Critical Review Manfaat Kerjasama Daerah

MANAJEMEN
PEMBANGUNAN DAERAH

Critical Review
Manfaat Kerjasama Daerah Terhadap Ekonomi Regional dan Pelayanan
Publik: Suatu Tinjauan Manfaat Berdasarkan Impact Chain Analysis
terhadap KAD di Wilayah Jawa Tengah

Oleh:
Atina Ilma
3612100018

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufiq, hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan critical review dengan judul Manfaat Kerjasama Daerah
Terhadap Ekonomi Regional dan Pelayanan Publik: Suatu Tinjauan Manfaat Berdasarkan Impact

Chain Analysis terhadap KAD di Wilayah Jawa Tengah dengan lancar. Selama proses penulisan
penulis banyak mendapatkan bantuan dari pihak-pihak lain sehingga paper ini dapat
terselesaikan dengan optimal. Sehingga pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima
kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian paper ini yaitu:

1. Dosen Mata Kuliah Manajemen Pembangunan Daerah, Bapak Dr. Ir. Eko Budi Santoso,
Lic.rer.reg., dan Ibu Belinda Ulfa Aulia, ST. M.Sc.
2. Orangtua yang selalu memberikan motivasi.
3. Teman-teman yang telah banyak membantu kelancaran penyusunan paper ini.
Sekian, semoga paper ini dapat bermanfaat secara luas dan menginspirasi gagasan-gagasan
baru sebagai solusi permasalahan pembangunan wilayah dan kota. Penulis menyadari bahwa
paper ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat penulis harapkan.

Surabaya, 15 Oktober 2015

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Sesuai UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah,
pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan pemerintahan daerah otonom oleh pemerintah

daerah dan DPRD menurut asas desentralisasi. Sementara desentralisasi sendiri memiliki arti
pentyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom dalam kerangka
NKRI. Siswandi (2009), menyebutkan bahwa desentralisasi bertujuan untuk mengefisiensikan
pelayanan pemerintah sekaligus menciptakan iklim demorasi di tingkat daerah. Kebijakan otonomi
daerah, dalam UU No. 22 tahun 1999 maupun pada UU No. 32 tahun 2004 sebagai penggantinya,
bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa sendiri.
Akan tetapi, di sisi lain, desentralisasi menimbulkan resiko kemungkinan terjadinya konflik, baik
konflik antara pemerintah daerah dan pusat, maupun konflik antar daerah. Hal ini disebabkan adanya
ketidaksinergian kebijakan antar daerah, terutama daerah yang berbatasan. Selain itu, desentralisasi
juga memiliki konsekuensi bahwa tiap daerah harus semakin jeli dalam mengelola setiap potensi
yang dimiliki daerahnya. Pemerintah Daerah juga harus dapat menentukan sistem manajemen yang
tepat agar bisa mengolah dan mengelola keragaman potensi tersebut untuk kemudian dapat kembali
diberdayakan untuk kesejahteraan masyarakat (Rokhman et al, 2012). Selain itu, keterbatasan
kemampuan anggaran masing-masing daerah menyebabkan sempitnya ruang gerak daerah dalam
melaksanakan kegiatan-kegiatan pembangunan yang memberikan manfaat yang signifikan (Sinaga,
2004).
Oleh karena itu, perlu dilakukan kerjasama antar daerah, didorong dari pihak-pihak yang
memiliki potensi dan sumberdaya yang belum dimanfaatkan secara optimal. Karena itu, pihak
pemerintah daerah yang memiliki potensi dan sumber daya bermitra dengan pihak lainnya untuk

