Evaluasi Koleksi Buku Pada Perpustakaan Pusat Universitas Medan Area (UMA)

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Jeruk (Citrus sp.) adalah tanaman tahunan berasal dari Asia Tenggara, terutama
Cina. Sejak ratusan tahun yang lampau, tanaman ini sudah terdapat di Indonesia,
baik sebagai tanaman liar maupun sebagai tanaman di pekarangan. Di Indonesia
jeruk merupakan komoditas buah-buahan terpenting ketiga setelah pisang dan
mangga bila dilihat dari luas pertanaman dan jumlah produksi per tahun
(Soelarno,1996).
Jeruk merupakan buah unggulan yang memiliki berbagai jenis. Di
Indonesia, ada tiga jenis jeruk unggul yang dikomersialkan, yaitu jeruk besar
(citrus maxima Merr), jeruk keprok, dan jeruk siem (Citrus nobilis var
microcarpa). Dari ketiga jenis tersebut telah dihasilkan banyak varietas jeruk
keunggulan yang mampu menyaingi jeruk impor. Hingga kini, ada 41 varietas
jeruk yang sudah dilepas oleh pemerintah melalui Mentri Pertanian RI
(Agromedia,2011).
Produktivitas tanaman jeruk di Indonesia pada tahun 1980 tercatat sebesar
4,4 ton/ha, padahal pada tahun 1983 mencapai 7,6 ton/ha. Keadaan ini sangat jauh
dibandingkan dengan negara-negara maju yang produktivitasnya berkisar antara
40-50 ton/ha. Kemunduran hasil (deklinasi atau degenerasi) tersebut akibat dari

gangguan penyakit terutama Citrus Vein Phloem Degenaration (CVPD) atau

Universitas Sumatera Utara

Huang Lung Bin (Degreening) yang menyebabkan kerugian besar dan kematian
sejumlah besar tanaman jeruk. Oleh sebab itu, perlu diadakan upaya rehabilitasi
dan pengembangan jeruk bebas penyakit.
Proyeksi program rehabilitasi jeruk di Indonesia terdiri dari tiga kegiatan
utama, yaitu: (1) penyediaan bibit jeruk bebas penyakit, (2) penyusunan
pengendalian hama dan penyakit, dan (3) peningkatan teknik budidaya pada setiap
agroklimat wilayah pengembangan.
Profenofos

merupakan

salah

satu

pestisida-insektisida


golongan

organofosfat. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) tahun 2009
yang ditetapkan oleh Departemen Pertanian (Deptan), pestisida yang banyak
digunakan petani untuk tanaman jeruk adalah pestisida yang berbahan aktif
profenofos. Pemakaian pestisida pada sektor pertanian, secara tidak langsung
dapat menimbulkan masalah, yaitu dengan adanya residu pestisida pada makanan
dan alam sekitarnya, apabila pemakaian tidak mengikuti peraturan yang telah
ditetapkan (Syarief dan Hariadi,1993).
Keracunan pestisida organofosfat (OP) dapat terjadi oleh adanya residu
yang terdapat pada jeruk. Batas maksimum residu (BMR) yang telah ditetapkan
oleh Deptan (2009) untuk pestisida profenofos pada jeruk adalah 5 mg/kg.
Keracunan organofosfat terjadi melalui saluran pernafasan, kulit dan saluran
pencernaan (Munaf,1997 dan Sartono,2002).
Oleh karena itu untuk mengetahui residu pestisida yang terdapat pada
jeruk terhadap kesehatan konsumen maka dilakukan analisa secara kromatografi
gas untuk mengetahui batas kelayakan suatu produk jeruk apakah layak konsumsi

Universitas Sumatera Utara


atau tidak. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk
mengangkat masalah ini dalam pembahasan tugas akhir dengan judul “Penentuan
Kandungan

Residu

Pestisida

Organogosfat

Pada

Jeruk

Secara

Kromatografi Gas.”

Universitas Sumatera Utara


1.2 Permasalahan
Setiap tanaman pada pertanian biasanya memiliki kandungan pestisida berbahan
aktif yang tinggi seperti golongan organofosfat contohnya yaitu propenofos,
metidation, klorporipos dan fention khususnya pada tanaman jeruk. Setiap
kandungan residu pestisida itu akan mempengaruhi mutu dan kualitas dari jeruk.
Apakah kandungan residu pestisida diatas yang terdapat pada jeruk sudah layak
konsumsi atau tidak.
1.3 Tujuan
Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui kandungan residu pestisida
golongan organofosfat terhadap mutu dan kualitas pada jeruk.
1.4 Manfaat
Dengan diketahuinya hasil dari kandungan residu pestisida golongan organofosfat
pada jeruk secara kromatografi gas, apakah jeruk tersebut layak dikonsumsi atau
tidak.

Universitas Sumatera Utara