Analisis Perusahaan Farmasi Yang Mengalami Merger di Indonesia Studi Kasus PT. Kalbe Farma Tbk dan PT. Merck Tbk

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Dalam era globalisasi persaingan bebas yang semakin banyaknya jumlah

perusahaan yang selalu mengembangkan strateginya agar dapat bertahan hidup,
berkembang dan berdaya saing. Salah satu strategi bersaing merupakan suatu
usaha untuk mengembangkan (memperluas) perusahaan sesuai dengan ukuran
besaran yang disepakati untuk mencapai tujuan jangka panjang perusahaan yang
disebut juga strategi pertumbuhan. Strategi ini dapat dilakukan melalui
memperluas kegiatan perusahaan yang sudah ada, yaitu dengan menambah
kapasitas produk, membangun perusahaan baru ataupun dengan cara membeli
perusahaan baru.
Apabila perusahaan memperluas usahanya dengan cara menambah kapasitas
produksi atau mendirikan perusahaan baru, maka cara ini disebut dengan
ekspansi. Sedangkan cara lain yaitu dengan cara menggabungkan perusahaan lain
disebut dengan merger. Penggabungan usaha juga dengan menerbitkan saham
atau penyerahan kas, asset setara kas atau asset lainnya. selain itu penggabungan
usaha dapat berupa pembentukan badan usaha baru (new enterprise) untuk

mengendalikan perusahaan yang bergabung. Merger adalah strategi pertumbuhan
yang cepat untuk mengakses pasar baru untuk produk baru tanpa harus
membangun dari awal suatu bisnis baru. Menurut Simandjuntak (2004), merger
atau penggabungan usaha adalah penggabungan dua atau lebih perusahaan dengan
tetap mempertahankan berdirinya salah satu perusahaan dan melikuidasi
perusahaan lainnya. Merger juga dapat memberi keuntungan lebih banyak

diberikan kepada perusahaan antara lain peningkatan kemampuan dalam
pemasaran, riset, skill manajerial, transfer teknologi, dan efisiensi berupa
penurunan biaya produksi.
Kegiatan merger dan akuisisi di Indonesia telah berlangsung pada tahun
1970, yang dilakukan oleh bank-bank dengan harapan agar dapat memperkuat
struktur modal dan memperoleh keringanan pajak . Perkembangan merger dan
akusisi tersebut terus berlangsung sampai sekarang. Apabila pada saat kondisi
krisis, dimana banyak perusahaan yang mengalami kesulitan dalam pendanaan
modalnya. Kecenderungan yang terjadi di Indonesia, pola akuisisi lebih banyak
dilaksanaan. Hal ini disebabkan karena pemilik perusahaan lebih merasa nyaman
dengan kepemilikan saham secara pribadi dalam jumlah besar.
Mernurut Eitman, Stonehill dan Moffett (2010) pada tahun 1980-an dan
1990-an dikarakterisasi oleh banjirnya merger dan akuisisi (M&A) baik dengan

mitra domestik maupun asing. Merger lintas batas telah memainkan peran yang
penting dalam aktivitas tersebut, penyelesaiannya internal Market Uni Eropa pada
tahun 1992 menstimulasi banyak dari investasi tersebut, ketika perusahaan Eropa,
Jepang, dan AS mencari posisi pasar yang lebih kuat didalam Uni Eropa. Akan
tetapi, prospek pertumbuhan AS jangka panjang dan keamanan politik di Amerika
Serikat memotivasi lebih banyak pengambil alihan perusahaan AS oleh
perusahaan asing, terutama dari Inggris dan Jepang, dari pada sebaliknya. Tren
tersebut menunjukkan pembalikan tren historis ketika perusahaan AS merupakan
pembeli bersih dari perusahaan asing dan bukan penjual bersih kepada perusahaan
asing. Setengah dekade terakhir dari tahun 1990-an menyaksikan sejumlah mega

merger antara perusahaan multi nasional-sebagai contoh, Daimler Chrysler dan
Exxon-Mobil yang hampir benar-benar mengubah seluruh tatanan persaingan dari
pasar global mereka masing-masing. Tahun 1990-an juga menyaksikan
kebangkitan dari privatisasi perusahaan dibanyak pasar yang sedang berkembang,
menciptakan peluang pertumbuhan bagi perusahaan multinasional dalam
memperoleh akses terhadap pasar dengan potensi besar yang sebelumnya terutup.
Penelitian yang berhubungan dengan merger dan akuisisi serta pengaruhnya
terhadap kinerja perusahaan telah dilakukan oleh beberapa peneliti baik di luar
maupun di dalam negeri. Salah satunya penelitian Ravenschraft dan Scherer

(1989), meneliti pengaruh aktivitas merger terhadap profitabilitas perusahaan
manufaktur di Amerika Serikat dengan menganalisis profitabilitas perusahaan
sebelum dan setelah merger dan akuisisi. Sampelnya adalah 2.732 perusahaan
manufaktur yang beroperasi di Amerika Serikat untuk periode tahun 1957 – 1977.
Hasilnya menunjukkan bahwa setelah perusahaan melakukan merger tingkat
profitabilitasnya mengalami penurunan, kecuali diantara partner merger yang
menggunakan metode akuntansi pooling of interest dan memiliki ukuran
perusahaan yang sama dengan sebelum dilakukannya merger.
Dalam merger, identitas salah satu atau lebih perusahaan yang bergabung
hilang. Perusahaan yang melakukan merger menggunakan salah satu nama
perusahaan yang melakukan merger atau menggunakan identias baru. Menurut
Martono dan Agus (2001) apabila diformulasikan antara dua perusahaan A dan B
maka diperoleh: A + B = A atau B. istilah merger digunakan untuk penggabungan
dua perusahaan yang besarnya relatif sama.

Dengan penggabungan dua atau lebih perusahaan dapat menunjang kegiatan
usaha sehingga keuntungan yang dihasilkan juga lebih besar dibandingkan jika
dilakukan sendiri-sendiri. Secara teori, setelah merger ukuran perusahaan dengan
sendirinya bertambah besar karena asset dan kewajiban perusahaan telah
digabung. Dasar logis dari pengukuran berdasarkan akuntansi adalah bahwa

ukuran bertambah besar ditambah dengan sinergi yang dihasilkan dari aktivasi
yang simultan, maka laba perusahaan juga akan semakin meningkat. Oleh karena
itu kinerja pasca merger seharusnya semakin baik dibandingkan dengen sebelum
merger Usadha (2008) dalam Adriyanto (2011).
Dalam suatu transaksi antara pembeli dan penjual akan menguntungkan
antar kedua belah pihak. Hal ini juga terjadi pada penggabungan usaha dimana
akan menguntungkan kedua belah pihak yaitu pemilik perusahaan yang dijual dan
juga perusahaan yang membeli. Kondisi saling menguntungkan tersebut akan
terjadi kalau dari peristiwa merger diperoleh sinergi. Sinergi berarti bahwa nilai
gabungan dari kedua perusahaan tersebut lebih besar dari penjumlahan masingmasing nilai perusahaan yang digabungkan, Perusahaan yang menginginkan
pertumbuhan yang cepat, baik ukuran, pasar saham, maupun diversifikasi usaha
dapat melakukan merger. Perusahaan tidak memiliki resiko adanya produk baru.
Selain itu, jika melakukan ekspansi dengan merger, maka perusahaan dapat
mengurangi perusahaan pesaing atau mengurangi persaingan. Banyak perusahaan
tidak dapat memperoleh dana untuk melakukan ekspansi internal, tetapi dapat
memperoleh dana untuk melakukan ekspansi eksternal yaitu dengan cara
bergabung dengan perusahaan lain yang sudah ada.

PT Kalbe Farma Tbk adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang industri
farmasi dan produk-produk yang berkaitan dengan kesehatan. Semakin banyaknya

perusahaan farmasi, menimbulkan iklim persaingan yang lebih ketat. Saat ini
jumlah perusahaan farmasi di Indonesia berjumlah lebih dari 200 perusahaan. Hal
ini membuat perusahaan farmasi saling berlomba untuk tetap mempertahankan
posisinya. Begitu pula yang dilakukan oleh PT Kalbe Farma Tbk dan PT Dankos
Laboratories Tbk. Untuk mengurangi persaingan sekaligus menciptakan efisiensi,
kedua perusahaan tersebut akhirnya melakukan peleburan usaha atau merger.
Pada tahun 2005, manajemen PT Dankos Laboratories Tbk dan PT Enseval
sepakat untuk melebur kedua perusahaan tersebut ke dalam PT Kalbe Farma Tbk.
PT Dankos Laboratories Tbk merupakan perusahaan yang bergerak di bidang
farmasi, sedangkan PT Enseval merupakan perusahaan yang bergerak di bidang
distribusi. Dengan penggabungan ini, seluruh kegiatan usaha, aset, tagihan, dan
karyawan beralih kepada Kalbe Farma Tbk. Setiap pemegang satu saham Dankos,
akan dikonversi menjadi 1,34 saham Kalbe. Sedangkan satu saham Enseval akan
dikonversi dengan 12.998,8 saham Kalbe dengan pembulatan ke atas. Pemegang
saham yang tidak setuju dengan penggabungan dan memilih menjual sahamnya
kepada PT Kresna Graha Sekurindo Tbk sebagai pembeli siaga. Setiap pemegang
saham Kalbe dihargai Rp 850, Dankos Rp 1.140, sedangkan pemegang saham
Enseval dapat menjualnya senilai Rp 11.049.000 per saham (www.tempo.com)
Sedangkan Merck Sharp Dohme Pharma Tbk didirikan 07 Maret 1972 dalam
rangka Penanaman Modal Asing “PMA” dan mulai beroperasi secara komersial


pada bulan Januari 1975. Perusahaan tersebut merupakan hasil merger dari PT
Schering-Plough Corporation Pada tanggal 4 November 2009.
Dari fenomena tersebut, maka penulis bermaksud untuk melakukan
penelitian dengan tema skripsi:
“Analisis Perusahaan Farmasi Terbuka Yang Mengalami Merger di
Indonesia (Studi Kasus PT. Kalbe Farma Tbk dan PT. Merck Tbk)”

2.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan yang telah diuraian dari latar belakang tersebut, maka yang

menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan perusahaan farmasi di
Indonesia melakukan merger khususnya PT. Kalbe Tbk dan PT. Merck
Tbk?
2. Apakah terdapat perbedaan kinerja keuangan perusahaan PT. Kalbe
Farma Tbk dan PT. Merck Tbk sebelum dan setelah melakukan merger?


1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah:

1.

Untuk mengetahui dan menganalisis faktor apa saja yang menyebabkan
perusahaan-perusahaan di Indonesia melakukan merger.

2.

Untuk mengetahui dan menganalisis apakah terdapat perbedaan kinerja
keuangan antara PT. Kalbe Farma Tbk dan PT. Merck Tbk sebelum dan
sesudah melakukan merger.

1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari kegiatan penelitian adalah:
1.

Bagi Perusahaan
Sebagai bahan masukan informasi bagi Perusahaan mengenai hasil

pelaksanaan merger.

2.

Bagi Penulis
Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis mengenai
pelaksanaan merger.

3.

Bagi Fakultas
Sebagai bahan studi dan literature bagi mahasiswa/i Fakultas Ekonomi
khususnya Departemen Manajemen.

4.

Bagi Penelitian Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebuah karya ilmiah
yang layak dipercaya dan juga dapat dijadikan langkah awal bagi
penulisan karya ilmiah lain.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA