T1 Lampiran Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Ibu dan Tenaga Kesehatan Mengenai Tradisi Se’i dan Tatobi di Daerah Binaan Puskesmas Nulleec. Amanuban Baratabupaten TTS
Tenaga Kesehatan
1. Tenaga kesehatan menyetujui sebagian tradisi yang tidak membahayakan kesehatan.
Partisipan
Kategori
RP1: “Kalau pastinya saya tidak tahu ya, karena Kurang setuju saya bukan orang sini, saya orang Bima. Tapi dengan tradisi kalau dilihat dari pemahaman dan kejadian yang se’i
saya temui di lapangan, se’i itu seperti dipanggang, sedangkan tatobi itu di kompres air hangat. Menurut masyarakat sini itu bisa membantu mengeluarkan darah kotor pasca
melahirkan. Untuk se ’i saya sendiri kurang setuju, karena sudah ada larangan dari pemerintah, selain itu bisa mengganggu
kesehatan juga. Kalau tatobi menurut saya tidak masalah, itu kan seperti mandi, membersihkan badan dengan air hangat.”
RP2: “Se’i dan tatobi itu tradisi di sini, di Timor. Setuju dengan Kalau Tanya setuju atau tidak ya sebenarnya tradisi tatobi kurang setuju, tapi mau bagaimana lagi, ini sudah jadi kebiasaan turun temurun. Kalau kita ingatkan juga mereka lakukan dengan sembunyi - sembunyi. Kalau untuk tatobi saja saya setuju, itu kan hanya untuk kompres ibu punya badan supaya lebih bersih dan segar, tidak berdampak ke bayi juga, tidak seperti se’i.”
RP3: “Se’i itu taruh bara api dibawah tempat tidur Tradisi se’i bisa ibu yang baru melahirkan, jadi seperti dipanggang. mengganggu Kalau tatobi itu kompres air hangat. Itu tradisi pernapasan
orang Timor. Kalau untuk se’i saya kurang orang Timor. Kalau untuk se’i saya kurang
juga. Kalau tatobi sekarang hanya pakai air hangat jadi itu tidak masalah, yang penting tidak kena jahitan di vagina.”
RP4:” Hmm..kalau se’i itu panggang pakai bara Tradisi tatobi api, sedangkan tatobi itu kompres pakai air diartikan sebagai hangat. Itu biasanya ibu lakukan di rumah bulat, membersihkan atau di dapur. Tatobi saya masih mengerti, itu badan juga membersihkan badan to. Kalau se’i sebenarnya saya kurang setuju. Sekarang sudah ada larangan jadi kami sarankan pakai bara api saja di rumah besar. Karena kalau di rumah bulat atau dapur biasanya apinya besar, asap penuh to, jadi bisa mengganggu bayi, bisa mengganggu saluran pernapasan juga. Sebenarnya juga tidak boleh walaupun di dalam rumah besar, karena tetap saja itu ada partikel – partikel debu to, bisa terbang kalau angina tiup, tapi karena ibu – ibu masih pegang erat tradisi orang Timor jadi ya begitu. Dari pada mereka tidak ada perubahan sama sekali ya perlahan saja.”
RP5:” Selamat pagi juga, ia. Kalau dilihat dari Tradisi se’i artinya, se’i itu artinya panggang, mengasapi. Nah memberikan kalau tradisi orang Timor, ibu melahirkan yang se’i dampak negatif
kedepannya
itu artinya ibu dengan bayi dipanggang. Mereka duduk di atas tempat tidur baru bara api dibawahnya. Sedangkan tatobi itu kompres badan pakai air panas. Tapi sekarang se’i sudah di larang to, karena nanti asap dari api itu bisa mengganggu kesehatan ibu maupun bayi. Sedangkan tatobi itu tidak apa - apa karena itu bisa diartikan sebagai mandi, tapi bukan dengan air panas lagi seperti itu hari, sekarang hanya pakai air hangat. Saya sendiri, jelas sebagai
tenaga kesehatan yang sudah tahu dampak
kedepannya dari se’i ini saya tidak setuju, tapi kedepannya dari se’i ini saya tidak setuju, tapi
RP6: “Kalau kakak nona tanya saya, apa itu se’i Tidak saya punya jawaban pasti sama dengan yang lain. mempermasalah Itu salah satu tradisi orang Timor, dimana ibu kan soal tatobi yang baru selesai melahirkan dipanggang di atas tempat tidur dengan bara api di bawah. Kalau tatobi itu tubuh ibu yang baru selesai melahirkan dikompres menggunakan air panas. Itu tradisi dari nenek moyang turun – temurun. Kalau se’i
kurang setuju, karena bisa ganggu pernapasan bayi dan ibu tapi kalau tatobi saya setuju, itu kan hanya kompres badan ibu dengan air hangat jadi tidak masalah.”
2. Sebagian besar tenaga kesehatan yang sudah menikah pernah melakukan tradisi se’i dan tatobi.
Partisipan
Kategori
RP1 : “Kalau pengalaman saya sendiri tidak ada. Tidak Seperti yang sudah saya katakan, saya dan istri pernah saya bukan orang sini. Tapi kalau pasien partum melakukan disini, setelah pulang dari sini mereka masih saja tradisi se’i melakukan tradisi tersebut. Saya sudah beberapa kali dan tatobi melihat orang se’i juga, tapi ya hanya sekedar liat begitu, kan tetangga.” RP2: “Kalau pengalaman se’i dengan tatobi sendiri Keluarga saya tidak ada, karena saya ini belum menikah jadi pernah belum pernah se’i dengan tatobi. Tapi kalau keluarga, melakukan saudara tua dong se’i dengan tatobi juga kalau se’i dan selesai melahirkan. Tapi karena sekarang sudah tahu tatobi dampak kedepannya se’i itu bagaimana dong tidak lakukan lagi.” RP3: “Kalau pengalaman untuk se’i dengan tatobi Tidak sendiri tidak ada, karena saya belum menikah. Tapi pernah kalau pengalaman dengan pasien banyak. Banyak ibu – melakukan ibu melahirkan sekarang yang masih se’i dan tatobi. se’i dan
Mereka se’i diam – diam, takut kalau ada bidan yang tatobi liat nanti kena tegur. Biasanya mereka diam - diam di karena dapur, kalau liat bidan atau kader datang atau hanya belum lewat saja begitu mereka pindah ke rumah besar. Tapi menikah itu kami tahu, kami sering tegur mereka, begitu.” RP4: “Saya pernah se’i waktu melahirkan anak Pernah pertama, tapi hanya satu kali itu saja. Seterusnya melakukan tidak lagi. Kalau pengalaman dengan pasien, selama se’i dan hampir 1,4 tahun ini saya jadi bidan di puskesmas ini, tatobi satu saya kan pindahan, saya dulu di puskesmas Nunkolo kali tapi pindah datang sini, saya sudah banyak melihat ibu – ibu postpartum yang masih lakukan tradisi se’i dan tatobi. Biarpun mereka se’i secara sembunyi – sembunyi tapi kami tahu. Tetapi se’i dan tatobi yang mereka lakukan sekarang tidak sama seperti yang dulu, setidaknya sei yang sekarang tanpa asap, tatobi juga bukan pakai air panas yang mendidih, hangat saja.” RP5: “Kalau pengalaman, saya pernah se’i dan Pernah tatobi. Waktu melahirkan saya punya anak pertama melakukan kan masih tinggal dengan mertua, peraturan yang se’i dan larang itu juga belum ada, jadi saya masih se’i dan tatobi tatobi. Tapi setelah itu tidak lagi. Kalau pengalaman karena dengan pasien tidak ada. Saya kan perawat, tidak turun belum ada ke desa untuk kunjungi ibu hamil atau melahirkan, saya peraturan hanya bertugas di puskesmas saja. Kalau mereka yang berobat ke puskesmas ya kita perawat yang layani larang begitu. Tapi kalau pengalaman dengan tetangga itu sering. Banyak tetangga atau saudara yang masih lakukan itu tradisi sampai sekarang. Apalagi saudara yang di kampung do ng.” RP6: “Saya melahirkan anak pertama dengan kedua Pernah masih sempat se’i dan tatobi. Waktu itu belum ada melakukan larangan dari pemerintah untuk tidak boleh se’i dan se’i dan tatobi, tapi sekarang sudah ada to jadi sudah mulai tatobi dua berkurang. Masih ada, tapi sudah berkurang. Kalau kali mau dibilang masyarakat sudah betul – betul ikut aturan untuk berhenti se’i itu omong kosong, saya yakin masih ada sampai sekarang, tapi sudah tidak seperti dulu lagi. Apa lagi ini t radisi, susah untuk kasi hilang.”
