Analisis Framing Terhadap Pemberitaan Basuki Tjahaja Purnam Atau Ahok Dalam Kasus Surah Al-Maidah Ayat 51 di MetroTV

22

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Paradigma Kajian
Penelitian ini merupakan upaya untuk menentukan kebenaran berdasarkan
model-model tertentu atau yang biasa disebut paradigma. Menurut Bogdan dan
Biklen ( 1982, dalam Moleong, 2006: 49), paradigm merupakan kumpulan besar dari
sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan
cara berpikir dan penelitian.
Paradigma yang penelitian gunakan dalam penelitian ini adalah paradigma
kontruktivis. Menurut Ardianto dan Q-Anees (2007:151), paradigma kontruktivis
menanggapi subjek sebagai faktor sentral dalam komunikasi serta hubungan
sosialnya. Pengetahuan individu merupakan hasil kontruksi sosial berdasarkan proses
kognitif dengan interaksi terhadap dunia dan bukan tiruan dari kenyataan. Paradigma
ini juga menekankan bahwa penelitian dan fenomena yang diteliti menyatu sebagai
suatu entitas. Temuan peneliti merupakan hasil interaksi penelitian dengan yang
diteliti. Kontruksi mental individu digali dan dibentuk setting alaimiah.
2.2.1 Komunikasi

Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berhubungan dengan

manusia yang lain. Oleh karenanya perlu dilakukan komunikasi agar mereka dapat
saling berhubungan satu sama lain. Banyak pakar menilai bahwa komunikasi adalah
kebutuhan yang sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat.
Istilah komunikasi berpangkal pada perkataan latin Communis yang artinya
membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih.
Komunikasi juga berasal dari akar kata dalam bahasa latin Communico yang artinya
membagi (Cangara, 2011: 18). Maka secara etimologi, komunikasi berasal dari

22

Universitas Sumatera Utara

23

bahasa latin yakni communis yang berarti “sama”, communico, communicatio, atau
communicare yang berarti “membuat sama” (to make common), atau dalam bahasa
inggris communication.
Harold Lasswell memberikan pengertian komunikasi melalui paradigm yang
dikemukakannya dalam karyanya The Structire abd Function of Communication in
Society. Lasswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi

adalah menjawab pertanyaan “Who Says In Which Channel To Whom With What
Effect?” (dalam Effendy, 2006:9).
Paradigma Lasswell menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai
jawaban dari pertanyaan yang diajukan, yaitu:
1.

Who: komunikator: Orang yang menyampaikan pesan.

2.

Says What: Pernyataan yang didukung oleh lambang-lambang.

3.

In Which Channel: Media, sarana atau saluran yang mendukung pesan yang

disampaikan.
4.

To Whom: Komunikan, Orang yang menerima pesan.


5.

With What Effect: efek dampak sebagai pengaruh pesan atau dapat juga

dikatakan sebagai hasil dari proses komunikasi.
Berdasarkan paradigma Lasswell tersebut komunikasi adalah proses
penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang
menimbulkan efek tertentu.
Menurut Carl I. Hovland, ilmu komunikasi adalah suatu usaha yang
sistematis untuk merumuskan secara tegas azas-azas dan atas azas tersebut
disampaikan informasi serta dibentuk pendapat dan sikap (Amir Purba, 2006: 29-30).
Maksudnya adalah subjek studi ilmu komunikasi bukan saja penyampaian informasi,
melainkan pembentukan pendapat umum dan sikap publik yang dalam kehidupan
sosial dan politik memainkan peranan penting.
Komunikasi berlangsung apabila antara orang-orang yang terlibat dalam
komunikasi terdapat kesamaan makna mengenai suatu hal yang dikomunikasikan.
Jelasnya, jika seseorang mengerti tentang sesuatu yang dinyatakan orang lain
kepadanya maka komunikasi berlangsung dan dengan kata lain hubungan antara


Universitas Sumatera Utara

24

mereka itu bersifat komunikatif. Sebaliknya, jika ia tidak mengerti maka komunikasi
tidak berlangsung dan dengan kata lain hubungan antara orang-orang itu tidak
komunikatif.

A. Ruang lingkup komunikasi
Bidang komunikasi
Berdasarkan bidangnya (Amir Purba, 2006: 38), komunikasi meliputi jenis-jenis
sebagai berikut:
1. Komunikasi sosial (social communication)
2. Komunikasi

organisasi/

manajenem

(organization/


management

communication)
3. Komunikasi bisnis (business communication)
4. Komunikasi politik (political communication)
5. Komunikasi internasional (international communication)
6. Komunikasi pembangunan (development communication)
7. Komunikasi antar budaya (intercultural communication)
8. Komunikasi tradisonal (traditional communication)
9. Komunikasi lingkungan (environmental communication)
Unsur-unsur komunikasi
Dalam proses komunikasi terdapat beberapa unsur-unsur yang mendukung
proses komunikasi. Awal tahun 1960-an David K.Berlo membuat formula yang
dikenal dengan “SMCR” yakni: Source (sumber), Massage (pesan), Channel (saluranmedia), dan Receiver (penerima). Sementara De Fleur menambah lagi unsur efek dan
umpan balik (feedback) sebagai pelengkap dalam membangun komunikasi yang
sempurna. Perkembangan terakhir adalah pandangan dari Joseph de Vito, K.Sereno
dan Erika Vora yang menilai faktor lingkungan merupakan unsur yang tidak kalah
pentingnya dalam mendukung terjadinya proses komunikasi.
Sifat komunikasi


Universitas Sumatera Utara

25

Ditinjau dari sifatnya (Amir Purba, 2006: 36), komunikasi diklasifikasikan
sebagai berikut:
1. Komunikasi verbal (verbal communication)
a. Komunikasi lisan (oral communication)
b. Komunikasi tulisan (written communication)
2. Komunikasi non verbal (non verbal communication)
a. Komunikasi kial (gestural/body communication)
b. Komunikasi gambar (pictorial communication)
3. Komunikasi tatap muka (face to face communication)
4. Komunikasi bermedia (mediated communication
Tatanan komunikasi
Bentuk atau tatanan komunikasi dapat ditinjau dari jumlah komunikannya
(Effendy, 2006:53), yaitu:
1. Komunikasi Pribadi (personal communication)
2. Komunikasi Kelompok (group communication)

3. Komunikasi Massa (mass communication)
4. Komunikasi Media (media communication)
Tujuan komunikasi
Ada empat tujuan seseorang melakukan komunikasi (Effendy, 2006:55), yaitu:
1. Untuk mengubah sikap (to change attitude)
2. Untuk mengubah opini/ pendapat/ pandangan (to change the opinion)
3. Untuk mengubah prilaku (to change the behavior)
4. Untuk mengubah masyarakat (to change the society)
Fungsi komunikasi
Adapun fungsi dari komunikasi (Amir Purba, 2006:37), yaitu:
1. Menyiarkan informasi (to inform)
2. Mendidik (to educate)
3. Menghibur (to entertain)
4. Membujuk (to persuade)

Universitas Sumatera Utara

26

Metode komunikasi

Metode komunikasi (Effendy, 2006: 56) meliputi kegiatan-kegiatan yang
terorganisasi sebagai berikut:
1. Jurnalisme/jurnalistik (journalism)
a. Jurnalisme cetak (printed journalism), yaitu surat kabar, majalah, dan lainnya.
b. Jurnalisme elektronik (electronic journalism), yaitu radio dan televisi.
2. Hubungan masyarakat (public relation)
3. Periklanan (advertising)
4. Propaganda
5. Perang urat syaraf (psychological warfare)
6. Perpustakaan (library)
7. Lain-lain

Komunikasi merupakan suatu proses yang berawal dari seorang komunikator
yang menyampaikan pesan kepada seorang komunikan melalui media atau saluran
dan menimbulkan efek tertentu.

2.2.2 Komunikasi Massa

Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa
(media cetak dan elektronik). Massa dalam arti komunikasi massa lebih menunjuk

pada penerima pesan yang berkaitan dengan media massa. Dengan kata lain media
massa yang dalam sikap dan perilakunya berkaitan dengan peran media massa. Oleh
karena itu masa disini menunjuk pada khalayak, audience, penonton, pemirsa atau
pembaca. (Nurudin, 2007: 2).
Dari definisi diatas penulis menarik kesimpulan bahwa komunikasi massa itu
harus menggunakan media massa dalam menyampaikan pesan. Jadi, sekalipun
komunikasi itu disampaikan kepada khalayak yang banyak namun tidak
menggunakan media massa, maka itu bukan termasuk komunikasi massa.

Universitas Sumatera Utara

27

A. Ciri-Ciri Komunikasi Massa
Dibandingkan dengan bentuk-bentuk komunikasi yang lain, komunikasi memiliki
cirri tersendiri, yakni:
1. Komunikator dalam Komunikasi Massa Melembaga
Komunikator dalam komunikasi massa bukan satu orang tetapi kumpulan orang.
Artinya, gabungan antar berbagai macam unsur dan bekerja satu sama lain dalam
sebuah lembaga. Lembaga yang dimaksud disini menyerupai sistem.

2. Komunikan Bersifat Heterogen
Komunikan dalam komunikasi massa sifatnya heterogen/beragam. Artinya,
khalayaknya beragam dari segi pendidikan, umur, jenis kelamin, status sosial
ekonomi, jabatan, maupun agama atau kepercayaan.
3. Pesannya bersifat umum
Pesan dalam komunikasi massa tidak ditujukan kepada satu orang atau satu kelompok
masyarakat tertentu. Oleh karena itu pesan yang dikemukakan tidak boleh bersifat
khusus.
4. Komunikasinya berlangsung satu arah
Komunikasi hanya berlangsung satu arah, yakni dari media massa ke komunikan dan
tidak terjadi sebaliknya. Komunikan tidak bisa langsung memberikan respons atau
umpan balik (feedback) kepada komunikatornya, kalaupun bisa sifatnya tertunda
(delayed feedback). Hal ini sangat berbeda ketika kita melakukan komunikasi tatap
muka.
5. Komunikasi Massa menimbulkan Keserempakan
Dalam komunikasi massa ada keserempakan dalam proses penyebaran pesanpesannya. Serempak disini berarti khalayak bisa menikmati media massa tersebut
hampir bersamaan.
6. Mengandalkan Peralatan Teknis
Dalam hal ini peralatan teknis bersifat mutlak atau harus dikarenakan tanpa adanya
peralatan teknis dalam hal ini komunikasi massa akan sulit terjadi. Peralatan teknis

yang dimaksud misalnya pemancar (televisi, radio, dll), SCJJ (surat kabar), jaringan
internet, dll.

Universitas Sumatera Utara

28

7. Dikontrol oleh Gatekeepers
Gatekeeper atau sering disebut penjaga gawang/ penapis informasi adalah orang yang
berperan penting dalam mengemas sebuah pesan atau informasi yang disebarkan
menjadi lebih mudah dipahami. Begitu pula tentang baik dan buruknya dampak pesan
yang disebarkan tergantung pada peran gatekeeping dalam menapis informasi.
Gatekeeper yang dimaksud antara lain reporter, editor, kameramen, sutradara,
lembaga sensor, dan semua yang terjun dalam pengemasan informasi pada sebuah
media massa (Nurudin, 2007: 19).

B. Fungsi Komunikasi Massa
Fungsi komunikasi adalah sebagai berikut (Bungin, 2009: 79-81):
a. Fungsi pengawasan
Media massa merupakan sebuah medium dimana dapat digunakan untuk
pengawasan terhadap aktivitas masyarakat pada umumnya. Fungsi pengawasan ini
berupa peringatan dan kontrol sosial maupun kegiatan persuasif. Pengawasan dan
kontrol sosial dapat dilakukan untuk aktifitas preventif mencegah terjadinya hal-hal
yang tidak di inginkan.
b. Fungsi social learning
Fungsi utama dalam komunikasi massa melalui media massa adalah
melakukan guiding dan pendidikan sosial kepada seluruh masyarakat. Media massa
bertugas untuk memberikan pencerahan-pencerahan kepada masyarakat dimana
komunikasi massa itu berlangsung. Komunikasi massa dimaksudkan agar proses
pencerahan itu berlangsung efektif dan efisien dan menyebar secara bersamaan di
masyarakat luas.
c. Fungsi penyampaian informasi
Komunikasi massa yang mengandalkan media massa, memiliki fungsi utama,
yaitu menjadi proses penyampaian informasi kepada masyarakat luas. Komunikasi
massa memungkinkan informasi dari institusi publik tersampaikan kepada
masyarakat secara luas dalam waktu cepat sehingga fungsi informatif tercapai dalam
waktu cepat dan singkat.

Universitas Sumatera Utara

29

d. Fungsi transformasi budaya
Komunikasi massa sebagaimana sifat-sifat budaya massa, maka yang
terpenting adalah komunikai massa menjadi proses transformasi budaya yang
dilakukan bersama-sama oleh semua komponen komunikasi massa, terutama yang
didukung oleh media massa. Fungsi ini lebih kepada tugasnya yang besar sebagai
bagian dari budaya global.
e. Fungsi hiburan
Fungsi lain dari komunikasi massa adalah hiburan. Hal ini dikarenakan
komunikasi massa menggunakan media massa, jadi fungsi hiburan pada media massa
merupakan bagian dari fungsi komunikasi massa.

2.2.3

PERS, JURNALISTIK DAN SURAT KABAR

Pers adalah lembaga sosial (social institution) atau lembaga kemasyarakatan
yang merupakan subsistem dari pemerintahan di negara mana ia beroperasi
beroperasi bersama-sama dengan subsistem lainnya. Ditinjau dari teori sistem, pers
merupakan sistem terbuka yang probabilistik. Terbuka artinya bahwa pers tidak
bebas dari pengaruh lingkungan, tetapi dilain pihak pers juga mempengaruhi
lingkungan probabilistik yang berarti hasil operasinya tidak dapat diduga secara
pasti. Sebagai sistem terbuka, pers cenderung mempunyai kualitas penyesuaian yang
berarti ia akan menyesuaikan diri pada perubahan lingkungan demi kelangsungan
hidupnya. Apabila pers tidak mampu menyesuaikan diri pada perubahan kondisi dan
situasi lingkingan, maka ia akan mati dengan sendirinya. Hidup matinya pers atau
lancer tidaknya kehidupan pers di suatu negara dipengaruhi bahkan ditentukan oleh
sistem politik pemerintahan di negara di mana per situ beroperasi.
Pers sendiri mengandung dua arti, sempit dan arti luas. Dalam arti sempit,
pers hanya menunjuk kepada cetak berkala: surat kabar, tabloid dan majalah.
Sedangkan dalam arti luas, pers bukan hanya menujuk pada media cetak berkala
melainkan juga mencangkup media elektronik auditif dan media elektronik

Universitas Sumatera Utara

30

audiovisual berkla, yaitu radio, televisi, film dan media online internet. Pers dalam
arti luas disebut media massa (Sumadiria, 2008:31). Jadi tegasnya, pers adalah
lembaga atau badan atau organisasi yang menyebarkan berita sebagai karya
jurnalistik kepada khalayak. Pers dan jurnalistik dapat diibaratkan sebagai raga dan
jiwa. Pers adalah aspek raga karena ia berwujud, konkret dan nyata, oleh sebab itu,
ia dapat diberi nama, sedangkan jurnalistik adalah aspek jiwa karena ia abstrak.,
merupakan kegiatan, daya hidup, menghidupi pers. Dengan demikian pers dan
jurnalistik merupakan dwitunggal. Pers tidak mungkin beroperasi tanpa jurnalistik,
sebalikknya jurnalistik tidak akan mungkin mewujudkan suatu karya bernama berita
tanpa pers (Effendy, 3003: 90).
Dalam

perannya

sebagian

media

massa,

pers

dalam

menjalankan

paradigmanya berperan sebagai intitusi pencerah masyarakat, yaitu perannya sebagai
media edukasi. Selain itu, media massa juga menjadi media informasi yang setiap
saat menyampaikan informasi kepada masyarakat, terakhir media massa sebagai
media hiburan (Bungin, 2006: 85-86).
Fungsi utama pers ada lima:
1. Informasi (to inform)
Fungsi pertama yaitu menyampaikan informasi secepat-cepatnya kepada
masyarakat seluas-luasnya. Setiap informasi yang disampaikan harus
actual, akurat, factual, menarik atau penting, benar, lengkap-utuh, jelasjernih, jujur-adil, berimbang, relevan, bermanfaat dan etis.
2. Edukasi (to educate)
Informasi yang disebarkan pers hendaknya dalam kerangka mendidik (to
educate). Inilah yang menbedakan pers sebagai lembaga kemasyarakatan
dengan lembaga kemasyarakatan yang lain. Sebagai lembaga ekomoni,
pers

memang

dituntut

berorientasi

komersal

untuk

memperoleh

keuntungan finansial. Namun orientasi dan misi komersial itu tidak boleh
mengurangi apalagi meniadakan fungsi dan tanggung jawab sosial pers.
Seperti ditegaskan Wilbur Schramm dala Men. Messages and Media, bagi
masyarakat, pers adalah watcher, teacher and forum (pengamat, guru dan

Universitas Sumatera Utara

31

forum). Pers setiap hari melaporkan berita, memberikan tujuan atau
analisis atas berbagai peristiwa dan kecendeungan yang terjadi serta ikut
dalam berperan dalam mewariskan nilai-nilai luhur universal, nilai-nilai
dasar nasional dan kandungan budaya-budaya lokal dari satu generasi ke
generasi berikutnya secara estafet.
3. Koreksi (to influence)
Pers adalah pilar demokrasi keempat setelah legislative, eksekutif dan
yudikatif. Dalam kerangka ini, kehadiran pers dimaksudkan untuk
mengawasi atau mengontrol kekuasaan legislative, eksekutif dan yudikatif
agar kekuasaan mereka tidak menjadi korup dan absolute. Dalam negaranegara penganut paham demokrasi, pers mengemban fungsi sebagai
pengawas pemerintah dan masyarakat (watchdog function). Dengan fungsi
kontrol sosial (social control) yang dimuliknya itu, maka pers bisa disebut
sebagai intitusi sosial yang tidak pernah tidur dan senantiasa bersikap
independen atau menjada jarak yang sama terhadap semua kelompok dan
organisasi yang ada. Dalam mengemban fungsi sebagai control sosial,
pers tunduk pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
4. Rekreasi (to entertain)
Pers harus mampu memainkan peranan sebagai wahana rekreasi yang
menyenangkan sekaligus yang menyehatkan bagi semua lapisan
masyarakat. Pers harus jadi sahabat setia pembaca yang menyenangkan.
Hal-hal yang bersifat hiburan sering dimuat disurat kabar untuk
mengimbangi berita-berita berat (hard news) dan artikel-artikel yang
berbobot. Isi surat kabar yang bersifat hiburan bisa berbentuk cerita
pendek., cerita bersambung, cerita bergambar, teka-teki silang, pojok,
karikatur maupun berita yang mengandung minat insane (human interest).
Maksud pemuatan isi yang mengandung hiburan semata-mata untuk
melemaskan ketegangan pikiran setelah para pembaca dihidangi berita dan
artikel yang berat.
5. Mediasi (to mediate)

Universitas Sumatera Utara

32

Pers bisa berfungsi sebagai penghubung/fasilitator atau mediator. Dengan
fungsi mediasi, pers mampu menghubungkan tempat yang satu dengan
tempat yang lainnya, peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain atau
orang satu dengan orang lain pada saat yang sama.

Karakteristik adalah cirri-ciri spesifik. Setiap media memiliki karakteristik
sendiri dan sekaligus membedakannya dengan madia lainnya. Ada lima karakteristik
atau cirri spesifik pers yang akan dibahas, yaitu:
1. Periodesitas
Periodesitas artinya pers harus terbit secara teratur, periodik, misalnya seriap
hari, seminggu sekali, dua minggu sekali, satu bulan sekali atau tiga bulan
sekali. Pers yang terbit tiap hari harus konsisten dengan pilihannya, apabila
terbit pada pagi hari atau pada sore hari. Pers yang terbit secara periodik
biasanya sedang mangalami masalah manejemen, seperti konflik internal,
krisis finasial atau kehabisa modal.

2. Publisitas
Publisitas berarti pers ditujukan khalayak sasaran umum yang sangat
heterogen. Heterogen merujuk pada dua dimensi, yaitu dimesi geografis dan
dimensi psikografis. Dimensi geografis merujuk pada data administrasi
kependudukan, seperti jenis kelamin, kelompok usia, suku bangsa, agama,
tingkat pendidkan, status perkawinan, tempat tinggal, pekerjaan atau profesi
dan pendapatan. Demensi psikografis merujuk pada karakter, sifat
kepribadian, kebiasaan, adat istiadat. Tujuan untuk khalayak umum sangat
heterogen tersebut mengharuskan pers dalam mengemas setiap pesannya
menggunakan dan tunduk kepada kaidah jurnalistik. Cirri utama jurnalistik
antara lain, sederhana, menarik, sengkat, jelas, lugas, jernih, mengutamakan
kalimat aktif dan menghindari penggunaan atau istila-istilah teknis.
3. Aktualitas

Universitas Sumatera Utara

33

Aktualitas berarti informasi apa pun yang disuguhkan media harus
mengandung kebaruan, merujuk pada peristiwa yang benar-benar terjadi atau
sedang terjadi. Aktualitas mengandung arti kini dan kaadaan sebenarnya.
Secara teknis, aktualitas mengandung tiga dimensi, yaitu kelender, waktu dan
masalah.
Aktualitas kelender merujuk pada berbagai peristiw yang sudah tercantum
dalam kelender, baik kelender umum Masehi yang memuat penanggalan dari
tanggal 1 Januari samapai 31 Desember, maupun kelender khusus seperti
kelender akademik, kelender pemerintahan, kelender ormas atau kelender
sosial budaya dan pariwisata.
Aktualitas waktu berkaitan dengan peristiwa yang baru terjadi, sedang terjadi
atau sesat lagi akan terjadi (news is tinely). Aktualitas masalah berhubungan
dengan peristiwa yang dilihat dari topiknya, sifatnya, dimensi dan
dampaknya, serta karakteristiknya. Aktualitas masalah mencerminkan
fenomena yang senantiasa mengandung unsure kebaruan, seperti hak asasi
manusia, kolusi korupsi dan nepotisme atau masalah-masalah kemasyarakatan
dan kebangsaan yang belum selesai seperti demokrasi, penegakan hokum,
keadilan, pemerataan pendapatan.
4. Universalitas
Universalitas berkaitan dengan kesemestaan pers dilihat dari sumbernya dan
keanekaragaman materi isisnya. Dilihat dari sumbernya, berbagai peristiwa,
yang dilaporkan pers berasal dari empat penjuru mata angin (Utara, Selatan,
Barat, dan Timur). Dilihat dari materi isinya, sajian pers mencakup tiga
kelompok besar, yakni kelompok berita (news), kelompok opini (views) dan
kelompok iklan (anvertising). Isi pers harus harus selektif dan terfokus.
5. Objektivitas
Objektivitas meerupakan nilai etika dan moral yang harus dipegang oleh pers
dalam menjalankan profesi jurnalistiknya. Setiap berita disuguhkan harus
dapat dipercaya dan menarik perhatian pembaca., tidak menganggung
perasaan dan pendapat mereka. Pers yang baik harus dapat menyajikan hal-hal

Universitas Sumatera Utara

34

yang factual apa adanya sehingga kebenaran isi berita yang disampaikan tidak
menimbulakan tanda Tanya (Sumadiria, 2008: 32-38).

Secara etimologis, jurnalistik berasal dari kata journ. Dalam bahasa Prancis
berarti catatan atau laporan harian. Dalam bahasa Belanda “journalistiek” atau dalam
bahasa Inggris “journalism” yang bersumber pada perkataan “journal” sebagai
terjemahan dari bahasa latin “Diurnal” yang berarti harian atau setiap hari. Secara
sederhana jurnalistik dapat didefinisikan sebagai teknik pengelola berita mulai dari
cara mendapatkan bahan sampai kepada menyebarluaskannya kepada khalayak
(Effendy, 2003: 95). Dengan demikian, jurnalistik bukanlah pers, bukan pula media
massa. Jurnalistik adalah kegiatan yang memungkinkan pers atau media massa
bekerja dan diakui eksistensinya dengan baik. Dilihat dari segi bentuk pengelolaanya,
jurnalistik dibagi ke dalam tiga bagian besar, yaitu:
1. Jurnalistik media cetak (newspaper and magazine journalism)
2. Jurnalistik media elektronik auditif (radio broadcast journalism)
3. Jurnalistik media audiovisual (television journalism)

Seperti bentuk jurnalistik memiliki cirri dan khasannya masing-masing. Cirri
dan khasannya anatara lain terletak pada filosofi penerbitan, dinamika teknis
persiapan dan pengelolaan serta asumsi dampak yang timbul terhadap khalayak
pembaca, pendengar atau pemirsa. Contohnya, filosofi surat kabar menekankan pada
segi keunggulan dan kecepatan dalam perolehan dan penyebaran informasi,
sedangkan filosofi penerbit majalah mingguan lebih banyak menekankan segi
kelengkapan dan kedalaman informasi serta ketajaman daya analisinya.

1. Jurnalistik media cetak (newspaper and magazine journalism)
Jurnalistik media cetak dipengaruhi oleh faktor, yaitu faktor verbal dan
visual. Faktor verbal menekankan pada kemampuan memilih dan
menyusun kata dalam rangkaian kalimat dan paragraph yang efektif dan

Universitas Sumatera Utara

35

komunikatif, sedangkan faktor visual menekankan pada kemampuan
dalam menta, menepatkan, mendesain tata letak atau hal-hal yang
menyangkut segi perwajahan. Dalam persoektif jurnalistik, setiap
informasi yang disajikan kepada khalayak bukan saja harus benar, jelas
dan akurat, melainkan juga harus menarik, membandingkan minat dan
selera baca (surat kabar, majalah) selera dengar (radio siaran) selera
menonton (televisi).
2. Jurnalistik media elektronik auditif (radio broadcast journalism)
Jurnalistik media elektronik auditif atau jurnalistik radio siar lebih banyak
dipengaruhi dimensi verbal, teknologikal dan fisikal. Verbal berhubungan
dengan kemampuan menyusun kata, kalimat dan paragraph secara efektif
dan komunikatif. Teknologikal berkaitan dengan teknolpgi yang
memungkinkan daya pancar radio dapat ditangkap dengan jelas dan jernih
penerima. Fisikal berkaitan dengan kesehatan fisik dan kemampuan
pendengaran khalayak dalam menyerap dan mencerna pesan atau kalimat
yang disampaikan.
3. Jurnalistik media elektronik audiovisual (television journalism)
Jurnalistik media elektronik audiovisual meliput jurnalistik televise siaran
dan jurnalistik media on line (internet). Jurnalistik tmedia elektronik
audiovisual merupakan gabungan dari segi verbal, visual teknologikal dan
dimensi dramatikal.
Verbal berkaitan dengan kata-kata yang disusun secara singkat, padat,
efektif. Visual menekankan pada bahaa gambar yang tajam, jelas hidup
dan memikat. Teknologikal berkaitan dengan daya jangkauan siaran,
kualitas suara dan gambar yang dihasilkan serta diterima oleh pesawat
televise penerima di rumah-rumah. Dramatikal berkaitan dengan aspek
serta nilai dramatik yang dihasilkan oleh rangkaian gambar yang
dihasilkan sacara simultan. Aspek dramatik televise inilah yang tidak
dipunyai media massa radio dan surat kabar. Aspek dramatik televise

Universitas Sumatera Utara

36

menggabungkan tiga kekuatan sekaligus: kekuatan gambar, suara, dan
kata-kata. Ini yang disebyt efek bersama dan efek simultan televisi.

Surat kabar atau lebih dikenal sebagai koran adalah salah satu media catak
dan produk dari jurnalistik. Sedenisi dari surat kabar adalah media kominukasi massa
yang diterbitkan secara berkala dan bersenyawa dengan kemajuan teknologi pada
masanya dalam menyajiakan tulisan berupa berita, feature, pendapat, cerita rekaan
(fiksi) dan bentuk karangan yang lain. Tujuan dasar surat kabar adalah memperoleh
berita dari sumber yang tepat untuk disampaikan secepat dan selengkap mungkin
kepada para pembacanya. Perkataan koran berasal dari bahasa Belanda “Krant” dari
bahasa Perancis “Courant” atau surat kabar adalah suatu penerbitan yang ringan dan
mudah dibuang, biasanya dicetak pada kertas berbiaya rendah yang disebut kerta
koran yang berisi berita-berita terkini Dallam berbagai topik. Topiknya bisa berupa
kegiatan politik, kriminalitas, olahraga, tajuk rencana, cuaca. Sebuah surat kabar
berbeda tipe publikasi lainnya kerena kesegarannya, karakteristik keadline-nya dan
keanekaragaman liputan yang menyangkut berbagai topic isu dan peristiwa. Ini
terkait dengan kebutuhan pembaca akan sisi menarik dari informasi yang dibacanya.
Surat kabar modern biasanya terbit dalam satu dari tiga ukuran berikut:
 Broadsheet (ukuran besar) (29 ½ x 23 ½ inci)
 Tabloid: setengah ukuran broadsheer
 “Berliner” atau midi (470x315)
(http://id.wikipwdia.org/wiki/koran)
Secara umum, isis dalam sebuah surat kabar terbagi tiga, yaitu berita (newa),
opini (views) dan iklan (anvertising). Namun hanya berita dan opini saja yang
dikelompokkan sebagai produk jurnalistik.

2.2.4

Televisi

Televisi sebagai media massa, sangat membantu dalam hubungan masyarakat.
Dengan menggunakan media televisi, penyebarluasan informasi bukan saja sangat

Universitas Sumatera Utara

37

luas, melainkan juga cepat dan serentak. Televisi mempunyai sebuah karakteristik
yang istimewa, televisi merupakan gabungan dari suara dan gambar atau yang lebih
dikenal dengan audiovisual. Sebagai media massa, televisi memiliki ciri-ciri seperti
berlangsung satu arah, komunikatornya melembaga, pesannya bersifat umum dan
menimbulkan keserempakan.
Dengan kekuatannya yang audiovisual, televisi mampu mempengaruhi
kehidupan manusia, baik dari segi politik, sosial dan budaya. Dan, salah satu fungsi
televisi yaitu penerangan atau informasi, sebagai sarana yang sangat efektif dalam
menginformasikan segala berita kepada khalayak.
Siaran dalam televisi sendiri seakan-akan memindahkan realitas ke hadapan
penonton, dan karena itu penonton seakan terlibat secara langsung atau “hadir
sendiri” pada peristiwa tersebut, meskipun kejadian dan tempat itu mungkin sangat
jauh dari penonton. Seringkali peristiwa yang diliput oleh televisi tiba pada khalayak
saat peristiwa itu sedang terjadi, sehingga derajat keterlibatan penonton dalam
kejadian-kejadian yang bersangkutan sangatlah besar.
Televisi berlangsung terus-menerus, apakah itu dalam konteks program satu
hari, atau menyangkut liputan yang bersifat serial. Televisi terjadi di dalam ruang
kita, di dalam waktu kita. Akibatnya, ia tidak hanya menghubungkan antara penonton
dan kenyataan, tetapi juga kenyataan dan fiksi, karena televisi merupakan medium
hiburan dan sekaligus medium informasi yang ‘lihat-dengar’. Kadang-kadang sulit
untuk membedakan mana fiksionalnya dan mana fungsi non-fiksionalnya.
Menurut Usman Ks (2009: 83-84), televisi siaran adalah televisi free to air
atau televisi yang bisa dinikmati siarannya secara gratis. Televisi siaran menggunakan
teknologi antena terestrial pada televisi analog atau kanal pada televisi digital. Paul
Nipkow dari Jerman pada tahun 1884 meletakkan dasar-dasar teknologi pertelevisian.
Ia menemukan sebuah alat yang kemudian disebut sebagai Jantra Nipkow atau
Nipkow Sheibe. Penemuan ini menghasilkan televisi elektris. Charles Jenkins (AS)
dan John Logic Bairds (Inggris) melakukan eksperimen transmisi tv pertama kali
pada tahun 1925. BBC merupakan televisi siaran pertama yang mengudara pada tahun
1936. Penyiaran regular untuk tv elektronik pertama AS dimulai pada tahun 1939.

Universitas Sumatera Utara

38

Pada Periode tahun 1948-1952, tv tumbuh dengan cepat. Tahun 1940-an
disebut “golden age” bagi televisi di AS. Pada tahun 1950-an, tv menjadi sumber
utama hiburan dan informasi bagi kebanyakan rumah tangga di AS, tv begitu
mempengaruhi budaya AS. Pada tahun 1950-an, televisi kabel mulai diperkenalkan,
tv kabel memiliki stasiun kecil di Oregon dan Pennsylvania. Di abad informasi ini
mulai terbit regulasi untuk tv (Telecommunication Act 1999) di AS.
Regulasi menandai mulai masuknya televisi ke era industri. Perusahaan
penyiaran televisi kini menjadi suatu industri yang berupaya mencari keuntungan.
Banyak konglomerat, seperti Rupert Murdock terjun ke industri televisi. Sehingga,
ciri utama dari televisi kini ialah besarnya kontrol yang dilakukan oleh pemilik,
pemerintah atau lisensi yang dimiliki perusahaan (McQuail, 2001: 38).
Usman Ks menambahkan, di Indonesia, televisi siaran tentu berawal dari
Televisi Republik Indonesia (TVRI). TVRI memulai siaran percobaan dengan acara
Peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan RI Ke-XVIII pada 17 Agustus 1962,
dengan bantuan ahli dari Jepang dan pelatihan dari Inggris. Pada Agustus 1962, TVRI
menyiarkan langsung pembukaan Asean Games. Pada tahun 1988, stasiun televisi
swasta pertama, RCTI, lahir. RCTI awalnya adalah stasiun televisi berbayar (pay
television). Pada Agustus 1990, RCTI mendapatkan izin menjadi televisi siaran (free
to air televison). Pada tahun-tahun berikutnya menyusul lahir sejumlah stasiun
televisi swasta, seperti SCTV (1989), TPI (1990), antv (1993), Indosiar (1995). Pasca
Orde Baru, televisi swasta MetroTV, TransTV, TV7 yang kemudian menjadi Trans7,
Lativi yang kemudian menjadi tvOne, dan Global TV muncul. Televisi lokal juga
bermunculan. Kehadiran televisi swasta tersebut menandai masuknya televisi siaran
ke era industri. Bahwa televisi siaran telah memasuki era industri makin nyata dengan
terbitnya undang-undang penyiaran yang mengatur kepemilikan, modal, jaringan,
perizinan, serta isi siaran.
Televisi kini telah berada di garis depan, dan medium massa yang paling
dominan dalam penyampaian berita dan hiburan (Vivian, 2008: 222-224). Namun di
masa depan, televisi sebagai media paling populer bagi khalayak saat ini, diharapkan

Universitas Sumatera Utara

39

mampu memperbaiki kualitas programnya untuk bersaing secara fairplay dengan
televisi yang lain.

2.2.5

Berita

Berita menurut Djuroto (2008:46) berasal dari bahasa Sansekerta yakni Vrit atau
dalam Bahasa Inggris disebut write yang memiliki arti ada atau terjadi. Ada juga
menyebut dengan vritta, artinya “kejadian” atau “yang telah terjadi”. Vritta dalam
bahasa Indonesia kemudian menjadi berita atau warta . berita atau dalam Bahasa
Inggris news, menunjukkan unsure waktu, apa yang baru, yaitu lawan dari lama.
Berita memang selalu baru, selalu hangat (Kusumaningrat, 2006:57). Spancer, dalam
bukunya yang berjudul News Writing yang dikutip oleh George Fox Mott (New
Survey Journalism, dalam Putra 2014:12) menyatakan bahwa, “ Berita dapat
didefenisikan sebagai setiap fakta yang akurat atau suatu ide yang dapat menarik
perhatian bagi sejumlah besar pembaca”.
Sumadiria dalam bukunya Jurnalistik Indonesia (2005:69), menuliskan
beberapa jenis berita, yaitu :
1. Straight news report, merupakan laporan langsung mengenai suatu
peristiwa, misalnya pidato yang termasuk berita-berita langsung atau
merupakan berita yang hanya menyajikan apa yang terjadi dalam waktu
singkat. Biasanya brita ini ditulis dengan unsure-unsur yang dimulai what,
who, when, where, why, dan how (5W+1H).
2. Depth news report, merupakan laporan yang sedikit berbeda dengan
straight news report. Reporter menghimpun fakta-fakta mengenai peristiwa
itu sendiri sebagai informasi tambahan untuk peristiwa tersebut. Laporan
ini memelurkan pengalihan informasi, bukan opini reporter,. Fakta-fakta
yang nyata masih tetap besar.

Universitas Sumatera Utara

40

3. Comprehensive news, merupaka laoran tentang fakta yang bersifat
menyeluruh ditinjau dari berbagai aspek. Berita menyeluruh, sesungguhnya
merupakan jawaban terhadap kritik sekaligus kelemahan yang terdapat dalam
berita langsung. Berita menyeluruh mencoba menggabungkan beberapa
serpihan fakta itu dalam satu bangunan peristiwa sehingga benang merah
terlihat dengan jelas.
4. Interpretative report, lebih dari sekedar straight news dan depth news.
Berita interpertatif biasanya memfokuskan sebuah isu, masalah atau peristiwaperistiwa controversial. Namun focus laporan beritanya masih bebricara fakta,
bukan opini. Laporan interpretative biasanya dipusatkan untuk menjawab
pertanyaan mengapa.
5. Feature story, berbeda dengan straight news, depth news, dan interpretative
news. Dalam lapaoran tersebut, reporter menyajikan informasi yang penting
untuk pembaca., sedangkan dalam feature, penulis mencari mencari fakta
untuk menarik perhatian pembacanya.
6. Depth reporting adalah pelaporan jurnalistik yang bersifat mendalam, tajam
lengkap dan utuh tentang suatu peristiwa fenomenal dan actual. Dengan
membaca kara pelapor mendalam, orang akan mengetahui dan memahami
dengan baik duduk perkara suatu persoalan dilihat dari berbagai perspektif
atau sudut pandang. Biasanya dalam pelaporan mendalam ditulis oleh tim,
disiapakan dengan matang,memerlukan waktu beberapa hari atau minggu.
7. Investigative reporting, merupakan berita yang berpusat pada sejumlah
masalah dan kontroversi dan wartawan memerlukan penyelidikan untuk
memerlukan fakta yang tersembunyi sesuai tujuan.
8. Editorial writing adalah pikiran sebuah intitusi yang diuji didepan sidang
pendapat umum. Seditorial adalah penyajian fakta dan opini yang menafsirkan
berita-berita penting dan memengaruhi pendapat umum.
 Faktor-faktor yang mempengaruhi isi berita

Universitas Sumatera Utara

41

Menurut Shoemaker dan Reese (1996, dalam Perdana, 2012:44), dalam
menyajikan berita kepada khalayak, isi berita akan dipengaruhi oleh beberapa
factor, antara lain:
1. Ideologi yang dianut, yakni ideologi yang dengan sebuah nama institusi media
melandaskan operasianal usahanya.
2. Individual, yakni individu-individu yang bekerja dalam intitusi media
tersebut. Setiap individu memiliki karakteristik masing-masing yang
mempengaruhi pekerjaan yang dilakukan. Latar belakang dan sikap pribadi
akan berpengaruh kepada isi media sebagai hasil dari pekerjaanya.
3. Rutinitas media (media routine), merupakan apa yang menjadi kebiasaan di
dalam sebuah media. Isi yang muncul pada media massa ialah hasil dari
rutinitas pekerjaan yang dilakukan oleh para individu dengan banyak latar
belakang, seperti maslah deadline, pembagian ruang dalam penerbiatan, nilai
berita, stuktur penulisan berita, dan lain sebagainya.
4. Organisasi, yakni level stuktur organisasi yang secara hipotetik memengaruhi
pemberitaan. Setiap komponen dalam orgganisasi media memiliki tujuan
masing-masing dan tidak selalu sejalan. Selain memiliki banyak elemen, juga
memiliki filosofi organisasi sendiri. Bagian elemen tersebut mempengaruhi
bagaimana seharusnya wartawan bersikap, dan bagaimana juga seharusnya
peristiwa disajikan dalam berita.
5. Ektramedia, merupakan level yang berhubungan dengan pengaruh dari luar
media. Pengaruh dari luar ini sangat beragam jenisnya dan muncul dari
kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan dan malakukan lobi-lobi
untuk isi tertentu dari media.
6.
2.2.6

Teori Gatekeepers

Istilah gatekeepers ini pertama kali diperkenelkan oleh Kurt Lewis dalam
bukunya Human Relations (1974). Istilah ini kemudian dikembangkan tidak hanya
merujuk orang atau organisasi yang memberi izin suatu kegiatan, tetapi

Universitas Sumatera Utara

42

mempengaruhi keluar masuknya “sesuatu”. Di dalam komunikasi massa dengan salah
satu elemennya adalah informasi itu (dalam media massa) bisa disebut dengan
gatekeepers. Itu juga bisa dikatakan, gatekeeper-lah yang member izin bagi
tersebarnya sebuah berita (Nurudin, 2004: 108-109).
Seorang gatekeepers adalah orang yang- dengan memilih, menubah dan
menolak pesan- dapat mempengaruhi aliran infirmasi kepada sesorang atau kelompok
penerima (Tubbs, 1996: 202).
Fungsi penjaga (gatekeepers) sebagai sumber atau penerima yang menyaring
informasi. Fungsinya tidak seperti sumber atau penerima dalam pengertian
keseluruhan proses komunikasi, akan tetapi sebagai penerima dan penyampai pesan.
Sebagai suatu gerbang pada saluran, perantara itu membolehkan beberapa pesan
untuk melewatinya dan menahan lainnya. Pesan yang mengalir masuk kemungkinan
berlainan kebenarannya dari yang mengalir keluar dari penjaga gerbang itu. Fungsi
penjaga gerbang juga untuk mengatur arus pesan dan dapat berfungsi memodifikasi
pesan sehingga pesan yang semula tidak sama benar dengan pesan yang pada
akhirnya diterima. Penjaga gerbang (gatekeepers) memiliki kekuasaan mengontrol
pesan dan mempengaruhi arus informasi (Fisher, 1990: 168-169).
Konsep Kurt Lewis sendiri mengenai gatekeepers adalah bahwa informasi
selalu mengalir sepanjang saluran-saluran tertentu yang memiliki “wilayah berpintu”,
diamana pengambilan keputusan itu dilaksanakan secara pribadi oleh penjaga pintu,
apakah informasi itu diizinkan masuk atau tidak. Jadi gatekeepers berfungsi mengatur
pesan dan dapat fungsi memodifikasi pesan sehingga pesan yang semula tidak benar
dengan pesan yang pada akhirnya diterima oleh penerima. Gatekeepers memiliki
kekuasaan untuk mengotrol pesan yang sangat benar dan mempengaruhi arus
informasi tiap orang sesudahnya dri rangkaian arus informasi.
Dipandang dari jabatan stuktural dalam perusahaan pers, posisi gatekeepers
ada pada posisi redaktur, editor, sekertaris redaksi ataupun pimpinan redaksi. Disini
proses seleksi berita atau pengeditan berita dilakukan dengan proses mengungkapkan
realitas sosial dengan ukuran benar atau menurut gatekeepers, sehingga terjadi sebuah
proses penambahan maupun pengurangan isu. Proses penyeleksian, pembingkaian

Universitas Sumatera Utara

43

atau pengkontruksian tidak terjadi sekali saja, tetapi berlangsung terus-menerus dan
berjengjang. Pertama, ketika reporter (wartawan) memili dan menentukan
narasumber dan melaporkan peristiwa dalam berita. Kedua, ketika editor
memfarafrasekan atau membentuk wacana berita. Ketiga, ketika para pemimpin
redaksi menentukan berita mana yang dianggap layak atau tidak dimuat. Pada tagap
inilah proses dominan pembingkaian terjadi, di sini antara wartawan dan redaksi
dengan sengaja bersama-sama melakukan pembentukan wacana lewat seleksi
tersebut. Intinya, pengungkapan realitas tersebut delakukan dengan sudut pandang
gatekeepers bersangkutan. Jika sebuah berita atau sebagian kecil fakta tidak
diloloskan oleh gatekeepers, itu bisa diterjemahkan bahwa realitas sosial yang
dikandung berita tersebut tidak meruapakan realitas sosial yang diyakini “benar” oleh
sang garekeepers.
Keputusan Gatekeeprs mengenai informasi yang harus dipilih atau ditolak
dipengaruhi oleh beberapa variabel. Bittner (1985) dalam bukanya Human
Communication menidentifikasikan variabel-variabel tersebut sebagai berikut:
 Ekonomi, kebanyakan media massa mencari keuntungan dari memasang
iklan, sponsor dan contributor yang dapat mempengaruhi seleksi berita dan
editorial.
 Pembatasan ilegal, semacam hukuman atau peraturan baik yang bersifat lokal
maupun nasional yang dapat mempengaruhi seleksi dan penyajian berita.
 Batas waktu, deadline dapat mempengaruhi apa yang akan disiarkan.
 Etika pribadi dan profesionalisme dari seorang garekeepers.
 Kompetisi diantara media juga berpengaruh terhadap sebuah berita.
 Nilai berita, intesitas sebuah berita dibandingkan dengan berita lainnya yang
tersedia dalam ruang berita, jumlah ruang dan waktu yang diperlukan untuk
menyajikan berita harus deseimbangkan.
 Reaksi terhadap feedback tertunda, menulis feedback dalam bentuk surat
(http://oliviadwiayu.wordpress.com/2006/11/01/kemponen-komponenmassa/)

Universitas Sumatera Utara

44

Shoemaker and Reese dalam buku Mediating The Massega: Theories of
influences on Mass Media Content menuliskan ada lima (5) level/tingkatan yang
mempengaruhi newsroom management, yaitu:

1. Individu/pekerja media
Faktor ini berhubungan dengan latar belakang professional dari pengelola
media. Level individual melihat bagaimana pengaruh aspek-aspek personal
dari pengelola media mempengaruhi pemberitaan yang akan ditampilkan
kepda khalayak. Latar belakang individu seperti jenis kelamin, umur, atau
agama sedikit banyak mempengaruhi apa yang ditampilkan media.
Aspek personal secara hipotetik mempengaruhi skema pemahaman pengelola
media. Selain personalitas, level individu ini juga berhubungan dengan
profesionalisme daripengelola media. Latar belakang pendidikan atau
kecenderungan orientasi pada partai politik tertentu sedikit banyak bisa
mempengaruhi pemberitaan media. Wartawan yang punya orientasi politik
tertentu akan memberikan sacara berbeda terhap partai politik yang kebetulan
menjadi idolanya.
2. Rutinitas media
Rutinitas media berhubungan dengan mekanisme dan proses penentuan berita.
Setiap media umumnya memilki ukuran tersendiri tentang apa yang disebut
berita, apa cirri-ciri berita yang baik atau criteria kelayakan berita. Ukuran
tersebut adalah rutinitas yang berlangsung tiap hari dan menjadi prosedur
standar bagi pengelola media yang berada di dalamnya. Rutinitas media juga
berhubungan dengan mekanisme bagaimana berita dibentuk. Ketika ada
peristiwa penting yang harus diliput, bagaimana bentuk pendegelegasian
tugasnya, melalui proses dan tangan siapa saja sebuah tulisan sebelum sampai
ke proses cetak, siapa penulisnya, siapa editornya dan seterusnya. Sebagai
mekanisme yang menjelaskan bagaimana berita diproduksi, karenanya
rutinitas media mempengaruhi bagaimana wujud akhir sebuah berita.

Universitas Sumatera Utara

45

3. Organisasi media
Level organisasi berhubungan dengan struktur organisasi yang secara
hipotetik mempengaruhi pemberitaan. Pengelola media dan wartawan
bukanlah orang yang tunggal yang ada dalam organisasi berita melainkan
hanya sebagian kecil dari organisasi media itu sendiri. Masing-masing
komponen dalam organisasi media bisa jadi mempunyai kepentingan sendirisendiri. Di dalam organisasi media, selain bagaian radaksi juga bagian
pemasaran, bagian iklan, bagian sirkulasi, bagian umum dan seterusnya.
Masing-masing bagian tersebut tidak selalu sejalan. Mereka mempunyai
tujuan dan target masing-masing sekaligus strategi yang berbeda untuk
mewujudkan target tersebut. Begian radaksi misalnya menginginkan agar
berita tertentu disajikan, tetapi bagian sirkulasi meninginkan agar berita lain
yang ditonjolkan karena terbukti dapat menaikkan penjualan. Setiap
organisasi berita, selain mempunyai banyak elemen juga mempengaruhi
bagaimana seharusnya wartawan bersikap dan bagaimana juga seharusnya
peristiwa disajikan dalam bentuk berita.
4. Organisasi di luar media
Level organisasi di luar media atau ekstra media berhubungan dengan faktor
lingkungan di luar media. Meskipun berada diluar organisasi media, hal-hal di
luar organisasi media ini sedikit banyak dalam banyak kasus turut
mempengaruhi pemberitaan media. Ada beberapa faktor yang termasuk dalam
lingkungan diluar media, antara lain:
Pertama, sumber berita. Sumber berita di sini dipandang bukan sebagai pihak
yang netral yang memberikan informasi apa adanya, tetapi mempunyai
kepentingan

untuk

mempengaruhi

madia

dengan

berbagai

alasan:

memenangkan opini publik atau member citra tertentu kepada khalayak dan
lain-lain. Sebagai pihak yang mempunyai kepentingan, sumber berita tentu
saja memberlakukan politik pemeberitaan. Ia akan memberikan informasi
yang sekira baik untuk dirinya dan mengeliminasi informasi yang tidak baik
bagi dirinya. Kepentingan sumber berita sering kali tidak disadari oleh media.

Universitas Sumatera Utara

46

Pengelola madia tidak sadar, lewat teknik yang canggih sebetulnya orientasi
pemberitaan telah diarahkan untuk menguntungkan sumber berita. Media
secara tidak sadar telah menjadi corong dari sumber untuk menyampaikan apa
yang dirasakan oleh sumber barita tersebut.
Kedua, sumber penghasilan media. Sumber penghasilan media ini bisa berupa
iklan, bisa juga berupa pelanggan atau pembeli media. Media harus bertahan
dan untuk bertahan hidup kadangkala media harus berkompromi dengan
sumber daya yang menghidupi meraka. Misalnya media tertentu tidak
memberikan kasus tertentu yang berhubungan dengan pengiklan. Pihak
pengiklan juga mempunyai strategi untuk memaksakan versinya pada media.
Ia tentu saja ingin kepentingan dipenuhi, itu delakukan diantaranya dengan
cara memaksa media untuk mengeliminasi berita buruk mengenai mereka.
Pelanggan dalam banyak hal juga ikut mewarnai pemberitaan media. Tema
tertentu yang menarik dan terbukti menarik penjualan akan terus menerus
diliput media. Media tidak akan menyia-nyiakan momentum peristiwa yang
disenangi oleh khalayak.
Ketiga, pihak eksternal seperti pemerintah dan lingkungan bisnis. Pengaruh
ini sangat ditentukan oleh corak dari masing-masing lingkungan eksternal
media. Dalam negara yang otoriter misalnya, pengaruh faktor pemerintahan
menjadi faktor yang diminan dalam menentukan berita apa saja yang
disajikan. Hal ini disebabkan dalam negara yang otoriter, negara menentukan
apa saja yang tidak boleh dan apa yang boleh diberitakan. Pemerintah dalam
banyak hal memegang lisensi penerbitan, kalau media ingin tetap dan bisa
terbit, ia harus mengikuti batas-batas yang telah ditentukan oleh pemerintah
tersebut. Berita yang berhubungan dengan pemerintah terutama berita buruk
akan dibatalkan daripada nasib media bersangkutan akan mati. Keadaan ini
tentu saja berbeda di negara yang demokrasi dan menganut paham liberalism.
Campur tangan negara praktis tidak ada, justru pengaruh besar terletak pada
lingkungan pasar dan bisnis.

Universitas Sumatera Utara

47

5. Ideologi media
Nilai berarti juga sangat di pengaruhi oleh ideologi yang dianut oleh pemilik
institusi madia. Ideologi diartikan sebagai kerangka berfikir atau kerangka
referensi tertentu yang dipakai oleh individu untuk melihat realitas dan
bagaimana mereka menghadapinya. Pencari dan pelapor berita harus tunduk
pada tata nilai an ideologi yang telah ditetapkan dalam suatu intitusi media .
menurut Shoemaker and Reese, objektivitas lebih merupakan ideologi bagi
jurnalis dibandingkan separangkat aturan atau pratik yang disediakan oleh
jurnalis. Objektivitas itu dalam proses prosuksi berarti secara umum
digambarkan tidak mencampuradukkan antar fakta dan opini.

2.2. 6 Paradigma Konstruktivisme

Konsep mengenai konstruktivisme pertama kali diperkenalkan oleh Peter L.
Berger dan Thomas Luckman.Pemikiran Berger melihat realitas kehidupan seharihari memilki dimensi subjektif dan objektif. Manusia dan masyarakat adalah produk
yang dialektis, dinamis dan plural secara terus menerus. Masyarakat tidak lain adalah
produk manusia, namun secara terus menerus mempunyai aksi kembali terhadap
penghasilnya. Manusia adalah hasil atau produk dari masyarakat. Sesorang baru
menjadi seorang pribadi yang beriridetitas sejauh ia tetap tinggal dalam masyarakat.
Proses dialektis tersebut mempunyai tiga tahapan, yaitu eksternalisasi, objektivitasi,
interasilasi. Eksternalisasi, yaitu usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia ke
dalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik. Ini sudah sifat dasar dari
manusia, ia akan selalu mencurahkan diri ke tempat di mana ia berada. Menusia tidak
dapat kita mengertisebagai ketentutupan yang lepas dari dunia luarnya. Manusia
berusaha menangkap dirinya atau manusia menemukan dirinya sendiri dalam suatu
dunia. Objektivitas, yaitu hasil yang telah dicapai, baik mental maupun fisik dari
kegiatan ekternalisasi manusia tersebut. Hasil itu mengahasilkan realitas objektifitas
yang bisa jadi akan menghadapi si penghasil itu sendiri sebagai suatu faktisitas yang

Universitas Sumatera Utara

48

berada di luar dan berlainan dari manusia yang menghasilkannya. Internalisasi lebih
merupakan penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa
sehingga subjektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. Berbagai macam
unsure dari dunia yang telah terobjektifkan tersebut akan ditangkap sebagai gejala
realitas diluar kesadarannya, sekaligus sebagai gejala internal bagi kesadaran. Melalui
internalisasi, manusia menjadi hasil dari masyarakat.
Ada dua karakteristik penting dari pendekatan konstruksionis, yaitu:
1. Pendekatan konstruksionis menekankan pada politik pemaknaan dan proses
bagaimana sesorang membuat gambaran tetang realitas. Makna bukanlah
sesuatu yang absolut, kosep statik yang ditemukan dalam suatu pesan. Makan
adalah pesan aktif yang ditafsirkan sesorang dalam suatu pesan.
2. Pendekatan konstruksionis memeriksa bagaimana pembentukan pesandari sisi
komunikator dan dalam sisi penerima ia memeriksa bagaimana kontruksi makna
individu ketika menerima pesan. Pesan dipandang bukan sebagai mirror of
reality yang menampilkan fakta apa adanya. Dalam menyampaikan pesan,
sesorang munyusun citra tertentu atau merangkai ucapan tentu dalam
memberikan gambaran singkat realitas. Seseorang komunikator dengan realitas
yang ada akan menampilkan fakta tertentu kepada komunikan, member