Komunikasi Terapeutik Perawat dan Pasien Gangguan Jiwa (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Terapeutik Perawat dalam Pemulihan Pasien di Rumah Sakit Jiwa Bina Karsa Medan)

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Paradigma Kajian Pustaka
Istilah konstruksi sosial atau realitas menjadi terkenal sejak diperkenalkan
oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman melalui bukunya yang berjudul “The
Social Constuction of Reality, a Treatise in The Sociological of Knowledge” (Bungin,
2006 : 189). Lalu ia kemudian menggambarkan proses sosial memalui tindakan dan
interaksinya, yang mana individu menciptakan secara terus menerus suatu realitas
yang di miliki dan dialami bersama secara subjektif.
Dalam aliran filsafat, konstruktivisme muncul sejak Socrates menemukan
jiwa dan tubuh manusia dan sejak Plato menemukan akal budi dan ide. Gagasan
tersebut lebih konkret lagi setelah Aristoteles mengenalkan istilah informasi, relasi,
individu, substansi, materi, esensi dan sebagainya. Ia juga mengatakan bahwa
manusia adalah makhluk sosial, setiap pernyataan harus dibuktikan kebenarannya,
bahwa

kunci

pengetahuan


adalah

logika

dan

dasar

pengetahuan

adalahfakta(Bungin,2006:189).
Asumsi dasar dalam pendekatan konstruktivisme adalah realitas tidak dapat
dibentuk seecara ilmiah, namun juga, turun karena campur tangan Tuhan. Tapi
sebaliknya, ia dibentuk dan dikonstruksi. Pandangan konstruktivisme memandang
realitas kehidupan sosial bukanlah realitas yang natural, tetapi terbentuk dari hasil
konstruksi. Sehingga realitas yang sama bisa ditanggapi, dimaknai dan dikonstruksi
secara

berbeda-beda


pengalaman,pendidikan

oleh
dan

setiap
lingkungan

orang

karena

setiap

sosial yang

orang

berbeda-beda.


mempunyai
Selain

itu,

paradigma konstruktivisme juga memandang realitas sebagai suatu bentukan secara
simbolik melalui interaksi sosial. Keberadaan simbol ataupun bahasa menjadi penting
dalam membentuk realitas. Dalam artian hanya melihat bagaimana bahasa dan simbol
diproduksi dan direproduksi lewat berbagai hubungan yang terbatas antara sumber
dan narasumber yang menyertai proses hubungan tersebut.

8
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

9

Dalam bahasa sederhanya, hanya menyentuh level mikro (konsep diri sumber)
danlevel meso (lingkungan dimana sumber itu berada) dan tidak menyentuh hingga
level makro (sistem politik, budaya, ekonomi, dan lain-lain). Konsentrasi analisis

pada paradigma ini adalah menemukan bagaimana suatu peristiwa ataupun realitas
dikonstruksi, dan dengan cara apa konstruksi itu dibentuk.

2.2 Kajian Pustaka
Kerangka teori menggambarkan dari teori yang mana suatu problem riset
berasal atau dengan teori yang mana problem itu dikaitkan (Lubis, 1998 : 107).
Dalam setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berfikir dalam
memecahkan atau menyoroti masalahnya
Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berfikir
dalam memecahkan dan menyoroti masalahnya. Untuk itu perlu disusun kerangka
teori yang akan memuat pokok-pokok pikiran yang dapat menggambarkan dari sudut
mana masalah penelitian ini akan dibahas (Nawawi, 1995:39).

2.2.1 Komunikasi Terapeutik
Berbicara tentang defenisi komunikasi, tidak ada defenisi yang benar ataupun
salah. Defenisi harus dilihat dari kemanfaatannya untuk menjelaskan fenomena yang
didefenisikan dan mengevaluasinya. Kata komunikasi atau communication dalam
bahasa Inggris berasal dari kata Latin communis yang berarti “sama,” communico,
communication, atau communicare yang berarti “membuat sama” (to make common).
Istilah pertama (communis) paling sering disebut sebagai asal kata komunikasi, yang

merupakan akar dari kata-kata Latin lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan
bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama. Akan tetapi
defenisi-defenisi kontemporer menyarankan bahwa komunikasi merujuk pada cara
berbagi hal-hal tersebut,

seperti dalam kalimat “kita berbagi pikiran,” “kita

mendiskusikan makna,” dan “kita mengirimkan pesan” (Mulyana, 2010 : 46).
Sementara Paradigma Harold Lasswell dalam karyanya, The Stucture and
Function of Communication in Society(Mulyana, 2010:47) mengatakan komunikasi
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

10

ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who Says What In Which Channel To
Whom With What Effect?. Paradigma Lasswell menunjukkan bahwa komunikasi
meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan, yakni:
-


Komunikator

-

Pesan

-

Media

-

Komunikan

-

Efek

Jadi kesimpulan dari paradigma tersebut, komunikasi adalah proses penyampaian
pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek

tertentu.
Carl I. Hovland menyatakan bahwa, ilmu komunikasi adalah: Upaya yang
sistematis untuk merumuskan secara tegar asas-asas penyampaian informasi serta
pembentukan sikap dan pendapat (Effendy, 2005 : 10).
Fungsi Komunikasi yang dikemukakan William I. Gorden dalam Mulyana
(2010 : 5), yakni:
1.

Fungsi Komunikasi Sosial

2.

Fungsi Komunikasi Ekspresif

3.

Fungsi Komunikasi Ritual

4.


Fungsi Komunikasi Instrumental

Komunikasi merupakan komponen yang penting dalam keperawatan. Perawat
perlu menjaga hubungan kerjasama yang baik dengan pasien, peran komunikasi
sangat dibutuhkan untuk menciptakan hubungan yang baik antara perawat dengan
pasien. Dalam memberikan asuhan keperawatan komunikasi yang dilakukan perawat
dengan pasien bukanlah komunikasi sosial biasa, melainkan komunikasi terapeutik
yang merupakan komunikasi antara perawat dengan pasien yang dilakukan secara
sadar, selain itu bertujuan untuk kesembuhan pasien.
Komunikasi Terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni
penyembuhan (As Hornby dalam Intan, 2005). Maka dapat diartikan bahwa
terapeutik adalah segala sesuatu yang memfasilitasi proses penyembuhan. Sehingga
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

11

komunikasi terapeutik

itu


sendiri adalah

komunikasi yang direncanakan dan

dilakukan untuk membantu penyembuhan/pemulihan pasien (Damaiyanti, 2008 : 11).
Northouse, 1998 dikutip (Nurhasanah, 2010:65), komunikasi terapeutik adalah
kemampuan perawat untuk membantu pasien beradaptasi terhadap stres, mengatasi
gangguan

psikologis

dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain.

Sedangkan pendapat Stuart,1998 dikutip (Nurhasanah, 2010 : 65) komunikasi
terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dan pasien, dalam hal
ini perawat dan pasien memperoleh pengalaman belajar besama dalam rangka
memperbaiki pengalaman emosional pasien.
Komunikasi terapeutik termasuk dalam komunikasi antar pribadi dimana
komunikasi antar pribadi merupakan komunikasi inti yang dilakukan oleh perawat.

Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antara
orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap
reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal dan nonverbal (Mulyana 2010 :
81). Onong U. Effendy mendefinisikan komunikasi antar pribadi adalah komunikasi
antara dua orang, dimana terjadi kontak langsung dalam bentuk percakapan,
komunikasi jenis ini bisa langsung secara berhadapan muka (face to face) bisa juga
melalui medium, umpamanya telepon. Ciri khas komunikasi antar pribadi adalah dua
arah atau timbal balik (Effendy, 1993 : 61). Selain itu menurut Dean Barnulus
mengemukakan bahwa komunikasi

antar pribadi biasanya dihubungkan dengan

pertemuan antara dua individu, tiga individu ataupun lebih yang terjadi sangat
spontan dan tidak berstruktur (Liliweri, 1991:12).
Adapun De Vito dalam Liliweri, (1991 : 13) mendefinisikan komunikasi antar
pribadi merupakan pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang
lain, atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang

langsung. De Vito


juga mengemukakan suatu komunikasi antar pribadi yang mengandung ciri- ciri
antara lain adalah :
1.

Keterbukaan atau openness

Komunikator dan komunikan saling mengungkapkan segala ide atau gagasan
bahwa permasalahan secara bebas (tidak ditutupi) dan terbuka tanpa rasa takut
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

12

atau malu. Kedua- keduanya saling mengerti dan memahami pribadi masingmasing.
2.

Empati atau Empathy

Kemampuan

seseorang

memproyeksikan

dirinya

orang

lain

di

dalam

lingkungannya.
3.

Dukungan atau Supportiveness

Setiap pendapat, ide atau gagasan yang disampaikan mendapat dukungan dari
pihak- pihak yang berkomunikasi. Dengan demikian keinginan atau hasrat yang
ada dimotivasi untuk mencapainya.dukungan membantu seseorang untuk lebih
bersemangat dalam melaksanakan aktivitas serta merih tujuan yang didambakan.
4.

Rasa positif atau Positiveness

Setiap pembicaraan yang disampaikan dapat gagasan pertama yang positif, rasa
positif menghindarkan pihak- pihak yang berkomunikasi untuk tidak curiga atau
prasangka yang menggangu jalannya interaksi keduanya.
5.

Kesamaan atau Equality

Suatu komunikasi lebih akrab dalam jalinan pribadi lebih kuat, apabila memiliki
kesamaan tertentu seperti kesamaan pandangan,

sikap,

usia, ideologi dan

sebaiknya (Liliweri, 1991 : 13).
Komunikasi antar pribadi adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap
muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara
langsung, baik secara verbal atau nonverbal.
a.

Komunikasi Verbal
Komunikasi

verbal

menurut

menggunakan kata-kata secara lisan

Dedy

Mulyana

adalah

komunikasi

yang

dengan secara sadar dilakukan oleh manusia

untuk berhubungan dengan manusia lain dalam Fajar (2009 :110). Simbol atau pesan
verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata

atau lebih. Suatu

sistem kode verbal disebut bahasa. Bahasa dapat didefenisikan sebagai seperangkat
simbol,

dengan

aturan

untuk

mengkombinasikan simbol-simbol tersebut,

yang

digunakan dan dipahami suatu komunitas. Bahasa verbal adalah sarana utama untuk
menyatakan pikiran, perasaan, dan maksud kita (Mulyana,2010 :261).
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

13

b.

Komunikasi Nonverbal
Adapun pendapat Larry A. Samovar dan Richard E. Porter, Komunikasi

nonverbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu
setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh
individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima,
defenisi ini mencakup perilaku yang disengaja juga tidak sengaja sebagai bagian dari
peristiwa

komunikasi secara

keseluruhan

(Mulyana,2010

: 343).

Komunikasi

nonverbal adalah komunikasi yang pesannya dikemas dalam bentuk nonverbal, tanpa
kata-kata. Dalam hidup nyata komunikasi nonverbal jauh lebih banyak dipakai
daripada komuniasi verbal. Dalam berkomunikasi hampir secara otomatis komunikasi
nonverbal ikut terpakai. Karena itu, komunikasi nonverbal bersifat tetap dan selalu
ada. Komunikasi nonverbal lebih jujur mengungkapkan hal yang mau diungkapkan
karena spontan.Komunikasi nonverbal dapat berupa bahasa tubuh, tanda (sign),
tindakan/perbuatan (action) atau objek (object).

2.2.2 Tujuan Komunikasi Terapeutik
Purwanto (dalam Damaiyanti, 2008 : 11) mengemukakan tujuan komunikasi
terapeutik adalah sebagai berikut.
1. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan
pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila
pasien percaya pada hal yang diperlukan
2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif
dan mempertahankan kekuatan egonya
3. Memengaruhi orang lain, lingkungan fisik, dan dirinya sendiri

2.2.3 Prinsip-prinsip Komunikasi Terapeutik
Prinsip-prinsip komunikasi terapeutik menurut Carl Rogers adalah
1.

Perawat

jiwa

harus

mengenal

dirinya

sendiri

yang

berarti menghayati,

memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut.

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

14

2.

Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan
saling menghargai.

3.

Perawat jiwa harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun
mental.

4.

Perawat jiwa harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas
berkembang tanpa rasa takut.

5.

Perawat jiwa

harus dapat menciptakan suasana yang memungkinkan pasien

memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap, tingkah lakunya sehingga
tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah- masalah yang dihadapi.
6.

Perawat jiwa

harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk

mengetahui dan

mengatasi perasaan gembira,

sedih,

marah,

keberhasilan,

maupun frustasi.
7.

Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan
konsistensinya.

8.

Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang

terapeutik dan sebaliknya

simpati bukan tindakan yang terapeutik.
9.

Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik.

10. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan meyakinkan
orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat jiwa perlu mempertahankan
suatu keadaan sehat fisik , mental, spiritual, dan gaya hidup.
11. Disarankan untuk mengeskpresikan perasaan bila dianggap mengganggu.
12. Altruisme untuk mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara
manusiawi.
13. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin mengambil
keputusan berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia.
14. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap diri
sendiri atas tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang lain
yaitu pasiennya (Damaiyanti, 2008 : 13).

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

15

2.2.4 Sikap Komunikasi Terapeutik
Egan dalam Keliat, 1992 dikutip (Damaiyanti 2008 : 14), mengidentifikasikan
lima sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi
komunikasi terapeutik, yaitu:
a. Berhadapan;
Arti dari posisi ini adalah saya siap untuk anda
b. Mempertahankan kontak mata;
Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan
keinginan untuk tetap berkomunikasi
c. Membungkuk kearah klien;
Posisi ini menunjukkan keinginan untuk menyatakan atau mendengarkan sesuatu
d. Memperlihatkan sikap terbuka;
Tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi dan
siap membantu
e. Tetap rileks;
Tetap dapat mengendalikan keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam
memberikan

respons

kepada

pasien,

meskipun

dalam

situasi

yang

kurang

menyenangkan

2.2.5 Teknik-teknik Komunikasi Terapeutik
Beberapa teknik komunikasi terapeutik menurut Wilson dan Kneist (1992)
serta Stuart dan Sundeen (1998) dalam (Damaiyanti 2008 : 14) antara lain:
1.

Mendengarkan dengan perlu perhatian

Perawat berusaha mengerti pasien dengan cara mendengarkan apa yang disampaikan.
2.

Menunjukkan penerimaan

Bersedia mendengarkan tanpa menunjukkan keraguan atau ketidaksetujuan.
3.

Menanyakan pertanyaan yang berkaitan

Tujuan perawat bertanya untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai apa
yang disampaikan pasien. Contoh: “Tadi anda katakan anda memiliki 3 orang
saudara, siapa yang anda rasakan paling dekat dengan anda?”
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

16

4.

Pertanyaan terbuka

Pertanyaan yang memerlukan jawaban yang luas dan bukan pertanyaan yang
memiliki

jawaban

“ya”

dan

“tidak”

sehingga

pasien

dapat

mengemukakan

masalahnya, perasaannya, dengan kata-kata sendiri, atau dapat memberikan informasi
yang diperlukan.
5.

Mengulang ucapan pasien dengan kata-kata sendiri

Pengulangan kata pasien menunjukkan umpan balik perawat terhadap apa yang
disampaikan oleh pasien. Umpan balik bahwa perawat mengerti pesan pasien dan
berharap kelanjutan komunikasi.
6.

Mengklarifikasi

Untuk menyamakan pengertian dengan pasien, perawat melakukan klarifikasi dengan
kata yang tidak jelas disampaikan oleh pasien dengan berusaha menjelaskan dalam
kata, ide,atau pikiran .
7.

Memfokuskan

Tujuannya untuk membatasi bahan pembicaraan sehingga percakapan lebih spesifik
dan dimengerti. Dengan cara berusaha untuk tidak memutus pembicaraan ketika
pasien menyampaikan masalah yang penting.
8.

Menyatakan hasil observasi

Perawat harus memberikan umpan balik dengan menyatakan hasil pengamatannya
sehingga pasien dapat mengetahui pesannya diterima dengan benar atau tidak.
9.

Menawarkan informasi

Memberikan tambahan informasi berupa tindakan penyuluhan kesehatan untuk pasien
dengan tujuan memfasilitasi pasien untuk mengambil keputusan.
10. Diam
Sikap

diam perawat

yang

digunakan perawat terhadap

pasien yaitu untuk

mengorganisir pikiran dengan kata lain memberikan kesempatan pada pasien sebelum
menjawab pertanyaan perawat. Diam memerlukan keterampilan dan ketepatan waktu
agar tidak menimbulkan perasaan tidak enak. Diam juga berfungsi pada saat pasien
dan keluarga mengambil keputusan untuk dirinya.
11. Meringkas
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

17

Yaitu pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat. Manfaatnya
untuk

mengingat

topik

yang

telah

dibahas sebelum meneruskan percakapan

selanjutnya.
12. Memberikan Penghargaan
Pasien juga perlu penghargaan dan pujian, tetapi penghargaan jangan sampai menjadi
beban untuk pasien. Dengan kata lain jangan sampai pasien berusaha keras dan
melakukan segala sesuatu demi mendapatkan penghargaan, pujian atau persetujuan
atas perbuatannya. Teknik ini tidak pula dimaksudkan untuk menyatakan bahwa yang
ini bagus dan yang sebaliknya buruk.
13. Menawarkan diri
Bukan tidak mungkin pasien belum siap berkomunikasi dengan perawat, tetapi tidak
bisa dipungkiri lagi bahwa sering juga perawat hanya menawarkan kehadirannya.
Sebaiknya komunikasi ini dilakukan tanpa pamrih dan tidak mengharapkan balasan
terhadap pasien. Perawat cukup menyediakan diri tanpa respons bersyarat atau
respons yang diharapkan.
14. Memberikan kesempatan pada pasien untuk memulai pembicaraan
Perawat harus memberikan kesempatan pada pasien berinisiatif memilih topik yang
ingin dibicarakan bersama. Buat pasien merasakan bahwa ia diharapkan membuka
pembicaraan.
15. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan
Berikan kesempatan kepada pasien mengarahkan hampir seluruh pembicaraan.
Teknik ini juga mengindikasikan bahwa perawat mengikuti apa yang dibicarakan dan
tertarik dengan apa yang akan dibicarakan selanjutnya. Perawat berusaha menafsirkan
dan mengarahkan diskusi pembicaraan.
16. Menempatkan kejadian secara berurutan
Mengurutkan kejadian membantu perawat dan pasien melihat dalam suatu perspektif.
Dan kelanjutan dari suatu kejadian menuntun perawat dan pasien melihat kejadiaan
berikutnya yang merupakan akibat dari kejadian sebelumnya dan menemukan pola
kesukaran dalam hubungan interpersonal.
17. Memberikan kesempatan pada pasien menguraikan persepsinya
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

18

Perawat harus melihat segala sesuatunya dari perspektif pasien jika igin mengerti
pasien. Pasien harus bebas menguraikan persepsinya pada perawat.
18. Refleksi
Perawat mengarahkan kembali ide, perasaan, pertanyaan dan isi pembicaraan kepada
klien. Metode ini menganjurkan pasien untuk mengemukakan dan menerima ide serta
perasaannya sebagai bagian dirinya sendiri.
19. Asertif
Asertif

adalah

kemampuan

dengan

secara

meyakinkan

dan

nyaman

untuk

mengekspresikan pikiran dan perasaan diri dengan tetap menghargai orang lain.
20. Humor
Untuk mengurangi ketegangan dan rasa sakit akibat stress dan meningkatkan
keberhasilan dalam asuhan keperawatan dalam menangani pasien jiwa, perawat perlu
menggunakan humor dalam berkomunikasi dengan pasien.

2.2.6

Teknik Komunikasi Yang Kurang Tepat

Beberapa teknik komunikasi yang kurang tepat yang dikemukakan dalam
buku(Nurhasanah,2010:87)
a. Memberi jaminan: Teknik ini tidak tepat, sebab apabila hal tersebut tidak sesuai
dengan apa yang dijaminkan, pasien menjadi tidak percaya lagi atau bahkan
mungkin menjadi marah.
b. Memberikan penilaian: berkaitan dengan kemampuan perawat dalam memahami
dan mengklarifikasi nilai-nilai yang dianutnya. Teknik ini kurang tepat, karena
apabila teknik ini digunakan dapat mengakibatkan klien merasa bahwa perawat
mengabaikan perasaan pasien atau merendahkan dirinya.
c. Memberi komentar klise: memberi komentar yang itu-itu saja atau yang terlalu
umum. Contoh: setiap pasien melakukan atau menjawab sesuatu dengan tepat,
perawat mengatakan “bagus”.
d. Memberi saran pada klien tidak tepat karena apabila sarannya tidak mampu
mengatasi masalah, pasien akan menyalahkan atau meluangkannya pada perawat.

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

19

e. Mengubah pokok pembicaraan: Teknik ini tidak tepat karena berorientasi pada
perawat. Ketika menggali masalah pasien, terkadang perawat tidak tertarik pada
ungkapan pasien sehingga perawat mengubah topik pembicaraan.
f. Defensif:

Respon

perawat

yang

defensif bisa

menghambat

pasien

dalam

mengungkapkan perasaannya. Dengan memberikan respons defensif, sebenarnya
perawat sedang menutupi kekurangan atau kelemahannya.

2.2.7

Proses Komunikasi Terapeutik

Dalam proses komunikasi terapeutik, seorang perawat mempunyai empat
tahapan yang pada setiap tahapnya mempunyai tugas yang harus diselesaikan oleh
seorang perawat. Stuart & Sundeen (Damaiyanti, 2008 : 21).
a. Fase Pra-Interaksi
Fase ini dimulai sebelum perawat bertemu dengan pasien untuk pertama
kalinya dan merupakan fase dimana perawat merencanakan pendekatan terhadap
pasien. Pada fase ini perawat dapat melihat kembali catatan medik pasien,
mengantisipasi masalah kesehatan yang mungkin timbul pada interaksi pertama,
mempersiapkan lingkungan yang nyaman dan merencanakan waktu yang cukup
untuk interaksi. Pada fase ini juga perlu mengeksplorasi perasaan, fantasi dan
ketakutan yang ada di dalam dirinya serta menganalisis kekuatan dan keterbatasan
yang dimiliki sebelum melakukan interaksi dengan pasien. Perawat yang berhasil
melalui fase ini dengan baik akan menampilkan sikap yang lebih percaya diri dan
lebih siap menghadapi segala macam kemungkinan.
b. Fase Orientasi atau Perkenalan
Fase ini dimulai saat pertama kali perawat bertemu dengan pasien dan saling
mengenal satu sama lainnya. Perawat perlu menampilkan sikap yang hangat, empati,
menerima dan bersikap penuh perhatian terhadap pasien. Hubungan pada fase ini
masih bersifat superfisial, tidak pasti dan masih tentatif. Pasien biasanya akan
menguji kemampuan dan komitmen perawat dalam memberikan asuhan sesuai
dengan harapan yang dimilikinya.

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

20

c. Fase Kerja
Fase

kerja merupakan dimana perawat dan pasien bekerja sama untuk

memecahkan suatu masalah dan mencapai tujuan bersama. Perawat perlu memotivasi
pasien untuk berekspresi, mengeksplorasi dan menetapkan tujuan yang hendak
dicapai. Pada fase ini perawat dapat menunjukkan sikap caring dengan memberikan
informasi yang dibutuhkan klien, melakukan tindakan yang sesuai dan menggunakan
teknik komunikasi terapeutik. Perawat juga dapat membantu pasien dalam menggali
pikiran

dan

perasaannya,

mengeksplorasi

stressor,

mendorong

perkembangan

kesadaran diri pasien, mendukung pemakaian mekanisme koping yang adaptif dan
merencanakan program selanjutnya yang sesuai dengan kemampuan pasien. Perawat
juga perlu mengatasi penolakan pasien terhadap perilaku adaptif yang hendak
diajarkan oleh perawat dengan teknik dan pendekatan yang sesuai.
d. Fase Terminasi
Fase terminasi merupakan fase untuk mengakhiri hubungan. Perawat bersama
pasien dapat saling mengeksplorasi perasaan yang muncul akibat dari perpisahan
yang akan dijalani. Pada fase ini baik perawat maupun pasien dapat merasakan
perasaan puas, senang, marah, sedih, jengkel dan perasaan lainnya yang mungkin
menimbulkan ketidaknyamanan.

Perawat perlu menghadirkan realitas perpisahan

kepada pasien dan melakukan evaluasi dari pencapaian tujuan setelah interaksi
dilakukan. Pada fase ini perawat juga perlu menetapkan rencana tindak lanjut yang
perlu dilakukan pasien terkait intervensi yang baru saja dilakukan pada fase kerja dan
menetapkan kontrak untuk interaksi yang berikutnya. Terminasi terbagi dua yaitu,
terminasi sementara dan terminasi akhir.
a. Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan antarperawat dan pasien, dan
sifatnya sementara, karena perawat akan menemui pasien lagi, apakah satu atau
dua jam atau mungkin besok akan kembali melakukan interaksi.
b. Terminasi akhir, merupakan terminasi yang terjadi jika pasien akan keluar atau
pulang dari rumah sakit.

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

21

Tabel 2.1 Tahap komunikasi terapeutik (Intan dalam Damaiyanti, 2008)
1

Tahap prainteraksi


Mengumpulkan data tentang pasien.



Mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan diri.



Membuat rencana pertemuan dengan pasien (kegiatan, waktu, tempat).

2

Tahap orientasi


Memberikan salam dan tersenyum pada pasien.



Melakukan validasi (kognitif, psikomotor, afektif).



Memperkenalkan nama perawat.



Menanyakan nama panggilan kesukaan pasien.



Menjelaskan tanggung jawab perawat dan pasien.



Menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan.



Menjelaskan tujuan.



Menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk melalukan kegiatan



Menjelaskan kerahasiaan.

3

Tahap kerja


Memberikan kesempatan pada klien untuk bertanya.



Menanyakan

keluhan

utama/keluhan

yang

mungkin

berkaitan

dengankelancaran pelaksanaan kegiatan.


Memulai kegiatan dengan cara yang baik.



Melakukan kegiatan sesuai dengan rencana.

4

Tahap terminasi


Menyimpulkan hasil kegiatan : evaluasi proses dan hasil.

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

22



Memberikan reinforcement positif.



Merencanakan tindak lanjut dengan pasien.



Melakukan kontrak untuk pertemuan selanjutnya (waktu, tempat, topik).



Mengakhiri kegiatan dengan cara yang baik.

Dimensi

respon/perilaku

non

verbal

minimal

yang

perlu

ditunjukkan:


Berhadapan.



Mempertahankan kontak mata.



Tersenyum pada saat yang tepat



Membungkuk ke arah klien pada saat yang diperlukan.



Mempertahankan sikap terbuka(tidak bersedekap, memasukkan tangan ke
kantung atau melipat kaki).

2.2.8 Gangguan Jiwa
2.2.8.1 Pengertian Gangguan Jiwa
Menurut

Yosep

2007

dalam

(Damaiyanti,

2008:64),

dari

berbagai

penyelidikan dapat dikatakan bahwa gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaankeadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan
mental. Keabnormalan tersebut dibagi kedalam dua golongan yaitu: Gangguan jiwa
(Neurosa) dan sakit jiwa (Psikosa). Keabnormalan terlihat dalam berbagai macam
gejala, yang terpenting di antaranya adalah ketegangan (tension), rasa putus asa dan
murung, gelisah, cemas, perbuatan-perbuatan yang terpaksa (convulsive), hysteria,
rasa lemah, dan tidak mampu mencapai tujuan, takut pikiran-pikiran dan sebagainya.
Seseorang

yang

terkena

neurosa

masih

mengetahui

dan

merasakan

kesukarannya, serta kepribadiannya tidak jauh dari realitas dan masih hidup dalam
alam kenyataan pada umumnya. Sedangkan orang yang terkena psikosa tidak
memahami

kesukaran-kesukarannya,

kepribadiannya

(dari

segi

tanggapan,

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

23

perasaan/emosi, dan dorongan motivasinya sangat terganggu), tidak ada integritas dan
ia hidup jauh dari alam kenyataan.

2.2.8.2 Tujuan Komunikasi Pada Pasien Jiwa
Menurut (Damaiyanti, 2008:66), dalam bukunya mengungkapkan beberapa
tujuan pada pasien jiwa:
-

Perawat dapat memahami orang lain

-

Menggali perilaku pasien

-

Memahami perlunya memberi pujian

-

Memperoleh informasi pasien

2.2.8.3 Beberapa Masalah yang Terjadi Pada Pasien
Terdapat beberapa masalah yang terjadi pada pasien jiwa dalam buku
(Damaiyanti,2008:67)
1. Pasien dengan masalah perilaku kekerasan
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis. Perilaku kekerasan dapat dilakukan secara
verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Perilaku kekerasan
dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu saat sedang berlangsung perilaku kekerasan
atau riwayat perilaku kekerasan.
2. Pasien dengan masalah harga diri rendah
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang
berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri.
3. Pasien dengan masalah halusinasi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien mengalami
perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan, dan daya penciuman. Pasien merasakan stimulus yang
sebetulnya tidak ada.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

24

4. Pasien dengan masalah isolasi sosial
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan bahkan
sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien
mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain.
5. Pasien dengan masalah waham
Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara kuat/terus
menerus

namun

tidak

sesuai dengan

kenyataan.

Jenis-jenis waham: Waham

kebesaran, curiga, agama,somatik, nihilistik.
6. Pasien dengan masalah kurangnya perawatan diri
Kurang perawatan diri tampak dari ketidakmampuan merawat kebersihan diri, makan
secara mandiri, berhias diri secara mandiri, dan toileting (Buang air besar dan buang
air kecil).
7. Pasien dengan masalah resiko bunuh diri
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk
mengakhiri hidupnya. Ada tiga macam perilaku bunuh diri yaitu:
 Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin bunuh
diri.
 Ancaman bunuh diri
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk mati
disertai dengan rencana untuk mengkhiri kehidupan dan persiapan alat untuk
melaksanakan rencananya.
 Percobaan bunuh diri
Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien menciderai atau melukai diri untuk
mengakhiri kehidupannya.

2.2.9

Indikator Kesembuhan Pasien Jiwa

Orang dengan gangguan jiwa bisa pulih dengan terapi yang menyeluruh.
Perawat jiwa sekaligus dosen Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia,
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

25

Prof. Dr. Budi Anna Keliat, MAppSc, yakin bahwa pasien gangguan jiwa bisa pulih.
Menurut Budi, ada beberapa indikator untuk mengetahui pasien sudah pulih
(m.beritasatu.com/kesehatan/313244-penderita- gangguan-jiwa-bisa-pulih/).


Pasien mampu mengendalikan gejala



Mampu merawat diri



Dapat bersosialisasi kembali



Mampu melakukan kegiatan rumah tangga

2.3 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran adalah hasil pemikiran yang rasional dan merupakan
uraian yang bersifat kritis dan memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang
dicapai dan dapat mengantarkan penelitian pada rumusan hipotesa (Nawawi,2001:40)

Bagan 2.2 Kerangka Berfikir
Komunikasi
Terapeutik
Perawat
PadaPasien jiwa

Proses Komunikasi
Terapeutik

Empat Tahapan
Komunikasi
Terapeutik:
1. Fase Pra Interaksi
2. FaseOrientasi/Perk
enalan
3. Fase Kerja
4. Fase Terminasi
Dalam tahap ini
terdapat
teknikteknik komunikasi
terapeutik
Stuart & Sundeen

Pemulihan dan
Kesembuhan
Pasien

Indikator pasien
pulih:
1.Pasien mampu
mengendalikan
gejala
2.Mampu merawat
diri
3Dapat bersosialisasi
kembali
4.Mampu melakukan
kegiatan rumah
tangga

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Teknik Komunikasi Terapeutik Perawat Pada Pasien Halusinasi di Rumah Sakit Jiwa (Studi Deskriptif Tentang Teknik Komunikasi Terapeutik Oleh Perawat Kepada Pasien Halusinasi Dalam Proses Penyembuhan di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat)

0 5 1

Tahapan Komunikasi Terapeutik Di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jabar (Suatu Studi Deskriptif tentang Penyembuhan Jiwa Pasien Melalui Tahapan Komunikasi Terapeutik oleh Perawat di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat)

5 107 139

Tahapan Komunikasi Terapeutik Perawat Pada Pasien Waham Di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat (Studi Deksriptif Mengenai Tahapan Komunikasi Terapeutik Perawat Pada Pasien Waham Dalam Proses Penyembuhan Di Rumah Sakit Jiwa provinsi Jawa Barat )

0 2 1

Komunikasi Terapeutik Perawat dan Pasien Gangguan Jiwa (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Terapeutik Perawat dalam Pemulihan Pasien di Rumah Sakit Jiwa Bina Karsa Medan)

3 61 149

Komunikasi Terapeutik Perawat dan Pasien Gangguan Jiwa (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Terapeutik Perawat dalam Pemulihan Pasien di Rumah Sakit Jiwa Bina Karsa Medan)

0 0 15

Komunikasi Terapeutik Perawat dan Pasien Gangguan Jiwa (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Terapeutik Perawat dalam Pemulihan Pasien di Rumah Sakit Jiwa Bina Karsa Medan)

0 0 2

Komunikasi Terapeutik Perawat dan Pasien Gangguan Jiwa (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Terapeutik Perawat dalam Pemulihan Pasien di Rumah Sakit Jiwa Bina Karsa Medan)

0 0 7

Komunikasi Terapeutik Perawat dan Pasien Gangguan Jiwa (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Terapeutik Perawat dalam Pemulihan Pasien di Rumah Sakit Jiwa Bina Karsa Medan)

0 0 4

Komunikasi Terapeutik Perawat dan Pasien Gangguan Jiwa (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Terapeutik Perawat dalam Pemulihan Pasien di Rumah Sakit Jiwa Bina Karsa Medan)

0 0 36

PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK DALAM PENANGANAN PASIEN GANGGUAN JIWA DI RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI BALI

0 0 28