Kondisi Ekologi Mangrove di Pantai Bali Desa Mesjid Kecamatan Talawi Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Mangrove
Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama
yang diberikan kepada mangrove merah (Rhizopora spp.). Nama mangrove
diberikan kepada jenis tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di pantai atau goba-goba
yang menyesuaikan diri pada keadaan asin, kata mangrove juga berarti suatu
komunitas. Sering kita jumpai kata mangal untuk komunitas mangrove dan untuk
mangrove sebagai jenis tumbuh-tumbuhan (Romimohtarto dan Juwana, 2009).
Mangrove berasal dari kata mangal yang menunjukkan komunitas suatu
tumbuhan. MacNae (1968) diacu oleh Muhaerin (2008), menggunakan kata
mangrove untuk individu tumbuhan dan mangal untuk komunitasnya. Menurut
Snedaker (1978) diacu oleh Muhaerin (2008), hutan mangrove adalah kelompok
jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub tropis
yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung garam dan
bentuk lahan berupa pantai.
Mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi
oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang
pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini umumnya
tumbuh pada daerah intertidal dan supratidal yang cukup mendapat aliran air dan
terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Hutan
mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai teluk yang dangkal, estuaria, delta
dan daerah pantai yang terlindung (Bengen, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Hutan mangrove jika ditinjau dari tata bahasa terdiri atas dua kata yaitu
“hutan” dan “mangrove”. Menurut Undang-Undang No 41/1999 dan UndangUndang No 19/2004 yang mengatur tentang kehutanan, hutan adalah suatu
kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang
didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang satu dengan
yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Mangrove adalah vegetasi hutan yang
tumbuh pada tanah aluvial di daerah pantai dan sekitar muara sungai yang
dipengaruhi oleh arus pasang surut air laut. Mangrove juga tumbuh pada pantai
karang atau daratan terumbu karang yang berpasir tipis atau pada pantai
berlumpur.
Tumbuhan mangrove tumbuh digenangi air laut atau air payau sewaktu air
pasang atau kering sewaktu air surut. Secara ekologis, hutan mangrove dapat
menjamin terpeliharanya lingkungan fisik seperti penahan ombak, angin dan
intrusi air laut, serta merupakan tempat perkembangbiakan bagi berbagai jenis
kehidupan laut seperti ikan, udang, kepiting, kerang, siput, dan hewan jenis
lainnya (Fachrul, 2007).
Mangrove tumbuh dengan baik dari ketinggian permukaan laut sampai
dengan rata-rata permukaan pasang. Jenis tumbuhan tersebut bukan saja harus
toleran terhadap garam, melainkan juga harus mampu untuk menahan kondisi
tergenang dan kondisi-kondisi bawah yang anaerobik. Menurut Bengen dan
Dutton (2004), karakteristik utama ekosistem mangrove di Indonesia adalah
sebagai berikut: tidak dipengaruhi oleh faktor iklim, dipengaruhi oleh kondisi
pasang surut, terletak pada tanah yang sebagian besar terdiri atas lumpur dan pasir
Universitas Sumatera Utara
yang tergenang oleh air laut, terletak pada daerah pantai yang landaidan tidak
terstruktur berdasarkan penutupannya/stratifikasi.
Zonasi Ekosistem Mangrove
Mangrove banyak dijumpai di wilayah pesisir yang terlindung dari
gempuran ombak dan daerah yang landai. Mangrove tumbuh optimal di wilayah
pesisir yang memiliki muara yang besar dan delta yang aliran airnya banyak
mengandung lumpur. Mangrove tidak atau sulit tumbuh di wilayah pesisir yang
terjal dan berombak besar dengan arus pasang surut kuat, karena kondisi ini tidak
memungkinkan terjadinya pengendapan lumpur yang diperlukan sebagai substrat
bagi pertumbuhannya (Dahuri, 2003).
Pertumbuhan mangrove akan menurun jika masukan air tawar dan
sedimen rendah. Keanekaragaman hutan mangrove secara umum relatif rendah
jika dibandingkan dengan hutan alam tipe lainnya (Ghufran dan Kordi, 2012).
Menurut Bengen (2002), hutan mangrove terbagi atas beberapa zonasi
yang paling umum, yaitu:
a.
Daerah yang paling dekat dengan laut dan substrat agak berpasir, sering
ditumbuhi oleh Avicennia spp.. Pada zona ini, Avicennia spp biasanya
berasosiasi dengan sonneratia spp. yang dominan tumbuh pada substrat
lumpur dalam yang kaya bahan organik.
b.
Lebih ke arah darat, ekosistem mangrove umumnya didominasi oleh jenis
Rhizophora spp.. Pada zona ini juga dijumpai Bruguiera spp. dan Xylocarpus
spp.
c.
Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera spp.
Universitas Sumatera Utara
d.
Zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah, biasa
ditumbuhi oleh Nypa fruticants dan beberapa jenis palem lainnya. Secara
umum pola zonasi mangrove dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Pola Zonasi Mangrove (Bengen, 2004).
Ekologi Mangrove
Ekologi didefinisikan sebagai pengkajian hubungan organisme-organisme
atau kelompok-kelompok organisme hidup dan lingkungannya. Organismeorganisme hidup dan lingkungan tak hidupnya (abiotik) berhubungan erat tak
terpisahkan dan saling pengaruh mempengaruhi satu sama lain (Odum, 1996).
Sebagaimana tumbuhan lainnya, mangrove mengkonversi cahaya matahari
dan unsur hara (nutrien) menjadi jarigan tumbuhan (bahan organik) melalui proses
fotosintesis. Tumbuhan mangrove merupakan sumber makanan potensial dalam
berbagai bentuk bagi semua biota yang hidup di ekosistem mangrove
(Bengen, 2004).
Ekosistem mangrove berbeda dengan ekosistem lainnya, komponen dasar
dari rantai makanan di ekosistem hutan mangrove bukanlah tumbuhan mangrove
itu sendiri, tetapi serasah yang berasal dari tumbuhan mangrove (daun, ranting,
Universitas Sumatera Utara
buah dan batang). Sebagian serasah mangrove didekomposisi oleh bakteri dan
fungi menjadi zat hara (nutrien) terlarut yang dapat dimanfaatkan langsung oleh
fitoplankton, algae, ataupun tumbuhan mangrove itu sendiri dalam proses
fotosintesis, sebagian lagi sebagai partikel serasah (detritus) dimanfaatkan oleh
ikan, udang, dan kepiting sebagai makanannya (Bengen, 2004).
Sebagian detritus didekomposisi oleh bakteri dan fungi menjadi nutrien
yang terlarut dapat secara langsung dimanfaatkan oleh fitoplankton, algae maupun
tumbuhan mangrove itu sendiri dalam proses fotosintesis. Sebagian lain dari
detritus dimanfaatkan oleh ikan, udang dan kepiting sebagai makanannya. Proses
makan memakan dalam berbagai kategori dan tingkatan biota membentuk suatu
jaring makanan. Proses pertukaran dan asimilasi energi berkaitan dengan aspek
kimiawi ekosistem mangrove yang merupakan sumber bahan organik yang
dibutuhkan dalam kehidupan biota yang hidup di ekosistem tersebut
(Rahman, 2010).
Fungsi dan Peran Mangrove
Fungsi hutan mangrove dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu: fungsi
biologis/ekologis, fungsi fisik, dan fungsi sosial ekonomis.
Fungsi Biologis/Ekologis
Hutan mangrove memiliki nilai penting sebagai kunci utama penyediaan
makanan bagi organisme yang tinggal di sekitar mangrove. Mangrove merupakan
daerah mencari makanan (feeding ground) bagi organisme-organisme yang ada di
dalamnya. Kerapatan mangrove memungkinkan untuk melindungi kehidupan
organisme di dalamnya, maka mangrove juga dijadikan sebagai tempat
Universitas Sumatera Utara
berkembang biak (nursery ground). Hutan mangrove juga menyediakan tempat
yang sangat baik dan ideal bagi proses pemijahan (spawning ground) biota laut
yang ada di dalamnya (Kustanti, 2011).
Lingkungan ekosistem mangrove menjadi tempat yang cocok bagi biota
akuatik untuk memijah dan membesarkan anaknya. Mangrove juga berfungsi
sebagai habitat satwa langka (Darwis, dkk., 1995 diacu oleh Ningsih, 2008).
Fungsi Fisik
Keberadaan mangrove akan menambah perluasan wilayah ke arah laut
walaupun dalam kurun waktu yang lama. Hal ini sangat menguntungkan karena
ekosistem mangrove yang tebal akan menambah luas ekosistem tersebut sehingga
kondisi pantai akan menjadi stabil. Kemampuan ekosistem mangrove dalam
menahan limpahan air tawar dan erosi dari darat semakin baik, demikian juga
untuk menahan gempuran ombak (Ghufran dan Kordi, 2012).
Perlindungan pantai dari abrasi/erosi adalah dengan berfungsinya
mangrove untuk menahan energi dari terjadinya erosi. Intrusi air laut dapat
dikendalikan dengan adanya hutan mangrove di pinggir pantai dengan
berfungsinya perakaran mangrove untuk menetralisir kadar garam air laut.
Mangrove mampu melindungi kehidupan penduduk di sekitarnya dari kerusakankerusakan yang dapat ditimbulkan dari gelombang besar dan angin kencang.
Mangrove juga berfungsi sebagai lahan pengolah limbah organik (Kustanti, 2011).
Fungsi Ekonomi
Hasil hutan mangrove baik hasil kayu dan non kayu dapat dimanfaatkan
oleh masyarakat sebagai bahan konstruksi, kayu bakar, bahan baku kertas, bahan
Universitas Sumatera Utara
makanan, kerajinan, obat-obatan, pariwisata dan banyak lagi. Hal ini tentu saja
akan memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat (Kustanti, 2011).
Pada ekosistem mangrove juga terdapat flora dan fauna yang merupakan
hasil hutan non kayu. Jenis flora yang bernilai ekonomis antara lain nipah yang
bunganya merupakan penghasil gula nira, sedangkan daun dan dahannya
bermanfaat sebagai bahan bangunan. Tumbuhan lain yang bernilai ekonomi
adalah bunga terutama anggrek yang tumbuh pada tumbuhan mangrove (Ghufran
dan Kordi, 2012).
Selain itu, berbagai jenis biota yang terdapat di dalam ekosistem mangrove
dapat
dimanfaatkan
bagi
masyarakat
seperti
ikan,
udang,
maupun
makrozoobenthos yang terdapat di dalamnya (Pariyono, 2006). Manfaat ekonomis
mangrove, juga cukup memegang peranan penting bagi masyarakat, karena
merupakan wahana dan sumber penghasilan seperti ikan, ketam, kerang dan
udang, serta buah beberapa jenis mangrove dapat dimanfaatkan sebagai bahan
makanan. Manfaat lainnya merupakan sumber pendapatan masyarakat melalui
budidaya tambak, kulit mangrove bermanfaat dalam industri penyamak kulit,
industri batik dan pewarna jaring, serta sebagai wahana wisata alam, penelitian
dan laboratorium pendidikan (Waryono, 2002).
Parameter Lingkungan
Parameter Fisika
Suhu
Pada perairan yang dalam, penetrasi cahaya matahari tidak sampai ke
dasar, sehingga suhu di dasar perairan yang dalam lebih rendah dibandingkan
Universitas Sumatera Utara
dengan suhu air di dasar perairan dangkal. Suhu merupakan salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi aktivitas serta memacu atau menghambat perkembangbiakan
organisme perairan. Pada umumnya peningkatan suhu sampai skala tertentu akan
mempercepat perkembangbiakan organisme perairan. Perubahan suhu dapat
menjadi isyarat bagi organisme untuk memulai atau mengakhiri berbagai aktivitas
misalnya reproduksi (Nybakken, 1992).
Peningkatan suhu juga menyebakan peningkatan kecepatan metabolisme
serta respirasi organisme air dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan
konsumsi oksigen. Peningkatan suhu perairan sebesar 100C menyebabkan
terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme akuatik sekitar 2 – 3
kali lipat. Namun peningkatan suhu ini disertai dengan penurunan kadar oksigen
terlarut sehingga keberadaan oksigen sering kali tidak mampu memenuhi
kebutuhan oksigen bagi organisme akuatik untuk melakukan proses metabolisme
dan respirasi (Effendie, 2003).
Suhu merupakan faktor yang sangat menentukan kehidupan dan
pertumbuhan mangrove. Suhu yang menjadi pembatas kehidupan mangrove
adalah suhu yang rendah dan kisaran suhu musiman. Suhu yang baik untuk
kehidupan mangrove adalah tidak kurang dari 280 C, sedangkan kisaran musiman
suhu tidak melebihi 50 C (Ghufran dan Kordi, 2012). Karena tumbuhan mangrove
berada di air atau berada di lingkungan yang basah tentu jarang terjadi perubahan
suhu air yang ekstrim yang membahayakan kehidupan mangrove.
Substrat
Pada tanah berlumpur lunak, Rhizophora apiculata, Rhizophora
mucronata, Sonneratia spp., dan Avicennia spp. tumbuh berlimpah. Pramudji
Universitas Sumatera Utara
(2001) mengatakan bahwa tanah lumpur yang dalam dan lunak akan tumbuh
didominasi oleh Rhizophora mucronata yang terkadang berdampingan dengan
Avicennia marina, untuk Rhizophora stylosa lebih menyukai pantai yang
bersubstrat pasir atau pecahan terumbu karang, biasanya berasosiasi dengan
Sonneratia alba.
