Penggunaan Berbagai Jenis Kompos Terhadap Pertumbuhan Sukun (Artocarpus communis Forst ) Pada Daerah Tangkapan Air Danau Toba, Kecamatan Haranggaol Horison

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst)
Klasifikasi
Sukun (Artocarpus Communis) adalah tumbuhan dari genus Artocarpus
dalam famili moraceae yang banyak terdapat di kawasan tropika. Dalam
sistematika (taksonomi) tumbuh-tumbuhan, tanaman sukun dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Sub divisi

: Angiospermae

Kelas


: Dicotyledoneae

Suku

: Moraceae

Marga

: Artocarpus

Jenis

: Artocarpus communis Forst

Nama dagang : Sukun
(Departemen Kehutanan, 1998).
Karakteristik
Sukun adalah tumbuhan dari genus Artocarpus dalam famili Moraceae
yang banyak terdapat di kawasan tropik seperti Malaysia dan Indonesia.

Ketinggian tanaman ini bisa mencapai 20 meter. Buahnya terbentuk dari
keseluruhan kelopak bunganya, berbentuk bulat atau sedikit bujur dan digunakan
sebagai bahan makanan alternatif. Kulit buahnya berwarna hijau kekuningan dan

Universitas Sumatera Utara

terdapat segmen-segmen petak berbentuk poligonal. Segmen poligonal ini dapat
menentukan tahap kematangan buah sukun (Mustafa 1998).
Tanaman sukun memiliki habitus pohon yang tingginya dapat mencapai
30 meter, namun rata-rata tingginya hanya 12-15 meter. Jenis sukun dapat tumbuh
baik sepanjang tahun (evergreen ) di daerah tropis basah dan bersifat semi
deciduous serta di daerah yang beriklim monsoon . Batangnya memiliki kayu yang

lunak, tajuknya rimbun dengan percabangan melebar ke arah samping, kulit
batang berwarna hijau kecokelatan, berserat kasar dan pada semua bagian
tanaman memiliki getah encer. Akar tanaman sukun mempunyai akar tunggang
yang dalam dan akar samping yang dangkal. Apabila akar tersebut terluka atau
terpotong akan memacu tumbuhnya tunas alam atau root shoots tunas yang sering
digunakan untuk bibit (Sunarjono, 2008).
Syarat Tumbuh

Tempat tumbuh tanaman sukun tersebar mulai dari dataran rendah dengan
ketinggian 700 meter di atas permukaan laut (dpl), namun kadang-kadang terdapat
juga pada tempat yang memiliki ketinggian 1.500 meter dpl. Tanaman ini dapat
tumbuh baik di daerah panas yang suhu rata-rata sekitar 20-40oC yang beriklim
basah dengan curah hujan 2.000-3.000mm/tahun dan kelembaban relatif 70-90 %.
Tanaman sukun menyukai lahan terbuka dan banyak menerima sinar matahari.
Keberadaan tanaman sukun di suatu tempat merupakan indikator bahwa tanaman
sukun bisa tumbuh dengan baik di daerah tersebut asal tidak berkabut
(Sunarjono, 2008)
Tanaman sukun dapat tumbuh pada semua jenis tanah seperti tanah
podsolik merah kuning, tanah berkapur dan tanah berpasir ( regosol), namun akan

Universitas Sumatera Utara

lebih baik apabila ditanam pada tanah alluvial yang gembur, bersolum dalam,
banyak mengandung humus, tersedia air tanah yang cukup dangkal dan memiliki
pH tanah sekitar 5-7. Umumnya pertumbuhan tanaman sukun tidak baik apabila
ditanam pada tanah yang memiliki kadar garam (NaCl) tinggi. Demikian pula
penanaman sukun di daerah yang beriklim kering, di mana tanaman sering
mengalami stress karena kekurangan air ( drought stress ) dapat menyebabkan

perontokan buah (Pitojo, 1992)
Pembibitan sukun umumnya dilakukan dengan cara vegetatif yaitu melalui
pemindahan tunas akar alami, pencangkokan, okulasi, stek akar, stek pucuk dan
kultur jaringan. Teknik yang paling banyak yang digunakan adalah stek akar,
karena dapat menghasilkan bibit dalam jumlah banyak, mudah dilakukan dan
relatif murah. Daerah utama penghasil sukun di Indonesia diantaranya adalah
Cilacap dan Kediri. Salah satu alternatif yang bisa dilakukan untuk meningkatkan
jumlah

produksi

dan

kualitasnya

adalah

dengan

memadukan


antara

teknik stek akar dan stek pucuk, mengingat tunas-tunas yang tumbuh pada stek
akar dapat dimanfaatkan untuk stek pucuk dengan tingkat keberhasilan tumbuh
yang relatif baik (Adinugraha, 2011).
Kompos
Akhir-akhir ini kompos semakin popular di kalangan penggemar tanaman,
khususnya di kota-kota besar. Dibanding pupuk kandang, kompos seakan akrab
dengan masyarakat pertanian. Bukan soal manjur atau tidaknya sehingga orang
memelih kompos. Dugaan sementara orang memilih kompos karena mudah
didapat, mudah dibuat dan banyak diperjualbelikan di toko. Lain dengan pupuk
kandang , keberadaannya tergantung situasi dan kondisi. Pupuk kandang ada

Universitas Sumatera Utara

kalau ternak ada. Hal ini pun masih bergantung pada pemilik ternak mau
mengumpulkan kotorannya atau tidak (Lingga dan Marsono, 2005)
Selama ini kekurangan unsur hara lebih banyak diiimbangi dengan
menambahkan pupuk kimia. Hal ini dapat mengakibatkan kesuburan tanah

menurun drastis. Kekurangan bahan organik dapat menimbulkan banyak masalah,
antara lain, kemampuan menahan air rendah dan struktur tanah yang kurang baik,
akibatnya produktivitas tanah cenderung turun, sementara kebutuhan pupuk terus
meningkat. Salah satu solusi penting untuk mengatasi permasalahan ini adalah
dengan menambahkan bahan organik yang cukup ke dalam tanah hingga lebih
dari 2 % (Sinartani, 2009).
Pupuk merupakan kunci dari kesuburan tanah karena berisi satu atau lebih
unsur untuk menggantikan unsur yang habis terhisap tanaman. Jadi, memupuk
berarti menambah unsur hara ke dalam tanah (pupuk akar) dan tanaman
(pupuk daun). Salah satu jenis pupuk organik yaitu kompos. Kandungan utama
dengan kadar tertinggi dari kompos adalah bahan organik yang mujarab dan
terkenal manjur untuk memperbaiki kondisi tanah. Unsur lain dalam kompos yang
variasinya cukup banyak walaupun kadarnya rendah adalah nitrogen, fosfor,
kalium, kalsium, dan magnesium (Lingga dan Marsono, 2005).
Kompos merupakan sisa bahan organik yang berasal dari tanaman, hewan,
dan limbah organik yang telah mengalami proses dekomposisi atau fermentasi.
Jenis tanaman yang sering digunakan untuk kompos di antaranya jerami, sekam
padi, tanaman pisang, gulma, sayuran yang busuk, sisa tanaman jagung dan sabut
kelapa. Beberapa kegunaan kompos adalah memperbaiki struktur tanah,
memperkuat daya ikat agregat (zat hara) tanah berpasir, meningkatkan daya tahan


Universitas Sumatera Utara

dan daya serap air, memperbaiki drainase dan pori-pori tanah dalam tanah,
menambah dan mengaktifkan unsur hara, (Susetya, 2010).
Kompos yang baik adalah kompos yang sudah mengalami pelapukan
yang cukup dengan dicirikan warna sudah berbeda dengan warna bahan
pembentuknya, tidak berbau, kadarr air rendah, dan mempunyai suhu ruang.
Cara membuat kompos bervariasi. Namun, pada dasarnya cara pembuatannya
sama, yaitu

mengubah

bahan-bahan organik

menjadi

bahan anorganik

atau siap diserap tanaman. Terjadinya perubahan pada bahan kompos

tersebut disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme atau bakteri pembusuk.
Oleh karena itu, salah satu kunci agar didapat kompos yang berkualitas
baik adalah cara merangsang dan mengembangkan bakteri-bakteri pembusuk
(Marsono dan Sigit, 2005).
Kandungan unsur hara di dalam kompos sangat bervariasi. Tergantung
dari jenis bahan asal yang digunakan dan cara pembuatan kompos. Kandungan
unsur hara kompos sebagai berikut:
1. Nitrogen 0,1-0,6%
2. Fosfor 0,1-0,4%
3. Kalium 0,8-1,5%
4. Kalsium 0,8-1,5%
Penggunaan

dosis

tertentu

pada

pupuk


kompos

lebih

berorientasi

untuk memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah daripada untuk menyediakan
unsur

hara.

Dosis

pemakaian

pupuk

organik


tidak

seketat

pada

pupuk buatan karena kelebihan dosis pupuk organik tidak akan merusak tanaman
(Novizan, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Kompos Sampah Kota
Umumnya sampah padatan yang berasal dari kota dan desa mengandung
lebih dari 75% bahan yang dapat didekomposisi. Secara umum komponen yang
paling banyak terdapat pada sampah di beberapa kota di Indonesia adalah sisasisa tumbuhan yang mencapai 80-90% bahkan kadang-kadang lebih. Besarnya
komponen sampah yang dapat didekomposisi merupakan suatu sumber daya
yang cukup potensial sebagai sumber humus, unsur hara makro dan mikro, dan
sebagai soil conditioner (Setiyo, 2007).
Kompos sampah kota masih mengandung


bahan-bahan kontaminasi

seperti gelas, keramik, plastik dan lain-lain tergantung dari sistem pengomposan
dan bahan baku yang digunakan. Keberadaan bahan gelas menyebabkan
kompos

pada

umumnya

mengandung

hara

N

dan

P

setara

dengan

kompos

sisa tanaman, kadar Ca dan Mg lebih tinggi, tetapi kandungan K

umumnya lebih rendah. Dengan berlanjutnya proses pematangan pada kompos
makan kandungan hara akan makin bertambah tinggi kecuali nitrogen yang hilang
karena penguapan sebagai amoniak. Kompos sampah kota dianggap baik bila
nisbah C/N < 20, Kadar N total > 2% dan nisbah gula-reduksi-C < 35%
(Prawirowardoyo et al., 1987).
Kompos Bokashi
Bokashi adalah kompos yang dihasilkan melalui fermentasi dengan
pemberian Effective Microorganism-4 (EM-4), yang merupakan salah satu
activator untuk mempercepat proses pembuatan kompos (Indriani, 2001).
Bokashi

dapat

digunakan

untuk

meningkatkan

kesuburan

tanah

melalui perbaikan sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Pengaruh terhadap

Universitas Sumatera Utara

sifat

fisik

tanah

yaitu

melalui

pembentukan

agregat

tanah

sehingga

dapat memperbaiki struktur tanah. Pengaruh terhadap sifat kimia tanah
adalah

meningkatnya

pengaruhnya
dan

aktivitas

kandungan

terhadap

biologi

mikroorganisme

unsur

tanah

hara

adalah

sehingga

tanah,

sedangkan

meningkatnya

ketersediaan

unsur

populasi
hara

akan

meningkat pula (Sarief, 1994).
Bokashi memiliki keunggulan dan manfaat, yaitu meningkatkan populasi,
keragaman, dan aktivitas mikroorganisme yang menguntungkan, menekan
perkembangan pathogen (bibit penyakit) yang ada di dalam tanah, mengandung
unsur hara makro (N, P, dan K) dan unsur mikro seperti: Ca, Mg, B, S, dan lainlain, menetralkan pH tanah, menambah kandungan humus tanah, meningkatkan
granulasi atau kegemburan tanah, meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk
anorganik dan meningkatkan kesuburan dan produksi tanaman (Nasir, 2008).
Kompos Sekam Padi
Pemanfaatan

jerami

hara dan bahan organik
Sekam

dikategorikan

berbagai

kebutuhan

dalam

kaitannya

untuk

menyediakan

tanah adalah dengan mengolah menjadi kompos.

sebagai

biomassa

seperti

bahan

yang

kompos,

dapat

digunakan

bahan

baku

untuk
industri,

pakan ternak dan energi atau bahan bakar. Proses penggilingan padi biasanya
diperoleh sekam sekitar 20-30%, dedak antara 8-12% dan beras giling
antara 50-63% ( Houston, 1972)
Ditinjau dari komposisi kimiawi, sekam mengandung beberapa unsur
kimia penting yaitu kadar air 9,02%protein kasar 3,03% lemak 1,18% serat kasar
35,68% abu 17,17% karbohidrat dasar 33,71 % (Suharno, 1979).

Universitas Sumatera Utara

Peran Air dalam Pertumbuhan Tanaman
Kebutuhan air suatu tanaman dapat didefinisikan sebagai jumlah air yang
diperlukan

untuk

memenuhi

kehilangan

air

melalui

evapotranspirasi

(ET-tanaman) tanaman yang sehat, tumbuh pada sebidang lahan yang luas dengan
kondisi tanah yang tidak mempunyai kendala (kendala lengas tanah dan
kesuburan tanah) dan mencapai potensi produksi penuh pada kondisi lingkungan
tumbuh tertentu (Sumarno, 2004).
Air merupakan faktor penting untuk pertumbuhan tanaman. Air berfungsi
sebagai penyusun tubuh tanaman (70-90%), pelarut dan medium reaksi biokimia,
medium transport senyawa, memberikan turgor bagi sel (penting untuk
pembelahan sel dan pembesaran sel), bahan baku fotosintesis, dan menjaga

suhu

tanaman supaya konstan, evaporasi air (transpirasi) untuk mendinginkan
permukaan (Gardner, et al., 1991).
Kekurangan air akan mengganggu aktifitas fisiologis maupun morfologis,
sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Defisiensi air yang terus
menerus akan menyebabkan perubahan irreversibel (tidak dapat balik) dan pada
gilirannya tanaman akan mati. Kebutuhan air bagi tanaman dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain jenis tanaman dalam hubungannya dengan tipe dan
perkembangannya, kadar air tanah dan kondisi cuaca (Fitter dan Hay, 1991).
Kekurangan air pada tanaman terjadi karena ketersediaan air dalam media
tidak cukup dan transpirasi yang berlebihan atau kombinasi kedua faktor tersebut.
Di lapangan walaupun di dalam tanah air cukup tersedia, tanaman dapat
mengalami cekaman (kekurangan air). Hal ini terjadi jika kecepatan absorpsi tidak
dapat mengimbangi kehilangan air melalui proses transpirasi. Kekurangan air

Universitas Sumatera Utara

akan

mengganggu

aktifitas

fisiologis

maupun

morfologis,

sehingga

mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Defisiensi air yang terusmenerusakan
menyebabkan perubahan irreversibel (tidak dapat balik) dan pada gilirannya
tanaman akan mati. Kebutuhan air bagi tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain jenis tanaman dalam hubungannya dengan tipe dan perkembangannya,
kadar air tanah dan kondisi cuaca (Islami dan Utomo, 1995).
Kondisi Umum DTA Danau Toba Kecamatan Haraggaol Horison
Secara geografis Kawasan Danau Toba terletak di pegunungan Bukit
Barisan Propinsi Sumatera Utara pada titik koordinat 2021‘ 32‘‘– 20 56‘ 28‘‘
Lintang Utara dan 980 26‘ 35‘‘ – 990 15‘ 40‘‘ Bujur Timur. Permukaan danau
berada pada ketinggian 903 meter dpl, dan Daerah Tangkapan Air (DTA)
1.981 meter dpl. Luas Perairan Danau Toba yaitu 1.130 Km 2 dengan kedalaman
maksimal danau 529 meter. Total luas Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba
lebih kurang 4.311,58 Km2. Curah hujan tahunan yang terdapat di kawasan
Daerah Tangkapan Air Danau Toba berkisar antara 1.700 sampai dengan 2.400
mm/tahun. Sedangkan puncak musim hujan terjadi pada bulan Nopember –
Desember dengan curah hujan antara 190 – 320 mm/bulan dan puncak musim
kemarau terjadi selama bulan Juni – Juli dengan curah hujan berkisar 54 – 151
mm/bulan (Kementerian Lingkungan Hidup, 2011).
Saat ini kawasan DTA Danau Toba telah terancam dengan adanya
beberapa lahan kritis di sekitar kawasan. Berdasarkan hasil analisis lahan kritis
yang dilakukan oleh BPDAS Asahan Barumun tahun 2006, terdapat 377.834,81
Ha lahan yang berpotensi kritis hingga sangat kritis akibat klimatologi dan faktor
kesengajaan manusia. Kebakaran hutan dan laju penebangan pohon di Daerah

Universitas Sumatera Utara

Tangkapan Air (DTA) sulit dihindari tanpa pemantauan dan pengendalian
pemanfaatan ruang (Soedrajat, 2011).
Sebagian perairan Danau Toba di sebelah utaranya termasuk kedalam
wilayah Kabupaten Simalungun dengan kota di tepi danaunya adalah Haranggaol
dan Parapat. Sebelah barat laut Danau Toba termasuk wilayah Kabupaten Tanah
Karo dengan kota di tepi danau adalah Tongging. Sedangkan di sebelah barat
Danau Toba adalah wilayah Kabupaten Dairi dengan kota di tepi danau adalah
Silalahi (Sagala, 2012).
Kelurahan Haranggaol berada di pinggiran Danau Toba dan dikelilingi
gunung dan bukit-bukit. Kelurahan Haranggaol terletak diantara 2 0 49’46’-20 52’
31’’ LU dan 980 35’ 51’’ - 940 45’ 11’’ BT. Berada pada ketinggian 904 – 1.400
meter diatas permukaan laut. Rata-rata suhunya adalah 26-280C. Keadaan iklim
di Haranggaol beriklim dingin. Kelurahan Haranggaol memiliki luas wilayah
3717 Hektar. Adapun batas-batas wilayah Haranggaol adalah :








Sebelah Timur berbatasan dengan Nagori Purba Horisan
Sebelah Barat berbatasan dengan Nagori Sihalpei/Purba Sipinggan
Sebelah Utara berbatasan dengan Nagori Purba Tongah
Sebelah Selatan Berbatasan dengan Danau Toba

(Ginting, 2008).

Universitas Sumatera Utara

98°42'

98°45'

98°48'

3
3°00'

3
3°00'

2°57'

2°57'

N

2°54'

2°54'

#
#
#

#
#
#

# #

#
#
#

98°42'

98°45'

98°48'

PETA LOKASI PENELITIAN

PETA LOKASI

#

TITIK PENELITIAN

1:100000

Gambar 1. Peta lokasi penelitian

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Penggunaan Berbagai Jenis Kompos Terhadap Pertumbuhan Sukun (Artocarpus communis Forst ) Pada Daerah Tangkapan Air Danau Toba, Kecamatan Haranggaol Horison

0 68 50

Penggunaan Berbagai Pupuk Kandang Terhadap Pertumbuhan Sukun (Artocarpus communis Forst ) Pada DTA Danau Toba, Kecamatan Haranggaol Horison

2 69 56

Sebaran Sukun Persepsi Masyarakat Terhadap (Artocarpus Communis Forst) Pada Daerah Tangkapan Air Danau Toba Di Nagori Purba Saribu, Kecamatan Haranggaol Horison, Kabupaten Simalungun

0 44 62

Penggunaan Berbagai Jenis Kompos Terhadap Pertumbuhan Sukun (Artocarpus communis Forst ) Pada Daerah Tangkapan Air Danau Toba, Kecamatan Haranggaol Horison

0 0 11

Penggunaan Berbagai Jenis Kompos Terhadap Pertumbuhan Sukun (Artocarpus communis Forst ) Pada Daerah Tangkapan Air Danau Toba, Kecamatan Haranggaol Horison

0 0 2

Penggunaan Berbagai Jenis Kompos Terhadap Pertumbuhan Sukun (Artocarpus communis Forst ) Pada Daerah Tangkapan Air Danau Toba, Kecamatan Haranggaol Horison

0 0 2

Penggunaan Berbagai Jenis Kompos Terhadap Pertumbuhan Sukun (Artocarpus communis Forst ) Pada Daerah Tangkapan Air Danau Toba, Kecamatan Haranggaol Horison

0 0 2

Penggunaan Berbagai Jenis Kompos Terhadap Pertumbuhan Sukun (Artocarpus communis Forst ) Pada Daerah Tangkapan Air Danau Toba, Kecamatan Haranggaol Horison

0 0 9

Penggunaan Berbagai Pupuk Kandang Terhadap Pertumbuhan Sukun (Artocarpus communis Forst ) Pada DTA Danau Toba, Kecamatan Haranggaol Horison

0 0 10

Sebaran Sukun Persepsi Masyarakat Terhadap (Artocarpus Communis Forst) Pada Daerah Tangkapan Air Danau Toba Di Nagori Purba Saribu, Kecamatan Haranggaol Horison, Kabupaten Simalungun

0 0 13