Komunikasi Terapeutik Perawat dan Pasien Gangguan Jiwa (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Terapeutik Perawat dalam Pemulihan Pasien di Rumah Sakit Jiwa Bina Karsa Medan)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Konteks Masalah
Krisis multi dimensi telah mengakibatkan tekanan yang berat pada sebagian
besar masyarakat dunia termasuk Indonesia, krisis ekonomi, politik, sosial, budaya,
agama, ras, kepercayaan dan sebagainya tidak saja akan menjadikan
dengan potensi gangguan fisik berupa gangguan gizi, terserang
masyarakat
berbagai penyakit
infeksi dan sebagainya tetapi juga dengan potensi penyakit psikis berupa stress berat,
depresi,
skizoprenia
dan
sejumlah
problem
sosial
dan
spiritual
Kecenderungan meningkatnya angka gangguan mental atau psikis di
lainnya.
kalangan
masyarakat saat ini dan akan datang, akan terus menjadi masalah sekaligus tantangan
bagi tenaga kesehatan khususnya komunitas profesi psikologi dan keperawatan
(Rasmun, 2001: 14).
Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar yang dilakukan pada tahun 2013 disetiap
provinsi yang ada Indonesia, ditemukan bahwa rumah tangga (RT) yang menjawab
memiliki anggota rumah tangga (ART) dengan gangguan jiwa berat sebanyak 1.655,
terdiri dari 1.588 rumah tangga dengan 1 orang ART, 62 RT memiliki 2 orang ART,
4 RT memiliki 3 ART, dan 1 RT dengan 4 orang ART yang mengalami gangguan
jiwa berat. Jumlah seluruh responden dengan gangguan jiwa berat berdasarkan data
Riskesdas 2013 adalah sebanyak 1.728 orang. Dari hasil riset tersebut dapat
disimpulkan bahwa Indonesia memiliki masalah yang cukup serius dalam kesehatan
jiwa penduduk dan perlu perhatian yang serius
untuk mencari pemecahan masalah
dan pencegahan lebih lanjut pada peningkatan angka gangguan jiwa penduduk di
Indonesia.
Masyarakat Sumatera Utara yang mengalami gangguan jiwa mengalami
peningkatan jumlah , terbukti dari data pasien rawat jalan dan rawat inap di Rumah
Sakit Jiwa daerah Provinsi Sumatera Utara berdasarkan data rekam medik tahun 2014
1
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
2
sebanyak 13.015 pasien yang berkunjung, rinciannya adalah 11.683 pasien rawat
jalan dan rawat inap sebanyak 1.332 sedangkan, tahun 2015 mencapai 16.113orang.
Jumlah tersebut terbagi dalam 2.214 orang pasien rawatinap dan 13.899 orang rawat
jalan. www.medanbisnisdaily.com/.../usia-produktif-dominasi-pasien-rs-jiwa/
Untuk mencapai tingkat kesehatan jiwa secara optimal, pemerintah Indonesia
menegaskan perlunya upaya peningkatan kesehatan jiwa, seperti yang dituangkan
dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan Bab IX pasal 144 yang
menyatakan bahwa upaya kesehatan jiwa ditujukan untuk menjamin setiap orang
dapat menikmati kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan, tekanan dan
gangguan lain yang dapat mengganggu kesehatan.
Yosep dalam (Damaiyanti, 2008:64) menyatakan, dari berbagai penyelidikan
dapat dikatakan bahwa gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang
tidak
normal,
baik
yang berhubungan dengan fisik
maupun dengan mental.
Keabnormalan tersebut dibagi kedalam dua golongan yaitu: Gangguan jiwa (Neurosa)
dan sakit jiwa (Psikosa). Keabnormalan terlihat dalam berbagai macam gejala, yang
terpenting di antaranya adalah ketegangan (tension), rasa putus asa dan murung,
gelisah, cemas, perbuatan-perbuatan yang terpaksa (convulsive), hysteria, rasa lemah,
dan tidak mampu mencapai tujuan, takut pikiran-pikiran dan sebagainya. Seseorang
yang terkena neurosa masih mengetahui dan merasakan kesukarannya, serta
kepribadiannya tidak jauh dari realitas dan masih hidup dalam alam kenyataan pada
umumnya. Sedangkan orang yang terkena psikosa tidak memahami kesukarankesukarannya, kepribadiannya (dari segi tanggapan, perasaan/emosi, dan dorongan
motivasinya sangat terganggu), tidak ada integritas dan ia hidup jauh dari alam
kenyataan.
Penyebab umum gangguan jiwa yaitu, faktor somatik/organobiologis, faktor
psikologik
dan faktor sosio-budaya.
Pasien gangguan jiwa sering mengalami
beberapa masalah seperti masalah perilaku kekerasan, harga diri rendah, masalah
halusinasi, masalah isolasi sosial, masalah waham, masalah perawatan diri, dan resiko
masalah bunuh diri.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
3
Keberagaman masalah gangguan jiwa pada pasien menuntut perawat harus
memiliki keterampilan dalam mengatasi pasien dengan masalah yang berbeda-beda,
khususnya keterampilan dalam berkomunikasi. Komunikasi merupakan komponen
yang penting dalam keperawatan. Perawat perlu menjaga hubungan kerjasama yang
baik dengan pasien, peran komunikasi yang sangat dibutuhkan untuk menciptakan
hubungan yang baik antara perawat dengan pasien
Perkembangan
ilmu
komunikasi sangat
pesat,
salah satu kajian ilmu
komunikasi ialah komunikasi kesehatan yang merupakan hubungan timbal balik
antara tingkah laku manusia masa lalu dan masa sekarang dengan derajat kesehatan
dan
penyakit,
tanpa
mengutamakan perhatian pada penggunaan praktis dari
pengetahuan tersebut atau partisipasi professional dalam program-program yang
bertujuan memperbaiki derajat kesehatan melalui pemahaman yang lebih besar
tentang hubungan timbal balik melalui perubahan tingkah laku sehat kearah yang
diyakini akan meningkatkan kesehatan yang lebih baik. Komunikasi kesehatan dalam
hal ini adalah komunikasi terapeutik.
Komunikasi
terapeutik
merupakan
suatu
proses
komunikasi
yang
direncanakan dan dilakukan untuk membantu penyembuhan dan pemulihan pasien
(Damaiyanti,
2008:11).
Dalam
komunikasi
terapeutik
terdapat
tahap-tahap
komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh perawat dalam membantu pasien dalam
proses penyembuhan dari mulai tahap prainteraksi, tahap perkenalan/orientasi, tahap
kerja dan tahap terminasi. Komunikasi terapeutik termasuk dalam komunikasi
antarpribadi dimana
komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi inti yang
dilakukan oleh perawat dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar
perawat dan pasien.
Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi
antara orang-orang secara tatap-muka,
yang memungkinkan setiap pesertanya
menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal
(Mulyana,2010:81).
Komunikasi antarpribadi dianggap paling efektif dalam hal
upaya mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang, karena sifatnya yang
dialogis, berupa percakapan. Persoalan mendasar dari komunikasi ini adalah saling
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
4
membutuhkan antara perawat dan pasien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam
komunikasi pribadi diantara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien
menerima bantuan.
Komunikasi terapeutik bisa dilakukan tim medis yaitu dokter, perawat,
ataupun bidan. Dalam penelitian ini peneliti memilih perawat sebagai informan sebab
menurut Gaffar (1999:05) perawat adalah salah satu tenaga medis yang paling banyak
berinteraksi dengan pasien secara langsung. Walaupun demikian hingga saat ini
masih banyak pasien atau bahkan keluarga pasien yang mengesampingkan atau
bahkan memandang rendah profesi perawat. Padahal perawat paling banyak
berhubungan dengan pasien.
Saat ini perkembangan keperawatan di Indonesia telah mengalami perubahan
yang sangat pesat menuju perkembangan keperawatan sebagai profesi. Proses ini
merupakan proses perubahan yang sangat mendasar dan konsepsional, yang
mencakup seluruh aspek keperawatan baik aspek pendidikan, pengembangan dan
pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kehidupan keprofesian dalam
keperawatan.
Komunikasi
terapeutik
merupakan
komunikasi professional bagi
perawat, dengan memiliki keterampilan berkomunikasi terapeutik, perawat akan lebih
mudah menjalin hubungan saling percaya dengan pasien, sehingga akan lebih efektif
dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan yang telah diterapkan, memberikan
kepuasan professional dalam pelayanan keperawatan dan akan meningkatkan profesi.
