Faktor-Faktor yang Menyebabkan Wajib Pajak Melakukan Tax Offenses, Tax Fraud, dan Tax Evasion (Studi Empiris di KPP Pratama Medan-Polonia)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keadilan Pajak
Menurut Anondo (2013), syarat keadilan adalah “pemungutan pajak
dilaksanakan secara adil baik dalam peraturan maupun realisasi pelaksanaannya”.
Keadilan dalam perpajakan merupakan faktor utama yang akan mendasari
setiap Wajib Pajak mau mematuhi peraturan perpajakan. Penelitian yang telah
dilakukan oleh Suryani pada tahun 2013 lalu, menghasilkan sebuah kesimpulan
bahwa keadilan memiliki hubungan yang positif terhadap etika penggelapan
pajak. Hal ini relevan dengan hipotesis yang telah ia nyatakan, dan bahkan relevan
dengan penelitian yang dilakukan oleh McGee (2008), Nickerson, et al (2009),
Suminarsasi (2011). Hasil penelitian menyatakan bahwa keadilan mempunyai
pengaruh positif dan signifikan terhadap penggelapan pajak.
Asas keadilan dalam prinsip Perundang-Undangan Perpajakan maupun
dalam hal pelaksanaannya harus dipegang teguh, walaupun keadilan itu sangat
relatif. Menurut Richard dan Peggy dalam buku Public Finance in Theory and
Practice terdapat dua macam asas keadilan pemungutan pajak, adalah sebagai
berikut:
1. Benefit Principle
Dalam sistem perpajakan yang adil, setiap Wajib Pajak harus

membayar pajak sejalan dengan manfaat yang dinikmatinya dari
pemerintah. Pendakatan ini disebut revenue and expenditure approach.

16
Universitas Sumatera Utara

2. Ability Principle
Dalam pendekatan ini menyatakan agar pajak dibebankan kepada
Wajib Pajak atas dasar kemampuan membayar.
Masalah keadilan dalam pemungutan pajak, dibebankan antara lain
sebagai berikut:
1. Keadilan horizontal
Pemungutan pajak adil secara horizontal apabila beban pajaknya sama
atas semua Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan yang sama
dengan jumlah tanggungan yang sama, tanpa membedakan jenis
penghasilan atau sumber penghasilan.
2. Keadilan vertikal
Keadilan

dapat


dirumuskan

(horizontal

dan

vertikal)

bahwa

pemungutan pajak adil, apabila orang yang dalam kondisi ekonomis
yang sama dikenakan pajak yang sama, demikian sebaliknya.
Seperti yang dikemukakan Mansury, Pajak Penghasilan hendaknya
dipungut sesuai dengan asas keadilan, maka diperlukan syarat keadilan sebagai
berikut:
1. Syarat keadilan horizontal, antara lain sebagai berikut:
a. Definisi Penghasilan
Memuat semua tambahan kemampuan ekonomis termasuk ke
dalam pengertian definisi penghasilan.


17
Universitas Sumatera Utara

b. Globality
Seluruh tambahan kemampuan ekonomis merupakan ukuran dari
keseluruhan kemampuan membayar (the global ability to pay).
Oleh karena itu, penghasilan dijumlahkan menjadi satu sebagai
objek pajak.

c. Net Income
Ability to pay yaitu jumlah neto setelah dikurangi semua biaya
yang tergolong dalam biaya untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan.

d. Personal exemption
Pengurangan yang diberikan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi
berupa Penghasilan Tidak kena Pajak (PTKP).

e. Equal treatment for the equals

Pengenaan pajak dengan perlakuan yang sama diartikan bahwa
seluruh penghasilan dikenakan pajak dengan tarif yang sama tanpa
membedakan jenis atau sumber penghasilan.
2. Syarat keadilan vertikal, antara lain sebagai berikut:
a. Unequal treatment for the unequals
Besarnya tarif dibedakan oleh jumlah seluruh penghasilan atau
jumlah seluruh tambahan kemampuan ekonomis (bukan perbedaan
jenis atau sumber penghasilan).

18
Universitas Sumatera Utara

b. Progression
Wajib Pajak yang penghasilannya besar, harus membayar pajak
yang besar dengan persentase tarif yang besar.
Dengan demikian, dari paparan mengenai keadilan pajak diatas dapat
dipahami bahwa setiap Wajib Pajak akan memperoleh keadilan yang sama dalam
perlakukan pengenaan pajak, baik dari segi tarif, pelayanan, cara pemungutan dan
penerapan Undang-Undang Perpajakan. Maka dari itu, setiap Wajib Pajak juga
berhak untuk memperoleh berbagai fasilitas dan pemanfaatan infrastruktur negara

secara adil sebagai bentuk apresiasi dari partisipasi dan kontribusi mereka yang
telah melakukan kewajiban mereka untuk membayar pajak.
2.2. Kepatuhan Wajib Pajak
1. Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak
Kepatuhan Wajib Pajak dikemukakan oleh Nowak (dalam Zain :
2004) sebagai “Suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan
kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi dimana:


Wajib Pajak paham atau berusaha untuk memahami semua
ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan.







Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas.
Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar.

Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.

19
Universitas Sumatera Utara

Menurut Keputusan Menteri Keuangan No.544/KMK.04/2000,
bahwa kriteria kepatuhan Wajib Pajak adalah:


Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak
dalam 2 tahun terakhir.



Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak,
kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda
pembayaran pajak.




Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana
dibidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir.



Dalam 2 tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam
hal terhadap Wajib Pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi
pada pemeriksaan yang terakhir untuk masing-masing jenis pajak
yang terutang paling banyak 5%.



Wajib Pajak yang laporan keuangannya untuk 2 tahun terakhir
diaudit oleh Akuntan Publik dengan pendapat wajar tanpa
pengecualian, atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak
mempengaruhi laba rugi fiskal.

2. Pentingnya

Kepatuhan


Wajib

Pajak

dalam

Meningkatkan

Penerimaan Pajak
Masalah kepatuhan Wajib Pajak adalah masalah penting di seluruh
dunia, baik bagi negara maju maupun di negara sedang berkembang.
Karena jika Wajib Pajak tidak patuh maka akan menimbulkan keinginan
untuk melakukan tindakan penghindaran, pengelakan, penyelundupan dan

20
Universitas Sumatera Utara

pelalaian pajak. Pada akhirnya tindakan tersebut akan menyebabkan
penerimaan pajak negara akan berkurang. Setiap Wajib Pajak diharapkan

memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi untuk melakukan pembayaran
pajak. Hal ini dikarenakan negara sangat membutuhkan pembayaran pajak
yang dilakukan oleh Wajib Pajak sebagai penerimaan bagi negara.
Kepatuhan Wajib Pajak yang tinggi akan mampu meningkatkan
penerimaan negara di bidang perpajakan. Hal ini selaras dengan sebuah
penelitian yang telah di lakukan bahwa kepatuhan Wajib Pajak akan
meminimalisir etika penggelapan pajak. Tetapi harus dipahami bahwa
setiap Wajib Pajak yang memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi tentunya
juga memiliki pengetahuan yang tinggi pula mengenai perpajakan.
Penelitian sebelumnya, yang dilakukan oleh Suryani (2013), tidak
menggunakan variabel kepatuhan Wajib Pajak sebagai alat ukur untuk
menilai tindakan etika penggelapan pajak. Tetapi dapat dianalogikan
bahwa setiap Wajib Pajak yang patuh, maka tidak akan melakukan
penggelapan pajak dan tentunya mereka sangat berperan aktif di dalam
meningkatkan penerimaan negara di sektor perpajakan.
2.3. Pengetahuan Wajib Pajak
Pengetahuan Wajib Pajak mengenai perpajakan secara keseluruhan
merupakan sesuatu yang sangat diharapkan. Palil (2005) dalam Witono (2008)
menemukan bahwa pengetahuan Wajib Pajak tentang pajak yang baik akan dapat
memperkecil adanya tax evasion. Hal senada juga ditemukan oleh Kassipillai, ia

mengatakan pengetahuan tentang pajak merupakan hal yang sangat penting bagi

21
Universitas Sumatera Utara

berjalannya SAS. Pengetahuan tentang peraturan pajak akan mempengaruhi sikap
Wajib Pajak terhadap kewajiban pajak. Hal serupa juga dinyatakan Vogel (1974),
Spicer dan Lounstedh (1976), Song dan Yarbourgh (1978), Laurin (1976), Kinsey
dan Grasmick (1993).
Mereka menemukan bahwa pengetahuan pajak akan bertambah dengan
panjangnya masa pendidikan yang dilakukan dan kursus, walaupun secara tidak
langsung tidak ditemukan adanya kaitan dengan sikap Wajib Pajak (dalam Palil
2005), Song dan Yarbrough, 1978 dikemukakan hasil penelitian bahwa semakin
tinggi pengetahuan akan peraturan pajak, semakin tinggi pula nilai etika terhadap
pajak. Robert et al (1991) menyatakan bahwa pengetahuan tentang peraturan
pajak akan mempengaruhi tax fairness (Palil, 2004). Christensen et al (1994) dan
Wartick (1994) bahwa pengetahuan yang semakin baik dari preparer maupun
individu akan memiliki persepsi yang baik terhadap sistem pajak. Menurut
Rahayu dan Fallan (2010 : 141) menyatakan bahwa:
Pentingnya aspek perpajakan bagi Wajib Pajak sangat mempengaruhi

sikap Wajib Pajak terhadap sistem perpajakan yang adil. Dengan
kualitas pengetahuan yang semakin baik akan memberikan sikap
memenuhi kewajiban dengan benar melalui adanya sistem perpajakan
suatu negara yang dianggap adil. Kesadaran Wajib Pajak akan
meningkat bilamana dalam masyarakat muncul persepsi positif terhadap
pajak. Dengan meningkatnya pengetahuan perpajakan masyarakat
melalui pendidikan perpajakan baik formal maupun non formal akan
berdampak positif terhadap pemahaman dan kesadaran Wajib Pajak
dalam membayar pajak. Dengan penyuluhan perpajakan secara intensif
dan kontinyu akan meningkatkan pemahaman Wajib Pajak tentang
kewajiban membayar pajak sebagai wujud gotong royong nasional
dalam menghimpun dana untuk kepentingan pembiayaan pemerintahan
dan pembangunan nasional.

22
Universitas Sumatera Utara

Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengetahuan setiap
Wajib Pajak mengenai perpajakan, mulai dari sistem perpajakan sampai dengan
Undang-Undang Perpajakan, akan memberikan motivasi untuk menjadi seorang
Wajib Pajak yang patuh dalam membayar pajak. Maka dari itu, setiap Wajib Pajak
berhak memperoleh pemahaman yang sama dan mendalam mengenai sistem
perpajakan di Indonesia. Hal ini menjadi kewajiban juga bagi Pemerintah untuk
memberikan pemahaman kepada Wajib Pajak, mulai dari melakukan berbagai
penyuluhan, sosialisasi dan penataran lainnya. Setiap Wajib Pajak yang mampu
memahami perpajakan secara mutlak, maka akan memahami pula bahwa
penggelapan pajak itu tidak boleh dilakukan. Dengan demikian, pemahaman
mengenai perpajakan ini akan memperkecil pelaksanaan tax offenses, tax evasion,
dan tax fraud juga akan di minimalisir.
2.4. Sistem Perpajakan
Menurut Purwono (2011 : 12), hingga saat ini ada 3 sistem yang
diaplikasikan dalam pemungutan pajak, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Official Assesment System
Melalui sistem ini banyak pajak ditentukan oleh fiskus dengan
mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP Rampung). Jadi, dapat
dikatakan bahwa Wajib Pajak bersifat pasif. Tahapan-tahapan
dalam menghitung dan memperhitungkan pajak yang terutang
ditetapkan oleh fiskus yang terutang dalam SKP. Selanjutnya
Wajib Pajak baru aktif ketika melakukan penyetoran pajak terutang
berdasarkan

ketetapan

SKP

tersebut.

Indonesia

pernah

23
Universitas Sumatera Utara

menggunakan sistem ini pada kurun waktu awal kemerdekaan
dengan mengadopsi atau tetap memberlakukan beberapa peraturan
perpajakan

buatan

Belanda

hingga

tahun

1997,

ketika

diperkenalkan sitem Menghitung Pajak Sendiri (MPS) dan
Menghitung Pajak Orang lain (MPO) yang oleh sebahagian ahli
disebut dengan Semi Self Assesment System.
b. Self Assesment System
Sistem ini mulai diaplikasikan bersamaan dengan reformasi
perpajakan tahun 1983 setelah terbitnya Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
yang mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1984. Dalam memori
penjelasan Undang-Undang tersebut bahwa anggota masyarakat
Wajib

Pajak

diberi

kepercayaan

untuk

melaksanakan

kegotongroyongan melalui sistem menghitung, memperhitungkan,
dan membayar sendiri pajak yang terutang (self assesment),
sehingga melalui sistem ini administrasi perpajakan diharapkan
dapat dilaksanakan dengan lebih rapi, terkendali, sederhana, dan
mudah dipahami oleh anggota masyarakat Wajib Pajak. Selain itu,
Wajib Pajak juga diwajibkan untuk melaporkan secara teratur
jumlah pajak yang terutang dan yang telah dibayar sebagaimana
yang

ditentukan

dalam

Peraturan

Perundang-Undangan

Perpajakan. Pemerintah, dalam hal ini aparat perpajakan, sesuai
dengan fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan, penelitian,

24
Universitas Sumatera Utara

dan pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan
Wajib Pajak berdasarkan ketentuan yang digariskan dalam
Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan.
c. Withholding Tax System
Dengan sistem ini pemungutan dan pemotongan pajak dilakukan
melalui pihak ketiga. Untuk waktu sekarang, sistem ini tercermin
pada pelaksanaan pengenaan Pajak penghasilan dan Pajak
Pertambahan

Nilai.

Contohnya

adalah

pemotongan

Pajak

Penghasilan Pasal 21 dan Pajak Penghasilan Pasal 23 oleh pihak
lain, atau pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pajak
Pertambahan Nilai.
Apabila dicermati dengan seksama, ketiga sistem ini digunakan secara
terintegrasi pada pemungutan sistem pemungutan pajak di Indonesia. Self
Assesment System berlaku ketika Wajib Pajak melaksanakan administrasi
perpajakan yang menjadi kewajibannya (menghitung, memperhitungkan, dan
menyetor pajak terutang). Pada saat yang bersamaan, jika posisi Wajib Pajak
adalah pemungut atau pemotong karena berkedudukan sebagai pemberi kerja atau
pihak yang berwenang memungut pajak, maka Withholding Tax System juga
digunakan. Sedangkan Official Assesment System berlaku ketika fiskus
melakukan pemeriksaan dan menerbitkan surat ketetapan pajak (SKP) atas
laporan Wajib Pajak. Namun demikian, hingga saat ini Indonesia menerapkan Self
Assesment System dalam pemungutan pajak.

25
Universitas Sumatera Utara

2.5. Diskriminasi
1. Pengertian Diskriminasi
Menurut

Wikipedia

(2010),

diskriminasi

merujuk

kepada

pelayanan yang tidak adil terhadap individu tertentu, di mana layanan ini
dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut.
Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam
masyarakat manusia, ini disebabkan karena kecenderungan manusia untuk
membeda-bedakan yang lain.
Ketika

seseorang

diperlakukan

secara

tidak

adil

karena

karakteristik suku, antargolongan, kelamin, ras, agama dan kepercayaan,
aliran politik, kondisi fisik atau karateristik lain yang diduga merupakan
dasar dari tindakan diskriminasi. Diskriminasi langsung, terjadi saat
hukum, peraturan atau kebijakan jelas-jelas menyebutkan karakteristik
tertentu, seperti jenis kelamin, ras, dan sebagainya, dan menghambat
adanya peluang yang sama. Diskriminasi tidak langsung, terjadi saat
peraturan yang bersifat netral menjadi diskriminatif saat diterapkan di
lapangan.
2. Diskriminasi dalam Bidang Perpajakan
Diskriminasi dalam bidang perpajakan adalah adanya suatu
perlakuan tidak adil yang dilakukan oleh pihak fiskus kepada Wajib Pajak.
Diskriminasi dapat dilakukan karena adanya suatu bentuk hubungan
istimewa ataupun karena sesuatu hal lainnya. Diskriminasi dalam bidang
perpajakan dapat menimbulkan ketidakadilan antara satu pihak dengan

26
Universitas Sumatera Utara

pihak lainnya. Misalnya, penerapan tarif yang dilakukan berbeda-beda
dapat menyebabkan ketidakadilan selain itu adanya penerapan sistem yang
memberikan pelayanan yang berbeda-beda tergantung dari besarnya pajak
yang dibayarkan. Hal ini merupakan sebuah pelanggaran besar yang
seharusnya tidak dilakukan. Apabila masalah diskriminasi dapat
diselesaikan di bidang perpajakan, maka penerimaan pajak juga akan
meningkat. Setiap Wajib Pajak berhak memperoleh perlakuan yang sama.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Suryani (2013),
diskriminasi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap etika
penggelapan pajak. Hal ini dibuktikan dengan penyebaran kuesioner yang
telah dilakukan oleh peneliti, kemudian dilakukan pengujian terhadap
kuesioner tersebut dan ternyata diskriminasi di bidang perpajakan
berbanding lurus dengan etika penggelapan pajak. Analoginya adalah
ketika Wajib Pajak merasa bahwa terdapat diskriminasi di dalam bidang
perpajakan tentunya mereka enggan untuk melakukan pembayaran pajak.
Diskriminasi menyebabkan Wajib Pajak merasa diperlakukan secara tidak
adil, selain itu adanya penerapan sistem yang memihak dan bahkan
berbagai Peraturan Perpajakan di terapkan secara tidak baik. Tentunya,
Wajib Pajak akan berpikir untuk apa taat membayar pajak, jikalau mereka
tidak memperoleh perlakuan yang baik. Dengan demikian, ketika
diskriminasi di bidang perpajakan meningkat maka tingkat penggelapan
pajak juga akan meningkat secara signifikan.

27
Universitas Sumatera Utara

2.6. Tax Offenses (Perlawanan Pajak)
Dalam penjelasan Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan (UU KUP) telah dinyatakan bahwa pajak merupakan salah satu
sarana dan hak tiap wajib pajak untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan
negara dan pembangunan. Dalam penerapannya banyak sekali kendala-kendala
yang dialami oleh badan perpajakan dalam memungut pajak dari setiap wajib
pajak, selain karena kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pajak
karena maraknya kasus korupsi yang dilakukan oleh pegawai pajak.
Tax offenses adalah upaya perlawanan dari Wajib Pajak baik secara pasik
atau aktif tidak melaporkan dan tidak membayar pajak terhutang sesuai dengan
Undang-Undang baik dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak maupun bekerjasama
dengan orang lain.
2.7. Tax Fraud (Penggelapan Pajak)
Masri (2012:5), menjelaskan pembahasan mengenai penggelapan pajak
adalah sebagai berikut: “Usaha-usaha memperkecil jumlah pajak dengan
melanggar ketentuan-ketentuan pajak yang berlaku”.
Penggelapan pajak, cenderung dilakukan oleh Wajib Pajak yang memiliki
penghasilan dalam jumlah yang tidak besar dan umumnya adalah Wajib Pajak
orang pribadi. Hal ini dilakukan karena:
a. Tidak punya kemampuan untuk mencari celah Undang-Undang Pajak.
b. Apabila

dokter/profesional

bebas

menyembunyikan

pendapatannya, kecil kemungkinan diketahui

sebahagian

oleh fiskus kerena

pencatatan penghasilannya dilakukan oleh pihak Wajib Pajak itu sendiri.

28
Universitas Sumatera Utara

c. Penghasilan para profesional bebas sulit dilacak oleh fiskus karena biaya
yang dibayar oleh pasien kepada dokter tidak mengurangi penghasilan
kena pajak seseorang. Biaya tersebut dianggap sebagai konsumsi.
2.8. Tax Evasion (Penghindaran Pajak Secara Illegal)
Dalam penjelasan Undang-unang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (UU KUP) telah dinyatakan bahwa pajak merupakan salah satu sarana
dan hak tiap wajib pajak untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan negara dan
pembangunan. Namun bagi pelaku bisnis pajak dianggap sebagai beban investasi.
Wajar bila perusahaan/pengusaha berusaha untuk menghindari beban pajak
dengan melakukan perencanaan pajak yang efektif.
Menurut Arnold dan McIntyre (1995), penghindaran pajak merupakan
upaya penghindaran atau penghematan pajak yang masih dalam kerangka
memenuhi ketentuan perundangan (lawful fashion). Penghindaran pajak
dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Penghindaran pajak secara legal
Penghindaraan pajak melalui celah ketidaklengkapan UndangUndang pajak sehingga dianggap tidak bertentangan dengan hukum yang
berlaku (Tax Avoidance).
b. Penghindaran pajak secara ilegal
Penghindaran pajak dengan cara yang bertentangan dengan
Undang-Undang perpajakan sehingga diancam sanksi administratif
maupun sanksi pidana (Tax Evasion).

29
Universitas Sumatera Utara

2.9. Penelitian Terdahulu

Penelitian
(Tahun)
Irma
Suryani
Rahman
(2013)

Judul
Penelitian
Pengaruh
keadilan, sistem
perpajakan,
diskriminasi,
dan
kemungkinan
terdeteksinya
kecurangan
terhadap
persepsi Wajib
Pajak Mengenai
Etika
Penggelapan
Pajak
(Tax
Evasion).

Variabel Penelitian
1. Keadilan (X1)
2. Sistem
Perpajakan
(X2)
3. Diskriminasi
(X3)
4. Kemungkinan
Terdeteksinya
Kecurangan
(X4)
5. Etika
Penggelapan
Pajak (Y)

Fadjar O.P. The Influence of Variabel
Siahaan
Tax
Fairness Independen:

Table 2.1
Penelitian Terdahulu
Metode Penelitian
Persamaan
Perbedaan
1. Variabel
1. Ruang lingkup
independen yang
pengambilan
sampel dalam
sama yaitu
penelitian
ini
Keadilan, Sistem
Perpajakan,
pada KPP di
Diskriminasi dan
Jakarta
dan
Kemungkinan
lebih dari satu
KPP.
Terdeteksinya
2. Variabel
Kecurangan.
2. Proses
Independen
pengambilan
lebih kompleks
sampel dengan
jika
metode
dibandingkan
convenience
dengan
penelitian
nonprobability
terdahulu.
sampling.
3. Menggunakan
skala likert untuk
pengukuran
variable.
Terdapat
variabel
1. Terdapat
independen yang sama
variabel

Hasil Penelitian
Penggelapan
pajak
merupakan sesuatu yang
seharusnya dapat diatasi.
Variabel independen dari
penelitian ini berpengaruh
terhadap persepsi Wajib
Pajak mengenai etika
penggelapan
pajak,
terkecuali
sistem
perpajakan
dan
kemungkinan
terdeteksinya kecurangan
memiliki pengaruh negatif.
Penelitian ini memberikan
banyak
pertimbangan
untuk mengatasi berbagai
penggelapan pajak.

Hasil dari penelitian ini
adalah terdapat pengaruh

30
Universitas Sumatera Utara

Expert Staff
in
Indonesian
Supreme
Audit
Institution
Airlangga
University
Surabaya
Indonesia
(2012)

and
Communication
on
Voluntary
Compliance:
Trust as an
Intervening
Variable

1. Tax Fairness
2. Communication
3. Trust
Variabel Dependen:
1. Tax Compliance

Suminarsasi
dan
Supriyadi
(2011)

Pengaruh
Keadilan,
Sistem
Perpajakan, dan
Diskriminasi
terhadap
Persepsi Wajib
Pajak Mengenai
Etika
Penggelapan
Pajak.

1. Keadilan (X1)
2. Sistem
Perpajakan
(X2)
3. Diskriminasi
(X3)
4. Etika
Penggelapan
Pajak (Y)

Ayu
dan Persepsi Wajib
Hastuti
Pajak: Dampak
(2009)
Pertentangan
Diametral Pada

Variabel
Independen:
Kecurangan,
Keadilan, Ketepatan

yaitu Tax Fairness.

independen
yang berbeda
yaitu
Communication
and Trust.
2. Lokasi
penelitian
berbeda.
3. Adanya variabel
Communication
and Trust.

1. Variabel independen
yang sama yaitu Sistem
Perpajakan dan
Diskriminasi.
2. Proses pengambilan
sampel dengan metode
convenience
nonprobability
sampling.
3. Menggunakan skala
likert untuk
pengukuran variabel.
1. Variabel
Independen yaitu
Kemungkinan
Terdeteksi

1. Ruang lingkup
pengambilan
sampel dalam
penelitian
ini
pada KPP di
Jakarta.
2. Variable
independen
yaitu
Kecenderungan
Personal.

yang
langsung
dan
signifikan yang tampak
pada variabel independen
Tax fairness terhadap
kepatuhan Wajib Pajak
(Tax Compliance), dan
tidak terdapat pengaruh
langsung dan signifikan
yang tampak pada variabel
independen
Communication terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak.
Penggelapan
pajak
dipandang sebagai suatu
hal yang etis dan juga
tidak etis, hasil dari
penelitian
ini
hanya
mendukung dua dimensi
saja,
yaitu
sistem
perpajakan
dan
diskriminasi,
sehingga
variable keadilan belum
bisa dibuktikan.

1. Ruang lingkup
penelitian ini
dilakukan Pada
Wajib Pajak di

Berdasarkan
pengujian
yang dilakukan dengan
regresi liner ditemukan
bahwa
kemungkinan

31
Universitas Sumatera Utara

Ayu (2011)

Tax
Evasion
Wajib
Pajak
Dalam
Aspek
Kemungkinan
Terdeteksinya
Kecurangan,
Keadilan,
Ketepatan
Pengalokasian,
Teknologi
Sistem
Perpajakan dan
Kecenderungan
Personal (Studi
Wajib
Pajak
Orang Pribadi).

Pengalokasian,
dan
Teknologi Informasi
Sistem
Perpajakan
Variabel Dependen:
Penggelapan
Pajak
(Tax Evasion)

Kecurangan.
2. Variabel Dependen
Penggelapan Pajak
(Tax Evasion).
3. Data dianalisis
dengan Analisis
Regresi Linier
Berganda.

Persepsi
Efektivitas
Pemeriksaan
Pajak Terhadap
Kecenderungan
Melakukan
Perlawanan
Pajak.

Variabel
Independen:
Wajib Pajak, Fiskus
dan
Pemeriksaan
Pajak.
Variabel Dependen:
Penggelapan Pajak

1.

Variabel
independen
Pemeriksaan pajak.
2. Variabel Dependen
Penggelapan Pajak.

Kantor
terdeteksinya kecurangan
Pelayanan Pajak terhadap
tax
evasion
se Jogjakarta.
mempunyai
koefisien
negatif (-0.501 ) yang
signifikan (.00), Hasil
pengujian
juga
menunjukan
bahwa
pengaruh
ketepatan
pemanfaatan hasil pajak
berpengaruh secara negatif
(0.28 6) dan signifikan
(.003)
terhadap
tax
evasion.
Sedangkan
persepsi terhadap keadilan,
penggunaan teknologi dan
kecenderungan tax evasion
seseorang ternyata tidak
berpengaruh
secara
signifikan pada tingkat tax
evasion.
1. Ruang lingkup
Hasil pengujian dengan
penelitian ini
menggunakan
regresi
dilakukan di
linear
sederhana
Wajib Pajak
menunjukan hasil bahwa
persepsi
terhadap
Orang Pribadi
yang
kemungkinan
mempunyai
terdeteksinya kecurangan
usaha, yang
berpengaruh
negatif

32
Universitas Sumatera Utara

Nickerson,
Barry
University,
Larry
Pleshko,
Kuwait
University,
(2010)

Presenting The
Dimensionality
of An Ethics
Scale Pertaining
to Tax Evasion

Variabel
Independen:
Fairness, Tax System,
and
Discrimination
Variabel Dependen:
Tax Evasion

1. Variabel Independen
Tax
System
and
Discrimination.
2. Variabel Dependen
Tax Evasion.

Mcgee,
A Comparative
Simon S.M Study
on
Ho,
and Perceived,
Annie
Ethics of Tax

Variabel
Independen:
Ethics,
Tax,
Hongkong, The US,

1. Variabel Independen
Ethics.
2. Variabel Dependen
3. Tax Evasion.

berlokasi di
Semarang.
2. Metode
penentuan
sample dalam
penelitian ini
adalah quota
sampling.
3. Anlisis data
dengan regresi
linier sederhana.
1. Ruang lingkup
penelitian
ini
dilakukan di enam
Negara,
yaitu
Argentina,
Guatemala, Poland,
Romania,
United
Kingdom dan USA.

1. Ruang lingkup
penelitian ini
dilakukan
Hongkong dan US.

terhadap tax evasion.
Persentase kemungkinan
suatu pemeriksaan pajak
dilakukan sesuai dengan
aturan perpajakan dapat
mendeteksi
kecurangan
yang dilakukan Wajib
Pajak
sehingga
berpengaruh pada Tax
Evasion.
Hasil
penelitian
menunjukkan
tingkat
penilaian
di
masingmasing
Negara
berbedabeda. UK memiliki
nilai rata-rata terendah
sebesar
4.15
yang
mengindikasikan
rendahnya
perlawanan
terhadap
tindak
penggelapan pajak, USA
memiliki skor ratarata
tertinggi sebesar 5.62.
Hasil
penelitian
menunjukkan penelitian di
dua Negara tersebut bahwa
penggelapan pajak adalah

33
Universitas Sumatera Utara

(2008)

Evasion:
Hongkong Vs
the
United
States

Cultural differecnes.
Variabel Dependen:
Tax Evasion

Inge
Nickerson,
Barry
University
Larry
Pleshko,
Kuwait
University
Robert W.
McGee,
Florid
a
Internation
al
University
(2009)

Presenting The
Dimensionality
Of An Ethics
Scale Pertaining
To Tax Evasion.

Variabel
Independen :
1. Fairness
2. Tax System
3.
Discrimination
Variabel Dependen :
1. Tax Evasion

Terdapat
variabel
Independen yang sama
dengan
penelitianpenelitian
sebelumnya,
yaitu
Fairness,
Tax
System,
dan
Discrimination.

2. Populasi dalam
penelitian adalah 90
mahasiswa bisnis di
Universitas Baptist
di Hongkong dan
273 mahasiswa
bisnis di US.
3. Teknik
pengumpulan data
melalui survey
Pengambilan
sampel
yang dilakukan hingga
120 individu, dan dari 6
negara yang berbeda.
Penelitian ini juga
dilakukan
dengan
kegiatan
analisis,
diskusi
dan
studi
pustaka.

etis atau tidak etis,
tergantung dari beberapa
keadaan
dimana
pemerintah yang korup,
performa
pemerintahan
yang
buruk,
adanya
ketidakadilan, lemahnya
hukum,
perbedaan
kebudayaan dan motif
keegoisan.
Hasil penelitian ini adalah
fairness
memiliki
hubungan
ataupun
pengaruh positif terhadap
tax evasion, sedangkan
discrimination
memiliki
hubungan negatif dan Tax
system juga memiliki
hubungan negatif dalam
mempengaruhi
etika
penggelapan pajak.

34
Universitas Sumatera Utara

2.10. Keterkaitan Antar Variabel dengan Hipotesis
1. Keadilan dengan Tax Offenses, Tax Fraud, dan Tax Evasion
Teori keadilan dalam penelitian ini berperan sebagai teori yang
melihat apakah sistem perpajakan yang ada di dalam suatu negara sudah
berjalan sesuai dengan hukum dan standar yang sudah memenuhi kriteria
adil atau belum. Dalam konteks perpajakan, keadilan mengacu pada
pertukaran antara pembayar pajak dengan pemerintah, yaitu apa yang
Wajib Pajak terima dari pemerintah atas sejumlah pajak yang telah di
bayar (Spicer & Lundstedt, 1976).
Ada dua premis dasar mengenai teori keadilan, yaitu salah satunya
adalah bahwa penilaian keadilan diasumsikan berdasarkan proksi atas
kepercayaan antar pribadi untuk berprilaku dengan cara yang kooperatif
dalam lembaga-lembaga sosial. Kedua adalah banyak orang diasumsikan
menggunakan jalan pintas kognitif untuk memastikan apakah mereka
memiliki penilaian mengenai keadilan yang tersedia ketika mereka perlu
untuk membuat keputusan tentang keterlibatan dalam perilaku yang
kooperatif (Greenberg, 2003). Melalui hal tersebut dapat dilihat, bahwa
persepsi adil bagi seseorang akan sangat mempengaruhi perilaku mereka
ketika ingin terlibat dalam suatu kegiatan yang berhubungan dengan
pemerintah dan juga secara tidak langsung mempengaruhi perilaku dari
setiap orang yang terlibat secara bersamaan.
Sama halnya dengan bidang perpajakan, maka dapat diketahui
bahwa korelasi antara keadilan dengan tax offenses, tax fraud, dan tax

35
Universitas Sumatera Utara

evasion adalah sangat erat. Hal ini dapat dianalogikan dengan keadilan
yang akan diberikan oleh pemerintah dalam hal ini adalah Ditjen Pajak
ataupun fiskus dalam bentuk pelayanan, tarif, kesamaan penerapan sistem
perpajakan dan lain sebagainya. Maka dari itu, harus terdapat keadilan
baik dalam hal perlakukan yang sama terhadap setiap Wajib Pajak dan
juga bentuk realisasi dari kontribusi Wajib Pajak yang telah melakukan
pembayaran pajak secara teratur.
Hasil penelitian Suryani (2013 : 110) menyatakan bahwa, “variabel
Keadilan mempunyai tingkat signifikasi sebesar 0,001 dan nilai t sebesar
3,310. Hal ini berarti Ha1 diterima sehingga dapat dikatakan bahwa
keadilan berpengaruh positif dan signifikan terhadap penggelapan pajak
karena tingkat signifikasi yang dimiliki variabel keadilan < 0,05 (0,001 <
0,05) dan nilai thitung> 1,97 (3,310 > 1,97)”. Perlakuan yang tidak adil
dapat menyebabkan Wajib Pajak melakukan tax offenses, tax fraud, dan
tax evasion, malas membayar pajak, dan tidak perduli dengan peraturan
perpajakan. Mereka akan merasa rugi telah membayar pajak apabila tidak
memperoleh umpan balik yang baik. Dengan demikian, perlakuan yang
adil akan berpartisipasi untuk meminimalisir tax offenses, tax fraud, dan
tax evasion. Hipotesis kedua adalah:
Ha1 : Keadilan berpengaruh positif terhadap tax offenses, tax fraud, dan tax
evasion.

36
Universitas Sumatera Utara

2. Kepatuhan Wajib Pajak dengan Tax Offenses, Tax Fraud, dan Tax
Evasion
Definisi kepatuhan perpajakan menurut James yang dikutip oleh
Gunadi (dalam Anggraeni 2013 : 5) menyatakan bahwa:
Kepatuhan pajak (Tax Compliance) Berarti bahwa Wajib Pajak
mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban pajaknya sesuai
dengan aturan yang berlaku tanpa perlu diadakannya pemeriksaan.
Investigasi sesama (obtrusive investigasi), peringatan ataupun
ancaman dan penerapan sanksi baik hukum maupun administrasi.
Menurut Nurmantu (dalam Anggraeni 2013 : 86), terdapat dua
macam kepatuhan yaitu kepatuhan materil dan kepatuhan formal.
Kepatuhan materil adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara
substantif memenuhi semua ketentuan materil perpajakan, yakni sesuai isi
dan jiwa Undang-Undang Perpajakan. Sedangkan yang dimaksudkan
kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi
kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-Undangan Perpajakan. Kewajiban perpajakan formal diatur
dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan.
Korelasi antara kepatuhan Wajib Pajak dengan tax offenses, tax
fraud, dan tax evasion adalah setiap Wajib Pajak yang memiliki tingkat
kepatuhan yang tinggi tidak akan melakukan tax offenses, tax fraud, dan
tax evasion. Kepatuhan Wajib Pajak yang baik akan dapat dilihat dari
keteraturannya untuk menyetorkan pajak. Kepatuhan Wajib Pajak di
dasarkan pada adanya kesadaran secara mutlak untuk turut serta dalam
pelaksanaan pembangunan nasional. Dengan demikian kepatuhan Wajib

37
Universitas Sumatera Utara

Pajak sangat erat hubungannya dengan tax offenses, tax fraud, dan tax
evasion. Hipotesis ketiga adalah:
Ha2 : Kepatuhan Wajib Pajak berpengaruh negatif terhadap tax offenses,
tax fraud, dan tax evasion.
3. Pengetahuan Wajib Pajak dengan Tax Offenses, Tax Fraud, dan Tax
Evasion
Dalam penelitian Rahayu (2006) pengetahuan pajak dan keadilan
mempengaruhi tingkat kepatuhan Wajib Pajak secara signifikan yang
dilakukan pada 107 Wajib Pajak pribadi dan badan pada KPP Surakarta.
Penelitian yang diungkapkan oleh Cristensen et al. (1994) bahwa Wajib
Pajak yang memiliki pengetahuan yang baik, akan memiliki persepsi
keadilan yang positif terhadap sistem perpajakan yang berakibat tingkat
kepatuhan pajak lebih tinggi.
Setiap Wajib Pajak diharapkan mampu memperoleh pengetahuan
mengenai perpajakan secara baik. Menurut Hidayat (2013 : 358), untuk
meningkatkan pengetahuan Wajib Pajak maka harus dilakukan sosialisasi
secara luas, yang diharapkan dapat dijangkau oleh seluruh WP, sehingga
WP tahu hak dan kewajibannya. Dimana, analoginya sebenarnya
Direktorat Jenderal Pajak mebutuhkan Wajib Pajak untuk taat pajak,
bukan Wajib Pajak yang butuh membayar pajak. Dengan demikian,
melalui sosialisasi perpajakan maka Wajib Pajak akan memiliki
pengetahuan yang lebih baik, mereka juga akan memiliki kesadaran yang
lebih tinggi untuk membayar pajak.

38
Universitas Sumatera Utara

Korelasi antara pengetahuan Wajib Pajak dengan tax offenses, tax
fraud, dan tax evasion adalah setiap Wajib Pajak yang memiliki
pengetahuan pajak yang sempurna dia akan menyadari posisinya sebagai
seorang Wajib Pajak. Maka, Wajib Pajak tersebut akan melakukan
pembayaran pajak dengan baik, dia tidak akan merasa dirugikan dengan
melakukan pembayaran pajak tersebut. Pengetahuan Wajib Pajak yang
baik, akan meminimalisir terjadinya tax offenses, tax fraud, dan tax
evasion. Hal ini dikarenakan setiap Wajib Pajak akan melaksanakan
kewajibannya sebagaimana mestinya, setiap Wajib Pajak yang merupakan
para akademisi, ataupun praktisi akan lebih mampu memahami
kewajibannya tanpa harus memungkiri dengan cara melakukan tax
offenses, tax fraud, dan tax evasion. Hipotesis keempat adalah:
Ha3 : Pengetahuan Wajib Pajak berpengaruh negatif terhadap etika
penggelapan pajak.
4. Sistem Perpajakan dengan Tax Offenses, Tax Fraud, dan Tax Evasion
Sistem perpajakan di Indonesia menerapkan Self Assesment
System yaitu suatu sistem pemungutan yang Wajib Pajaknya boleh
menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang
harus disetor. Dalam sistem ini, Wajib Pajak bersifat aktif, sedangkan
fiskus (pemerintah) hanya mengawasi. Oleh karena itu, Wajib Pajak harus
mengetahui kapan mulainya suatu kewajiban pajak dan kapan berakhirnya
kewajiban-kewajiban yang menyertainya.

39
Universitas Sumatera Utara

Dalam penelitian Suryani (2013 : 96) menunjukkan sistem
perpajakan mempunyai tingkat pengaruh signifikasi sebesar 0,036 dan
nilai t sebesar - 2,115. Hal ini berarti Ha2 diterima sehingga dapat
dikatakan bahwa sistem perpajakan berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap penggelapan pajak karena tingkat signifikasi yang dimiliki
variabel sistem perpajakan < 0,05 (0,036 < 0,05) dan nilai t hitung> 1,97 (2,115 > 1,97). Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang
dilakukan oleh McGee (2008), Nickerson, et al (2009), Suminarsasi (2011)
menyatakan bahwa sistem perpajakan memiliki korelasi negatif signifikan
terhadap penggelapan pajak.
Pengaplikasian sistem perpajakan menjadi sesuatu yang sangat
penting. Hal ini berarti para Wajib Pajak menganggap bahwa semakin
bagus sistem perpajakannya maka perilaku tax offenses, tax fraud, dan tax
evasion dianggap sebagai perilaku yang tidak etis. Akan tetapi apabila
sistem perpajakannya semakin tidak bagus, maka perilaku tax offenses, tax
fraud, dan tax evasion dianggap sebagai perilaku yang cenderung etis.
Sangat jelasa bahwa sistem perpajakan yang diterapkan sebuah negara
merupakan motivasi bagi masyarakat untuk membayar pajak.
Peneliti berargumen bahwa pengelolaan uang pajak yang dapat
dipertanggungjawabkan, petugas pajak yang kompeten dan tidak korup,
dan juga prosedur perpajakan yang tidak berbelit-belit akan membuat
Wajib Pajak enggan untuk melakukan tax offenses, tax fraud, dan tax
evasion. Akan tetapi, apabila pengelolaan uang pajak tidak jelas, ditambah

40
Universitas Sumatera Utara

lagi petugas pajaknya justru mengkorupsi uang pajak, maka para Wajib
Pajak enggan untuk melaporkan kewajibannya dengan jujur, mereka akan
cenderung untuk melakukan tax offenses, tax fraud, dan tax evasion.
Hipotesis kelima adalah:
Ha4 : Sistem Perpajakan berpengaruh negatif terhadap tax offenses, tax
fraud, dan tax evasion.
5. Diskriminasi dengan Tax Offenses, Tax Fraud, dan Tax Evasion
Diskriminasi adalah merujuk pada pelayanan yang tidak adil
terhadap individu tertentu, dimana pelayanan ini dibuat berdasarkan
karakteristik yang diwakili individu tersebut. Sama halnya dengan
diskriminasi di bidang perpajakan yaitu suatu keadaan dimana menurut
Danandjaja (2003) diskriminasi adalah perlakuan yang tidak seimbang
terhadap perorangan atau kelompok, berdasarkan sesuatu, biasanya
bersifat kategorikal, atau atribut-atribut khas, seperti berdasarkan ras,
kesuku bangsaan, agama, atau keanggotaan kelas-kelas sosial.
Hasil penelitian Suryani (2013 : 114), variabel diskriminasi
mempunyai tingkat signifikasi sebesar 0,000 dan nilai t sebesar 7,350. Hal
ini berarti Ha3 diterima sehingga dapat dikatakan bahwa diskriminasi
berpengaruh positif dan signifikan terhadap penggelapan pajak karena
tingkat signifikasi yang dimiliki variabel diskriminasi < 0,05 (0,000 <
0,05) dan nilai thitung> 1,97 (7,350 > 1,97).
Di dalam bidang perpajakan, diskriminasi merupakan suatu kondisi
dimana pihak Ditjen Pajak membeda-bedakan perlakuan terhadap setiap

41
Universitas Sumatera Utara

Wajib Pajak. Diskriminasi ini akan meningkatkan tax offenses, tax fraud,
dan tax evasion yang akan dilakukan oleh Wajib Pajak, dimana kondisi ini
disebabkan oleh pihak Ditjen Pajak sendiri yang tidak mampu berlaku
adil. Diskriminasi ini, tercipta karena suatu keadaan-keadaan tertentu,
misalnya adanya hubungan istimewa diantara pihak Ditjen pajak dengan
Wajib Pajak. Hal ini menyebabkan mereka akan melakukan kecurangan
misalnya saja melakukan transfer pricing, kerja sama untuk memperkecil
pajak, kemudian akan memberikan imbalan kepada pihak Ditjen Pajak.
Hal ini akan meningkatkan terjadinya tax offenses, tax fraud, dan tax
evasion. Hipotesis keenam adalah:
Ha5 : Diskriminasi berpengaruh positif terhadap tax offenses, tax fraud,
dan tax evasion.
Ha6 : Keadilan (tax fairness), kepatuhan Wajib Pajak (tax compliance),
pengetahuan Wajib Pajak (tax knowledge), sistem perpajakan (tax
system), dan diskriminasi (discrimination) berpengaruh secara simultan
terhadap tax offenses, tax fraud, dan tax evasion.

42
Universitas Sumatera Utara

2.11. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual ini memaparkan keterkaitan antara variabel-variabel
independen terhadap variabel dependen.

Keadilan (X1)
Kepatuhan Wajib
Pajak (X2)
Persepsi Wajib
Pajak Mengenai
Tax Offenses, Tax
Fraud, dan Tax
Evasion (Y1)

Pengetahuan Wajib
Pajak (X3)
Sistem Perpajakan
(X4)
Diskriminasi (X5)

Gambar 2.1
Kerangka Konseptual

43
Universitas Sumatera Utara

2.12. Kerangka Operasional Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka secara
skematis dapat dipaparkan kerangka pemikiran sebagai berikut:

Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) Pratama – Medan
Polonia

Persepsi Wajib Pajak Mengenai Tax
Offenses, Tax Fraud, dan Tax Evasion (Y1)

Keadilan (X1)

Pengetahuan Wajib
Pajak (X3)
Kepatuhan Wajib
Pajak (X2)

Diskriminasi (X5)

Sistem Perpajakan
(X4)

Statistik Deskriptif

Uji Kualitas Data:
1. Uji Validitas Data
2. Uji Reliabilitas

44
Universitas Sumatera Utara

Uji Asumsi Klasik:
1. Normalitas
2. Multikolonieritas
3. Heteroskedastisitas

Uji Regresi Berganda

Uji Hipotesis Penelitian

Adjusted R2

Uji F

Uji t

Analisis dan Pembahasan
Gambar 2.2
Kerangka Pemikiran Penelitian

45
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor yang Menyebabkan Wajib Pajak Melakukan Tax Offenses, Tax Fraud, dan Tax Evasion (Studi Empiris di KPP Pratama Medan-Polonia)

3 27 133

Faktor-Faktor yang Menyebabkan Wajib Pajak Melakukan Tax Offenses, Tax Fraud, dan Tax Evasion (Studi Empiris di KPP Pratama Medan-Polonia)

0 0 11

Faktor-Faktor yang Menyebabkan Wajib Pajak Melakukan Tax Offenses, Tax Fraud, dan Tax Evasion (Studi Empiris di KPP Pratama Medan-Polonia)

0 0 2

Faktor-Faktor yang Menyebabkan Wajib Pajak Melakukan Tax Offenses, Tax Fraud, dan Tax Evasion (Studi Empiris di KPP Pratama Medan-Polonia)

0 0 15

Faktor-Faktor yang Menyebabkan Wajib Pajak Melakukan Tax Offenses, Tax Fraud, dan Tax Evasion (Studi Empiris di KPP Pratama Medan-Polonia)

0 2 3

Faktor-Faktor yang Menyebabkan Wajib Pajak Melakukan Tax Offenses, Tax Fraud, dan Tax Evasion (Studi Empiris di KPP Pratama Medan-Polonia)

0 0 11

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion). (studi empiris di kpp pratama medan-polonia)

1 1 15

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion). (studi empiris di kpp pratama medan-polonia)

0 0 2

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion). (studi empiris di kpp pratama medan-polonia)

1 1 17

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion). (studi empiris di kpp pratama medan-polonia)

1 3 52