T1__BAB III Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pembuktian dengan Teknologi Hubungan Darah antara Anak dan Ayah Biologis dalam Sistem Hukum Indonesia T1 BAB III

BAB III
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

A. Hasil Penelitian
1. Kedudukan Hasil Tes DNA Sebagai Alat Bukti
Sebelum membahas mengenai kedudukan Tes DNA sebagai sebuah alat
bukti terlebih dahulu penulis akan mengemukakan persoalan yang serius yang
sering diperbincangkan mengenai klasifikasi alat bukti dalam hukum acara
perdata, apakah selain alat-alat Kitab Undang-undang Hukum Perdata, HIR dan
R.bg tidak terdapat lagi alat-alat bukti lainnya.
Berkembang pesatnya teknologi telah memunculkan alat-alat bukti baru
sebagaimana dikemukakan oleh Subekti bahwa dengan majunya tekhnik yang
pesat dalam setengah abad yang lalu ini muncul lah beberapa Ulat-alat baru,
seperti foto Copy, tape rekorder dan lain-lain yang dapat dipakai sebagai alat
bukti.1
Mengingat bahwa ketentuan-ketentuan hukum yang kita pakai sekarang
(KUH Perdata, HIR, R.Bg) ini dibuat seratus tahun yang lalu, sehingga sangat
tertinggal dengan perkembangan masyarakat maka dari itu dengan majunya
teknologi mengharuskan hukum untuk mewadahi perkembangan tersebut. Tes
DNA adalah bagian dari perkembangan tersebut
Hal serupa juga dikemukakan oleh Achmad Ali dalam “Asas-asas Hukum

Pembuktian Perdata” menerangkan bahwa menjadi tugas ilmuwan untuk
1

R. Subekti, Hukum Pembuktian, Op.Cit, h. 23

95

96

mengemukakan alat-alat bukti baru yang muncul seiring dengan berkembangnya
teknologi, alat-alat bukti tersebut adalah:
a. Pembicaraan telepon;
b. Testing darah
c. Hasil komputer
d. Fotocopy;
e. Rekaman kaset;
f. Hasil fotografi;
g. Dan sebagainya.2
Dari pemaparan di atas bahwa memang dimungkinkan untuk diakuinya alat
bukti lain selai yang diatur secara spesifik dalam hukum acara perdata, sehingga

pada prinsipnya Tes DNA juga dimungkinkan untuk diakui sebagai alat bukti di
pengadilan.
DNA adalah DeoxyribonucleicAcid atau asam deoksiribonukleat, yaitu
suatu persenyawaan kimia yang membawa keterangan genetik dan sel khusus dari
makhluk secara keseluruhannya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dalam
DNA terkandung informasi keturunan makhluk hidup yang akan mengatur
program

selanjutnya.3 Jadi

keturunan

DNA

bertugas

untuk

menyimpan (record)dan mentransfer informasi genetik (tranpormation of genetic
information)kemudian