Perawat
rumah sakit
jiwa sebagai tenaga professional mempunyai
kesempatan besar dalam memberikan pelayanan kesehatan. Perawat Rumah Sakit
Jiwa Bina Karsa Medan harus mempunyai suatu proses komunikasi terapeutik yang
efektif dan efisien dalam pemulihan kejiwaan pasien. Pasien yang dibantu sebagai
orang yang membutuhkan pertolongan dan perawat sebagai penolong merupakan
suatu kesatuan untuk mencapai tujuan yaitu terpenuhinya kebutuhan dasar pasien.
Perawat memegang kunci penting dalam memberikan informasi mengenai kondisi
kesehatan pasien kepada dokter untuk diambil langkah penanganan yang lebih lanjut.
Dalam penerapan komunikasi terapeutik terhadap pasien jiwa, perawat tersebut
dikatakan perawat jiwa. Menurut American Nurses Associattions (ANA) Keperawatan
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
5
jiwa adalah area khusus dalam praktek keperawatan yang menggunakan ilmu tingkah
laku manusia sebagai dasar dan menggunakan diri sendiri secara terapeutik dalam
meningkatkan, mempertahankan, memulihkan kesehatan mental masyarakat dimana
pasien berada (American Nurses Associattions).
Dalam melayani pasien, perawat harus terlebih dahulu mengetahui tujuan
komunikasinya pada pasien jiwa yaitu seorang perawat harus bisa memahami pasien,
berusaha menggali perilaku pasien, perlu memberi pujian kepada pasien, dan dapat
memperoleh informasi tentang pasien. Pertama perawat akan memperkenalkan
dirinya kepada pasien dengan sikap terbuka, kemudian perawat membuka komunikasi
dengan pasien dan juga melakukan penyesuaian lingkungan.
Beragam masalah diatas sangat menguji keprofesionalan seorang perawat
dalam melakukan tugasnya dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Sikap dan
perilaku
pasien
yang
berbeda-beda
dengan
masalah
yang
di alami pasien
mengharuskan perawat lebih terampil dalam melakukan komunikasi terapeutik.
Komunikasi terapeutik
perawat
yang
mengarahkan
dalam proses
perawatan,
pemulihan dan kesembuhan pasien. Perawat harus dapat menangani pasien untuk
dilakukannya tindakan medis berupa pemberian obat maupun terapi jiwa.
Keterampilan
berkomunikasi terapeutik
sangatlah penting bagi perawat,
dengan memiliki keterampilan dalam berkomunikasi terapeutik perawat diharapkan
akan lebih mudah dalam menjalin hubungan saling percaya dengan pasien sehingga
akan lebih efektif dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan yang diterapkan,
memberikan
kepuasan
meningkatkan profesi.
profesional
dalam
pelayanan
keperawatan,
dan
akan
Keterampilan komunikasi terapeutik tidaklah efektif tanpa
melalui proses komunikasi terapeutik. Proses dari memulai awal komunikasi dengan
pasien sampai mengakhiri percakapan dengan pasien. Oleh karena itu perawat
haruslah memahami dan mengerti proses komunikasi terapeutik yang terdiri dari
empat tahap
yang pertama,
fase prainteraksi yaitu masa persiapan sebelum
berhubungan dan berkomunikasi dengan pasien. Kedua, fase perkenalan/orientasi
yaitu bagaimana cara perawat memperkenalkan dirinya. Ketiga, fase kerja yaitu inti
hubungan perawatan pasien dengan pelaksanaan rencana tindakan keperawatan yang
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
6
akan dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Keempat, fase terminasi
yaitu akhir dari tiap pertemuan perawat dan pasien. Dari proses komunikasi
terapeutik ini perawat akan lebih mudah menjalin hubungan percaya dengan pasien
untuk membantu proses penyembuhan maupun pemulihan jiwa pasien.
Tenaga ahli dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit jiwa Bina Karsa
Medan ini terdiri dari dokter spesialis jiwa, dokter umum, psikolog dan perawat.
Perawat
disini
memiliki
proporsi
terbesar
dalam
melayani
pasien
secara
berkesinambungan guna mencapai visi dan misi rumah sakit jiwa Bina Karsa Medan,
namun dalam hal ini perawat bekerja tidak lepas dari arahan dokter dalam
keperawatan
jiwa
pasien.
Peneliti memilih
perawat
sebagai informan
untuk
membatasi masalah dalam penelitian.
Dari penjelasan diatas peneliti ingin mengetahui bagaimana sebenarnya proses
komunkasi terapeutik perawat dalam pemulihan pasien
di rumah sakit jiwa Bina
Karsa Medan. Melihat bahwasanya proses komunikasi terapeutik yang tidak mudah
dilakukan perawat dengan masalah pasien yang berbeda-beda.
1.2 Fokus masalah
Berdasarkan konteks masalah yang telah diuraikan diatas, maka peneliti
merumuskan fokus masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana komunikasi
terapeutik perawat dalam pemulihan pasien di rumah sakit jiwaBina Karsa Medan?”
Secara mikro masalah yang ingin diteliti adalah:
1.
Bagaimana proses komunikasi terapeutik perawat dalam pemulihan pasien di
rumah sakit jiwaBina Karsa Medan ?
2.
Apa manfaat komunikasi terapeutik dan pelayanan perawat kepada pasien?
3.
Apa hambatan dalam pelaksanaan komunikasi terapeutik yang dirasakan oleh
perawat dalam pemulihan pasien?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
7
1.
Untuk mengetahui proses komunikasi terapeutik perawat dalam pemulihan
pasien di rumah sakit jiwa Bina Karsa Medan
2.
Untuk mengetahui manfaat pelaksanaan komunikasi terapeutik dan pelayanan
perawat
kepada pasien
3.
Untuk
mengetahui
hambatan-hambatan
dalam
pelaksanaan
komunikasi
terapeutik oleh perawat kepada pasien
1.4 Manfaat Penelitian
1
Manfaat Akademis
Hasil
penelitian
ini
diharapkan
dapat
menambah
atau
memperluas
pengetahuan dan dapat bermanfaat khususnya bagi Mahasiswa Departemen
Ilmu Komunikasi dan umumnya bagi semua pihak yang ingin mengetahui
atau tertarik dengan hasil penelitian ini.
2
Manfaat Teoritis
Penelitian ini untuk menerapkan ilmu yang sudah didapat selama menjadi
mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU serta diharapkan
mampu menambah pengetahuan dan memperluas wawasan peneliti mengenai
komunikasi terapeutik antara perawat jiwa dan pasiennya.
3 Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pandangan dan pengetahuan
kepada siapa saja mengenai terapeutik antara perawat jiwa dan pasiennya,
baik mengenai prosesnya maupun manfaat yang didapatkan dari penerapan
komunikasi terapeutik oleh perawat pasien.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
1.1 Konteks Masalah
Krisis multi dimensi telah mengakibatkan tekanan yang berat pada sebagian
besar masyarakat dunia termasuk Indonesia, krisis ekonomi, politik, sosial, budaya,
agama, ras, kepercayaan dan sebagainya tidak saja akan menjadikan
dengan potensi gangguan fisik berupa gangguan gizi, terserang
masyarakat
berbagai penyakit
infeksi dan sebagainya tetapi juga dengan potensi penyakit psikis berupa stress berat,
depresi,
skizoprenia
dan
sejumlah
problem
sosial
dan
spiritual
Kecenderungan meningkatnya angka gangguan mental atau psikis di
lainnya.
kalangan
masyarakat saat ini dan akan datang, akan terus menjadi masalah sekaligus tantangan
bagi tenaga kesehatan khususnya komunitas profesi psikologi dan keperawatan
(Rasmun, 2001: 14).
Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar yang dilakukan pada tahun 2013 disetiap
provinsi yang ada Indonesia, ditemukan bahwa rumah tangga (RT) yang menjawab
memiliki anggota rumah tangga (ART) dengan gangguan jiwa berat sebanyak 1.655,
terdiri dari 1.588 rumah tangga dengan 1 orang ART, 62 RT memiliki 2 orang ART,
4 RT memiliki 3 ART, dan 1 RT dengan 4 orang ART yang mengalami gangguan
jiwa berat. Jumlah seluruh responden dengan gangguan jiwa berat berdasarkan data
Riskesdas 2013 adalah sebanyak 1.728 orang. Dari hasil riset tersebut dapat
disimpulkan bahwa Indonesia memiliki masalah yang cukup serius dalam kesehatan
jiwa penduduk dan perlu perhatian yang serius
untuk mencari pemecahan masalah
dan pencegahan lebih lanjut pada peningkatan angka gangguan jiwa penduduk di
Indonesia.
Masyarakat Sumatera Utara yang mengalami gangguan jiwa mengalami
peningkatan jumlah , terbukti dari data pasien rawat jalan dan rawat inap di Rumah
Sakit Jiwa daerah Provinsi Sumatera Utara berdasarkan data rekam medik tahun 2014
1
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
2
sebanyak 13.015 pasien yang berkunjung, rinciannya adalah 11.683 pasien rawat
jalan dan rawat inap sebanyak 1.332 sedangkan, tahun 2015 mencapai 16.113orang.
Jumlah tersebut terbagi dalam 2.214 orang pasien rawatinap dan 13.899 orang rawat
jalan. www.medanbisnisdaily.com/.../usia-produktif-dominasi-pasien-rs-jiwa/
Untuk mencapai tingkat kesehatan jiwa secara optimal, pemerintah Indonesia
menegaskan perlunya upaya peningkatan kesehatan jiwa, seperti yang dituangkan
dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan Bab IX pasal 144 yang
menyatakan bahwa upaya kesehatan jiwa ditujukan untuk menjamin setiap orang
dapat menikmati kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan, tekanan dan
gangguan lain yang dapat mengganggu kesehatan.
Yosep dalam (Damaiyanti, 2008:64) menyatakan, dari berbagai penyelidikan
dapat dikatakan bahwa gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang
tidak
normal,
baik
yang berhubungan dengan fisik
maupun dengan mental.
Keabnormalan tersebut dibagi kedalam dua golongan yaitu: Gangguan jiwa (Neurosa)
dan sakit jiwa (Psikosa). Keabnormalan terlihat dalam berbagai macam gejala, yang
terpenting di antaranya adalah ketegangan (tension), rasa putus asa dan murung,
gelisah, cemas, perbuatan-perbuatan yang terpaksa (convulsive), hysteria, rasa lemah,
dan tidak mampu mencapai tujuan, takut pikiran-pikiran dan sebagainya. Seseorang
yang terkena neurosa masih mengetahui dan merasakan kesukarannya, serta
kepribadiannya tidak jauh dari realitas dan masih hidup dalam alam kenyataan pada
umumnya. Sedangkan orang yang terkena psikosa tidak memahami kesukarankesukarannya, kepribadiannya (dari segi tanggapan, perasaan/emosi, dan dorongan
motivasinya sangat terganggu), tidak ada integritas dan ia hidup jauh dari alam
kenyataan.
Penyebab umum gangguan jiwa yaitu, faktor somatik/organobiologis, faktor
psikologik
dan faktor sosio-budaya.
Pasien gangguan jiwa sering mengalami
beberapa masalah seperti masalah perilaku kekerasan, harga diri rendah, masalah
halusinasi, masalah isolasi sosial, masalah waham, masalah perawatan diri, dan resiko
masalah bunuh diri.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
3
Keberagaman masalah gangguan jiwa pada pasien menuntut perawat harus
memiliki keterampilan dalam mengatasi pasien dengan masalah yang berbeda-beda,
khususnya keterampilan dalam berkomunikasi. Komunikasi merupakan komponen
yang penting dalam keperawatan. Perawat perlu menjaga hubungan kerjasama yang
baik dengan pasien, peran komunikasi yang sangat dibutuhkan untuk menciptakan
hubungan yang baik antara perawat dengan pasien
Perkembangan
ilmu
komunikasi sangat
pesat,
salah satu kajian ilmu
komunikasi ialah komunikasi kesehatan yang merupakan hubungan timbal balik
antara tingkah laku manusia masa lalu dan masa sekarang dengan derajat kesehatan
dan
penyakit,
tanpa
mengutamakan perhatian pada penggunaan praktis dari
pengetahuan tersebut atau partisipasi professional dalam program-program yang
bertujuan memperbaiki derajat kesehatan melalui pemahaman yang lebih besar
tentang hubungan timbal balik melalui perubahan tingkah laku sehat kearah yang
diyakini akan meningkatkan kesehatan yang lebih baik. Komunikasi kesehatan dalam
hal ini adalah komunikasi terapeutik.
Komunikasi
terapeutik
merupakan
suatu
proses
komunikasi
yang
direncanakan dan dilakukan untuk membantu penyembuhan dan pemulihan pasien
(Damaiyanti,
2008:11).
Dalam
komunikasi
terapeutik
terdapat
tahap-tahap
komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh perawat dalam membantu pasien dalam
proses penyembuhan dari mulai tahap prainteraksi, tahap perkenalan/orientasi, tahap
kerja dan tahap terminasi. Komunikasi terapeutik termasuk dalam komunikasi
antarpribadi dimana
komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi inti yang
dilakukan oleh perawat dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar
perawat dan pasien.
Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi
antara orang-orang secara tatap-muka,
yang memungkinkan setiap pesertanya
menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal
(Mulyana,2010:81).
Komunikasi antarpribadi dianggap paling efektif dalam hal
upaya mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang, karena sifatnya yang
dialogis, berupa percakapan. Persoalan mendasar dari komunikasi ini adalah saling
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
4
membutuhkan antara perawat dan pasien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam
komunikasi pribadi diantara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien
menerima bantuan.
Komunikasi terapeutik bisa dilakukan tim medis yaitu dokter, perawat,
ataupun bidan. Dalam penelitian ini peneliti memilih perawat sebagai informan sebab
menurut Gaffar (1999:05) perawat adalah salah satu tenaga medis yang paling banyak
berinteraksi dengan pasien secara langsung. Walaupun demikian hingga saat ini
masih banyak pasien atau bahkan keluarga pasien yang mengesampingkan atau
bahkan memandang rendah profesi perawat. Padahal perawat paling banyak
berhubungan dengan pasien.
Saat ini perkembangan keperawatan di Indonesia telah mengalami perubahan
yang sangat pesat menuju perkembangan keperawatan sebagai profesi. Proses ini
merupakan proses perubahan yang sangat mendasar dan konsepsional, yang
mencakup seluruh aspek keperawatan baik aspek pendidikan, pengembangan dan
pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kehidupan keprofesian dalam
keperawatan.
Komunikasi
terapeutik
merupakan
komunikasi professional bagi
perawat, dengan memiliki keterampilan berkomunikasi terapeutik, perawat akan lebih
mudah menjalin hubungan saling percaya dengan pasien, sehingga akan lebih efektif
dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan yang telah diterapkan, memberikan
kepuasan professional dalam pelayanan keperawatan dan akan meningkatkan profesi.
Perawat
rumah sakit
jiwa sebagai tenaga professional mempunyai
kesempatan besar dalam memberikan pelayanan kesehatan. Perawat Rumah Sakit
Jiwa Bina Karsa Medan harus mempunyai suatu proses komunikasi terapeutik yang
efektif dan efisien dalam pemulihan kejiwaan pasien. Pasien yang dibantu sebagai
orang yang membutuhkan pertolongan dan perawat sebagai penolong merupakan
suatu kesatuan untuk mencapai tujuan yaitu terpenuhinya kebutuhan dasar pasien.
Perawat memegang kunci penting dalam memberikan informasi mengenai kondisi
kesehatan pasien kepada dokter untuk diambil langkah penanganan yang lebih lanjut.
Dalam penerapan komunikasi terapeutik terhadap pasien jiwa, perawat tersebut
dikatakan perawat jiwa. Menurut American Nurses Associattions (ANA) Keperawatan
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
5
jiwa adalah area khusus dalam praktek keperawatan yang menggunakan ilmu tingkah
laku manusia sebagai dasar dan menggunakan diri sendiri secara terapeutik dalam
meningkatkan, mempertahankan, memulihkan kesehatan mental masyarakat dimana
pasien berada (American Nurses Associattions).
Dalam melayani pasien, perawat harus terlebih dahulu mengetahui tujuan
komunikasinya pada pasien jiwa yaitu seorang perawat harus bisa memahami pasien,
berusaha menggali perilaku pasien, perlu memberi pujian kepada pasien, dan dapat
memperoleh informasi tentang pasien. Pertama perawat akan memperkenalkan
dirinya kepada pasien dengan sikap terbuka, kemudian perawat membuka komunikasi
dengan pasien dan juga melakukan penyesuaian lingkungan.
Beragam masalah diatas sangat menguji keprofesionalan seorang perawat
dalam melakukan tugasnya dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Sikap dan
perilaku
pasien
yang
berbeda-beda
dengan
masalah
yang
di alami pasien
mengharuskan perawat lebih terampil dalam melakukan komunikasi terapeutik.
Komunikasi terapeutik
perawat
yang
mengarahkan
dalam proses
perawatan,
pemulihan dan kesembuhan pasien. Perawat harus dapat menangani pasien untuk
dilakukannya tindakan medis berupa pemberian obat maupun terapi jiwa.
