Faktor-Faktor yang Menyebabkan Wajib Pajak Melakukan Tax Offenses, Tax Fraud, dan Tax Evasion (Studi Empiris di KPP Pratama Medan-Polonia)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Pendahuluan
Negara Indonesia adalah Negara berkembang, dimana dalam rangka
membiayai pelaksanaan pembangunan nasional, Pemerintah terus berusaha
meningkatkan sumber penerimaan dalam negeri khususnya pajak. Menurut
Soemitro (2003:1) pajak merupakan iuran wajib bagi seluruh rakyat yang harus
dibayarkan kepada kas negara menurut ketentuan undang-undang yang berlaku
sehingga dapat dipaksakan dan tanpa adanya imbal jasa (kontraprestasi) secara
langsung, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum negara. Menurut
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 Pasal 1, ayat 1 menyatakan bahwa “pajak
adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secaralangsung dan digunakan untuk keperluan Negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Oleh karena itu, sebagai warga
Negara Indonesia tentunya dapat membayar pajak sesuai dengan kewajibannya
dan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Seperti yang dapat dipahami bahwa penerimaan negara dari sektor
perpajakan belumlah maksimal, salah satu penyebabnya adalah administrasi
perpajakan yang cenderung rumit. Dengan demikian, hal ini sangat berkaitan erat

dengan rendahnya motivasi para wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban
mereka dalam membayar pajak. Administrasi perpajakan berkorelasi langsung

1
Universitas Sumatera Utara

dengan penghindaran pajak, penggelapan pajak, perlawanan pajak, korupsi dan
berbagai tindakan amoral lainnya dalam bidang perpajakan. Masih banyak hal
yang harus dibenahi di dalam bidang perpajakan ini untuk meningkatkan
penerimaan negara dalam sektor perpajakan. Hal ini sebenarnya merupakan
sebuah masalah yang sederhana, dimana ketika masyarakat mampu merasa turut
menikmati berbagai fasilitas ataupun manfaat yang mereka peroleh dari hasil
pembayaran pajak yang mereka lakukan, tentu masyarakat akan mendisiplinkan
diri untuk turut serta dalam pembangunan nasional yaitu dengan cara menjadi
Wajib Pajak yang taat dan patuh terhadap Undang-Undang Perpajakan. Berikut ini
peneliti menyajikan tabel mengenai realisasi penerimaan negara dari sektor pajak
dan sektor bukan pajak.
Tabel 1.1
Realisasi Penerimaan Negara (Milyar-Rupiah) Tahun 2009-2014
Smber Penerimaan

Persentase
Penerimaan
Penerimaan
Tahun
Total
Penerimaan Pajak
Pajak
Bukan Pajak
Terhadap APBN
2009
619.922
227.174
847.096
73,18%
2010
723.307
268.942
992.249
72,86%
2011

878.685
286.568
1.165.253
75,41%
2012
1.019.333
272.720
1.292.053
78,89%
2013
1.139.323
260.550
1.399.873
81,38%
2014
1.143.300
393.900
1.537.200
74,37%
Sumber: Kementrian Keuangan (diolah)

Dilihat dari daftar tabel 1.1 diatas, dapat diketahui bahwa penerimaan
pajak selama enam tahun terahir ini mengalami fluktuasi yang cukup signifikan.
Tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa penerimaan negara dari sektor perpajakan
lebih besar dari penerimaan negara bukan pajak. Hal ini menjadi ukuran bahwa
penerimaan pajak di Indonesia, sangat berpotensi jika penerimaan tersebut dapat

2
Universitas Sumatera Utara

diperoleh 100%. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa penerimaan dari sektor
perpajakan selalu diatas 50% jika dibandingkan dengan penerimaan bukan sektor
pajak. Kemudian, berikut ini peneliti menampilkan target dan realisasi penerimaan
pajak di Indonesia.
Tabel 1.2
Target dan Realisasi Penerimaan Pajak di Kota Medan
Tahun 2009-2014
Target Penerimaan
Realisasi
Persentase
Tahun

Pajak
Penerimaan Pajak Penerimaan Pajak
2009
4.820,846 miliar
5.162,15 miliar
107,08%
2010
7.289,118 miliar
6.101,636 miliar
83,71%
2011
11.216,150 miliar
5.884,401 miliar
52,46%
2012
16.000 miliar
6.838,441 miliar
42,74%
2013
1.197,019 miliar

496,072 miliar
41,44%
2014
1.200 miliar
768 miliar
64%
Sumber: www.pemkomedan.go.id
Pada tabel 1.2 di atas, memaparkan target dan realisasi penerimaan pajak
di Kota Medan secara lebih spesifik. Melihat persentase penerimaan pajak mulai
dari tahun 2009 sampai dengan 2014, maka dapat dilihat bahwa persentase
tersebut tidak mengalami kenaikan yang singnifikan, melainkan juga mengalami
tingkat penurunan yang cukup jauh. Misalnya saja dari tahun 2009 sampai dengan
tahun 2010, penurunan penerimaan pajak cukup jauh yaitu persentasenya dari
107,08 % menuju ke 83,71 %. Hal ini merupakan sebuah masalah yang harus di
atasi.
Salah satu yang menyebabkan penurunan penerimaan pajak adalah
rendahnya kepatuhan Wajib Pajak yang disebabkan oleh maraknya berbagai kasus
penggelapan pajak, penghindaran pajak yang melanggar undang-undang dan
kecurangan pajak yang ada di Indonesia. Hal ini sangatlah wajar mencemaskan
masyarakat mengenai pengelolaan dana perpajakan yang tidak mampu di


3
Universitas Sumatera Utara

realisasikan secara baik dalam rangka meningkatkan pembangunan nasional di
Indonesia terkhususnya di kota Medan. Hal ini dikarenakan maraknya
penggelapan pajak tersebut banyak dilakukan oleh kaum intelektual yang
notabene adalah para pengelola ataupun orang-orang yang merupakan fiskus dan
para pegawai yang ada di Direktorat Jendral Pajak tersebut.
Terjadinya korupsi ataupun penggelapan pajak yang mereka lakukan
tentunya mengikis kepercayaan masyarakat yang seharusnya mereka telah
memiliki kesadaran yang tinggi dan partisipasi yang baik untuk melakukan
pembayaran pajak dan tidak melakukan penghindaran pajak yang melanggar
undang-undang dan kecurangan lainnya. Seharusnya masyarakat mampu
memperoleh keadilan (fairness) sebagai hasil dari pembayaran pajak yang mereka
lakukan. Menurut Duadji (2010), penggelapan pajak (tax evasion) adalah “tindak
pidana karena merupakan rekayasa subyek (pelaku) dan obyek (transaksi) pajak
untuk memperoleh penghematan pajak secara melawan hukum (unlawfull), dan
penggelapan pajak boleh dikatakan merupakan virus yang melekat (inherent) pada
setiap sistem pajak yang berlaku di hampir setiap yurisdiksi”.

Begitupun penggelapan pajak mempunyai resiko terdeteksi yang inherent
pula, serta mengundang sanksi pidana badan dan denda. Penggelapan pajak dapat
dilakukan oleh Wajib Pajak maupun fiskus pajak. Berbagai upaya dapat dilakukan
untuk menggelapkan pajak dengan tujuan untuk mencari keuntungan pribadi. Cara
yang digunakan oleh Wajib Pajak adalah penghindaran pajak dengan melawan
Peraturan Undang-Undang (unlawful) yang berlaku disebut Tax Offenses yang
akan merugikan negara dan tentunya akan dikenakan sanksi administrasi dan

4
Universitas Sumatera Utara

pidana bagi pihak-pihak yang melakukan cara tersebut. Sedangkan upaya dalam
meminimalkan beban pajak sepanjang masih menggunakan peraturan yang
berlaku (lawful) diperbolehkan dengan penanganan dan pengelolaan yang baik
disebut Tax Avoidence (Masri, 2012:1). Berikut ini disajikan beberapa kasus
penggelapan dan kecurangan pajak di Indonesia :
Tabel 1.3
Beberapa Kasus Tindak Pidana Kecurangan, Penggelapan dan Mafia Pajak
di Indonesia
Tersangka

Dugaan Kasus
Sanksi Bagi
Tuduhan
KPP/Perusahaan
No. Penggelapan dan
Fiskus/Wajib
Kasus
yang Terlibat
Mafia Pajak
Pajak
(Tahun)
1. Vincentius Amin Melakukan
PT Asian Agri Dikenakan
Sutanto
transfer pricing Group
dan denda Rp 2,5
(Vincent), Group secara
Perusahaan
triliun, namun
financial

terperinci
Afiliasinya
di Asian
Agri
controller AAG untuk
Luar Negeri.
mengajukan
(2006)
menggelapkan
banding
dan
pajak
Asian
hingga saat ini
Agri
Group
masih
(AAG).
menunggu hasil
persidangan.

2. Gayus Halomoan Penggelapan
PT Mega Cipta Vonis hukuman
Tambunan (2009) pajak,
Suap Jaya Garmindo, penjara total 28
pajak
dan PT Metropolitan tahun dan masih
beberapa
Hakim, Mafia retailermart, PT ada
Pajak,
Megah
Citra kasus
dengan
Pemalsuan
Raya, PT Surya tahap banding.
Paspor,
dan Alam,
Bakrie
gratifikasi.
Group.
3. Sawir Laut (2011) Penggelapan
PT Asian Agri Denda dua kali
pajak,
Group.
lipat
tagihan
penyampaian
pajak
yakni
surat
sebesar Rp 2,5
pemberitahuan
triliun
plus
keterangan
sanksi
denda
48%
dari
palsu.
tagihan pajak.
4. Inisial DFS (34) Melakukan
Samsat
Hukuman
yang
bertugas penggelapan
Kabupaten Lebak penjara sebagai

5
Universitas Sumatera Utara

sebagai kasir dan
dua tenaga kerja
kontrak
(TKK)
berinisial D dan
KS
di
UPT
Samsat
Kabupaten Lebak
(2011)
5.

6.

uang pajak Bea
Balik
Nama
Kendaraan
Bermotor Baru
(BBNKB),
dengan
kerugian
mencapai
Rp1,6 miliar.
Bahasyim Assifie Menerima
(2011)
suap dari wajib
pajak
yang
melakukan
keberatan dan
banding atas
kasus
pencucian
uang.
Johny
Basuki Kasus
suap
(2012)
kepada
pegawai pajak.

tindak pidana
korupsi
menggelapkan
uang sejumlah
Rp 1,6 miliar
dan pencopotan
jabatan.

Kepala
KPP Hukuman
6
Jakarta VII, KPP tahun penjara
Koja dan KPP dan denda Rp.
Palmerah.
500 juta.

PT Mutiara Virgo Hukuman
(MV).
penjara
dua
tahun dan denda
Rp. 100 juta.
7. Herly Isdiharsono Menerima
KPP
Pratama Penjara selama
(2012)
suap
untuk Jakarta Palmerah, enam tahun dan
mengurani
Jakarta Barat dan denda Rp. 500
pajak
PT PT
Mutiara juta,
subsider
Mutiara Virgo Virgo.
enam
bulan
dan pencucian
kurungan
uang.
penjara.
8. Dhana
Penggelapan
KPP
Pratama Hukuman
10
Widyatmika
pajak,
Jakarta Pancoran, tahun penjara
(2012)
pencucian
PT Kornet Trans dan denda Rp.
uang,
suap Utama dan PT 300
juta,
pajak,
dan Mutiara Virgo.
subsider
tiga
pemerasan
bulan kurungan
pajak.
penjara.
Sumber: Diolah dari berbagai referensi Buku dan Media
Tabel tersebut memaparkan berbagai kecurangan pajak (tax fraud) dan
penggelapan pajak (tax evasion) yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki
wewenang yang kokoh dimana seharusnya mereka mampu menjadi contoh bagi
masyarakat awam untuk melakukan pembayaran pajak dengan baik. Berangkat

6
Universitas Sumatera Utara

dari berbagai permasalahan penggelapan pajak ini, maka pihak Direktorat Jendral
Pajak sudah seharusnya melakukan berbagai upaya untuk mengatasi permasalahan
ini, misalnya saja lebih menegakkan keadilan dengan cara mempertegas sanksi
bagi para pelaku mafia pajak. Setiap elemen ataupun masyarakat yang telah
melakukan pembayaran pajak berhak memperoleh hak mereka untuk merasakan
manfaat dari kontribusi yang telah mereka berikan terhadap pembangunan
nasional tersebut.
Mayoritas literatur yang meneliti penggelapan pajak dari perspektif etika
menyimpulkan bahwa penggelapan pajak dapat dibenarkan dalam situasi tertentu,
meskipun alasan berbeda-beda. Dikatakan pada sebuah situasi tertentu karena
terdapat cara yang dilegalkan untuk meminimalkan pembayaran pajak.
Berdasarkan literatur Islam menunjukkan bahwa penggelapan pajak mungkin etis
jika pengaruh pajak adalah untuk menaikkan harga atau jika pendapatan
menyebabkan kenaikan pajak. Dengan demikian, pajak penghasilan, pajak
pertambahan nilai dan tarif pajak dapat di lihat dari segi moral pemerintahan
termasuk pejabat pajak yang tidak baik sehingga menimbulkan persepsi tidak
perlunya membayar pajak.
Namun, percakapan pribadi dengan pemuka agama mendapatkan
kesimpulan, penggelapan pajak tidak selalu etis. Cara berpikir, bersikap, dan
bertindak seseorang pastilah diwarnai oleh ajaran agama yang dianutnya, jika ia
sungguh-sungguh dalam kehidupan beragama. Dengan demikian, jikalau ajaran
agama itu mengandung nilai-nilai yang dapat memacu pembangunan, jelaslah
bahwa agama akan turut menentukan jalannya pembangunan atau modernisasi.

7
Universitas Sumatera Utara

Pajak hanyalah sebuah sistem yang dijalankan dan dikendalikan oleh manusia
(fiskus dan WP).
Bagaimanapun tampilan pemungutan pajak tidak bisa dilepaskan dari
nilai-nilai etika dan religi yang dianut oleh manusia pelaksanaannya. Dengan kata
lain, etika fiskus dan Wajib Pajak merupakan faktor yang mempengaruhi
kesuksesan pemungutan pajak..
Dengan demikian, penggelapan pajak merupakan suatu polemik yang
sangat mencemaskan para Ditjen Pajak selaku penanggung jawab atas dana
perpajakan dan bahkan mencemaskan terjadinya berbagai tindakan kriminal yang
mengikis moral para akademisi.
Banyak hal yang menyebabkan terjadinya penghindaran pajak melanggar
undang-undang, kecurangan pajak, penggelapan pajak, dan sangat beraneka ragam
cara yang dilakukan oleh para oknum untuk menyembunyikan berbagai tindak
kriminal yang mereka lakukan. Mereka mensurvei sekitar seribu seratus orang di
enam negara. Sebuah skala pertanyaan sebanyak delapan belas item disajikan,
dianalisis, dan dibahas. Temuan menunjukkan bahwa penggelapan pajak (tax
evasion) secara keseluruhan memiliki tiga dimensi persepsi skala etis dari itemitem yang diuji, yaitu: 1) keadilan, yang terkait dengan kegunaan positif dari uang,
2) sistem perpajakan, yang terkait dengan tarif pajak dan kegunaan negatif atas
uang, dan 3) diskriminasi, yang terkait dengan penggelapan pajak dalam kondisi
tertentu.

Determinan-determinan

atas

kecenderungan

untuk

melakukan

penghindaran pajak dengan menggunakan studi kasus di Argentina. Dengan
menggunakan lima indikator, yaitu: 1) persepsi menjadi cemas, 2) persepsi

8
Universitas Sumatera Utara

tentang seberapa adil sistem pajak, 3) persepsi tentang seberapa baik pengeluaran
pemerintah, 4) persepsi tentang informasi dan teknologi yang dimiliki pemerintah,
5) kecenderungan untuk menghindari pajak (Ayu, 2009 : 2).
Berbagai riset telah dilakukan untuk mengidentifikasi atau bahkan
meminimalkan penghindaran pajak, perlawanan pajak, dan penggelapan pajak ini,
namun pada kenyataannya keadaan ini masih sulit diatasi. Berbagai kecanggihan
yang mampu dihasilkan oleh teknologi-teknologi masa kini mampu mengendus
permasalahan etika penggelapan pajak ini. Banyak pertimbangan yang harus
dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini. Khususnya untuk negara Indonesia
yang notabene adalah negara hukum namun pada kenyataannya tidak mampu
menerapkan hukum secara adil dan belum mampu mengatasi etika penggelapan
pajak yang marak di Indonesia.
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, peneliti tertarik untuk
penelitian ini merupakan implikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Irma
Suryani Rahman (2013).
Adapun perbedaan penelitian saat ini dengan penelitian sebelumnya yaitu:
1.

Adanya penambahan variabel independen. Penelitian ini menggunakan
variabel

independen

keadilan,

sistem

perpajakan,

diskriminasi,

pengetahuan wajib pajak, dan kepatuhan wajib pajak. Sedangkan
penelitian sebelumnya menggunakan variabel independen keadilan, sistem
perpajakan, diskriminasi, kemungkinan terdeteksi kecurangan.
2.

Adanya penambahan variabel dependen. Peneliti ini menggunakan
variabel dependen perlawanan pajak (tax offenses), penggelapan pajak (tax

9
Universitas Sumatera Utara

fraud), dan penghindaran pajak secara illegal (tax evasion). Sedangkan
peneliti sebelumnya hanya menggunakan variabel dependen penggelapan
pajak.
3.

Selain itu, penelitian ini dilakukan pada tahun 2016 sedangkan penelitian
sebelumnya pada tahun 2013.
Dari berbagai uraian yang telah di paparkan diatas, maka peneliti

termotivasi untuk melakukan sebuah penelitian mengenai etika penghindaran
pajak secara illegal, kecurangan pajak, dan penggelapan pajak. Penelitian ini
dilakukan sebagai suatu bentuk kontribusi untuk mengetahui, memahami, dan
bahkan melakukan analisis yang mendalam mengenai motivasi-motivasi para
mafia pajak yang melakukan penghindaran pajak secara illegal, kecurangan pajak,
dan penggelapan pajak. Penelitian yang senantiasa terus dikembangkan ini,
diharapkan mampu memberikan kontribusi untuk mengatasi permasalahan
penghindaran pajak secara illegal, kecurangan pajak, dan penggelapan pajak yang
sudah sangat mendarah daging. Mampu menerapkan keadilan, menghindari
diskriminai, meningkatkan penerimaan pajak dan bahkan meminimalkan berbagai
penghindaran pajak secara illegal, perlawanan pajak, dan penggelapan pajak yang
mungkin terjadi. Untuk itu, penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti memiliki
judul sebagai berikut : “Faktor-Faktor yang Menyebabkan Wajib Pajak
Melakukan Tax Offenses, Tax Fraud, dan Tax Evasion.” (Studi Empiris di
KPP Pratama Medan-Polonia).

10
Universitas Sumatera Utara

1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, maka penulis merumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah keadilan (tax fairness), kepatuhan Wajib Pajak (tax
compliance), pengetahuan Wajib Pajak (tax knowledge), sistem
perpajakan

(tax

system),

dan

diskriminasi

(discrimination)

berpengaruh secara parsial maupun simultan terhadap Wajib Pajak
melakukan tax offenses, tax fraud, dan tax evasion?
2. Bagaimana keadilan (tax fairness), kepatuhan Wajib Pajak (tax
compliance), pengetahuan Wajib Pajak (tax knowledge), sistem
perpajakan

(tax

system),

dan

diskriminasi

(discrimination)

berpengaruh terhadap Wajib Pajak melakukan tax offenses, tax fraud,
dan tax evasion?
3. Manakah variabel independen (keadilan (tax fairness), kepatuhan
Wajib Pajak (tax compliance), pengetahuan Wajib Pajak (tax
knowledge), sistem perpajakan (tax system), dan diskriminasi
(discrimination)) yang paling dominan mempengaruhi variabel
dependen (Wajib Pajak melakukan tax offenses, tax fraud, dan tax
evasion)?

11
Universitas Sumatera Utara

1.3. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah yang telah dipaparkan diatas,
maka tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah untuk menemukan
bukti empiris atas hal-hal berikut ini:
1. Untuk

menganalisis

pengaruh

keadilan

(tax

fairness),

kepatuhan Wajib Pajak (tax compliance), pengetahuan Wajib
Pajak (tax knowledge), sistem perpajakan (tax system), dan
diskriminasi (discrimination) baik secara parsial maupun
simultan terhadap Wajib Pajak melakukan tax offenses, tax
fraud, dan tax evasion.
2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh keadilan (tax fairness),
kepatuhan Wajib Pajak (tax compliance), pengetahuan Wajib
Pajak (tax knowledge), sistem perpajakan (tax system), dan
diskriminasi (discrimination) berpengaruh terhadap Wajib
Pajak melakukan tax offenses, tax fraud, dan tax evasion.
3. Untuk menganalisis pengaruh variabel independen (keadilan
(tax fairness), kepatuhan Wajib Pajak (tax compliance),
pengetahuan Wajib Pajak (tax knowledge), sistem perpajakan
(tax system), dan diskriminasi (discrimination)) yang paling
dominan mempengaruhi variabel dependen (Wajib Pajak
melakukan tax offenses, tax fraud, dan tax evasion).

12
Universitas Sumatera Utara

2. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian, adapun manfaat penelitian yang
diperoleh adalah sebagai berikut:
1. Kantor Pelayanan Pajak
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Kantor
Pelayanan Pajak khususnya Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Medan-Polonia, sebagai bahan masukan dan pertimbangan
untuk melakukan kegiatan evaluasi dan mengambil tindakan
korektif dalam memahami keadilan (tax fairness), kepatuhan
Wajib Pajak (tax compliance), pengetahuan Wajib Pajak (tax
knowledge), sistem perpajakan (tax system), dan diskriminasi
(discrimination) terhadap Wajib Pajak mengenai tax offenses,
tax fraud, dan tax evasion.
2.

Bagi Akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para
akademisi sebagai referensi untuk menambah pengetahuan
para akademisi mengenai pengaruh keadilan (tax fairness),
kepatuhan Wajib Pajak (tax compliance), pengetahuan Wajib
Pajak (tax knowledge), sistem perpajakan (tax system), dan
diskriminasi (discrimination) terhadap Wajib Pajak mengenai
tax offenses, tax fraud, dan tax evasion.

13
Universitas Sumatera Utara

3.

Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini semoga dapat bermanfaat bagi peneliti
khususnya dan menjadi acuan bagi para peneliti berikutnya,
dalam menambah pengetahuan dan memberikan keyakinan
mengenai pengaruh keadilan (tax fairness), kepatuhan Wajib
Pajak (tax compliance), pengetahuan Wajib Pajak (tax
knowledge), sistem perpajakan (tax system), dan diskriminasi
(discrimination) terhadap Wajib Pajak mengenai tax offenses,
tax fraud, dan tax evasion.

4.

Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
referensi bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan
pengaruh keadilan (tax fairness), kepatuhan Wajib Pajak (tax
compliance), pengetahuan Wajib Pajak (tax knowledge),
sistem

perpajakan

(tax

system),

dan

diskriminasi

(discrimination) terhadap Wajib Pajak mengenai tax offenses,
tax fraud, dan tax evasion.
5.

Bagi Wajib Pajak
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran bagi
para Wajib Pajak untuk melakukan pembayaran pajak tepat
pada waktunya. Dan dengan adanya penelitian ini semoga akan
mengurangi berbagai perlawanan seperti tax offenses, tax
fraud, dan tax evasion. Dan penelitian ini diharapkan mampu

14
Universitas Sumatera Utara

memberikan

pengetahuan

yang

lebih

baik

mengenai

perpajakan kepada setiap Wajib Pajak terkhusus Wajib Pajak
yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama MedanPolonia.

15
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor yang Menyebabkan Wajib Pajak Melakukan Tax Offenses, Tax Fraud, dan Tax Evasion (Studi Empiris di KPP Pratama Medan-Polonia)

3 27 133

Faktor-Faktor yang Menyebabkan Wajib Pajak Melakukan Tax Offenses, Tax Fraud, dan Tax Evasion (Studi Empiris di KPP Pratama Medan-Polonia)

0 0 11

Faktor-Faktor yang Menyebabkan Wajib Pajak Melakukan Tax Offenses, Tax Fraud, dan Tax Evasion (Studi Empiris di KPP Pratama Medan-Polonia)

0 0 2

Faktor-Faktor yang Menyebabkan Wajib Pajak Melakukan Tax Offenses, Tax Fraud, dan Tax Evasion (Studi Empiris di KPP Pratama Medan-Polonia)

1 2 30

Faktor-Faktor yang Menyebabkan Wajib Pajak Melakukan Tax Offenses, Tax Fraud, dan Tax Evasion (Studi Empiris di KPP Pratama Medan-Polonia)

0 2 3

Faktor-Faktor yang Menyebabkan Wajib Pajak Melakukan Tax Offenses, Tax Fraud, dan Tax Evasion (Studi Empiris di KPP Pratama Medan-Polonia)

0 0 11

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion). (studi empiris di kpp pratama medan-polonia)

1 1 15

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion). (studi empiris di kpp pratama medan-polonia)

0 0 2

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion). (studi empiris di kpp pratama medan-polonia)

1 1 17

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion). (studi empiris di kpp pratama medan-polonia)

1 3 52