Evaluasi Karakteristik Sifat Kimia Tanah Di Lahan Perkebunan Kelapa Sawit Kebun Adolina Ptpn Iv Serdang Bedagai Pada Beberapa Generasi Tanam

TINJAUAN PUSTAKA
Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol,
hidromorfik kelabu, aluvial, atau regosol. Niali pH optimum adalah 5,0 – 5,5.
Kelapa sawit menghendaki tanah yang gembur, subur, datar, berdrainase baik dan
memiliki lapisan solum yang dalam tanpa lapisan padas. Kondisi topografi
pertanaman kelapa sawit sebaiknya tidak lebih dari kelerengan 25%. Artinya,
perbedaan ketinggian antara dua titik yang beranjak 100 m tidak lebih dari 25 m
(Pahan, 2015).
Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah Podzolik, Latosol,
Hidromorfik Kelabu, Alluvial atau Regosol, tanah gambut saprik, dataran pantai
dan muara sungai. Tingkat keasaman (pH) yang optimum untuk sawit adalah 5,05,5. Kelapa sawit menghendaki tanah yang gembur, subur, datar, berdrainase
(beririgasi) baik dan memiliki lapisan solum cukup dalam (80 cm) tanpa lapisan
padas. Kemiringan lahan pertanaman kelapa sawit sebaiknya tidak lebih dari 15o
(Kiswanto dkk., 2008).
Daerah pengembangan kelapa sawit yang sesuai berada pada 15o LU – 15o
LS. Ketinggian lokasi (altitude) perkebunan kelapa sawit yang ideal berkisar
antara 0 – 500 m dari permukaan laut (dpl). Kelapa sawit menghendaki curah
hujan sebesar 2.000 – 2.500 mm/tahun dengan periode bulan kering < 75
mm/bulan tidak lebih dari 2 bulan. Suhu optimum untuk pertumbuhan kelapa
sawit adalah 29o C – 30o C. Intensitas penyinaran matahari sekitar 5 – 7 jam/hari.

Kelembaban optimum yang ideal sekitar 80 – 90% (Pahan, 2015).

Universitas Sumatera Utara

Lama penyinaran matahari yang baik untuk kelapa sawit antara 5-7
jam/hari. Tanaman ini memerlukan curah hujan tahunan 1.500-4.000 mm,
temperatur optimal 24-28o C. Ketinggian tempat yang ideal untuk sawit antara 1500 m dpl (di atas permukaan laut). Kelembaban optimum yang ideal untuk
tanaman sawit sekitar 80-90% dan kecepatan angin 5-6 km/jam untuk membantu
proses penyerbukan (Kiswanto dkk., 2008).
Suhu rata-rata tahunan untuk pertumbuhan dan produksi sawit berkisar
antara 24-290C, dengan produksi terbaik antara 25–27o C. Di daerah tropis, suhu
udara sangat erat kaitannya dengan tinggi tempat di atas permukaan laut (dpl).
Tinggi tempat optimal adalah 200 m dpl, dan disarankan tidak lebih dari 400 m
dpl, meskipun di beberapa daerah, seperti di Sumatera Utara, dijumpai
pertanaman sawit yang cukup baik hingga ketinggian 500 m dpl. Suhu minimum
dan maksimum belum banyak diteliti, tetapi dilaporkan bahwa sawit dapat
tumbuh baik pada kisaran suhu antara 8 hingga 38o C (Allorerung dkk., 2010).
Sifat Kimia Tanah
Derajat Kemasaman (pH)
Dalam buku Mukhlis dkk (2011) istilah pH pertama sekali diperkenalkan

oleh Sörensen pada tahun 1909 pada saat ia bermasalah dengan pekerjaan
pembuatan bir, dimana reaksi fermentasi bir sangat peka terhadap konsentrasi H+.
Pada teori Archenius dan Brønsted-Lowry dikombinasikan dan dapat diterapkan
untuk mencirikan keadaan asam dan basa di dalam tanah. Pada tanah yang asam,
lebih banyak mengandung ion H+ daripada ion OH-. Sebaliknya tanah yang basa
akan mengandung ion OH- yang lebih banyak dibandingkan dengan ion H+.

Universitas Sumatera Utara

Kemasaman tanah merupakan salah satu sifat yang penting sebab terdapat
beberapa hubungan pH dengan ketersediaan unsur hara, juga terdapat beberapa
hubungan antara pH dan semua pembentukan serta sifat – sifat tanah. Mungkin
pengaruh terbesar yang umum dari pH terhadap pertumbuhan tanaman adalah
pengaruhnya terhadap ketersediaan unsur hara, pH tanah dihubungkan dengan
presentase kejenuhan basa. pH tanah dapat diturunkan dan kemasaman tanah
dapat ditingkatkan dengan penambahan sulfur atau campuran yang mengandung
sulfur. Sulfur diubah menjadi asam sulfur. Perubahan pH tanah terbesar ditujukan
langsung terhadap peningkatan pH dan penurunan kemasaman tanah. Kapur
(CaCO3) umumnya digunakan karena terhidrolisa untuk menghasilkan ion OH –
dan kalsium meningkatkan kejenuhan basa (Foth, 1998).

Nilai pH menunjukkan konsentrasi ion H+ dalam larutan tanah, yang
dinyatakan sebagai –log[H+]. Peningkatan konsentrasi H+ menaikkan potensial
larutan yang diukur oleh alat dan dikonversi dalam skala pH. Elektrode gelas
merupakan elektrode selektif khusus H+, hingga memungkinkan untuk hanya
mengukur

potensial

yang

disebabkan

kenaikan

konsentrasi

H+

(Balai Penelitian Tanah, 2005).
Tanah sering menjadi masam jika ditanami atau untuk aktivasi pertanian,

sebab basa-basa akan hilang (ikut terpanen). Macam tanaman dapat menentukan
jumlah relatif basa-basa yang terbuang. Sebagai contoh, leguminose juga
melepaskan H+ kedalam zone perakaran (rizosper) saat aktivitas penambatan N
atmosfer. Sehingga penanaman tanaman leguminose akan lebih memasamkan
tanah dibandingkan dengan tanaman non-leguminose. Tanah – tanah yang berada
dibawah kondisi vegetasi hutan akan cenderung lebih masam dibandingkan

Universitas Sumatera Utara

dengan yang berkembang di bawah padang rumput. Hutan tanaman dengan daun
kecil (konifer) dapat menyebabkan lebih masam dibandingkan dengan hutan
tanaman berdaun lebar (deciduous) (Winarso, 2005).
Pada penelitian Arianto (2008) terjadi peningkatan pH sebesar 0.835
setelah hutan alam di konversikan menjadi kebun kelapa sawit. Peningkatan
rataan pH sebesar 0.835 ini diduga disebabkan oleh abu sisa pembakaran yang
dilakukan ketika persiapan lahan pengkonversian hutan alam menjadi kebun
kelapa sawit.
Dalam penelitian Tambunan (2008) hubungan antara pH tanah dengan
jumlah tandan per pokok tanaman kelapa sawit adalah linier positif, artinya jika
pH tanah meningkat maka produksi tandan per pokok akan semakin besar.

Dengan meningkatnya pH tanah diduga akan menyebabkan meningkatnya
ketersediaan unsur – unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman yang pada
akhirnya akan meningkatkan produksi tandan per pokok kelapa sawit.
Pengaruh yang umum dari pH terhadap pertumbuhan tanaman adalah
pengaruhnya terhadap ketersediaan unsur hara di dalam tanah, baik makro
maupun mikro. pH tanah juga di hubungkan dengan presentase kejenuhan basa.
Banyak penelitian yang telah menunjukkan bahwa ada hubungan peningkatan
pertumbuhan tanaman dengan peningkatan persentase kalsium dalam tanah.
Kemudian ketersediaan kalium biasanya baik pada tanah netral maupun tanah
basa (alkali) yang menunjukkan pencucian kalium dapat di tukar terbatas
(Foth, 1998).