menerjemahkan

informasi

itu

secara

tepat

dan

akurat. Dengan karakteristiknya yang sedemikian itu maka DNA pada dasarnya
2

3

Achmad Ali, Wiwie Heryani, Op.Cit., h. 78
http://id.Wikipedia.org


97

sangat potensial untuk dimanfaatkan dalam melacak asal-usul keturunan
seseorang. DNA akan membentuk materi genetika yang terdapat di dalam tubuh
tiap orang yang diwarisi dari kedua orang tua.
Tes DNA adalah prosedur yang digunakan untuk mengetahui informasi
genetika seseorang. Dengan Tes DNA, seseorang bisa mengetahui garis keturunan
dan juga risiko penyakit tertentu. Tes DNA sebagai pemeriksaan genetika
umumnya dilakukan melalui pengambilan sampel darah atau jaringan. Sebagian
besar sampel menggunakan darah dari pembuluh, namun ada juga yang
memanfaatkan sampel air liur atau dengan menyeka bagian dalam mulut.
Sekiranya terjadi persoalan hukum yang bertemali dengan asal-usul
keturunan seseorang, seperti pemerkosaan, pemalsuan wali, pemalsuan ahli waris
dan sebagainya, (kecuali halnya kaitannya dengan pembunuhan di mana DNA
hanya sebagai identifikasi baik pada mayat atau bendanya), maka informasi
genetik dalam DNA itu bisa sangat bermanfaat untuk upaya-upaya pembuktian di
pengadilan. Tetapi masalahnya pembuktian tindak pidana di pengadilan itu berada
dalam wilayah yuridis formal, sehingga sah tidaknya sesuatu untuk digunakan
sebagai alat bukti amat bergantung kepada ketentuan-ketentuan formal yang

mengaturnya. Jika dikaitkan dengan ketentuan-ketentuan formal mengenai alatalat bukti yang sah dalam hukum positif (khusus dalam KUHAP), seperti telah
dikemukakan di atas, maka jelas sekali bahwa hasil Tes DNA tidak termasuk
kategori sebagai salah satu alat bukti.
Meskipun ada yang berpendapat Tes DNA dapat dijadikan sebagai alat
bukti untuk mendapatkan hak keperdataan dari pengadilan bagi status anak diluar

98

nikah. Sebab, hasil tes itu akan menegaskan hak anak diluar nikah agar diakui
eksistensisnya dalam sistem hukum yang ada. Untuk itu mendapatkan hak
keperdataan bisa ditempuh dengan caraTes DNA, karena itu merupakan salah satu
hasil teknologi yang hadir dalam proses kehidupan hukum manusia sehingga
dapat membuktikan kedudukan anak diluar nikah
DNA merupakan proses pemeriksaan yang dilakukan secara ilmu
kedokteran yang memperlihatkan sifat genetika sebagai proses penurunan sifatsifat dari orangtua kepada anaknya yang dilakukan melalui pemeriksaan golongan
darah. Dan hal ini pun dapat dijadikan sebagai alat bukti yang membantu
memperkuat bukti-bukti lainnya sehingga memberikan keyakinan terhadap
kebenaran. Proses DNA melalui sistem golongan darah ini memperkenalkan
beberapa sistem tes darah dari perkalian (sistem silang) darah kedua orangtuanya,
sehingga


dapat

memberikan

gambaran

bahwa

anak

yang

ada

dalam

perkawinannya adalah benar sebagai anak mereka.
Kemudian dari pihak medis (laboratorium / rumah sakit) mengeluarkan
surat resmi yang berisikan penjelasan mengenai hasil tes darah tersebut serta

adanya kesaksian dari dokter sebagai keterangan ahli yang dapat memberikan
penjelasan dan kesaksian di hadapan sidang pengadilan dalam penyelesaian kasus
pembuktian anak zina sebagai keterangan ahli yang dapat memberikan penjelasan
dan kesaksian di hadapan sidang pengadilan dalam penyelesaian kasus
pembuktian anak zina.
DNA dapat dijadikan sebagai alat di persidangan dalam rangka penentuan
asal usul keturunan anak juga dapat digunakan untuk mengingkari anak.Meskipun

99

DNA sebagai alat bukti di persidangan belum atau tidak terdapat sebagai alat-alat
bukti, namun menurut perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, maka
DNA dapat dijadikan sebagai alat bukti.
2. Alat Bukti Dalam Putusan MK No. No.46/PUU-VIII/ 2010
Putusan MK No. No.46/PUU-VIII/ 2010 pada dasarnya dilatar belakangi
atas permohonan yang dilakukan oleh Marcica melalui kuasa hukumnya ke MK
atas pengujian UU perkawinan, dalam gugatannya ke MK meminta dua
permohonan, yang pertama adalah pada pokonya meminta agar perkawinan di
bawah tangan atau sirih dapat memiliki kesahan secara hukum, dan yang kedua
meminta agar anak hasil perkawinan sirih tersebut diakui sebagai anak yang sah

dan memiliki hubungan perdata dengan ayah dalam perkawinan sirih tersebut.
Akan tetapi MK dalam putusannya menolak permohonan yang pertama
banwa sebuah pernikanahan dapat dianggap sah secara hukum hanya jika
dilakukan secara benar menurut agama dan kepercayaan masing-masing jadi
perkawinan Marcica dan Moerdiono yang dilakukan secara sirih tetap tidak
dianggap sebagai perkawinan yang sah. Bunyi putusan yang pertama ini
kemudian berimbas pada pokok permohonan yang kedua dengan tidak sahnya
perkawinan tersebut maka secara otomatis anak yang dilahirkan dalam hubungan
tersebut secara hukum harus dianggap sebagai anak luar kawin.
Nilai positif dalam putusan MK tersebut yaitu walaupun seorang anak
dianggap sebagai anak luar kawin ia tetap memiliki hubugan keperdataan dengan
ayah biologisnya dan keluarga ayah biologisnya tersebut dengan catatan mampu
dibuktikan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.

100

Dalam putusan Mahkamah Konstitusi No.46/PUU-VIII/ 2010 dikatakan
bawa:
“Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai
hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan

laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu
pengetahuan dan teknologi dan/ atau alat bukti lain menurut hukum
mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan
keluarga ayahnya”
Pada dasarnya dalam putusan ini tidak dikemukakan secara jelas bahwa yang
dimaksud dengan teknologi tersebut adalah Tes DNA karena secara redaksiona
dalam putusannya hanya ditulis “berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi”
bahkan dalam putusan tersbut ditambahkan “dan/ atau alat bukti lain”. Rumusan
ini kemudian harus di pecahkan dahulu, apakah yang dimaksud oleh MK ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Sebagaiman dikemukakan di atas bahwa DNA adalah Deoxyribonucleic
Acid atau asam deoksiribonukleat, yang adalah semacam persenyawaan kimia

yang membawa keterangan genetik dan sel khusus dari makhluk secara
keseluruhannya dari satu generasi ke generasi berikutnya. DNA dapat
memberikan informasi keturunan makhluk hidup karena dalam DNA tersimpan
rekam informasi genetik (tranpormation of genetic information) secara tepat dan
akurat. Dengan kata lain bahwa DNA dapat digunakan untuk melacak melacak
asal-usul keturunan seseorang karana ia akan membentuk materi genetika yang
terdapat di dalam tubuh tiap orang yang diwarisi dari kedua orang tua.

Dalam Putusan MK dijelaskan bahwa sepanjang dapat dibuktikan memiliki
hubungan darah dengan laki-laki yang merupakan ayah biologis, mengingat
kemampuan informasi yang dapat diberikan dalam DNA maka bisa di bilang

101

bahwa untuk mengetahiu hubungan darah seseorang dengan orangtuanya dapat
dilakukan

melalui

Tes

DNA,

yaitu

prosedur

yang


digunakan

untuk

mengetahui informasi genetika seseorang. Selanjutnya menurut penulis dengan
melihat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini satu-satunya cara
yang di mungkinkan adalah Tes DNA.4 Jadi dapat dikatakan bahwa pembuktian
hubungan darah antara anak dan ayah biologisnya berdasarkan putusan
No.46/PUU-VIII/ 2010 yaitu melalui Tes DNA, maka dari itu Tes DNA harus
diakui sebagai sebuah alat bukti baru yang di syaratkan dalam Putusan Mahkamah
Konstitusi No.46/PUU-VIII/ 2010.

B. Analisis
1. Pembuktian dengan Tes DNA
Setelah dikemukakan di atas dalam analisis kedudukan Tes DNA sebagai
alat bukti, selanjutnya muncul perdebatan kalau demikian siapa yang harus
membuktikan. Pertanyaan tersebut sangat berkaitan erat mengenai beban
pembuktian karena ketika Tes DNA di akui sebagai alat bukti yang sah pihak
manakah yang diberikan beberanpembuktian nya.
Dalam keadaan normal mengenai beban pembuktian digunakan asas “siapa
yang mendalilkan dia yang membuktikan.” Jadi dalam asas ini dimana
membuktikan suatu dalil tanggungjawab pembuktiannya diberikan kepada pihak
yang mendalilkannya. Masalahnya apakah pembuktian dengan Tes DNA
merupakan keadaan yang normal atau tidak sehingga beban pembuktiannya harus
tunduk pada asas ini atau tidak.
4

Dengan tidak menutup kemungkinan adanya cara lain mengingat ilmu pengetahuan dan
teknologi masih terus berkembang dengan pesatnya.

102

Pembuktian dengan Tes DNA merupakan sebuah kondisi khusus sehingga
tidak bisa digunakan asas siapa yang siapa yang mendalilkan dia yang
membuktikan, hal tersebut disebabkan oleh penguasaan alat buktinya, semua
orang telah mengetahui bahwa Tes DNA hanya bisa dilakukan jika seseorang
yang diduga memiliki ikatan darah atau tidak memiliki ikatan darah dengan orang
lain yang mendalilkan mau untuk melakukan Tes DNA tersebut, disini dapat
dilihat bahwa penguasaan alat bukti berada di pihak yang digugat, dalam keadaan
penguasaan alat bukti yang berada di pihak tergugat sedangkan beban pembuktian
nya diberikan kepada pihak penggugat maka sampai kapan pun penggugat tidak
mungkin dapat membuktikan dalilnya tersebut sebagaimana terjadi dalam kasus
Marcica Mochtaar dimana Tes DNA yang dilakukannya memang telah
membuktikan bahwa Iqbal 99,99 persen anak Machica. Tapi, yang menjadi
masalah tidak ada Tes DNA pembanding pihak Moerdiono.
Dengan demikian bahwa keadaan yang berbeda harus juga diperlakukan
dengan berbeda maka dari itu kondisi dalam pembuktian Dengan Tes DNA adalah
kondisi yang berbeda sehingga tidak bisa dipersamakan dengan kondisi yang
normal maka dari itu asas siapa yang mendalilkan dia yang membuktikan tidak
bisa di terapkan dalam pembuktian ini.
Dalam menganalisis permasalahan dalam penelitian ini menurut penulis
dapat diselesaikan dengan menggunakan teori Pembebanan Pembuktian secara
Proporsional.
Dasar landasan penerapan pembebanan secara proporsional bertitik tolak
dari ketentuan Pasal 1865 KUH Perdata, Pasal 163 HIR, Pasal 1865 KUH Perdata

103

Setiap orang yang mengaku mempunyai suatu hak, atau
menunjuk suatu peristiwa untukmeneguhkan haknya itu atau untuk
membantah suatu hak orang lain, wajib membuktikanadanya hak itu
atau kejadian yang dikemukakan itu.
Pasal 163 HIR.
Barang siapa, yang mengatakan ia mempunyai hak, atau ia
menyebutkan suatu perbuatan untuk menguatkan haknya itu, atau
untuk membantah hak orang lain, maka orang itu harus membuktikan
adanya hak itu atau adanya kejadian itu.
Teori ini memperluas ketentuan dalam pasal di atas dimana, diperluas
dengan asas kepatutan sesuai dengan berat ringan nya beban pembuktian yang
dihadapi para pihak. Teori ini pada pokoknya memberikan pembebanan
pembuktian diman masing-masing pihak dibebani wajib bukti unjuk membuktikan
dalil gugatan dan dalil bantahan (secara proporsional).
Berangkat dari pemahaman dasar bahwa siapa yang mendalilkan ia yang
membuktikan, maka seharusnya dalam setiap persengketaan perdata pihak
penggugat dianggap lebih layak dibebani wajib bukti untuk membuktikan setiap
dalilnya, akan tetapi dalam hal penggugat tidak mungkin dapat membuktikan dalil
gugatan tersebut, hakim harus mencari jalan keluar yang lebih bijak sana untuk
memberikan keadilan bagi para pencari keadilan.

Untuk itu pembebanan

pembuktian harus diproporsionalkan sesuai dengan kepatutan. Penerapan beban
pembuktian berdasarkan pedoman ini memunculkan beberapa variabel.
Kedua dalil yang diajukan para pihak saling memiliki bobot yang
samaDalam kasus seperti ini, asas kepatutan atau kelayakan mengajarkan untuk
memikul kan beban pembuktian berdasarkan prinsip: diletakkan berdasar
keseimbangan, tetapi harus dengan asas proporsional yaitu:
 penggugat wajib membuktikan dalil gugatan;

104

 tergugat wajib membuktikan dalil bantahan.
Dalam menangani kasus semacam ini yang memenuhi unsur di atas hakim
harus berpedoman kepada landasan pembebanan pembuktian yang seimbang
sesuai dengan bobot dalil yang diajukan masing-masing pihak. Penggugat
mendalilkan sebagai anak biologis dan keberadaan tergugat membantah hal
tersebut.
Dengan melihat pada posisi tersebut maka pihak penggugat harus
membuktikan bahwa ada hubungan darah antara anak tersebut dengan tergugat
dan tergugat juga harus membuktikan tidak adanya hubungan darah antara
tergugat dengan pihak penggugat. Maka sistem pembuktian yang diterapkan
berdasarkan stelplicht (kewajiban pembuktian):


Pihak anak luar kawin (penggugat) dibebani kewajiban untuk membuktikan
kebenaran bahwa pihak yang di gugat adalah ayahnya secara biologis.



Pihak laki-laki yang digugat (tergugat), dibebani kewajiban membuktikan
bahwa Ia atau yang bersangkutan bukanlah ayah secara biologis penggugat.
Demikian bahwa beban pembuktian yang dianut dalam konsep ini

menandakan dimana tidak selalu siapa yang mendalilkan dia yang harus
membuktikan, akan tetapi dalam keadaan tertentu hukum melihat keseimbangan
dalam pembuktian , yaitu dalam hal posisi tergugat dengan penggugat tidak sama
dimana pihak tergugat memiliki keunggulan dalam hal alat bukti.
Anak Di luar pernikahan bisa (diakui sebenarnya) asal bisa dibuktikan
melalui penelitian ilmiah dalam hal ini uji DNA. Cara yang pertama adalah hal
tersebut tetap dibuktikan oleh pihak anak luar kawin dengan ketentuan ada

105

tatacara yang mengharuskan keluarga pihak laki-laki yang dituduhkan sebagai
ayah biologis anak luar kawin harus ada yang mau diambil DNA-nya, atau yang
kedua konstruksi pembuktian dalam hal pembuktian dengan Tes DNA adalah
beban pembuktiannya dilakukan secara Proporsional.
2. Upaya Pembuktian Melalui TES DNA
Tes DNA sebagai alat bukti yang disyaratkan sehubungan dengan adanya
Putusan Mahkamah Konstitusi No.46/PUU-VIII/ 2010, sebagaimana diuraikan
dalam hasil penelitian bahwa terhalang oleh kendala yang cukup serius yaitu
proses pengajuan nya yang cukup sulit mengingat pihak tergugat juga harus ikut
berpartisipasi dalam Tes DNA dimaksud.
Jalan keluar sempat dikemukakan dalam hasil penelitian bahwa beban
pembuktiaannya harus dibebankan secara proporsional kepada masing-masing
pihak tergugatdan penggugat yang masing-masing menguasai alat bukti, karena
untuk menghasilkan sebuah Tes DNA harus melibatkan kedua belah pihak dalam
proses pengambilan Tesnya.
Berangkat dari teori beban pembuktian proporsional sebagaimana
dikemukakan dia atas, sebenarnya teori ini memiliki kekurangan dan karenanya
tidak bisa ditetapkan secara mentah-mentah untuk memecahkan permasalahan
dalam pembuktian hubungan darah sebagaimana di amanat kan oleh Putusan MK
di atas. Untuk itu baik penggugat maupun tergugat dalam mengemukakan bukti
atas dalilnya sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa pada saat ini satu-satunya
alat bukti ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat memberikan rekaman
hubungan darah atau hubungan keturunan adalah melalui Tes DNA.

106

Kekurangan yang paling krusial jika diterapkan dalam kasus ini adalah
bahwa walaupun beban pembuktian nya diletakkan secara proporsional atau
seimbang akan tetapi tetap saja para pihak harus berusaha secara sendiri-sendiri
untuk menemukan bukti yang dapat membuktikan dalilnya masing-masing, yang
mana keadaan tersebut sangat tidak dimungkinkan dalam hal pembuktian melalui
Tes DNA karena sebagaimana telah dikemukakan di atas para pihak penggugat
dan tergugat harus bekerjasama secara bersama-sama untuk memberikan sampel
darah atau sampel lain yang dibutuhkan untuk memperoleh hasil tes DNA yang
memberikan keterangan hubungan darah antara keduanya.
Masalah masih belum terpecahkan yaitu bagaimana jikalau ada pihak yang
menolak untuk di Tes DNA nya padahal hanya itu satu-satunya bukti yang
dimungkinkan. Untuk menjawab permasalahan tersebut maka pembuktian secara
proporsional harus dimodifikasi atau disesuaikan dengan kondisi dalam
pembuktian dengan Tes DNA. Teori ini bisa digunakan dalam pembuktian adanya
hubungan darah antara anak dengan ayah biologis dengan Tes DNA maka mautidak mau hakim lah yang harus lebih bijak dalam mengambil tindakan dimana
hakim yang memeriksa kasus seperti ini harus sedikit lebih aktif mengingat
memang masalah pembuktian dengan DNA ini merupakan kondisi yang sangat
berbeda dengan perkara pada umumnya, jika melihat pada kamar hukum pidana
dimana sesuatu yang khusus di selesaikan dengan cara khusus yang kita kenal
dengan pidana khusus yang tata cara hukum acara nya banyak menyimpang dari
pidana konvensional, maka mungkin jika di analogi kan pembuktian hubungan
darah dengan Tes DNA adalah kondisi yang khusus juga.

107

Tindakan hakim yang sedikit lebih aktif yang penulis sarankan di sini adalah
dengan kekuatan pengadilan hakim dapat memerintahkan para pihak untuk
mengikuti Tes DNA baik tergugat ataupun penggugatan (tergantung pihak mana
yang menolak untuk mengikuti Tes DNA) dengan perintah Hakim harus mau di
Tes DNA nya.
Menurut penulis hal tersebut di atas tidak terlalu berlebihan melainkan harus
dilakukan mengingat memang Putusan Mahkamah Konstitusi mengharuskan
adanya tes DNA dan hukum harus mengikuti nya dengan tata cara untuk
memperoleh tes tersebut melalui pengadilan sebagai lembaga terakhir yang dapat
menjamin seseorang untuk memperoleh keadilan, karena jikalau Pengadilan tidak
dapat melakukan pemaksaan untuk bagi pihak yang digugat sebagai ayah biologis
maka tidak ada lagi lembaga lain yang dapat kelakuannya dan Hak anak luar
kawin yang tidak diakui oleh ayah biologis nya hanya sebatas Mimpi Saja. Maka
dari itu Tes DNA sebagai alat bukti dapat di upayakan dengan perintah pengadilan
kepada para pihak untuk di tes DNA nya.

109

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24