3. Sebagian besar program puskesmas yang berjalan efektif berupa penyuluhan dan sosialisasi.
Partisipan
Kategori
RP1: “Kalau dipuskesmas ini, biasanya kami Melakukan melakukan penyuluhan kepada ibu melahirkan dan penyuluhan
kepada ibu
keluarga tentang se’i dan tatobi sebelum mereka
dan keluarga
pulang kerumah, sosialisasi di posyandu juga, 1 bulan 1 kali. Disini mereka ia saja, tapi setelah sampai rumah ya masih saja dilakukan.” RP2: “Kalau layanan postpartum itu yang tangani Mengadakan bidan dong. Tapi biasanya kami bantu kalau mau sosialisasi
dan
adakan sosialisasi atau penyuluhan di posyandu
penyuluhan
begitu nanti kita bagi, misalnya di posyandu ini berapa di posyandu orang, disana berapa orang, begitu.” RP3: “Biasanya penyuluhan saat ibu mau pulang Kunjungan kerumah. Kita juga bagi brosur yang isinya itu bilang ke rumah ibu
nifas tidak
“kami bukan daging sehingga harus di panggang” berjalan seperti itu, kami juga biasanya mengingatkan di dengan posyandu tentang se’i dan tatobi. Ada juga efektif kunjungan kerumah, tapi itu kurang efisien, kurang dijalankan soalnya banyak ibu melahirkan sedangkan nakes terbatas, seperti itu.” RP4: “Biasanya sosialisasi di posyandu ibu hamil Membagikan dan ibu nifas. Selain itu juga bagi brosur, brosur
penyuluhan waktu ibu melahirkan mau pulang
kerumah. Se’i boleh saja asal hanya pakai bara api secukupnya, juga tatobi pakai air panas.” RP5: “Biasanya itu di adakan penyuluhan pas Penyuluhan melahirkan. Setelah ibu melahirkan dan mau pulang, tentang se’i
sebelum
itu nanti nakes di puskesmas, khususnya bidan yang
pulang ke pulang ke
rumah
RP6: “Kami lakukan sosialisi, penyuluhan sebelum Kunjungan pulang kerumah, itu saja. Oh ada lagi, kunjungan ke rumah ibu
nifas tidak
kerumah ibu nifas tapi yang ini kadang tidak berjalan berjalan lancar karena jumlah ibu melahirkan dengan dengan dengan jumlah nakes terbatas. Ditambah efektif jarak rumah yang berjauhan, kami setengah mati. Jadi kalau sempat kami biasanya berkunjung, tetapi kalau tidak kami lakukan sosialisasi di posyandu saja.”
4. Hambatan terbesar tenaga kesehatan adalah tradisi dan pemikiran masyarakat yang sulit dirubah
Partisipan
Kategori
RP1: “Kita tidak mungkin memaksa mereka Mengubah mengubah, meninggalkan tradisi dari nenek moyang cara mereka begitu saja. Kami sebagai nakes akan pandang mencoba merubah cara pandang mereka masyarakat mengenai kesehatan, terutama tentang tradisi ini mengenai secara perlahan. Contohnya dulu se’i menggunakan tradisi secara api besar, sekarang diganti menggunakan arang saja, perlahan begitu juga tatobi. Hanya menggunakan air hangat, bukan air panas.” RP2: “Itu tadi seperti yang saya bilang. Tradisi orang Tradisi sini, jadi susah untuk kita rubah. Tidak segampang sehingga apa yang kita rencanakan. Pemerintah kasi larangan sulit dirubah tapi tetap saja masih ada yang berani lakukan.” RP3: “Tradisi, itu tantangan yang berat. Karena Tantangan se’i itu tradisi jadi susah diubah. Selain itu jarak terberat rumah ibu nifas yang satu dengan yang lain jadi itu adalah tradisi juga menjadi kendala kalau kita sebagai bidan harus turun atau berkunjung kerumah mereka satu – satu. Selan itu, hampir semua ibu postpartum disini masih memegang teguh tradisi sei dan tatobi, jadi agak susah.”
RP4: “Hambatannya itu susah merubah pemikiran Pemikiran masyarakat di sini mengenai se’i dan tatobi, masyarakat masalahnya ini menyangkut tradisi turun – temurun yang sulit jadi agak repot. Apa lagi ini di kampung, tingkat dirubah pendidikan mereka juga terbatas, agak susah kasi pengertian ke mereka untuk andalkan obat dari dokter, karena dalam otak mereka itu seperti sudah ditanamkan kalau se’i dan tatobi itu kewajiban ibu melahirkan. Kalau belum lakukan itu, badan akan tetap lemas, tidak bisa se gar kembali.” RP5: “Ini kan tradisi to, yang namanya tradisi itu Tetap susah untuk diubah. Meskipun ada larangan dari melakukan pemerintah supaya jangan se’i dengan tatobi lagi se’i dan tapi tetap, masih banyak yang lakukan dengan tatobi diam – diam. Di puskesmas kita kasi tahu mereka ia walaupun saja, tapi setelah sampai rumah mereka tetap ada larangan lakukan. Biasanya sembunyi – sembunyi supaya dari nakes jangan tahu.”
pemerintah
RP6: “Seperti yang saya ceritakan tadi. Ini tradisi Karakteristik orang Timor. Selain itu kadang ada ibu melahirkan ibu yang mati - matian harus se’i dan tatobi didapur postpartum walaupun kita sudah berusaha untuk mengingatkan berbeda - begitu. Setiap orang berbeda, jadi kami berusaha beda
semampu kami.”