Universitas Sumatera Utara

C- Organik
Kandungan organik pada tanah mineral masam biasanya hanya berkisar
antara 0.5 – 5%, tetapi peranannya sangat penting dalam perbaikan sifat fisik dan
kimia tanah. Sisa tanah dan binatang ini merupakan sumber makanan bagi
mikroorganisme tanah. Begitu sisa organik ini jatuh ke tanah, mikroorganisme
langsung mendekomposisi material ini sebagai sumber makanan dan energi. Sisa

organik ini ada sebagian yang belum mengalami dekomposisi, dan disebut bahan
organik (Barchia, 2009).
Pada penelitian Oksana dkk (2012) terjadi penurunan kandungan bahan
organik/C-organik dari lahan hutan menjadi kebun kelapa sawit usia tanam 2
tahun sebesar 1.03 % (bahan organik) dan 0.6 % (C-organik), sedangkan pada
kebun kelapa sawit usia tanam 2 tahun menjadi usia tanam 8 tahun terjadi
penurunan sebesar 0.38 % (bahan organik) dan 0.22 % (C-organik), tetapi pada
kebun kelapa sawit usia tanam 8 tahun menjadi 16 tahun terjadi peningkatan
sebesar 0.64 % (bahan organik) dan 0.37 % (C-organik). Kenaikan kandungan
bahan organik/C-organik yang terjadi pada kebun kelapa sawit 16 tahun masih
belum sebanding dengan kandungan bahan organik/C-organik yang terdapat pada
lahan hutan, yaitu lebih tinggi lahan hutan sebesar 0.77 % (bahan organik) dan
0.45 % (C-organik).
Mikroba tanah merupakan agen pertama penghancuran bahan organik dan
memerlukan makanan tertentu. Pada prakteknya adalah jumlah relatif karbon
terhadap nitrogen pada bahan organik yang dirombak. Satu masalah timbul
apabila kandungan nitrogen dari perombakan bahan organik kecil, sebab mikroba
– mikroba dapat menjadi perampas nitrogen dan bersaing dengan tanaman tingkat

Universitas Sumatera Utara


tinggi untuk mendapatkan nitrogen yang tesedia di tanah. Sebab kandungan
karbon bahan organik relatif konstan, antara 40 sampai 50 persen. Sementara
kandungan nitrogen bervariasi, rasio (C/N) karbon – nitrogen merupakan cara
untuk menunjukkan gambaran kandungan nitrogen relatif. Jadi rasio C/N dari
bahan organik merupakan petunjuk kemungkinan kekurangan nitrogen dan
persaingan diantara mikroba – mikroba dan tanaman tingkat tinggi dalam
penggunaan nitrogen yang tersedia dalam tanah (Foth, 1998).
Pada penelitian Tambunan (2008) menunjukkan nilai C/N pada enam
profil tanah relatif semakin kecil menurut kedalaman tanah. Nilai C/N sangat
rendah menunjukkan bahwa bahan organik di lokasi penelitian mempunyai
tingkat pelapukan yang sudah lanjut. Kandungan bahan organik persen C dan N
juga sangat rendah yaitu masing – masing 0.42 – 0.80% dan 0.18 – 0.24% ini
menggambarkan tingkat pelapukan tanah sudah lanjut sehingga ketersediaan
unsur-unsur hara yang diperlukan tanaman juga tidak tersedia secara optimal yang
pada akhirnya mempengaruhi produksi tandan per pokok kelapa sawit juga tidak
optimal.
Nitrogen
Nitrogen adalah salah satu unsur hara makro yang sangat penting dan
dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak dan diserap tanaman dalam

bentuk ion NH4+ (amonium) dan ion NO3- (nitrat). Ditinjau dari berbagai hara,
nitrogen merupakan yang paling banyak mendapat perhatian. Hal ini disebabkan
jumlah nitrogen yang terdapat didalam tanah sedikit sedangkan yang diangkut
tanaman dalam bentuk panenan setiap musim cukup banyak. Disamping itu