dapat bersinergi dalam menggali dan mengambil manfaat dari pengelolaan kerja sama tersebut.
Kerjasama Antar Daerah (KAD) yang dituangkan dalam PP No. 50 tahun 2007 mengenai Tata Cara
Kerja Sama Pemerintah Daerah, membuka peluang bagi pemerintah daerah untuk memanfaatkan
potensi dan sumberdaya yang dimiliki untuk dikelola dan diambil manfaatnya.
Salah satu contoh penerapan KAD terdapat pada kabupaten-kabupaten di Provinsi Jawa Tengah,
antara lain pembentukan BKAD Subosukawonosraten (Badan Kerja Sama Antar Daerah untuk Kota
Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen, dan Klaten); Barlingmascakeb
(Kabupaten Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, dan Kebumen); serta Sampan (Sapta
Mitra Pantura yang terdiri dari Kota Tegal, Kota Pekalongan, Kabupaten Brebes, Kabupaten Tegal,

Kabupaten Pemalang, Kabupaten Pekalongan, dan Kabupaten Batang). Critical review ini dilakukan
untuk mereview penelitian yang telah dilakukan Muktiali (2013), mengenai manfaat Kerjasama
Daerah terhadap Pelayanan Publik dengan analisis Impact Chain pada KAD di Wilayah Jawa Tengah.

1.2 Tujuan
Tujuan disusunnya critical review ini adalah untuk mengetahui keterkaitan atau dampak dari
Kerjasama Antar Daerah terhadap kualitas pelayanan publik, dengan studi kasus pada KAD di
Wilayah Jawa Tengah.

1.3 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penyusunan critical review ini adalah sebagai berikut.
BAB I Pendahuluan merupakan bab yang terdiri dari latar belakang, tujuan, dan sistematika
penulisan
BAB II Review Penelitian merupakan bab yang berisi review penelitian Manfaat Kerjasama
Daerah terhadap Pelayanan Publik dengan analisis Impact Chain pada KAD di Wilayah Jawa
Tengah.
BAB III Penutup merupakan bab yang terdiri dari kesimpulan, dan daftar pustaka.

BAB II
REVIEW
2.1 Review Penelitian
Pembentukan kesepakatan KAD di Provinsi Jawa Tengah dimulai pada tahun 2002, yakni wilayah
yang dulunya merupakan wilayah keresidenan Surakarta membentuk BKAD Subosukawonosraten
(Badan Kerja Sama Antardaerah untuk Kota Surakarta, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Sukoharjo,
Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Sragen, dan Kabupaten Klaten).
Sementara pada akhir 2002, dibentuk kesepakatan kerjasama antara kabupaten yang terdapat di
bagian barat Jawa Tengah, menghasilkan pembentukan Barlingmascakeb (Kabupaten Banjarnegara,
Purbalingga, Banyumas, Cilacap, dan Kebumen). Tahun 2005, terjadi pembentukan Sampan, yakni
Sapta Mitra Pantura yang dimaksudkan sebagai 7 kabupaten/kota di wilayah Pantai Utara (Kota
Tegal, Kota Pekalongan, Kabupaten Brebes, Kabupaten Tegal, Kabupaten Pemalang, Kabupaten

Pekalongan, dan Kabupaten Batang).
Pada KAD Barlingmascakeb dan Sampan, struktur kelembagaan terdiri dari Forum Regional
sebagai pengambil kebijakan strategis; Dewan Eksekutif sebagai penerjemah kebijakan yang
dihasilkan ke dalam program; serta Regional Manajer sebagai pelaksana program dan kegiatan.
Sementara pada BKAD Subosukowonosraten, struktur kelembagaannya terdiri dari BKAD sebagai
Forum Regional berfungsi untuk meningkatkan pembangunan sektoral (transportasi darat,

pariwisata, lingkungan hidup, penelitian dan pengembangan, informasi, komunikasi dan hukum
pemerintahan, serta teknologi tepat guna); Bakorlin sebagai koordinator perencanaan pembangnan,
sinkronisasi pelaksanaan pembangunan, serta pengawas pelaksanaan pembangunan lintas daerah;
serta swasta yakni PT. Solo Raya Promosi sebagai institusi syang mempromosikan investasi wilayah
Subosukowonosraten. Dua hal yang ingin dicapai dalam pembentukan 3 KAD ini adalah peningkatan
ekonomi regional terutama berupa peningkatan jumlah investasi, serta peningkatan kualitas layanan
publik terutama bidang infrastruktur.
Pengukuran dampak adanya pembentukan KAD di Provinsi Jawa Tengah pada penelitian ini
dilakukan dengan alat analisis Impact Chain, yakni alat analisis untuk menelusuri suatu program dari
input-output-outcome dan impact, sehingga dapat digunakan untuk mengukur kinerja program
tersebut. Mata rantai tersebut terdiri dari:
1. Input (Masukan), yakni segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat
meghasilkan keluaran yang diinginkan, antara lain sumber dana, kebijakan, maupun dumber

daya manusia.
2. Output (Keluaran), yakni segala sesuatu yang diharapkan dapat langsung tercapai pada suatu
kegiatan, antara lain rencana, kebijakan, program yang tersosialisasikan.
3. Use of Output, yakni hasil lanjtan dari output kegiatan, misalnya peningkatan partisipasi
stakeholder.
4. Outcome (Manfaat Langsung), yaitu segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya
keluaran kegiatan pada jangka menegah, antara lain tersusunnya program kegiatan.
5. Impact (Dampak), yaitu pengaruh yang ditimbulkan baik aspek ekonomi, sosial, budaya, dan
ekologi baik positif maupun negatif.
6. Highly Agreggrated Impact, yaitu dampak
tertinggi yang dapat ditimbulkan program
pembangunan,
peningkatan

biasanya
kualitas

menyangkut
hidup


dan

kesejahteraan masyarakat.
Gambar 1. Mata Rantai Program Pembangunan
Sumber: Muktiali, 2013

Pengkajian dalam penelitian ini dilakukan melalui 3 tahapan, yakni identifikasi program, analisis
mata rantai, dan penilaian dampak pada masing-masing KAD. Cara memperoleh data dilakukan
dengan wawancara dan indepth interview terhadap pengelola dan pelaksana masing-masing KAD.
Analisis Impact Chain terbagi menjadi 2 cluster, yakni KAD Barlingmascakeb-Sampan yang memiliki
struktur kelembagaan yang sama; dan Subosukowonosraten.

A. Analisis Impact Chain KAD Barlingmascakeb-Sampan
Output KAD ini adalah adanya musrenbang region antar Kabupaten/Kota pada masingmasing region di Barlingmascakeb dan Sampan mengenai peningkatan infrastruktur,
terutama pada perbatasan antar Kabupaten/Kota.
Outcome KAD ini adalah terjadi peningkatan investasi, jumlah industri baru, dan pemasaran
produksi ekonomi wilayah.
Impact KAD ini diharapkan terjadinya regional competitiveness serta peningkatan
kesejahteraan masyarakat.


Gambar 2. Mata Rantai KAD Barlingmascakeb-Sampan
Sumber: Muktiali, 2013

B. Analisis Impact Chain KAD Subosukowonosraten
KAD ini telah mampu melakukan pencitraan wilayah dengan slogan Solo Raya the Spirit of
Java, yang berpotensi menarik investor di wilayah tersebut.

Gambar 3. Mata Rantai KAD Subosukowonosraten
Sumber: Muktiali, 2013

Ditinjau dari sisi ekonomi regional, manfaat dari KAD tersebut antara lain:
1. Peningkatan kesejahteraan petani melalui kegiatan pasar lelang secara berkala, keuntungan
langsung yang diperoleh petani dari kegiatan ini dapat mencapai 50% total pendapatan dari
perdagangan biasa.
2. Peningkatan citra dan identitas kewilayahan, ditunjukkan oleh sosialisasi kelembagaan KAD,
salah satunya dengan regional branding Subosukowonosraten.
3. Penyerapan tenaga kerja lokal dengan masuknya investor.
Ditinjau dari aspek pelayanan publik, manfaat dari KAD tersebut antara lain:
1. Kemudahan akses sumber daya, pasar, dan permodalan
2. Peningkatan penerapan teknologi

3. Kemudahan birokrasi dan investasi
4. Peningkatan sarana dan prasarana antar daerah, yakni pemenuhan kebutuhan infrastruktur
yang ditanggung daerah yang tergabung dalam KAD. Selain itu, provinsi juga lebih mudah
mendukung program pembangunan dan mengalokasikan bantuan dana APBD Provinsi.

2.2 Kesesuaian dengan PP No. 50 tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama
Daerah
Dalam PP tersebut, disebutkan bahwa kerjasama antar daerah harus memenuhi prinsip efisiensi,
efektivitas, sinergi, saling menguntungkan, kesepakatan bersama, itikad baik, mengutamakan
kepentingan nasional dan keutuhan wilayah NKRI, persamaan kedudukan, transparansi, keadilan,
dan kepastian hukum. Ditinjau dari hasil penelitian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa programprogram yang telah dilaksanakan telah memenuhi prinsip di atas. Misalnya dalam poin efisiensi,
yakni upaya pemerintah daerah melalui kerja sama tersebut ditujukan untuk menekan biaya guna
memperoleh hasil tertentu, contohnya adalah kerjasama Balingmascakeb dengan PT Merpati dalam
pengembangan Bandara Tunggal Wulung, Cilacap.
Selain itu, terdapat pula ketentuan mengenai pembentukan badan kerjasama yang menaungi
kesepakatan kerjasama tersebut. Dari penelitian di atas, telah diketahui bahwa KAD di Provinsi Jawa
Tengah telah memenuhi kriteria tersebut, dengan dibentuknya Badan Kerjasama Daerah, dengan
fungsi pengelolaan, monitoring, dan evaluasi; memberi masukan dan saran kepada kepala daerahl
serta melaporkan pelaksanaan tugas kepada kepala masing-masing daerah anggota kerjasama.
Secara garis besar, ketentuan-ketentuan mendasar tersebut telah dipenuhi oleh KAD di Provinsi

Jawa Tengah.

2.3 Tinjauan Analisa Penelitian


Variabel Penelitian
Penelitian ini secara garis besar menggunakan 2 indikator penilaian, yakni ekonomi regional dan

pelayanan publik. Akan tetapi, pengumpulan data menggunakan metode wawancara dan/atau
indepth interview, menyebabkan peneliti tidak menetapkan variabel penelitian pada masing-masing
indikator. Hal ini mempersulit pembaca untuk mengkerucutkan objek penelitian pada wilayah
tersebut, terlebih minimnya ketersediaan teori penunjang pemilihan indikator dan variabel yang
diteliti semakin mempersulit penentuan batasan penelitian.


Alat Analisis
Alat analisis Impact Chain” yang digunakan merupakan adaptasi dari impact evaluation dalam

Monitoring and Evaluation: Some Tools, Methods, and Approaches oleh World Bank (2004), dengan
definisi yang relatif sama, yakni alat analisis yang berfungsi untuk mengidentifikasi secara sistematis

dampak baik positif maupun negatif, pada individu, institusi, dan lingkungan, dari program atau
kegiatan pembangunan. Analisis ini berfungsi untuk memberi pemahaman mengenai seberapa luas
suatu program/kegiatan berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi, penelitian
dengan alat analisis ini seharusnya memadukan antara data kuantitatif maupun kualitatif secara
seimbang. Sementara pada penelitian ini, peneliti hanya menggunakan data kualitatif yang

dikumpulkan dengan wawancara dan indepth interview. Padahal, bila ditinjau dari salah satu poin
pembahasan yang dianalisis, yakni peningkatan jumlah investasi dan multiplier effect nya terhadap
penyerapan tenaga kerja lokal, seharusnya diperkuat dengan melampirkan data kuantitatif dari
badan/instansi resmi, sehingga opini tersebut terbukti dan dapat dipertanggungjawabkan.


