Pengadaan Barang Yang Menyebabkan Kerugian Keuangan Negara Ditinjau Dari Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi ( Studi Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 19 Pid.Sus.K 2014 PT.MDN)

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tindak pidana korupsi telah dianggap sebagai suatu perkara “seriousness

crime”, kejahatan serius yang sangat mengganggu hak ekonomi dan hak sosial masyarakat dan negara dalam skala yang besar, sehingga penanganannya harus

dilakukan dengan cara “extra ordinary treatment” serta pembuktiannya

membutuhkan langkah-langkah yang serius, professional dan independen.1

Korupsi dalam praktik pelaksanaannya sangat erat kaitannya dengan keuangan negara. Keuangan negara dalam arti luas meliputi APBN, APBD,

keuangan negara pada Perjam, Perum, Perkebunan Nusantara, dan sebagainya.2

Korupsi adalah bagian dari aktivitas-aktivitas buruk yang menjauhkan negara ini dari pemerintah yang bersih, jujur dan jauh dari rasa keadilan. Dengan kata lain, korupsi telah menggoyahkan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Korupsi juga selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan tindak pidana lainnya di berbagai belahan dunia. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingat dampak negatif yang ditimbulkannya dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi merupakan masalah serius, tindak pidana ini dapat membahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat, membahayakan pembangunan sosial ekonomi, dan juga politik, serta dapat merusak nilai-nilai demokratis dan moralitas karena lambat laun perbuatan ini seakan menjadi sebuah

1

Hernold Ferry Makawimbang, Kerugian Keuangan Negara Dalam Tindak Pidana Korupsi Suatu Pendekatan Hukum Progresif, Thafa Media, Yogyakarta, 2014, Halaman 1

2


(2)

budaya tersendiri. Korupsi merupakan ancaman terhadap cita-cita menuju

masyarakat adil dan makmur.3

Tindak pidana korupsi yang terus merasuk kedalam sendi-sendi kehidupan masyarakat ini juga mengakibatkan terjadinya kerugian keruangan negara. Tentang permasalahan kewenangan perhitungan kerugian keuangan

negara dalam tindak pidana korupsi terjadi ketidakpastian hukum

(rechszekerheid), Junifer Girsang dalam bukunya “Abuse of Power”, menyatakan

terjadi ketidakpastian hukum dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi akibat ketidakjelasnya definisi kerugian keuangan negara, ini berimplikasi pula pada lembaga mana yang berhak dan berwenang menyatakan telah terjadi

kerugian keuangan negara.4

Guna meningkatkan efisiensi dan efektifitas penggunaan keuangan negara yang dibelanjakan melaluiproses pengadaan Barang Pemerintah, diperlukan upaya untuk menciptakan keterbukaan, transparansi, akuntabilitas serta prinsip persiangan/kompetisi yang sehat dalam proses pengadaan barang/Jasa pemerintah yang dibiayai APBN/APBD, sehingga diperoleh Barang/Jasa yang terjangkau dan berkualitas serta dapat dipertanggung-jawabkan baik dari segi fisik,keuangan, maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas pemerintah dan

pelayanan masyarakat.5

Ketentuan Pengadaan Barang Pemerintahan dalam Peraturan Presiden itu diarahkan untuk meningkatkan ownership Pemerintah Daerah terhadap

3

Evi Hartini, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, Halaman 1 4

Hernold Ferry Makawimbang, Kerugian Keuangan Negara Dalam Tindak Pidana Korupsi Suatu Pendekatan Hukum Progresif, Thafa Media, Yogyakarta, 2014, Halaman 3

5

Dr. W. Riawan Tjandra, S.H., M.Hum, Hukum Keuangan Negara, Grasindo, Jakarta, 2014, Halaman 153-154


(3)

proyek/kegiatan yang pelaksaaannya dilakukan melalui skema pembiayaan

bersama (co-financing) antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.6

Skripsi ini akan membahas dan menganalisa secara yuridis terkait dengan pengadaan barang yang merugikan keuangan negara dalam tindak pidana korupsi dengan studi kasus Putusan Pengadilan Tinggi Medan No: 19/Pid.Sus.K/2014/PT- MDN dengan terdakwa mantan manager bidang produksi PT. PLN (Persero) KITSBU yaitu Ir. Fahmi Rizal Lubis. Terdakwa divonis 9 Tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp. 700.000.000,- (tujuh ratus rupiah), dengan ketentuan jika denda tersebut tidak dibayar harus diganti dengan hukuman kurungan selama 6 (Enam) bulan oleh hakim Pengadilan Tinggi Medan dengan Putusan Nomor: 19/Pid.Sus.K/2014/PT-MDN, tanggal 7 Maret 2014. Kesemuanya akan dirangkum dalam penulisan skripsi ini.

Kasus tindak pidana korupsi pada PT. PLN (Persero) KITSBU yang didakwakan kepada terdakwa lahir sebagai konsekuensi atas tindakan terdakwa yang dianggap telah mengakibatkan kerugian keuangan negara. Terdakwa sebagai manager bidang produksi PT.PLN (persero) KITSBU yang didisposisikan oleh General Manager Ir Albert Pangaribuan sesuai dengan tugas, fungsi dan wewenangnya untuk membuat syarat teknis atas pengadaan Flame Tube PLTGU DG 10530 yang semula merupakan usulan dari saksi Ir. Ermawan Arif Budiman selaku kepala sektor Pembangkitan Belawan perihal pengadaan material kebutuhan GT 12 umtuk LTE 12. Selanjutnya terdakwa langsung membuat syarat teknis tersebut berdasarkan buku petunjuk yang dikeluarkan oleh PT Siemens

6

Dr. W. Riawan Tjandra, S.H., M.Hum, Hukum Keuangan Negara, Grasindo, Jakarta, 2014, Halaman 154.


(4)

Indonesia tanpa melakukan survey terlebih dahulu ke PT Siemens Indonesia mengenai apakah barang tersebut masih diproduksi oleh PT Siemens Indonesia.

Setelah syarat tersebut dibuat oleh terdakwa pada tanggal 11 Desember 2006 yang diteruskan kepada saksi Edward Silitonga sebagai Manager Perencanaan untuk menganalisa dan mengevaluasi tentang syarat teknis yang dibuat terdakwa tersebut, tanpa melakukan survey dan mengkaji lebih detail usulan tersebut dinyatakan telah memenuhi syarat sesuai dengan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan dan atas syarat teknis tersebut maka Edward Silitonga membuat Rencana Anggaran Biaya dengan besaran Rp. 24.323.251.000 (dua puluh empat miliyar tiga ratus dua puluh tiga juta dua ratus lima puluh satu ribu rupiah) termasuk PPN 10% (sepuluh persen). Selanjutnya dibuat surat kuasa kerja Nomor INV/07/BIKEU/PROD/PLTGU/001 tanggal 13 maret 2007 Pengadaan Flame Tube PLTGU GT-12 dengan nilai Rp. 24.323.251.000 (dua puluh miliyar tiga ratus dua puluh tiga juta dua ratus lima puluh satu ribu rupiah) tersebut ditandatangani oleh masing-masing manager terkait yaitu terdakwa selaku menager bidang produksi, manager bidang perencanaan Edward Silitonga, dan diketahui oleh manager Bidang Keuangan Irwandi dan disetujui oleh Ir.Albert Pangaribuan selaku General Manager.

Pada saat Flame Tube diterima di gudang PT.PLN (persero) KITSBU sektor pembangkitan belawan ditemukan adanya perbedaan spesifikasi Flame Tube yang disupply oleh yuni selaku direktur CV Sri Makmur yang merupakan CV pemenang pelelangan Pengadaan Flame Tube tersebut yang diakibatkan oleh penetapan paket pengadaan Flame Tube yang tidak benar, yang tidak seharusnya


(5)

menetapkan dan mengesahkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang disusun oleh Panitia Pengadaan Barang dimana dalam membuat HPS tidak melakukan analisis yang mendalam terhadap lingkup pengadaan barang dengan cara tidak melakukan survey terlebih dahulu kepada pabrikan PT Siemens Indonesia bahwa Flame tube tersebut tidak lagi diproduksi sejak 5 (lima) tahun yang lalu. Akibat perbuatan

para terdakwa tersebut menyebabkan kerugian negara sebesar Rp.

23.942.490.000,- ( dua puluh tiga miliyar sembilan ratus empat puluh dua juta empat ratus sembilan puluh ribu rupiah).

Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaannya menuntut terdakwa Ir. Fahmi Rizal Lubis berupa pidan penjara selama 9 (sembilan) tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan, dan ditambah dengan denda sebesar Rp. 700.000.000,- (tujuh ratus juta rupiah) subsidair 6 (enam) bulan kurungan.

Kasus-kasus yang seperti ini perlu untuk disoroti karena menyebabkan keresahan dalam masyarakat dan merugikan keuangan negara. Korupsi membuat negara tidak maksimal dalam menyediakan barang-barang publik untuk kepentingan umum. Korupsi juga memperburuk citra pemerintah dimata masyarakat karena ketidakpercayaan dan ketidakpatuhan terhadap hukum. Apabila tidak ada perubahan yang signifikan maka kondisi tersebut akan

membahayakan kehidupan bangsa.7

Melihat bahwa tindak pidana korupsi ini dilakukan oleh PT. PLN (persero) KITSBU yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

7

http://www.kpk.go.id/modules/editor/doc/strategic/plan_plan_2008_to_2011_id.pdf,re ncana strategic komisi pemberantasan korupsi,2008-2011. Diakses pada tanggal 15 Desember 2015 pukul 14.30 WIB.


(6)

dibidang pengadaan barang yang mengakibatkan kerugian negara dan berdampak pada pereknomian nasional. Disamping itu juga menarik untuk ditelaah regulasi peraturan mengenai pengadaan barang/jasa yang terkait dengan tindak pidana ini ataupun yang berakitan dengan tindak pidan korupsi itu sendiri.

B. Perumusan Masalah

Perumusan yang dirumuskan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah ketentuan pengaturan barang dan jasa menurut Peraturan

Presiden Nomor 70 tahun 2012 ?

2. Bagaimanakah pengaturan tindak pidana korupsi menurut undang-undang

nomor 31 tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 ?

3. Bagaimanakah analisis yuridis hukum pidana terhadap pengadaan

barang/jasa yang merugikan keuangan negara dalam tindak pidana korupsi dalam kasus dengan putusan Pengadilan Tinggi Medan dengan Register Nomor : 19/Pid.Sus.K/PT.MDN ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini antara lain:

1. Menganalisa dan mengkaji pengaturan-pengaturan mengenai pengadaan

barang/jasa menurut Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.


(7)

2. Menganalisa dan mengkaji pengaturan-pengaturan mengenai tindak pidana korupsi terkait dengan Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

3. Menganalisa dan mengkaji penegakan hukum pidana dalam

mengaplikasikan peraturan peundang-undangan yang mengatur tentang pengadaan barang yang menyebabkan kerugian keuangan negara dengan melihat dan menganalisa pertimbangan-pertimbangan hakim dalam perkara dengan Putusan Pengadilan Tinggi Medan dengan Register Nomor : 19/Pid.Sus.K/PT.MDN)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran secara teoritis kepada disiplin ilmu hukum sehingga dapat berguna bagi pengembangan ilmu hukum pidana di Indonesia khususnya terhadap pengaturan-pengaturan tindak pidana korupsi di bidang perbankan sehingga kemungkinan terjadinya kerancuan-kerancuan dan tumpang-tindih hukum dapat diminimalisasi.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk kepentingan penegakan hukum, sehingga dapat dijadikan masukan kepada aparatur pelaksana

penegakan hukum dalam rangka melaksanakan tugas-tugas mulianya


(8)

E. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi mengenai Tinjauan Yuridis Pengadaan Barang yang Menyebabkan Kerugian Keuangan Negara terkait dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 19/Pid.Sus.K/2014/PT.MDN) berdasarkan pemeriksaan arsip hasil-hasil penulisan skripsi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) belum pernah dilakukan, sedangkan penulisan yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi ada ditemukan penulis tetapi hanya secara khusus membahas masalah pengembalian kerugian keuangan negara akibat dari tindak pidana korupsi yang terdakwanya meninggal dunia yang ditulis oleh Saudari Br Barus. Penulisan tersebut mempunyai bahasan permasalahan yang berbeda dengan penulisan skripsi yang dilakukan oleh penulis.

Penulisan skripsi ini adalah asli dari ide, gagasan pemikiran dan usaha penulis sendiri tanpa ada penipuan, penjiplakan atau dengan cara lain yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu. Hasil dari upaya penulis dalam mencari keterangan-keterangan baik berupa buku-buku maupun internet, peraturan perundang-undangan dan pihak-pihak lain yang sangat erat kaitannya dengan kerugian keuangan negara dalam tindak pidana korupsi. Dengan demikian penulisan skripsi ini merupakan penulisan yang pertama dan asli adanya.


(9)

F. Tinjauan Kepustakaan 1. Tindak Pidana

Istilah tindak pidana adalah berasal dari istilah yang dikenal dalam

hukum pidana Belanda yaitu “Strafbaar feit”. Para ahli hukum mengemukakan

istilah yang berbeda-beda dalam upayanya memberikan arti dari Strafbaar feit. Tidak ditemukannya penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan Strafbaar feit di dalam KUHP maupun di luar KUHP, oleh karena itu para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi dari istilah itu, yang sampai saat ini belum ada

keseragaman pendapat8.

R. tresna menyatakan walaupun sangat sulit merumuskan atau memberikan definisi atas tindak pidana itu sendiri namun beliau dapat menarik definisi yang menyatakan tindak pidana adalah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia yang bertentangan degan undang-undang atau

perundang-undangan lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman.9

Para ahli memiliki perbedaan pendapat mengenai tindak pidana. Terdapat 2 (dua) pandangan dari para ahli mengenai hal ini yaitu pandangan dualistis dan pandangan monistis. Pandangan dualistis yaitu pandangan yang memisahkan antara dilarangnya suatu erbuatan pidana (criminal act atau actus reus) dan dapat dipertanggungjawabkan si pembuat (criminal responsibility atau mens rea ).

Pandangan dualistis ini memandang tindak pidana semata-mata pada perbuatan dan akibat yang sifatnya dilarang. Jika perbuatan yang bersifat dilarang

8

C.S.T. Kansil, Engelien R. Palandeng, dan Altje Agustin Musa, Tindak Pidana Dalam Undang-undang Nasional, (Jakarta, Jala Permata Aksara. 2009) hal. 1

9

http://kuliahnyata.blogspot.com/2013/10/pengertian-arti-istilah-tindak-pidana.html diakses pada tanggal 17 januari 2015 pukul 22.00 Wib


(10)

itu telah dilakukan maka barulah melihat pada orangnya jika ia memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab sehingga perbuatan tersebut dapat dipersalahkan kepadanya dan dapat dijatuhi pidana.

Menurut Moeljatno yang merupakan salah satu ahli yang menganut pandangan dualistis mengemukakan unsur-unsur tindak pidana yaitu perbuatan (manusia), memenuhi rumusan dalam undang-undang (formil), bersifat melawan

hukum (syarat materiil).10

Simons yang merupakan salah satu ahli penganut pandangan monistis merumuskan tindak pidana merupakan suatu tindakan melanggar hukum yang dengan sengaja dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya, yang dinyatakan sebagai dapat dihukum.ia juga mengemukakan beberapa unsur-unsur dari tindak pidana tersebut yaituperbuatan manusia, diancam dengan pidana, melawan hukum, dilakukan dengan kesalahan, dan oleh

orang yang bertanggung jawab.11

Aliran monistis ini memandang bahwa unsur-unsur mengenai diri orangnya tidak dapat dipisahkan dengan unsur mengenai perbuatan. Semua menjadi satu unsur tindak pidana.

2. Tindak Pidana Korupsi

Defenisi korupsi menurut Hery Campbell Black (1991) adalah perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak resmi dengan hal-hak dari pihak secara salah menggunakan jabatannya dan

10

Moeljatno, Perbuatan Pidana Dan Pertanggungjawa ban Dalam Hukum Pidana, Bina Aksara, Yogyakarta, 1983, halaman 55

11

http://aurockefeller.blogspot.com/2012/04/pandangan-monistis-da-dualistis-hukum.html Diakses pada tanggal 21 Januari 2015 Pukul 23.50 Wib


(11)

karekternya untuk mendapatkan suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau

orang lain, berlawanan dengan kewajiban dan hak-hak dari pihak-pihak lain.12

Menurut Syamsul Anwar, definisi korupsi adalah penyalahgunaan dalam kepentingan pribadi. Ia berpendapat bahwa masyarakat pada umumnya melihat korupsi sebagai serangkaian tindakan-tindakan terlarang atau melawan hukum

untuk mendapatkan keuntungan dengan merugikan orang lain serta

penyalahgunaan kekuasaan atau jabatan publik untuk keuntungan pribadi.13

Korupsi merupakan penyimpangan atau perusakan intergritas dalam pelaksanaan tugas-tugas publik dengan penyuapan atau balas jasa sesuai dengan definisi korupsi yang termuat dalam kamus lengkap Oxford (The Oxford Unabridged Dictionary). Serta penyalahgunaan jabatan publik untuk keuntungan pribadi (The abuse of public office for private gain) yang merupakan pengertian

ringkas korupsi dalam World Bank.14

Secara umum tindak pidana korupsi diatur dalam undang-undang No 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang No 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi (selanjutnya disebut UU PTPK). Selain itu, hukum acara dalam menangani tindak pidana korupsi tunduk pada kitab Undang-Undang Hukum acara pidana (KUHAP) dan penyimpangannya yang diatur secara khusus dalam

UU PTPK.15

12

Aziz Syamsuddin, Tindak Pidana Khusus, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, halaman 137 13

http://www.kajianpustaka.com/2013/08/pengertian-model-bentuk-jenis-korupsi.html diakses 15 Desember 2014 pukul 15.59 Wib

14

Ibid, halaman 2 15

Firman wijaya,peradilan korupsi teori dan praktik,Penaku bekerja sama dengan Maharini Press, Jakarta,2008,halaman 2


(12)

UU PTPK tidak memuat secara langsung pengertian mengenai tindak pidana korupsi. Akan tetapi, dengan melihat kategori tindak pidana korupsi sebagai delik formil, maka pasal 2 dan pasal 3 UU PTPK mengatur secara tegas mengenai unsur-unsur pidana dari tindak pidana korupsi tersebut. Pasal 2 UU PTPK, menyatakan sebagai berikut :

“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan

memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat

merugikan keuangan negara atau perekonomian negara...”

Selanjutnya dalam pasal 3 UU PTPK, menyatakan :

“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang

lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat

merugikan keuangan negara atau perekonomian negara...”

Definisi yuridis yang termuat diatas merupakan batasan formal yang ditetapkan oleh badan atau lembaga formal yang memiliki wewenang untuk itu disuatu negara. Oleh karena itu, batas-batas tindak pidana korupsi sangat sulit dirumuskan dan tergantung pada kebiasaan dan undang-undang domestik suatu

negara.16

3. Pengadaan Barang dan Jasa

Definisi mengenai pengadaan barang dan jasa sudah tercantum jelas pada pasal 1 Peraturan Presiden Nomor 70 tahun 2012 yang merupakan perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 35 tahun 2011 yang juga merupakan perubahan atas

16

http://id.shvoong.com/law-and-politics/law/2027081-pengertian-korupsi-dan-tindak-pidana/#ixzz32Qu090CV.


(13)

Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa

Pemerintah,menyatakan sebagai berikut:17

”Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan

Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai

diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa.”

Selain dari pada Peraturan Presiden Nomor 70 tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ada juga pengertian mengenai pengadaan barang/jasa yang dijelaskan pada Pasal 1 angka 1 Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksnaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah,

menyatakan sebagai berikut:18

“Pengadaan barang/jasa pemerintah adalah kegiatan pengadaan

barang/jasa yang dibiayai dengan APBN/APBD, baik yang

dilaksanakan secara swakelola maupun oleh penyedia barang/jasa”

Pengadaan barang/jasa dilakukan oleh kelompok kerja ULP untuk menyusun dan menetapkan metode pemilihan penyedia barang/jasa, pekerjaan konstruksi/jasa lainnya. Pemilihan penyedia barang dilakukan dengan beberapa cara yang diatur dalam Pasal 19 Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 yang

17

Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

18

Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah


(14)

menyatakan dengan cara pelelangan umum, pelelangan terbatas, pelelangan

sederhana, penunjukkan langsung, pengadaan langsung, atau kontes.19

G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian dalam penulisan skripsi ini diarahkan kepada penelitian hukum normatif dengan pendekatan studi kasus. Kasus yang diteliti berkaitan dengan pengadaan barang yang menyebabkan kerugian keuangan negara dengan menelaah putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 19/Pid.Sus.K/2014/PT.MDN atas nama terpidana Manager bidang Produksi PT PLN (Persero) KITSBU.

Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal. Penelitian hukum jenis ini mengkonsepsikan hukum sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (la w in books) atau hukum dikonsepsikan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan perilaku manusia yang dianggap pantas.

Pendekatan kasus (case aproach) dalam penelitian normatif yang bertujuan untuk mempelajari penerapan norma-norma atau kaedah hukum yang dilakukan dalam praktik hukum, terutama mengenai kasus-kasus yang telah diputus sebagaimana yang dapat dilihat dari yurisprudensi terhadap perkara yang menjadi fokus penelitian.

19

Kelompok kerja ULP adalah Kelompok kerja unit layanan pengadaan yang memiliki tujuan melaksanakan proses pemilihan penyedia barang/jasa yang dimulai dari proses perencanaan pemilihan penyedia sampai dengan proses pemilihan dan hasil akhir berupa penetapan pemenang dari pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan. http://pengadaan-barang-jasa.blogspot.com/2013/09/tugas-pokja-ulp.html diakses pada tanggal 20 Januari 2014 pukul 10.15 Wib.


(15)

2. Sumber Data

Sumber data penilitian pada umumnya dibedakan antara data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat (data primer) dan dari bahan-bahan pustaka (data sekunder). Metode penelitan hukum normatif hanya mengenal data sekunder saja. Data sekunder tersebut terdiri dari bahan hukum primer; bahan hukum sekunder; dan bahan hukum tersier.

a) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, terdiri dari :

1. Norma kaidah dasar yaitu Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik

Indonesia 1945;

2. Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945;

3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Juncto

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

4. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 Tentang

Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;

5. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 Tentang

Keuangan Negara;

6. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 Tentang

Perbendaharaan Negara;

7. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 Tentang


(16)

8. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara;

9. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 Tentang

Pokok-Pokok Kepegawaian;

10.Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana;

11.Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana;

12.Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 Tentang

Pedoman Barang / Jasa Pemerintah

13.Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 19/Pid.Sus.K/2014/PT.MDN

Tanggal 26 Mei 2014 dengan Terdakwa Ir. Fahmi Rizal Lubis

14.Peraturan Perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan penelitian

ini.

b) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer, diantaranya;

1. Buku-buku yang terkait dengan hukum;

2. Artikel di jurnal hukum;

3. Skripsi, Tesis dan Disertasi Hukum;

4. Karya dari kalangan praktisi hukum ataupun akademisi yang ada

hubungannya dengan penelitian ini.

c) Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk atau


(17)

1. Kamus hukum dan kamus bahasa Indonesia;

2. Majalah-majalah yang ada hubungannya dengan penelitian ini;

3. Surat kabar yang memuat tentang kasus-kasus tindak pidana korupsi

khususnya tentang pengadaan barang yang menyebabkan kerugian keuangan negara.

3. Pengumpulan Data

Pengambilan dan pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (library research) atau disebut dengan studi dokumen yang meliputi bahan hukum primer, sekunder maupun tersier. Studi kepustakaan dalam skripsi ini diterapkan dengan mempelajari dan menganalisa secara sistematis bahan-bahan yang utamanya berkaitan dengan tindak pidana korupsi di bidang pengadaan barang pada PT.PLN (persero) KITSBU yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), termasuk juga bahan-bahan lain yang berkaitan dan dibahas dalam skripsi ini.

4. Analisis Data

Menurut Patton, analisis data didefinisikan sebagai suatu proses untuk mengatur urutan data yang kemudian mengorganisasikannya ke dalam kategori, pola maupun ke dalam susunan uraian dasar. Sedangkan, Taylor memberikan pengertian terhadap analisa data sebagai proses yang melakukan perincian usaha secara formal yang berguna untuk merumuskan hipotesis dan menemukan tema


(18)

seperti apa yang telah disarankan serta sebagai bentuk usaha untuk memberikan

kontribusi dan tema pada hipotesis.20

Definisi-definisi diatas dapat disintetiskan bahwa analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan juga mengurutkan data ke dalam suatu kategori, pola dan satuan uraian dasar sehingga bisa ditemukan tema serta dirumuskan hipotesis kerjanya seperti yang telah didasarkan oleh data.

Adapun yang menjadi sumber utama dalam penulisan skripsi ini adalah dari data sekunder. Analisis data dalam penelitian hukum menggunakan metode pendekatan kualitatif, karena tanpa menggunakan rumusan statistik, sedangkan penggunaan angka-anga hanya sebatas pada angka persentase sehingga diperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh mengenai masalah yang diteliti.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini secara keseluruhan dibagi dalam 5 (Lima) bab dan terdiri atas beberapa sub bab yang menguraikan permasalahan dan pembahasan secara tersendiri dalam konteks yang saling berkaitan satu sama lain. Sistematika penulisan skripsi ini secara terperinci adalah sebagai berikut:

BAB I : Berisikan pendahuluan yang terdapat didalamnya paparan mengenai latar belakang dari penulisan skripsi, perumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, keaslian penulisan, tinjauan

kepustakaan, yang mengemukakan berbagai definisi, rumusan dan pengertian dari istilah yang terkait dengan judul untuk memberi batasan dan pembahasan mengenai istilah-istilah tersebut sebagai

20

http://www.informasi-pendidikan.com/2013/08/analisis-data-penelitian.html di akses pada tanggal 16 Desember 2014 pukul 01.49 WIB


(19)

gambaran umum dari skripsi ini, metode penulisan dan terakhir dari bab ini diuraikan sistematika penulisan skripsi.

BAB II : Menguraikan tentang pengaturan mengenai barang/jasa yang terdapat dalam Peraturan Presiden Nomor 70 tahun 2012 yang merupakan perubahan kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah. Bab ini secara khusus menjelaskan pengertian mengenai pengadaan barang/jasa. Bab ini juga menjabarkan prinsip-prinsip dasar dan proses pengadaan barang/jasa. BAB III : Menguraikan tentang peraturan tindak pidana korupsi di indonesia

dalam undang-undang nomor 31 tahun 1999 Jo undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Bab ini menjelaskan secara detail istilah tindak pidana korupsi dan sejarah juga perkembangan pengaturannya di indonesia. Bab ini juga memuat uraian mengenai pengertian dari kerugian keuangan negara, unsur-unsur kerugian keuangan negara dan pengadaan barang yang menyebabkan kerugian negara.

BAB IV : Merupakan pembahasan mengenai penegakkan hukum pidana terhadap tindak pidana korupsi dalam hal pengadaan barang yang termuat dalam kasus dengan putusan Pengadilan Tinggi Medan No:19/Pid.Sus.K/2014/PT-MDN. Pada bab ini akan diuraikan bagaimana posisi kasus dari perkara ini, dakwaan, tuntutan pidana, pertimbangan hakim, amar putusan dan selanjutnya akan dianalisa dan


(20)

dikaji secara mendalam terhadap putusan yang diberikan majelis hakim terhadap terdakwa dalam perkara ini.


(1)

2. Sumber Data

Sumber data penilitian pada umumnya dibedakan antara data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat (data primer) dan dari bahan-bahan pustaka (data sekunder). Metode penelitan hukum normatif hanya mengenal data sekunder saja. Data sekunder tersebut terdiri dari bahan hukum primer; bahan hukum sekunder; dan bahan hukum tersier.

a) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, terdiri dari : 1. Norma kaidah dasar yaitu Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik

Indonesia 1945;

2. Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945;

3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Juncto Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

4. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;

5. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara;

6. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara;

7. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara;


(2)

8. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara;

9. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian;

10.Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

11.Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;

12.Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Barang / Jasa Pemerintah

13.Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 19/Pid.Sus.K/2014/PT.MDN Tanggal 26 Mei 2014 dengan Terdakwa Ir. Fahmi Rizal Lubis

14.Peraturan Perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.

b) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, diantaranya;

1. Buku-buku yang terkait dengan hukum; 2. Artikel di jurnal hukum;

3. Skripsi, Tesis dan Disertasi Hukum;

4. Karya dari kalangan praktisi hukum ataupun akademisi yang ada hubungannya dengan penelitian ini.


(3)

1. Kamus hukum dan kamus bahasa Indonesia;

2. Majalah-majalah yang ada hubungannya dengan penelitian ini;

3. Surat kabar yang memuat tentang kasus-kasus tindak pidana korupsi khususnya tentang pengadaan barang yang menyebabkan kerugian keuangan negara.

3. Pengumpulan Data

Pengambilan dan pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (library research) atau disebut dengan studi dokumen yang meliputi bahan hukum primer, sekunder maupun tersier. Studi kepustakaan dalam skripsi ini diterapkan dengan mempelajari dan menganalisa secara sistematis bahan-bahan yang utamanya berkaitan dengan tindak pidana korupsi di bidang pengadaan barang pada PT.PLN (persero) KITSBU yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), termasuk juga bahan-bahan lain yang berkaitan dan dibahas dalam skripsi ini.

4. Analisis Data

Menurut Patton, analisis data didefinisikan sebagai suatu proses untuk mengatur urutan data yang kemudian mengorganisasikannya ke dalam kategori, pola maupun ke dalam susunan uraian dasar. Sedangkan, Taylor memberikan pengertian terhadap analisa data sebagai proses yang melakukan perincian usaha secara formal yang berguna untuk merumuskan hipotesis dan menemukan tema


(4)

seperti apa yang telah disarankan serta sebagai bentuk usaha untuk memberikan kontribusi dan tema pada hipotesis.20

Definisi-definisi diatas dapat disintetiskan bahwa analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan juga mengurutkan data ke dalam suatu kategori, pola dan satuan uraian dasar sehingga bisa ditemukan tema serta dirumuskan hipotesis kerjanya seperti yang telah didasarkan oleh data.

Adapun yang menjadi sumber utama dalam penulisan skripsi ini adalah dari data sekunder. Analisis data dalam penelitian hukum menggunakan metode pendekatan kualitatif, karena tanpa menggunakan rumusan statistik, sedangkan penggunaan angka-anga hanya sebatas pada angka persentase sehingga diperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh mengenai masalah yang diteliti.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini secara keseluruhan dibagi dalam 5 (Lima) bab dan terdiri atas beberapa sub bab yang menguraikan permasalahan dan pembahasan secara tersendiri dalam konteks yang saling berkaitan satu sama lain. Sistematika penulisan skripsi ini secara terperinci adalah sebagai berikut:

BAB I : Berisikan pendahuluan yang terdapat didalamnya paparan mengenai latar belakang dari penulisan skripsi, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, yang mengemukakan berbagai definisi, rumusan dan pengertian dari istilah yang terkait dengan judul untuk memberi batasan dan pembahasan mengenai istilah-istilah tersebut sebagai


(5)

gambaran umum dari skripsi ini, metode penulisan dan terakhir dari bab ini diuraikan sistematika penulisan skripsi.

BAB II : Menguraikan tentang pengaturan mengenai barang/jasa yang terdapat dalam Peraturan Presiden Nomor 70 tahun 2012 yang merupakan perubahan kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah. Bab ini secara khusus menjelaskan pengertian mengenai pengadaan barang/jasa. Bab ini juga menjabarkan prinsip-prinsip dasar dan proses pengadaan barang/jasa. BAB III : Menguraikan tentang peraturan tindak pidana korupsi di indonesia

dalam undang-undang nomor 31 tahun 1999 Jo undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Bab ini menjelaskan secara detail istilah tindak pidana korupsi dan sejarah juga perkembangan pengaturannya di indonesia. Bab ini juga memuat uraian mengenai pengertian dari kerugian keuangan negara, unsur-unsur kerugian keuangan negara dan pengadaan barang yang menyebabkan kerugian negara.

BAB IV : Merupakan pembahasan mengenai penegakkan hukum pidana terhadap tindak pidana korupsi dalam hal pengadaan barang yang termuat dalam kasus dengan putusan Pengadilan Tinggi Medan No:19/Pid.Sus.K/2014/PT-MDN. Pada bab ini akan diuraikan bagaimana posisi kasus dari perkara ini, dakwaan, tuntutan pidana, pertimbangan hakim, amar putusan dan selanjutnya akan dianalisa dan


(6)

dikaji secara mendalam terhadap putusan yang diberikan majelis hakim terhadap terdakwa dalam perkara ini.


Dokumen yang terkait

Pengadaan Barang Yang Menyebabkan Kerugian Keuangan Negara Ditinjau Dari Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi ( Studi Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 19/Pid.Sus.K/2014/PT.MDN)

6 100 148

Tindak Pidana Korupsi yang Dilakukan Oleh CV Pada Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah di Kota Binjai (Studi Kasus Putusan Pengadilan Tipikor Nomor 05/Pid.Sus K/2011/PN Medan)

7 61 152

Eksistensi Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Terhadap Pemberantasan Korupsi (Studi Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang Di Semarang)

0 34 179

Analisis Hukum Terhadap Putusan Bebas Dalam Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan No. 63 K/Pid/2007)

1 72 106

Analisis Hukum Terhadap Dakwaan Tindak Pidana Korupsi Oleh Jaksa Penuntut Umum (Putusan Mahkamah Agung No.2642 K/Pid/2006)

0 37 127

Pertimbangan Hakim Terhadap Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Pejabat Negara (Studi Putusan Nomor : 01/Pid.Sus.K/2011/PN.Mdn)

2 43 164

Pengadaan Barang Yang Menyebabkan Kerugian Keuangan Negara Ditinjau Dari Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi ( Studi Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 19 Pid.Sus.K 2014 PT.MDN)

0 0 8

Pengadaan Barang Yang Menyebabkan Kerugian Keuangan Negara Ditinjau Dari Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi ( Studi Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 19 Pid.Sus.K 2014 PT.MDN)

0 0 1

Pengadaan Barang Yang Menyebabkan Kerugian Keuangan Negara Ditinjau Dari Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi ( Studi Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 19 Pid.Sus.K 2014 PT.MDN)

0 1 20

Pengadaan Barang Yang Menyebabkan Kerugian Keuangan Negara Ditinjau Dari Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi ( Studi Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 19 Pid.Sus.K 2014 PT.MDN)

0 0 3