5. Tenaga kesehatan berusaha untuk merubah pemikiran masyarakat terhadap tradisi secara perlahan.
Partisipan
Kategori
RP1: “Kalau orang puskesmas tahu nanti dong Memberitahuk tegur. Boleh panggang tapi arang jangan talalu an agar banyak ko baasap, tatobi juga air jangan talalu panas jangan atau mendidih, harus hangat sa. Kalau aturan berlebihan pemerintah yang larang se’i dengan tatobi sonde ada, hanya pas melahirkan itu ada kayak sosialisasi,
tenaga kesehatan dong kasi tahu boleh panggang tapi arang jangan banyak - banyak,
tatobi juga jangan panas - panas. Kalau denda sonde ada.”
RP2: “Puskesmas juga dukung. Sonde ada Jangan se’I peraturan pemerintah yang larang tentang se’i dan tatobi di dengan tatobi, denda juga sonde ada. Dari dapur
puskesmas dong hanya kasi tahu kal au se’i jangan pakai arang talalu banyak, baru sonde boleh se’i di dapur, harus dirumah besar supaya
jangan baasap. Begitu ju dengan tatobi, sonde pakai air mendidih lagi kayak dulu, hanya pakai air hangat sa. Terus tatobi itu jangan sampai kena luka jahitan abis melahirkan, bidan dong bilang itu nanti bisa busuk, tatobi di badan sa.” RP3: “Se’I itu kan tradisi to, tapi kalau menurut Se’I hanya peraturan sekarang jangan pakai api, hanya arang menggunakan sa yang boleh pakai. Itu peraturan dari puskesmas, arang dong kasi tahu pas melahirkan di puskesmas. Kalau
dong tahu kita ada se’I nanti dong kasi tahu untuk kasi kurang itu api, hanya pakai arang
cukup sa. Tapi kalau peraturan untuk larang sonde boleh itu sonde ada. Hanya suruh kasi kurang sa. Denda ju sonde ada.” RP4: “Kalau dari puskesmas bilang boleh se’I Boleh se’I dan dengan tatobi asal jangan se’I di dapur, harus di tatobi asal rumah besar. Ada sosialisasi waktu melahirkan jangan di bilang sebenarnya se’I dengan tatobi itu tidak boleh, dapur tapi kalau ada bidan dari puskesmas yang liat nanti dong hanya tegur bilang sonde boleh berlebihan itu api, pakai arang saja secukupnya. Denda tidak ada, hanya kasi ingat sa itu.” RP5: “Kalau bidan lihat mungkin agak marah, Tradisi dan ditegur. Tapi namanya tradisi ya kita harus ikuti. pengobatan Tapi kan dari dokter kita ikut, jalani. Tradisi juga modern kita ikuti jalani, jadi seimbang. Selama saya se’I seimbang dan tatobi tidak ada tenaga kesehatan yang datang melihat. Waktu di rumah sakit pas melahirkan dikasi tahu kalau tatobi tidak boleh kena jahitan. Karena jahitan itu kan pakai benang daging, 1 minggu saja sudah bisa kering jadi tidak boleh kena air hangat. Untuk peraturan yang melarang se’I dengan tatobi sendiri saya kurang tahu.” RP6: “Ibu bidan dong bilang se’I hanya pakai Menggunakan cukup sa. Tapi kalau peraturan untuk larang sonde boleh itu sonde ada. Hanya suruh kasi kurang sa. Denda ju sonde ada.” RP4: “Kalau dari puskesmas bilang boleh se’I Boleh se’I dan dengan tatobi asal jangan se’I di dapur, harus di tatobi asal rumah besar. Ada sosialisasi waktu melahirkan jangan di bilang sebenarnya se’I dengan tatobi itu tidak boleh, dapur tapi kalau ada bidan dari puskesmas yang liat nanti dong hanya tegur bilang sonde boleh berlebihan itu api, pakai arang saja secukupnya. Denda tidak ada, hanya kasi ingat sa itu.” RP5: “Kalau bidan lihat mungkin agak marah, Tradisi dan ditegur. Tapi namanya tradisi ya kita harus ikuti. pengobatan Tapi kan dari dokter kita ikut, jalani. Tradisi juga modern kita ikuti jalani, jadi seimbang. Selama saya se’I seimbang dan tatobi tidak ada tenaga kesehatan yang datang melihat. Waktu di rumah sakit pas melahirkan dikasi tahu kalau tatobi tidak boleh kena jahitan. Karena jahitan itu kan pakai benang daging, 1 minggu saja sudah bisa kering jadi tidak boleh kena air hangat. Untuk peraturan yang melarang se’I dengan tatobi sendiri saya kurang tahu.” RP6: “Ibu bidan dong bilang se’I hanya pakai Menggunakan
jendela to , jadi asap dong bisa keluar. Kalau buat
dukung,
puskesmas
dong
sonde
mendukung, tapi dong sonde larang ju.
Seandainya ada bidan yang lihat pasti nanti dong tegur, sonde boleh pakai api, hanya arang secukupnya sa. Tapi beta rasakan manfaat dari ini tradisi jadi beta masih lakukan sampai sekarang. Kalau denda sonde.” RP8: “Kalau tatobi sonde apa – apa, tapi kalau Tatobi se’I kadang ibu bidan dong omong, bilang kalau diperbolehkan masuk dapur itu baasap ko apa. Tapi saya bilang pakai air kita or ang timor ini musti se’I dengan tatobi. Kalau hangat saja sonde se’I dengan tatobi dingin kena sedikit mulai pusing – pusing. Jadi kebanyakan saya di dapur, panggang dengan adik kecil. Dari puksemas dong sonde larang hanya kasi ingat sa kalau panggang di dapur itu baasap, nanti kena adik. Tapi ini dari orang tua, dari dulu musti panggang se’I jadi, begitu sudah. Kalau untuk denda di sini sonde ada, itu hanya untuk yang melahirkan dirumah sa.”
Analisis Tema Berdasarkan Kategori Pada
Ibu postpartum
1. Ibu-ibu postpartum merasa bahwa tradisi yang dilakukan sangat membantu dalam proses pemulihan.
Partisipan
Kategori
RP1: “Sebelum panggang kita rasa kayak badan Darah kotor kaku semua, setelah kita panggang dengan tatobi dirahim badan su agak lega, segar dan darah kotor yang keluar ada di kita pu rahim keluar, karena itu nanti bawa penyakit, bisa mempengaruhi untuk jadi tumor kalau darah kotor masih tersisa didalam. Sonde ada rasa takut untuk se’i, karena su biasa.” RP2: “Abis se’i dengan tatobi saya rasa badan jadi Setelah se’I lebih kuat. Kayak tambah sehat begitu, sonde sakit badan – sakit. Dari dulu sampai sekarang sonde sakit. Kalau terasa lebih nanti masih punya anak saya masih mau se’i dengan sehat tatobi, karena itu yang buat badan lebih sehat.” RP3: “Setelah se’I dengan tatobi itu rasa badan Sebelum ringan, enak. Tapi kalau sonde nanti badan dong se’I dan sakit semua . Kalau punya anak lagi masih harus se’I tatobi badan dengan tatobi, yang namanya tradisi kan harus ikuti. terasa sakit Beta sonde takut, su biasa dengan itu barang jadi semua biasa sa (sambil tertawa).” RP4: “Setelah se’I badan rasa lebih enak, ringan Setelah se’I jadi su bisa beraktifitas. Kalau belum se’I dengan dan tatobi tatobi itu badan berat sekali, kalau bangun dari bisa tempat tidur rasa pusing . Tapi setelah se’I tidak lagi. beraktifitas Kalau melahirkan lagi masih mau se’I dengan tatobi, dan jahitan karena ini tradisi, terus itu kan juga membantu untuk cepat kering proses penyembuhan jahitan, lebih cepat kering.” RP5: “Ini anak pertama saya. Rasanya ya gimana ya, Badan kalau tatobi itu air panas to, jadi tatobi semua badan terasa lebih untuk kasi keluar darah – darah kotor dari bekas lahir, ringan tiap hari dua kali, pagi sama sore. Baru panggang setelah se’I pakai arang to, dibawah tempat tidur dikasi arang, dan tatobi pakai arang. Supaya hawa panasnya masuk ke dalam tubuh dari bawah. Bukan saya sendiri yang panggang RP1: “Sebelum panggang kita rasa kayak badan Darah kotor kaku semua, setelah kita panggang dengan tatobi dirahim badan su agak lega, segar dan darah kotor yang keluar ada di kita pu rahim keluar, karena itu nanti bawa penyakit, bisa mempengaruhi untuk jadi tumor kalau darah kotor masih tersisa didalam. Sonde ada rasa takut untuk se’i, karena su biasa.” RP2: “Abis se’i dengan tatobi saya rasa badan jadi Setelah se’I lebih kuat. Kayak tambah sehat begitu, sonde sakit badan – sakit. Dari dulu sampai sekarang sonde sakit. Kalau terasa lebih nanti masih punya anak saya masih mau se’i dengan sehat tatobi, karena itu yang buat badan lebih sehat.” RP3: “Setelah se’I dengan tatobi itu rasa badan Sebelum ringan, enak. Tapi kalau sonde nanti badan dong se’I dan sakit semua . Kalau punya anak lagi masih harus se’I tatobi badan dengan tatobi, yang namanya tradisi kan harus ikuti. terasa sakit Beta sonde takut, su biasa dengan itu barang jadi semua biasa sa (sambil tertawa).” RP4: “Setelah se’I badan rasa lebih enak, ringan Setelah se’I jadi su bisa beraktifitas. Kalau belum se’I dengan dan tatobi tatobi itu badan berat sekali, kalau bangun dari bisa tempat tidur rasa pusing . Tapi setelah se’I tidak lagi. beraktifitas Kalau melahirkan lagi masih mau se’I dengan tatobi, dan jahitan karena ini tradisi, terus itu kan juga membantu untuk cepat kering proses penyembuhan jahitan, lebih cepat kering.” RP5: “Ini anak pertama saya. Rasanya ya gimana ya, Badan kalau tatobi itu air panas to, jadi tatobi semua badan terasa lebih untuk kasi keluar darah – darah kotor dari bekas lahir, ringan tiap hari dua kali, pagi sama sore. Baru panggang setelah se’I pakai arang to, dibawah tempat tidur dikasi arang, dan tatobi pakai arang. Supaya hawa panasnya masuk ke dalam tubuh dari bawah. Bukan saya sendiri yang panggang
gimana, biasa saja. Tapi sesusah tatobi badan
agak enakan, rasa lebih ringan. Kalau perasaan takut untuk se’I dan tatobi sih enggak, tapi kan tatobi pakai air panas to jadi agak sakit – sakit to, takut badan luka, tapi tidak.” RP6: “Tatobi itu pakai air hangat, sebelum tatobi itu Menguatkan saya pu badan sakit semua, setelah tatobi abis itu badan
sudah, badan enak. Se’I itu untuk kasi kuat badan.
Beta su ulang – ulang se’I dengan tatobi jadi sonde takut .” RP7: “Sebelum se’I dengan tatobi itu badan rasa Setelah sakit semua, justru setelah tatobi badan jadi lebih melakukan enak. Rasa capek, badan sakit, semua itu langsung se’i badan hilang. Masih mau, karena ini buat badan lebih kuat jadi lebih dan segar jadi kenapa sonde. Beta punya anak juga enak baik – baik sa, jadi sonde ada masalah.” RP8: “Badan lebih enak, pusing – pusing agak Merasakan hilang. Jadi kalau nanti melahirkan lagi saya masih badan lebih mau se’I dengan tatobi, karena kalau sonde jalan ko enak kena angin sedikit su pusing – pusing na. Memang setelah se’I tatobi pakai air panas, tapi karena cuaca di sini dingin dan tatobi jadi enak kalau tatobi. Panggang itu juga supaya adik jangan dingin. Kalau beta pu anak sebelumnya yang se’I juga itu sehat – sehat semua, sonde ada yang sakit.”
2. Ibu-Ibu postpartum merasa berkewajiban melakukan tradisi se’i dan tatobi
Partisipan
Kategori
RP1: “Wajib, harus. Walaupun dilarang Kewajiban oleh pemerintah sonde boleh panggang, menjalankan tradisi
tapi harus panggang. Adat timor harus
panggang, tapi sekarang sonde kayak dulu, sekarang panggang arang sedikit sa, sonde baasap kayak dulu. Tatobi juga begitu, sekarang sonde pakai air mendidih kayak dulu panggang, tapi sekarang sonde kayak dulu, sekarang panggang arang sedikit sa, sonde baasap kayak dulu. Tatobi juga begitu, sekarang sonde pakai air mendidih kayak dulu
kotor keluar. Kalau sonde se’I dengan tatobi kayak ada yang kurang, apa lagi kalau ini tradisi su turun temurun dari keluarga
dong. Itu kan manfaatnya untuk menyegarkan badan to, jadi kalau selesai tatobi badan jadi segar. Sedangkan panggang itu supaya luka cepat sembuh. Katanya sekarang pemerintah larang, tapi ini kan adat, tidak boleh anggap enteng.” RP5: “Ia, kan kalau rumah sakit dan tradisi Mengikuti tradisi kan beda to, karena kita kan ikut tradisi to. Tradisi timur kan harus tatobi dengan se’I, karena kan dari kedokteran kan hanya kasi obat antibiotik, tapi kan tradisional, tatobi dengan se’I kan untuk kasi keluar darah – darah kotor to, membersihkan jadi darah kotor keluar. Biar tidak ada penyakit di dalam.” RP6: “Wajib, itu harus. Ini tradisi dari orang Tradisi dari orang tua jadi kita harus ikuti. Biar pemerintah mau tua larang kita juga tetap harus lakukan.” RP7: “Ia memang harus. Karena beta punya Harus melakukan mama, mertua, dengan beta punya saudara se’I dan tatobi agar perempuan lain melahirkan abis langsung tidak sakit dong. Itu kan manfaatnya untuk menyegarkan badan to, jadi kalau selesai tatobi badan jadi segar. Sedangkan panggang itu supaya luka cepat sembuh. Katanya sekarang pemerintah larang, tapi ini kan adat, tidak boleh anggap enteng.” RP5: “Ia, kan kalau rumah sakit dan tradisi Mengikuti tradisi kan beda to, karena kita kan ikut tradisi to. Tradisi timur kan harus tatobi dengan se’I, karena kan dari kedokteran kan hanya kasi obat antibiotik, tapi kan tradisional, tatobi dengan se’I kan untuk kasi keluar darah – darah kotor to, membersihkan jadi darah kotor keluar. Biar tidak ada penyakit di dalam.” RP6: “Wajib, itu harus. Ini tradisi dari orang Tradisi dari orang tua jadi kita harus ikuti. Biar pemerintah mau tua larang kita juga tetap harus lakukan.” RP7: “Ia memang harus. Karena beta punya Harus melakukan mama, mertua, dengan beta punya saudara se’I dan tatobi agar perempuan lain melahirkan abis langsung tidak sakit
sakit – sakit. Kan kalau sonde panggang luka melahirkan lama baru sembuh to, kalau panggang luka cepat kering. Sedangkan tatobi itu bikin badan enak, itu juga bantu mempercepat darah kotor keluar. Kalau darah kotor sonde keluar semua kan nanti katong bisa sakit. Beta harus se’I na, biar mau ada larangan dari pemerintah ma kita orang Tmor ini harus na, kalau sonde nanti badan dong lemas semua.” RP8: “Wajib, harus. Pokoknya itu turunan Wajib melakukan orang tua jadi kita sampai anak ju begitu. karena turunan dari Sekarang bilang ada larangan dari pemerintah orang tua ma saya tetap se’i. Itu tradisi na.”
3. Orang tua sebagai key person dalam pengambilan keputusan.
Partisipan
Kategori
RP1: “Dari dulu su adat, su tradisi turun Orang tua yang temurun jadi kita harus ikuti. Tidak ikuti memberitahukan memang tidak ada efek khusus tapi kita rasa kayak ada yang kurang pas begitu, jadi harus ikuti. Orang tua yang kasi tahu untuk kita
panggang dengan tatobi.”
RP2: “Seperti yang tadi saya bilang itu, ini Mengikuti jejak tradisi orang Timor jadi kita harus lakukan. orang tua
Orang tua juga dulu se’i dengan tatobi, dari dulu memang begitu. Orang tua yang kasi saran jadi saya i kut saja.”
RP3: “Istilahnya dari dulu orang tua dong Mengikuti kebiasaan
su begitu, jadi kita ikut sa.”
dari orang tua
RP4: “Ini sudah tradisi orang Timor jadi kita Mengikuti saran harus ikuti. Orang tua juga kasi saran jadi orang tua kita anak – anak ini ikuti saja. Mama mantu juga biasa bantu tatobi.” RP5: “Karena manfaatnya itu tadi. Bisa bantu Mengikuti saran ibu melahirkan kayak kami ini biar cepat mertua sembuh. Apa lagi karena saran untuk tatobi RP4: “Ini sudah tradisi orang Timor jadi kita Mengikuti saran harus ikuti. Orang tua juga kasi saran jadi orang tua kita anak – anak ini ikuti saja. Mama mantu juga biasa bantu tatobi.” RP5: “Karena manfaatnya itu tadi. Bisa bantu Mengikuti saran ibu melahirkan kayak kami ini biar cepat mertua sembuh. Apa lagi karena saran untuk tatobi
mantu, jadi saya ikut saja. Enggak mungkin keluarga dong kasitau yang tidak baik to.” RP6: “Saran untuk se’I dengan tatobi ini Mengikuti tradisi dari orang tua. Baru ini su tradisi lama jadi lama
ikuti saja.”
RP7: “Karena memang di kami punya Kebiasaan dari keluarga itu sudah biasa. Semua yang keluarga melahirkan harus panggang jadi beta juga harus panggang. Apa lagi beta melahirkan pertama waktu masih tinggal dengan mertua to , jadi mertua su siap semua, beta tinggal lakukan sa. Tapi kalau untuk melahirkan yang sekarang beta punya suami yang siapkan semua, dia yang cari kayu bakar untuk panggang, dia juga yang masak air panas untuk tatobi beta.” RP8: “Saran dari orang tua, dari kita sendiri Saran dari orang tua juga. Kalau rasa agak pusing – pusing na dan kemauan muat ambil air panas sedikit ko tatobi itu su sendiri agak baik sedikit.”
Lampiran 2 PEDOMAN WAWANCARA TENAGA KESEHATAN
Judul Penelitian
:Persepsi Ibu dan Tenaga Kesehatan Mengenai Tradisi Se’i dan Tatobi di Daerah Binaan Puskesmas Nulle, Kec. Amanuban Barat, Kabupaten TTS.
Peneliti
: Fajar Mey Insetyorini Neno
NIM
1. Bolehkah ibubapak bercerita, seperti apa tradisi se’i dan tatobi itu ?
2. Bolehkah ibubapak becerita mengenai pengalaman ibubapak terkait dengan tradisi tersebut ?
3. Bisakah ibubapak menjelaskan mengenai strategi pemberian layanan postpartum dimasyarakat berkaitan dengan kepercayaan ini?
4. Bisa ibubapak ceritakan mengenai hambatan dan tantangan layanan postpartum di masyarakat berkaitan dengan kepercayan ini?
5. Bagaimana Respon dan Tindakan ibubapak jika mengetahui ada ibu - ibu yang melakukan tradisi tersebut.?
PEDOMAN WAWANCARA IBU POSTPARTUM
Judul Penelitian
:Persepsi Ibu dan Tenaga Kesehatan Mengenai Tradisi Se’i dan Tatobi di Daerah Binaan Puskesmas Nulle, Kec. Amanuban Barat, Kabupaten TTS.
Peneliti
: Fajar Mey Insetyorini Neno
NIM
1. Coba ibu ceritakan pengalaman ibu dalam menjalankan tradisi se’i dan tatobi.
2. Coba ibu ceritakan, mengapa ibu memutuskan untuk melakukan tradisi se’i dan tatobi ?
3. Bagaimana kondisi kesehatan ibu setelah dilakukan tradisi se’i dan tatobi ?
4. Bisa ibu ceritakan dukungan puskesmas dalam ibu melakukan tradisi se’i dan tatobi ?
Lampiran 3 LEMBAR PERSETUJUAN
Anda diundang untuk berpartisipasi dalam penelitian berjudul “Persepsi Ibu dan Tenaga Kesehatan Mengenai Tradisi Se’i dan Tatobi di Daerah Binaan Puskesmas Nulle, Kec. Amanuban Barat, Kabupaten TTS“ dibawah pengawasan R.L.N.K. Retno Triandhini, M.Si. dan Treesia Sujana, S.Kep, MN. berikut ini adalah point - point penting dari penelitian yang akan dijelaskan kepada Anda oleh peneliti. Dengan menandatangani formulir persetujuan, Anda menjamin bahwa point - point ini telah dijelaskan dengan baik dan memastikan Anda memahaminya.
a. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana persepsi ibu dan tenaga kesehatan tentang tradisi se’i dan tatobi.
b. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data dasar mengenai persepsi ibu dan tenaga kesehatan tentang tradisi se’i dan tatobi.
c. Penelitian ini akan dilakukan dengan wawancara mendalam tentang persepsi ibu dan tenaga kesehatan terkait tradisi se’i dan tatobi. Tidak menutup kemungkinan partisipan akan merasa tidak nyaman dengan pertanyaan peneliti, oleh karena itu peneliti hanya akan menanyakan pertanyaan yang terkait dengan penelitian.
d. Semua rekaman dan informasi tentang Anda dan partisipasi Anda dalam penelitian ini akan dijaga kerahasiaannya dan akan digunakan semata - mata untuk tujuan penelitian ini.
e. Partisipasi Anda dalam penelitian ini adalah sepenuhnya sukarela dan Anda dapat menarik kembali partisipasi Anda kapan saja untuk alasan apapun.
f. Jika anda memiliki pertanyaan mengenai studi, anda dapat menghubungi atau mengajukan pertanyaan kapan saja.dapat dihubungi untuk informasi lebih lanjut adalah 085 293 482 701 (Fajar Mey Insetyorini Neno).
g. Jika Anda memiliki pertanyaan tentang hak - hak Anda sebagai responden penelitian ini, Anda dapat menghubungi Penelitian Etika Dewan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Indonesia. Telepon: 0298-423.861.