Universitas Sumatera Utara

senyawa nitrogen anorganik sangat larut dan mudah hilang dalam air drainase,
tercuci dan menguap ke atmosfir (Damanik dkk., 2011)
Dalam penelitian Oksana dkk (2012) alih fungsi lahan hutan
menyebabkan perubahan kandungan nitrogen total, pada lahan hutan kandungan
nitrogen totalnya adalah 0.0285%, kebun kelapa sawit usia tanam 2 tahun sebesar
0.0427%, kebun kelapa sawit usia tanam 8 tahun sebesar 0.0425% dan pada usia
tanam 16 tahun adalah 0.0283%. Diduga aktivitas mikroorganisme menurun pada
tanaman usia 16 tahun dan proses penguraian nitrogen pada umur tanaman
tersebut menurun.
Reaksi tanah sangat mempengaruhi aktivitas mikroorganisme tanah dan ini
berimplikasi terhadap proses nitrifikasi. Pada tanah masam dengan pH < 5.39,
NH4+ teroksidasi sangat lambat membentuk NO3- dan pH tanah optimum untuk
nitrifikasi terjadi diatas pH 6,0. Nitrifikasi sangat ditentukan oleh nilai amonium,

dan apabila terjadi volatilisasi amonia dapat menyebabkan penurunan laju
nitrifikasi. Selanjutnya immobilisasi nitrogen oleh mikroorganisme terutama pada
saat suplai bahan organik dengan C:N rasio yang besar diberikan akan
menurunkan nitrifikasi (Barchia, 2009).
Pada penelitian Arianto (2008) diketahui bahwa rataan nilai N-total
meningkat sebesar 0.05% setelah hutan di konversikan menjadi kebun kelapa
sawit. Peningkatan ini disebabkan karena adanya abu sisa pembakaran dan proses
dekomposisi yang tinggi oleh adanya pembakaran bahan organik dari
mikroorganisme.
Nitrogen yang berlimpah akan menaikkan pertumbuhan dengan cepat
dengan menunjukkan perkembangan pada bagian batang tanaman dan warna hijau

Universitas Sumatera Utara

gelap pada daun-daun tanaman. Meskipun satu dari sebagian besar fungsi nitrogen
dihentikan, pertumbuhan ini tidak akan berubah kecuali unsur hara fosfor, kalium
dan lainnya tercukupi pada keadaan tersebut (Foth, 1998). Dalam buku Damanik,
dkk (2011) menyebutkan bahwa nitrogen berperan sebagai penyusun klorofil yang
menyebabkan daun berwarna hijau. Pengaruh nitrogen meningkatkan bagian
protoplasma menimbulkan beberapa akibat antara lain terjadi peningkatan ukuran

sel, menyebabkan daun dan batang menjadi lebih sekulen dan kurang keras, juga
meningkatkan bagian air sebagai akibat meningkatnya kandungan air protoplsama
dan mengurangi bagian kalsium.
Phosfor
Fosfor sering disebut sebagai kunci kehidupan karena terlibat langsung
hampir pada seluruh proses kehidupan. Fosfor merupakan komponen setiap sel
hidup dan cenderung lebih ditemui pada biji dan titik tumbuh. Permasalahan yang
penting yang harus diketahui dari fosfor ialah sebagian fosfor umumnya tidak
tersedia bagi tanaman, meskipun jumlah totalnya lebih besar daripada nitrogen.
Dalam hal ini ketersediaan fosfor di dalam tanah sangat tergantung pada sifat dan
ciri tanah tersebut serta bagaimana pengelolaan tanah itu oleh manusia
(Damanik dkk., 2011).
Fosfat merupakan salah satu unsur makro esensial, tidak hanya bagi
kehidupan tumbuhan tetapi juga bagi biota tanah. Aktivitas mikroba tanah
berpengaruh langsung terhadap ketersediaan fosfat di dalam larutan tanah.
Sebagian aktivitas mikroba tanah dapat melarutkan fosfat dari ikatan fosfattak
larut (melalui sekresi asam-asam organik) atau mineralisasi fosfat dari bentuk
ikatan fosfat-organik menjadi fosfat-anorganik. Selain tanaman, fosfat anorganik

Universitas Sumatera Utara


terlarut juga digunakan oleh mikroba untuk aktivitas dan pembentukan sel-sel
baru, sehingga terjadi pengikatan (immobilisasi) fosfat (Santosa, 2007).
Pada hasil penelitian Tambunan (2008) kandungan P dalam tanah
termasuk sedang sampai tinggi dengan nilai 18.25 – 56.68 ppm. Kandungan P
dalam tanah pada keenam profil relatif semakin besar pada setiap kedalaman.
Tetapi tingginya P dalam tanah tidak dapat diserap oleh akar tanaman disebabkan
oleh ketersediaan P dipengaruhi oleh nilai pH tanah.
Pengaruh dari fosfor yang terlalu sedikit atau terlalu banyak pada
pertumbuhan tanaman kurang menarik perhatian dibandingkan dengan nitrogen
dan kalium. Kelihatannya untuk mempercepat kematangan lebih banyak daripada
sebagian besar hara, kelebihan merangsang kematangan yang terlalu dini.
Defisiensi fosfor dicirikan oleh tanaman yang tidak tumbuh dan bermasalah pada
pertumbuhan akar maupun pada bagian atas tanaman (Foth, 1998).
Di dalam tubuh tanaman fosfor memberikan peranan yang penting dalam
hal beberapa kegiatan (1) pembelahan sel dan pembentukan lemak albumin, (2)
pembentukan bunga, buah dan biji, (3) kematangan tanaman melawan efek
nitrogen, (4) merangsang perkembangan akar, (5) meningkatkan kualitas hasil
tanaman dan (6)ketahanan terhadap hama dan penyakit (Damanik dkk., 2011).
Sumber utama P tanah adalah P organik yang dijumpai dalam jumlah 2080 % dari P total tanah. Walaupun P total tanah cukup besar, namun pada
kebanyakan tanah hanya sejumlah kecil P yang tersedia untuk tanaman dan biota
tanah, hal ini terutama sekali disebabkan oleh proses fiksasi kimia P
(Hanafiah dkk., 2009).

Universitas Sumatera Utara

Kalium
Kalium adalah unsur hara makro ketiga yang dibutuhkan tanaman dalam
jumlah yang banyak setelah nitrogen dan fosfor, bahkan kadang – kadang
melebihi jumlah nitrogen seperti halnya kebutuhan kalium pada tanaman yang
menghasilkan umbi – umbian. Kadar kalium total di dalam tanah umumnya cukup
tinggi, dan diperkirakan mencapai 2.6% dari total berat tanah, tetapi kalium yang
tersedia di dalam tanah cukup rendah. Sumber utama hara kalium di dalam tanah
adalah berasal dari kerak bumi. Kadar kalium dari kerak bumi diperkirakan
kurang dari 3.11% K2O sedangkan air larut mengandung kalium sekitar 0.04%
K2O. Rata – rata kadar kalium pada lapisan olah pada tanah pertanian adalah
0.83% yang mana kadar ini lima kali lebih besar dari nitrogen dan dua belas kali
lebih besar dari fosfor (Damanik dkk., 2011).
Berdasarkan hasil penelitian Arianto (2008) diperoleh bahwa kandungan
kalium meningkat sebesar 0.01 me/100g setelah hutan di konvversikan menjadi
kebun kelapa sawit, peningkatan ini disebabkan oleh adanya suplay kalium dari
abu sisa pembakaran yang meresap kedalam tanah.
Kalium memiliki fungsi yang penting terhadap pertumbuhan tanaman
seperti menambah sintesa dan translokasi karbohidrat untuk mempercepat
ketebalan dinding sel dan kekuatan tangkai. Selain itu, kalium juga berfungsi
meningkatkan kandungan gula pada bit dan tebu. Defisiensi unsur hara kalium
selalu memperlihatkan daun yang hangus pada sebagian tanaman (Foth, 1998).
Secara umum dapat disimpulkan bahwa kalium memegang peran penting
dalam peristiwa – peristiwa fisiologis berikut: (1) metabolisme karbohidrat,
pembentukan, pemecah dan translokasi pati, (2) metabolisme protein dan sintesis

Universitas Sumatera Utara

protein, (3) mengawasi dan mengatur aktivitas berbagai unsur mineral, (4)
mengaktifkan

berbagai

enzim,

(5)

mempercepat

pertumbuhan

jaringan

meristematik (6) netralisasi asam – asam organik bagi fisiologis (7) mengatur,
membuka dan menutup stomata dan hal – hal yang berkaitan dengan air
(Damanik dkk., 2011).
Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Kapasitas Tukar Kation (KTK) adalah kemampuan tanah menjerap dan
melepaskan kation yang dinyatakan sebagai total kation yang dapat dipertukarkan
per 100 gram tanah yang dinyatakan dalam miliequivalen disingkat m.e [m.e./100
g atau m.e. (%) atau dalam satuan internasionalnya Cmolc/kg]. Tanah yang
mempunyai kadar liat/koloid lebih tinggi dan/atau kadar bahan organik tinggi
mempunyai KTK yang tinggi dibandingkan dengan tanah yang mempunyai kadar
liat rendah (tanah pasiran) dan kadar bahan organik rendah (Winarso, 2005).
Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau kadar liat tinggi
mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah-tanah dengan kandungan bahan
organik rendah atau tanah-tanah berpasir (Hardjowigeno, 2007). Pada penelitian
Oksana dkk (2012) alih fungsi lahan hutan menunjukkan adanya perubahan pada
kapasitas tukar kation. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kapasitas tukar
kation yaitu; reaksi tanah, tekstur tanah, pemupukan dan bahan organik.
Perubahan kapasitas tukar kation dari lahan hutan menjadi kebun kelapa sawit
usai tanam 2 tahun sebesar 0.04 %, begitu juga yang terjadi pada kebun kelapa
sawit usia tanam 2 tahun menjadi kebun kelapa sawit usia tanam 8 tahun terjadi
peningkatan sebesar 0.39 %, tetapi pada usia tanam 8 tahun menuju usia tanam 16
tahun mengalami penurunan sebesar 3.54 %.

Universitas Sumatera Utara

Proses pertukaran kation ini sangat penting untuk difahami oleh ahli
pertanian karena sangat terkait dengan pengelolaan tanah dan hubungannya
dengan pemupukan dan pengapuran serta proses serapan unsur hara oleh akar. Di
dalam tanah selain terjadi proses pertukaran kation juga ada proses pertukaran
anion, akan tetapi lebih banyak dibicarakan KTK karena sebagian besar unsur
hara esensial di dalam tanah dalam bentuk kation, sehingga reaksi – reaksi
pertukaran juga banyak melibatkan kation (Winarso, 2005).
Para ahli berkeyakinan bahwa jika KTK suatu tanah ditetapkan dengan
memakai larutan ekstraktan penyangga (buffer) pada pH 6.0, maka hampir seluruh
nilai merupakan hasil daripada muatan tetap pada liat, sedangkan jika nilai KTK
ditentukan dengan mempergunakan larutan pengekstrak pada pH 7.8 atau 9.0
maka secara berturut-turut harga KTK akan bertambah. Diduga perubahan KTK
tersebut

disebabkan

oleh

bertambahnya

jumlah

muatan

listrik

(Damanik dkk., 2011).
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Letak Geografis dan Sejarah Singkat Lokasi Penelitian
Sesuai Surat Keputusan Direksi PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero)
Nomor : 04.13/Kpts/Org/93/XII/1998 tanggal 17 Desember 1998 memutuskan
terhitung mulai tanggal 01 Januari 1999 melebur Kebun Bangun Purba dan
merubah statusnya menjadi Afdeling Unit Kebun Adolina. Unit Kebun Adolina
merupakan pintu gerbang PTP Nusantara IV, Berada di Kabupaten Serdang
Bedagei tepatnya dipinggiran jalan raya Medan – Pematang Siantar dengan jarak
38 Km dari Medan. Berada di Enam Kecamatan yaitu Kecamatan Perbaungan,
Pantai Cermin, Galang, Bangun Purba, STM Hilir dan Gajahan yang dikelilingi

Universitas Sumatera Utara

oleh 21 Desa. Kebun Adolina terletak di kabupaten Serdang Bedagai berada pada
ketinggian tempat 15-130 meter diatas permukaan laut. Topografi pada sebagian
besar areal datar-berombak hingga bergelombang dan sebagian kecil berbukit.
Kebun unit Adolina didirikan oleh Pemerintah Belanda sejak tahun 1926
dengan nama “NV Cultuur Maatschappy Onderneming (NV CMO)” yang
bergerak dalam budidaya tembakau. Pada tahun 1938 budidaya tembakau diganti
menjadi budidaya tanaman kelapa sawit dan karet denagn nama “NV Serdang
Maatschappy (SCM)”. Sejak tahun 1973 budidaya tanaman karet diganti kembali
menjadi tanaman kakao, sedangkan budidaya tanaman kelapa sawit tetap
dipertahankan hingga sekarang. Pada tahun 1942 diambil alih oleh pemerintah
Jepang dari Pemerintah Belanda. Pada tahun 1946 diambil kembali oleh
Pemerintah Belanda dengan nama tetap NV SCM. Maka pada tahun 1958
perusahaan ini diambil oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan nama
Perusahaan Perkebunan Negara (PPN), tahun 1960 PPN diganti nama menjadi
PPN Baru SUMUT V. Pada tahun 1936 PPN Baru SUMUT V dipisah menjadi
dua kesatuan yaitu:
1. PPN Karet III Kebun Adolina Hulu, Kantor Kesatuan di Tanjung Morawa
2. PPN Aneka Tanaman II Kebun Hilir, Kantor Kesatuan di Pabatu
Pada tahun 1968 PPN Antan II diganti menjadi PNP VI, dengan
penggabungan kembali PPN Karet III Kebun Adolina Hulu dengan PPN Aneka
Tanaman II Kebun Adolina Hilir, lalu pada tahun 1978 PNP VI dirubah menjadi
bentuk Persero dengan nama PT. Perkebunan VI (Persero). Pada tahun 1994 PTP
VI, PTP VII dan PTP VIII bergabung dan dipinjam oleh Direktur Utama PTP

Universitas Sumatera Utara

VIII. Sejak tanggal 11 Maret 1996 sampai dengan saat ini gabungan PTP VI, PTP
VII dan PTP VIII diberi nama PTP Nusantara IV (Persero).

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Evaluasi Karakteristik Sifat Kimia Tanah Di Lahan Perkebunan Kelapa Sawit Kebun Adolina Ptpn Iv Serdang Bedagai Pada Beberapa Generasi Tanam

1 8 62

Evaluasi Karakteristik Sifat Kimia Tanah Di Lahan Perkebunan Kelapa Sawit Kebun Adolina Ptpn Iv Serdang Bedagai Pada Beberapa Generasi Tanam

0 0 14

Evaluasi Karakteristik Sifat Kimia Tanah Di Lahan Perkebunan Kelapa Sawit Kebun Adolina Ptpn Iv Serdang Bedagai Pada Beberapa Generasi Tanam

0 0 2

Evaluasi Karakteristik Sifat Kimia Tanah Di Lahan Perkebunan Kelapa Sawit Kebun Adolina Ptpn Iv Serdang Bedagai Pada Beberapa Generasi Tanam

0 0 3

Evaluasi Karakteristik Sifat Kimia Tanah Di Lahan Perkebunan Kelapa Sawit Kebun Adolina Ptpn Iv Serdang Bedagai Pada Beberapa Generasi Tanam

0 0 2

Evaluasi Karakteristik Sifat Kimia Tanah Di Lahan Perkebunan Kelapa Sawit Kebun Adolina Ptpn Iv Serdang Bedagai Pada Beberapa Generasi Tanam

0 0 10

Kajian Karakteristik Fisik Tanah Di Lahan Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guinensis Jacq.) Kebun Adolina PTPN IV Pada Beberapa Generasi Tanam

0 0 11

Kajian Karakteristik Fisik Tanah Di Lahan Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guinensis Jacq.) Kebun Adolina PTPN IV Pada Beberapa Generasi Tanam

0 0 2

Kajian Karakteristik Fisik Tanah Di Lahan Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guinensis Jacq.) Kebun Adolina PTPN IV Pada Beberapa Generasi Tanam

0 0 14

Kajian Karakteristik Fisik Tanah Di Lahan Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guinensis Jacq.) Kebun Adolina PTPN IV Pada Beberapa Generasi Tanam

0 0 3