Gambaran Perilaku Anak Jalanan Di Kota Medan Tahun 2014

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Anak jalanan, anak gelandangan, atau kadang disebut juga anak mandiri,
sesungguhnya adalah anak-anak yang tersisih, marginal, dan terasingkan dari perilaku
kasih sayang. Hal ini di buktikan karena kebanyakan dalam usia yang relatif dini,
mereka sudah harus berhadapan dengan lingkungan kota yang tidak kondusif dan
bahkan sangat tidak bersahabat. Alasan anak jalanan yang mengatakan bahwa tinggal
di jalanan adalah sekedar untuk menghilangkan rasa lapar dan keterpaksaan untuk
membantu keluarga tampaknya secara rasional kurang atau bahkan tidak dapat di
terima oleh masyarakat umum (Suyatno, 2010).
Masalah anak jalanan adalah masalah sosial bersama yang sulit terpecahkan
dan menjadi problem klasik negara berkembang. Banyak sisi negative terkait dengan
keberadaan anak jalanan, di sisi lain anak jalanan sendiri sebenarnya memiliki
masalah yang berat dan membuat miris (Diah, 2010).
Fenomena masalah anak jalanan merupakan isu global yang telah mencapai
titik yang mengkhawatirkan. Jumlah anak jalanan bertambah setiap hari dan
mempunyai prevalensi yang cukup tinggi di negara-negara yang miskin dan
berkembang terutamanya di benua Amerika Latin, Asia, dan Afrika. Sampai pada

detik ini, jumlah anak jalanan yang pasti di seluruh dunia masih tidak diketahui lagi,
tetapi UNICEF (2003) mengestimasi bahwa ada sekurangnya sekitar 100 juta orang.
Publikasi artikel oleh Railway Children (2009), menunjukkan india mempunyai
jumlah anak jalanan yang paling banyak di dunia ini dengan jumlah sekurangkurangnya 11 juta orang (Irwanto, 1999)
Di Indonesia, berdasarkan hasil analisis situasi mengenai anak jalanan yang
dilakukan oleh Departemen Sosial, menunjukkan jumlah sekitar 230.000 orang pada
tahun 2009 (Departement Sosial, 2009).
Anak jalanan merupakan kelompok yang rentan dalam melakukan perilaku
berisiko terhadap kesehatan. Kelompok umur remaja merupakan bagian terbesar dari
kelompok anak jalanan sehingga masalah kesehatan pada anak jalanan adalah masalah

Universitas Sumatera Utara

perilaku remaja yaitu kebiasaan merokok, menggunakan napza, perilaku seksual
berisiko, dan masalah kesehatan reproduksi seperti Infeksi Menular Seksual dan HIVAIDS (Kemenkes RI, 2010).
Berdasarkan data Dinas Sosial DKI Jakarta, jumlah anak jalanan pada tahun
2009 sebanyak 3.724 orang, tahun 2010 meningkat menjadi 5.650 orang, dan pada
tahun 2011 juga meningkat menjadi 7.315 orang. Pada umumnya mereka bekerja
sebagai pengemis, pengamen, pengelap kaca mobil, pedagang asongan, joki 3 in 1,
dan parkir liar. Berdasarkan data dari Pemberdayaan Perempuan dan Anak Pinggiran

(PPAP) Seroja jumlah anak jalanan di kota Surakarta mencapai 103 anak tahun 2010.
Di kota Makassar keberadaan anak jalanan dapat terlihat di tempat-tempat umum
seperti di persimpangan jalan tol Reformasi, Jl. A. Pangerang Petta Rani, dan Jl.
Sultan Awaluddin, persimpangan jalan mesjid raya dan Jl. G. Latimojong,
persimpangan Jl. S. Saddang, dan Jl. Vetaran, persimpangan Jl. Mongondisi, dan
persimpangan Jl. Landak Baru. Di terminal, tempat pembuangan sampah dan
berkeliaran di kantor-kantor pemerintah dan swasta. Sebagian besar anak jalanan di
kota Makassar merupakan pendatang dari beberapa kabupaten di Sulawesi Selatan
antara lain Kabupaten Jeneponto, Maros, Pangkep, Gowa dan Takalar bahkan ada
yang dari luar Sulawesi yakni dari Jawa, Lombok dan Kalimantan. Anak jalanan ini
adalah anak-anak dari para pendatang yang mencoba mencari penghidupan lebih baik
di kota Makassar. Dinas Sosial kota Makassar menyatakan, bahwa pada akhir tahun
2009 hingga akhir tahun 2010, jumlah anak jalanan meningkat dari 500 orang menjadi
1.000 orang. Keberadaan anak-anak jalanan di beberapa sudut jalan di Makassar tentu
memberikan dampak negatif baik bagi masyarakat maupun bagi keteraturan dan
keindahan kota Makassar itu sendiri.

Data terbaru Yayasan Setara pada 2007, mencatat selama tiga tahun terakhir di
kota Semarang terdapat 416 anak jalanan. Anak-anak jalanan di Semarang berasal
dari berbagai daerah di JawaTengah. Menurut ketua PAJS (Persatuan Anak Jalanan

Semarang) Winarto, anak-anak jalanan banyak berasal dari kota Semarang, yaitu
sebesar 60 persen. Dari daerah di luar kota Semarang diperkirakan sebesar 40 persen,
antara lain berasal dari Purwodadi atau Demak.

Universitas Sumatera Utara

Sebuah artikel mengenai anak jalanan di media massa menyebutkan bahwa di
Sumatera Selatan jumlah anak jalanan mencapai 5.088 orang yang tersebar di 15
kabupaten dan kota. Di Palembang sendiri, anak jalanan di perkirakan berjumlah
3.690 orang. Rina Bakrie, ketua Yayasan Puspa Indonesia, menduga peningkatan
jumlah anak jalanan ini sebagai dampak pembangunan yang tidak berpihak kepada
rakyat.
Deputi Direktur Yayasan Pusat Kajian Perlindungan Anak (PKPA) Medan,
Misran Lubis sebagai narasumber mengatakan, anak jalanan menjadi fenomena klasik
dan keberadaannya tetap eksis, populasinya terus berkembang setiap tahunnya, data
dari Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara tahun 2008, mengidentifikasi jumlahnya
mencapai 2.867 anak, jumlah terbesar anak ada di lima kota yakni Medan (663 anak),
Dairi (530 anak), Tapanuli Tengah (225 anak), Nias Selatan (224 anak), dan Tanah
Karo (157 anak) (Dinas Sosial, 2008).
Sedangkan menurut KSSP ( Pusat Pendidikan dan Informasi Hak Anak),

memperkirakan ada sekitar 5000 anak jalanan di seluruh Sumatera Utara pada tahun
2007. Namun, berdasarkan data terbaru dari Dinas Sosia Kota Medan, pada tahun
2008 jumlah anak jalanan di Kota Medan sekitar 675 jiwa (Dinas Sosial, 2008).
Pada tahun 2010 Pusat Kajian Perlindungan Anak (PKPA) melakukan
pemetaan ulang terhadap situasi anak jalanan di kota Medan, dari pemetaan tersebut
ditemukan data statistik populasi anak jalanan yang berbeda, Pusat Kajian
Perlindungan Anak (PKPA) melakukan identifikasi di 7 kecamatan populasi anak
jalanan sebanyak 420 anak, mereka tersebar di 18 lokasi yakni pada umumnya di
persimpangan lampu merah di antaranya Simpang Glugur, Bundaran Majestik, Pasar
Petisah, Simpang Pulobrayan, Simpang Sei-Sikambing, dan terminal (Pusat Kajian
Perlindungan Anak, 2010).
Anak jalanan umumnya berusia sekitar 6 hingga 18 tahun merupakan antara
kelompok yang beresiko tinggi terhadap pembunuhan, pelecehan, dan perlakuan tidak
manusiawi. Demi kelangsungan hidupnya, mereka akan memilih untuk melakukan
pencurian bahkan hingga menjual dirinya sendiri demi uang.

Universitas Sumatera Utara

Oleh karena itu, bedasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik ingin
melakukan penelitian dengan judul “Gambaran Perilaku Anak Jalanan di Kota Medan

tahun 2014”.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimanakah gambaran perilaku anak jalanan di kota Medan?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran perilaku anak jalanan
di kota Medan.

1.3.2. Tujuan Khusus
1.Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi gambaran perilaku anak
jalanan di kota Medan.
2. Untuk mengetahui bagaimana kehidupan anak jalanan terhadap perilaku hidup
bebas.
3. Untuk mengetahui bagaimana tingkah laku anak jalanan di kota Medan terhadap
masyarakat.

1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :

1. Bagi pemerintah dapat sebagai bahan masukan dalam upaya pencegahan
peningkatan anak jalanan di kota Medan.
2. Bagi masyarakat penelitian ini bermanfaat agar masyarakat mengetahui gambaran
perilaku anak jalanan serta upaya dalam menyikapi anak jalanan.
3. Bagi peneliti untuk memperluas wawasan serta menambah pengetahuan sekaligus
sebagai wadah dalam penerapan hasil pembelajaran yang diperoleh selama masa
perkuliahan.

Universitas Sumatera Utara