Evaluasi Cost of Illness Pasien di Kamar Bedah Emergency Instalasi Gawat Darurat dan Instalasi Bedah Pusat RSUP. H. Adam Malik Medan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Farmakoekonomi
2.1.1 Definisi Farmakoekonomi
Farmakoekonomi adalah suatu ilmu yang digunakan utuk menganalisis
biaya terapi obat pada sistem pelayanan kesehatan, di dalam farmakoekonomi
terdapat proses identifikasi, pengukuran, membandingkan biaya, resiko dan
manfaat dari program, pelayanan, serta menentukan alternatif pengobatan dengan
hasil yang terbaik dari sumber daya yang digunakan (Andayani, 2013).
2.1.2 Tujuan Dan Manfaat Farmakoekonomi
Tujuan

farmakoekonomi

adalah

mengidentifikasi,

mengukur,


dan

membandingkan biaya serta konsekuensi dari suatu pelayanan kesehatan.
Farmakoekonomi dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan biaya, menentukan
alternatif pengobatan, dan membantu dalam pengambilan keputusan klinik dalam
pemilihan terapi yang efektif dan efisien (Andayani, 2013).
2.1.3 Biaya Pelayanan Kesehatan
Biaya pelayanan kesehatan dapat dikelompokkan menjadi 4 kategori yaitu:
a. Biaya Langsung Medis (Direct Medical Cost)
Biaya langsung medis adalah biaya yang dikeluarkan oleh pasien terkait
dengan jasa pelayanan medis, dan digunakan secara langsung untuk memberikan
terapi. Biaya langsung medis tersebut seperti biaya obat – obatan, test diagnostik,
kunjungan dokter ke pasien yang ditangani, kunjungan ke unit gawat darurat, dan
biaya rawat inap pasien selama di mendapatkan perawatan di rumah sakit
(Andayani, 2013).

9

Universitas Sumatera Utara


b. Biaya Langsung Non Medis (Direct Nonmedical Cost)
Biaya langsung non medis adalah biaya yang dikeluarkan pasien yang
tidak terkait langsung dengan pelayanan medis, seperti transportasi pasien ke
rumah sakit, makanan, penginapan dan jasa pelayanan lainnya yang diberikan
pihak rumah sakit (Andayani, 2013).
c. Biaya Tidak Langsung
Biaya tidak langsung adalah sejumlah biaya yang terkait dengan hilangnya
produktivitas akibat menderita suatu penyakit, termasuk biaya transportasi, biaya
hilangnya produktivitas, biaya pendamping (anggota keluarga yang menemani
pasien) (Bootman, 2005).
4. Biaya Tak Terwujud
Biaya tak terwujud adalah biaya-biaya yang sulit diukur dalam unit
moneter, namun sering kali terlihat dalam pengukuran kualitas hidup, misalnya
rasa sakit dan rasa cemas yang diderita pasien dan/atau keluarganya (Berger et al.,
2003).
2.1.4 Tipe Studi Farmakoekonomi
Pada tipe studi farmakoekonomi dibagi menjadi 6 kategori, meliputi cost
of illness (COI), cost-effectiveness analyis (CEA), cost utility analysis (CUA),
cost benefit analysis (CBA), cost-consequence Analysis (CCA), cost-minimization
analysis (CMA) dan teknik analisis ekonomi yang lain yang memberikan

informasi penting bagi pembuat keputusan termasuk dokter, apoteker, pihak
asuransi kesehatan dan sistem pelayanan kesehatan untuk mengalokasikan sumber
daya yang terbatas dan menggunakan sumber daya yang terbatas secara efektif
dan efisien dalam melaksanakan sistem pelayanan kesehatan.

10

Universitas Sumatera Utara

2.1.4.1 Cost – of Illness (COI)
Merupakan metode analisis biaya dengan menentukan total beban
ekonomi dari suatu penyakit tertentu. Studi COI digunakan untuk memperkirakan
sumber daya yang dibutuhkan untuk keadaan atau penyakit tertentu. COI
merupakan bentuk evalusi ekonomi yang paling awal disektor pelayanan
kesehatan, yang dapat digunakan sebagai acuan evaluasi farmakoekonomi yang
lainnya. Tujuan utama COI adalah untuk mengevaluasi beban ekonomi dari suatu
penyakit pada masyarakat, meliputi seluruh sumber daya pelayanan kesehatan
yang dikonsumsi. Studi COI dapat menggambarkan penyakit mana yang
membutuhkan peningkatan alokasi sumber daya utuk pencegahan atau terapi
(Andayani, 2013).

Perspektif dalam studi COI dapat berbeda-beda, dimana masing-masing
perspektif biaya yang dihitung juga berbeda. Berdasarkan perspektif tersebut
dapat diukur biaya untuk masyarakat, sistem pelayanan kesehatan, pembayar
pihak ketiga, pemerintah, atau pasien. Secara umum, perspektif masyarakat
(sosial) lebih disukai, karena perspektif pelayanan kesehatan memungkinkan
analisis yang lengkap dan mancakup biaya langsung medis dan biaya tidak
langsung untuk masyarakat (Segel dan Joel, 2006).
Metode yang digunakan untuk

biaya pelayanan adalah dengan metode

micro-costing. Pada metode micro-costing, biaya pelayanan dinilai dengan
menjumlahkan masing-masing komponen biaya yang diperlukan untuk pelayanan.
Metode micro-costing adalah metode yang tepat untuk menghitung biaya
kunjungan ke rumah sakit, melibatkan pengumpulan informasi mengenai
penggunaan

sumber

daya


(misalnya

penggunaan

obat-obatan,

layanan

11

Universitas Sumatera Utara

laboratorium) (Rascati, 2014). Dengan kata lain, metode micro-costing
menggunakan metode bottom-up, yaitu penggunaan biaya obat dan pelayanan
untuk mendapatkan outcome. Hasil dari metode micro-costing menggambarkan
biaya pelayanan yang aktual, akurat dan merupakan gold standard untuk penilaian
biaya, namun penelitian ini memerlukan biaya yang mahal dan waktu yang lebih
lama. Metode micro-costing direkomendasikan jika tujuan analisis dalah untuk
menegaskan perbedaan biaya dari suatu pelayanan kesehatan (Andayani, 2013).

Metode gross-costing menggunakan pendekatan top-down, yaitu dengan
cara membagi total biaya pelayanan dengan jumlah total pelayanan yang
dihasilkan dalam periode waktu tertentu. Hasil dari metode gross-costing
menghasilkan nilai rata-rata. Kedua pendekatan memiliki tingkat ketepatan yang
berbeda (Andayani, 2013).
2.1.4.2 Cost - Effectiveness Analysis (CEA)
Metode CEA cukup sederhana, dan banyak digunakan untuk evaluasi
farmakoekonomi untuk membandingkan dua atau lebih intervensi kesehatan yang
memberikan besaran efek berbeda, pada metode ini yang dibandingkan adalah
biaya dan hasil terapi yang terbaik, dengan analisis yang mengukur biaya
sekaligus hasilnya ini, pengguna dapat menetapkan bentuk intervensi kesehatan
yang paling efisien dan membutuhkan biaya termurah untuk hasil pengobatan
yang menjadi tujuan intervensi tersebut (Andayani, 2013).
2.1.4.3 Cost – Utility Analysis (CUA)
Merupakan evaluasi penggunaan obat terhadap lamanya kehidupan, dalam
analisis ini hanya dilakukan pengukuran lamanya hidup karena terapi dan tidak
mempertimbangkan kualitas atau utility (Andayani, 2013).

12


Universitas Sumatera Utara

2.1.4.4 Cost - Benefit Analysis (CBA)
Dalam metode analisis ini tidak hanya mengukur biaya tetapi juga benefit.
Tipe analisis ini dapat membantu klinisi dalam pengambilan keputusan dan
menentukan apakah keuntungan dari program atau intervensi lebih tinggi dari
pada biaya yang diperlukan untuk implementasi. Tipe analisis ini membandingkan
beberapa program atau intervensi yang sama atau sama sekali tidak berhubungan
(Andayani, 2013).
2.1.4.5 Cost – Consequence Analysis (CCA)
Merupakan metode analisis biaya berdasarkan pada daftar biaya dan
outcome tanpa dilakukan suatu perbandingan intervensi (Andayani, 2013).
2.1.4.6 Cost - Minimization Analysis (CMA)
Merupakan metode evaluasi farmakoekonomi paling sederhana, CMA
hanya dapat digunakan untuk membandingkan dua atau lebih intervensi
kesehatan, termasuk obat, yang memberikan hasil yang sama, serupa, atau setara
atau dapat diasumsikan setara. Karena hasil pengobatan dari intervensi
(diasumsikan) sama, yang perlu dibandingkan hanya satu sisi, yaitu biaya
(Andayani, 2013).


2.2 Penerapan Farmakoekonomi
Penerapan farmakoekonomi di fasilitas pelayanan farmakoekonomi dapat
digunakan dalam penyusunan Formularium Rumah Sakit dan pemilihan obat
dalam pengobatan. Formularium ini memegang peran penting dalam pengobatan
yang rasional. Penerapan Kajian farmakoekonomi dapat dilakukan oleh tim yang
telah ada di dalam setiap institusi, misalnya Komite Nasional (KomNas)
Penyusunan DOEN (di Tingkat Pusat), Tim Evaluasi Obat (di PT. Askes), Panitia

13

Universitas Sumatera Utara

Farmasi dan Terapi (PFT, di rumah sakit), dan Tim Pengadaan Obat Terpadu
(TPOT, di Dinas Kesehatan). Tim tersebut dianjurkan untuk mengikuti
pelatihan/pembekalan pemahaman Farmakoekonomi agar memiliki kesamaan
persepsi, sehingga tim dapat lebih dapat bekerja dengan baik dan tepat
(Kemenkes, 2013).

2.3 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya

disingkat BPJS Kesehatan adalah suatu badan hukum yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program jaminan kesehatan untuk kepentingan masyarakat
(BPJS Kesehatan, 2014).
2.3.1 Sejarah BPJS
Pada 19 oktober 2004 berdasarkan undang – undang No. 40 tahun 2004
ditetapkannya Sistem Jaminan Nasional (UU SJSN), memberikan dasar hukum
bagi PT Jamsostek (Persero), PT Taspen (Persero), PT Asabri (Persero), dan PT
Askes Indonesia (Persero) sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Pada 31
Agustus 2005, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan
bahwa, keempat persero tersebut sebagai BPJS dinyatakan bertentangan dengan
Undang – Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat. Pada 25 November 2011 pemerintah mengundangkan UU BPJS
yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. UU BPJS membubarkan PT
Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) dan dilanjutkan dengan mengubah
kelembagaan persero menjadi badan hukum publik – BPJS. Peserta, program aset,
dan liabilitas, serta hak dan kewajiban PT Askes (Persero) dialihkan kepada BPJS.

14

Universitas Sumatera Utara


Pada 1 Januari 2014 pemerintah menjalankan program BPJS Kesehatan (BPJS
Kesehatan, 2014).
2.3.2 Tujuan BPJS
Memberikan jaminan kepada peserta BPJS, manfaat pemeliharaan
kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan
masyarakat sehingga masyarakat mendapakan pelayanan kesehatan yang baik
(BPJS Kesehatan, 2014).
2.3.3 Manfaat BPJS
Manfaat dari BPJS yakni setiap peserta berhak memperoleh manfaat
jaminan kesehatan yang bersifat pelayanan kesehatan perorangan, mencakup
pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat
dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan.
Manfaat jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud terdiri atas manfaat medis dan
manfaat non medis. Manfaat medis tidak terikat dengan besaran iuran yang
dibayarkan. Manfaat non medis meliputi manfaat akomodasi, dan ambulans
(Kemenkes, 2016).

2.4 Sistem INA-CBG’s
Pada Tahun 2006 sistem Casemix pertama kali dikembangkan di

Indonesia dengan nama INA-DRG. Pada 1 September 2008 implementasi
pembayaran dengan INA-DRG dimulai di 15 rumah sakit vertikal, dan pada 1
Januari 2009 diperluas pada seluruh rumah sakit yang bekerja sama untuk
program Jamkesmas. Pada tanggal 31 September 2010 dilakukan perubahan
nomenklatur dari INA- DRG menjadi INA-CBG (Indonesian Case Base Group)
seiring dengan perubahan grouper dari 3M Grouper ke United Nation University

15

Universitas Sumatera Utara

(UNU) Grouper. Dengan demikian, sejak bulan Oktober 2010 sampai Desember
2013. Pembayaran kepada Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) Lanjutan dalam
Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) menggunakan INA-CBG. Sejak
diimplementasikan sistem casemix di Indonesia telah dihasilkan 3 kali perubahan
besaran tarif, yaitu tarif INA-DRG Tahun 2008, tarif INA-CBG Tahun 2013 dan
Tarif INA-CBG Tahun 2014 (PerMenkes No 27, 2014).
2.4.1 Tarif INA-CBG’s dalam Jaminan Kesehatan Nasional
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan, tarif INA-CBG’s yang
digunakan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diberlakukan pada
1 Januari 2014 Penghitungan tarif INA-CBGs berbasis data costing dan data
koding rumah sakit. Data costing didapatkan dari rumah sakit terpilih
(rumah sakit sampel) representasi dari kelas rumah sakit, jenis rumah sakit
maupun kepemilikan rumah sakit (rumah sakit swasta dan pemerintah), meliputi
seluruh data biaya yang dikeluarkan oleh rumah sakit, tidak termasuk obat yang
sumber pembiayaannya dari program pemerintah (HIV, TB, dan lainnya). Data
koding diperoleh dari data koding rumah sakit PPK Jamkesmas. Untuk
penyusunan tarif JKN digunakan data costing 137 rumah sakit pemerintah dan
swasta serta 6 juta data koding (kasus) (PerMenkes No 27, 2014).
2.4.2 Komponen Tarif INA-CBG’s
Tarif INA-CBG’s adalah tarif dengan sistem paket yang dibayarkan per
episode pelayanan kesehatan, yaitu suatu rangkaian perawatan pasien sampai
selesai, besar kecilnya tarif tidak akan dipengaruhi oleh jumlah hari perawatan.
komponen-komponen medis yang sudah terhitung ke dalam tarif ini CBG's adalah
sebagai berikut :

16

Universitas Sumatera Utara

a.

Konsultasi dokter

b.

Pemeriksaan penunjang, seperti laboratorium, radiologi (rontgen), dll

c.

Obat Formularium Nasional (Fornas) maupun obat bukan Fornas

d. Bahan dan alat medis habis pakai
e. Akomodasi atau kamar perawatan
f. Biaya lainnya yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan pasien
(Khoirunnisa, 2016).
2.4.3 Struktur Kode INA-CBG’s
Pengelompokan INA-CBG’s

menggunakan

sistem kodifikasi dari

diagnosis akhir dan tindakan/prosedur yang menjadi output pelayanan, dengan
acuan International Statistical Classification of Diseases and Related Health
Problems (ICD-10) untuk diagnosis dan International Classification of Diseases
Revision

Clinical

Modification

(ICD-9-CM)

untuk

tindakan/prosedur.

Pengelompokan menggunakan sistem teknologi informasi berupa Aplikasi INACBG’s sehingga dihasilkan 1.077 group/kelompok kasus yang terdiri dari 789
kelompok kasus rawat inap dan 288 kelompok kasus rawat jalan. Setiap group
dilambangkan dengan kode kombinasi alfabet dan numerik dengan contoh sebagai
berikut :

(PerMenkes No 27, 2014).
Gambar 2.1 Struktur Kode INA-CBG

17

Universitas Sumatera Utara

Keterangan :
1. Digit ke-1 merupakan CMG (Casemix Main Groups)
2. Digit ke-2 merupakan tipe kasus
3. Digit ke-3 merupakan spesifik CBG kasus
4. Digit ke-4 berupa angka romawi merupakan severity level
Case-Mix Main Groups (CMGs) adalah klasifikasi tahap pertama ditandai
dengan huruf Alphabet (A sampai Z) dan berhubungan dengan sistem organ
tubuh. Pemberian label huruf disesuaikan dengan yang ada pada ICD 10 untuk
setiap orgam. Terdapat 31 CMGs dalam INA-CBGs sebagai berikut:
Tabel 2.1 Case-mix Main Groups (CMGs)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24

Case-Mix Main Groups (CMG)

CMG Codes

Central nervous system Groups
Eye and Adnexa Groups
Ear, nose, mouth & throat Groups
Respiratory system Groups
Cardiovascular system Groups
Digestive system Groups
Hepatobiliary & pancreatic system Groups
Musculoskeletal system & connective tissue Groups
Skin, subcutaneous tissue & breast Groups
Endocrine system, nutrition & metabolism Groups
Nephro-urinary System Groups
Male reproductive System Groups
Female reproductive system Groups
Deleiveries Groups
Newborns & Neonates Groups
Haemopoeitic & immune system Groups
Myeloproliferative system & neoplasms Groups
Infectious & parasitic diseases Groups
Mental Health and Behavioral Groups
Substance abuse & dependence Groups
Injuries, poisonings & toxic effects of drugs Groups
Factors influencing health status& other contacts with
health services Groups
Ambulatory Groups-Episodic
Ambulatory Groups-Package

G
H
U
J
I
K
B
M
L
E
N
V
W
O
P
D
C
A
F
T
S
Z
Q
QP

18

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1. (Lanjutan)
25 Sub-Acute Groups
26 Special Procedures
27 Special Drugs
28 Special InvestigationsI
29 Special InvestigationsII
30 Special Prosthesis
31 Chronic Groups
32 Errors CMGs

SA
YY
DD
II
IJ
RR
CD
X

Case-Based Groups (CBGs) adalah sub-group ke dua yang menunjukkan tipe
kasus (1-9) yang dapat dilihat pada Tabel 2.1 (PerMenkes No 27, 2014).
2.4.4 Koding INA-CBG’s
Kode INA CBG’s dibuat dengan suatu kegiatan yang dinamakan koding.
Koding adalah kegiatan memberikan kode diagnosis utama dan diagnosis
sekunder sesuai dengan ICD-10 yang diterbitkan oleh WHO serta memberikan
kode tindakan/prosedur sesuai dengan ICD-9-CM. Koding dalam INA–CBG
menggunakan ICD-10 revisi Tahun 2010 untuk mengkode diagnosis utama dan
diagnosis sekunder serta menggunakan ICD-9-CM revisi Tahun 2010 untuk
mengkode tindakan/prosedur. Sumber data untuk mengkode INA-CBG’s berasal
dari resume medis yaitu data diagnosis dan tindakan/prosedur, apabila diperlukan
dapat dilihat dalam berkas rekam medis. Ketepatan koding diagnosis dan
tindakan/prosedur sangat berpengaruh terhadap hasil grouper dalam aplikasi INACBG. Diagnosis utama adalah diagnosis yang ditegakkan oleh dokter pada akhir
episode perawatan yang menyebabkan pasien mendapatkan perawatan atau
pemeriksaan lebih lanjut. Jika terdapat lebih dari satu diagnosis, maka dipilih
yang menggunakan sumber daya paling banyak. Jika tidak terdapat diagnosis
yang dapat ditegakkan pada akhir episode perawatan, maka gejala utama, hasil
pemeriksaan penunjang yang tidak normal atau masalah lainnya dipilih menjadi

19

Universitas Sumatera Utara

diagnosis utama. Diagnosis Sekunder adalah diagnosis yang menyertai diagnosis
utama pada saat pasien masuk atau yang terjadi selama episode perawatan.
Diagnosis sekunder merupakan komorbiditas dan/atau komplikasi. Komorbiditas
adalah penyakit yang menyertai diagnosis utama atau kondisi yang sudah ada
sebelum pasien masuk rawat dan membutuhkan pelayanan kesehatan setelah
masuk maupun selama rawat. Komplikasi adalah penyakit yang timbul dalam
masa perawatan dan memerlukan pelayanan tambahan sewaktu episode
pelayanan, baik yang disebabkan oleh kondisi yang ada atau muncul akibat dari
pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien Episode adalah jangka waktu
perawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai pasien keluar rumah sakit baik
rawat jalan maupun rawat inap, termasuk konsultasi/pemeriksaan dokter dan atau
pemeriksaan penunjang maupun pemeriksaan lainnya. Untuk setiap episode hanya
dapat dilakukan satu kali klaim (PerMenkes No 76, 2016).
2.4.5 Tugas dan Tanggung Jawab pengkodean
Proses pengkodean harus dilakukan secara teliti, dan tepat serta kerjasama
yang baik. Untuk mendapatkan hasil grouper yang benar diperlukan kerjasama
yang baik antara dokter dan koder. Kelengkapan rekam medis yang ditulis oleh
dokter akan sangat membantu koder dalam memberikan kode diagnosis dan
tindakan/prosedur yang tepat. Tugas dan tanggung jawab dokter adalah
menegakkan dan menuliskan diagnosis utama, diagnosis sekunder dan
tindakan/prosedur yang telah dilaksanakan serta membuat resume medis pasien
secara lengkap, jelas dan spesifik selama pasien dirawat di rumah sakit. Tugas dan
tanggung jawab seorang koder adalah melakukan kodifikasi diagnosis dan
tindakan/prosedur yang ditulis oleh dokter yang merawat pasien sesuai dengan

20

Universitas Sumatera Utara

ICD-10 untuk diagnosis dan ICD-9-CM untuk tindakan/prosedur yang bersumber
dari rekam medis pasien. Apabila dalam melakukan pengkodean diagnosis atau
tindakan/prosedur koder menemukan kesulitan ataupun ketidaksesuaian dengan
aturan umum pengkodean, maka koder harus melakukan klarifikasi dengan dokter
(PerMenkes No 76, 2016).

2.5 Aplikasi INA-CBG’s
Entri data pasien dilakukan dengan menggunakan suatu aplikasi yang
digunakan untuk melakukan grouping tarif berdasarkan data yang berasal dari
resume medis. Aplikasi INA-CBG’s sudah terinstal dirumah sakit. Untuk
menggunakan aplikasi INA-CBG’s, rumah sakit harus memiliki kode registrasi
rumah sakit yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
selanjutnya akan dilakukan aktifasi software INA-CBG’s setiap rumah sakit
sesuai dengan kelas rumah sakit serta regionalisasinya. Proses entri data pasien ke
dalam aplikasi INA-CBG’s dilakukan setelah pasien selesai mendapat pelayanan
di rumah sakit, data yang diperlukan berasal dari resume medis, sesuai dengan
alur bagan sebagai berikut Gambar 2.2

(PerMenkes No 27, 2014).
Gambar 2.2 Alur entri data software INA-CBG's

21

Universitas Sumatera Utara

Proses entri aplikasi INA-CBG’s dilakukan oleh petugas koder atau
petugas administrasi klaim di rumah sakit dengan menggunakan data dari resume
medis, hal lain yang perlu diperhatikan juga yakni mengenai kelengkapan data
administratif pasien untuk tujuan keabsahan klaim (PerMenkes No 27, 2014).
2.6 Bedah
2.6.1. Definisi Bedah
Pembedahan atau operasi adalah tindakan pengobatan yang menggunakan
cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan
ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuka
sayatan. Setelah bagian yang ditangai ditampilkan, dilakukan tindakan perbaikan
yang diakhiri dengan penutupan dan jahitan luka. Perawatan selanjutnya akan
termasuk perawatan pascabedah (Sjamsuhidajat dan De Jong, 2005).

2.7 Kamar Bedah
2.7.1 Definisi Kamar Bedah
Kamar bedah adalah suatu ruangan yang digunakan untuk melakukan
tindakan operasi atau pembedahan. Luas ruangan harus cukup untuk
memungkinkan petugas bergerak sekeliling peralatan bedah. Kamar bedah harus
dirancang dengan faktor keselamatan yang tinggi (Kemenkes, 2012).
2.7.2 Klasifikasi Tindakan Operasi
Tindakan operasi diklasifikasikan menjadi 2 kategori yaitu:
1. Operasi emergency/cito : adalah suatu tindakan pembedahan yanag dilakukan
dengan tujuan life saving (penyelamatan) pada seorang pasien yang berada

22

Universitas Sumatera Utara

dalam keadaan darurat sehingga membutuhkan tindakan yang segera untuk
menyelamatkan nyawa pasien.
2. Operasi elektif : adalah suatu tindakan bedah yang dilakukan terjadwal dengan
persiapan bukan dengan tujuan life saving (penyelamatan), dan dilakukan
dengan kondisi baik, bukan kedaan darurat, tindakan operasi tidak dilakukan
segera (Anonim, 2011).

2.8 Perawatan Pasien Bedah
2.8.1 Penilaian PraBedah
Penilaian prabedah adalah suatu hal yang sangat penting dalam melakukan
suatu tindakan pembedahan, memahami kasus yang dihadapai serta didukung oleh
pengetahuan tentang keadaan fisiologis pasien secara menyeluruh adalah hal yang
sangat penting. Penilaian yang dilakukan antara lain, anamnesis riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik yang lengkap, pemeriksaan laboratorium serta radiologi yang
lengkap. Riwayat penyakit yang didata secara lengkap, teliti akan memperoleh
informasi yang relevan. Pemeriksaan fisik dicatat secara lengkap, baik yang
normal maupun yang telah mengalami perubahan kondisi, sehingga data tersebut
dapat digunakan sebagai dasar perbandingan terhadap perubahan yang terjadi
selama pasien dirawat di rumah sakit. Pada pemeriksaan laboratorium seetiap
kelainan yang ditemukan dapat dikoreksi sebelum dilakukannya tindakan
pembedahan, misalkan apabila terjadi gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit atau keadaan anemia sebaiknya dikoreksi, pemeriksaan laboratorium
yang dilakukan harus efisien sesuai dengan indikasi pasien agar tidak melakukan
pemeriksaan yanag berlebihan dan menambah biaya perawatan, terkecuali dalam
kondisi yang sangat diperlukan, (Nealon, 1996).

23

Universitas Sumatera Utara