Saya memberikan persetujuan saya untuk kondisi di atas,
Nulle,……………..
Tanda Tangan :
_____________ Partisipan
Saya menyatakan persetujuan sebagai berikut :
a. Semua property intelektual milik peneliti
b. Tidak ada konflik kepentingan dengan lembaga - lembaga lain yang timbul dari penelitian ini
Tanda Tangan:
Fajar Mey Insetyorini Neno Mahasiswa PSIK FKIK UKSW
Lampiran 4
Tabel 3.2 Transkip Wawancara Tenaga Kesehatan
Wawancara ke
Nama Subjek
: Tn. E.H
Pendidikan
: Ns, S.Kep
Pekerjaan
: Koordinator perawat
Waktu (Tanggal, Jam)
: Senin, 09 Mei 2016, Jam 08.00 Wita
Lokasi
: Puskesmas Nulle
: Peneliti RP 1 : Riset Partisipan
P
S
Isi Wawancara
P
Bolehkah bapak bercerita, seperti apa tradisi se’i dan tatobi itu ? RP1 Kalau pastinya saya tidak tahu ya, karena saya bukan orang
sini, saya orang Bima. Tapi kalau dilihat dari pemahaman dan kejadian yang saya temui di lapangan, se’i itu seperti dipanggang, sedangkan tatobi itu di kompres air hangat. Menurut masyarakat sini itu bisa membantu mengeluarkan darah kotor pasca melahirkan. untuk se’I saya sendiri kurang setuju, karena sudah ada larangan dari pemerintah, selain itu bisa mengganggu kesehatan juga. Kalau tatobi menurut saya tidak masalah, itu kan seperti mandi, membersihkan badan dengan air hangat.
P
Bolehkah bapak becerita mengenai pengalaman bapak terkait dengan tradisi tersebut ?
RP1 Kalau pengalaman saya sendiri tidak ada. Seperti yang sudah
saya katakan, saya dan istri saya bukan orang sini. Tapi kalau pasien partum disini, setelah pulang dari sini mereka masih saja melakukan tradisi tersebut. Saya sudah beberapa kali melihat orang se’I juga, tapi ya hanya sekedar liat begitu, kan tetangga.
P
Bisakah bapak menjelaskan mengenai strategi pemberian layanan
kepercayaan ini? RP1 Kalau dipuskesmas ini, biasanya kami melakukan penyuluhan
kepada ibu melahirkan dan keluarga tentang se’i dan tatobi sebelum mereka pulang kerumah, sosialisasi di posyandu juga,
1 bulan 1 kali. Disini mereka ia saja, tapi setelah sampai rumah ya masih saja dilakukan.
P
Bisa bapak ceritakan mengenai hambatan dan tantangan layanan postpartum di masyarakat berkaitan dengan kepercayan ini?
RP1 Kita tidak mungkin memaksa mereka mengubah, meninggalkan
tradisi dari nenek moyang mereka begitu saja. Kami sebagai nakes akan mencoba merubah cara pandang mereka mengenai kesehatan, terutama tentang tradisi ini secara perlahan. Contohnya dulu se’i menggunakan api besar, sekarang diganti menggunakan arang saja, begitu juga tatobi. Hanya menggunakan air hangat, bukan air panas.
P
Bagaimana Respon dan Tindakan bapak jika mengetahui ada ibu - ibu yang melakukan tradisi tersebut.?
RP1 Sebagai tenaga kesehatan saya akan menegur, karena itu
memang tugas kami sebagai nakes. Tapi ya itu, kembali lagi, sebagai orang luar saya juga harus berusaha menghargai tradisi mereka. Saya tidak langsung melarang agar jangan melakukan lagi, tetapi intensitasnya dikurangi. Misalnya dulu api selalu menyala 24 jam, sekarang hanya menggunakan arang saat pagi dan malam hari saja, hanya untuk menghangatkan rungan agar tidak dingin, seperti itu. Karena tidak semua masyarakat menerima apa yang kita sarankan, ada yang menerima Karena sudah paham tujuan kita melarang itu baik, tapi ada juga yang menganggap bahwa kita tidak memahami adat istiadat mereka. Nah, kalau ketemu orang begitu itu yang susah. Untuk sekarang denda tidak diberlakukan disini, mungkin belum.
Wawancara ke
Nama Subjek
: Ny. V.M
Pendidikan
: S.Kep
Pekerjaan
: Perawat
Waktu (Tanggal, Jam)
: Senin, 09 Mei 2016, Jam 08.30 Wita
Lokasi
: Puskesmas Nulle
: Peneliti RP 2 : Riset Partisipan
S
Isi Wawancara
P
Bolehkah ibu bercerita, seperti apa tradisi se’i dan tatobi itu ? RP2 Se’i dan tatobi itu tradisi di sini, di Timor. Kalau Tanya setuju
atau tidak ya sebenarnya kurang setuju, tapi mau bagaimana lagi, ini sudah jadi kebiasaan turun temurun. Kalau kita ingatkan atau tidak ya sebenarnya kurang setuju, tapi mau bagaimana lagi, ini sudah jadi kebiasaan turun temurun. Kalau kita ingatkan
P
Bolehkah ibu becerita mengenai pengalaman ibu terkait dengan tradisi tersebut ?
RP2 Kalau pengalaman se’i dengan tatobi sendiri saya tidak ada,
karena sa ya ini belum menikah jadi belum pernah se’i dengan tatobi. Tapi kalau keluarga, saudara tua dong se’I dengan tatobi juga kalau selesai melahirkan. Tapi karena sekarang sudah tahu dampak kedepannya se’i itu bagaimana dong tidak lakukan lagi.
P
Bisakah ibu menjelaskan mengenai strategi pemberian layanan postpartum dimasyarakat berkaitan dengan kepercayaan ini?
RP2 Kalau layanan postpartum itu yang tangani bidan dong. Tapi
biasanya kami bantu kalau mau adakan sosialisasi atau penyuluhan di posyandu begitu nanti kita bagi, misalnya di posyandu ini berapa orang, disana berapa orang, begitu.
P
Bisa ibu ceritakan mengenai hambatan dan tantangan layanan postpartum di masyarakat berkaitan dengan kepercayan ini?
RP2 Itu tadi seperti yang saya bilang. Tradisi orang sini, jadi susah
untuk kita rubah. Tidak segampang apa yang kita rencanakan. Pemerintah kasi larangan tapi tetap saja masih ada yang berani lakukan.
