Pola Komunikasi Antarpribadi Pada Pasangan Berbeda Kebangsaan (Studi Deskriptif Pada Pasangan Berbeda Kebangsaan di kota Medan)

14

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Konteks Masalah
Komunikasi merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia.

Menurut Effendy (2009: 5), komunikasi adalah aktivitas makhluk sosial. Dalam
praktik komunikasi terjadi pertukaran ide, informasi, gagasan, keterangan,
himbauan, permohonan, saran, usul, bahkan perintah. Proses komunikasi tersebut
memungkinkan seseorang atau sekelompok orang menerima informasi bahkan
membangun persepsi terhadap suatu hal.
Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa ingin berhubungan dengan
manusia lainnya. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin
mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya. Rasa ingin tahu ini memaksa manusia
perlu berkomunikasi. Rasa ingin tahu ini memaksa manusia perlu berkomunikasi.
Oleh karena itu, komunikasi adalah suatu kebutuhan yang sangat fundamental
bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat.

Proses komunikasi itu sendiri pada hakikatnya merupakan proses
penyampaian pesan antar manusia baik secara kelompok maupun secara
individual dari satu pihak kepada pihak yang lain. Dari sejak awal
perkembangannya, para ahli dari berbagai disiplin ilmu turut memberikan
sumbangan yang besar terhadap keadaan dan dan definisi ilmu, seperti Hovland
(Effendy,1992: 10), ilmu komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk
merumuskan secara tegas asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan
pendapat dan sikap. Hal ini menunjukkan bahwa komunikasi meliputi
penyampaian pesan, pembentukan kepercayaan dan sikap, pendapat dan tingkah
laku.
Rogers dan Lawrence (1981:18) menyatakan bahwa komunikasi adalah
suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran
informasi antara satu sama lain, yang pada gilirannya terjadi saling pengertian
yang mendalam (Wiranto, 2004: 6-7). Maka dari itu, jika dua orang terlibat dalam
komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

15


atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dibicarakan.
Kesamaan bahasa yang dipergunakan dalam percakapan itu belum tentu
menimbulkan kesamaan makna. Dengan kata lain, mengerti bahasanya saja belum
tentu mengerti makna yang dibawakan oleh bahasa itu. Jelas bahwa percakapan
kedua orang tadi dapat dikatakan komunikatif apabila kedua-duanya mengerti dan
selain mengerti bahasa yang dipergunakan juga mengerti makna dari bahan yang
dbicarakan.
Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya, akan mengalami banyak
perubahan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dari lahir, masa kanakkanak, masa remaja, masa dewasa, masa lansia, sampai pada kematian. Diantara
masa-masa tersebut ada masa yang disebut masa dewasa awal yang mana
merupakan masa yang paling lama dialami oleh seorang manusia dalam rentang
kehidupannya (Hurlock, 2000: 179). Pada masa ini, individu memiliki salah satu
tugas perkembanganuntuk mencari dan menemukan pasangan hidup yang
akhirnya akan mengarahkan individu tersebut untuk melangsungkan ikatan
pernikahan Huvigurst (dalam Hurlock, 2000: 181).
Pernikahan adalah penyatuan suami dan istri yang disetujui secara sosial
dan melibatkan serangkaian peran dan tanggung jawab sebagai pasangan suami
istri yang telah menikah (Duvall dan Miller, 1985: 136). Pernikahan bertujuan
untuk mencapai suatu tingkat kehidupan yang lebih dewasa dan pada beberapa

kelompok masyarakat, pernikahan dianggap sebagai alat agar seseorang mendapat
status yang lebih diakui di tengah kelompoknya (Koentjaraningrat, 1994: 74).
Pernikahan adalah hubungan yang diketahui secara sosial antara seorang
pria dan wanita yang melibatkan hubungan seksual, berproduksi (memiliki anak),
adanya penguasaan dan hak mengasuh anak, serta saling mengetahui tugas
masing-masing sebagai suami dan istri (Duvall & Miller, 1985: 139). Pernikahan
juga dipahami sebagai ikatan yang terbentuk antara pria dan wanita yang
didalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang,
pemenuhan hasrat seksual dan menjadi lebih matang (Papalia & Olds, 1998: 182).
Secara

umum,

sebelum

memasuki

lembaga

pernikahan


yang

sesungguhnya seseorang individu akan melakukan proses pemilihan pasangan
sebagai langkah awal. Memilih pasangan merupakan salah satu keputusan

