KAJIAN AUDIT ORGANISASI INSTANSI PEMERIN

KAJIAN AUDIT ORGANISASI INSTANSI PEMERINTAH
Oleh Drs. Denny Hernawan M.A.

1. PENDAHULUAN
Reformasi birokrasi pada saat sekarang merupakan salah satu
arus utama (mainstream) dalam mewujudkan tata kepemerintahan
yang baik. Munculnya reformasi itu sendiri tidak terlepas dari adanya
perubahan dalam faktor lingkungan, baik lingkungan internal maupun
eksternal. Secara internal, birokrasi dituntut untuk berubah karena
organisasi birokrasi harus

lebih kompeten dalam melaksanakan

tugasnya, efisien dalam struktur tanpa harus menghambat fungsi yang
harus diembannya, atau penekanan pencapaian tujuan yang harus
memperhatikan misi (mission driven). Sedangkan secara eksternal,
birokrasi tidak bisa mengabaikan tuntutan masyarakat yang sangat
kuat agar birokrasi memberikan pelayanan publik yang lebih baik dan
berkualitas, perubahan sistem politik, ekonomi dan sosial yang terjadi
secara signifikan, atau bahkan adanya kaitan tertentu dengan pihak
luar negeri yang mengharuskan dilakukannya perubahan. Kombinasi

diantara kedua faktor tersebut membuat birokrasi harus melakukan
perubahan, baik perubahan dalam cara berfikir (perubahan paradigma)
maupun

perubahan

keorganisasian

dan

manajemen

tentang

bagaimana pemerintahan menjadi lebih adaptif dan efektif dalam
menghadapi perubahan yang terjadi.
Perkembangan paradigma pemerintahan di berbagai negara
sedang mengalami proses pergeseran dari ruling government menuju

governance dan penciptaan administrasi pemerintahan yang berhasil

guna, berdaya guna, dan berkeadilan. Hal ini telah menimbulkan
kesadaran

setiap

orang

,terutama

aparat

pemerintah,

untuk

senantiasa tanggap pada tuntutan lingkungannya dengan berupaya
Kajian Audit Organisasi Instansi Pemerintah_Denny Hernawan

Page 1


memberikan pelayanan terbaik, transparan dan akuntabel. Sebagai
konsekuensinya, organisasi pemerintahan harus menjalankan misinya
sebagai suatu paradigma atau pendekatan baru, yang ditandai oleh
terbangunnya suatu sistem hukum yang kuat dan komprehensif,
melalui

mana

seluruh

interaksi

kekuasaan

dan

pemerintahan

dikendalikan oleh sistem administrasi yang bekerja secara tertib dan
teratur. Jika dikaitkan dengan demokrasi,


maka proses governing

merupakan awal dari kelahiran pemerintahan demokrasi, dan proses

administering merupakan wujud yang lebih menjamin kelangsungan
pemerintahan yang demokratis.
Semangat reformasi sudah dimulai sejak hampir sepuluh tahun
yang lalu, namun belum terlihat perubahan yang signifikan dalam
rangka reformasi birokrasi yang dilakukan pemerintah. Hal ini ditandai
dengan kualitas pelayanan publik yang masih rendah. Permasalahan
yang lain adalah masih adanya ketidak-efisienan dan ketidak-efektifan
dalam birokrasi, serta belum diterapkannya manajemen berbasis
kinerja pada instansi pemerintah. Kondisi tersebut diperkuat oleh hasil
sejumlah survey yang dilakukan oleh sejumlah pihak (dalam dan luar
negeri) tentang profil birokrasi kita dengan cara mengukur persepsi
dan kepuasan publik tentang kinerja birokrasi khususnya dalam
pelayanan publik untuk sektor bisnis.
Salah satu cara menilai kinerja birokrasi dalam kaitannya dengan
perkembangan di sektor bisnis adalah dengan menggunakan indikator

kemudahan usaha. Untuk itu, setiap tahun International Finance
Corporation (IFC) mempublikasikan laporan tahunan yang disebut

Doing Business Report (DBR) dengan maksud menyediakan informasi
akurat dan objektif terhadap regulasi usaha dari negara-negara yang
disurveinya.

Selain

itu,

DBR

juga

menjadi

pedoman

untuk


mengevaluasi sejumlah regulasi yang secara langsung berdampak
Kajian Audit Organisasi Instansi Pemerintah_Denny Hernawan

Page 2

pada pertumbuhan ekonomi, membuat perbandingan antar negara,
dan mengidentifikasi reformasi yang telah ditentukan. Dalam survey ini
ada 10 indikator yang dinilai yaitu : kemudahan memulai usaha,
kemudahan memperoleh izin, ketenagakerjaan, penyediaan lahan dan
bangunan, kemudahan memperoleh kredit, perlindungan terhadap
investor, pembayaran pajak, perdagangan lintas batas, kepatuhan
dalam memenuhi kontrak, dan mengakhiri bisnis. Untuk kepentingan
perbandingan, di bawah ini ditampilkan hasil survey DBR 2007 tentang
kemudahan berusaha untuk beberapa Negara ASEAN dibanding
Indonesia berdasarkan beberapa indikator terpilih .
Tabel 1
Perbandingan Kinerja Birokrasi Negara Anggota ASEAN
Berdasarkan Indikator Kemudahan Usaha


INDIKATOR
Negara

Memulai

Mendapat

Penyediaan

Pembayaran

usaha

perizinan

lahan dan

pajak

bangunan

Jumlah

Indonesi

hari

Jumlah

hari

Jumlah

hari

Jumlah

Prosed

Prosed


Prosed

pembayar

ur

ur

ur

an

jam

12

105

19


196

7

42

51

266

5

6

11

102

3


9

5

49

Thailand

8

33

11

156

2

2

35

264

Malaysi

9

24

25

285

5

144

35

166

a
Singapu
ra

a
Kajian Audit Organisasi Instansi Pemerintah_Denny Hernawan

Page 3

Brunei

18

116

32

167

n.a

n.a

15

144

Vietnam

11

50

13

194

4

67

32

105
0

Filipina

15

58

21

177

8

33

47

195

Kamboj

10

86

23

709

7

56

27

137

a
Sumber: IFC, Doing Business Report, 2007

Sedangkan dilihat dari segi peringkat kemudahan berusaha di
lingkup ASEAN untuk kurun waktu tahun 2006 – 2008, kinerja birokrasi
masing-masing negara anggota dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2
Perbandingan Kinerja Birokrasi Negara Anggota ASEAN
Peringkat Kemudahan Berusaha

Tahun
2006

2007

2008

Indonesia

135

123

129

Singapura

1

1

1

Thailand

17

15

13

Malaysia

21

24

20

Brunei

66

78

88

Vietnam

94

91

92

Filipina

130

133

140

Kamboja

146

145

135

Negara

Kajian Audit Organisasi Instansi Pemerintah_Denny Hernawan

Page 4

Sumber : IFC, Doing Business Report, 2008
Dari kedua tabel tersebut terlihat bahwa kinerja birokrasi kita
dalam

memberikan

pelayanan

publik

yang

berorientasi

pada

kemudahan berusaha masih jauh dari harapan. Dari sisi peringkat
kemudahan berusaha secara keseluruhan di lingkungan ASEAN,
Indonesia dinilai “hanya” lebih baik dibanding Filipina dan Kamboja.
Sungguhpun demikian, perlu dilakukan penilaian kritis atas survey
tersebut. IFC sendiri menyebutkan bahwa peringkat kemudahan
berusaha tidak mencakup semua aspek investasi karena lingkupnya
hanya terbatas pada regulasi berusaha. Perhitungan peringkat tidak
memperhitungkan kualitas infrastruktur, perlindungan hak milik dari
pencurian, transparansi pengadaan barang pemerintah serta tidak
mencerminkan kondisi makro suatu Negara. Tetapi peringkat yang
tinggi menunjukkan pemerintah negara yang bersangkutan berhasil
menciptakan regulasi yang mendorong iklim berusaha yang semakin
kondusif.
Selain itu, kinerja birokrasi dari sisi persepsi publik atau
masyarakat umum dapat dilihat dari aspek integritas publik. Salah satu
alat ukur yang sering digunakan dalam skala internasional adalah
mengukur

persepsi

publik

instansi/organisasi

publik

Perception

(CPI).

Index

tentang

melalui

korupsi

apa

Transparency

yang

yang

dilakukan

disebut

Corruption

International

setiap

tahun

mengeluarkan laporan tentang CPI Global untuk melihat kemajuan
pemberantasan korupsi pada skala global. Khusus untuk Indonesia,
capaian angka CPI secara umum masih memprihatinkan. Dengan skor
yang “stabil” pada angka di bawah 3 (dalam skala 10) selama kurun
waktu

sepuluh

dipersepsikan

tahun
oleh

terakhir

publik

(1998

sebagai



2008),

sesuatu

korupsi

yang

masih

masih
luas

dipraktekan pada birokrasi dan sangat sulit diberantas. Tahun 2008,
Kajian Audit Organisasi Instansi Pemerintah_Denny Hernawan

Page 5

misalnya, Indonesia memiliki angka CPI 2,6 dan angka ini jauh lebih
baik dari angka tahun sebelumnya (2007) yaitu sebesar 2,3. Ada
perbaikan

memang,

namun

secara

keseluruhan

masih

memprihatinkan. Adapun data CPI dan peringkat Indonesia untuk data

time series tahun 1998 – 2008 dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

Tabel 3
Angka CPI dan Peringkat Indonesia
(1998 – 2008)
No

Tahun

Angka CPI

Peringkat

1

1998

2.0

80

2

1999

1.7

98

3

2000

1.7

85

4

2001

1.9

88

5

2002

1.9

96

6

2003

1.9

122

7

2004

2.0

133

8

2005

2.2

137

9

2006

2.4

130

10

2007

2.3

143

11

2008

2.6

126

Sumber : Transparancy International, 2008
Sebaliknya,

hasil

kajian

yang

dilakukan

Bappenas

(2006)

memberikan hasil yang agak berbeda. Dengan lebih terfokus pada
Kajian Audit Organisasi Instansi Pemerintah_Denny Hernawan

Page 6

persepsi instansi pemerintah sebagai responden, secara umum hasil
kajian memperlihatkan adanya kondisi yang sangat bervariasi dari
instansi pemerintah bila dilihat dari sisi manejemen pemerintahan.
Terdapat berbagai keunggulan yang telah dimiliki instansi pemerintah,
selain ada juga sejumlah kelemahan yang harus diperbaiki. Pada
dasarnya sebagian besar instansi pemerintah telah menerapkan sistem
manajemen yang baik di lingkungan instansinya.
Sementara

itu,

citra

buruk

dari

sisi

kinerja

justeru

tidak

berbanding lurus dengan ketersediaan SDM pegawai negeri yang
selalu meningkat dari waktu ke waktu seperti dapat dilihat pada tabel
di bawah ini.
Tabel 4
JUMLAH PNS MENURUT JENIS
(Tahun 2003 – 2007)
Prosenta
N
o

se

TAHUN
RINCIAN

(%)
2003

2004

2005

2006

2007

3.648.0

3.587.3

3.662.3

3.725.2

4.067.2

05

37

36

28

01

840.007

824.562

865.803

875.659

856.107

2.807.9

2.762.7

2.796.5

2.849.5

3.211.0

98

75

33

69

94

PNS Pusat
dan

100

Daerah
1

PNS Pusat

2

PNS Daerah

21.05

78.95

Sumber : Badan Kepegawaian Negara, 2008
Kajian Audit Organisasi Instansi Pemerintah_Denny Hernawan

Page 7

Dari data tersebut terlihat jelas bahwa peningkatan jumlah pegawai
tidak diikuti dengan peningkatan kinerja pegawai. Dalam kaitan ini,
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara menemukan bahwa ada
314.000 PNS yang tidak jelas statusnya dan 66.000 PNS menerima gaji
dobel (Media Indonesia, 29 Mei 2006). Sedangkan penelitian Miftah
Thoha (2004) menunjukkan bahwa pegawai pemerintah yang efektif
bekerja hanya 60 % dari jumlah 3.648.000 PNS. Data terakhir yang
dikemukakan Miftah Thoha (Oktober 2008) menunjukkan adanya
perubahan yang signifikan. Jumlah sumberdaya aparatur menjadi
kurang lebih 4,1 juta orang dan yang efektif bekerja (kompeten) hanya
40 % saja.
Dari seluruh paparan serta data yang telah dikemukakan terlihat
jelas bahwa salah satu bagian mendesak dari upaya reformasi birokrasi
adalah melakukan penataan kelembagaan organisasi pemerintah,
karena ada pernyataan atau sinyalemen bahwa organisasi pemerintah
adalah organisasi yang tidak efektif, tidak efisien, dan tidak produktif,
serta

belum

berorientasi

pada

hasil.

Dalam

konteks

tersebut

diperlukan langkah-langkah untuk melakukan kajian keorganisasian
yang pada akhirnya nanti diikuti dengan perlunya audit organisasi
pemerintah. Langkah awal yang dapat dilakukan adalah melakukan
identifikasi terhadap komponen-komponen organisasi yang dinilai
pokok sehingga dapat diperoleh “gambar besar” tentang suatu
organisasi. Dari hasil identifikasi tersebut diharapkan dapat diperoleh
kerangka atau model yang dapat dirujuk bila pada tahapan lanjutan
akan dilakukan audit organisasi pemerintah. Hal ini dinilai penting
sebagai bagian dari pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 60
Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah yang salah
satu aspek pengendaliannya berkaitan dengan aspek keorganisasian
ini.

Kajian Audit Organisasi Instansi Pemerintah_Denny Hernawan

Page 8

2. KONSEP
ORGANISASI

DASAR

:

AUDIT,

ORGANISASI

DAN

AUDIT

Ada sejumlah konsep dasar yang berkaitan dengan audit
organisasi, yaitu konsep tentang audit, organisasi dan audit organisasi.
Pertama, terminologi audit. Public Audit Forum (November 2002)
menyebutkan bahwa :
“The term 'audit' is increasingly coming to be used in a
generalised sense, to mean any form of scrutiny or review of
systems, processes or outputs. However, in the sense in which it
has more traditionally been used, audit is the process by which
the annual accounts of public and private sector bodies are
subject to external scrutiny to provide independent assurance
that they have been prepared in accordance with relevant legal
and professional standards…”
Dari pendapat tersebut terlihat bahwa secara umum audit sering
dimaknai sebagai “setiap bentuk pemeriksaan atau tinjauan ulang atas
sistem,

proses

atau

keluaran.”

Namun,

lebih

jauh

audit

merupakan ,”proses dimana laporan tahunan badan-badan (baik publik
atau privat) bersifat terbuka terhadap pemeriksaan eksternal untuk
menjamin independensi yang sesuai dengan ketentuan hukum dan
standar professional yang relevan”.
Dengan demikian komponen penting audit adalah :
a. laporan kegiatan atau program dari badan-badan publik (atau
privat) bersifat terbuka terhadap pemeriksaaan eksternal (prinsip
keterbukaan);
b. pemeriksaan eksternal tersebut dimaksudkan agar badan-badan
tersebut mampu menyediakan jaminan bahwa apa yang mereka
rencanakan telah dilaksanakan sesuai ketentuan hukum dan
standar professional (prinsip kepatuhan).

Kajian Audit Organisasi Instansi Pemerintah_Denny Hernawan

Page 9

c. Bentuk kegiatan audit adalah berupa pemeriksaan (scrutiny)
atau tinjauan ulang (review).

Kedua,

terminologI

organisasi.

Organisasi

pada

dasarnya

merupakan wadah dan proses untuk mencapai tujuan. Tujuan inilah
yang

menjadi

raison

d’etre

dari

eksistensi

organisasi.

Untuk

memahami “isi” atau “komponen pokok” dari organisasi ini ada
sejumlah
Ivancevich,

pandangan
Donnelly

pakar
dan

organisasi
Konopaske

yang
(2006)

beragam.

Gibson,

dalam

bukunya

ORGANIZATIONS : Behavior, Structure and Processes berpendapat
bahwa di dalam organisasi (apapun bentuknya) ada 3 komponen
penting, yaitu :
A. PERILAKU, berkaitan dengan manifestasi sikap yang dimiliki
seseorang

yang

berpengaruh

terhadap

berfungsinya

organisasi.

Komponen perilaku dalam organisasi terdiri dari :
1. Perilaku Individual
a. perilaku individual dan perbedaannya.
b. motivasi.
c. tekanan di tempat kerja (workplace stress).
2. Perilaku: Pengaruh Kelompok dan Interpersonal
a. perilaku kelompok dan tim.
b. konflik dan negosiasi.
c. kekuasaan dan politik (power and politics).
d. kepemimpinan (leadership).
B. STRUKTUR, berkaitan dengan penetapan pola-pola hubungan dalam
suatu organisasi dan penetapan koordinasi antara teknologi dan
manusia dalam organisasi. Komponen struktur terdiri dari :
1. rancangan kerja
Kajian Audit Organisasi Instansi Pemerintah_Denny Hernawan

Page 10

2. struktur organisasi
C. PROSES, berkaitan dengan aktivitas-aktivitas

yang membuat

struktur organisasi berjalan. Proses dalam organisasi meliputi :
1. proses komunikasi
2. proses pembuatan keputusan
3. pembelajaran dan perubahan organisasi
Ketiga komponen itulah yang akan menentukan keefektifan suatu
organisasi. Hampir sama dengan Gibson et.al, dengan menggunakan
pendekatan sistem (system approach), Arlyn J. Melcher (1976) dalam
bukunya STRUCTURE AND PROCESS OF ORGANIZATIONS: A System

Approach menyebutkan bahwa organisasi meliputi 3 komponen
penting, yaitu:
A. variabel struktural primer, yang didalamnya mencakup :
1. Ukuran organisasi.
2. Alur kerja.
3. Kompleksitas tugas.
4. Faktor ruang-fisik.

B. variabel struktural sekunder, yang terdiri dari :
1.

Hubungan

kewenangan

formal

:

delegasi

dan

departementasi.
2. Sistem kontrol formal: standar dan penghargaan-hukuman
C. proses kepemimpinan, yang terdiri dari :
1. representasi.
2. kepatuhan pada aturan (rule adherence).
3. partisipasi.
4. arahan.
Kajian Audit Organisasi Instansi Pemerintah_Denny Hernawan

Page 11

5. dorongan (inducements).
Sedangkan Richard H. Hall dalam bukunya Organization: Structure and

Process (1992) menyatakan bahwa organisasi terdiri atas 2 komponen
pokok, yaitu:
A. struktur keorganisasian (organizational structure), yang terdiri
dari :
1. struktur organisasi.
2. kompleksitas.
3. formalisasi.
4. sentralisasi.
5. desentralisasi.
B. proses keorganisasian (organizational process), yang terdiri dari :
1. kekuasaan dan konflik.
2. kepemimpinan.
3. pembuatan keputusan.
4. komunikasi.
5. perubahan organisasi.
Bila diperhatikan secara seksama ternyata diantara ketiga pakar
tersebut terdapat persamaan dalam melihat organisasi dari segi isi
atau

komponennya.

Ketiganya

menilai

bahwa

dalam

organisasi

setidaknya selalu terdapat 2 komponen penting yaitu struktur dan

proses. Organisasi tidak akan mencapai tujuannya bila struktur
organisasi yang ada tidak sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai
serta proses keorganisasian yang ada tidak berlangsung secara baik
(efektif). Namun, kiranya perlu ditambahkan pula satu komponen lain
yang dinilai vital dalam pencapaian tujuan yaitu kepemimpinan

(leadership). Kepemimpinan berkaitan dengan upaya atau kemampuan
Kajian Audit Organisasi Instansi Pemerintah_Denny Hernawan

Page 12

untuk menggunakan tipe-tipe pemengaruhan (influence) tertentu
dalam

medorong

individu

mencapai

tujuannya.

Pentingnya

kepemimpinan didasarkan pada asumsi bahwa tujuan akan tercapai
secara efektif hanya jika kepemimpinan berjalan secara efektif. Selain
itu, tugas pokok seorang pemimpin dalam organisasi apapun adalah
melakukan transformasi atas semua potensi sumberdaya yang dimiliki
organisasi menjadi sesuatu yang nyata. Dengan, kata lain tugas utama
pemimpin adalah mengubah potensi menjadi realisasi. Dalam kaitan
terakhir inilah arti penting kepemimpinan harus diletakkan.
Selain

ketiga

komponen

tersebut

perlu

juga

dipertimbangkan

komponen lain yang dinilai dapat mempengaruhi eksistensi organisasi.
Richard L. Daft (1992) menyebutnya sebagai komponen kontekstual
dan Ingstrup dan Crookall (1998) menyebutnya sebagai pilar organisasi
untuk menggambarkan beberapa komponen organisasi yang secara
makro akan mempengaruhi eksistensi organisasi. Diantara sejumlah
komponen

organisasi

yang

mereka

maksudkan

ada

sejumlah

komponen yang dinilai penting, yaitu :
1. Tujuan organisasi (aim),

beserta derivasinya seperti visi dan

misi.
2. Akuntabilitas, sebagai sebuah konsep kunci yang terkait dengan
komponen struktur dalam organisasi.
3. Kepercayaan (trust), sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
kultur organisasi.
Urgensi ketiga komponen tambahan tersebut tidak terbantahkan.
Tujuan merupakan jawaban atas pertanyaan filosofis tentang mengapa
organisasi itu ada (exist). Sementara itu, akuntabilitas (secara esensial
merupakan kewajiban) merupakan sebuah konsep penting yang
menjadi “penyeimbang” dari adanya konsep kewenangan (secara
esensial merupakan hak). Sedangkan urgensi kepercayaan dalam
konteks organisasi, dengan mengutip pendapat Ingstrup dan Crookall,

Kajian Audit Organisasi Instansi Pemerintah_Denny Hernawan

Page 13

diibaratkan sebagai “pelumas” yang akan menentukan lancar atau
tidaknya roda organisasi berjalan.
Ketiga,
tentang

terminologi

terminologi

audit

audit

organisasi.

serta

Berdasarkan

organisasi

seperti

deskripsi

yang

telah

dikemukakan terdahulu , maka secara umum dapat dikatakan bahwa
audit organisasi berkaitan dengan , “proses tentang pemeriksaan atau
tinjauan

ulang

yang

dilakukan

terhadap

komponen-komponen

organisasi dengan maksud agar organisasi tersebut dapat menjalankan
kebijakan, program atau kegiatannya sesuai ketentuan hukum dan
standar professional yang ada dengan maksud agar tujuan organisasi
tercapai”. Dengan merujuk pada pengertian umum tentang audit
organisasi tersebut, maka secara operasional untuk melakukan audit
organisasi yang dibutuhkan adalah adanya :
1. unsur-unsur (komponen-komponen) organisasi yang diaudit.
2. norma atau standar yang menjadi rujukan untuk tiap unsur
(komponen) organisasi yang diaudit.
3. pengukuran atau penilaian kinerja dari tiap unsur (komponen)
organisasi yang diaudit.
Definisi operasional tentang audit organisasi tersebut sebenarnya
dalam banyak hal memiliki kemiripan dengan istilah ”evaluasi” yang
sering dipergunakan dalam konteks manajemen pemerintahan. Secara
esensial baik kegiatan audit maupun evaluasi bermakna melakukan
”penilaian”

atas

sesuatu

(kebijakan,

program,

keuangan

dan

sebagainya) berdasarkan kriteria, standar atau rujukan yang telah
ditetapkan. Dengan demikian, dalam derajat tertentu, kedua istilah
tersebut sebenarnya merupakan istilah yang dapat dipertukarkan satu
sama lain (interchangably). Hal ini berarti bahwa mengaudit organisasi
instansi

pemerintah

secara

esensial

juga

berarti

Kajian Audit Organisasi Instansi Pemerintah_Denny Hernawan

mengevaluasi
Page 14

organisasi instansi pemerintah itu sendiri apakah dalam konteks
efektivitas, kinerja atau kriteria lainnya.
Aspek penting lainnya yang perlu dikemukakan tentang lingkup model
audit organisasi adalah terkait dengan locus organisasi instansi
pemerintah yang menjadi objek kajian kegiatan ini. Penyusunan model
audit organisasi ini tidak dimaksudkan untuk membuat sebuah model
umum (generik) yang berlaku umum untuk semua bentuk/tipe
organisasi pemerintah karena begitu banyak ragamnya tipe organisasi
pemerintah sesuai jenjang pemerintahan (pusat dan daerah), maupun
perbedaan

tugas

pokok

dan

fungsi

masing-masing

organisasi

pemerintah (sesuai Perpres 9, 10, dan 11 Tahun 2005). Karenanya
kajian audit organisasi ini dilakukan terhadap organisasi per organisasi
instansi pemerintah dan tidak secara keseluruhan.
Adapun model atau kerangka pemikiran tentang audit organisasi ini
dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Kajian Audit Organisasi Instansi Pemerintah_Denny Hernawan

Page 15

AUDIT

Pemeriksaan
2. Tinjauan Ulang

ORGANISASI

THD APA ?

Struktur
Proses
Kepemimpinan
Kontekstual

Menjamin agar
Sesuai dengan :
1. ketentuan
2. standar
profesional

TUJUAN
ORGANISASI

MODEL ATAU KERANGKA PIKIR AUDIT
ORGANISASI

Selanjutnya agar dapat diperoleh suatu gambaran komprehensif yang
bersifat cross-functional structure, audit organisasi menyangkut 3
aspek penilaian (assessment), yaitu :
1. Aspek strategi. Audit organisasi akan melihat/menilai kekuatan
dan komitmen terhadap visi dan misi organisasi yang ingin
Kajian Audit Organisasi Instansi Pemerintah_Denny Hernawan

Page 16

dicapai pada masa mendatang. Audit organisasi juga akan
menilai sejauh mana pemahaman organisasi terhadap harapan
pemangku kepentingan, kapasitas internal dan perubahanperubahan pada lingkungan eksternal; apakah program-program
yang telah dijalankan oleh organisasi benar-benar memenuhi
harapan pelayanan kepada pemangku kepentingan ?
2. Aspek

disain.

Audit

organisasi

akan

melihat/mengevaluasi

sejauhmana infrastruktur yang dibutuhkan organisasi dalam
mewujudkan visi dan misinya telah memenuhi kebutuhan.
Apakah struktur organisasi telah tepat untuk menjalankan fungsifungsi yang dibutuhkan dalam mewujudkan visi dan misi
organisasi ? Bagaimana hubungan dengan mitra kerja dalam
upaya mewujudkan visi dan misi organisasi ? Sejauhmana core
competency

dapat

dijalankan

dengan

baik

?

Bagaimana

dukungan internal dalam menjalankan core competency ? ; dan
lainnya.
3. Aspek budaya. Audit organisasi akan menilai sejauhmana nilainilai

kepemimpinan,

beliefs,

kerjasama

tim,

manajemen

sumberdaya manusia, mampu mendukung pencapaian visi dan
misi organisasi ?

3.

ORGANISASI PEMERINTAH
Menurut Miftah Thoha organisasi pemerintah (atau birokrasi

pemerintah) pada dasarnya merupakan bentuk organisasi sosial yang
kompleks yang diciptakan untuk mencapai tujuan yang jelas. Dilihat
dari sisi kelembagaan Negara sebagaimana diatur dalam UUD 1945,
pemerintah merupakan salah satu lembaga dari sekian lembaga
Negara dengan lingkup kekuasaan masing-masing. Lembaga Negara
lainnya menurut UUD 45 adalah :
Kajian Audit Organisasi Instansi Pemerintah_Denny Hernawan

Page 17

1. Majelis

Permusyawaratan

Rakyat

mempunyai

kekuasaan

konstitutif ;
2. DPR

dan

Dewan

Pertimbangan

Daerah

(DPD)

mempunyai

Konstitusi

mempunyai

kekuasaan legislatif ;
3. Presiden mempunyai kekuasaan eksekutif ;
4. Mahkamah

Agung

dan

Mahkamah

kekuasaan yudikatif ;
5. Badan Pemeriksa Keuangan mempunyai kekuasaan auditif ;
6. Bank Indonesia mempunyai kekuasaan moneter.
Selanjutnya, Miftah Thoha menyebut sejumlah profil tentang
organisasi birokrasi pemerintah sebagai berikut :
1. Sampai sekarang jumlah organisasi birokrasi pemerintah di
tingkat

pusat

dan

tingkat

daerah

amat

besar.

Jumlah

Kementerian Negara, misalnya, sangat besar. Dalam Kabinet
Indonesia Bersatu sekarang terdapat 36 kementerian yang terdiri
dari :
a. 20 Departemen ;
b. 10 Kementrian Negara ;
c. 3 Kementerian Koordinator ;
d. 1 Sekretariat Negara ;
e. 2 Setingkat Menteri.
Bandingkan

dengan

Malaysia

yang

hanya

memiliki

18

Kementerian, Korea Selatan dengan 13 Kementerian, Jepang
dengan 16 Kementerian, atau Australia dengan 28 Kementerian.
Singkatnya, kementerian kita terlalu “gemuk”. Sungguhpun
demikian, terhadap organisasi pemerintah yang besar ini belum
pernah dilakukan evaluasi terhadap efektivitasnya. Selain itu,
yang juga cukup menonjol dari profil organisasi pemerintah
adalah

adanya

duplikasi.

Ada

kasus

dimana

antar

satu

departemen/kementerian dengan LPND terdapat kemiripan tugas
Kajian Audit Organisasi Instansi Pemerintah_Denny Hernawan

Page 18

dan fungsi. Selain itu, duplikasi bisa terjadi akibat adanya
kemiripan fungsi dan tugas antara satuan organisasi di suatu
Departemen/Kementerian

yang

sama.

Kondisi

seperti

ini

menjadikan penataan kembali (restrukturisasi) menjadi sebuah
kebutuhan.
2. Banyak pegawai yang tidak kompeten menduduki jabatan
penting. Banyaknya jumlah pegawai ini ternyata tidak diikuti
dengan kompetensi yang memadai. Berdasarkan penilaian Miftah
Thoha, pegawai yang dinilai kompeten hanya sekitar 40 % saja
dari sekitar 4,5 juta pegawai yang ada.
Mengenai organisasi pemerintah ini secara structural sifatnya
sangat kompleks. Pada level Pusat, organisasi pemerintah secara
umum dapat dilihat dalam gambar di bawah ini.

PRESIDEN

Kejaksaan RI

Setneg/Setkab

Perwakilan RI di LN

22 LPND

3 Menko
Lembaga Alat Negara (TNI dan52
POLRI)
Lembaga Non Struktural

10 Meneg

Kajian Audit Organisasi Instansi Pemerintah_Denny Hernawan

20 Departemen

Page 19

Sedangkan pada level Daerah, organisasi pemerintah daerah secara
umum dapat dilihat dalam gambar di bawah ini.
PROPINSI

DPRD

KABUPATEN/KOTA

DPRD

KECAMATAN

KELURAHAN

DESA/NAGARI

Tentang tugas pokok, fungsi serta keragaan dari organisasi pemerintah
ini akan dijelaskan secara cukup komprehensif di bab 3.
4.

PENGERTIAN MODEL
Model pada dasarnya merupakan representasi teori yang

disederhanakan tentang dunia nyata (Dye, 1987). Model ini lebih
merujuk pada sebuah konsep atau bagan untuk menyederhanakan
realitas. Berbeda dengan teori yang kesahihannya telah dibuktikan
melalui pengujian secara empiris, model lebih didasarkan pada apa
yang disebut isomorphism. Yang dimaksud dengan isomorphism adalah
kesamaan-kesamaan antara kenyataan satu dengan kenyataan lainnya
(Brodbeck, 1959). Dapat pula dikatakan bahwa model merupakan
Kajian Audit Organisasi Instansi Pemerintah_Denny Hernawan

Page 20

isomorphism antara dua atau lebih teori empiris. Dengan kedudukan
seperti itu, model seringkali sulit diuji kebenarannya di lapangan.
Namun demikian, model tetap dapat digunakan sebagai pedoman
yang sangat bermanfaat dalam penelitian, terutama penelitian yang
bersifat ekploratif.
Untuk menilai dan menentukan apakah suatu model yang
dirancang atau diajukan dapat membantu atau tidak ada sejumlah
kriteria yang bisa dijadikan pegangan. Dalam konteks kebijakan publik,
misalnya, Thomas R. Dye (dalam Budi Winarno, 2002) menyebut 6
kriteria

untuk

melihat

kegunaan

suatu

model

dalam

mengkaji

kebijakan publik, yaitu :
1. apakah model menyusun dan menyederhanakan kehidupan
politik sehingga kita dapat memahami hubungan-hubungan
tersebut dalam dunia nyata dan memikirkannya dengan lebih
jelas ?
2. apakah model mengidentifikasi aspek-aspek paling penting dari
kebijakan publik ?
3. apakah model bersifat kongruen (sama dan sebangun) dengan
realitas ?
4. apakah model mengkomunikasikan sesuatu yang bermakna
menurut cara yang kita semua dapat mengerti ?
5. apakah

model

mengarahkan

penyelidikan

dan

penelitian

kebijakan publik ?
6. apakah model menyarankan penjelasan bagi kebijakan publik ?
Keenam criteria tersebut relatif bersifat umum (general). Analog
dengan kriteria tersebut diatas, bila diaplikasikan pada kegiatan
penyusunan model audit organisasi pemerintah ini maka bentuk
pertanyaannya disesuaikan menjadi :
1. apakah model menyusun dan menyederhanakan kehidupan
organisasi

pemerintah

sehingga

kita

Kajian Audit Organisasi Instansi Pemerintah_Denny Hernawan

dapat

memahami
Page 21

hubungan-hubungan

tersebut

dalam

dunia

nyata

dan

memikirkannya dengan lebih jelas ?
2. apakah model mengidentifikasi aspek-aspek paling penting dari
organisasi pemerintah ?
3. apakah model bersifat kongruen (sama dan sebangun) dengan
realitas yang ada tentang organisasi pemerintah ?
4. apakah

model

audit

organisasi

pemerintah

mampu

mengkomunikasikan sesuatu yang bermakna menurut cara yang
kita semua dapat mengerti ?
5. apakah

model

mengarahkan

penyelidikan

dan

penelitian

tentang organisasi pemerintah ?
6. apakah model menyarankan penjelasan (explanation) bagi
organisasi pemerintah ?
5. MODEL ORGANISASI UNGGUL : WELL PERFORMING ORGANIZATION
(WPO)
Selain model atau kerangka pemikiran tentang audit organisasi
yang

berbasis

pada

pemahaman

konseptual,

maka

memahami

organisasi juga bisa berbasis pada pengalaman empirik lintas-budaya
tentang organisasi publik terutama organisasi publik yang dinilai
berhasil atau menunjukkan kinerja baik. Hal ini penting dalam konteks

benchmarking terutama untuk kepentingan rancangan model yang
akan

dijadikan

rekomendasi

dalam

kajian

ini.

Dalam

literatur

manajemen publik hal tersebut berkaitan dengan apa yang disebut
dengan

Well-Performing Organization

(untuk

selanjutnya

disebut

dengan akronim WPO).
Sektor publik dan pelayanan publik berada pada posisi yang
dilematis pada saat ini. Pada satu sisi, perubahan yang begitu cepat
menuntut sektor publik dan pelayanan publik untuk dikelola secara
lebih efektif, efisien, dan yang lebih penting lagi, lebih berkualitas.
Kajian Audit Organisasi Instansi Pemerintah_Denny Hernawan

Page 22

Namun pada sisi lain, keberadaannya sangat dipengaruhi oleh
sejumlah keterbatasan seperti anggaran, pembatasan politik dan lainlain yang pada gilirannya dapat menyebabkan inefisiensi, idle dan
sebagainya. Untuk menjawab tuntutan tersebut maka organisasi publik
pada umumnya dan organisasi pelayanan publik ( Public Service

Organizations atau PSO) pada khususnya harus berorientasi pada
kinerja (performance). Dalam konteks ini menjadi relevan bagi kita
untuk mengetahui ciri organisasi (pelayanan) publik yang berkinerja
baik (WPO).
Berdasarkan temuan survai lintas negara yang dilakukan antara
tahun 1995 sampai 1996 di 5 benua, 14 negara, dan 40 instansi

pemerintah terungkap bahwa organisasi pemerintah yang berkinerja
baik ternyata ditopang oleh 3 pilar yang begitu kokoh, yaitu :

Pertama, tujuan (Aim). Instansi pemerintah yang berhasil
mengetahui secara jelas arah yang mereka tuju. Pilar pertama ini
memiliki 3 atribut penting :

1. Misi (Mission)
Pernyataan tentang misi dalam instansi pucuk tidak hanya
dipandang sebagai sesuatu yang bersifat rutin, tetapi hadir
dalam aktivitas operasional organisasi.

2. Kepemimpinan (Leadership)
Ada beberapa aspek kepemimpinan yang patut diperhatikan,
yaitu ;

kebutuhan untuk mendengarkan; melibatkan dan

mendelegasikan; komitmen terhadap pegawai; dan konsistensi
antara gaya kepemimpinan dan misi.

3. Pertanggungjawaban (Accountability)
Inti

dari

pertanggungjawaban

adalah

melibatkan

instansi/organisasi dan individu menjelaskan apa yang mereka
kerjakan, dan hidup dengan segala konsekuensinya.

Kajian Audit Organisasi Instansi Pemerintah_Denny Hernawan

Page 23

Secara bersama-sama, misi, pertanggungjawaban yang terfokus
pada misi, dan kepemimpinan yang berfokus pada misi akan
mampu memberikan arahan untuk selalu berorientasi ke depan dan
memberi kontribusi pada masyarakatnya.

Kedua, karakter (Character). Karakter terlihat dari adanya
kesadaran tentang “siapa mereka” dan “apa yang penting untuk
mereka”. Karakter organisasi, yang didorong oleh kepercayaan yang
tinggi, dikomunikasikan secara internal maupun eksternal melalui
sejumlah kegiatan yang berpusat pada prinsip seperti integritas,
kepercayaan, kepedulian, keterbukaan, dan keinginan untuk belajar.
Ada 3 atribut karakter yang utama, yaitu :

1. manusia (People)
Organisasi

begitu

peduli

terhadap

pegawainya

dan

memperlihatkannya melalui beragam tehnik, mulai dari survai sampai
kebijakan pintu terbuka. Pimpinan organisasi, misalnya, mendengarkan
kebutuhan pegawainya melalui survai sikap. Mereka mendengarkan
lebih jauh lagi melalui kelompok fokus pada sejumlah issu spesifik
sebagai bentuk tindak lanjutnya. Respon positif organisasi juga terlihat
dari adanya sejumlah perbaikan dalam pengembangan staf, insentif,
penghargaan dan inovasi. Sampai sekarang organisasi tersebut masih
tetap mendengarkan – dan masih tetap menindak-lanjuti.
2. komunikasi
Sejunlah saluran komunikasi dibuka dengan perhatian utama
pada 3 sasaran: pegawai, klien dan mitra kerja (partners). Setiap
instansi

WPO

meluangkan

waktu

untuk

memikirkan

kebutuhan

komunikasi dan solusi yang tepat. Beberapa instansi, misalnya,
membuat semacam daftar (check-list) untuk melakukan komunikasi
pada situasi yang sering dihadapi, dan rencana komunikasi tahunan.
Organisasi dengan kinerja yang baik (WPO) juga telah melakukan
Kajian Audit Organisasi Instansi Pemerintah_Denny Hernawan

Page 24

perubahan dari struktur hirarki atau vertikal menjadi fokus pada
jaringan (networking) dengan para mitra kerjanya.

3. kepercayaan (Trust)
Kepercayaan menjadi sentral bagi setiap kegiatan pada WPO.
Individu harus mampu mempercayai organisasi dan sejawat mereka.
Kepercayaan

dapat

mengurangi

stress

dan

ketakutan,

dan

ia

merupakan prasyarat bagi kejujuran dan keterbukaan, yang pada
gilirannya merupakan prasyarat bagi pembelajaran organisasi.

Ketiga, pelaksanaan (Execution). WPO melakukan sesuatu,
mencapai tujuan dan menunjukkan karakter dengan menggunakan
sejumlah piranti manajemen (management tools). WPO melakukan
inovasi dalam mengantisipasi perubahan yang tidak pernah berhenti,
menyadari bahwa piranti dan teknik yang digunakan adalah suatu cara
untuk mencapai tujuan, dan bukan merupakan tujuan itu sendiri. Ada 3
atribut pelaksanaan yang penting, yaitu :

1. piranti manajemen (Management Tools)
WPO tidak hanya menggunakan satu-satunya piranti manajemen
yang ada. WPO selalu berusaha untuk memperbaiki piranti, dengan
jalan menilai apa yang ada dan bagaimana piranti tersebut dapat
sesuai dengan instansi dan kebutuhan. Piranti yang ada sangat
ditentukan oleh tugas-tugas manajemen yang bersifat spesifik.

2. kerjasama tim (Teamwork)
Semakin banyak WPO memakai tim untuk beragam tujuan.
Atmosfir kepercayaan yang baik dapat mendorong kerjasama tim. Ada
juga hal menarik dalam karakter teamwork ini berdasarkan temuan
survai. Di negara-negara Amerika Utara dan Eropa, tim yang dibentuk
karakternya lebih pada “business-like”, sementara kultur yang lain
lebih bersifat “family-like”.

3. manajemen perubahan (Change Management)

Kajian Audit Organisasi Instansi Pemerintah_Denny Hernawan

Page 25

Perubahan akan selalu terjadi dan tidak henti. Pemerintah
menghadapi

perubahan

dan

tantangan

:

perundangan

baru,

pengurangan anggaran, tuntutan yang semakin banyak, perubahan
teknologi, serta perubahan klien.
Dengan melihat karakternya, perubahan dapat dibagi dalam tiga
kategori:
a. Karakter berdasarkan ukuran (size): ada yang bersifat masif

(massive) maupun inkremental.
b. Karakter berdasarkan faktor pendorong : bersifat internal
maupun eksternal.
c. Berdasarkan sifat : perubahan yang “baik” dan “buruk”. “Baik”
apabila sesuai dengan mandat dan memungkinkan organisasi
untuk mencapai tujuan secara lebih baik. “Buruk” bila tidak
sesuai

dengan

mandat,

sehingga

perlu

dikelola

dan

diminimalisasi.
Hasil temuan survey tersebut menekankan pentingnya organisasi
publik memperhatikan 3 komponen dengan 9 atribut didalamnya bila
ingin menghasilkan kinerja yang baik. Hanya saja aplikabilitasnya
dalam konteks Indonesia perlu dilakukan secara kritis dan penuh
kehati-hatian agar efektif dalam penerapannya.
6.
MANAJEMEN PUBLIK BARU DAN REFORMASI BIROKRASI
(PEMERINTAHAN)
Donald Stokes mengemukakan esensi dari manajemen publik baru
atau New Public Management (untuk selanjutnya, disingkat dengan
akronim NPM) dengan mengemukakan bahwa kebutuhan untuk
membuat arti kepemerintahan (governance) yang jauh lebih efektif
telah menghasilkan 3 bentuk pendekatan, yaitu :
1. lebih menekankan hasil (outcomes) daripada masukan (inputs),

Kajian Audit Organisasi Instansi Pemerintah_Denny Hernawan

Page 26

2. mengabaikan fokus tradisional terhadap pemerintah pusat (atau
nasional), dan
3. menolak pandangan bahwa batas formal dari lembaga “privat”
versus “publik” adalah penting.
Dalam

menjelaskan

hal

terakhir

(privat

versus

publik)

Stokes

mengatakan bahwa, “implisit dalam pandangan baru ini adalah
keyakinan bahwa akar dari perbedaan antara “publik” dengan “privat”
adalah bukan perbedaan antara pemerintah dan sektor privat, tetapi
perbedaan antara upaya mengejar kepentingan publik dan keuntungan
privat (Stokes, 1996). Dalam rumusan Stokes, pendekatan baru
tersebut telah sesuai dengan kebutuhan (demand-driven) – yaitu,
sebuah reaksi terhadap persepsi publik bahwa pemerintah dalam
banyak hal telah terlalu “mahal” dalam artian tidak efektif, tidak
responsif, atau bahkan keduanya.
Apa yang dikemukakan Stokes ini hampir sama dengan esensi dari
publikasi yang dikeluarkan oleh Organization for Economic Cooperation

and Development (OECD) yang menyataan bahwa “dua elemen vital
dari strategi reformasi layanan publik adalah fokus yang lebih dekat
pada hasil… dan penggantian struktur hirarki yang sangat disentralisasi

dengan lingkungan manajemen yang di-desentralisasi”

(OECD, 1996 : 15). Pada dasarnya semua kenyataan tersebut
merupakan respon terhadap tekanan publik yang begitu kuat.
Seperti tercermin dari begitu beragamnya definisi, NPM merupakan
hasil evolusi dari sebuah proses induktif dari pengamatan praktek NPM
dan kemudian menarik beberapa simpulan umum tentang prinsipprinsip yang mendasarinya. (Barzelay, 1992), atau sekurangnya
dengan mengemukakan asumsi bahwa praktek-praktek tersebut tidak
perlu bersifat khas atau unik dibanding setting pada saat pertamakali
dilaksanakan atau diadopsi (Holmes dan Shand, 1995). The Public

Management Service (PUMA), yang merupakan bagian dari OECD,
Kajian Audit Organisasi Instansi Pemerintah_Denny Hernawan

Page 27

mengajukan sejumlah praktek-praktek baru dan bersifat umum yang
mungkin dapat diaplikasikan secara lintas negara dan lintas budaya.
Dalam hal ini NPM dinilai memiliki kesamaan dengan pendekatan dari
Peters dan Waterman dalam buku mereka tentang manajemen sektor
privat yang berjudul In Search of Excellence, serta buku Osborne dan
Gaebler yang berjudul Reinventing Government.
Bagi sebagian pihak NPM ini dipandang seperti sebuah “resep kue”,
yaitu seperangkat praktek yang dapat secara langsung siap ditransfer
dari satu kultur dan satu sitem politik ke kultur dan sistem politik
lainnya. Jika demikian halnya maka diskusi tentang prinsip dan
paradigma terkesan sangat akademis. Yang seharusnya dilakukan
adalah mengidentifikasi praktek-praktek yang dipandang terbaik (best

practice).

Namun

harus

dicatat

bahwa

keberhasilannya

tidak

ditentukan kepatuhan mengikuti “resep” : membuka buku, mengikuti
perintah, dan menunggu hasilnya. Ada faktor lain (epsilon) yang
membuat penerapannya tidak bersifat umum. Persis seperti laporan
PUMA

yang

menyatakan

bahwa,

“Tidak

ada

satu

pun

model

manajemen publik yang dipandang terbaik, dan reformasi harus
memperhitungkan perbedaan nasional dan kejadian di tingkat lokal”
(OECD, 1996 : 17).

PUMA, yang berada di bawah OECD, mendefinisikan NPM sebagai
berikut :
“Sebuah paradigma baru bagi manajemen publik telah muncul yang
bertujuan mendorong kultur yang berorientasi pada kinerja
(performance-oriented culture) dalam sektor publik yang kurang
didesentralisasi. NPM dicirikan oleh :
 Fokus yang lebih dekat pada hasil, dalam arti efisiensi,
keefektifan, dan kualitas layanan.
 Penggantian struktur hirarki yang sangat disentralisasi oleh
lingkungan manajemen yang didesentralisasi, dimana keputusan
Kajian Audit Organisasi Instansi Pemerintah_Denny Hernawan

Page 28







terhadap alokasi sumberdaya dan antaran layanan dibuat lebih
dekat pada titik antaran (point of delivery), dan menyediakan
lingkup bagi umpan balik dari klien atau kelompok kepentingan
lainnya.
Adanya fleksibilitas untuk mengeksplorasi sejumlah alternatif
dalam mengarahkan provisi dan regulasi publik yang akan
menghasilkan outcome kebijakan yang lebih baik dilihat secara
cost-effective.
Fokus yang lebih besar pada efisiensi dalam menyediakan
layanan secara langsung oleh sektor publik, melibatkan
penetapan
target-target
produktivitas
dan
menciptakan
lingkungan yang kompetititif di dalam dan diantara organisasi
sektor publik.
Penguatan kapasitas strategis di pusat untuk membimbing
evolusi dari negara dan memberi kesempatan untuk merespon
perubahan eksternal dan kepentingan yang beragam secara
fleksibel, dan biaya yang sedikit.”

Melihat karakteristik tersebut, yang secara esensial bersifat mengikat
semua anggota OECD, sangat mudah difahami bila ada kesulitan
dalam proses perubahan kultural. Berpikir pada proses dan kerangka
kerja yang kaku dalam penyediaan layanan, baik institusi maupun
individu didorong untuk lebih fokus pada upaya memperbaiki hasil dari
intervensi

publik,

termasuk

mengeksplorasi

alternatif

untuk

mengarahkan penyediaan barang-barang publik (OECD, 1996 : 8).
Sedangkan Holmes dan Shand (1995 : 551) menggunakan definisi
NPM sebagai berikut :




Sebuah pendekatan yang lebih bersifat strategis atau
berorientasi pada hasil (efisiensi, keefektifan, dan kualitas
layanan) untuk pembuatan keputusan.
Penggantian struktur organisasi hirarki yang sangat disentralisasi
dengan lingkungan manajemen yang didesentralisasi, dimana
keputusan dalam mengalokasikan sumberdaya dan antaran
layanan lebih dekat pada titik antaran, dimana informasi yang
relevan tersedia lebih banyak, dan menyediakan lingkup bagi
umpan balik dari klien dan kelompok kepentingan lainnya.

Kajian Audit Organisasi Instansi Pemerintah_Denny Hernawan

Page 29











Adanya fleksibilitas untuk mengeksplorasi alternatif dalam
mengarahkan provisi publik yang mungkin menghasilkan
outcome kebijakan yang labih baik secara cost-effective.
Memfokuskan perhatian pada upaya mencocokan wewenang dan
tanggungjawab sebagai kunci untuk memperbaiki kinerja,
meliputi mekanisme seperti kontrak kinerja secara eksplisit
(explicit performance-contracting).
Menciptakan lingkungan yang kompetitif di dalam dan diantara
organisasi sektor publik.
Penguatan kapasitas strategis di pusat untuk “mengemudikan”
pemerintah merespon perubahan eksternal dan kepentingan
yang beragam secara cepat, fleksibel, dan biaya yang sedikit.
Akuntabilitas dan transparansi yang lebih besar melalui syarat
untuk melaporkan hasil dan biaya keseluruhannya.
Penganggaran untuk layanan yang luas (service-wide budgeting)
dan sistem manajemen untuk mendukung dan mendorong
perubahan tersebut.
Dalam pada itu Overman dan Garson (1983) mengemukakan

sejumlah karakteristik khas dari manajemen publik, yaitu :

1. Fokus pada fungsi manajemen dibanding nilai-nilai sosial dan
konflik diantara birokrasi dan demokrasi;
2. Fokus pada ekonomi dan efisiensi daripada keadilan, daya
tanggap, atau pengutamaan politik (political salience);
3. Fokus pada manajer level menengah daripada elit politik atau elit
kebijakan;
4. Kecenderungan melihat manajemen secara umum (generic),
atau sekurang-kurangnya meminimalisasi perbedaan antara
sektor publik dan privat daripada memberi aksentuasi pada
keduanya;
5. Fokus pada organisasi dari fokus pada hukum, institusi, dan
proses politik-birokratik;
6. Kaitan filosofis yang kuat dengan disiplin manajemen daripada
dengan ilmu politik, sosiologi, psikologi, atau ilmu ekonomi.
Kita melihat telah begitu banyak upaya yang dilakukan oleh
pemerintah di berbagai belahan dunia untuk melakukan reformasi
terhadap

aspek

regulasi

dalam

pemerintahannya

(McCourt

dan

Minogue 2001; Peters 2000). Upaya tersebut dilakukan pada waktu
Kajian Audit Organisasi Instansi Pemerintah_Denny Hernawan

Page 30

yang bersamaan dengan isi reformasi yang relatif sama. Di negaranegara anggota OECD, misalnya, strategi reformasi yang dijalankan
dalam

banyak

hal

memiliki

kesamaan

:

bertujuan

baik

untuk

memperbaiki kinerja sektor publik maupun mendefinisi ulang peran
pemerintah dalam perekonomian. Ada sejumlah hal kunci yang
mendorong perlunya upaya reformasi ini :
1. fokus yang lebih besar terhadap hasil dan nilai yang lebih besar
terhadap uang,
2. devolusi kewenangan dan fleksibilitas yang diperluas,
3. akuntabilitas dan kontrol yang diperkuat,
4. orientasi terhadap klien dan layanan,
5. memperkuat kapasiatas untuk mengembangkan strategi dan
kebijakan,
6. memperkenalkan kompetisi dan unsur pasar lainnya, serta
7. mengubah hubungan dengan tingkatan pemerintahan lainnya
(OECD, 1995 : 25).
Menurut PUMA (Public Management) Committee dari OECD semua
elemen tersebut telah megakibatkan terjadinya pergeseran paradigma
dalam pemikiran tentang pemerintahan. Namun patut juga dicatat
bahwa tidak ada model tunggal dalam kerangka reformasi, dan
perbedaan antar-negara perlu ditekankan dan selalu ada dalam
reformasi tertentu:
“Sudah tentu negara-negara berbeda pada level reformasinya.
Mereka menempatkan penekanan pada aspek dan implementasi
reformasi yang berbeda dalam ‘kecepatan’ reformasi yang
berbeda pula. Pada tingkat awal, reformasi menunjukkan variasi
yang begitu besar antara negara : tidak semua negara
melakukan reformasi pada bidang-bidang yang telah dijelaskan…
namun, ada beberapa perbedaan penting dalam sasaran
reformasi. Beberapa negara, misalnya, mempunyai sasaran
mengurangi besaran sektor publik sebagai sasaran spesifiknya,
sementara negara-negara lainnya lebih menekankan pada
perbaikan kinerja dan memperkuat perannya” (OECD, loc. cit).

Kajian Audit Organisasi Instansi Pemerintah_Denny Hernawan

Page 31

Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa upaya reformasi
pemerintahan tidak selalu identik antara satu negara dengan negara
lainnya, juga tidak ditujukan pada aspek yang sama dari struktur dan
kinerja pemerintahan. Inisiatif pada aspek yang sama tidak selalu
berhasil diterapkan di negara yang berbeda, juga implementasinya
tidak selalu mengakibatkan hasil yang sama. Pendeknya, terdapat
perbedaan yang begitu besar dalam metode, praktek, dan hasil dari
upaya reformasi di negara-negara berbeda.

7. MEMAHAMI AUDIT ORGANISASI DALAM KONTEKS REFORMASI
PEMERINTAHAN

Ketika gelombang reformasi pemerintahan dan regulasi pertama
kali terjadi pada kurun 1980an dan 1990an di Eropa Barat dan Amerika
Utara, ada tendensi berbeda atas kecenderungan tersebut. Penjelasan
yang lebih menonjol diletakkan pada perbedaan dan atribut dari faktorfaktor

ideologis

seperti

‘kemenangan’

neo-liberalisme,

yang

pertamakali dirasakan di negara-negara industri maju, kemudian
meluas melalui lembaga-lembaga internasional di negara-negara
sedang berkembang (Aberbach dan Christensen, 2003). Argumen
pokoknya adalah pandangan bahwa preferensi neo-liberal bagi negaranegara kecil dan pasar yang luas telah dikodifikasi dalam paradigma
pemerintahan baru, yaitu New Public Management atau NPM, yang
didalamnya berisi seperangkat preskripsi bagi pemerintah – seperti
privatisasi,

kontrak

dengan

pihak

luar

atau

contracting

out,

memperkecil ukuran sektor publik (downsizing) dan reformasi di bidang

regulatory – yang berhasil diimplementasikan sebagai tujuan reformasi
pada masa itu.

Kajian Audit Organisasi Instansi Pemerintah_Denny Hernawan

Page 32

Di banyak negara bentuk-bentuk reformasi tersebut masih selalu
dikaitkan dengan pemikiran NPM, namun gagasan tentang peran
pemerintah hanya merupakan satu kemungkinan saja dari seperangkat
faktor yang dapat menjelaskan perubahan. Hal ini menimbulkan
pertanyaan serius tentang koherensi teori NPM dan kemampuannya
untuk

mendorong

perubahan

pemerintahan

(Hood

1991,

1995;

Gruening 2001). Dalam kenyataan, ada begitu banyak upaya reformasi
di

berbagai

negara

yang

berbeda,

berbagai

catatan

tentang

keberhasilan (terutama New Zealand) maupun kegagalan (seperti
Mongolia), dan upaya yang kontradiktif untuk mengadopsi kontrol
keuangan yang lebih ketat terhadap pemerintah dan pada saat yang
sama memperluas kesempatan bagi partisipasi warga negara dalam
melakukan deliberasi public dan aktivitas pemerintahan. Ini merupakan
suatu pandangan mekanistik yang mengkaitkan antara globalisasi,
teori NPM, dan reformasi pemerintahan (Pollitt 2001a, 2001b).
Beragamnya respon terhadap inisiatif NPM, serta keraguan tentang
koherensi dari potensi paradigma pemerintahan,

telah mendorong

perlunya kerangka teoritik dan konseptual yang dapat membantu
analisis di era reformasi pemerintahan ini (Thynne, 2003).

Meneliti

kembali teori dan konsep yang dikembangkan dalam studi administrasi
publik perbandingan dalam hal ini akan sangat bermanfaat dan
membantu menetapkan agenda riset yang melampaui analisis NPM
tentang reformasi regulasi. Salah satu tahapan penting dalam kaitan
ini adalah perkembangan dalam studi administrasi perbandingan
mengenai gaya atau corak pemerintahan (administrative style). Gaya
atau corak pemerintahan ini merujuk pada seperangkat pola-pola yang
dilembagakan

dari

hubungan,

norma,

dan

prosedur

politik-

pemerintahan yang sedikit banyak bersifat konsisten dan jangka
panjang. Konsep ini bermanfaat untuk menjelaskan latar belakang
tentang dimana reformasi terjadi dalam se