Responden
Sebelum melakukan pengambilan data, seharusnya terlebih dahulu dilakukan analisis

stakeholder. Adapun tahapan analisis stakeholder antara lain:
1. Mengidentifikasi longlist stakeholder yang terkait dengan masalah KAD, ditinjau dari tiap pihak
(government, private sectors, civil society).
2. Melakukan analisis kepentingan dan pengaruh masing-masing stakeholder.
3. Melakukan pemetaan stakeholder berdasarkan tingkat kepentingan dan pengaruhnya.
4. Menentukan responden penelitian, yakni yang termasuk dalam kategori very importance atau
critical player.

2.4 Studi Komparasi Penelitian Kerjasama Antar Daerah di Wilayah Provinsi Jawa Tengah
dengan Kawasan Perbatasan Provinsi Jawa Timur-Jawa Tengah
Penelitian serupa dilakukan oleh Wahyudi, et al (2011), mengenai Kerjasama Antar Daerah di
Kawasan Perbatasan di Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah. Namun penelitian ini fokus pada pola
KAD kawasan perbatasan dengan ciri-ciri perdesaan, terdiri atas 6 kabupaten di Provinsi Jawa Timur
meliputi Kabupaten Tuban, Bojonegoro, Ngawi, Magetan, Ponorogo, dan Pacitan; serta 5 kabupaten
di Provinsi Jawa Tengah, meliputi Kabupaten Rembang, Blora, Sragen, Karanganyar, dan Wonogiri.
Persoalan di kawasan perbatasan dengan ciri perdesaan menurut Zakiyah (2007), adalah kondisi
umum yang masih terkendala adanya service gap (kesenjangan pelayanan) di mana banyak fungsi
pelayanan yang belum bisa dilaksanakan karena belum adanya lembaga yang menangani. Selain itu,
lembaga yang sudah ada masih belum cukup efektif dalam menjalankan tugasnya melayani
masyarakat di kawasan perbatasan, sehingga diperlukan penataan kelembagaan untuk menangani
wilayah perbatasan dalam rangka percepatan pembangunan dan peningkatan pelayanan publik.
Dalam penelitian ini, dilakukan perpaduan metode deskriptif dan evaluasi. Pengumpulan data
dilakukan melalui FGD yang melibatkan pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi Jatim dan pakar
perguruan tinggi, serta data-data sekunder sebagai pendukung. Hasilnya, diperoleh strategi
pelaksanaan KAD, yakni dengan:
1. Pebentukan BKAD (Badan Kerjasama Antar Daerah), yang terdiri dari BKAD
Karismapawirogo (Karanganyar, Wonogiri, Sragen, Magetan, Pacitan, Ngawi, Ponorogo) dan
Ratubangnegoro (Blora, Tuban, Rembang, Bojonegoro). Kerjasama dalam

BKAD

Karismapawarigo melingkupi sektor pembangunan daerah dan pelayanan publik, yakni
kesehatan, pertambangan dan energi, kehutanan dan perkebunan, perindustrian, dan