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

16

terpenting yang akan dibuat oleh setiap individu sepanjang hidupnya (Degenova,
2008: 23).
Pemilihan pasangan hidup biasanya cenderung dilakukan seseorang
dengan memilih pasangan yang mempunyai kesamaan antara dia dan pasangannya
(Sears,dkk, 1991: 163), baik kesamaan dalam agama, hobi, sifat, bahasa, pola
berpikir bahkan adat istiadat. Hal ini disebut sebagai prinsip kesesuaian ( matching
principle ). Namun, perkembangan teknologi saat ini memungkinkan seseorang

untuk berinteraksi walau dengan jarak yang cukup jauh, bahkan lebih dari sekedar

interaksi yang biasa, tetapi juga dapat memungkinkan terjadinya pernikahan
campur (Yoshida, 2005: 37).
Pernikahan campur (intercultural marriage ) dilatar belakangi dengan
berbagai perbedaan, salah satunya adalah perbedaan kebangsaan (Yoshida, 2005:
38). Pada pernikahan campur (intercultural marriage) yang berasal dari latar
belakang budaya dan bangsa yang berbeda dikategorikan sebagai pernikahan antar
bangsa Maretzki. Saat ini pernikahan campur antar bangsa sudah menjadi
fenomena yang terjadi pada masyarakat modern dan merupakan dampak dari
semakin berkembangnya sistem komunikasi yang memungkinkan individu untuk
mengenal dunia dan budaya lain Maretzki (dalam Tseng dan Demott 1977: 149).
Menjalani suatu hubungan dalam ikatan pernikahan tidak segampang
seperti menjalani hubungan ketika masih belum menikah (Degenova, 2008: 42).
Banyak hal baru yang akan ditemukan oleh individu pada diri pasangannya saat
menikah dan individu harus mulai belajar untuk menerima pasangannya apa
adanya. Terlebih jika pasangan pernikahan tersebut berasal dari latar belakang
etnis dan budaya yang berbeda, seperti pada wanita yang menikah dengan pria
asing (barat) maka akan banyak di jumpai berbagai jenis perbedaan seperti nilainilai budaya, sikap, keyakinan, prasangka, stereotype, dll (Matsumoto, D. & L.
Juang, 2008: 79). Selain itu, melalui pernikahan ini, masing-masing pasangan juga
dapat saling memperkenalkan tradisi yang berlaku dalam kelompok budayanya
(Duvall, 1985: 137). Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa pada pernikahan

campur antar bangsa perbedaan budaya seringkali menjadi permasalahan yang
mendasar dalam kehidupan pernikahan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Abigail (2009: 62), yang menunjukkan bahwa secara umum,

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

17

wanita Indonesia yang menikah dengan pria berkebangsaan Inggris mengalami
berbagai permasalahan di dalam pernikahan, seperti kendala bahasa, perbedaan
nilai dan perbedaan pola perilaku kultural.
Menurut catatan dari organisasi yang mengatasi permasalahan pernikahan
antar bangsa, yaitu Aliansi Pelangi Antar Bangsa (APAB) pada tahun 2009,
menyebutkan bahwa pada saat ini terdapat lebih dari 4200 wanita di Indonesia
yang menikah dengan laki-laki asing. Data ini diyakini terus mengalami
peningkatan setiap tahunnya, meskipun dataterakhir masih belum dipublikasikan
(www.expat.or.id).
Berdasarkan data-data tersebut menunjukkan bahwa wanita Indonesia
memiliki minat yang tinggi untuk menikah dengan pria asing. Minat ini cenderung

dipengaruhi oleh keadaan ekonomi, dimana wanita Indonesia mempersepsikan
pria asing memiliki kehidupan yang lebih dari cukup (Erriyadi, 2008: 39).
Berdasarkan penjelasan mengenai perbedaan-perbedaan yang berkaitan dengan
orientasi kolektif-individual yang muncul dalam penikahan antar bangsa, tentu
saja menyebabkan pasangan harus melakukan penyesuaian pernikahan dimana
mereka mencoba mengubah perilaku dan hubungan untuk mencapai kesepakatan
bersama dalam pernikahan mereka (Degenova, 2008: 27). Hal ini sesuai dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Inman dkk (dalam Inman, Altman, Davidson,
Carr & Walker, 2011: 120), yang menunjukkan bahwa salah satu konflik pada
pasangan pernikahan campur antar bangsa (Asia india – White Amerika) adalah
sulitnya menghadapi perbedaan yang berkaitan dengan orientasi keluarga kolektifindividual, sehingga dibutuhkan penyesuaian pernikahan.
Penyesuaian pernikahan adalah proses memodifikasi, beradaptasi, dan
mengubah individu, pola perilaku dan interaksi pasangan untuk mencapai
kepuasan maksimal dalam hubungan (Degenova, 2008: 29). Terkadang
penyesuaian tertentu yang dilakukan bukanlah dianggap terbaik oleh seseorang,
tapi hal itu merupakan yang terbaik untuk dapat mencapai tingkat kepuasan
tertinggi dalam pernikahan. Tentunya penyesuaian tidak lah bersifat statis dan
bukan juga langkah yang diambil hanya sekali. Penyesuaian merupakan proses
dinamis yang terus menerus terjadi pada kehidupan pernikahan pasangan
(Degenova, 2008: 30).


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

18

Menurut Hurlock (2000: 185), penyesuian pernikahan merupakan proses
adaptasi antara suami istri, dimana suami istri tersebut dapat mencegah terjadinya
konflik dan menyelesaikan konflik dengan baik melalui proses penyesuaian diri
dan penting bagi kebahagiaan pernikahan, yaitu penyesuaian dengan pasangan,
penyesuaian seksual, penyesuaian keuangan, dan penyesuaian dengan pihak
keluarga

pasangan

(Hurlock,

2000:

187).


Setiap

pernikahan

tentunya

membutuhkan penyesuaian, begitu pula pada pernikahan antar bangsa antara
warga Indonesia dan pasangannya yang berbeda kebangsaan. Pada pernikahan
antar bangsa ini, perbedaan-perbedaan yang ada pada masing-masing individu
seperti latar belakang budaya, nilai, bahasa hukum, perbedaan pola pikir dan
agama dapat menjadi kendala atau masalah dalam pernikahan (Http://www.
Mixedcouple.co/article/mod.). Maka dari itu, pasangan yang berbeda kebangsaan
membutuhkan pola komunikasi guna mengatasai segala perbedaan yang muncul
diantara mereka berdua.
Pola komunikasi merupakan suatu sistem penyampaian pesan melalui
lambang tertentu, mengandung arti, dan pengoperan perangsang untuk mengubah
tingkah laku individu lain. Pola komunikasi dapat dipahami sebagai pola
hubungan antara dua orang atau lebih dalam pengiriman dan penerimaan pesan
dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami (Djamarah,

2004:1). Istilah pola komunikasi biasa disebut juga sebagai model tetapi
maksudnya sama, yaitu sistem yang terdiri atas berbagai komponen yang
berhubungan satu sama lain untuk mencapai tujuan pendidikan keadaan
masyarakat.
Pola Komunikasi satu arah adalah proses penyampaian pesan dari
komunikator kepada komunikan baik menggunakan media maupun tanpa media,
tanpa ada umpan balik dari komunikan dalam hal ini komunikan bertindak sebagai
pendengar saja. Pola Komunikasi dua arah atau timbal balik ( Two way traffic
communication) yaitu komunikator dan komunikan menjadi saling tukar fungsi

dalam menjalani fungsi mereka, komunikator pada tahap pertama menjadi
komunikan dan pada tahap berikutnya saling bergantian fungsi. Namun pada
hakekatnya yang memulai percakapan adalah komunikator utama, komunikator

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

19

utama mempunyai tujuan tertentu melalui proses komunikasi tersebut, Prosesnya

dialogis, serta umpan balik terjadi secara langsung (Siahaan, 1991 : 57).
Pola komunikasi multi arah yaitu proses komunikasi terjadi dalam satu
kelompok yang lebih banyak di mana komunikator dan komunikan akan saling
bertukar pikiran secara dialogis. Komunikasi adalah salah satu bagian dari
hubungan antar manusia baik individu maupun kelompok dalam kehidupan
sehari-hari (Effendy, 2009: 141). Dari pengertian ini jelas bahwa komunikasi
melibatkan sejumlah orang dimana seorang menyatakan sesuatu kepada orang
lain, jadi yang terlibat dalam komunikasi itu adalah manusia itu sendiri.
Pola komunikasi keluarga merupakan salah satu faktor yang penting,
karena keluarga merupakan lembaga sosial pertama yang dikenal anak selama
proses sosialisasinya. Menurut Devito (2007: 277-278) ada empat pola
komunikasi keluarga yang umum pada keluarga inti komunikasi keluarga yang
terdiri dari pola persamaan (Equality Pattern), tiap individu berbagi hak yang
sama dalam kesempatan berkomunikasi dan peran tiap orang dijalankan secara
merata. Komunikasi berjalan dengan jujur, terbuka, langsung, dan bebas dari
pembagian kekuasaan. Semua orang memiliki hak yang sama dalam proses
pengambilan keputusan. Keluarga mendapatkan kepuasan tertinggi bila ada
kesetaraan; pola seimbang-terpisah (Balance Split Patern ), kesetaraan hubungan
tetap terjaga, namun dalam pola ini tiap orang memiliki daerah kekuasaan yang
berbeda dari yang lainnya. Tiap orang dilihat sebagai ahli dalam bidang yang
berbeda. Sebagai contoh, dalam keluarga normal/tradisional, suami dipercaya
dalam urusan bisnis atau politik. Istri dipercaya untuk urusan perawatan anak dan
memasak. Namun pembagian peran berdasarkan jenis kelamin ini masih bersifat
fleksibel. Konflik yang terjadi dalam keluarga tidak dipandang sebagai ancaman
karena tiap individu memiliki area masing-masing dan keahlian sendiri-sendiri;
pola tak seimbang-terpisah (Unbalance Split Pattern ), satu orang mendominasi,
satu orang dianggap sebagai ahli lebih dari yang lainnya. Satu orang inilah yang
memegang kontrol, seseorang ini biasanya memiliki kecerdasan intelektual lebih
tinggi, lebih bijaksana, atau berpenghasilan lebih tinggi. Anggota keluarga yang
lain berkompensasi dengan cara tunduk pada seseorang tersebut, membiarkan
orang yang mendominasi itu untuk memenangkan argumen dan pengambilan

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

20

keputusan sendiri; pola monopoli (Monopoly Pattern), satu orang dipandang
sebagai pemegang kekuasaan. Satu orang ini lebih bersifat memberi perintah dari
pada berkomunikasi. la memiliki hak penuh untuk mengambil keputusan sehingga
jarang atau tidak pernah bertanya atau meminta pendapat dari orang lain.
Pemegang kuasa memerintahkan kepada yang lain apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukan. Maka anggota keluarga yang lainnya meminta izin, meminta pendapat,
dan membuat keputusan berdasarkan keputusan dari orang tersebut.
Pembedaan pola komunikasi ini menggambarkan pembagian peran dan
kedudukan masing-masing individu dalam sebuah keluarga. Pola komunikasi
keluarga turut berperan dalam penerimaan pesan dan umpan balik yang terjadi
antar anggota keluarga. Sebagai contoh dalam pola komunikasi monopoli, hanya
satu orang yang berhak mengambil keputusan dalam keluarga. Hal ini
menyebabkan anggota keluarga yang lain tidak berhak menyuarakan pendapat
atau turut berperan dalam pengambilan keputusan, yang mengakibatkan
komunikasi keluarga cenderung menjadi komunikasi satu arah saja. Demikian
juga dalam penanaman dan pengembangan nilai-nilai yang ditanamkan oleh
pemegang kekuasaan mutlak diikuti oleh anggota keluarga yang lainnya karena
komunikasi yang berlangsung hanya bersifat instruksi atau suruhan, misalnya
ketika pasangan yang diikat tali pernikahan telah memiliki anak.
Keluarga sangat besar peranannya dalam mengajarkan, membimbing,
menentukan perilaku, dan membentuk cara pandang anak terhadap nilai-nilai yang
berlaku dalam masyarakat. Keluarga layaknya memberikan penanaman nilai-nilai
yang dibutuhkan anak melalui suatu pola komunikasi yang sesuai sehingga
komunikasi berjalan dengan baik, tercipta hubungan yang harmonis, serta pesan
dan nilai-nilai yang ingin disampaikan dapat diterima dan diamalkan dengan baik.
Lebih lanjut, pola komunikasi pada pasangan berbeda kebangsaan terdapat
di berbagai aspek kehidupan, seperti pola komunikasi dalam membesarkan anak.
Mengingat hubungan yang mereka bangun memiliki perbedaan seperti latar
belakang budaya, nilai, bahasa hukum, perbedaan pola pikir dan agama, sehingga
peneliti tertarik untuk meneliti pola komunikasi pada pasangan berbeda
kebangsaan di kota Medan dalam membesarkan anak.

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

21

1.2

Fokus Masalah
Berdasarkan konteks masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat

dikemukakan fokus masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
“Bagaimana pola komunikasi pada pasangan berbeda kebangsaan di kota Medan
dalam mendidik anak?”. Dalam penelitian ini, pasangan suami istri yang berbeda
kebangsaan berada di kecamatan Medan Kota, Medan Sunggal, dan Medan Johor
yang diharapkan dapat mewakili kota Medan.
1.3

Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk

mengetahui

pola

komunikasi

pada

pasangan

berbeda

kebangsaan di kota Medan dalam mendidik anak
1.4

Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini diharapkan berdaya guna sebagai

berikut:
1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi positif terhadap perkembangan keilmuan Ilmu Komunikasi,
khususnya mengenai pola komunikasi.
2. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat melengkapi dan
menambah pengetahuan dan wawasan peneliti maupun orang lain,
khususnya mengenai pola komunikasi.
3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran
kepada masyarakat secara umum tentang pola komunikasi pasangan
suami istri yang berbeda kebangsaan di kota Medan. Penelitian ini juga
diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak lain yang terkait dalam
penanganan masalah-masalah dalam ruang lingkup ilmu komunikasi.

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara