Pengaruh Akuntabilitas Publik pada Partisipas

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/311910289

Pengaruh Akuntabilitas Publik, Partisipasi
Masyarakat, dan Transparansi Kebijakan Publik
Terhadap...
Working Paper · October 2011
DOI: 10.13140/RG.2.2.34062.77124

CITATIONS

READS

0

116

1 author:
Manik Sukoco

Universitas Negeri Yogyakarta
20 PUBLICATIONS 0 CITATIONS

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
The Problems of Implementing Scientific Approach Faced by Civics and Citizenship Education Teacher at
SMP Negeri 1 Grujugan View project

International Perspective of Civics and Citizenship Education View project

All content following this page was uploaded by Manik Sukoco on 26 December 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.

PENGARUH AKUNTABILITAS PUBLIK, PARTISIPASI
MASYARAKAT DAN TRANSPARANSI KEBIJAKAN PUBLIK
TERHADAP HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN ANGGARAN
DENGAN PENGAWASAN KEUANGAN DAERAH (APBD)
Manik Sukoco
itsmanik@fastmail.net
Abstract


The purpose of this studi examined influence of public accountability, public
participation and public policy transparancy on the relationship between budgeting
knowledge and budgeting control. The sample study are legislative assembly at
provincial (DPRD) and public such as Non Govermental Organization (NGO), public
organization, public figure, academic, student and mass media in Kota Malang,
Kabupaten Malang, and Kota Batu. Hypothesis are tested empirically used regression
and Chow test. The result of study indicated that, first, budgeting knowledge are
statically significant, positive coeficient indicated that high budgeting according
legislative and public. The second, interaction between public accountability with
budgeting knowledge are statically significant according legislative and public.The thrid,
interaction between public participation with budgeting knowledge are statically
significant according legislative, and not significant according public. The fourth,
interaction public policy transparancy between with budgeting knowledge arestatically
not significant.The Fifth, the result of chow test indicated that local financial control
(APBD) funtion different are statically as well as council although public sample, so
hyphothesis fifth are acceptance.
Keyword: Public Accountability, Public Participation, Public Policy, Transparancy,
Budgeting Knowledge, Budgeting Control (APBD)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah pernyataan
tentang rencana pendapatan dan belanja daerah dalam periode tertentu (1 tahun). Pada
awalnya fungsi APBD adalah sebagai pedoman pemerintah daerah dalam mengelola
keuangan daerah untuk satu periode. Sebelum anggaran dijalankan harus mendapat
persetujuan dari DPRD sebagai wakil rakyat maka fungsi anggaran juga sebagai alat
pengawasan dan pertanggungjawaban terhadap kebijakan publik. Dengan melihat fungsi
anggaran tersebut maka seharusnya anggaran merupakan power relation antara eksekutif,
legislatif dan rakyat itu sendiri (Sopanah, 2004).
Realitasnya, peranan dewan ketika menyusun anggaran dimasa orde baru sangat kecil
bahkan tidak ada, apalagi peran masyarakat. Dewan terkesan hanya memberikan
pengesahan atas RAPBD yang diajukan eksekutif dan praktis tidak diberi wewenang

untuk mengubahnya (fungsi legislasi). Dengan adanya UU No. 22/1999 sebagai dampak
positif dari reformasi, telah terjadi perubahan signifikan mengenai hubungan legislaif dan
eksekutif di daerah, karena kedua lembaga tersebut sama-sama memiliki power. Dewan
tidak hanya diberi kekuasaan untuk bersama-sama dengan eksekutif menyusun anggaran
(fungsi budgeting), eksekutif juga bertanggungjawab terhadap DPRD (fungsi controling).
Disamping itu, diterapkannya Undang-Undang Otonomi Daerah juga diikuti dengan
pelimpahan wewenang dari pusat dan daerah yang diikuti pula pelimpahan dana.

Pelimpahan dana ini dibarengi dengan dilaksanakannya reformasi penganggaran dan
reformasi sistem akuntansi keuangan daerah (Halim, 2003). Reformasi penganggaran
yang terjadi adalah munculnya paradigma baru dalam penyusunan anggaran yang
mengedepankan prinsip akuntabilitas publik, partisipasi masyarakat, dan transparansi
anggaran. Disamping itu, anggaran harus dikelola dengan pendekatan kinerja
(performance oriented), prinsip efisien dan efektif (Value For Money), keadilan dan
kesejahteraan dan sesuai dengan disiplin anggaran (Mardiasmo, 2003).
Pelaksanaan reformasi anggaran yang mengedepankan akuntabilitas publik, partisipasi
masyarakat, dan transparansi memerlukan internal control dan eksternal control yang
baik serta dapat dipertanggungjawabkan. Sehubungan dengan hal tersebut maka peran
dari dewan menjadi semakin meningkat dalam mengontrol kebijaksanaan pemerintah.
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 105 Tahun 2000 Tentang Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Anggaran menjelaskan bahwa: 1) Pengawasan atas anggaran
dilakukan oleh dewan, 2) Dewan berwenang memerintahkan pemeriksa eksternal
didaerah untuk melakukan pemeriksaan terhadap pengelolaan anggaran.
Pengawasan anggaran yang dilakukan oleh dewan dipengaruhi oleh faktor internal dan
faktor eksternal (Pramono, 2002). Faktor internal adalah faktor yang dimiliki oleh dewan
yang berpengaruh secara langsung terhadap pengawasan yang dilakukan oleh dewan,
salah satunya adalah pengetahuan tentang anggaran. Sedangkan faktor eksternal adalah
pengaruh dari pihak luar terhadap fungsi pengawasan yang akan memperkuat atau

memperlemah fungsi pengawasan yang dilakukan oleh dewan, diantaranya adalah
akuntabillitas publik, partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan publik.
Penelitian yang dilakukan oleh Andriani (2002) menyimpulkan bahwa pengetahuan
anggaran berpengaruh secara signifikan terhadap pengawasan keuangan daerah yang
dilakukan oleh dewan. Sementara Pramono (2002) menyebutkan bahwa faktor-faktor
yang menunjang fungsi pengawasan adalah adanya reformasi dan legitimasi wakil rakyat
sedangkan faktor-faktor yang menghambat fungsi pengawasan adalah minimnya kualitas
sumber daya manusia (SDM) dan kurangnya sarana dan prasarana.
Penelitian sejenis pernah dilakukan oleh (Sopanah dan Mardiasmo, 2003) dan hasilnya
menunjukkan bahwa pengetahuan anggaran berpengaruh signifikan terhadap pengawasan
APBD. Pengaruh yang ditunjukan adalah positif artinya semakin tinggi pengetahuan
dewan tentang anggaran maka pengawasan yang dilakukan semakin meningkat.
Disamping itu, interaksi pengetahuan anggaran dengan partisipasi masyarakat
berpengaruh signifikan terhadap pengawasan APBD yang dilakukan oleh dewan.

Sedangkan interaksi pengetahuan anggaran dengan transparansi kebijakan publik tidak
berpengaruh signifikan terhadap pengawasan yang dilakukan oleh dewan.
Penelitian ini merupakkan lanjutan dari penelitian Sopanah dan Mardiasmo (2003)
dengan menambah variabel akuntabilitas publik dan memperbandingkan analisis menurut
sampel dewan seperti yang dilakukan pada penelitian sebelumnya dengan analisis

menurut sampel masyarakat. Disamping itu, peneliti juga akan membandingkan apakah
terdapat perbedaan fungsi pengawasan keuangan daerah (APBD) menurut dewan dan
masyarakat?.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian adalah
sebagai berikut:
a. Apakah pengetahuan anggaran berpengaruh signifikan terhadap pengawasan
keuangan daerah (APBD menurut dewan dan masyarakat?
b. Apakah akuntabilitas publik berpengaruh signifikan terhadap hubungan antara
pengetahuan anggaran dengan pengawasan keuangan daerah (APBD) menurut
dewan dan masyarakat?
c. Apakah partisipasi masyarakat berpengaruh signifikan terhadap hubungan antara
pengetahuan anggaran dengan pengawasan keuangan daerah (APBD) menurut
dewan dan masyarakat?
d. Apakah transparansi kebijakan publik berpengaruh signifikan terhadap hubungan
antara pengetahuan anggaran dengan pengawasan keuangan daerah (APBD) menurut
dewan dan masyarakat?
e. Apakah terdapat perbedaan signifikan fungsi pengawasan keuangan daerah (APBD)
menurut dewan dan masyarakat?
C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai
berikut:
1. Untuk memberikan bukti empiris bahwa pengetahuan anggaran mempengaruhi
pengawasan keuangan daerah (APBD) menurut dewan dan masyarakat.
2. Untuk memberikan bukti empiris bahwa akuntabilitas publik mempengaruhi
hubungan antara pengetahuan anggaran dengan pengawasan keuangan daerah
(APBD) menurut dewan dan masyarakat.
3. Untuk memberikan bukti empiris bahwa partisipasi masyarakat mempengaruhi
hubungan antara pengetahuan anggaran dengan pengawasan keuangan daerah
(APBD) menurut dewan dan masyarakat.
4. Untuk memberikan bukti empiris bahwa transparansi mempengaruhi hubungan
antara pengetahuan anggaran dengan pengawasan keuangan daerah (APBD) menurut
dewan dan masyarakat.

5. Untuk memberikan bukti empiris bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
antara fungsi pengawasan keuangan daerah (APBD) menurut dewan dan
masyarakat.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris adanya pengaruh pengetahuan
anggaran terhadap pengawasan anggaran (APBD) yang akan diperkuat atau diperlemah

dengan adanya akuntabilitas publik, partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan
publik. Bagi para akademisi hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
terhadap pengembangan literatur akuntansi sektor publik (ASP) terutama pengembangan
sistem pengendalian manajeman sektor publik. Selanjutnya, dapat dijadikan sebagai
acuan guna penelitian lanjutan.
Sementara bagi pemerintah daerah diharapkan menjadi masukan dalam mendukung
pelaksanaan otonomi daerah khususnya akan meningkatkan peran dewan dalam
pengawasan anggaran (APBD) sehingga dapat terwujud pemerintahan yang baik (good
goverment). Sedangkan bagi partai politik dapat dijadikan acuan pada saat rekruitment
anggota dewan dan pengembangan kader partai.
II. LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
A. Pengawasan Keuangan Daerah
Dalam pasal 1 PP. No. 105/ 2000 pengertian keuangan negara adalah semua hak
&kewajiban daerah dalam kerangka penyelenggaraan pemerintahan yang dapat dinilai
dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan
hak dan kewajiban daerah tersebut. Pengertian keuangan negara adalah semua hak
&kewajiban negara serta segala sesuatu yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban
tersebut yang dapat dinilai dengan uang (Baswir,1999:13). Bertolak dari pengertian
keuangan negara tersebut diatas, maka pengertian keuangan daerah pada dasarnya sama
dengan pengertian keuangan “daerah”.

Pengawasan keuangan daerah diperlukan untuk mengetahui apakah perencanaan yang
telah di susun dapat berjalan secara efisien, efektif dan ekonomis. Pengawasan menurut
Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 2001 tentang Tata Cara Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Pasal 1 ayat (6) menyebutkan, bahwa:
“Pengawasan pemerintah daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin
agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku”.
Berdasarkan ruang lingkup pengawasan Fatchurrochman (2002) membedakanya menjadi
dua, yaitu: (1). Pengawasan internal yang terdiri dari pengawasan melekat dan
pengawasan fungsional, dan (2). Pengawasan eksternal. Pengawasan internal adalah
pengawasan yang dilakukan oleh baik atasan langsung dan aparat pengawas fungsional
yang berasal dari lingkungan internal organisasi pemerintah, atau juga yang dikenal

sebagai APIP (Aparat Pengawas Internal Pemerintah). APIP terdiri dari BPKP (Badan
Pengawas Keuangan dan Pembangunan), Inspektorat Jendral Departemen (Irjen) atau
Unit Pengawas Lembaga Non Departemen, Inspektorat Wilayah (Itwil), serta Satuan
Pengawas Intern (SPI).
Pengawasan melekat adalah pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan atau atasan
langsung suatu organisasi terhadap kinerja bawahan dengan tujuan untuk mengetahui
atau menilai apakah kerja yang ditetapkan telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan pengawasan fungsional
adalah pengawasan internal yang dilakukan oleh aparat fungsional baik yang berasal dari
lingkungan internal depertemen, lembaga negara atau BUMN termasuk pengawasan dari
lembaga khusus pengawasan.
Pengawasan yang dilakukan oleh Dewan dapat berupa pengawasan secara langsung dan
tidak langsung serta preventif dan represif. Pengawasan langsung dilakukan secara
pribadi dengan cara mengamati, meneliti, memeriksa, mengecek sendiri di tempat
pekerjaan dan meminta secara langsung dari pelaksana dengan cara inspeksi. Sedangkan
pengawasan tidak langsung dilakukan dengan cara mempelajari laporan yang diterima
dari pelaksana. Pengawasan preventif dilakukan melalui pre-audit yaitu sebelum
pekerjaan dimulai. Pengawasan represif dilakukan melalui post audit dengan
pemeriksaan terhadap pelaksanaan ditempat (inspeksi).
Pengawasan yang dilakukan oleh DPRD terhadap eksekutif dimaksudkan agar terdapat
jaminan terciptanya pola pengelolaan anggaran daerah yang terhindar dari praktik-praktik
kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) baik mulai dari proses perencanaan, pengesahan,
pelaksanaan serta pertanggungjawabannya. Disamping DPRD mengawasi secara
langsung tentang mekanisme anggaran, DPRD juga menggunakan aparat pengawasan
eksternal pemerintah, yang independen terhadap lembaga eksekutif di daerah yaitu Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK). Pengawasan merupakan tahap integral dengan keseluruhan
tahap pada penyusunan dan pelaporan APBD. Pengawasan diperlukan pada setiap tahap

bukan hanya pada tahap evaluasi saja (Mardiasmo, 2001).
B. Pengetahuan Anggaran dan Pengawasan Keuangan Daerah (APBD)
Pengetahuan erat kaitannya dengan pendididkan dan pengalaman. Ketiganya
mempengaruhi seseorang dalam melakukan suatu tindakan. Pengalaman dan pengetahuan
yang tinggi akan sangat membantu seseorang dalam memecahkan persoalan yang
dihadapinya sesuai dengan kedudukan anggota DPRD sebagai wakil rakyat (Truman,
1960). Seharusnya mereka adalah orang yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman
yang tinggi dalam bidang kemasyarakatan dan kenegaraan.
Dalam menjalankan fungsi dan peran anggota Dewan, kapasitas dewan sangat ditentukan
oleh kemampuan bergaining position dalam memproduk sebuah kebijakan. Kapabilitas
dan kemampuan yang harus dimiliki antara lain pengetahuan, ketrampilan dan
pengalaman menyusun berbagai Peraturan Daerah (PERDA).

Beberapa penelitian yang menguji hubungan antara kualitas anggota Dewan dengan
kinerjanya diantaranya dilakukan oleh (Indradi, 2001; Syamsiar, 2001; 2002; Sutarnoto,
2002). Hasil penelitiannya membuktikan bahwa kualitas Dewan yang diukur dengan
pendidikan, pengetahuan, pengalaman, dan keahlian berpengaruh terhadap kinerja Dewan
yang salah satunya adalah kinerja pada saat melakukan fungsi pengawasan. Pendidikan
dan pelatihan berkaitan dengan pengetahuan untuk masa yang akan datang.
Yudhoyono (2002) menyatakan, bahwa DPRD akan mampu menggunakan hak-haknya
secara tepat, melaksanakan tugas dan kewajibannya secara efektif serta menempatkan
kedudukannya secara proporsional jika setiap anggota mempunyai pengetahuan yang
cukup dalam hal konsepsi teknis penyelenggaraan pemerintahan, kebijakan publik dan
lain sebagainya. Pengetahuan yang dibutuhkan dalam melakukan pengawasan keuangan
daerah salah satunya adalah pengetahuan tentang anggaran. Dengan mengetahui tentang
anggaran diharapkan anggota Dewan dapat mendeteksi adanya pemborosan dan
kebocoran anggaran. Sehingga dapat dirumuskan hipotesis utama sebagai berikut:
H1: Pengetahuan Dewan tentang anggaran berpengaruh signifikan positif terhadap
pengawasan keuangan daerah.

C. Akutabilitas Publik dan Pengawasan Keuangan Daerah (APBD).
Azas akuntabilitas adalah azas yang menentukan bahwa setiap kegaitan dan hasil akhir
dari kegiatan penyelenggaraan negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat
sebagai pemegang kedaulatan tertinggi. Akuntabilitas bersumber kepada adanya
pengendalian dari luar (external control) yang mendorong aparat untuk bekerja keras.
Birokrasi dikatakan accountable apabila dinilai secara objektif oleh masyarakat luas.
Menurut Sulistoni (2003) pemerintahan yang accountable memiliki ciri-ciri sebagai
berikut: (1) Mampu menyajikan informasi penyelenggaraan pemerintah secara terbuka,
cepat, dan tepat kepada masyarakat, (2) Mampu memberikan pelayanan yang memuaskan
bagi publik, (3) Mampu memberikan ruang bagi masyarakat untuk terlibat dalam proses
pembangunan
dan
pemerintahan,
(4)
Mampu
menjelaskan
dan
mempertanggungjawabkan setiap kebijakan publik secara proporsional, dan (5) Adanya
sarana bagi publik untuk menilai kinerja pemerintah. Melalui pertanggungjawaban
publik, masyarakat dapat menilai derajat pencapaian pelaksanaan program dan kegiatan
pemerintah.
Akuntabilitas publik akan tercapai jika pengawasan yang dilakukan oleh dewan dan
masyarakat berjalan secara efektif. Hal ini juga di dukung oleh pendapatnya Rubin
(1996) yang menyatakan bahwa untuk menciptakan akuntabilitas kepada publik
diperlukan partisipasi pimpinan instansi dan warga masyarakat dalam penyusunan dan
pengawasan keuangan daerah (APBD). Sehingga akuntabilitas publik yang tinggi akan
memperkuat fungsi pengawasan yang dilakukan oleh dewan, sehingga hipotesis
utamanya dirumuskan sebagai berikut:

H2: Akuntabilitas publik berpengaruh signifikan terhadap hubungan antara
pengetahuan anggaran dengan pengawasan keuangan daerah.
D. Parisipasi Masyarakat dan Pengawasan Keuangan Daerah (APBD)
Penjaringan aspirasi masyarakat merupakan bagian integral dari upaya untuk
memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas, meningkatkan
peran serta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi DPRD yang merupakan misi
utama dikeluarkannya Undang-undang Otonomi Daerah Tahun 1999. Pada dasarnya ada
tiga elemen penting yang segmental saling bersentuhan dan menentukan kinerja
(performance) pengelolaan keuangan daerah yaitu stakeholder, Pemerintah Daerah, dan
DPRD.
Achmadi dkk. (2002) menyebutkan bahwa partisipasi merupakan kunci sukses dari
pelaksanaan otonomi daerah karena dalam partisipasi menyangkut aspek pengawasan dan
aspirasi. Pengawasan yang dimaksud disini termasuk pengawasan terhadap pihak
eksekutif melalui pihak legislatif. Semakin aktif masyarakat dalam proses
penyelenggaraan pemerintahan akan berarti semakin sukses pelakasanaan otonomi
daerah. Namun kenyataan dilapangan tidak selalu masyarakat berpartisipasi secara aktif
dalam proses penyelenggaraan pemerintahan khususnya pada saat penyusunan anggaran
(APBD). Menyadari pentingnya aspirasi masyarakat, maka diperlukan langkah startegis
agar partisipasi masyarakat bisa berjalan secara kondusif. Salah satu upaya yang bisa
dilakukan adalah mengoptimalkan peran dari lembaga institusi lokal non pemerintahan
seperti lembaga swadaya masyarakt (LSM), media masa, organisasi kemasyarakatan dan
partai politik.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa adanya partisipasi masyarakat akan
memperkuat proses penyelenggaraan pemerintah, maka peranan Dewan dalam
melakukan pengawasan keuangan daerah akan dipengaruhi oleh keterlibatan masyarakat
dalam advokasi anggaran. Jadi, selain pengetahuan tentang anggaran yang mempengaruhi
pengawasan yang dilakukan oleh Dewan, partisipasi masyarakat diharapkan akan
meningkatkan fungsi pengawasan. Sehingga hipotesis utamanya dirumuskan sebagai
berikut:
H3: Partisipasi masyarakat berpengaruh signifikan terhadap hubungan antara
pengetahuan anggaran dengan pengawasan keuangan daerah.

E. Transparansi Kebijakan Publik dan Pengawasan Keuangan Daerah
Selain adanya partisipasi masyarakat dalam siklus anggaran, transparansi anggaran juga
diperlukan untuk meningkatkan pengawasan. Transparansi merupakan salah satu prinsip
good governance. Transparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas, seluruh
proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihakpihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat
di mengerti dan di pantau.

Menurut Sopanah dan Mardiasmo (2003) Anggaran yang disusun oleh pihak eksekutif
dikatakan transparansi jika memenuhi beberapa kriteria berikut: (1) Terdapat
pengumuman kebijakan anggaran, (2) Tersedia dokumen anggaran dan mudah diakses,
(3) Tersedia laporan pertanggungjawaban yang tepat waktu, (4) Terakomodasinya
suara/usulan rakyat, (4), Terdapat sistem pemberian informasi kepada pubik.Transparansi
merupakan prasyarat untuk terjadinya partisipasi masyarakat yang semakin sehat karena
(Sulistoni, 2003): (a) Tanpa informasi yang memadai tentang penganggaran, masyarakat
tidak punya kesempatan untuk mengetahui, menganalisis, dan mempengaruhi kebijakan,
(b) Transparansi memberi kesempatan aktor diluar eksekutif untuk mempengaruhi
kebijakan dan alokasi anggaran dengan memberi perspektif berbeda dan kreatif dalam
debat anggaran, (c) Melalui informasi, legislatif dan masyarakat dapat melakukan
monitoring terhadap keputusan dan kinerja pemerintah. Tanpa kebebasan informasi
fungsi pengawasan tidak akan efektif, (d) Berdasarkan teori yang ada menunjukkan
bahwa semakin transparan sebuah kebijakan publik maka pengawasan yang dilakukan
oleh dewan akan semakin meningkat karena masyarakat juga terlibat dalam mengawasi
kebijakan publik tersebut. Sehingga hipotesis utama penelitiannya adalah:
H4: Transparansi kebijakan publik berpengaruh signifikan terhadap hubungan
antara pengetahuan anggaran dengan pengawasan keuangan daerah.

Untuk mengetahui apakah fungsi pengawasan keuangan daerah (APBD) berbeda secara
signifikan antara sampel masyarakat dan sampel dewan maka perlu diuji, sehingga
hipotesis kelima dari penelitian ini adalah:
H5: Terdapat perbedaan yang signifikan antara fungsi pengawasan keuangan
daerah menurut sampel masyarakat dan sampel dewan.

III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah survei. Data penelitian yang dibutuhkan adalah data primer
dalam bentuk persepsi responden (subjek) penelitian. Pengambilan data menggunakan
survei langsung dan instrumen yang digunakan adalah kuesioner (angket). Kuesioner
yang digunakan disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan teori yang terkait.
B. Pemilihan Sampel dan Pengumpulan Data
Populasi dalam penelitian ini ada dua yaitu semua anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) yang berada di wilayah Malang Raya Jawa Timur yang terdiri dari Kota
Malang, Kabupaten Malang, dan Kota Batu serta masyarakat yang terdiri dari Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM), tokoh masyarakat, organisasi masyarakat, akademisi,
mahasiswa dan media masa.
Untuk responden anggota Dewan semua populasi dijadikan sebagai sampel. Sementara
untuk responden masyarakat peneliti menggunakan metode purposive sampling untuk

menentukan sampel penelitian. Dalam penelitian ini kriteria yang dijadikan sampel untuk
masyarakat adalah: (1) Berdomisili di wilayah Kota Malang, Kabupaten Malang, dan
Kota Batu, (2) Terlibat dalam proses penyusunan, pemantauan, dan advokasi APBD, (3)
Usia minimal 17 tahun, dan (4) Pendidikan terakhir minimal SLTA atau sederajat. Lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel 1 (terlampir).
C. Identifikasi dan Pengukuran Variabel
Variabel Independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan anggaran. Sedangkan
variabel dependen dalam penelitian ini adalah pengawasan keuangan daerah (APBD)
pada tahap penyusunan, pengesahan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban. Sedangkan
akuntabilitas publik, partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan publik dijadikan
sebagai variabel moderating.
Pengetahuan Dewan tentang anggaran adalah persepsi responden tentang kemampuan
Dewan dalam hal menyusun anggaran (RAPBD/APBD), deteksi serta identifikasi
terhadap pemborosan atau kegagalan, dan kebocoran anggaran. Akuntabilitas publik
adalah adanya pertanggungjawaban pemerintah secara terbuka, cepat dan tepat kepada
masyarakat. Partisipasi masyarakat adalah keterlibatan masyarakat dalam setiap aktivitas
proses penganggaran yang dilakukan oleh DPRD dimulai dari penyusunan arah dan
kebijakan, penentuan strategi dan prioritas serta advokasi anggaran. Transparansi
kebijakan publik adalah adanya keterbukaan tentang anggaran yang mudah diakses oleh
masyarakat. Kebijakan publik merupakan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dan
sebagai keputusan yang mempunyai tujuan tertentu. Pengawasan Keuangan Daerah
adalah pengawasan terhadap keuangan daerah yang dilakukan oleh Dewan yang meliputi
pengawasan
pada
saat
penyusunan,
pengesahan,
pelaksanaan
dan
pertanggungjawaban anggaran (APBD).
D. Pengukuran Variabel
Masing-masing variabel diukur dengan model Skala Likert yaitu mengukur sikap dengan
menyatakan setuju atau ketidaksetujuannya terhadap pertanyaan yang diajukan dengan
skor 5 (SS=Sangat Setuju), 4 (S=Setuju), 3 (TT=Tidak Tahu), 2 (TS=Tidak Setuju), dan
1 (STS=Sangat Tidak Setuju).
E. Pengujian Reliabilitas dan Validitas
Untuk melihat reliabilitas masing-masing instrumen yang digunakan, peneliti
menggunakan koefisien Cronbach Alpha. Suatu instrumen dikatakan reliabel jika
memiliki nilai Cronbach Alpha lebih besar dari 0,5 (Nunnally, 1967). Untuk mengetahui
bahwa pertanyaan yang digunakan dalam instrumen valid, maka digunakan Factor
Analysis. Instrumen dikatakan valid jika memiliki nilai Kaiser,s MSA lebih besar dari 0,5
sehingga construct validity tepat (Kaiser dan Rice, 1976). Disamping itu, instrumen dapat
dikatakan valid jika Eigen value lebih dari satu (Breinstein,1994). Hasil pengujian
reliabilitas dan validitas instrumen yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada
tabel 2 (terlampir).

F. Metode Analisis Data
Hipotesis dalam penelitian ini akan diuji dengan menggunakan multiple regression untuk
masing-masing sampel, yaitu berdasarkan nilai p value, dan R square dan menggunakan
chow test. Untuk menganalisis data, digunakan software SPSS for window realesed 10.05
programe. Adapun persamaan regresi dalam penelitian ini adalah:
Y= a + b1X1 + e

……………………………………………..(1)

Y= a + b1X1 + b2X2 + b3X3 +b4X4+ b5X1X2 + b6X1X3 +b7X1X4+ e .........(2)
Keterangan:
Y : Pengawasan Keuangan Daerah (APBD)
a : Konstanta
b1, b2, b3, b4, b5, b6,b7 : Koefisien regresi
X1 : Pengetahuan tentang Anggaran
X2 : Akuntabilitas Publik
X3 : Partisipasi Masyarakat
X4 : Transparansi Kebijakan Publik
X1, X2 : Interaksi antara pengetahuan anggaran dan akuntabilitas publik
X1, X3 : Interaksi pengetahuan tentang anggaran dan partisipasi Masyarakat
X1, X4 : Interaksi pengetahuan anggaran dan transparansi kebijakan publik
e : Eror
IV. ANALISIS HASIL PENELITIAN
A. Profil Responden
Data demografi berikut menyajikan beberapa informasi umum mengenai kondisi
responden. Pada tabel 3 (terlampir) disajikan data mengenai kelompok daerah responden,
jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan sebelum menjadi anggota DPRD, jabatan di
DPRD, fraksi, dan komisi untuk responden anggota Dewan. Sedangkan pada tabel 4
(terlampir) akan disajikan demografi untuk responden masyarakat yang terdiri dari jenis
kelamin, institusi, usia, pendidikan, dan pengalaman organisasi kemasyarakatan.
B. Pengujian Hipotesis
Penelitian ini mengunakan tingkat keyakinan 95% yang berarti α yang digunakan sebesar
0,05. Hal ini berarti menunjukkan bahwa, jika nilai p atau p value < 0,05 berarti variabel
independen berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Disamping p
value peneliti juga menggunakan uji t, uji F, dan nilai R square. Untuk mengetahui
apakah fungsi pengawasan keuangan daerah (APBD) apakah berbeda secara signifikan
maka dilakukan uji chow (chow test).

C. Pengujian Hipotesis 1 dan Pembahasan
Insert Tabel 5: Hasil Regresi Hipotesis Pertama (1)
Hasil analisis regresi dengan sampel masyarakat terhadap hipotesis 1 dapat dilihat bahwa
pengetahuan anggaran berpengaruh secara signifikan terhadap pengawasan keuangan
daerah (APBD) dengan melihat taraf signifikansinya yaitu sebesar 0.014. Hubungan yang
ditunjukan oleh koefisien regresi adalah positif 0,334, artinya semakin tinggi
pengetahuan anggaran yang dimiliki oleh dewan maka pengawasan yang dilakukan akan
semakin meningkat. Nilai t hitung dari hasil regresi adalah 2,555, dimana t hitung ini
lebih besar dari t tabel (2,015), artinya hipotesis pertama didukung. Dilihat dari F hitung
sebesar 6,527 sedangkan F tabel sebesar 3,23, sehingga F hitung > dari F tabel, sementara
nilai sig sebesar 0,014 adalah < dari 0,05 sehingga model regresi dapat digunakan untuk
memprediksi pengaruh variabel pengetahuan terhadap variabel pengawasan keuangan
daerah.
Sementara, hasil analisis regresi dengan sampel dewan terhadap hipotesis 1 dapat dilihat
bahwa pengetahuan anggaran juga berpengaruh secara signifikan terhadap pengawasan
keuangan daerah (APBD) dengan melihat taraf signifikansinya yaitu sebesar 0.045.
Hubungan yang ditunjukkan oleh koefisien regresi adalah positif 0,176, artinya semakin
tinggi pengetahuan anggaran yang dimiliki oleh Dewan maka pengawasan yang
dilakukan akan semakin meningkat. Nilai t hitung dari hasil regresi adalah 2,062, dimana
t hitung ini lebih besar dari t tabel (2,015), artinya hipotesis pertama didukung. Dilihat
dari F hitung sebesar 4,253 sedangkan F tabel sebesar 3,23, sehingga F hitung > dari F
tabel, nilai sig sebesar 0, 045 adalah < dari 0,05 sehingga model regresi dapat digunakan
untuk memprediksi pengaruh variabel pengetahuan terhadap variabel pengawasan
keuangan daerah. Hasil ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Andriani (2002). Berdasarkan hasil statistik dapat disimpulkan bahwa hipotesis 1 dapat
diterima. Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian yang dilakukan oleh (Indradi,
2001; Syamsiar, 2001; 2002; dan Sutarnoto, 2002).
D. Pengujian Hipotesis 2 dan Pembahasan
Insert Tabel 6: Hasil Regresi Hipotesis Kedua (2)
Hasil analisis regresi dengan sampel masyarakat terhadap hipotesis 2 dapat dilihat bahwa
interaksi pengetahuan anggaran dengan akutabilitas publik berpengaruh signifikan
terhadap pengawasan APBD dengan melihat taraf signifikansinya sebesar 0.015.
Hubungan yang ditunjukan oleh koefisien regresi adalah negatif -0,318 artinya semakin
tinggi akuntabilitas publik maka pengawasan yang dilakukan juga akan semakin
menurun. Nilai t hitung dari hasil regresi adalah 1,710 dimana t hitung ini lebih kecil dari
t tabel (2,015), artinya hipotesis 2 diterima. Dilihat dari F hitung sebesar 2,860,
sedangkan F tabel sebesar 2,45 sehingga F hitung > dari F tabel, sementara nilai sig
sebesar 0,027 adalah < dari 0,05 sehingga model regresi dapat digunakan untuk
memprediksi pengaruh interaksi pengetahuan dewan tentang anggaran dengan partisipasi
masyarakat terhadap variabel pengawasan keuangan daerah.

Sementara hasil analisis regresi dengan sampel dewan terhadap hipotesis kedua dapat
dilihat bahwa interaksi pengetahuan anggaran dengan akuntabilitas publik berpengaruh
signifikan terhadap pengawasan APBD dengan melihat taraf signifikansinya sebesar
0.036. Hubungan yang ditunjukkan oleh koefisien regresi adalah negatif -0,187 artinya
semakin tinggi akuntabilitas publik maka pengawasan yang dilakukan oleh dewan akan
semakin menurun. Nilai t hitung dari hasil regresi adalah 0,319 dimana t hitung ini lebih
besar dari t tabel (2,015), artinya hipotesis kedua diterima. Dilihat dari F hitung sebesar
4,587, sedangkan F tabel sebesar 2,45 sehingga F hitung > dari F tabel, sementara nilai
sig sebesar 0,002 adalah < dari 0,05 sehingga model regresi dapat digunakan untuk
memprediksi pengaruh interaksi pengetahuan anggaran dengan akuntabilitas publik
terhadap variabel pengawasan keuangan daerah. Dengan demikian hipotesis 2 yang
diajukan oleh peneliti dapat diterima. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang
mendukung bahwa jika akuntabilitas publik semakin tinggi maka tingkat pengawasan
yang dilakukan oleh dewan juga akan semakin menurun.
E. Pengujian Hipotesis 3 dan Pembahasan
Insert Tabel 7: Hasil Regresi Hipotesis Ketiga
Hasil analisis regresi dengan sampel masyarakat terhadap hipotesis ketiga dapat dilihat
bahwa interaksi pengetahuan anggaran dengan partisipasi masyarakat tidak berpengaruh
signifikan terhadap pengawasan APBD dengan melihat taraf signifikansinya sebesar
0.095. Partisipasi masyarakat akan berpengaruh signifikan jika  = 0,1 atau 10%.
Hubungan yang ditunjukan oleh koefisien regresi adalah negatif -0,618 artinya semakin
tinggi partisipasi masyarakat maka pengawasan yang dilakukan justru akan semakin
menurun. Nilai t hitung dari hasil regresi adalah -1,710 dimana t hitung ini lebih kecil
dari t tabel (2,015), artinya hipotesis kedua di tolak. Dilihat dari F hitung sebesar 2,860,
sedangkan F tabel sebesar 2,45 sehingga F hitung > dari F tabel, sementara nilai sig
sebesar 0,027 adalah < dari 0,05 sehingga model regresi dapat digunakan untuk
memprediksi pengaruh interaksi pengetahuan dewan tentang anggaran dengan partisipasi
masyarakat terhadap variabel pengawasan keuangan daerah.
Sementara hasil analisis regresi dengan sampel dewan terhadap hipotesis ketiga dapat
dilihat bahwa interaksi pengetahuan anggaran dengan partisipasi masyarakat berpengaruh
signifikan terhadap pengawasan APBD dengan melihat taraf signifikansinya sebesar
0.016. Hubungan yang ditunjukkan oleh koefisien regresi adalah positif 0,787 artinya
semakin tinggi partisipasi masyarakat maka pengawasan yang dilakukan oleh Dewan
akan semakin meningkat. Nilai t hitung dari hasil regresi adalah 2,519 dimana t hitung ini
lebih besar dari t tabel (2,015), artinya hipotesis kedua diterima . Dilihat dari F hitung
sebesar 4,587, sedangkan F tabel sebesar 2,45 sehingga F hitung > dari F tabel, sementara
nilai sig sebesar 0,002 adalah < dari 0,05 sehingga model regresi dapat digunakan untuk
memprediksi pengaruh interaksi pengetahuan dewan tentang anggaran dengan partisipasi
masyarakat terhadap variabel pengawasan keuangan daerah.
Dengan demikian Hipotesis ke 3 tidak dapat disimpulkan karena menurut sampel
masyarakat dan dewan hasilnya berbeda. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian

Sopanah dan Mardiasmo (2003) dan sesuai dengan teori yang mendukung bahwa jika
masyarakat dilibatkan dalam proses penganggaran maka pengawasan yang dilakukan
oleh dewan akan menurun menurut masyarakat sedangkan menurut dewan justru akan
semakin meningkat.
F. Pengujian Hipotesis 4 dan Pembahasan
Insert Tabel 8: Hasil Regresi Hipotesis Keempat
Hasil analisis regresi dengan sampel masyarakat terhadap hipotesis yang keempat dapat
dilihat bahwa interaksi antara pengetahuan anggaran dengan transparansi kebijakan
publik tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pengawasan APBD. Hal ini
ditunjukan dengan nilai signifikansinya sebesar 0.495 > 0.05. Nilai t hitung dari hasil
regresi adalah 0,689 dimana t hitung ini lebih kecil dari t tabel (2,015), artinya hipotesis
keempat ditolak. Dilihat dari F hitung sebesar 2,860 sedangkan F tabel sebesar
2,45 sehingga F hitung > dari F tabel, sementara nilai sig sebesar 0,027 adalah < dari
0,05 sehingga model regresi dapat digunakan untuk memprediksi pengaruh interaksi
pengetahuan dewan tentang anggaran dengan transparansi kebijakan publik terhadap
variabel pengawasan keuangan daerah.
Hasil analisis regresi dengan sampel dewan terhadap hipotesis yang keempat dapat dilihat
bahwa interaksi antara pengetahuan anggaran dengan transparansi kebijakan publik tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap pengawasan APBD. Hal ini ditunjukan dengan
nilai signifikansinya sebesar 0.528 > 0.05. Nilai t hitung dari hasil regresi adalah 0,689
dimana t hitung ini lebih kecil dari t tabel (2,015), artinya hipotesis keempat ditolak.
Dilihat dari F hitung sebesar 4,587 sedangkan F tabel sebesar 2,45 sehingga F hitung >
dari F tabel, sementara nilai sig sebesar 0,027 adalah < dari 0,05 sehingga model regresi
dapat digunakan untuk memprediksi pengaruh interaksi pengetahuan anggaran dengan
transparansi kebijakan publik terhadap variabel pengawasan keuangan daerah
Tidak diterimanya hipotesis yang keempat menurut penulis dikarenakan transparansi
kebijakan publik di wilayah Malang Raya yang terdiri dari Kota Malang, Kabupaten
Malang, dan Kota Batu masih dalam taraf retorika dan implementasinya masih dalam
formalitas. Akses terhadap kebijakan publik masih sulit dan hanya orang-orang tertentu
yang bisa mendapatkannya.
G. Pengujian Hipotesis 5 dan Pembahasan
Berdasarkan hasil regresi dengan sampel total yaitu sampel masyarakat dan sampel
Dewan, regresi dengan sampel masyarakat dan regresi dengan sampel Dewan, maka
dapat dihitung beberapa hal sebagai berikut:
SSRr (sum of squared residual dr restricted regression)
SSRu (sum of squared residual dari unrestricted regression)

= 173,225
= SSR Masy + SSR Dewan
=2,988+2,737 = 5,725

r (jumlah parameter yang diestimasi pada RR)
k (jumlah parameter yang diestimasi pada UR)
n (jumlah observasi)
Jadi Besarnya F hitung adalah sebagai berikut:
(SSRr-SSRu)/r (173,225-5,725) / 5
F=
SSRu / (n-k)
5,725 / 44-10

= 5 parameter
= 5 (masy.) + 5 (dewan)
= 44
= 199,404

Nilai F hitung akan dibandingkan dengan F tabel, jika F hitung > dari F tabel, maka
hipotesis penelitian dapat diterima. Nilai F Tabel dengan tingkat signifikansi 5% adalah
2,45, oleh karena itu F hitung jauh lebih besar dari pada F tabel, sehingga hipotesis
kelima dari penelitian ini dapat diterima. Jadi fungsi pengawasan keuangan daerah
berbeda secara signifikan antara kelompok sampel masyarakat dan kelompok sampel
Dewan. Perbedaan yang signifikan tersebut juga dapat dilihat dari p value yang berbeda
jauh antara kelompok masyarakat dan kelompok Dewan. Perbedaan tersebut menurut
penulis dikarenakan adanya pemahaman yang berbeda antara masyarakat dan dewan
dalam memahami variabel penelitian. Hasil statistik yang berbeda juga didukung oleh
hasil wawancara yang dilakukan dengan kelompok masyarakat maupun kelompok
Dewan.
V. SIMPULAN, KETERBATASAN DAN IMPLIKASI
5.1.Simpulan
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh akuntabilitas publik, partisipasi
masyarakat dan transparansi kebijakan publik terhadap hubungan antara pengetahuan
anggaran dengan pengawasan APBD. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pertama,
pengetahuan anggaran berpengaruh signifikan terhadap pengawasan APBD baik menurut
sample dewan maupun masyarakat. Pengaruh yang ditunjukan adalah positif artinya
semakin tinggi pengetahuan dewan tentang anggaran maka pengawasan yang dilakukan
semakin meningkat. Kedua, interaksi pengetahuan anggaran dengan akuntabilitas publik
berpengaruh signifikan terhadap pengawasan APBD baik menurut sampel dewan maupun
sample masyarakat. Hubungan yang di tunjukan adalah negatif artinya semakin tinggi
akuntabilitas maka pengawasan yang dilakukan oleh dewan semakin menurun. Ketiga,
interaksi pengetahuan anggaran dengan partisipasi masyarakat berpengaruh signifikan
terhadap pengawasan APBD menurut dewan, sedangkan menurut masyarakat tidak
signifikan. Keempat, interaksi pengetahuan anggaran dengan transparansi kebijakan
publik tidak berpengaruh signifikan terhadap pengawasan APBD baik menurut dewan
maupun masyarakat. Terakhir, terdapat perbedaan signifikan antara fungsi pengawasan
APBD menurut dewan dan masyarakat.
5.2.Keterbatasan
Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah hanya anggota DPRD se-Malang
Raya yang terdiri dari Kota Malang, Kabupaten Malang dan Kota Batu. Hal ini

menyebabkan kesimpulan dari hasil penelitian tidak dapat mengeneralisir untuk setting
yang lain. Kelemahan lain, pada saat penyampelan peneliti mengambil semua sampel
anggota dewan, tidak spesifik kepada Komisi C (Keuangan) dan Panitia Anggaran yang
terlibat secara langsung dalam mekanisme anggaran. Sementara untuk sampel
masyarakat, peneliti tidak menyeleksi secara ketat karena keterbatasan waktu.
5.3.Implikasi
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan literatur akuntansi
khususnya akuntansi sektor publik dalam hal sistem pengendalian manajemen. Implikasi
bagi penelitian selanjutnya mengembangkan sampel yang lebih luas untuk anggota
DPRD Propinsi atau bahkan DPRD Pusat. Diharapkan sampel yang diambil hanya
anggota dewan pada Komisi C (Keuangan) dan Panitia Anggaran. Kemudian untuk
sampel masyarakat diharapkan responden benar-benar di seleksi secara ketat sehingga
didapatkan responden yang tepat. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengontrol
variabel pengetahuan dengan cara membedakan anggota dewan yang mempunyai masa
jabatan lebih dari satu periode. Variabel lain yang dapat diteliti adalah kualitas SDM
yang dapat diidentifikasi dalam bentuk pendidikan & pelatihan dan variabel-variabel lain
yang berhubungan dengan prinsip-prinsip penyusunan anggaran seperti anggaran kinerja,
prinsip value for money, prinsip disiplin anggaran dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, A., Muslim, M. dkk, 2002, Good governance dan Penguatan Institusi Daerah ,
Masyarakat Transparansi Indonesia, Jakarta.
Andriani, Rini, 2002, Pengaruh Pengetahuan dan RPPs terhadap peranan DPRD dalam
Pengawasan Anggaran (Studi Kasus pada DPRD se-Propinsi Bengkulu, Tesis
Program Pasca Sarjana UGM, Jogjakarta.
Bazwir, Revrisond, 1999, Akutansi Pemerintah Indonesia , Edisi Tiga BPFE Jogjakarta.
Fatchurrochman, Agam, 2002, Manajemen Keuangan Publik, Materi Pelatihan Anti
Korupsi, Indonesian Coruption Watch, 23-25 Januari 2002, Jakarta.
Halim, Abdul, 2003, Bunga Rampai Keuangan Daerah, UPP AMP YKPN, Jogjakarta.
Indradi, Syamsiar, 2001, Pengaruh Pendidikan dan Pengalaman anggota DPRD dengan
Proses Pembuatan Peraturan Daerah, Tesis S2 Tidak di Publikasikan, Program
Pasca Sarjana Ilmu Administrasi Negara, Universitas Brawijaya Malang.
Kaiser, H. Dan Rice, J., 1974, Educational and Psycological Measurement, Volume 34,
No.1, hal 111-117.

Luthfi, JK., 2003, Diskusi Anggaran Publik, 2 Agustus 2003, Malang Coruption Watch,
Malang
Mardiasmo, 2001, Pengawasan, Pengendalian, dan Pemeriksaan Kinerja Pemerintah
Daerah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah, Andi, Jogjakarta.
Mardiasmo, 2002, Otonomi dan Manajemen Keuangan daerah, Andi, Jogjakarta.
Mardiasmo, 2003, Konsep Ideal Akuntabilitas dan Transparansi Organisasi Layanan
Publik, Majalah Swara MEP, Vol. 3 No. 8 Maret, MEP UGM, Jogjakarta.
Nunnaly, 1967, Psycometric Theory, McGraw-Hill, New York.
Republik Indonesia, 2001, Undang-Undang No. 22 dan 25 tahun 1999 tentang
Pemerintah Daerah, Citra Umbara, Bandung.
_______________, 2001, Peraturan Pemerintah No. 105 tahun 1999 tentang
Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Anggaran, Citra Umbara, Bandung.
Pramono, Agus H., 2002, Pengawasan Legislative terhadap Ekesekutif dalam
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, Tesis S2 Tidak di Publikasikan, Program
Pasca Sarjana Ilmu Administrasi Negara, Universitas Brawijaya Malang.
Rubin, Irene, 1996, Budgetting for Accountability: Municipal Budgeting for the 1990s,
Jurnal Public Budgeting & Finance, Summer, hal. 112-132.
Sjamsudin, Syamsiar, 2001, Hubungan Kualitas Anggota DPRD terhadap Partisipasinya
dalam Proses Kebijakan Daerah di Kabupaten Malang, Laporan Penelitian
dalam Jurnal Ilmiah Sosial, Vol.13, No.2, Malang.
Sopanah dan Mardiasmo, 2003, Pengaruh Partisipasi Masyarakat dan Transparansi
Kebijakan Publik terhadap Hubungan antara Pengetahuan Dewan tentang
Anggaran dengan Pengawasan Keuangan Daerah, Simposium Nasional
Akuntansi (SNA) VI 16-17 Oktober di Surabaya.
Sopanah, 2004, Menyoal Anggaran Publik, dalam Pesangon Gate, Bulletin Suara
Korban, Malang Corruption Watch (MCW), Edisi 1 Maret 2004
______, 2004, Membongkar Jaringan Asmara , dalam Menyingkap Sisi Gelap
Musbangkel Bulletin Suara Korban, Malang Corruption Watch (MCW), Edisi III
Mei 2004
Sulistoni, G., 2003, Fiqh korupsi: Amanah Vs Kekuasaan, SOMASI, Nusa Tenggara
Barat.

Sutarnoto, Tejo, 2002, Pengaruh Kualitas SDM Aparatur terhadap Kinerja Pegawai,
Tesis S2 Tidak di Publikasikan, Program Pasca Sarjana Ilmu Administrasi
Negara, Universitas Brawijaya Malang.
Yudoyono, Bambang, 2002, Optimalisasi Peran DPRD dalam Penyelenggaraan
PemerintahDaerah,http://www.bangda.depdagri.go.id./jurnal/jendela/jendela3.
htm.

Lampiran
Variabel Independen
Variabel Dependen
Variabel Moderating
Akuntabilitas Publik
Partisipasi Masyarakat
Transparansi Kebijakan Publik
Pengetahuan Anggaran
Pengawasan Keuangan Daerah (APBD)
Tabel 1: Pengiriman dan Tingkat Pengembalian Kuesioner
Keterangan
Kuesioner yang disebarkan

115

∑ Masyarakat
115

2.

Kuesioner yang kembali

61

68

3.

Kuesioner yang tidak lengkap

17

14

4.

Kuesioner yang di keluarkan

-

10

5.

Kuesioner yang diolah

44

44

6.

Respon rate (Prosentase)

53%

59%

No
1.

∑ DPRD

Tabel 2: Hasil Uji Reliabilitas dan Validitas dengan Sampel Dewan
No Variabel

Dewan
Cronbach Kaiser,s
MSA

0,72
0,73

Masyarakat
Eigen Cronbach Kaiser,s
V
MSA

1,76
0,73
0,69

Eigen
V
3,23

0,57

2,80

0,51

0,52

3,92

0,51

0,71

2,84

0,50

0,51

3,09

0,52

0,56

2,97

0,53

0,55

3,83

Pengawasan APBD 0,76

0,67

2,90

0,71

0,55

3,80

Pengetahuan
Anggaran
Akuntabilitas Publik 0,52
Partisipasi
Masyarakat
Transparansi KP

Tabel 3 : Demografi Responden Dewan
No
Daerah

Keterangan
Kota Malang

Jumlah Prosentase
22
50 %

Kabupaten Malang

11

25 %

11

Jenis Kelamin

Kota Batu
Laki-laki

25 %
91 %

4

Usia

Perempuan
30-39 Tahun

9%
25 %

40-49 Tahun

22

50 %

50-59 Tahun
SLTA

11

25 %
18 %

D1

1

2,5 %

D3

1

2,5 %

S1

24

55 %

S2
Wiraswasta

10

22 %
59 %

Swasta

2

5%

TNI/POLRI

4

9%

Pengajar

8

18 %

PNS
Ketua

4

9%

Pendidikan

Pekerjaan

Jabatan di DPRD

40

11

8

26

3

Wakil Ketua
Anggota
Lama menjadi Anggota DPRD 1 Periode

Fraksi

> 1 Periode
TNI/ POLRI

6%
9

21 %

32

73 %
14 %

38

86 %
7%

6

3

Komisi

GOLKAR

8

18 %

PDI-P

15

34 %

PKB

12

27 %

Gabungan (PAN-PBB-PK-PPP)
6
Komisi A
7

14 %
16%

Komisi B

4

9%

Komisi C

13

29%

Komisi D

11

25%

Komisi E

9

21%

Sumber: Data diolah

Tabel 4: Demografi Responden Masyarakat
No Keterangan
1.
Jenis kelamin

Laki-Laki

2.

Perempuan
LSM

3.

Institusi

Usia

Jumlah
32

Prosentase
73%

12
15

27%
34%

Ormas

6

14%

Akademisi

11

25%

Mahasiswa

7

16%

Media Masa
20-29 Tahun

5

11%

12

27%

30-39 Tahun

17

39%

40-49 Tahun

9

20%

50-59 Tahun

6

14%

4.

5.

Pendidikan

SLTA

Pengalaman Organisasi

5

11%

D3

2

5%

S1

27

61%

S2

8

18%

S3
1 Organisasi

2

5%

4

9%

2 Organisasi

13

30%

>2 Organisasi

27

61%

Sumber: Data diolah
Tabel 5: Hasil Regresi Hipotesis Pertama
No. Keterangan

n

1.

44 13,5%

Sampel Masy.

R2

F

Sig

Nilai Koefisien

t-val

p-val

2,065

3,959 0,000

6,527 0,014

Konstanta
0,334
2.

Pengetahuan
Sampel Dewan

44 9,2%

2,555 0,014

4,253 0,045
2,705

8,072 0,000

Konstanta
0,176

2,062 0,045

Pengetahuan
Tabel 6: Hasil Regresi Hipotesis Kedua
No Keterangan

n R2

F

Sig

1. Sampel Masyarakat

44 27,3% 2,860 0,027

Nilai
Koefisien

t-val p-val

-2,886

0,728
0,350
0,392
0,866
0,317
0,015

Konstanta
1,814
Pengetahuan
-1,304
Akuntabilitas Publik
-0,318

Interaksi Pengetahuan &
Akuntabilitas Publik

0,605
0,710

2. Sampel Dewan

44 37,6% 4,587 0,002
11,980

2,992 0,005

Konstanta
-1,753
Pengetahuan
0,198
Akuntabilitas Publik
-0,187
Interaksi Pengetahuan &
Akuntabilitas Publik

- 0,094
1,720
0,013
0,608
0,036
0,319

Tabel 7: Hasil Regresi Hipotesis Ketiga
No Keterangan

n R2

F

Sig

1. Sampel Masyarakat

44 27,3% 2,860 0,027

Nilai
Koefisien

t-val p-val

-2,886

0,728
0,350
0,392
0,866
0,117
1,605
0,095
1,710

Konstanta
1,814
Pengetahuan
2,304
Partisipasi Masyarakat
-0,618
Interaksi Pengetahuan &
Partisipasi
2. Sampel Dewan

44 37,6% 4,587 0,002
11,980

2,992 0,005

Konstanta
-1,753
Pengetahuan
-3,198
Partisipasi Masyarakat
0,787
Interaksi Pengetahuan &
Partisipasi

- 0,094
1,720
0,013
2,608 0,016
2,519

Tabel 8: Hasil Regresi Hipotesis Keempat
No Keterangan

n R2

F

Sig

1. Sampel Masyarakat

44 27,3% 2,860 0,027

Nilai
Koefisien

t-val p-val

-2,886

0,728
0,350
0,392
0,866
0,451
0,761 0,495

Konstanta
1,814
Pengetahuan
-1,084
Transparansi KP
0,249
Interaksi Pengetahuan &
Transparansi
2. Sampel Dewan

0,689
44 37,6% 4,587 0,002
11,980

2,992 0,005

Konstanta
-1,753
Pengetahuan
0,152
Transparansi KP
-0,135
Interaksi Pengetahuan &
Transparansi

- 0,094
1,720
0,857
0,182
0,528
0,637

Lampiran Kuesioner
PENGETAHUAN ANGGARAN (X1)
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.

PERTANYAAN
Dewan mengetahui bagaimana cara penyusunan APBD

(5) (4) (3) (2) (1)
SS S TT TS STS

Jika terjadi pemborosan atau kegagalan di dalam pelaksanaan
kegiatan/proyek pembangunan dewan sulit mengidentifikasi
Pelaksanaan APBD yang sebenarnya harus dilakukan oleh
eksekutif dapat dewan pahami
Dewan tidak tahu bagaimana cara penyusunan APBD yang
sebenarnya
Jika terjadi kebocoran dalam pelaksanaan APBD, dewan
mengetahui.
Praktik pelaksanaan APBD dilapangan ternyata sungguh
sangat berbeda dan banyak yang tidak sesuai

SS S TT TS STS
SS S TT TS STS
SS S TT TS STS
SS S TT TS STS
SS S TT TS STS

7.

Dewan mampu mengidentifikasi pemborosan atau kegagalan SS S TT TS STS
di dalam pelaksanaan kegiatan/proyek pembangunan pada
anggaran tahun berjalan secara rinci.
Dewan tidak mengetahui jika terjadi kebocoran dalam
SS S TT TS STS
pelaksanaan APBD.

8.

AKUNTABILITAS PUBLIK (X2)
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10
11
12

PERTANYAAN
Renstrada dan Arah Kebijakan Umum (AKU) APBD
merupakan dasar dalam penyusunan APBD
Proses Penyusuanan APBD melibatkan semua elemen-elemen
masyarakat
APBD disajikan secara terbuka, cepat, dan tepat kepada
seluruh masyarakat.
Kepentingan publik dan golongan menjadi pertimbangan
utama dalam penyusunan APBD
Hanya masyarakat tertentu yang terlibat dalam penyusunan
APBD
APBD merupakan barang rahasia sehingga masyarakat tidak
perlu tahu.
Indikator kinerja telah digunakan untuk mengevaluasi APBD

(5) (4) (3) (2) (1)
SS S TT TS STS

Pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBD di awasi secara
kontinue
Penyajian APBD harus menyertakan informasi masa masa
lalu (sebelumnya)
Dalam mengevaluasi APBD hanya memperbandingkan
anggaran dengan realisasinya
Pengawasan APBD tidak perlu dilakukan secara kontinue
Informasi masa lalu (sebelumnya) tidak perlu disajikan dalam
nota perhitungan APBD

SS S TT TS STS

SS S TT TS STS
SS S TT TS STS
SS S TT TS STS
SS S TT TS STS
SS S TT TS STS
SS S TT TS STS

S

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis korelasi antara lama penggunaan pil KB kombinasi dan tingkat keparahan gingivitas pada wanita pengguna PIL KB kombinasi di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember

11 241 64

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten Jember)

37 330 20

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22