Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion). (studi empiris di kpp pratama medan-polonia)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan sebuah negara yang sedang berkembang dan
memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup baik. Berangkat dari
sebuah permasalahan dimana Indonesia, memiliki penduduk yang sangat
banyak yaitu sekitar 237.641.326 jiwa maka pemerintah Indonesia memiliki
kecemasan yang sangat tinggi dalam hal memakmurkan kehidupan
perekonomian masyarakat Indonesia. Dimana, dapat diketahui bahwa
Indonesia merupakan sebuah negara agraris yang sangat kaya akan sumber
daya alam dan sumber daya manusia dan seharusnya sudah mampu menjadi
sebuah negara maju. Dalam rangka memakmurkan kehidupan masyarakat
Indonesia, maka pemerintah harus mampu meningkatkan pembangunan
nasional di Indonesia salah satunya adalah dengan cara meningkatkan
penerimaan negara dalam sektor perpajakan.
Menurut Andriani (dalam Ilyas 2012 : 20), “pajak merupakan iuran
untuk negara yang dalam pelaksanaannya bisa dipaksakan, pajak ini berguna
untuk penyelenggaraan pemerintahan pada suatu negara untuk hal-hal umum
yang berkaitan dengan tugas negara sebagai penyelenggara pemerintahan”.
Dapat dipahami bahwa penerimaan negara dari sektor pajak memiliki

persentase yang paling besar jika dibandingkan dengan penerimaan negara
dari sektor lainnya, hal ini sangat wajar karena sebuah negara yang memiliki

Universitas Sumatera Utara

penduduk yang sangat banyak merupakan negara yang notabene memiliki
subjek pajak yang banyak pula. Setiap subjek pajak belum tentu merupakan
Wajib Pajak, namun demikian Wajib Pajak di Indonesia memiliki persentase
yang sangat besar, maka seharusnya Indonesia mampu memaksimalkan
penerimaan negaranya di sektor perpajakan. Dimana Wajib Pajak adalah
rakyat dan semua yang berkedudukan di suatu negara dan memperoleh hasil
serta manfaat dari terselenggaranya pemerintahan di negara tersebut. Mereka
semua memiliki kewajiban untuk membayar pajak sesuai dengan ketentuan
tarif yang diberlakukan oleh pemerintah (Yahya, 2012 : 5).
Seperti yang dapat dipahami bahwa penerimaan negara dari sektor
perpajakan belumlah maksimal, salah satu penyebabnya adalah administrasi
perpajakan yang cenderung rumit. Dengan demikian, hal ini sangat berkaitan
erat dengan rendahnya motivasi para Wajib Pajak untuk melaksanakan
kewajiban mereka dalam membayar pajak. Administrasi perpajakan
berkorelasi


langsung

dengan

penghindaran

pajak

(tax

avoidance),

penggelapan pajak (tax evasion), korupsi dan berbagai tindakan amoral
lainnya dalam bidang perpajakan. Masih banyak hal yang harus dibenahi di
dalam bidang perpajakan ini untuk meningkatkan penerimaan negara dalam
sektor perpajakan.
Hal ini sebenarnya merupakan sebuah masalah yang sederhana,
dimana ketika masyarakat mampu merasa turut menikmati berbagai fasilitas
ataupun manfaat yang mereka peroleh dari hasil pembayaran pajak yang

mereka lakukan, tentu masyarakat akan mendisiplinkan diri untuk turut serta

Universitas Sumatera Utara

dalam pembangunan nasional yaitu dengan cara menjadi Wajib Pajak yang
taat dan patuh terhadap Undang-Undang Perpajakan. Berikut ini peneliti
menyajikan tabel mengenai realisasi penerimaan negara dari sektor pajak dan
sektor bukan pajak.
Table 1.1
Realisasi Penerimaan Negara (Milyar-Rupiah) Tahun 2007-2013
Sumber Penerimaan
Tahun

Penerimaan
Pajak

Penerimaan
Bukan Pajak

2007

490.988
215.120
2008
658.701
320.604
2009
619.922
227.174
2010
723.307
268.942
2011
878.685
286.568
2012
1.019.333
272.720
2013
1.139.323
260.550

Sumber: Kementrian Keuangan (diolah)

Total
706.108
979.305
847.096
992.249
1.165.253
1.292.053
1.399.873

Persentase
Penerimaan Pajak
Terhadap APBN
69,53%
67,26%
73,18%
72,86%
75,41%
78,89%

81,38%

Dilihat dari daftar tabel 1.1 diatas, dapat diketahui bahwa penerimaan
pajak selama tujuh tahun terahir ini mengalami fluktuasi yang cukup
signifikan. Tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa penerimaan negara dari sektor
perpajakan lebih besar dari penerimaan negara bukan pajak. Hal ini menjadi
ukuran bahwa penerimaan pajak di Indonesia, sangat berpotensi jika
penerimaan tersebut dapat diperoleh 100%. Dengan demikian, dapat diketahui
bahwa penerimaan dari sektor perpajakan selalu diatas 50% jika dibandingkan
dengan penerimaan bukan sektor pajak. Kemudian, berikut ini peneliti
menampilkan target dan realisasi penerimaan pajak di provinsi Sumatera
Utara.

Universitas Sumatera Utara

Table 1.2
Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah di Provinsi Sumatera Utara
Target Penerimaan
Pajak
2007

1.458,4 triliun
2008
1.967,61 triliun
2009
1.946,447 triliun
2010
2.204,109 triliun
2011
2.890 triliun
2012
1.032,6 triliun
2013
4.519 triliun
Sumber: www.otax.com
Tahun

Realisasi
Penerimaan Pajak
1.542,34 triliun
2.002,004 triliun

1.834,682 triliun
2.271,474 triliun
638,324 miliar
1.548,8 triliun
3.685 triliun

Persentase
Penerimaan Pajak
105,76 %
101,75 %
94,26 %
103,06 %
22,09 %
100,61 %
81,4%

Pada tabel 1.2 di atas, dapat dilihat bahwa target dan realisasi
penerimaan pajak di Provinsi Sumatera Utara juga mengalami tingkat
kenaikan dan penurunan yang cukup fluktuatif. Mulai dari tahun 2007 sampai
dengan tahun 2013 persentase antara target dan realisasi mengalami

penurunan. Pada tahun 2007 persentasenya adalah 105,76 % dan pada tahun
2013 persentasenya mengalami penurunan hingga sebesar 81,4 % namun yang
paling menyedihkan pada tahun 2011 persentasenya turun terlalu jauh yaitu
senilai 22,09 %.
Table 1.3
Target dan Realisasi Penerimaan Pajak di Kota Medan
Target Penerimaan
Realisasi
Persentase
Pajak
Penerimaan Pajak Penerimaan Pajak
2007
254,664 miliar
180,793 miliar
57,9 %
2008
3.703,35 miliar
4.285,53 miliar
115,72 %
2009

4.820,846 miliar
5.162,15 miliar
107,08 %
2010
7.289,118 miliar
6.101,636 miliar
83,71 %
2011
11.216,150 miliar
5.884,401 miliar
52,46 %
2012
16.000 miliar
6.838,441 miliar
42,74 %
2013
1.197,019 miliar
496,072 miliar
41,44%
Sumber: Dinas Pendapatan Pelayanan Terpadu dan Dinas Perhubungan Kota

Medan (2014).
Tahun

Universitas Sumatera Utara

Kemudian, pada tabel 1.3 ini, memaparkan target dan realisasi
penerimaan pajak di Kota Medan secara lebih spesifik. Melihat persentase
penerimaan pajak mulai dari tahun 2007 sampai dengan 2013, maka dapat
dilihat bahwa persentase tersebut tidak mengalami kenaikan yang singnifikan,
melainkan juga mengalami tingkat penurunan yang cukup jauh. Misalnya saja
dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2010, penurunan penerimaan pajak
cukup jauh yaitu persentasenya dari 107,08 % menuju ke 83,71 %. Hal ini
merupakan sebuah masalah yang harus di atasi.
Salah satu yang menyebabkan penurunan penerimaan pajak adalah
rendahnya kepatuhan Wajib Pajak yang disebabkan oleh maraknya berbagai
kasus penggelapan pajak yang ada di Indonesia. Hal ini sangatlah wajar
mencemaskan masyarakat mengenai pengelolaan dana perpajakan yang tidak
mampu di realisasikan secara baik dalam rangka meningkatkan pembangunan
nasional di Indonesia terkhususnya di kota Medan. Hal ini dikarenakan
maraknya penggelapan pajak tersebut banyak dilakukan oleh kaum intelektual
yang notabene adalah para pengelola ataupun orang-orang yang merupakan
fiskus dan para pegawai yang ada di Direktorat Jendral Pajak tersebut.
Terjadinya korupsi ataupun penggelapan pajak yang mereka lakukan
tentunya mengikis kepercayaan masyarakat yang seharusnya mereka telah
memiliki kesadaran yang tinggi dan partisipasi yang baik untuk melakukan
pembayaran pajak. Seharusnya masyarakat mampu memperoleh keadilan
(fairness) sebagai hasil dari pembayaran pajak yang mereka lakukan. Menurut
Duadji (2010), penggelapan pajak (tax evasion) adalah “tindak pidana karena

Universitas Sumatera Utara

merupakan rekayasa subyek (pelaku) dan obyek (transaksi) pajak untuk
memperoleh penghematan pajak secara melawan hukum (unlawfull), dan
penggelapan pajak boleh dikatakan merupakan virus yang melekat (inherent)
pada setiap sistem pajak yang berlaku di hampir setiap yurisdiksi”.
Begitupun penggelapan pajak mempunyai resiko terdeteksi yang
inherent pula, serta mengundang sanksi pidana badan dan denda. Penggelapan
pajak dapat dilakukan oleh Wajib Pajak maupun fiskus pajak. Berbagai upaya
dapat dilakukan untuk menggelapkan pajak dengan tujuan untuk mencari
keuntungan pribadi. Cara yang digunakan oleh Wajib Pajak dengan melanggar
dan menentang Peraturan Undang-Undang (unlawful) yang berlaku disebut
Tax Evasion yang akan merugikan negara dan tentunya akan dikenakan sanksi
administrasi dan pidana bagi pihak-pihak yang melakukan cara tersebut.
Sedangkan upaya dalam meminimalkan beban pajak sepanjang masih
menggunakan peraturan yang berlaku (lawful) diperbolehkan dengan
penanganan dan pengelolaan yang baik disebut Tax Avoidence (Masri,
2012:1). Berikut ini disajikan beberapa kasus penggelapan pajak di Indonesia :
Table 1.4
Beberapa Kasus Tindak Pidana Penggelapan dan Mafia Pajak di Indonesia

No.

1.

Tersangka
Dugaan Kasus
Penggelapan
dan Mafia
Pajak (Tahun)
Vincentius
Amin Sutanto
(Vincent),
Group financial
controller AAG

Tuduhan Kasus
Kecurangan
Melakukan
transfer pricing
secara terperinci
untuk
menggelapkan

KPP/Perusahaa
n yang Terlibat
PT Asian Agri
Group dan
Perusahaan
Afiliasinya di
Luar Negeri.

Sanksi Bagi
Fiskus/Wajib
Pajak
Dikenakan denda
Rp 2,5 triliun,
namun Asian
Agri mengajukan
banding dan

Universitas Sumatera Utara

(2006)

pajak Asian Agri
Group (AAG).

2.

Gayus
Halomoan
Tambunan
(2009)

Penggelapan
pajak, Suap pajak
dan Hakim, Mafia
Pajak, Pemalsuan
Paspor, dan
gratifikasi.

3.

Sawir Laut
(2011)

Penggelapan
pajak,
penyampaian surat
pemberitahuan
keterangan palsu.

4.

Inisial DFS (34)
yang bertugas
sebagai kasir
dan dua tenaga
kerja kontrak
(TKK)
berinisial D dan
KS di UPT
Samsat
Kabupaten
Lebak
(2011)

5.

Bahasyim
Assifie (2011)

6.

Johny Basuki
(2012)

melakukan
penggelapan uang
pajak Bea Balik
Nama Kendaraan
Bermotor Baru
(BBNKB), dengan
kerugian mencapai
Rp1,6 miliar.
Kasus ini akan
segera
dilimpahkan ke
kejaksaan. Surat
pemberitahuan
dimulainya
penyidikan
(SPDP) sudah
kami kiri ke
Kejaksaan Tinggi
(Kejati) Banten,”
Menerima suap
dari wajib pajak
yang melakukan
keberatan dan
banding atas kasus
pencucian uang.
Kasus suap kepada
pegawai pajak.

PT Mega Cipta
Jaya Garmindo,
PT Metropolitan
retailermart, PT
Megah Citra
Raya, PT Surya
Alam, Bakrie
Group.
PT Asian Agri
Group.

hingga saat ini
masih menunggu
hasil persidangan.
Vonis hukuman
penjara total 28
tahun dan masih
ada beberapa
kasus dengan
tahap banding.

Denda dua kali
lipat tagihan
pajak yakni
sebesar Rp 2,5
triliun plus sanksi
denda 48% dari
tagihan pajak.

Samsat
Kabupaten
Lebak.

Hukuman penjara
sebagai tindak
pidana korupsi
menggelapkan
uang sejumlah Rp
1,6 miliar dan
pencopotan
jabatan.

Kepala KPP
Jakarta VII, KPP
Koja dan KPP
Palmerah.

Hukuman 6 tahun
penjara dan denda
Rp. 500 juta.

PT Mutiara
Virgo (MV).

Hukuman penjara
dua tahun dan

Universitas Sumatera Utara

denda Rp. 100
juta.
7.
Herly
Menerima suap
KPP Pratama
Penjara selama
Isdiharsono
untuk mengurani
Jakarta
enam tahun dan
(2012)
pajak PT Mutiara
Palmerah,
denda Rp. 500
Virgo dan
Jakarta Barat dan juta, subsider
pencucian uang.
PT Mutiara
enam bulan
Virgo.
kurungan penjara.
8.
Dhana
Penggelapan
KPP Pratama
Hukuman 10
Widyatmika
pajak, pencucian
Jakarta
tahun penjara dan
(2012)
uang, suap pajak,
Pancoran, PT
denda Rp. 300
dan pemerasan
Kornet Trans
juta, subsider tiga
pajak.
Utama dan PT
bulan kurungan
Mutiara Virgo.
penjara.
Sumber: Diolah dari berbagai referensi Buku dan Media, 2014.
Tabel tersebut memaparkan berbagai kecurangan (fraud) dalam bentuk
penggelapan pajak (tax evasion) yang dilakukan oleh orang-orang yang
memiliki wewenang yang kokoh dimana seharusnya mereka mampu menjadi
contoh bagi masyarakat awam untuk melakukan pembayaran pajak dengan
baik. Berangkat dari berbagai permasalahan penggelapan pajak ini, maka
pihak Direktorat Jendral Pajak sudah seharusnya melakukan berbagai upaya
untuk mengatasi permasalahan ini, misalnya saja lebih menegakkan keadilan
dengan cara mempertegas sanksi bagi para pelaku mafia pajak. Setiap elemen
ataupun masyarakat yang telah melakukan pembayaran pajak berhak
memperoleh hak mereka untuk merasakan manfaat dari kontribusi yang telah
mereka berikan terhadap pembangunan nasional tersebut.
Mayoritas literatur yang meneliti penggelapan pajak dari perspektif
etika menyimpulkan bahwa penggelapan pajak dapat dibenarkan dalam situasi
tertentu, meskipun alasan berbeda-beda. Dikatakan pada sebuah situasi
tertentu karena terdapat cara yang dilegalkan untuk meminimalkan

Universitas Sumatera Utara

pembayaran pajak. Berdasarkan literatur Islam menunjukkan bahwa
penggelapan pajak mungkin etis jika pengaruh pajak adalah untuk menaikkan
harga atau jika pendapatan menyebabkan kenaikan pajak. Dengan demikian,
pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai dan tarif pajak dapat di lihat dari
segi moral pemerintahan termasuk pejabat pajak yang tidak baik sehingga
menimbulkan persepsi tidak perlunya membayar pajak.
Namun, percakapan pribadi dengan ulama mendapatkan kesimpulan,
setidak-tidaknya beberapa sarjana Muslim berpendapat bahwa penggelapan
pajak tidak selalu etis. Ulama dan sarjana Muslim mengutip dari segi
perspektif Quran untuk membenarkan pendapatnya. Cara berpikir, bersikap,
dan bertindak seseorang pastilah diwarnai oleh ajaran agama yang dianutnya,
jika ia sungguh-sungguh dalam kehidupan beragama. Dengan demikian,
jikalau ajaran agama itu mengandung nilai-nilai yang dapat memacu
pembangunan, jelaslah bahwa agama akan turut menentukan jalannya
pembangunan atau modernisasi. Pajak hanyalah sebuah sistem yang
dijalankan dan dikendalikan oleh manusia (fiskus dan WP).
Bagaimanapun tampilan pemungutan pajak tidak bisa dilepaskan dari
nilai-nilai etika dan religi yang dianut oleh manusia pelaksanaannya. Dengan
kata lain, etika fiskus dan Wajib Pajak merupakan faktor yang mempengaruhi
kesuksesan pemungutan pajak. Menurut literatur katolik memberikan
beberapa alasan yang menyatakan bahwa penggelapan pajak dianggap suatu
hal yang etis, termasuk kemampuan untuk membayar pajak dan korupsi
pemerintah dalam pengelolaan dana yang didapatkan dari pajak (Nickerson, et

Universitas Sumatera Utara

al, 2009 : 3), sedangkan menurut literatur Yahudi menyimpulkan bahwa
penggelapan pajak selalu tidak etis.
Dengan demikian, penggelapan pajak merupakan suatu polemik yang
sangat mencemaskan para Ditjen Pajak selaku penanggung jawab atas dana
perpajakan dan bahkan mencemaskan terjadinya berbagai tindakan kriminal
yang mengikis moral para akademisi. Salah satu alasan untuk kesimpulan ini
karena ada tekanan pemikiran di dalam literatur Yahudi bahwa terdapat
kewajiban untuk tidak meremehkan orang Yahudi lain. Jika seorang Yahudi
melakukan penggelapan pajak, hal itu akan membuat semua orang Yahudi
lainnya terlihat buruk (McGee, 2008 : 5).
Nickerson, et al, (2009 : 4) membahas tentang dimensionalitas skala
etika tentang penggelapan pajak. Banyak hal yang menyebabkan terjadinya
penggelapan pajak, dan sangat beraneka ragam cara yang dilakukan oleh para
oknum penggelap pajak untuk menyembunyikan berbagai tindak kriminal
yang mereka lakukan. Mereka mensurvei sekitar seribu seratus orang di enam
negara. Sebuah skala pertanyaan sebanyak delapan belas item disajikan,
dianalisis, dan dibahas. Temuan menunjukkan bahwa penggelapan pajak (tax
evasion) secara keseluruhan memiliki tiga dimensi persepsi skala etis dari
item-item yang diuji, yaitu: 1) keadilan, yang terkait dengan kegunaan positif
dari uang, 2) sistem perpajakan, yang terkait dengan tarif pajak dan kegunaan
negatif atas uang, dan 3) diskriminasi, yang terkait dengan penggelapan pajak
dalam kondisi tertentu. Determinan-determinan atas kecenderungan untuk
melakukan

penghindaran pajak dengan menggunakan studi kasus di

Universitas Sumatera Utara

Argentina. Dengan menggunakan lima indikator, yaitu: 1) persepsi menjadi
cemas, 2) persepsi tentang seberapa adil sistem pajak, 3) persepsi tentang
seberapa baik pengeluaran pemerintah, 4) persepsi tentang informasi dan
teknologi yang dimiliki pemerintah, 5) kecenderungan untuk menghindari
pajak (Ayu, 2009 : 2).
Berbagai riset telah dilakukan untuk mengidentifikasi atau bahkan
meminimalkan penggelapan pajak ini, namun pada kenyataannya keadaan ini
masih sulit diatasi. Berbagai kecanggihan yang mampu dihasilkan oleh
teknologi-teknologi masa kini mampu mengendus permasalahan etika
penggelapan pajak ini. Banyak pertimbangan yang harus dilakukan untuk
mengatasi permasalahan ini. Khususnya untuk negara Indonesia yang
notabene adalah negara hukum namun pada kenyataannya tidak mampu
menerapkan hukum secara adil dan belum mampu mengatasi etika
penggelapan pajak yang marak di Indonesia.
Penelitian selanjutnya telah dilakukan oleh salah seorang mahasiswi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2013 lalu. Penelitian tersebut
mengacu pada variable-variabel yang cukup kompleks diantaranya adalah
keadilan, diskriminasi, sistem perpajakan dan kemungkinan tedeteksinya
kecurangan. Maka dari hasil penelitian terdahulu dapat diketahui bahwa
keadilan dan diskriminasi berpengaruh positif, sedangkan sistem perpajakan
dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan berpengaruh negatif terhadap
etika penggelapan pajak. Beranjak dari penelitian ini, maka peneliti berikutnya
tertarik untuk melakukan penelitian dengan variabel yang lebih kompleks

Universitas Sumatera Utara

dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel-variabel
yang akan di teliti dan di uji terhadap etika penggelapan pajak yang saat ini
marak di masyarakat khususnya terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi yang
terdaftar di KPP Pratama Medan-Polonia.
Adapun perbedaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti saat ini
dengan penelitian terdahulu adalah :
1. Peneliti menambahkan variabel independen menjadi tujuh variabel
diantaranya adalah pemeriksaan pajak (tax audit), keadilan (tax fairness),
kepatuhan wajib pajak (tax compliance), pengetahuan wajib pajak (tax
knowledge), sistem perpajakan (tax system), diskriminasi (discrimination),
dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan (fiscal fraud).
2. Penelitian ini dilakukan di kota Medan tepatnya di Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) Pratama Medan Polonia, dengan cara melakukan penyebaran
kuesioner. Sedangkan peneliti sebelumnya melakukan penelitian di KPP di
Kota Jakarta.
3. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2014, sedangkan penelitian
sebelumnya dilakukan pada tahun 2011 dan 2013. Jadi, penelitian ini
dilakukan pada tempat dan objek peneliti yang berbeda.
Dari berbagai uraian yang telah di paparkan diatas, maka peneliti
termotivasi untuk melakukan sebuah penelitian mengenai etika penggelapan
pajak. Penelitian ini dilakukan sebagai suatu bentuk kontribusi untuk
mengetahui, memahami, dan bahkan melakukan analisis yang mendalam
mengenai motivasi-motivasi para mafia pajak yang melakukan penggelapan

Universitas Sumatera Utara

pajak. Penelitian yang senantiasa terus dikembangkan ini, diharapkan mampu
memberikan kontribusi untuk mengatasi permasalahan penggelapan pajak
yang sudah sangat mendarah daging. Mampu menerapkan keadilan,
menghindari diskriminai, meningkatkan penerimaan pajak dan bahkan
meminimalkan berbagai penggelapan pajak yang mungkin terjadi. Untuk itu,
penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti memiliki judul sebagai berikut :
“Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi Wajib Pajak mengenai
etika penggelapan pajak (Tax Evasion).” (Studi Empiris di KPP Pratama
Medan-Polonia)
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, maka penulis merumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah intensitas pemeriksaan pajak (tax audit), keadilan (tax fairness),
kepatuhan Wajib Pajak (tax compliance), pengetahuan Wajib Pajak (tax
knowledge), sistem perpajakan (tax system), diskriminasi (discrimination),
dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan (fiscal fraud) berpengaruh
secara parsial maupun simultan terhadap persepsi Wajib Pajak mengenai
etika penggelapan pajak (Tax Evasion) ?
2. Bagaimana intensitas pemeriksaan pajak (tax audit), keadilan (tax
fairness), kepatuhan Wajib Pajak (tax compliance), pengetahuan Wajib
Pajak (tax knowledge), sistem perpajakan (tax system), diskriminasi
(discrimination), dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan (fiscal fraud)

Universitas Sumatera Utara

berpengaruh terhadap persepsi Wajib Pajak mengenai etika penggelapan
pajak (Tax Evasion) ?
3. Manakah variabel independen (intensitas pemeriksaan pajak (tax audit),
keadilan (tax fairness), kepatuhan Wajib Pajak (tax compliance),
pengetahuan Wajib Pajak (tax knowledge), sistem perpajakan (tax system),
diskriminasi (discrimination), dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan
(fiscal fraud) ) yang paling dominan mempengaruhi variabel dependen
(Persepsi Wajib Pajak mengenai etika penggelapan pajak (Tax Evasion) ) ?
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah yang telah dipaparkan diatas, maka
tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah untuk menemukan bukti
empiris atas hal-hal berikut ini :
1. Untuk menganalisis pengaruh intensitas pemeriksaan pajak (tax audit),
keadilan (tax fairness), kepatuhan Wajib Pajak (tax compliance),
pengetahuan Wajib Pajak (tax knowledge), sistem perpajakan (tax
system), diskriminasi (discrimination), dan kemungkinan terdeteksinya
kecurangan (fiscal fraud) baik secara parsial maupun simultan
terhadap persepsi Wajib Pajak mengenai etika penggelapan pajak (Tax
Evasion).
2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh intensitas pemeriksaan pajak
(tax audit), keadilan (tax fairness), kepatuhan Wajib Pajak (tax
compliance), pengetahuan Wajib Pajak (tax knowledge), sistem

Universitas Sumatera Utara

perpajakan

(tax

system),

diskriminasi

(discrimination),

dan

kemungkinan terdeteksinya kecurangan (fiscal fraud) berpengaruh
terhadap persepsi Wajib Pajak mengenai etika penggelapan pajak (Tax
Evasion).
3. Untuk

menganalisis

pengaruh

variabel

independen

(intensitas

pemeriksaan pajak (tax audit), keadilan (tax fairness), kepatuhan
Wajib Pajak (tax compliance), pengetahuan Wajib Pajak (tax
knowledge),

sistem

perpajakan

(tax

system),

diskriminasi

(discrimination), dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan (fiscal
fraud) ) yang paling dominan terhadap variabel dependen (Persepsi
Wajib Pajak mengenai etika penggelapan pajak (Tax Evasion) ).
2. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian, adapun manfaat penelitian yang diperoleh
adalah sebagai berikut:
1. Kantor Pelayanan Pajak
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Kantor
Pelayanan Pajak khususnya Kantor Pelayanan Pajak Pratama MedanPolonia, sebagai bahan masukan dan pertimbangan untuk melakukan
kegiatan evaluasi dan mengambil tindakan korektif dalam memahami
pengaruh intensitas pemeriksaan pajak (tax audit), keadilan (tax
fairness), kepatuhan Wajib Pajak (tax compliance), pengetahuan Wajib
Pajak (tax knowledge), sistem perpajakan (tax system), diskriminasi
(discrimination), dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan (fiscal

Universitas Sumatera Utara

fraud) terhadap persepsi Wajib Pajak mengenai etika penggelapan
pajak (Tax Evasion).
2. Bagi Akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para akademisi
sebagai referensi untuk menambah pengetahuan para akademisi
mengenai pengaruh pengaruh intensitas pemeriksaan pajak (tax audit),
keadilan (tax fairness), kepatuhan Wajib Pajak (tax compliance),
pengetahuan Wajib Pajak (tax knowledge), sistem perpajakan (tax
system), diskriminasi (discrimination), dan kemungkinan terdeteksinya
kecurangan (fiscal fraud) terhadap persepsi Wajib Pajak mengenai
etika penggelapan pajak (Tax Evasion).
3. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini semoga dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya
dan menjadi acuan bagi para peneliti berikutnya, dalam menambah
pengetahuan dan memberikan keyakinan mengenai pengaruh intensitas
pemeriksaan pajak (tax audit), keadilan (tax fairness), kepatuhan
Wajib Pajak (tax compliance), pengetahuan Wajib Pajak (tax
knowledge),

sistem

perpajakan

(tax

system),

diskriminasi

(discrimination), dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan (fiscal
fraud) terhadap persepsi Wajib Pajak mengenai etika penggelapan
pajak (Tax Evasion).

Universitas Sumatera Utara

4. Pembaca
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
referensi bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan pengaruh
intensitas pemeriksaan pajak (tax audit), keadilan (tax fairness),
kepatuhan Wajib Pajak (tax compliance), pengetahuan Wajib Pajak
(tax knowledge), sistem perpajakan (tax system), diskriminasi
(discrimination), dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan (fiscal
fraud) terhadap persepsi Wajib Pajak mengenai etika penggelapan
pajak (Tax Evasion).
5. Bagi Wajib Pajak
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran bagi para
Wajib Pajak untuk melakukan pembayaran pajak tepat pada waktunya.
Dan dengan adanya penelitian ini semoga akan mengurangi berbagai
kesenjangan yang merupakan ketidakadilan, diskriminasi, dan bahkan
penggelapan

pajak

tetapi

penelitian

ini

diharapkan

mampu

memberikan pengetahuan yang lebih baik mengenai perpajakan kepada
setiap Wajib Pajak terkhusus Wajib Pajak yang terdaftar di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Medan-Polonia.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika Penggelapan Pajak (Studi Empiris di KPP Pratama Medan-Polonia)

21 176 216

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika Penggelapan Pajak (Tax Evasion)”.(Studi Empiris pada KPP Pratama Binjai)

11 62 145

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika Penggelapan Pajak (Tax Evasion)”.(Studi Empiris pada KPP Pratama Binjai)

0 1 14

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika Penggelapan Pajak (Tax Evasion)”.(Studi Empiris pada KPP Pratama Binjai)

0 0 2

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion). (studi empiris di kpp pratama medan-polonia)

1 1 15

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion). (studi empiris di kpp pratama medan-polonia)

0 0 2

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion). (studi empiris di kpp pratama medan-polonia)

1 3 52

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion). (studi empiris di kpp pratama medan-polonia) Chapter III V

0 0 81

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion). (studi empiris di kpp pratama medan-polonia)

0 0 6

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion). (studi empiris di kpp pratama medan-polonia)

0 0 40