perdagangan, penanaman modal, ketenagakerjaan, pendidikan dan kebudayaan, sosial, tata
ruang dan batas wilayah, pekerjaan umum, perhubungan, lingkungan hidup, pariwisata,
perikanan dan kelautan, trantibum, pertanian, dan lain sebagainya. Sementara BKAD
Ratubangnegoro bertujuan untuk mensinergikan program pembangunan meliputi bidang
kesehatan, pertambangan dan energi, kehutanan dan perkebunan, perindustrian dan
perdagangan, penanaman modal, ketenagakerjaan, pendidikan dan kebudayaan, sosial,
penataan ruang, pekerjaan umum, perhubungan, lingkungan hidup, pariwisata serta bidangbidang lain sesuai kebutuhan daerah.
2. Percepatan Pembangunan dan Pelayanan Publik
Implementasi KAD pada program kegiatan cenderung masih minim, sehingga sangat sedikit
yang sudah dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Dari 15 bidang yang telah
disepakati dalam lingkup Karismapawirogo, tercatat beberapa bidang yang sudah
ditindaklanjuti pada level kepala SKPD yaitu bidang kesehatan, pengembangan penanaman
modal bidang pertanian, pertambangan, kehutanan, dan pariwisata, serta pengembangan
kepariwisataan dan kebudayaan. Sementara pada Ratubangnegoro belum terdapat program
implementatif bentuk KAD tersebut.
Dari hasil penelitian tersebut, diperoleh hasil bahwa efektivitas KAD kawasan perbatasan
tersebut cenderung masing rendah, ditinjau dari minimnya tindak lanjut bidang yang telah disepakati
untuk dikerjasamakan serta persoalan sinergitas antar daerah. Berbeda dengan studi kasus KAD
antar daerah di Provinsi Jawa Tengah, yang lebih efektif dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Salah satu perbedaan yang mencolok adalah pada awal pembentukan BKAD Perbatasan
Jawa Timur-Jawa Tengah, pengurus lembaga yang masih dalam tataran pemerintahan, bukan dari
kalangan profesional dan independen.
Sementara bila ditinjau dari metode analisisnya,, diketahui bahwa sumber data adalah FGD,
dengan kapasitas responden yang baik. Namun, persebaran responden kurang merata karena hanya
mengumpulkan responden dari Daerah Jawa Timur saja. Meskipun analisis yang dilakukan lebih
komperhensif dari penelitian KAD Provinsi Jawa Tengah karena meninjau semua aspek kerja sama,
namun data-data sekunder tidak ditampilkan sebagai pendukung opini peneliti.

2.5 Lesson Learned


KAD di Provinsi Jawa Tengah tergolong lebih efektif dan berpengaruh terhadap peningkatan
kesejahteraan masyarakat dibandingkan KAD antar provinsi di kawasan perbatasan Jawa
Timur-Jawa Tengah. Hal ini ditunjukkan oleh telah ditetapkan dan dilaksanakannya programprogram kerjasama antar daerah di KAD Provinsi Jawa Tengah, sedangkan pada KAD
kawasan perbatasan Jawa Timur-Jawa Tengah, hanya 7 bidang yang telah diturunkan ke
SKPD daerah.



Perbedaan mendasar terletak pada pengurus BKAD. Pada BKAD Provinsi Jawa Tengah,
lembaga diurus baik oleh tataran pemerintahan, swasta, maupun lembaga donor. Sementara
pada BKAD kawasan perbatasan Jawa Timur-Jawa Tengah, lembaga diurus oleh tataran



pemerintahan.
Tujuan penelitian di KAD Provinsi Jawa Tengah adalah untuk mengetahui dampak/manfaat
dari KAD itu sendiri, sementara tujuan penelitian pada KAD kawasan perbatasan Jawa TimurJawa Tengah berorientasi pada evaluasi ketercapaian KAD tersebut. Oleh karena itu, alat
analisis yang digunakan berbeda, meskipun penelitian kawasan perbatasan Jawa Timur-Jawa
Tengah lebih komperhensif.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kebijakan otonomi daerah bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa sendiri. Hal ini
mendorong masing-masing daerah untuk bergerak secara mandiri. Di sisi lain, otonomi daerah
memiliki konsekuensi bahwa tiap daerah harus semakin jeli dalam mengelola setiap potensi yang
dimiliki daerahnya. Pemerintah Daerah juga harus dapat menentukan sistem manajemen yang tepat
agar bisa mengolah dan mengelola keragaman potensi tersebut untuk kemudian dapat kembali
diberdayakan untuk kesejahteraan masyarakat (Rokhman et al, 2012). Selain itu, keterbatasan
kemampuan anggaran masing-masing daerah menyebabkan sempitnya ruang gerak daerah dalam
melaksanakan kegiatan-kegiatan pembangunan yang memberikan manfaat yang signifikan (Sinaga,
2004).
Karena itu, pihak pemerintah daerah yang memiliki potensi dan sumber daya bermitra dengan
pihak lainnya untuk dapat bersinergi dalam menggali dan mengambil manfaat dari pengelolaan kerja
sama tersebut. Beberapa bentuk kerjasama tersebut telah diimplementasikan di Provinsi Jawa
Tengah maupun Jawa Timur, melalui KAD antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah dan antar
kabupaten di kawasan perbatasan Jawa Timur-Jawa Tengah.
Pada kedua penelitian ini, diperoleh hasil bahwa efektifitas KAD ditunjukkan oleh kerjasama pada
3 BKAD di Jawa Tengah, yakni Barlingmascakeb, Sampan, dan Subosukowonosraten, lebih tinggi dari
BKAD Ratubangnegoro dan Karismapawirogo. Kerjasama antar provinsi diindikasi lebih kompleks
untuk dilakukan, oleh karena itu perlu dilakukan forum-forum sinkronisasi kebijakan hingga
implementasi program pembangunan, sehingga kesepakatan kerjasama benar-benar meningkatkan
kesejahteraan rakyat, baik dalam pembangunan daerah maupun pelayanan publik.

3.2 Daftar Pustaka


Muktiali, Moammad. 2013. Manfaat Kerjasama Daerah Terhadap Ekonomi Regional dan
Pelayanan Publik: Suatu Tinjauan Manfaat Berdasarkan Impact Chain Analysis terhadap KAD



di Wilayah Jawa Tengah. Semarang: Undip.
Wahyudi, Andi dan Maria AP. 2011. Kerjasama Antar Daerah untuk Meningkatkan
Pembangunan Daerah dan Pelayanan Publik di Kawasan Perbatasan. Samarinda: Pusat Kajian



dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur III, Lembaga Administrasi Negara.
Peningkatan

Sinergi

Antardaerah

Guna

Mendukung

Pembangunan

(http://bappeda.jatimprov.go.id/2014/02/28/peningkatan-sinergi-antardaerah-guna

mendukung-pembangunan/) diakses pada Oktober, 2015.



Washington DC: The World Bank.



World Bank. 2004. Monitoring and Evaluation: Some Tools, Methods and Approaches.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah

Dokumen yang terkait

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten Jember)

37 330 20

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

PERBANDINGAN BUDIDAYA "AIR LIUR" SARANG BURUNG WALET ANTARA TEKNIK MODERN DAN TEKNIK KONVENSIONAL (Studi Pada Sarang Burung Burung Walet di Daerah Sidayu Kabupaten Gresik)

6 108 9

Kerjasama Kemanan Antara Autralia - Indonesia Dalam Mengataasi Masalah Terorisme Melalui Jakarta Centre For Law Enforcement Cooperation (JCLEC)

1 25 5

Pengaruh Kerjasama Pertanahan dan keamanan Amerika Serikat-Indonesia Melalui Indonesia-U.S. Security Dialogue (IUSSD) Terhadap Peningkatan Kapabilitas Tentara Nasional Indonesia (TNI)

2 68 157

Pengaruh Pengelolaan Keuangan Daerah Dan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah (Study Kasus Pada Dinas Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah Di Pemerintah Kota Bandung)

3 29 3

Sistem Informasi Absensi Karyawan Di Perusahaan Daerah Kebersihan Kota Bandung

38 158 129

Prosedur Verifikasi Internal Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) Pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat

2 110 1

Hubungan Anggaran Penjualan Dengan Pendapatan Opersi Pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Bandung

3 53 74

Kontrol Yuridis PTUN dalam Menyelesaikan Sengketa Tata UsahaNegara di Tingkat Daerah

0 0 25