Keterampilan
berkomunikasi terapeutik
sangatlah penting bagi perawat,
dengan memiliki keterampilan dalam berkomunikasi terapeutik perawat diharapkan
akan lebih mudah dalam menjalin hubungan saling percaya dengan pasien sehingga
akan lebih efektif dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan yang diterapkan,
memberikan
kepuasan
meningkatkan profesi.
profesional
dalam
pelayanan
keperawatan,
dan
akan
Keterampilan komunikasi terapeutik tidaklah efektif tanpa
melalui proses komunikasi terapeutik. Proses dari memulai awal komunikasi dengan
pasien sampai mengakhiri percakapan dengan pasien. Oleh karena itu perawat
haruslah memahami dan mengerti proses komunikasi terapeutik yang terdiri dari
empat tahap
yang pertama,
fase prainteraksi yaitu masa persiapan sebelum
berhubungan dan berkomunikasi dengan pasien. Kedua, fase perkenalan/orientasi
yaitu bagaimana cara perawat memperkenalkan dirinya. Ketiga, fase kerja yaitu inti
hubungan perawatan pasien dengan pelaksanaan rencana tindakan keperawatan yang
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
6
akan dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Keempat, fase terminasi
yaitu akhir dari tiap pertemuan perawat dan pasien. Dari proses komunikasi
terapeutik ini perawat akan lebih mudah menjalin hubungan percaya dengan pasien
untuk membantu proses penyembuhan maupun pemulihan jiwa pasien.
Tenaga ahli dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit jiwa Bina Karsa
Medan ini terdiri dari dokter spesialis jiwa, dokter umum, psikolog dan perawat.
Perawat
disini
memiliki
proporsi
terbesar
dalam
melayani
pasien
secara
berkesinambungan guna mencapai visi dan misi rumah sakit jiwa Bina Karsa Medan,
namun dalam hal ini perawat bekerja tidak lepas dari arahan dokter dalam
keperawatan
jiwa
pasien.
Peneliti memilih
perawat
sebagai informan
untuk
membatasi masalah dalam penelitian.
Dari penjelasan diatas peneliti ingin mengetahui bagaimana sebenarnya proses
komunkasi terapeutik perawat dalam pemulihan pasien
di rumah sakit jiwa Bina
Karsa Medan. Melihat bahwasanya proses komunikasi terapeutik yang tidak mudah
dilakukan perawat dengan masalah pasien yang berbeda-beda.
1.2 Fokus masalah
Berdasarkan konteks masalah yang telah diuraikan diatas, maka peneliti
merumuskan fokus masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana komunikasi
terapeutik perawat dalam pemulihan pasien di rumah sakit jiwaBina Karsa Medan?”
Secara mikro masalah yang ingin diteliti adalah:
1.
Bagaimana proses komunikasi terapeutik perawat dalam pemulihan pasien di
rumah sakit jiwaBina Karsa Medan ?
2.
Apa manfaat komunikasi terapeutik dan pelayanan perawat kepada pasien?
3.
Apa hambatan dalam pelaksanaan komunikasi terapeutik yang dirasakan oleh
perawat dalam pemulihan pasien?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
7
1.
Untuk mengetahui proses komunikasi terapeutik perawat dalam pemulihan
pasien di rumah sakit jiwa Bina Karsa Medan
2.
Untuk mengetahui manfaat pelaksanaan komunikasi terapeutik dan pelayanan
perawat
kepada pasien
3.
Untuk
mengetahui
hambatan-hambatan
dalam
pelaksanaan
komunikasi
terapeutik oleh perawat kepada pasien
1.4 Manfaat Penelitian
1
Manfaat Akademis
Hasil
penelitian
ini
diharapkan
dapat
menambah
atau
memperluas
pengetahuan dan dapat bermanfaat khususnya bagi Mahasiswa Departemen
Ilmu Komunikasi dan umumnya bagi semua pihak yang ingin mengetahui
atau tertarik dengan hasil penelitian ini.
2
Manfaat Teoritis
Penelitian ini untuk menerapkan ilmu yang sudah didapat selama menjadi
mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU serta diharapkan
mampu menambah pengetahuan dan memperluas wawasan peneliti mengenai
komunikasi terapeutik antara perawat jiwa dan pasiennya.
3 Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pandangan dan pengetahuan
kepada siapa saja mengenai terapeutik antara perawat jiwa dan pasiennya,
baik mengenai prosesnya maupun manfaat yang didapatkan dari penerapan
komunikasi terapeutik oleh perawat pasien.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara