Hubungan Antara Aktivasi Hemostasis Dan Kadar Asam Urat Dengan Fungsi Kognitif Pada Orang Lanjut Usia

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. FUNGSI KOGNITIF
II.1.1. Definisi
Fungsi kognitif adalah merupakan aktivitas mental secara sadar seperti
berpikir, mengingat, belajar, dan menggunakan bahasa.fungsi kognitif juga
merupakan kemampuan atensi, memori, pertimbangan, pemecahan masalah, serta
kemampuan eksekutif seperti merencanakan, menilai, mengawasi, dan melakukuan
evaluasi. (Strub RL, et al, 2008)

II.1.2. Domain Fungsi Kognitif
Fungsi kognitif terdiri dari lima domain, yaitu:
a. Atensi
Atensi adalah kemampuan untuk bereaksi atau memperhatikan satu stimulus
tertentu dengan mampu mengabaikan stimulus lain yang tidak dibutuhkan. Atensi
merupakan hasil hubungan antara batang otak, aktivitas limbik dan aktifitas korteks
sehingga mampu untuk fokus pada stimulus spesifik dan mengabaikan stimulus lain
yang tidak relevan. Konsentrasi merupakan kemampuan untuk mempertahankan
atensi dalam periode yang lebih lama. Gangguan atensi dan konsentrasi akan
mempengaruhi


fungsi

kognitif

lain

seperti

memori,

bahasa,

dan

fungsi

eksekutif.(Sidiarto L.D., et al., 2003)
b. Bahasa
Bahasa merupakan perangkat dasar komunikasi dan modalitas dasar yang

membangun kemampuan fungsi kognitif.

Jika

terdapat

gangguan bahasa,

Universitas Sumatera Utara

pemeriksaan kognitif seperti memori verbal, fungsi eksekutif akan mengalami
kesulitan atau tidak dapat dilakukan. Fungsi bahasa meliputi 4 parameter, yaitu:
1. Kelancaran
Kelancaran mengacu pada kemampuan untuk menghasilkan kalimat dengan
panjang, ritme dan melodi yang normal.Metode yang dapat membantu menilai
kelancaran pasien adalah dengan meminta pasien menulis atau berbicara
secara spontan.
2. Pemahaman
Pemahaman mengacu pada kemampuan untuk memahami suatu perkataan
atau perintah, dibuktikan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan

perintah tersebut.
3. Pengulangan
Kemampuan seseorang untuk mengalami suatu pernyataan atau kalimat
yang diucapkan seseorang.
4. Naming
Naming merujuk pada kemampuan seseorang untuk menamai suatu objek
beserta bagian-bagiannya.(Sidiarto L.D., et al., 2003)

c. Memori
Fungsi memori terdiri dari proses penerimaan dan penyandian informasi,
proses penyimpanan serta proses mengingat. Semua hal yang berpengaruh dalam
ketiga proses tersebut akan mempengaruhi fungsi memori.Fungsi memori dibagi
dalam tiga tingkatan bergantung lamanya rentang waktu antara stimulus dan recall,
yaitu :

Universitas Sumatera Utara

1. Memori segera (immediate memory), rentang waktu antara stimulus dan
recall hanya beberapa detik. Di sini hanya dibutuhkan pemusatan
perhatian untuk mengingat (attention).

2. Memori baru (recent memory), rentang waktu lebih lama yaitu beberapa
menit, jam, bulan bahkan tahun.
3. Memori lama (remote memory), rentang waktunya bertahun-tahun bahkan
seusia hidup.(Sidiarto L.D., et al., 2003)
d. Visuospasial
Kemampuan visuospasial merupakan kemampuan konstruksional seperti
menggambar atau meniru berbagai macam gambar (misal : lingkaran, kubus) dan
menyusun balok-balok. Semua lobus berperan dalam kemampuan konstruksi dan
lobus parietal terutama hemisfer kanan berperan paling dominan.(Sidiarto L.D., et
al., 2003)
e. Fungsi eksekutif
Fungsi eksekutif adalah kemampuan kognitif tinggi seperti cara berpikir dan
kemampuan pemecahan masalah. Fungsi ini dimediasi oleh korteks prefrontal
dorsolateral

dan

tersebut.Fungsi

struktur

eksekutif

subkortikal
dapat

yang

terganggu

berhubungan

dengan

bila

frontal-subkortikal

sirkuit

daerah


terputus.Lezack membagi fungsi eksekutif menjadi 4 komponen yaitu volition
(kemauan),

planning

(perencanaan),

purposive

action

(bertujuan),

effective

performance (pelaksanaan yang efektif). Bila terjadi gangguan fungsi eksekutif,
maka gejala yang muncul sesuai keempat komponen di atas.(Sidiarto L.D., et al.,
2003)


Universitas Sumatera Utara

II.1.3. Anatomi fungsi kognitif
Masing-masing domain kognitif tidak dapat berjalan sendiri-sendiri dalam
menjalankan fungsinya, tetapi sebagai satu kesatuan, yang disebut sistem
limbik.Sistem limbik terdiri dari amigdala, hipokampus, nucleus talamik anterior, girus
subkalosus, girus cinguli, girus parahipokampus, formasio hipokampus, dan korpus
mamillare.Alveus, fimbria, forniks, traktus mammilotalamikus, dan striae terminalis
membentuk jaras-jaras penghubung sistem ini (Gambar.1)(Snell R.S., 2001,
Waxman S.G., 2007)
Peran sentral sistem limbik meliputi memori, pembelajaran, motivasi, emosi,
fungsi neuroendokrin, dan aktivitas otonom. Struktur otak berikut ini merupakan
bagian dari sistem limbik:
1. Amigdala, terlibat dalam pengaturan emosi, dimana pada hemisfer kanan
predominan untuk belajar emosi dalam keadaan tidak sadar, dan pada
hemisfer kiri predominan untuk belajar emosi pada saat sadar.
2. Hipokampus,

terlibat


dalam

pembentukan

memori

jangka

panjang,

pemeliharaan fungsi kognitif yaitu proses pembelajaran.
3. Girus para hipokampus, berperan dalam pembentukan memori spasial.
4. Girus cinguli, mengatur fungsi otonom seperti denyut jantung, tekanan darah,
dan kognitif yaitu atensi.
5. Forniks, membawa sinyal dari hipokampus ke mammillary bodies dan septal
nuclei.Forniks berperan dalam memori dan pembelajaran.
6. Hipotalamus, berfungsi mengatur sistem saraf otonom melalui produksi dan
pelepasan hormon, tekanan darah, denyut jantung, lapar, haus, libido, dan
siklus tidur/ bangun, perubahan memori baru menjadi memori jangka panjang.


Universitas Sumatera Utara

7. Thalamus ialah kumpulan badan sel saraf di dalam diensefalon membentuk
dinding lateral ventrikel tiga. Fungsi thalamus sebagai pusat hantaran
rangsang indra dari perifer ke korteks serebri. Dengan kata lain, thalamus
merupakan pusat pengaturan fungsi kognitif di otak / sebagai stasiun relay ke
korteks serebri.
8. Mammillary bodies, berperan dalam pembentukan memori dan pembelajaran.
9. Girus dentatus, berperan dalam memori baru dan mengatur kebahagiaan.
10. Korteks enthorinal, penting dalam memori dan merupakan komponen
asosiasi.(Markam S, 2003, Devinsky O., et al., 2004)

Gambar 1. Sistem Limbik
Dikutip dari Hesselink J.R. The temporal lobe and lymbic system. Available at:
http://spinwarp.ucsd.edu/Neuroweb/Text/br-800epi.htm

Sedangkan lobus otak yang berperan dalam fungsi kognitif antara lain :

Universitas Sumatera Utara


1. Lobus frontalis
Fungsi lobus frontalis mengatur motorik, perilaku, kepribadian, bahasa,
memori,

orientasi

spasial,

belajar

asosiatif,

daya

analisis

dan

sintesis.Sebagian korteks medial lobus frontalis dikaitkan sebagai bagian
sistem limbik, karena banyaknya koneksi anatomik dengan struktur sistem

limbik dan adanya perubahan emosi bila terjadi kerusakan.
2. Lobus parietalis
Lobus

ini

berfungsi

dalam

membaca,

persepsi,

memori,

dan

visuospasial.Korteks ini menerima stimuli sensorik (input visual, auditori,
taktil) dari area asosiasi sekunder. Karena menerima input dari berbagai
modalitas

sensori

sering

disebut

korteks

heteromodal

dan

mampu

membentuk asosiasi sensorik (cross modal association). Sehingga manusia
dapat menghubungkan input visual dan menggambarkan apa yang mereka
lihat atau pegang.
3. Lobus temporalis
Lobus temporalis berfungsi mengatur pendengaran, penglihatan, emosi,
memori, kategorisasi benda-benda, dan seleksi rangsangan auditorik dan
visual.
4. Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi mengatur penglihatan primer, visuospasial,
memori, dan bahasa.(Markam S., 2003)

II.1.4. Tes untuk menilai fungsi kognitif
Pemeriksaan fungsi kognitif meliputi pemeriksaan domain-domain kognitif
diantaranya atensi, bahasa, memori, visuospasial dan fungsi eksekutif.Untuk

Universitas Sumatera Utara

pemeriksaan kelima domain tersebtu dapat digunakan pemeriksaan MMSE (atensi,
bahasa, memori, visuospasial) dan CDT (fungsi eksekutif).Untuk memeriksa fungsi
kognitif, pemeriksaan CDT tidak dapat dipisahkan dari MMSE karena CDT
melengkapi domain kognitif yang tidak terdapat pada MMSE.

II.1.4.1. MMSE
Mini-Mental State Examination (MMSE) pertama sekali diperkenalkan oleh
Folstein dkk pada tahun 1975.Pemeriksaan ini telah dipergunakan secara luas
sebagai alat penilaian standard pada banyak negara dan telah diterjemahkan ke
beberapa bahasa, termasuk bahasa Indonesia.Pemeriksaan ini juga dapat
membantu mengkonfirmasi diagnosis, mengukur tingkat keparahan, memantau
progresifitas dan outcome dari pengobatan. (Sjahrir H, et al., 2001)
Sensitifitas dan spesifisitas MMSE telah dilaporkan sebesar 87% dan 82%,
untuk mendeteksi delirium atau demensia.Namun, MMSE merupakan tes skrining
dan tidak mengidentifikasi gangguan spesifik. (Sjahrir H, et al., 2001)
Angka prevalensi gangguan fungsi kognitif meningkat seiring peningkatan
usia. Individu-individu berusia 55-74 tahun ditemukan memiliki prevalensi 1,4-2,5
untuk menderita gangguan fungsi kognitif berat (skor MMSE 17 atau lebih rendah)
dibandingkan yang berusia 35-54 tahun. (Sjahrir H, et al., 2001)
Pada individu-individu dengan pendidikan setidaknya 9 tahun, skor MMSEnya
adalah 29, untuk yang berpendidikan 5-8 tahun skor MMSEnya adalah 26, dan pada
individu-individu yang berpendidikan 0-4 tahun skor MMSEnya adalah 22. (Sjahrir H,
et al., 2001)
Pemeriksaan MMSE memiliki keunggulan karena waktunya cepat (5-10
menit) dan mudah dikerjakan serta dapat digunakan untuk memonitor perubahan

Universitas Sumatera Utara

dan perkembangan fungsi kognitif.Dalam pemeriksaan MMSE terdapat komponen
orientasi, registrasi, atensi, kalkulasi, recall / mengingat kembali, bahasa, dan
visuokonstruksi. Sedangkan penilaiannya terdiri dari beberapa hal : penilaian
orientasi (misal tahun berapa?), memori segera dan tertunda dari 3 kata (misal apel,
meja, koin), penamaan (misal pensil, televisi), pengulangan ungkapan (misal jika
tidak, dan atau tetapi), kemampuan mengikuti perintah sederhana (misal ambil
sebuah kertas dengan tangan kananmu, lipat menjadi dua bagian dan letakkan di
lantai), menulis (misal tulis sebuah kalimat), fungsi visuospasial (menggambarkan
kembali gambar segilima berpotongan) dan atensi (mengeja kata GAMBAR dari
belakang). Skor MMSE normal 24-30, bila skor kurang dari 24 mengindikasikan
gangguan fungsi kognitif. Namun pada indvidu berpendidikan bila skor MMSE ≤ 27
dicurigai suatu gangguan fungsi kognitif.(Folstein MF. et al., 1975)
Pemeiksaan MMSE terbagi menjadi dua bagian, yang pertama hanya
membutuhkan respon vokal dan mencakup orientasi, memori, dan atensi; dengan
skor maksimum adalah 21.Bagian kedua menilai kemampuan menamai, mengikuti
perintah verbal dan tulisan, menuliskan sebuah kalimat secara spontan, dan
melukiskan kembali segilima sesuai contoh, skor maksimum adalah Sembilan.
Karena membaca dan menulis dibutuhkan pada bagian kedua, sehingga pasienpasien dengan gangguan penglihatan berat akan mengalami kesulitan.(Folstein MF,
et al, 1975).

Universitas Sumatera Utara

Tabel 1. Interpretasi skor MMSE
Dikutip dari : Folstein MF, Folstein SE, McHugh PR. Mini Mental State: A practical method
for grading the cognitive state of patients for the clinician. J Psychiatr Res 1975;12;189-198.

II.1.4.2. CDT
Pemeriksaan CDT dapat digunakan untuk penilaian beberapa fungsi kognitif
diantaranya visuokonstruksi, orientasi, konsep waktu, visuospasial, memori,
komprehensi auditorik, dan yang paling penting untuk menilai fungsi eksekutif.
Pemeriksaan CDT ini juga mempunyai unsur kemampuan motorik dimana subjek
diminta

menggambar

jam

dinding

lengkap

dengan

angka-angkanya

dan

menggambarkan jarum jam yang menunjukkan pukul “sebelas lewat sepuluh menit”.
Ada empat komponen yang dinilai yaitu menggambar lingkaran tertutup (skor 1),
meletakkan angka-angka dalam posisi yang benar (skor 1), ke-12 angka lengkap
(skor 1), dan meletakkan jarum-jarum pada posisi yang tepat (skor 1).Nilai cut-off
penilaian ini bersifat subjektif.Seseorang dengan fungsi eksekutif yang normal
mempunyai skor total 4 dan bila tidak normal skornya kurang dari 4. Skor yang
kurang dari 4 perlu evaluasi fungsi kognitif lebih lanjut.(Aprahamian I, et al. 2009)

Universitas Sumatera Utara

II.2. ASAM URAT
Asam urat adalah produk hasil dari pemecahan nucleonic acids dan produk
akhir metabolism purine (adenine dan guanine).Asam urat terdiri dari carbon,
nitrogen, oxygen, dan hydrogen dengan rumus C5H4N4O3..(Fisbach F.T.,2003)
Asam urat terutama disintesis dalam hati yang dikatalisis oleh enzim xanthine
oxidase.Enzim xanthine oxidase membentuk asam urat dari xanthine dan
hypoxanthine, yang dihasilkan dari purine.Di dalam sel, xanthine oxidase dapat
ditemukan sebagai xanthine dehydrogenase dan xanthine oxireductase..(Fisbach
F.T.,2003)
Asam urat dikirim melalui plasma dari hati ke ginjal, dimana disini akan
disaring dan kira-kira 70% akan diekskresikan. Sisa asam urat diekskresikan ke
saluran pencernaan dan didegradasi.Berkurangnya enzim uricase menyebabkan
hasil degradasi ini menumpuk di cairan-cairan tubuh..(Fisbach F.T.,2003)
Produksi berlebihan dari asam urat muncul ketika ada pemecahan sel-sel
yang hebat dan katabolisme dari nucleonic acids (seperti pada gout), produksi dan
penghancuran

sel-sel

yang

berlebihan

(seperti

pada

leukemia),

atau

ketidakmampuan untuk mengekskresi produk substansi ( seperti pada gagal
ginjal)..(Fisbach F.T.,2003)
Nilai acuannya yaitu pada lelaki normal sekitar 3,4-7,0 mg/dl atau 202-416
µmol/L, pada wanita 2,4-6,0 mg/dl atau 143-357 µmol/L, dan pada anak 2,0-5,5
mg/dl atau 119-327 µmol/L..(Fisbach F.T.,2003)
Peningkatan kadar asam urat (hyperuricemia) muncul pada kondisi-kondisikondisi seperti gout, penyakit ginjal dan gagal ginjal, alkoholisme, Down syndrome,
keracunan Lead, leukemia, multiple myeloma, lymphoma, starvation, asidosis

Universitas Sumatera Utara

metabolik, ketoasidosis diabetic, penyakit hati, hyperlipidemia, dan lain-lain..(Fisbach
F.T.,2003)
Sedangkan penurunan kadar asam urat dapat muncul pada kondisi-kondisi
seperti fanconi’s syndrome, wilson’s disease, SIADH, defisiensi xanthine oxidase,
dan lain-lain. Tapi ada beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhinya misalnya
stress dan olahraga yang keras akan meningkatkan kadar asam urat, beberapa
macam obat dapat meningkatkan atau menurunkan kadar asam urat, makanan kaya
purine (seperti hati, ginjal) dapat meningkatkan kadar asam urat, penggunaan
aspirin dosis tinggi akan menurunkan kadar asam urat, asupan purin yang rendah,
kopi, dan teh akan menurunkan kadar asam urat.(Fisbach F.T.,2003)
Pada jalur sintesa purin de novo, cincin purin disintesa dari molekul kecil Ribose-5phospate, dengan bantuan 5-Phosphoribosyl-1-Pyrophospate (PRPP) synthetase
akan menghasilkan 5-Phospheribosyl-1-Phyrophospate (PRPP) dan bersama
Glutamine menghasilkan 5-Phosphoribosyl-1-Amine yang dikatalisasi oleh enzim
Amidhophosphoribosyltransferase. 5-Phosphoribosyl-1-Amine bersama glycine dan
formateakan menghasilkan inosinic acid, yang merupakan produk penengah antara
guanylic acid dan adenylic acid. Inosinic acid dengan bantuan enzim 5’- nucleotidase
menghasilkan inosine.Inosine dengan bantuan purine nucleoside phosphorylase
menghasilkan hipoxanthine dan akan membentuk xanthine dengan bantuan
xanthine oxidase, dan dengan bantuan enzim ini pula akan terbentuk asam
urat..(Fisbach F.T.,2003)
Guanylic

acid

dengan

bantuan

5’-nucleotidase

membentuk

guanosine.Guanosineakan membentuk guanine lalu kemudian akan membentuk
xanthine lalu asam urat. Begitu juga adenylic acid akan menghasilkan adenosine
untuk

membentuk

inosine

yang

kemudian

membentuk

xanthine

melalui

Universitas Sumatera Utara

pembentukan

hipoxanthine,

dan

pada

akhirnya

juga

menghasilkan

asam

urat.(Gambar 2)..(Fisbach F.T.,2003)

Gambar 2. Produksi Asam urat
Dikutip dari : Star M. Purine biochemistry and Uric acid Metabolism.Available
from:Michael.star@much.mcgill.ca

Universitas Sumatera Utara

II.2.1. HUBUNGAN ASAM URAT DENGAN FUNGSI KOGNITIF
Pada manusia, asam urat merupakan produk akhir dari metabolism purin dan
dipercayai memiliki kemampuan kuat sebagai neuroprotective dan antioxidant.Asam
urat juga merupakan kunci pada respon terhadap starvation dan memiliki peran
dalam pembentukan intelektual. Kadar asam urat yang tinggi berhubungan dengan
berbagai penyakit seperti gout, hypertension, penyakit ginjal dan penyakit-penyakit
cardiovascular.(Johnson R.J. et al.,2009; Kutzing M.K. et al.,2008).
Pada penelitian 1724 partisipan (berumur≥55 tahun) menunjukkan bahwa
kadar asam urat yang tinggi berhubungan dengan fungsi kognitif global, fungsi
eksekutif

dan

memori

yang

lebih

baik

setelah

mengatasi

faktor

resiko

kardiovaskularnya.(Euser S.M. et al.,2008).
Sedangkan pada penelitian lain pada 96 orang dewasa berumur 65 tahun
atau lebih, pesertanya dengan kadar asam urat yang sedikit meningkat
menunjukkan hasil yang buruk pada tes kecepatan memproses, memori verbal dan
working memory. Meskipun memiliki fungsi sebagai antioksidan, namun pada
penelitian ini menunjukkan bahwa dengan sedikit peningkatan kadar asam urat
dapat meningkatkan resiko penurunan fungsi kognitif pada usia tua.(Schretlen D.J et
al.,2007)
Mekanisme yang menghubungkan asam urat dengan fungsi kognitif belum
diketahui dengan jelas. Peningkatan kadar asam urat serum berhubungan dengan
hipertensi, hyperlipidemia, obesitas, gangguan ginjal,resistensi insulin, sindrom
metabolik. Peningkatan kadar asam urat serum berhubungan dengan peningkatan
resiko penyakit kardiovaskuler terutama pada penderita diabetes. Karena diabetes
dan

hipertensi

dapat

menyebabkan

gangguan

kognitif

melalui

penyakit

Universitas Sumatera Utara

serebrovaskuler, peningkatan kadar asam urat mungkin mempengaruhi fungsi
kognitif melalui perubahan serebrovaskuler.(Schretlen D.J et al.,2007)
Pada penelitian cross-sectional pada 1016 orang tua, mereka menunjukkan
bahwa orang-orang yang menderita demensia memiliki kadar asam urat serum yang
tinggi.(Ruggiero C. et al.,2009)

Gambar 3.Multiple injurious stimuli to the endothelium in non-diabetic atherosclerosis
and atheroscleropathy.
Dikutip dari: Hayden, M. R., & Tyagi, S. C. 2004. Uric acid: A new look at an old risk
marker for cardiovascular disease, metabolic syndrome, and Type 2 diabetes
mellitus: The urate redox shuttle. Nutrition and Metabolism: Clinical and
Experimental.
Asam urat berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya penyakit
kardiovaskuler. Beberapa mekanisme yang dapat menjelaskan antara lain asam urat

Universitas Sumatera Utara

merangsang proliferasi sel-sel otot polos dinding pembuluh darah, faktor inflamasi
yang dimiliki asam urat, dan efek langsung asam urat pada fungsi endotel dengan
mempengaruhi produksi nitric oxide. Kedua mekanisme antara patologi pembuluh
darah dan stress oxidative berhubungan dengan peningkatan resiko demensia dan
gangguan kognitif.(Euser S.M. et al.,2008)
Asam urat serum pada stadium awal proses atherosclerotic diketahui
berperan sebagai anti oksidan dan merupakan salah satu anti oksidatif plasma yang
paling kuat. Namun, pada stadium lanjut proses atherosclerotic, asam urat serum
meningkat (1/3 dari nilai normal) dan berubah fungsi menjadi pro oksidan.
Peningkatan kadar asam urat abnormal merupakan stimulus yang dapat mencederai
dinding pembuluh darah arterial dan kapiler, yang dapat menyebabkan disfungsi
endotel dan remodelling dinding pembuluh darah melalui oxidative-redox stress
(gambar 3). Pada gambar 3 juga ditunjukkan hubungan antara endothelium, intima,
media

dan

pembentukan

adventitia.Masing-masing
atherosclerosis.Pada

lapisan
lapisan

ini

berperan

intima

akan

penting

dalam

terjadi

proses

atherosclerosis, intimopathy, dan atheroscleropathy. (Hayden M.R., 2004)
Konsep antioksidan-prooksidan merupakan konsep yang penting untuk
dipahami, karena pada konsep ini dapat kita ketahui bagaimana asam urat sebagai
antioksidan menjadi prooksidan, sehingga menyebabkan kerusakan endothelium
dan remodeling dinding pembuluh darah arterial karena peningkatan redox oxidative
stress (ROS).(Hayden M.R., 2004)
Adenine dan guanine merupakan pasangan basa hasil pemecahan RNA dan
DNA karena proses apoptosis dan nekrosis sel-sel pembuluh darah akibat
pembentukan plak atherosclerosis. Adenine dan guanine ini kemudian akan
membentuk xanthine dan dengan bantuan enzim xanthine oxidase akan terbentuk

Universitas Sumatera Utara

asam urat. Proses tersebut merupakan pembentukan asam urat sebagai anti
oksidan.(Hayden M.R., 2004)
Xanthine oxidase selain berperan dalam pembentukan asam urat juga
menghasilkan redox oxidative stress (ROS). Pembuluh darah yang sehat dapat
menghasilkan endothelial nitric oxide (eNO), sedangkan endothelium yang
mengalami cedera akan menghasilkan superoxide (O2-).Reaksi yang melibatkan ionion seperti Cuprum dan Ferrum berperan sangat penting dalam meningkatkan
pembentukan stress oksidatif pada plak atherosclerosis. Proses ini merupakan
pembentukan asam urat sebagai prooksidan (Gambar 4).(Hayden M.R., 2004)

Gambar 4: Antioxidant-prooxidant urate redox shuttle
Dikutip dari: Hayden, M. R., & Tyagi, S. C. 2004. Uric acid: A new look at an old risk
marker for cardiovascular disease, metabolic syndrome, and Type 2 diabetes
mellitus: The urate redox shuttle. Nutrition and Metabolism:Clinical and
Experimental.
Kadar asam urat serum yang sedikit meningkat berhubungan dengan cerebral
ischemia. Terganggunya tonus pembuluh darah dan disfungsi endotel menyebabkan

Universitas Sumatera Utara

terjadinya perubahan iskemik, karena cairan serebrospinal akan melalui sawar darah
otak sehingga cairan di interstitial tertumpuk, mengakibatkan daerah edema yang
teridentifikasi

dengan

MRI

otak

sebagai

White

Matter

Hyperintensities

(WMH).(Vannorsdall T.D. et al.,2008)
Hubungan antara asam urat dan nitric oxide terlihat pada jalur dimana
peningkatan asam urat dapat menyebabkan cerebral ischemia.Nitric oxide adalah
vasodilator poten yang mempengaruhi tonus pembuluh darah di endothelium.
Menurunnya proses vasodilatasi ini menyebabkan terjadinya hiperuricemia dan
meningkatnya WMH. Hal tersebut mendukung pernyataan bahwa mekanisme
terganggunya fungsi endotel dan tonus pembuluh darah berperan dalam terjadinya
cerebral ischemia. Keparahan dari cerebral ischemia mungkin memperantarai
hubungan asam urat dan fungsi kognitif.(Vannorsdall T.D. et al.,2008)

II.3. Aktivasi Hemostasis
Pada orang normal dapat ditemukan kira-kira 5 Liter darah bersirkulasi di
tubuh (1/13 dari berat badan), terdiri dari 3 Liter plasma dan 2 Liter sel-sel
darah.Cairan plasma berasal dari sistem pencernaan dan limfatik dan berfungsi
sebagai alat untuk pergerakan sel. Sel-sel darah diproduksi secara primer oleh
sumsum tulang.Sel-sel darah diklasifikasikan menjadi sel-sel darah putih (leukocyte),
sel-sel darah merah (erythrocyte), dan platelet (thrombocytes).(Fischbach FT., 2003)
Sebelum lahir, pembentukan sel-sel darah (hematopoiesis) terjadi di
hati.Pada kehidupan midfetal, limfa dan kelenjar limfe juga berperan kecil dalam
memproduksi sel-sel darah. Singkatnya setelah proses kelahiran, hematopoiesis
berlangsung di hati, dan sumsum tulang hanya tempat untuk memproduksi
erythrocytes, granulocytes, dan platelet. (Fischbach FT., 2003)

Universitas Sumatera Utara

Gambar 5.A model of the classic extrinsic and intrinsiccoagulation pathways
Dikutip dari: Hoffman M. Remodelling the blood coagulation cascade. J Thromb
Thrombolysis. 2003;16(1-2):17-20
Jalur pembekuan darah terdiri dari jalur ekstrinsik,jalur intrinsik, serta final
common pathway(Gambar 5). Jalur ekstrinsik muncul ketika terjadi pelepasan tissue
thromboplastin (Faktor III) ke darah jika terjadi kerusakan pada pembuluh darah.
Faktor VII yang merupakan faktor koagulasi di sirkulasi darah, akan membentuk
kompleks tissue thromboplastin dan kalsium. Kompleks ini secara cepat memecah
Faktor X menjadi Faktor Xa.Faktor Xa mengkatalisasi prothrombin (Faktor II) menjadi
thrombin (Faktor IIa), dimana Faktor IIa dibutuhkan untuk memecah fibrinogen
(Faktor I) menjadi fibrin.(Coulter V.,2000)

Universitas Sumatera Utara

Prothrombin time atau PT adalah tes skrining laboratorium yang memantau
faktor-faktor di jalur ekstrinsik seperti Faktor II, V, VII, X, dan fibrinogen. Tetapi pada
PT tidak memantau Faktor III (thromboplastin) dan Faktor IV (kalsium). (Coulter
V.,2000)
Jalur intrinsik diaktifkan ketika Faktor XII dilepaskan ke sirkulasi darahkarena
adanya kontak dengan permukaan bermuatan negatif seperti membran trombosit
yang sudah teraktivasi,faktor XII akan diaktifkan menjadi faktor XIIa.Selanjutnya
faktor XIIa mengaktifkan faktor XI menjadi Xia.Faktor XIa bersama dengan ion Ca2+
mengaktifkan faktor IX menjadi enzim serin protease, yang disebut faktor IXa. Faktor
ini selanjutnya mengubah faktor X untuk menghasilkan faktor Xa. Reaksi ini
memerlukan komponen, yang dinamakan kompleks tenase, pada permukaan
trombosit aktif, yaitu : Ca2+, faktor VIIIa, faktor IXa dan faktor X. Faktor VIII diaktifkan
menjadi faktor VIIIa oleh trombin dengan jumlah yang sangat kecil.(Shafer D.,2000)
Activated partial thromboplastin time (aPTT) merupakan tes yang digunakan
untuk memantau kelainan d jalur intrinsik.(Riddel dkk, 2007, Collins F.,2000)
Agar berfungsi efektif, darah harus dalam keadaan cair atau tidak dalam
keadaan

terkoagulasi.Fungsi

penting

lainnya

dari

darah

adalah

untuk

menyeimbangkan sistem sirkulasi ketika terjadi trauma. Proses yang mengatur
keseimbangan darah, pembuluh darah dan kemampuan sistem sirkulasi untuk
mencegah kehilangan darah yang banyak selama proses cedera disebut
hemostasis. (Shafer D.,2000)
Tes untuk memeriksa faal hemostasis terdiri dari :prothrombin time (PT),
activated partial thromboplastin time (aPTT), thrombin time (TT), fibrinogen dan Ddimer.

Universitas Sumatera Utara

II.3.1. Prothrombin Time (PT)

Gambar 6.A representation of the original extrinsic pathway proposed in 1905.
Dikutip dari: Owen CA Jr. A History of Blood Coagulation.Nichols WL, Bowie EJW, eds.
Rochester, Minn: Mayo Foundation for Medical Education and Research; 2001.

Prothrombin merupakan protein yang dihasilkan hati untuk membekukan
darah.Produksi prothrombin dipengaruhi oleh konsumsi dan penyerapan vitamin K
yang adekuat. Selama proses pembentukan clot, prothrombin dipecah menjadi
thrombin. Selanjutnya thrombin akan memecah fibrinogen menjadi fibrin clot
(Gambar 6). Kadar prothrombin di darah dapat berkurang pada pasien-pasien
dengan penyakit hati. (Owen C.A., 2001)
Prothrombin Time adalah satu dari empat test yang digunakan untuk
mempelajari proses koagulasi. Prothrombin time secara langsung menunjukkan
defek potensial pada tingkat II mekanisme pembentukan clot (jalur extrinsic) melalui
analisis kemampuan membentuk clot dari faktor-faktor koagulasi lain yaitu
prothrombin,

fibrinogen,

faktor

V,

faktor

VII,

dan

faktor

X.

Kekurangan

prothrombinjuga dapat digunakan untuk memantau keadan-keadaan seperti
disfibrinogenemia, efek heparin dan coumarin, gangguan fungsi hati, dan defisiensi
vitamin K.(Fishbach FT.,2003)

Universitas Sumatera Utara

Nilai normalnya 11.0-13.0 detik. Nilai theurapeutic nya pada rasio pasien :
kontrol adalah 2.0-2.5. Kisaran nilai theurapuetic nya dapat dilihat pada tabel
2.(Fishbach FT.,2003)

Tabel 2. Theurapetic Context
Dikutip dari Fischbach, FT. 2003.A Manual of Laboratory and Diagnostic Tests.7th ed.
Lippincot Williams & Wilkins Publishers, USA.

Rasio pasien : kontrol (rasio prothrombin time) merupakan nilai PT pasien
dibagi dengan PT laboratorium berarti nilai normal INR.
Cara pemeriksaannya yaitu:
1. Ambil darah vena sampel sebanyak 5 ml (dengan tehnik dua tabung)
masukkan ke dalam tabung yang mengandung antikoagulan (sodium citrate).
2. Tabung yang digunakan berupa tabung vakum sehingga mempertahankan
kadarprothrombin stabil pada suhu ruangan selama 12 jam.(Fishbach
FT.,2003)
Pasien-pasien dengan masalah jantung biasanya stabil pada kondisi dimana
kadar PT diantara 2 sampai 2.5 kali nilai normal. Penggunaan nilai INR lebih sensitif
untuk memantau masalah-masalah thromboembolic.Target INR yang harus dicapai

Universitas Sumatera Utara

untuk masalah-masalah thromboembolic adalah 2.0-3.0 (Tabel 1).(Fishbach
FT.,2003)
Pada keadaan dimana terbentuk clot di darah, nilai PT dipertahankan sekitar 2
sampai 2.5 kali nilai normal. Jika nilai PT dibawah nilai tersebut, pengobatan yang
dilakukan akan tidak efektif, dan clot akan terbentuk lebih luas atau kan terbentuk
clot-clot baru. Secara berlawanan jika nilai PT melebihi 30 detik, perdarahan
mungkin timbul.(Fishbach FT.,2003)
Kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan kenaikan nilai PT antara lain :
a. Defisiensi faktor II (prothrombin), V, VII, atau X
b. Defisiensi vitamin K, bayi-bayi dengan ibu yang kekurangan vitamin K
c. Penyakit hati (seperti hepatitis karena alkohol), kerusakan hati
d. Terapi antikoagulan dengan warfarin (Coumadin)
e. Penyumbatan kantung empedu
f. Penyerapan lemak yang buruk (contohnya sprue, celiac disease, diare kronis)
g. Terapi dengan antikoagulan heparin
h. DIC
i.

Hypofibrinogenemia (defisiensi faktor I)

j. Bayi premature. (Fishbach FT.,2003)
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi PT :
1. Konsumsi sayur-sayuran berupa daun-daunan hijau yang berlebihan
meningkatkan penyerapan vitamin K, yang menimbulkan pembentukan clot di
darah.
2. Alcoholism atau konsumsi alkoho berlebihan dapat memperpanjang nilai PT.
3. Diare dan muntah menurunkan PT karena proses dehidrasi.

Universitas Sumatera Utara

4. Jika prosedur pengambilan sampel darah menyebabkan trauma dan jika
tabung tidak pada keadaan yang dianjurkan.
5. Pengaruh obat-obatan seperti antibiotik, aspirin, cimetidine, isoniazid,
phenothiazides,

cephalosporin,

cholestyramine,

phenylbutazone,

metronidazole, obat anti diabetik, phenytoin.
6. Penyimpanan sampel yang terlalu lama pada suhu 4°C sehingga faktor VII
teraktivasi dan PT memendek.(Fishbach FT.,2003)

II.3.2. Activated Partial Thromboplastin Time (aPTT)
Activated Partial Thromboplastin Time (aPTT) merupakan tes untuk
memantau jalur intrinsik dari proses koagulasi (Faktor XII,XI, IX, VIII, V, II, I,
prekallikrein, high molecular weight kininogen). Jalur ini dirangsang oleh interaksi
antara Faktor XII dengan permukaan bermuatan negatif. Tes ini dapat digunakan
untuk mengetahui kelainan kongenital dan bawaan pada jalur intrinsik proses
koagulasi

dan

juga

untuk

memantau

pasien-pasien

dengan

penggunaan

heparin.(Fischbah FT.,2003, Riley RS.,2005)
Spesimen darah diambil sebanyak 5 ml dari pembuluh darah vena perifer
tanpa terjadinya trauma venipuncture, lalu dimasukkan ke dalam tabung yang
mengandung trisodium citrate dengan perbandingan 9:1.Trauma venipuncture dapat
mengaktifkan faktor koagulasi, yang menyebabkan nilai aPTT memendek.Pastikan
sampel dikirim pada suhu ruangan dan tabung dalam keadaan vakum. Spesimen ini
stabil dan dapat bertahan selama 12 jam.(Fischbah FT.,2003, Riley RS.,2005)
Nilai normal aPTT berkisar antara 24-37 detik. Nilai aPTT dapat memanjang
pada individu usia muda dan dapat memendek pada populasi usia tua. Pada pasien

Universitas Sumatera Utara

yang menggunakan terapi heparin nilai aPTT 2-2.5 kali nilai normal.(Fishbach
FT.,2003)
Nilai aPTT dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk sistem koagulasi
darah, tipe dari tabung yang digunakan, tipe antikoagulan, kondisi pengiriman dan
penyimpanan spesimen, waktu inkubasi, dan suhu.(Riley RS, 2005)
Activated Partial Thromboplastin Time (aPTT) merupakan pemeriksaan paling
dasar dari sistem koagulasi. Penggunaan klinis dari aPTT antara lain :
1. Mengetahui adanya kekurangan atau kelainan yang herediter atau didapat
pada jalur intrinsik dan common pathway dari proses koagulasi (Faktor XII,
XI, IX, VIII, prekallikrein, high molecular weight kininogen)
2. Memantau penggunaan terapi antikoagulan heparin.
3. Mendeteksi adanya penghambat proses koagulasi (coagulation inhibitor)
contohnya lupus anticoagulant
4. Memantau

terapi

pengganti

faktor

koagulasi

pada

pasien

hemophilia.(Fischbah FT.,2003, Riley RS.,2005)
Nilai aPTT meningkat diatas nilai normal pada keadaan defisiensi faktor
intrinsik < 40% baik yang dibawa dari lahir atau pun didapat, lupus anticoagulant,
atau adanya inhibitor spesifik dari faktor-faktor koagulasi jalur intrinsik. Penyebab
lain meningkatnya nilai aPTT termasuk penyakit hati, DIC, terapi antikoagulan atau
heparin, atau pengambilan spesimen yang tidak tepat (contohnya plebotomi
traumatic).(Riley RS, 2005)
Jika nilai PT normal dengan nilai aPTT yang terganggu berarti kelainan
berada diantara tingkat pertama jalur koagulasi (Faktor VIII, IX, X, XI, dan atau
XII).Jika nilai aPTT normal sementara nilai PT abnormal menandai adanya defisiensi
faktor VII. Jika nilai keduanya memanjang, kemungkinan adanya defisiensi faktor I,

Universitas Sumatera Utara

II, V, atau X. Secara bersamaan, aPTT dan PT akan mendeteksi 95 % kelainan
koagulasi.(Fishbach FT.,2003)
Nilai aPTT memendek pada kondisi penyakit kanker, apalagi melibatkan hati,
segera setelah perdarahan akut, stadium sangat awal DIC.Jika nilai aPTT > 70 detik
menandakan perdarahan spontan.(Fischbah FT.,2003, Riley RS.,2005)

II.3.3. Thrombin Time (TT)
Thrombin time digunakan sebagai tes untuk mengetahui adanya kelainan
pada tingkatan fibrinogen/fibrin pada proses koagulasi. Tes ini dapat mendeteksi
DIC dan hypofibrinogenemia dan mungkin juga dapat digunakan untuk memantau
terapi streptokinase. Tes ini sebenarnya mengukur waktu yang dibutuhkan plasma
untuk membentuk clot ketika thrombin ditambahkan. Normalnya, clotakan segera
terbentuk, jika tidak maka terjadi defisiensi tingkat III pada proses koagulasi.
Nilai normalnya 7.0-12.0 detik.Cara pemeriksaan dengan mengambil sampel
darah vena sebanyak 7 ml dan dimasukkan ke dalam tabung yang berisi sodium
citrate.Pastikan spesimen diperiksa dalam 2 jam, atau harus dibekukan.
Nilai TT yang memanjang ditemukan pada keadaan :
a. Hypofibrinogenemia
b. Terapi yang menggunakan heparin atau sejenisnya
c. DIC
d. Uremia
e. Penyakit hati kronis
Sedangkan nilai TT yang memendek ditemukan pada keadaan :
a. Hyperfibrinogenemia
b. Peningkatan Hct (>55%)

Universitas Sumatera Utara

II.3.4. Fibrinogen
Fibrinogen merupakan glycoprotein yang disintesis di hati. Perubahan
fibrinogen menjadi fibrin oleh bantuan thrombin merupakan tahap utama dari proses
koagulasi. Fibrin bersama platelet akan membentuk clot di darah. Kadarnya akan
meningkat pada penyakit-penyakit dimana terjadi kerusakan jaringan atau inflamasi.
Tes ini juga digunakan untuk menemukan kelainan PT, aPTT, dan TT dan juga
pemantauan DIC dan fibrin-fibrinogenolysis.
Selain perannya pada proses koagulasi, fibrinogen merupakan faktor resiko
untuk terjadinya penyakit jantung koroner dan stroke. Analisa berskala besar yang
dilakukan EUROSTROKE project menunjukkan bahwa “fibrinogen merupakan
prediktor kuat terjadinya stroke”.(Kaslow JE., 2011) Peningkatan kadar fibrinogen
plasma kebanyakan bersifat sementara dan melibatkan peran pentingnya dalam
proses reaksi akut tubuh pada saat terjadi trauma atau penyakit yang parah. Kadar
fibrinogen juga dapat meningkat pada perokok dan secara genetik. Penurunan kadar
plasma fibrinogen timbul karena produksi di hati menurun, karena aksi dari
fibrinolysin (enzim yang menghancurkan fibrin dan menyerang fibrinogen),
kerusakan sel-sel hati seperti pada keadaan hepatitis atau cirrhosis.
Nilai normalnya 200-400 mg/dl atau 2.0-4.0 g/L. cara pemeriksaannya yaitu
dengan mengambil sampel darah vena sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke dalam
tabung berisi sodium citrate.
Kadar fibrinogen meningkat pada keadaan inflamasi dan infeksi (seperti
rheumatoid arthritis, pneumonia, tuberculosis), acute myocardial infarction, nephrotic
syndrome, kanker, multiple myeloma, Hodgkin’s disease, kehamilan, eklampsia,
penyakit-penyakit serebral, dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Nilainya

Universitas Sumatera Utara

menurun pada keadaan penyakit hati, DIC, primary fibrinolysis, hypofibrinogenemia
yang herediter atau kongenital, dysfibrinogenemia.
Nilai fibrinogen7.0 g/L
mengarahkan pada resiko terjadinya penyakit arteri koroner dan serebrovaskuler.

II.3.5. D-dimer
D-dimer diproduksi oleh aksi plasmin pada cross-linked fibrin, bukan oleh aksi
plasmin pada unclotted fibrinogen. Timbulnya D-dimer menyatakan bahwa generasi
thrombin dan plasmin muncul.Kadarnya di dalam darah bergantung pada aktivasi
penggumpalan darah akibat pembentukan fibrin, yang distabilisasi oleh faktor XIIIa
dan selanjutnya didegradasi melaui proses fibrinolisis.(Fisbach FT.,2003)
Nilai normalnya < 250 µg/L atau < 1.37 nmol/L. Cara pemeriksaan dengan
mengambil 5 ml sampel darah vena lalu dimasukkan ke dalam tabung berisi sodium
citrate. Nilainya meningkat pada keadaan DIC, DVT, gagal ginjal dan hati, pulmonary
embolism, kehamilan lanjut, preeclampsia, keganasan, inflamasi, dan infeksi yang
hebat. Nilai positif palsu dapat ditemui pada pasien setelah dilakukan operasi atau
trauma, penggunaan terapi estrogen, dan kehamilan normal.(Fisbach FT.,2003)

II.3.6. HUBUNGAN ANTARA AKTIVASI HEMOSTASIS DENGAN FUNGSI
KOGNITIF
Adanya disregulasi sistem imunologi dan koagulasi sering timbul pada orang
lanjut usia dan berhubungan dengan beberapa penyakit yang berhubungan dengan
proses penuaan. Proses trombosis merupakan penyebab paling utama kematian
dan kesakitan pada populasi lanjut usia.(Pieper C.F. et al.,2000)

Universitas Sumatera Utara

Orang lanjut usia sudah terjadi gangguan regulasi inflamasi dan hemostasis.
Sebagai contoh, peningkatan kadar penanda inflamasi dan hemostasis yang kronis
menunjukkan kondisi-kondisi kronis, seperti frailty syndrome, Alzheimer’s disease,
dan atherosclerosis.(Kale et al,2011)
Ras, usia, riwayat merokok, tekanan darah tinggi, dan berat badan
berhubungan dengan kadar D-dimer, dan ras, umur, dan status fungsional
berhubungan dengan adanya kadar D-dimer yang tinggi. Orang kulit hitam, usia tua,
dan orang-orang dengan fungsional terganggu memiliki kadar D-dimer yang
meningkat secara signifikan, juga berhubungan dengan terjadinya proses trombosis.
Dari hal tersebut dapat kita pahami bahwa peningkatan terjadinya proses trombosis
di jumpai d kelompok ini. (Pieper C.F. et al.,2000)
Penelitian-penelitian telah menyatakan bahwa D-dimer, TAT, VWF, faktor VIII,
fibrinogen, t-PA dan plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) meningkat pada orangorang yang menderita Atrial Fibrilasi (AF) daripada orang-orang sehat sebagai
kontrol. Pada penelitian ini, Barber dkk menemukan bukti bahwa peningkatan
generasi trombin dan perubahan fibrin pada orang yang menderita AF dan demensia
dibandingkan pada orang-orang tanpa demensia. Penggunaan warfarin dalam
jangka waktu yang lama bersifat protektif terhadap kejadian demensia pada
penderita AF.(Barber M. et al.,2004)
Pada sampel yang cukup besar dari populasi usia tua, kadar D-dimer
memprediksi penurunan fungsi kognitif selama periode 4 tahun. Tidak ada hubungan
yang signifikan secara klinis antara disregulasi sitokin perifer dan kognitif. (Wilson
C.J, MD, MHSc. et al.,2003)

Universitas Sumatera Utara

Peningkatan interleukin-6 dan kadar D-dimer yang tinggi menunjukkan
penurunan fungsi secara keseluruhan. Aktivasi jalur koagulasi dan inflamasi
berhubungan dengan kematian dan penurunan fungsi.(Cohen H.J. et al.,2003)
Dibandingkan dengan orang-orang yang belum pernah merokok, perokok
memiliki resiko yang meningkat untuk menderita demensia dan Alzheimer’s disease.
Merokok merupakan faktor resiko yang kuat terhadap individu tanpa APOE€4 allele,
tetapi tidak memiliki efek pada individu dengan allele tersebut.(Ott A, PhD. et
al.,1998)
Hubungan

antara

penanda

hemostasis

dengan

demensia

vaskuler

menunjukkan pembentukan clot sebagai mekanisme primer dan sesuai dengan
pembentukan mikro infark pada demensia vaskuler.(Gallagher J. et al.,2009)
Umur dan jenis kelamin perempuan memiliki faktor resiko lebih penting untuk
mengalami penurunan fungsional pada pasien-pasien usia tua dengan penyakit atau
faktor resiko vaskuler. Diabetes mellitus juga berhubungan dengan peningkatan
resiko penurunan fungsional. Kejadian cedera vaskuler memiliki peran penting untuk
terjadinya penurunan fungsional. Pencegahan kejadian iskemik vaskuler dapat
mengurangi resiko penurunan fungsi kognitif pada pasien lanjut usia. (Kamper A.M.
et al.,2005)
Proses inflamasi berperan penting dalam penurunan fungsi kognitif yang
berhubungan dengan umur.

Peranan

proses

inflamasi

kronis

terhadap

penurunan fungsi mental dapat dibandingkan dengan faktor resiko lain termasuk
merokok, hipertensi, dan apolipoprotein E e4. (Rafnsson et al.,2007)
Pada penelitian yang dilakukan Hoffman, yang merupakan penelitian cross
sectional menyatakan perubahan terhadap kejadian atherosclerotic muncul sebagai
penyebab demensia. Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan terhadap proses

Universitas Sumatera Utara

atherosclerosis, dijumpai bahwa peningkatan ketebalan lapisan intima dan media
tidak mempengaruhi proses atherosclerosis. Peningkatan ketebalan dinding
pembuluh darah berhubungan dengan faktor resiko kardiovaskuler. Sebagai
tambahan, perjalanan progresifitas penebalan pembuluh darah berhubungan
dengan faktor resiko terjadinya atherosclerosis. Hubungan ini menyokong pendapat
bahwa pemeriksaan non-invasif ketebalan lapisan intima-media menjadi indikator
kejadian atherosclerosis. (Hoffman A. et al.,1997)
Pada penelitian lain, menunjukkan hubungan antara aktivasi hemostasis yang
dini setelah prosedur off-pump surgery dan penurunan fungsi kognitif segera setelah
operasi. Jalur koagulasi dan fibrinolisis teraktivasi setelah prosedur operasi. Adanya
kondisi hiperkoagulabilitas setelah operasi atau terjadinya aktivasi hemostasis dapat
menimbulkan

komplikasi

tromboemboli

seperti

oklusi

graft.

Selain

proses

hiperkoagulabilitas, paparan yang sering terhadap dinding jantung memicu
peningkatan tekanan vena sentral yang sementara dan menurunkan tekanan darah
sistemik yang menyebabkan penurunan tekanan perfusi serebral. Selain itu
pembentukan mikroemboli selama proses operasi juga memiliki peran dalam proses
terjadinya penurunan fungsi kognitif. Mekanisme ini dapat menjelaskan terjadinya
penurunan fungsi kognitif pada kelompok dengan kadar D-dimer tinggi.(Lo B, MD. et
al.,2005)
Peningkatan kadar D-dimer dan prothrombin dihubungkan dengan penurunan
fungsi kognitif yang cepat. D-dimer (produk degradasi fibrin) merupakan penanda
generasi thrombin dan perubahan fibrincross-linked, sedangkan prothrombin
fragment dan kompleks thrombin-antithrombin merupakan penanda generasi
thrombin. Fibrinogen adalah glikoprotein yang berperan penting dalam proses
hemostasis. Fibrinogen meningkatkan viskositas plasma dan meningkatkan adhesi

Universitas Sumatera Utara

leukosit. Data dari penelitian ini menunjukkan viskositas plasma lebih berhubungan
terhadap penurunan fungsi kognitif daripada fibrinogen. Dasar hubungan antara
viskositas plasma dengan fungsi kognitif adalah karena proses inflamasi yang
meningkat.(Stott D.J. et al.,2009)
Selain beberapa hal di atas pada penelitian ini juga didapatkan disfungsi
endotelial berperan dalam penurunan fungsi kognitif pada usia lanjut. Tissue
plasminogen activator merupakan glikoprotein yang dihasilkan sel-sel endotelial
pembuluh darah, yang mengaktifkan pembentukan clot darah dengan adanya fibrin
yang memecah plasminogen menjadi plasmin, dan membentuk fibrin cross-linked
menjadi D-dimer dan produk degradasi fibrin lain,dan merupakan penanda disfungsi
endotel. Von Willebrand factor juga menjadi penanda kerusakan endotel. Faktor ini
memediasi adhesi platelet ke endotel yang cedera, yang merupakan tahap awal
terjadinya thrombosis.(Stott D.J. et al.,2009)

Universitas Sumatera Utara

II.5. KERANGKA TEORI

Universitas Sumatera Utara

II.6. KERANGKA KONSEP

ORANG USIA LANJUT

AKTIVASI
HEMOSTASIS

KADAR ASAM
URAT SERUM

FUNGSI KOGNITIF

Universitas Sumatera Utara