Analisis Framing Terhadap Pemberitaan Basuki Tjahaja Purnam Atau Ahok Dalam Kasus Surah Al-Maidah Ayat 51 di MetroTV

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Konteks Masalah
Komunikasi adalah penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan
yang dilakukan melalui suatu media dengan tujuan dimana nantinya ada efek atau
timbal balik. Ada banyak media yang dapat digunakan oleh manusia dalam
berkomunikasi atau menyampaikan pesan, salah satunya yaitu media massa. Terdapat
beragam jenis media komunikasi massa yang saat ini digunakan oleh manusia untuk
mencari berbagai informasi. Media komunikasi massa yang saat ini digunakan oleh
masyarakat antara lain media cetak, media elektronik, dan media online.
Media massa merupakan sumber informasi yang sangat penting bagi manusia.
Media massa merupakan alat bantu bagi masyarakat untuk membantu masyarakat
dalam menyelesaikan gejala-gejala soaial/ kebutuhan-kebutuhan sosial. Di zaman
teknologi modern seperti sekarang ini, manusia mampu menciptakan alat-alat modern
yang memudahkan mereka untuk mendapatkan informasi. Melalui media, manusia
mampu berinteraksi atau berhubungan dengan orang di belahan dunia lain.
Dalam berbagai analisis tentang kehidupan sosial, ekonomi, dan politik,
media sering ditempatkan sebagai salah satu variabel determinan. Bahkan, media
terlebih dalam posisinya sebagai suatu intitusi informasi, dapat pula dipandang

sebagai faktor yang paling menentukan dalam proses-proses perubahan sosial dan
politik. Dalam konteks media massa sebagai intitusi informasi, Karl Deutsch
menyebutkan sebagai “urat nadi pemerintahan” (the nerver of government). Hanya
mereka yang mempunyai akses informasi yang bakal menguasai percaturan
kekuasaan (Sobur, 2004:31).
Bagi sebagian media mungkin dianggap sebagai wadah untuk menampung
aspirasi rakyat (demokrasi). Sebagian orang lain menganggap media massa tidak
lebih banyak memberitakan kebenaraan/ kenyataan apa adanya. Media massa tidak
menunggu peristiwa lalu mengejar, memahami kebenarannya dan memberitakannya
kepada publik. Ia mendahului semua itu. Ia menciptakan peristiwa. Menafsirkan dan
mangarahkan terbentuknya kebenaran. Tidak selalu untuk melayani kepentingan
pihak-pihak secara setia dan terkontrol (Sobur, 2004:33).

1

Universitas Sumatera Utara

2

Ada juga yang menganggap media sebagai kekuatan keempat dalam

kehidupan sosial- ekonomi dan politik sebuah Negara (the fourth estate). Sebagai alat
untuk menyampaikan berita dan informasi tentang berbagai hal. Media mampu
membentuk opini publik dalam menyikapi suatu peristiwa. Abrar menyatakan,
sebagai sponsor opini khalayak, pers (media) perlu berperilaku fair (jujur) modesty
(rendah hati). Perilaku fair akan menjamin berita objektif, akurat dan berpihak pada
kebenaran. Sedangkan perilaku modesty akan menjamin lahirnya berita, yang patut
diketahui adalah media (wartawan) tidak pernah bisa membuat pemberitaan yang
netral dan seobjektif mungkin. Hal ini disebabkan karena ada kepentingankepentingan lain (misalnya kepentingan media, pemilik media, atau wartawan
sendiri) yang terdapat dalam sebuah pemberitaan media massa (Sobur, 2004: 40).
Di era persaingan industri pertelevisian di Indonesia, para pengelola stasiun tv
berlomba-lomba untuk menyiarkan suatu tayangan yang akan menyedot perhatian
publik. Hal tersebut dapat menghasilkan rating dan share yang tinggi, dan tentunya
berimbas pula kepada banyaknya pemasukan iklan (baca: ekonomi media). Namun,
semangat mencari untung kerap tidak diimbangi dengan penayangan informasi yang
bermutu serta bermanfaat bagi khalayak pemirsanya.
Dalam perspektif Ekonomi Politik MedianVincent Mosco, mengatakan media
memang kerap melanggar guna mendapatkan untung. Sebab, media mampu
menghasilkan pendapatan dalam perekonomian. Tidak hanya itu, media massa juga
bisa menyebarkan dan memperkuat struktur ekonomi dan politik tertentu. Serta yang
terpenting, media tidak hanya sekedar mempunyai fungsi kontrol sosial “Watchdog”

semata, melainkan juga mampu menjalankan fungsinya di sektor ideologis.
Istilah “Ekonomi Politik Media” diperkenalkan oleh Vincent Mosco. Secara
sederhana, teori ini menyatakan media sebagai institusi politik dan ekonomi yang
mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi khalayaknya. Terlebih dalam sistem
industri kapitalis media saat ini, dimana penguasaan televisi oleh kapitalis tidak
hanya disebabkan oleh televisi sendiri tetapi hidup dari kekuatan modal raksasa.
Namun, membangun televisi membutuhkan investasi dalam jumlah yang besar,
mengingat teknologi media adalah teknologi yang amat mahal dengan jumlah

Universitas Sumatera Utara

3

produksi yang eksklusif. Sehingga, televisi kemudian menangkap ini sebagai yang
bukan untuk mencari muka, namun sebuah komoditas siaran yang amat dinantinantikan pemirsa (Bungin, 2008: 52).
Media massa harus diberi perhatian lebih pada level kepemilikan medianya,
praktik-praktik pemberitaan, periklanan, serta dinamika industri televisi di dalamnya.
Sebab semuanya mempunyai keterikatan antara satu dengan yang lain. Menurut
Altschull (dalam Morrisan, 2008: 258): The content of the news media always reflects
the interest of those who finance the press (Isi berita di media selalu mencerminkan

kepentingan mereka yang membiayai media tersebut).
Apalagi, Herbert Altschull (dalam Severin dan Tankard, 2008: 384)
menyimpulkan beberapa hal, seperti: 1) Dalam semua sistem pers, media berita
mewakili pihak yang menjalankan kekuasaan politik dan ekonomi. Surat kabar,
majalah, dan penyiaran bukanlah aktor independen, meski mereka mempunyai
potensi untuk menjalankan kekuasaan independen. 2) Isi berita selalu menunjukkan
kepentingan dari orang-orang yang membiayai pers.
Altschull dalam edisi pertamanya, “Agent of Power” juga pernah menuliskan:
Sejarah pers menunjukkan bahwa surat kabar dan variasi model cenderung
mementingkan kepentingan pemilik, sedangkan pada saat yang sama melanggengkan
kesan bahwa pers adalah untuk melayani kepentingan pengguna berita. Terlalu
berangan-angan bila berharap bahwa media berita akan berbelok 180 derajat dan
mencemoohkan keinginan pemilik.
Dengan demikian, kepemilikan media (media ownership) mempunyai arti
penting untuk melihat peran, ideologi, konten media dan efek yang ditimbulkan
media kepada masyarakat. Sebab, dalam pandangan Mosco, bila seseorang atau
sekelompok orang dapat mengontrol masyarakat berarti dia telah berkuasa secara de
facto, walaupun tidak secara de jure (memiliki tampuk kekuasaan di eksekutif,
legislatif ataupun yudikatif). Dari perspektif ini, maka relasi kekuasaan pemilik media
berimplikasi terhadap muatan pemberitaan yang kerap mengkalkulasikan segi

ekonomi terlebih-lebih politik.
Analisis framing secara sederhana digambarkan sebagai analisis untuk
mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok, atau apa saja) dibingkai
oleh media. Pembingkaian tersebut tentu saja melalui konstuksi. Realitas sosial

Universitas Sumatera Utara

4

dimaknai dan dikonstruksi dengan makna tertentu. Peristiwa dipahami dengan
bentukan tertentu. Hasilnya pemberitaan media pada sisi tertentu atau wawancara
dengan orang-orang tertentu. Semua elemen tersebut tidak hanya bagian dari teknik
jurnalistik tetapi menandai bagaimana sebuah peristiwa dimaknai dan di tampilkan
(Eriyanto, 2002: 8).
Pada dasarnya, framing adalah metode untuk melihat cara bercerita media atas
peristiwa. Cara bercerita itu tergambarkan pada cara melihat realitas yang dijadikan
berita oleh media. Cara melihat ini berpengaruh pada hasil akhir dari konstruksi
realitas. Analisis framing sebagai analisis yang dipakai untuk melihat bagaimana
media mengkonstruksi realitas. Analisi framing juga untuk melihat bagaimana
peristiwa dipahami dan dibingkai oleh media (Eriyanto, 2001: 9).

Ada dua esensi utama dari framing, yaitu pertama, Bagaimana peristiwa
dimaknai. Ini berhubungan dengan bagian mana yang diliput dan bagian mana yang
tidak diliput. Kedua, bagaimana fakta ditulis, Hal ini berhubungan dengan pemakaian
kata, kalimat atau gambar untuk mendukung gagasan. Sebagai sebuah metode analisis
teks, analisis framing mempunyai karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan
analisis isi kuantitatif. Dalam analisis isi kuantitatif, yang ditekankan adalah isi
(content) dari suatu pesan/teks komunikasi. Sementara dalam analisis framing, yang
menjadi pusat adalah pembentukan pesan dari teks. Framing, terutama melihat
bagaimana

pesan/peristiwa

dikonstruksi

oleh

media

bagaimana


wartawan

mengkonstruksi peristiwa dan menyajikannya kepada khalayak pembaca (Eriyanto,
2002: 11)
Pada bulan September 2016 masyarakat sempat heboh dengan pemberitan
media terhadap Gubernur Jakarta Non-aktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), semua
media berlomba-lomba memberitakan. Mulai dari aksi yang dilakukan oleh
masyarakat yang tergabung dalam organisasi masyarakat dan diberi nama sesuai
tanggal pelaksanaan aksi, kasus ini bermula dari pidato Ahok di Kepulauan Seribu.

Aksi super damai 2/12 merupakan aksi untuk membela islam terkait kasus
penodaan agama yang menyeret Gubernur Jakarta Non-aktif Basuki Tjahaja Purnama

Universitas Sumatera Utara

5

(Ahok), menjadi perkara yang menyedot perhatian pada 2016. Semua bermula dari
Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu,Jakarta. Ucapan Ahok dilontarkan saat acara
peresmian panen pertama budidaya kerapu di Kantor Suku Dinas Kelautan pada 27

September 2016.
Pidato Ahok di pulau itu akhirnya sampai di 'pengadilan Gajah Mada',
maksudnya gedung eks Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang beralamat di Jalan
Gajah Mada, Jakarta Pusat. Kontroversi pidato Ahok yang memuat tuturan Surat AlMaidah ayat 51 itu juga memicu serangkaian aksi massa. Massa mendesak agar Ahok
diproses secara hukum. Aksi massa itu dikenal dengan kode angka seturut kalender,
yakni212,dan1212(https://news.detik.com/)
Dirilis dari kompas.com pada Jumat 7 Oktober 2016. Kelompok relawan
Kotak Adja (Komunitas Advokat Muda Ahok Djarot) melaporkan ke Polda Metro
Jaya, terkait video Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang
membuat heboh beberapa hari terakhir. Laporan itu diterima dengan nomor
TBL/4873/X/2016/PMJ/Dit Reskrimsus. Ketua Kotak Adja, Muannas Alaidid
mengatakan pihaknya melaporkan akun Facebook bernama SBY (Si Buni Yani) yang
diduga pertama memprovokasi masyarakat dengan memposting potongan dari video
asli.
"Kami melihat adanya pengunggahan video viral di Facebook tidak utuh dan
sepotong-potong sehingga menimbulkan multitafsir dan kesalahpahaman," kata
Muannas di Mapolda Metro Jaya, Jumat. Muannas mengaku melapor atas inisiatifnya
sendiri. Ia juga melihat adanya niat jahat dari pelaku untuk mengadudomba
masyarakat. Akun Facebook itu kini telah dihapus pemiliknya. "Hasil temuan kami
ternyata akun ini juga menyebarkan form registrasi salah satu pendukung pasangan

calon di Pilkada DKI, yang bersangkutan adalah pendukung salah satu pasangan
calon," ujar Muannas.
Muannas pun melaporkan tersebut melanggar Pasal 28 UU 11 Tahun 2008
tentang Informasi Teknologi dan Transaksi Elektronik tentang penyebaran informasi
yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan berdasarkan
SARA. Terkait dengan beberapa pihak yang sebelumnya melaporkan Ahok atas
penistaan agama, Muannas justru meminta polisi juga mengusut secara tuntas sebab
meresahkan masyarakat. "Kami mengharapkan warga DKI khusus umat Islam tidak

Universitas Sumatera Utara

6

terpancing dan terprovokasi dan tetap obyektif menyikapi sehingga pelaksanaan
pilkada

2017

nanti


dapat

berjalan

dengan

aman

dan

lancar,"ujarnya.

(http://megapolitan.kompas.com/).
Jumlah peserta aksi menjadi isu sensitif yang beberapa hari terakhir bisa
memicu orang dimedia sosial mengumpat dan besifat nyinyir. Beberapa pandangan
yang berbeda diulas dalam blog, unggahan Facebook, hingga media massa dengan
angka yang berbeda-beda dan terlampau jauh perbedaannya.
Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF-MU), yang menjadi
penyelenggara aksi mengklaim bahwa aksi itu di ikuti oleh 7,5 juta orang. Tidak
diperoleh lebih jauh bagaimana mereka mencapai kesimpulan tersebut sementara

sejumlah analisa, menyebut jumlahnya ada dikisaran 500.000 orang. Salah satu
ulasan yang banyak di bahas adalah sebuah blog yang dimuat oleh mahasiswa
dokroral asal Indonesia yang bersekolah di Universitas Oxford , Inggris, Muhammad
Firmansyah Kasim. Dengan perhitungan matimatis, mahasiswa bidang fisika ini
menghitung luasan jalan dari tungu tani, monas, hingga jalan tamrin, dan
memprediksi berapa orang yang muat dalam luasan itu. “Dengan skala yang sama
denga sebelumnya 3 orang per meter persegi, estimasinya sekitar 757.840 orang
dalam aksi tersebut. Jika menggunakan hitungan kedua orang per meter persegi ada
sekitar 505.227 orang,” katanya. Namun estimasi 2 orang per-meter dinilai tidak
terlalu pas solat membutuhkan tempat yang lebih luas. Setidaknya itu yang dikritik
oleh Plotak melalui akun Twitternya. “Kalo ada yang bilang permukaan 1x1 meter
bisa cukup untuk berdua, saya mau lihat kayak apa sih srikulnya,”katanya.
(http://www.bbc./Indonesia/trensosial/30204002).
MetroTV adalah sebuah stasiun televisi swasta berita yang berkedudukan di
Indonesia. MetroTV didirikan oleh PT Media Televisi Indonesia, resmi mengudara
sejak 25 November 2000 di Jakarta. MetroTV dimiliki Media Group pimpinan Surya
Paloh yang juga memiliki harian Media Indonesia dan Lampung Post. PT Media
Televisi Indonesia memperoleh izin penyiaran atas nama "Metro TV" pada tanggal 25
Oktober 1999. Pada tanggal 25 November 2000, pertama kali MetroTV mengudara
dalam bentuk siaran ujicoba di 7 kota.

Universitas Sumatera Utara

7

Stasiun TV ini memiliki konsep agak berbeda dengan stasiun televisi lain,
sebab selain mengudara selama 24 jam setiap hari, stasiun TV ini hanya memusatkan
acaranya pada siaran warta berita saja. Tetapi dalam perkembangannya, stasiun ini
kemudian juga memasukkan unsur hiburan dalam program-programnya, meski tetap
dalam koridor news. Metro TV adalah stasiun pertama di Indonesia yang menyiarkan
berita dalam bahasa Mandarin: Metro Xin Wen, dan juga satu-satunya stasiun TV di
Indonesia yang tidak menayangkan sinetron. MetroTV juga menayangkan siaran
internasional berbahasa Inggris pertama di Indonesia Indonesia Now yang dapat
disaksikan dari seluruh dunia. Stasiun ini dikenal memiliki presenter berita terbanyak
di Indonesia. (http://www.metrotv.com).
Sesuai uraian diatas peneliti tertarik untuk meneliti pemberitaan yang
dilakukan MetroTV terhadap kasus Ahok, dan bagaimana Metro TV memframing
berita aksi damai 2/12 dengan menggunakan analisis framing model Robert Entman.
1.2 Fokus Masalah
Dari paparan yang telah diuraikan di atas, maka fokus masalah penelitian ini
adalah sebagai berikut: “Bagaimana Metro TV mengonstruksi dan membingkai
peristiwa dalam pemberitaan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) Dalam Kasus Surah
Al-Maidah Ayat 51 ?”.

1.3 Pembatasan Masalah
Guna menghindari ruang lingkup permasalahan yang terlalu luas, diperlukan
adanya pembatasan masalah. Usaha dilakukam dengan memilah masalah pokok
menjadi masalah kecil, namun tidak keluar dari masalah pokok tersebut (Newawi
1995).
Pembatasan masalah dalam penelitian ini antara lain:
1. Penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif.

Universitas Sumatera Utara

8

2. Media yang akan diteliti adalah bentuk televise atau berita online, dalam
hal ini MetroTV karena televisi yang memiliki program berita 24 jam juga
dianggap memiliki pengaruh dan televisi yang besar baik tiras.
3. Jenis berita yang diteliti adalah berita seputar Basuki Tjahaja Purnama
(Ahok) Dalam Kasus Surah Al-Maidah Ayat 51.
4. Peneliti hanya menggunakan analisis framing model analisis framing
Robert Entman.
1.4 Tujuan Penelitian
Setiap penelitian yang akan dilakukan sudah pasti mempunyai tujuan yang
akan dicapai. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian

ini

bertujuan

untuk

mengetahui

bagaimana

MetroTV

mengonstruksi berita Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) Dalam Kasus Surah
Al-Maidah Ayat 51.
2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberpihakan MetroTV dalam
memberitakan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) Dalam Kasus Surah AlMaidah Ayat 51.

1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. ManfaatAkademis
Penelitian ini diharapkan mampu berkontribusi dalam menambah dan
memperluas khazanah penelitian komunikasi dan menjadi referensi
tambahan bagi mahasiswanya, khususnya mahasiswa Ilmu Komunikasi
FISIP USU.

Universitas Sumatera Utara

9

2. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, bagi ilmu pengetahuan penelitian ini diharapkan mampu
memberikan kontribusi dan memperluas wawasan yang berkaitan dengan
relasi kuasa media terhadap sejumlah penayangan produk atau content di
suatu media.
3. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan ilmu dan
pengetahuan mengenai analisis framing kepada siapa saja yang tertarik
untuk mengetahui dan menggunakan analisi framing model model analisis
framing Robert Entman.

1.6 Kerangka Teori
Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berfikir
dalam memecahkan atau menyoroti masalah. Untuk itu perlu disusun kerangka teori
yang memuat fikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah peneliti akan
disoroti (Nawawi, 1994:39).
Menurut Karlinger (Rakhmat,2004:6), teori merupakan suatu himpunan
konstruk (konsep)yang mengmukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan
menjabarkan relasi di antara variabel untuk menjelaskan dan meramalkan gejala
tersebut.
Fungsi dari teori itu sendiri adalah membantu peneliti menerangkan fenomena
sosial atau penomena alami yang menjadi pusat perhatiannya (Kriyantono, 2008:
43)serta memberikan ketajaman analisis peneliti akan masalah yang diteliti. Dalam
penelitian ini, teori-teori yang dianggap relevan adalah:

Universitas Sumatera Utara

10

1.6.1 Komunikasi dan Komunikasi Massa

Dalam kehidupan manusia disadari atau tidak, manusia selalu berkomunikasi,
baik secara intrapersonal maupun secara interpersonal. Komunikasi merupakan
hubungan kontak antar dan antara manusia individu maupun kelompok.
Secara

etimologi,

istilah

komunikasi

berasal

dari

bahasa

latin

“Communication”. Istilah ini bersumber dari perkataan “Communis” yang berarti
sama. Sama yang dimaksud berarti sama makna atau arti. Jadi komunikasi terjadi
apabila terdapat kesamaaan makna mengenai sesuatu pesan yang disampaikan oleh
komunikator dan diterima oleh komunikan (Effendy,2004: 30). Dari hal tersebut
dapatlah diartikan jika tidak terjadi kesamaan makna antara komunikator dan
komunikan, maka komunikasi tidak akan terjadi.
Menurut Harold Lasswell (Mulyana, 2005: 62) cara yang baik untuk
menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan Who
Says What In Which Channel To Whom With Effect ? ( Siapa Mengatakan Apa
Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana ?). Jawaban bagi
pertanyaan paradigmatik Lasswell merupakan unsur-unsur proses komunikasi yang
meliputi komunikator, pesan, media, komunikan dan efek (Effendy, 2004: 253).
Komunikasi massa merupakan suatu tipe komunikasi manusia (human
communication) yang lahir bersamaan dengan mulai digunakan alat-alat mekanik
yang mampu melipatgandakan pesan-pesan komunikasi. Pool mendefinidikan
komunikasi massa sebagai komunikasi yang berlangsung dalam situasi interposed
ketika antara sumber dan penerima tidak terjadi kontak secara langsung, pesan-pesan
komunikasi mengalir kepada penerima melalui saluran-saluran media massa, seperti
surat kabar, majalah, radio, film atau televisi.
Komunikasi

massa (mass communication)

adalah

komunikasi

yang

menggunakan media massa, baik cetak (surat kabar, majalah) atau elektronik (radio,
televisi) yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang betrsebar di banyak
tempat, anonym dan heterogen. Pesan-pesanya bersifat umum, disampaikan secara
cepat, serentak dan selintas (khususnya media elektronik) (Mulyana, 2005: 75).

Universitas Sumatera Utara

11

Ciri-ciri komunikasi massa antara lain berlangsung satu arah, komunikator
pada komunikasi massa melembaga, pesan-pesan bersifat umum, melahirkan
keserempakan dan komunikan bersifat heterogen (Suprapto, 2006: 13-14). Selain itu
karakteristik komunikasi massa yaitu mampu menjangkau khalayak secara luas,
selalu ada proses seleksi, berusaha menbidik sasaran tertentu dan komunikasi
dilakukan oleh insitusi sosial yang harus peka terhadap kondisi lingkungan (Rivers,
2008:19).

1.6.2 Pres, Jurnalistik dan Surat Kabar

Istilah pres berasal dari bahasa Belanda yang dalam bahasa Inggris bararti
press. Secara harfiah pers berarti cetak dan secara maknawlah berarti penyiaran
secara tercetak atau publikasi secara cetak (Effendy, 2004: 145). Pers sendiri
mengandung dua arti yaitu arti sempit dan arti luas. Dalam arti sempit, pers hanya
menujuk kepada media cetak berkala, suart kabar, tabloid, dan majalah. Sedangkan
aeri luas, pers bukan hanya menunjuk pada media cetak berkala melaikan yang
mencakup media elektronik auditif dan elektronik audiovisual berkala, yakni radio,
televise, film, dan media online internet. Pers dalam arti luas disebut media massa
(Sumadiria, 2005: 31).
Secara yuridis formal, menurut Undang-Undang Pers No. 40 Tahun
1999Pasal 1 ayat 1 menyebutkan:
Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan
kegiata jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, penyimpan, mengolah
dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara dan gambar serta data
dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media
elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia.
Dan pada Pasal 1 ayat 2:
Perusahaan pers adalah badan hokum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers
meliputi perusahaan media cetak, media elektronik dan kantor berita serta
perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan atau
menyalurkan informasi.

Universitas Sumatera Utara

12

Dalam peranannya media massa, pers dalam menjalankan peradigmanya
berperan sebagai intusi pencerah masyarakat, yaitu perannya sebagai media edukasi.
Selain itu media massa juga menjadi media informasi, yaitu tang setiap saat
menyampaikan informasi kepada masyarakat. Terakhir media massa sebagai media
hiburan (Bungin, 2006: 85-86).
Pers dan jurnalistik sesungguhnya tidak masa. Bila pers berhubungan dengan
intitusi media massa maka jurnalistik menunjuk pada proses kegiatan. Secara
etimologis, jurnalistik berasal dari kata juorn. Dalam bahasa Prancis, journ berarti
catatan atau laporan harian. Secara sederhana jurnalistik diartikan sebagai kegiatan
yang berhubungan dengan pencatatan atau laporan setiap hari. F. Fraser Bond dalam
An Introuduction to Journalism menulis jurnalistik sebagai bentuk yang mebuat berita
dan ulasan mengenai berita sampai pada kelompok perhatian. Secara

teknis,

jurnalistik adalah kegiatan menyampaikan, mencari, mengumpulkan, mengolah,
menyajikan dan menyebarkan berita melalui media berkala kepeda khalayak seluasluasnya dengan secepat-cepatnya (Sumadiria, 2005: 1-3).
Suara kabar atau lebih dikenal sebagai koran adalah salah satu media cetak
adan produk jurnalistik. Sebuah surat kabar berbeda dari tipe publikasi lainnya kerena
keegarannya,

karakteristik

handline-nya

dan

keanikaragaman

liputan

yang

menyangkut berbagai topik isu dan peristiwa. Ini terkait dengan kebutuhan pembaca
akan sisi menarik dari informasi yang dibacanya.
Selain itu, waktu terbit juga bervariasi. Ada surat kabar harian dan surat kabar
mingguan, ada juga surat kabar pegi atau

surat kabar sore. Selain itu, target

diitribusinya ada yang hendak menjangkau beberapa ratus penduduk sebua kota kecil,
ada yang hendak memasok seluruh rakyat di sebuah negara atau bangsa, bahkan
untuk seluruh orang di dunia “pasar” internasional (Santana, 2005: 86-87). Semua itu
menyangkut kebujakan redaksi dan kebutuhan pembaca.
Secara umum, isis dalam surat kabar terbagi tifa, yaitu berita (news), opini
(views) dan iklan (advertising). Namun hanya berita dan opini saja yang
dikelompokkan sebagai produk jurnalistik.

Universitas Sumatera Utara

13

1.6.3

Televisi

Televisi sebagai media massa, sangat membantu dalam hubungan masyarakat.
Dengan menggunakan media televisi, penyebarluasan informasi bukan saja sangat
luas, melainkan juga cepat dan serentak. Televisi mempunyai sebuah karakteristik
yang istimewa, televisi merupakan gabungan dari suara dan gambar atau yang lebih
dikenal dengan audiovisual. Sebagai media massa, televisi memiliki ciri-ciri seperti
berlangsung satu arah, komunikatornya melembaga, pesannya bersifat umum dan
menimbulkan keserempakan.
Dengan kekuatannya yang audiovisual, televisi mampu mempengaruhi
kehidupan manusia, baik dari segi politik, sosial dan budaya. Dan, salah satu fungsi
televisi yaitu penerangan atau informasi, sebagai sarana yang sangat efektif dalam
menginformasikan segala berita kepada khalayak.

1.6.4

Berita

Berita menurut Djuroto (2008:46) berasal dari bahasa Sansekerta yakni Vrit atau
dalam Bahasa Inggris disebut write yang memiliki arti ada atau terjadi. Ada juga
menyebut dengan vritta, artinya “kejadian” atau “yang telah terjadi”. Vritta dalam
bahasa Indonesia kemudian menjadi berita atau warta . berita atau dalam Bahasa
Inggris news, menunjukkan unsure waktu, apa yang baru, yaitu lawan dari lama.
Berita memang selalu baru, selalu hangat (Kusumaningrat, 2006:57). Spancer, dalam
bukunya yang berjudul News Writing yang dikutip oleh George Fox Mott (New
Survey Journalism, dalam Putra 2014:12) menyatakan bahwa, “ Berita dapat
didefenisikan sebagai setiap fakta yang akurat atau suatu ide yang dapat menarik
perhatian bagi sejumlah besar pembaca”.

Universitas Sumatera Utara

14

1.6.5 Teori Gatekeepres

Istilah gatekeepers ini pertama kali diperkenelkan oleh Kurt Lewis dalam
bukunya Human Relations (1974). Istilah ini kemudian dikembangkan tidak hanya
merujuk orang atau organisasi yang memberi izin suatu kegiatan, tetapi
mempengaruhi keluar masuknya “sesuatu”. Di dalam komunikasi massa dengan salah
satu elemennya adalah informasi itu (dalam media massa) bisa disebut dengan
gatekeepers. Itu juga bisa dikatakan, gatekeeper-lah yang member izin bagi
tersebarnya sebuah berita (Nurudin, 2004: 108-109).
Seorang gatekeepers adalah orang yang- dengan memilih, menubah dan
menolak pesan- dapat mempengaruhi aliran infirmasi kepada sesorang atau kelompok
penerima (Tubbs, 1996: 202).
Peran gatekeepers sendiri terdiri dari:
1. Menerima, mencari informasi dari suatu sumber kepada penerima.
2. Menyeleksi dan menyaring informasi.
3. Mengatur arus pesan dan memodifikasinya dalam komunikasi manusia.
Konsep Kurt Lewis sendiri mengenai gatekeepers adalah bahwa informasi
selalmengalir sepanjang saluran-saluran tertentu yang memiliki “wilayah berpintu”,
dimana pengambulan keputusan itu dilaksanakan secara pribadi oleh penjaga pinti,
apakah informasi itu diizinkan masuk atau tidak. Jadi gatekeepers berfungsi mengatur
pesan dan dapat berfungsi memodifikasi pesan sehingga pesan yang semula tidak
benar dengan pesan yang pada akhirnya diterima oleh penerima. Gatekeepers
memiliki kekiasaan untuk mengontrol pesan yang sangat besar dan mempengeruhi
arus informasi tiap orang sesudahnya dangkaian arus informasi.
Dipandang dari jabatan stuktural dalam perusahaan pers, posisi gatekeepers
ada pada posisi redaktur, editor, sekertaris redaksi ataupun pimpinan redaksi. Disini
proses seleksi berita atau pengeditan berita dilakukan dengan proses mengunhkapkan
realitas sosial dengan ukuran benar atau menurut gatekeepers, sehingga terjadi sebuah
proses penambahan maupun pengurangan isu. Intinya, pengungkapan realitas tersebut
delakukan dengan sudut pandang gatekeepers bersangkutan. Jika sebuah berita atau

Universitas Sumatera Utara

15

sebagian kecil fakta tidak diloloskan oleh gatekeepers, itu bisa diterjemahkan bahwa
realitas sosial yang dikandung berita tersebut tidak meruapakan realitas sosial yang
diyakini “benar” oleh sang garekeepers.
Shoemaker and Reese dakam buku Mediating The Massege: Theoris of
Influences on Mass Media Content menuliskan ada lima (5) level/tingkatan yang
mempengaruhi newaroom management, yaitu:
1. Individu/pekerja media
2. Rutinitas media
3. Organisasi media
4. Organisasi di luar media
5. Idiologi media

1.6.7 Paradigma Kontruktivisme

Istilah kontruktivisme atau kontruksi atau realitas sosial terkenalsejak
diperkenelkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman melalui bukunya yang
berjudul The Social Construction of Reality: A Treatise in the Sociological of
Knowledge tahun 1966. Teori dan pendekatan kontruksi sosial atau realitas terjadi
secara simulta melalui tiga proses sosial, yaitu eksternalisasi, objektivitas dan
internalisasi (Bungin, 2006: 193).
Pada ranah ilmu komunikasi, pandangan kontruktivisme menolak pandangan
positivisme yang memisahkan subjek dan objek komunikasi. Dalam pandangan
konstruktivismen, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami
realitas objektif belakan dan dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pesan.
Konstruktivisme justru menganggap subjek sebagaifaktor sentral dalam kegiatan
komunikasi serta hubungan-hubungan sosialnya. Subjek memiliki kemampuan
melakukan kontrol terhadap maksud-maksud tertentu dalam setiap wacana.
Komunikasi dipahami, diatur dan dihidupkan oleh pertanyaan-pertanyaan yang
bertujuan. Setiap pertanyaan pada dasarnya adalah tindakan penciptaan makna, yakni
tindakan pembentukan diri serta pengungkapan jati diri sang pembicara. Oleh karena

Universitas Sumatera Utara

16

itu, analisis dapat dilakukan demi membongkar maksud dan makna-makna tertentu
dari komunikasi (Ardianto, 2007: 151).
Karena sifat dan faktanya bahwa pekerjaan media massa adalah menceritakan
peristiwa-peristiwa, maka kesibukan utama media massa adalah mengkontruksikan
berbagai realitas yang akan disiarkan. Media menyusun ralitas dari berbagai peristiwa
yang terjdi hingga menjadi cerita atau wavana yang bermakna. Pembuatan berita di
media pada dasarnya adalah penyususnan realitas-realitas hingga membentuk sebuah
cerita atau wacana yang bermakna. Dengan demikian, seluruh isi media adalah
realitas yang telah dikonstruksikan dalam bentuk wacana yang bermakna (Hamand,
2004: 11-12).
Bagi kaum konstruktivisme, realitas (berita) itu hadir dalam keadaan
subjektif. Hal itu karena dihadirkan oleh konsep subjektif wartawan. Realitas tercipta
lewat kontruksi, sudut pandang dan ideologi wartawan. Realitas sesungguhnya bisa
jadi jauh berbeda saat menjadi sebuah berita bukanlah “mirror of reality”. Secara
singkat, manusialah (wartawan) yang membetuk imaji dunia. Sebuah teks dalam
sebuah berita tidak dapat simakan sebagai cerminan dari realitas atau mirror of
reality, ia harus pandang sebagai kontruksi atas realitas. Kerana itulah peristiwa yang
sama dapat dokontruksi secara berbeda. Sekelompok wartawan yang meliput sebuah
peristiwa dapat memiliki konsepsi dan pandangan yang berbeda dan itu dapat dilihat
bagaimana meraka mengkonstruksi peristiwa itu yang diwujudkan dalam teks berita
sehingga peristiwa tang sama saat dimuat peda keesikan harinya oleh bebrapa media
akan betbeda satu dengan yang lainnya.

1.6.8 Analisis Framing

Gagasan mengenai framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun
1955 (Sobur, 2004: 161). Mulanya frame dimaknai sebagai struktur konseptual atau
perangkat kepercayaan yang mengorganisir padangan politik, kebijakan atau wacana
serta yang menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas.

Universitas Sumatera Utara

17

Tetapi akhir-akhir ini, konsep framing telah digunakan secara luas dalam literature
ilmu komunikasi untuk menggambarkan proses penyeleksian dan penyorotan aspekaspek khusus sebuah realita oleh media.
Framing secara sederhana adalah menbingkai sebuah peristiwa. Framing
adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang
digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang
tersebut yang peda akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang
ditonjolkan dan bagaian mana yang dihilangkan, serta hendak dibawa ke mana berita
tersebut (Sobur, 2004: 162).
Prinsip analisis framing menyatakan bahwa terjadi proses seleksi dan
penajaman terhadap dimensi-dimensi tertentu daru fakta yang terberitakan dalam
media. Fakta tidak ditampilkan secara apa adanya, namun diberi bingkai (frame)
sehingga menghasilkan kontruksi makna yang spesifik.
Jadi, analisi framing merupakan analisis untuk menkaji pembingkaian realitas
yang dilakukan media. Pembingkaian tersebut merupakan proses kontruksi yang
artinya realitas dimaknai dan direkontruksi dengan cara dan makna tertentu. Framing
digunakan media untuk menonjolkan atau memberi penekanan aspek tertentu sesuai
kepentingan madia.
Dalam penelitian ini model framing yang digunakan model “pisau analisis”
framing Robert Entman. Robert Entman melihat framing dalam dua dimensi besar,
yaitu: seleksi isu dan penkanan atau penonjolan aspel-aspek tertentu dari realitas.
Seleksi isu berkaitan dengan pemilihan fakta sedangkan penonjolan aspek-aspek
tertentu dari isu berkaitan dengan penulis fakta (Sobur, 2004: 164).

1.7 Kerangka Teori

Kerangka sebagai hasil dari pemikiran yang rasional mrupakan uraian yang
bersifat kritis dalam mempeekirakan kamungkinan hasil penelitian yang dicapai dan
dapat mengantarkan penelitian pada rumus hipotesis (Nawawi, 1995: 40).

Universitas Sumatera Utara

18

Konsep adalah pengambaran secara tepat fenomena yang hendak diteliti yakni
istilah dan defenisi yang digunakan yntuk menggambarkan secara abstrak kejadian,
keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial
(Singarimbun, 1995: 57).
Jadi kerangka konsep adalah hasil pemikiran yang rasional dalam
menguraikan rumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara dari masalah
yang diuji kebenarannya. Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka
harus dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel.
Kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian ini memakai analisis
framing

Robert Entman. Dalam pengamatan Entman framing berada dalam dua

dimensi besar, yaitu seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek tertentu
(Eriyanto, 2002: 187).
Seleksi isu berhubungan dengan pemilihan fakta dari realitas yang kompleks
dan beragam. Aspek yang diseleksi untuk ditampilkan dari proses ini selalu
terkandung di dalamnya ada bagian fakta yang dimasukkan (included) dan bagian
fakta yang tidak dimasukkan (excluded). Tidak semua aspek atau bagian isu yang
ditampilkan wartawan atau gatekeepers memilih aspek tertentu dari isu tersebut.
Penonjolan aspek tertentu dari isu berhubungan dengan penulisan fakta.
Ketika aspek tertentu dari suatu peristiwa/isu telah dipilih, aspek terseburt ditulis
sangat berkaitan dengan pamakaian kata, kalimat, gambar dan citra tertentu untuk
ditampilkan kepada khalayak.
Selanjutnya Entman mengonsepsikan dua dimensi besar tersebut dalam
sebuah paranfkat framing, yaitu:
1. Defenisi masalah (Define problems), yaitu mengartikan atau menjelaskan
masalah apa yang diberitakan.
2. Memperikan sumber masalah (Diagnose causes) adalah melihat penyebab
masalah yang diberitakan.
3. Membuat keputusan moral ( Make Moral Judgement/Evaluation) adalah
menilai moral apa yang disajikan untuk menjelaskan masalah atau nilai moral
apa yang dipai untuk melegitimasi tindakan.

Universitas Sumatera Utara

19

4. Menekankan penyelesaian (Treatment recommendation) adalah penyelesaian
apa yang ditawarkan untuk mengatasi masalah. Elemen yang dipakai untuk
menilai apa yang dikehendaki wartawan, maksudnya jalan apa yang dipilih
oleh wartawan untuk menyelesaikan suatu masalah.

Visualisasi Konseptual Analisis Framing Robert Entman
FRAMING
-

Seleksi isu
Penonjolan aspek tertentu dari isu

BERITA

Define Promblems (Pendefinisian Masalah)
Diagnose Causes ( Memperkirakan Masalah atau Sumber Masalah)

Make Moral Judgement ( Membuat Keputusan Moral)
Treatment Recommendation (Menekankan Penyelasaian)

(Sumber: Majalah Kajian Media Ditcum Vol.1, N. 2 September 2007 dalam Simatupang 2010:18 )

1.8 Operasional Konsep

a. Define Problems atau defenisi masalah adalah elemen pertama kali dapat kita
lihat dalam analisis framing. Elemen ini merupakan master frame atau bingkai
paling utama. Di tahapan inilah awal berita dikontruksi sehingga dalam

Universitas Sumatera Utara

20

sebuah berita diteliti apakah yang menjadi pokok masalah terhadap sebuah
isu, wacana atau peristiwa yang diliput, diberitakan dan peristiwa dipahami
oleh wartawan.
b. Diagnose Causes atau memperkirakan sumber masalah adalah begaimana
sebuah media membungkus siapakah aktor atau pelaku yang menyebabkan
sebuah masalah timbul. Di sini penyebab berarti apa (what), tatapi bisa juga
aspek siapa (who).
c. Moral Judgement/Evalution atau membuat keputasn moral adalah elemen
framing yang dipakai untuk membenarkan atau memberikan argument atas
pendefinisian yang telah dibuat, ketika masalah dan penyebab masalah telah
ditentukan, maka dibutuhkan argumentasi yang kuat untuk mendukung
gagasan tersebut
d. Treatment Recommendation atau menekankan penyelesaian adalah sebuah
pesan moral baik secara eksplisit atau implicit bagaimana seharusnya sebuah
masalah atau peristiwa itu diselesaikan, ditanggulangi, diantisipasi dan
dihindari.

Universitas Sumatera Utara

21

Tabel 1.
Operasional Analisis Framing Robert Entman
Defining Problems

a. Peristiwa dilihat sebagai apa?
b. Peristiwa sebagai masalah apa?

Diagnose Causes

a. Siapa penyebab masalah?
b. Peristiwa itu disebkan oleh apa?

Make Moral
Judgement/Evalution

a. Nilai moral apa yang disajikan untuk
menjelaskan masalah?
b. Nilai

apa

yang

dipakai

mendelegatimasi/legitimasi

untuk
suatu

tindakan?
Treatment
Recommendation

a. Penyelesaian yang ditawarkan untuk
mengatasi masalah?
b. Jalan apa yang ditawarkan dan harus
tempuh untuk mengatasinya?

Sumber: Majalah Kajian Media Dictum Vol I, No. 2 September 2007

Universitas Sumatera Utara