P
Bagaimana Respon dan Tindakan ibu jika mengetahui ada ibu - ibu yang melakukan tradisi tersebut.?
RP2 Saya akan ingatkan dampak dari se’i itu saja. Kalau mereka
masih mau melakukan mereka harus siap dengan resiko kedepannya. Saya bilang begitu. Mereka mungkin tidak akan lihat dampak itu sekarang, tapi kedepannya itu bagaimana kan kita tidak tahu. Jadi saya ingatkan mereka untuk memikirkan resiko kedepannya seperti apa, karena itu tugas kita sebagai nakes. Kalau soal denda, itu tidak berlaku disini. Kalau ada yang melahirkan di rumah itu yang kena denda. Kita hanya menegur, tidak menarik denda apapun. Disini memang begitu.
Wawancara ke
Nama Subjek
: Ny. E
Pendidikan
: D3 Kebidanan
Pekerjaan
: Bidan Desa
Waktu (Tanggal, Jam)
: Senin, 09 Mei 2016, Jam 09.00 Wita
Lokasi
: Ruang Bersalin, Puskesmas Nulle
Keterangan
S
: Subjek
P
: Peneliti RP 3 : Riset Partisipan
S
Isi Wawancara
P
Bolehkah ibu bercerita, seperti apa tradisi se’i dan tatobi itu ? RP3 Se’i itu taruh bara api dibawah tempat tidur ibu yang baru
melahirkan, jadi seperti dipanggang. Kalau tatobi itu kompres air hangat. Itu tradisi orang Tim or. Kalau untuk se’i saya kurang setuju, biar hanya pakai bara api tetap saja abu dari arang tadi bisa terbang – terbang kalau angin tiup, bisa mengganggu pernapasan bayi juga. Kalau tatobi sekarang hanya pakai air hangat jadi itu tidak masalah, yang penting tidak kena jahitan di vagina.
P
Bolehkah ibu becerita mengenai pengalaman ibu terkait dengan tradisi tersebut ?
RP3 Kalau pengalaman untuk se’I dengan tatobi sendiri tidak ada,
karena saya belum menikah. Tapi kalau pengalaman dengan pasien banyak. Banyak ibu – ibu melahirkan sekarang yang masih se’i dan tatobi. Mereka se’i diam – diam, takut kalau ada bidan yang liat nanti kena tegur. Biasanya mereka diam - diam di dapur, kalau liat bidan atau kader datang atau hanya lewat saja begitu mereka pindah ke rumah besar. Tapi itu kami tahu, kami sering tegur mereka, begitu.
P
Bisakah ibu menjelaskan mengenai strategi pemberian layanan postpartum dimasyarakat berkaitan dengan kepercayaan ini?
RP3 Biasanya penyuluhan saat ibu mau pulang kerumah. Kita juga
bag i brosur yang isinya itu bilang “kami bukan daging sehingga harus di panggang” seperti itu, kami juga biasanya mengingatkan di posyandu tentang se’i dan tatobi. Ada juga kunjungan kerumah, tapi itu kurang efisien, kurang dijalankan soalnya banyak ibu melahirkan sedangkan nakes terbatas, seperti itu.
P
Bisa ibu ceritakan mengenai hambatan dan tantangan layanan postpartum di masyarakat berkaitan dengan kepercayan ini?
RP3 Tradisi, itu tantangan yang berat. Karena se’i itu tradisi jadi
susah diubah. Selain itu jarak rumah ibu nifas yang satu dengan yang lain jadi itu juga menjadi kendala kalau kita sebagai bidan harus turun atau berkunjung kerumah mereka satu – satu. Selan itu, hampir semua ibu postpartum disini masih memegang teguh tradisi sei dan tatobi, jadi agak susah.
P
Bagaimana Respon dan Tindakan ibu jika mengetahui ada ibu - ibu yang melakukan tradisi tersebut.?
RP3 Kita sebagai nakes akan menegur, mengingatkan mereka
tentang dampaknya, karena itu tugas sebagai tenaga kesehatan disini. Tapi selalu saja, kendalanya itu karena ini tradisi, seperti itu. Jadi kami usaha buat rubah kepercayaan itu tapi pelan – tentang dampaknya, karena itu tugas sebagai tenaga kesehatan disini. Tapi selalu saja, kendalanya itu karena ini tradisi, seperti itu. Jadi kami usaha buat rubah kepercayaan itu tapi pelan –
Wawancara ke
Nama Subjek
: Ny. D
Pendidikan
: D3 Kebidanan
Pekerjaan
: Bidan Desa
Waktu (Tanggal, Jam)
: Senin, 09 Mei 2016, Jam 09.30 Wita
Lokasi
: Ruang Bersalin, Puskesmas Nulle
: Peneliti RP 4 : Riset Partisipan
S
Isi Wawancara
P
Bolehkah ibu bercerita, seperti apa tradisi se’i dan tatobi itu ? RP4 Hmm..kalau se’i itu panggang pakai bara api, sedangkan tatobi
itu kompres pakai air hangat. Itu biasanya ibu lakukan di rumah bulat, atau di dapur. Tatobi saya masih mengerti, itu juga membersihkan badan to. Kalau se’I sebenarnya saya kurang setuju. Sekarang sudah ada larangan jadi kami sarankan pakai bara api saja di rumah besar. Karena kalau di rumah bulat atau dapur biasanya apinya besar, asap penuh to, jadi bisa mengganggu bayi, bisa mengganggu saluran pernapasan juga. Sebenarnya juga tidak boleh walaupun di dalam rumah besar, karena tetap saja itu ada partikel – partikel debu to, bisa terbang kalau angin tiup, tapi karena ibu – ibu masih pegang erat tradisi orang Timor jadi ya begitu. Dari pada mereka tidak ada perubahan sama sekali ya perlahan saja.
P
Bolehkah ibu becerita mengenai pengalaman ibu terkait dengan tradisi tersebut ?
RP4 Saya pernah se’I waktu melahirkan anak pertama, tapi hanya
satu kali itu saja. Seterusnya tidak lagi. Kalau pengalaman dengan pasien, selama hampir 1,4 tahun ini saya jadi bidan di puskesmas ini, saya kan pindahan, saya dulu di puskesmas Nunkolo tapi pindah datang sini, saya sudah banyak melihat ibu – ibu postpartum yang masih lakukan tradisi se’i dan tatobi. Biarpun mereka se’i secara sembunyi – sembunyi tapi kami tahu. Tetapi se’i dan tatobi yang mereka lakukan sekarang tidak sama seperti yang dulu, setidaknya sei yang sekarang tanpa asap, tatobi juga bukan pakai air panas yang mendidih, hangat saja.
P
Bisakah ibu menjelaskan mengenai strategi pemberian layanan Bisakah ibu menjelaskan mengenai strategi pemberian layanan
itu juga kadang – kadang bagi brosur, penyuluhan waktu ibu melahirkan mau pulang kerumah. Se’i boleh saja asal hanya pakai bara api secukupnya, juga tatobi pakai air panas.
P
Bisa ibu ceritakan mengenai hambatan dan tantangan layanan postpartum di masyarakat berkaitan dengan kepercayan ini?
RP4 Hambatannya itu susah merubah pemikiran masyarakat di sini
mengenai se’i dan tatobi, masalahnya ini menyangkut tradisi turun – temurun jadi agak repot. Apa lagi ini di kampung, tingkat pendidikan mereka juga terbatas, agak susah kasi pengertian ke mereka untuk andalkan obat dari dokter, karena dalam otak mereka itu seperti su dah ditanamkan kalau se’i dan tatobi itu kewajiban ibu melahirkan. Kalau belum lakukan itu, badan akan tetap lemas, tidak bisa segar kembali.
P
Bagaimana Respon dan Tindakan ibu jika mengetahui ada ibu - ibu yang melakukan tradisi tersebut.?
RP4 Jelas sebagai nakes kita tegur, kita mengingatkan. Tapi hanya
sekedar kasi ingat kembali kalau se’i itu pasti dampaknya ada, walaupun bukan sekarang tapi kedepannya pasti ada, jadi lebih baik se’i di kurangi atau kalau bisa tidak dilakukan lagi. Tapi kita hanya bisa mengingatkan, tidak bisa memaksa mereka untuk berenti begitu saja, soalnya ini bahas tentang adat – istiadat, tidak segampang itu dirubah. Untuk se’I kita tidak tarik denda dari masayrakat.
Wawancara ke
Nama Subjek
: Ny. D.L
Pendidikan
: S.kep
Pekerjaan
: Perawat
Waktu (Tanggal, Jam)
: Rabu, 11 Mei 2016, Jam 08.00 Wita
Lokasi
: Puskesmas Nulle
: Peneliti RP 5 : Riset Partisipan
S
Isi Wawancara
P
Selamat pagi ibu, seperti janji kemarin sekarang saya datang untuk wawancara. Kita mulai sekarang ibu. Bolehkah ibu bercerita, seperti apa tradisi se’i dan tatobi itu ?
RP5 Selamat pagi juga, ia. Kalau dilihat dari artinya, se’i itu artinya RP5 Selamat pagi juga, ia. Kalau dilihat dari artinya, se’i itu artinya
P
Bolehkah ibu bercerita mengenai pengalaman ibu terkait dengan tradisi tersebut ?
RP5 Kalau pengalaman, saya pernah se’i dan tatobi. Waktu
melahirkan saya punya anak pertama kan masih tinggal dengan mertua, peraturan yang larang itu juga belum ada, jadi saya masih se’i dan tatobi. Tapi setelah itu tidak lagi. Kalau pengalaman dengan pasien tidak ada. Saya kan perawat, tidak turun ke desa untuk kunjungi ibu hamil atau melahirkan, saya hanya bertugas di puskesmas saja. Kalau mereka berobat ke puskesmas ya kita perwat yang layani begitu. Tapi kalau pengalaman dengan tetangga itu sering. Banyak tetangga atau saudara yang masih lakukan itu tradisi sampai sekarang. Apalagi saudara yang di kampung dong.
P
Bisakah ibu menjelaskan mengenai strategi pemberian layanan postpartum dimasyarakat berkaitan dengan kepercayaan ini?
RP5 Biasanya itu di adakan penyuluhan pas melahirkan. Setelah ibu
melahirkan dan mau pulang, itu nanti nakes di puskesmas, khususnya bidan yang nanti beri penyuluhan mengenai se’i dan tatobi.
P
Bisa ibu ceritakan mengenai hambatan dan tantangan layanan postpartum di masyarakat berkaitan dengan kepercayan ini?
RP5 Ini kan tradisi to, yang namanya tradisi itu susah untuk diubah.
Meskipun ada larangan dari pemerintah supaya jangan se’i dengan tatobi lagi tapi tetap, masih banyak yang lakukan dengan diam – diam. Di puskesmas kita kasi tahu mereka ia saja, tapi setelah sampai rumah mereka tetap lakukan. Biasanya sembunyi – sembunyi supaya nakes jangan tahu.
P
Bagaimana Respon dan Tindakan ibu jika mengetahui ada ibu - ibu yang melakukan tradisi tersebut.?
RP5 Kita sebagai nakes pas ti tegur, kita kasi tahu dampak dari se’i
itu apa. Tapi walaupun kita sudah tegur tetap nanti ada yang jawab ibu ini sudah kita pu tradisi jadi harus ikuti. Nah kalau mereka jawab begitu kita sebagai nakes juga bisa apa. Jadi sekarang ini kami berusaha merubah secara perlahan. Awalnya se’i di dapur kami sarankan jangan di dapur lagi, karena dapur itu apa. Tapi walaupun kita sudah tegur tetap nanti ada yang jawab ibu ini sudah kita pu tradisi jadi harus ikuti. Nah kalau mereka jawab begitu kita sebagai nakes juga bisa apa. Jadi sekarang ini kami berusaha merubah secara perlahan. Awalnya se’i di dapur kami sarankan jangan di dapur lagi, karena dapur
Wawancara ke
Nama Subjek
: Ny. L
Pendidikan
: D3 Kebidanan
Pekerjaan
: Koordinator Bidan Desa
Waktu (Tanggal, Jam)
: Rabu, 11 Mei 2016, Jam 08.30 Wita
Lokasi
: Ruang Bersalin, Puskesmas Nulle
: Peneliti RP 6 : Riset Partisipan
P
S
Isi Wawancara
P
Bolehkah ibu bercerita, seperti apa tradisi se’i dan tatobi itu ? RP6 Kalau kakak nona tanya saya, apa itu s e’i saya punya jawaban
pasti sama dengan yang lain. Itu salah satu tradisi orang Timor, dimana ibu yang baru selesai melahirkan dipanggang di atas tempat tidur dengan bara api di bawah. Kalau tatobi itu tubuh ibu yang baru selesai melahirkan dikompres menggunakan air panas. Itu tradisi dari nenek moyang turun – temurun. Kalau se’I kurang setuju, karena bisa ganggu pernapasan bayi dan ibu tapi kalau tatobi saya setuju, itu kan hanya kompres badan ibu dengan air hangat jadi tidak masalah.
P
Bolehkah ibu becerita mengenai pengalaman ibu terkait dengan tradisi tersebut ?
RP6 Saya melahirkan anak pertama dengan kedua masih sempat
se’i dan tatobi. Waktu itu belum ada larangan dari pemerintah untuk tidak boleh se’i dan tatobi, tapi sekarang sudah ada to jadi sudah mulai berkurang. Masih ada, tapi sudah berkurang. Kalau mau dibilang masyarakat sudah betul – betul ikut aturan untuk berhenti se’i itu omong kosong, saya yakin masih ada sampai sekarang, tapi sudah tidak seperti dulu lagi. Apa lagi ini tradisi, susah untuk kasi hilang.
P
Bisakah ibu menjelaskan mengenai strategi pemberian layanan postpartum dimasyarakat berkaitan dengan kepercayaan ini?
RP6 Kami lakukan sosialisi, penyuluhan sebelum pulang kerumah,
itu saja. Oh ada lagi, kunjungan kerumah ibu nifas tapi yang ini kadang tidak berjalan lancar karena jumlah ibu melahirkan itu saja. Oh ada lagi, kunjungan kerumah ibu nifas tapi yang ini kadang tidak berjalan lancar karena jumlah ibu melahirkan
P