ke dalam jaringan biji kedelai (Kasmidjo,
1990).

Universitas Sumatera Utara

21

Proses fermentasi pembuatan tempe memakan waktu 36 – 48 jam. Hal ini
ditandai dengan pertumbuhan kapang yang hampir tetap dan tekstur yang lebih
kompak. Jika proses fermentasi terlalu lama, menyebabkan terjadinya kenaikan
jumlah bakteri, jumlah asam lemak bebas, pertumbuhan jamur juga menurun dan
menyebabkan degradasi protein lanjut sehingga terbentuk amoniak. Akibatnya,
tempe yang dihasilkan mengalami proses pembusukan dan aromanya menjadi
tidak enak. Hal ini terjadi karena senyawa yang dipecah dalam proses fermentasi
adalah karbohidrat (Winarno, 1984).

Tempe segar mempunyai aroma lembut seperti jamur yang berasal dari
aroma miselium kapang bercampur dengan aroma lezat dari asam amino bebas
dan aroma yang ditimbulkan karena penguraian lemak makin lama fermentasi
berlangsung, aroma yang lembut berubah menjadi tajam karena terjadi pelepasan
amonia (Astawan, 2008).

Komposisi kimia dalam 100 gr tempe kedelai dapat dilihat pada tabel 2.4
sebagai berikut :

Tabel 2.4 Komposisi Kimia dalam 100 gram Tempe Kedelai

Komposisi

Jumlah

Kaloro (kal)

149,00

Air (gr)

64,00

Protein kasar (gr)

18,30

Lemak (gr)

4,00

Vitamin A (SI)

50,00

Karbohidrat (gr)

12,70

Kalsium (gr)

129,00

Fosfor (mg)

154,00

Vitamin B1 (mg)
Besi (mg)

0,17
10,00

Sumber: (Direktorat Gizi Depkes RI, 1992),

Universitas Sumatera Utara

22

2.7 Limbah cair tempe

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri
maupun domestik (rumah tangga, yang lebih dikenal sebagai sampah), yang
kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan
karena tidak memiliki nilai ekonomis (Nisandi, 2007).

Proses produksi tempe, memerlukan banyak air yang digunakan untuk
perendaman, perebusan, pencucian serta pengupasan kulit kedelai. Limbah yang
diperoleh dari proses proses tersebut diatas dapat berupa limbah cair maupun
limbah padat. Sebagian besar limbah padat yang berasal dari kulit kedelai, kedelai
yang rusak dan mengambang pada proses pencucian serta lembaga yang lepas
pada waktu pelepasan kulit, sudah banyak yang dimanfaatkan untuk makanan
ternak. Limbah cair berupa air bekas rendaman kedelai dan air bekas rebusan
kedelai masih dibuang langsung diperairan disekitarnya (Anonim, 1989).

Jika limbah tersebut langsung dibuang keperairan maka dalam waktu yang
relatif singkat akan menimbulkan bau busuk dari gas H2S, amoniak ataupun fosfin
sebagai

akibat

dari

terjadinya

fermentasi

limbah

organik

tersebut

(Wardoyo,1975). Adanya proses pembusukan, akan menimbulkan bau yang tidak
sedap, terutama pada musim kemarau dengan debit air yang berkurang.
Ketidakseimbangan lingkungan baik fisik, kimia maupun biologis dari perairan
yang setiap hari menerima beban limbah dari proses produksi tempe ini, akan
dapat mempengaruhi kualitas air dan kehidupan organisme di perairan tersebut .

Bahan yang terbuang dalam proses pembuatan tempe yang berasal dari
1000 gram tempe kedelai adalah sebesar 21,9 % yang terdiri dari 8 % kulit, 12,2
% larut dalam proses perebusan dan 1,7 % hilang pada proses inkubasi. Pada
proses pembuatan tempe diperlukan proses perebusan kedelai selama kurang lebih
setengah jam kemudian dilakukan perendaman kedelai selama satu malam dan
proses fermentasi selama dua hari.

Universitas Sumatera Utara

23

Adapun bagan proses pembuatan tempe dapat dilihat pada gambar 2.3
sebagai berikut :

KEDELAI
Air untuk merebus

PEREBUSAN

air limbah

Kedelai masak
Air rendaman

PERENDAMAN

air limbah

Kedelai rendaman
PENCUCIAN

air limbah

Kedelai bersih
PEMECAHAN
Campuran kedelai kupas dan kulit
Air pemisahan

PEMISAHAN KULIT

air limbah + kulit

Kedelai kupas
Air pencuci

PENCUCIAN

air limbah

Kedelai bersih
Air pelarut ragi

PERAGIAN

PENIRISAN

air limbah

PEMBUNGKUSAN
(Dengan Daun Pisang)

TEMPE

Gambar 2.5 Bagan Proses Pembuatan Tempe ( Said dan Herlambang, 2003).

Universitas Sumatera Utara

24

Berdasarkan bagan diatas nampak bahwa hampir disetiap tahap pembuatan
tempe menghasilkan limbah. Komposisi kedelai dan tempe yang sebagian besar
terdiri dari protein, karbohidrat dan lemak, maka dalam limbahnya dapat diduga
akan terkandung unsur unsur tersebut.

Hasil analisis kandungan limbah cair tempe dapat dilihat pada tabel 2.5

Tabel 2.5 Hasil Analisis Kandungan Limbah Cair Tempe
Air Limbah

No. Parameter

Satuan

Baku

(Gol. 1V)

Limbah

Mutu

Limbah

Cair Dari

Air

Cair Dari

Rendaman

Limbah

Rebusan

Kedelai

(Gol.

Kedelai

(Rata rata)

1V)

(Rata rata)

1

Suhu

o

45

75

32

2

TDS (Total Dissolve

mg/ l

5.000

25.060

25.254

mg/ l

500

4.012

4.551

mg/ l

5–9

6

4,16

C

Solid)
3

TSS (TotalSuspended
Solid)

4

pH

5

NH3N (Amoniak bebas) mg/ l

20

16,5

26,7

6

NO3N (Nitrat)

mg/ l

50

12,52

14,08

7

DO (Dissolve Oxygen)

mg/ l

-

Ttd

Ttd

8

BOD

mg/ l

300

1.302,03

31,380,87

mg/ l

600

4.188,27

35.398,87

(BiologicalOxygen
Demand)
9

COD (Chemical
Oxygen Demand )

Keterangan: Tercetak tebal berarti melampaui standart Baku Mutu Limbah Cair.
Ttd berarti tidak terdeteksi (Erry Wiryani).

Universitas Sumatera Utara

25

Berdasarkan Tabel 2.5 diatas dapat dinyatakan bahwa baik limbah cair
yang berasal dari air rebusan maupun air rendaman kedelai berpotensi untuk
mencemari lingkungan perairan disekitarnya. Suhu limbah cair yang berasal dari
rebusan kedelai mencapai 750C. Apabila setiap hari perairan memperoleh pasokan
limbah cair dengan suhu yangtinggi maka akan membahayakan kehidupan
organisme air. Suhu yang optimum untuk kehidupan dalam air adalah 25 –
300C.Air sungai yang suhunya naik akan mengganggu kehidupan hewan maupun
tanaman air karena kadar oksigen terlarut akan turun bersamaan dengan kenaikan
suhu (Wardhana, 2004).
Tumbuhan air akan terhenti pertumbuhannya pada suhu air dibawah 10 0C
atau diatas 400C. Terdapat hubungan timbal balik antara oksigen terlarut dengan
laju pernapasan mahkluk hidup. Meningkatnya suhu akan menyebabkan
peningkatan laju pernapasan makhluk hidup dan penurunan oksigen terlarut dalam
air. Laju penurunan oksigen terlarut (DO) yang disebabkan oleh limbah organik
akan lebih cepat karena laju peningkatan pernapasan makhluk hidup yang lebih
tinggi.

2.8 Karet SIR-20

Standar mutu karet bongkah Indonesia tercantum dalam Standar Indonesia Rubber
(SIR). SIR adalah Karet bongkah (karet remah) yang telah dikeringkan dan
dikilang menjadi bandela-bandela dengan ukuran yang telah ditentukan. Karet
SIR-20 berasal dari koagulum (lateks yang sudah digumpalkan) atau hasil olahan
seperti lum,sit angin, getah keeping sisa, yang diperoleh dari perkebunan rakyat
dengan asal bahan baku yang sama dengan koagulum. Prinsip tahapan proses
pengolahan karet SIR-20 yaitu tahapan sortasi bahan baku, tahapan pembersihan
dan pencampuran makro, tahapan peremahan pengeringan, tahapan pengempaan
bandela, dan tahapan pengemasan.

Universitas Sumatera Utara

26

Perbedaan SIR 5, SIR 10, dan SIR 20 adalah pada standar spesifikasi mutu
kadar kotoran, kadar abu dan kadar zat menguap yang sesuai dengan Standar
Indonesia Rubber. Langkah proses pengolahan karet SIR 20 bahan baku koagulum
(lum mangkok, sleb, sit angin, getah sisa). Disortasi dan dilakukan pembersihan
dan pencampuran mikro, pengeringan gantung selama 10 hari sampai 20 hari,
peremahan, pengeringan, pengempaan bandela, (setiap bandela 33 Kg atau 35
Kg), pengemasan dan karet SIR-20 siap untuk diekspor (Ompusunggu, 1987).

2.9 Uji Mutu Karet

2.9.1. Plastisitas Awal (Po)

Plastisitas awal (Po) menggambarkan kekuatan karet. Kegagalan pemenuhan
syarat Po dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Bahan baku yang telah
mengalami degradasi akibat perlakuan yang tidak tepat seperti perendaman
didalam air, penggunaan formalin sebagai pengawet lateks kebun dan umur bahan
olah yang terlalu lama dapat menyebabkan nilai Po.

Nilai Po yang rendah juga bias disebabkan oleh adanya pengeringan suhu
yang terlalu tinggi (