Karakteristik Penggunaan Air Gambut serta Keluhan Kesehatan di Desa Sifalaete Tabaloho Kecamatan Gunung Sitoli Kabupaten Nias Tahun 2015

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Air Gambut
2.1.1. Pengertian Air Gambut
Tanah gambut adalah tanah-tanah jenuh air yang tersusun dari bahan tanah
organik, yaitu sisa-sisa tanaman dan jaringan tanaman yang melapuk dengan
ketebalan lebih dari 50 cm. Dalam sistem klasifikasi baru (taksonomi tanah) tanah
gambut disebut histosol. Dalam sistem klasifikasi lama, tanah gambut disebut
dengan organosols yaitu tanah yang tersusun dari bahan tanah organik (Noor,
2001).
Gambut adalah sisa timbunan tumbuhan yang telah mati dan kemudian
diuraikan oleh bakteri anaerob dan aerob menjadi komponen yang lebih stabil.
Selain zat organik yang membentuk gambut terdapat juga zat anorganik dalam
jumlah yang kecil. Dilingkungan pengendapannya gambut ini selalu dalam
keadaan jenuh air (lebih dari 90 %), (Sukandarrumidi, 1995).
Gambut adalah onggokan bahan organik yang tersusun dari bahan kayuan
atau lumut yang terjadi akibat kecepatan penimbunan lebih tinggi dibandingkan
penguraiannya. Perbedaan kecepatan ini disebabkan oleh suhu dingin (di daerah
non tropis) dan curah hujan yang tinggi (di daerah tropis). Proses pengendapan
gambut tersebut umumnya terjadi di daerah depresi (cekungan) kemudian secara

perlahan terjadi akumulasi bahan organik yang akhirnya membentuk endapan air
gambut (Sugandi, 1996).

8
Universitas Sumatera Utara

9

Air gambut adalah air permukaan atau air tanah yang banyak terdapat di
daerah pasang surut, berawa dan dataran rendah, berwarna merah kecoklatan,
berasa asam (tingkat keasaman tinggi), dan memiliki kandungan organik tinggi.
Gambut sendiri didefinisikan sebagai material organik yang terbentuk dari
dekomposisi tidak sempurna dari tumbuhan daerah basah dan dalam kondisi
sangat lembab serta kekurangan oksigen. Air gambut secara umum tidak
memenuhi persyaratan kualitas air bersih yang distandarkan oleh Departemen
Kesehatan RI melalui Permenkes No.416/Menkes/Per/IX1990.
Air gambut adalah air permukaan yang banyak terdapat di daerah berawa
maupun dataran rendah terutama di Sumatera dan Kalimantan, yang mempunyai
ciri-ciri: intensitas warna yang tinggi, pH rendah, kandungan organik tinggi,
kekeruhan dan kandungan partikel tersupsensi yang rendah dan kandungan kation

rendah (Susilawati, 2011).
Komposisi zat organik pada air gambut didominasi oleh senyawa humat
yang memiliki ikatan aromatik kompleks yang memiliki gugus fungsional seperti
–COOH,-OH fenolat maupun –OH alkohol dan bersifat nonbiodegradable. Sifat
ini juga menyebabkan sebagian besar organik pada air gambut sulit terurai secara
alamiah. Kandungan organik pada air berpotensi membentuk senyawa
karsinogenik antara lain THM (Trihalomethane) pada proses desinfeksi dengan
khlor. Asam humat yang memiliki berat molekul 2.000-100.000 dalton memiliki
potensi untuk membentuk organoklorin seperti THM dan HAA (haloacetic acid)
relatif lebih besar daripada senyawa non humus (Zouboulis, 2004).

Universitas Sumatera Utara

10

Upaya untuk mereduksi senyawa humat dalam air gambut dilakukan
dengan berbagai metoda baik secara fisik, kimia maupun biologi. Penelitian yang
dilakukan oleh Lema (2008), terhadap viabilitas isolat bakteri selulolitik pada
humus menunjukkan bahwa aktifitas selulase isolat bakteri selulotik dapat
menggunakan selulosa yang ada pada senyawa humat sebagai sumber karbon.

2.1.2. Karakteristik Air Gambut
Air gambut merupakan air permukaan dari tanah bergambut dengan ciri
yang sangat mencolok karena warnanya merah kecoklatan, mengandung zat
organik tinggi serta zat besi yang cukup tinggi, rasa asam dengan pH 3-5 dan
tingkat kesadahan rendah. Karakteristik air gambut menunjukkan bahwa air
gambut kurang menguntungkan untuk dijadikan air minum bagi masyarakat di
daerah berawa seperti:
1.

Intensitas warna yang tinggi (berwarna merah kecoklatan).

2.

pH yang rendah.

3.

Kandungan zat organik yang tinggi kekeruhan dan kandungan partikel
tersuspensi yang rendah.Warna coklat kemerahan pada air gambut merupakan
akibat dari tingginya kandungan zat organik (bahan humus) terlarut terutama

dalam bentuk asam humus dan turunannya. Asam humus tersebut berasal dari
dekomposisi bahan organik seperti daun pohon atau kayu (Kusnaedi, 2006).
Beberapa karakteristik air gambut yang menyebabkan timbulnya gangguan

kesehatan adalah:
1.

Kadar pH rendah (3-4) sehingga bersifat sangat asam,

2.

Kadar organik tinggi

Universitas Sumatera Utara

11

3.

Kadar besi dan mangan tinggi


4.

Berwarna kuning hingga coklat tua (pekat)
Air baku tersebut pada dasarnya tidak layak untuk dijadikan air baku untuk

air minum. Dibandingkan dengan air permukaan lainnya yang bersifat tawar,
maka air dari daerah gambut perlu diolah secara spesifik dengan menambah
tahapan dalam proses pengolahannya. Tahap tersebut berupa tahap netralisasi pH
untuk menyesuaikan dengan pH normal dalam pengolahan air bersih pada
umumnya dan tahap untuk menghilangkan warna. Proses netralisasi maupun
proses lainnya seperti koagulasi, disinfeksi telah banyak dilaporkan di dalam
literatur.
Warna merah kecoklatan air gambut merupakan warna alami yang
mengandung partikel-partikel koloid organik bermuatan positif yang tidak dapat
diendapkan secara gravitasi sehingga perlu ditambahkan gaya-gaya agar partikel
itu dapat diendapkan. Penyebab utama diperkirakan adanya sebagian besar
senyawa-senyawa hasil proses humifikasi (asam humat dan asam sulfat),
disamping mineral Fe dan Mn. Kedua senyawa itu heterogen dalam berat
molekul, kadar karboksil, kemasaman total dan kelarutannya dalam asam basa.

Gambut terjadi pada hutan-hutan yang pohonnya tumbang dan tenggelam
dalam lumpur yang hanya mengandung sedikit oksigen, sehingga jasad renik
tanah sebagai pelaku pembusukan tidak mampu melakukan tugasnya secara baik.
akhirnya bahan-bahan organik dari pepohonan yang telah mati dan tumbang
tertumpuk dan lambat laun berubah menjadi gambut yang tebalnya bisa mencapai
20m. Gambut terbentuk tatkala bagian-bagian tumbuhan yang luruh terhambat

Universitas Sumatera Utara

12

pembusukannya, biasanya di lahan-lahan berawa, karena kadar keasaman yang
tinggi atau kondisi anaerob diperairan setempat. Tidak mengherankan jika
sebagian besar tanah gambut tersusun dari serpih dan kepingan sisa
tumbuhan, daun, ranting, pepagan, bahkan kayu-kayu besar, yang belum
sepenuhnya membusuk. Kadang-kadang ditemukan pula, karena ketiadaan
oksigen bersifat menghambat dekomposisi, sisa-sisa bangkai binatang dan
serangga yang turut terawetkan dalam lapisan gambut tersebut.
2.1.3. Klasifikasi Air Gambut
Menurut kondisi dan sifat-sifatnya, gambut di sini dapat dibedakan atas

gambut topogen dan gambut ombrogen (Anwar, 2002) :
1.

Gambut topogen ialah lapisan tanah gambut yang terbentuk karena genangan
air yang terhambat drainasenya pada tanah-tanah cekung di belakang pantai,
di pedalaman atau di pegunungan. Gambut jenis ini umumnya tidak begitu
dalam, hingga sekitar 4 m saja, tidak begitu asam airnya dan relatif subur;
dengan zat hara yang berasal dari lapisan tanah mineral di dasar cekungan,
air sungai, sisa-sisa tumbuhan, dan air hujan. Gambut topogen relatif tidak
banyak dijumpai.

2.

Gambut ombrogen lebih sering dijumpai, meski semua gambut ombrogen
bermula sebagai gambut topogen. gambut ombrogen lebih tua umurnya, pada
umumnya lapisan gambutnya lebih tebal, hingga kedalaman 20 m, dan
permukaan tanah gambutnya lebih tinggi daripada permukaan sungai di
dekatnya. Kandungan unsur hara tanah sangat terbatas, hanya bersumber dari
lapisan gambut dan dari air hujan, sehingga tidak subur. Sungai-sungai atau


Universitas Sumatera Utara

13

drainase yang keluar dari wilayah gambut ombrogen mengalirkan air yang
keasamannya tinggi (pH 3,0–4,5), mengandung banyak asam humus dan
warnanya coklat kehitaman seperti warna air teh yang pekat.
Terbentuknya gambut ombrogen kebanyakan tidak jauh dari pinggiran
pantai. Tanah gambut ini kemungkinan bermula dari tanah endapan mangrove
yang kemudian mengering; kandungan garam dan sulfida yang tinggi di tanah itu
mengakibatkan hanya sedikit dihuni oleh jasad-jasad renik pengurai. Dengan
demikian

lapisan

gambut

mulai

terbentuk


di

atasnya.

Penelitian

di Sarawak memperlihatkan bahwa gambut mulai terbentuk di atas lumpur
mangrove sekitar 4.500 tahun yang lalu, pada awalnya dengan laju penimbunan
sekitar 0,475 m/100 tahun (pada kedalaman gambut 10–12 m), namun kemudian
menyusut hingga sekitar 0,223 m/100 tahun pada kedalaman 0–5 m (Anderson,
2001).
Berdasarkan sumber airnya, lahan gambut dibedakan menjadi dua yaitu
(Trckova, M., 2005) :
1.

Bog
Merupakan jenis lahan gambut yang sumber airnya berasal dari air hujan dan
air permukaan. Karena air hujan mempunyai pH yang agak asam maka
setelah bercampur dengan gambut akan bersifat asam dan warnanya coklat

karena terdapat kandungan organik.

2.

Fen
Merupakan lahan gambut yang sumber airnya berasal dari air tanah yang
Biasanya dikontaminasi oleh mineral sehingga pH air gambut tersebut
memiliki pH netral dan basa.

Universitas Sumatera Utara

14

2.1.4. Kualitas Air Gambut
2.1.4.1. Kualitas Fisik
Air gambut memiliki karakteristik yang berbeda dari air tawar biasa.
Warna kemerahan alami yang terdapat pada air gambut dapat dideteksi dengan
colorimeter pada panjang gelombang 455 nm. Air gambut yang berasal dari
Kasongan memiliki tingkat warna sebesar 374 TCU (total color unit). Disinyalir
warna ini ada kaitannya dengan keberadaan asam humat di dalam air gambut.

Nilai tingkat warna ini tentu saja jauh melebihi ambang batas yang diperbolehkan
untuk air bersih yang dapat dikonsumsi berdasarkan PERMENKES RI No.
197/Tahun 2002 yaitu sebesar 15 TCU maksimal.
Air gambut memiliki rasa asam oleh karena kandungan asam yang tinggi,
sehingga air gambut tidak layak untuk dikonsumsi langsung oleh masyarakat.
Sementara itu beberapa parameter fisik lainnya, berada dalam kisaran normal
seperti konduktivitas 0,0456 mS/cm, kekeruhan 3-10 NTU, DO 5,36 mg/l, suhu
27,2 C dan salinitas 0%. Sehingga secara fisik, penggolahan air gambut terutama
harus mampu mereduksi warna sampai di bawah 15 TCU, serta dapat menetralisir
keasaman agar air menjadi tidak berasa. Kombinasi penambahan PENETRAL pH,
penyerap warna, dan koagulan telah diuji mampu mereduksi warna sampai batas 2
TCU.

Universitas Sumatera Utara

15

Tabel 2.1. Kualitas Fisik Air Gambut
No

Parameter

Satuan

1 Warna
TCU
2 Bau
3 Rasa
4 Konduktifitas
mS/cm
5 Turbiditas
NTU/FAU
6 DO
Mg/l
7 Temperatur
C
8 Salinitas
%
Sumber : Soemirat, 2009

Bahan Mutu
Air Bersih
15
Tak berbau
Tak terasa
0.0456
5
Suhu udara

Air Baku
Gambut
374

Air
Produksi
2

Asam

Tak terasa

3-10
5.364
27.2
0

0

Persyaratan kualitas fisik air dapat dilihat dari indikator bau, rasa,
kekeruhan, suhu, warna dan jumlah zat padat terlarut. Jumlah zat padat terlarut
biasanya terdiri atas zat organik, garam anorganik, dan gas terlarut. Bila jumlah
zat padat terlarut bertambah, maka kesadahan air akan naik, dan akhirnya
berdampak terhadap kesehatan. Kekeruhan air disebabkan oleh zat padat yang
tersuspensi, baik yang bersifat organik, maupun anorganik. Zat anorganik
biasanya berasal dari lapukan tanaman atau hewan, dan buangan industri juga
berdampak terhadap kekeruhan air, sedangkan zat organik dapat menjadi makanan
bakteri, sehingga mendukung pembiakannya, dan dapat tersuspensi dan
menambah kekeruhan air. Air yang keruh sulit didisinfeksi, karena mikroba
terlindung oleh zat tersuspensi tersebut, sehingga berdampak terhadap kesehatan,
bila mikroba terlindung menjadi patogen (Soemirat, 2009).
Berdasarkan aspek suhu air, diketahui bahwa suhu air yang tidak sejuk
atau berlebihan dari suhu air yang normal akan mempermudah reaksi zat kimia,
sehingga secara tidak langsung berimplikasi terhadap keadaan kesehatan
pengguna air. Warna dapat disebabkan adanya tanin dan asam humat atau zat

Universitas Sumatera Utara

16

organik, sehingga bila terbentuk bersama klor dapat membentuk senyawa
kloroform yang beracun, sehingga berdampak terhadap kesehatan pengguna air
(Slamet, 2007).
2.1.4.2. Kualitas Kimia
Secara umum parameter kimiawi non logam berada dalam kisaran normal
apabila dibandingkan dengan baku mutu air bersih, kecuali nilai pH yang sangat
rendah 2.82 (baku mutu 6.5-8.5), konsentrasi sulphate yang relatif agak tinggi
32.21 mg/l (tidak ada nilai baku mutu) dan konsentrasi TOM (total organic
mater) 619.42 mg/l (tidak ada nilai baku mutu). Sementara itu nilai konsentrasi
ammonia tidak terdeteksi (bm 1.5 mg/l), nitrat 0.177 mg/l (bm 50 mg/l), nitrit
0.036 mg/l (bm 3 mg/l), kesadahan tidak terdeteksi (bm 500 mg/l), sianida 0.002
mg/l (bm 0.07 mg/l) dan fluorida 0.13 mg/l (bm 1.5 mg/l).
Berdasarkan karakteristik kimiawi non logam tersebut di atas, maka
pengolahan air gambut harus mampu menetralisir pH dari 2.82 menjadi dalam
kisaran netral (6.5-8.5). Disamping itu kombinasi bahan/metode yang digunakan
harus dapat menurunkan kandungan TOM dari 619.42 menjadi dalam kisaran
normal. Kombinasi yang diaplikasikan mampu mereduksi konsentrasi sulphate
dari 32.21 mg/l menjadi 20.07 mg/l. Sementara konsentrasi TOM turun dari
619.42 mg/l menjadi 244.5 mg/l. Hasil potitif ini layak untuk dikaji lebih jauh
untuk mengetahui hasil optimal dari penggunaan kombinasi dengan konsentrasi
yang paling ideal. Sebagai catatan tambahan, penggunaan sistem ultra filtrasi
(UF), ternyata mampu mereduksi kandungan sulphate dari 32.21 mg/l menjadi
11.81 mg/l untuk UF pertama dan 14.65 mg/l untuk UF kedua. Sementara itu

Universitas Sumatera Utara

17

konsentrasi TOM turun dari 619.42 mg/l menjadi 289.6 mg/l untuk UF I dan
312.8 mg/l untuk UF II.
Tabel 2.2. Kualitas Kimia Non Logam Air Gambut
No

Parameter

1 pH
2 Amonia (NH3)
3 Nitrat
4 Nitrit
5 Total N
6 Phospat
7 Total P
8 Sulfat
9 Kesadahan (CaCO3)
10 Sianida
11 Florida
12 TOM
13 Fenol
Sumber : Soemirat, 2009

Satuan
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l

Standar
Mutu
6.5-8.5
1.5
50
3

500
0.07
1.5
619.42
0.2

Air
Gambut
2.82
Ttd
0.177
0.036
0.566
0.429
0.9398
32.21
Ttd
0.002
0.13
244.5

Air
Produksi

0371
0.114
1.046
20.07
Ttd

Hasil analisa kualitas kimiawi logam yang dilakukan terhadap air gambut
ditampilkan dalam tabel 2.2. dari sebelas (11) parameter logam yang dianalisa,
hampir semua berada dalam kisaran normal dibawah ambang baku mutu, kecuali
konsentrasi besi total (Fe) yang sedikit lebih tinggi yaitu 0.414 mg/l (bm 0.3
mg/l). Hasil ini tentu saja cukup mempermudah permasalahan dalam rangka
meningkatkan kualitas air gambut menjadi air bersih. Perhatian perlu difokuskan
pada dua parameter umum yaitu kandungan Fe total dan Mn sebelum dan setelah
proses pengolahan air gambut. Kombinasi yang diaplikasikan mampu
menurunkan konsentrasi Fe total dari 0.414 mg/l menjadi 0.213 mg/l, dan
menurunkan konsentrasi Mn dari 0.061 mg/l menjdi di bawah 0.007 mg/l.
Sementara kombinasi tersebut dapat mereduksi Fe dan Mn masing-masing
menjadi 0.09 mg/l dan 0.008 mg/l.

Universitas Sumatera Utara

18

Tabel 2.3. Kualitas Kimia Logam Air Gambut
No

Parameter

1 Air raksa
2 Arsen
3 Besi
4 Kadmium
5 Seng
6 Tembaga
7 Timbal
8 Mangan (Mn)
9 Kalsium
10 Magnesium
11 Krom (Cr)
Sumber : Soemirat, 2009

Satuan
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l

Standar
Mutu
0.01
0.01
0.3
0.003
3
2
0.05
0.1

Air
Gambut