Serasah yang dihasilkan mangrove merupakan sumber karbon dan
nitrogen bagi substrat mangrove dan perairan sekitarnya. Tinggi rendahnya
kandungan karbon organik dipengaruhi oleh masukan air dari daratan, sehingga
lokasi pun mempengaruhi nilai C-organik. Serasah daun mangrove juga
merupakan penyuplai C-organik yang terbesar. Jenis vegetasi mangrove yang
kurang mampu beradaptasi terhadap substrat ataupun lingkungan yang ada akan
menyebabkan banyak tegakan mangrove yang mati pada tingkat semai
(Pramudji, 2001).
Pada substrat tanah berupa pasir atau pasir bercampur patahan karang
kerapatan mangrove sangat rendah, karena ketika buah dari tumbuhan mangrove
jatuh, pasir tidak mampu menangkap/menahan buah tersebut. Di pesisir pantai
yang substratnya berupa pasir dan patahan karang ditumbuhi mangrove dari
spesies Sonneratia dan Avicennia yang berasal dari buah yang dibawa oleh
pasang, arus, dan angin kemudian terjebak dan tumbuh menjadi tumbuhan
mangrove yang lama kelamaan akan bertambah dari buah tumbuhan yang jatuh
(Ghufran dan Kordi, 2012).
Universitas Sumatera Utara
Parameter Kimia
Derajat Keasaman (pH)
Kadar ion hidrogen perairan merupakan satu diantara parameter
lingkungan yang berhubungan dengan susunan spesies dari komunitas dan prosesproses hidupnya. Perairan yang kemasamannya sangat rendah akan berakibat fatal
terhadap kehidupan ikan. Kisaran pH yang baik bagi pertumbuhan mangrove
adalah 7 – 8,5. Pertambahan bahan organik dalam air dapat menunjukan
kemasaman akibat pelepasan gas CO2 melalui penguraian bahan organik
(Nybakken, 1992).
Salinitas
Ketersediaan air tawar dan konsentrasi kadar garam (salinitas)
mengendalikan efisiensi metabolik (metabolic efficiency) dan ekosistem
mangrove. Salinitas merupakan satu diantara faktor dalam menentukan
penyebaran mangrove, di samping salinitas juga menjadi faktor pembatas untuk
spesies tertentu. Ketersediaan air tawar bergantung pada: (1) frekuensi dan
volume air dari sistem sungai dan irigasi dari darat, (2) frekuensi dan volume air
pertukaran pasang surut, dan (3) tingkat evaporasi ke atmosfer (Nybakken, 1992).
Perubahan penggunaan lahan darat mengakibatkan terjadinya modifikasi
masukan air tawar, tidak hanya mengubah kadar garam yang ada tetapi dapat
mengubah aliran nutrien dan sedimen (Dahuri, dkk.,1996).
Nutrien
Pasokan nutrien bagi ekosistem mangrove ditentukan oleh berbagai proses
yang saling terkait, meliputi input dari ion-ion mineral anorganik dan bahan
organik serta pendaurulangan nutrien secara internal melalui jaring-jaring
Universitas Sumatera Utara
makanan berbasis detritus (detrital food web). Konsentrasi relatif dan nisbah
(rasio) optimal dari nutrien yang diperlukan untuk pemeliharaan produktivitas
ekosistem mangrove ditentukan oleh: (1) frekuensi, jumlah dan lamanya
penggenangan oleh air asin atau air tawar dan (2) dinamika sirkulasi internal dari
kompleks detritus (Nybakken, 1992).
Nutrien mangrove dibagi atas nutrien anorganik dan detritus organik.
Nutrien inorganik penting adalah N dan P (jumlahnya sering terbatas), serta K,
Mg, dan Na (selalu cukup). Sumber nutrien anorganik adalah hujan, aliran
permukaan, sedimen, air laut dan bahan organik yang terdegradasi. Detritus
organik adalah nutrien organik yang berasal dari bahan-bahan biogenik melalui
beberapa tahap degradasi mikroba. Detritus organik berasal dari authochthonous
(fitoplankton, diatom, bakteri, algae, sisa orgaisme dan kotoran organisme) dan
allochthonous (partikulat dari air, limpasan sungai, partikel tanah dari pantai dan
erosi tanah, serta tanaman dan hewan yang mati di zona pantai dan laut)
(Dahuri, 2003).
Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut sangat penting bagi eksistensi flora dan fauna mangrove
(terutama dalam proses fotosintesis dan respirasi) dan percepatan dekomposisi
serasah sehingga konsentrasi oksigen terlarut beperan mengontrol distribusi dan
pertumbuhan mangrove. Konsentrasi oksigen terlarut bervariasi menurut waktu,
musim, kesuburan tanah dan organisme akuatik. Konsentrasi oksigen terlarut
harian tertinggi dicapai pada siang hari dan terendah pada malam hari
(Effendie, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Pengertian Mangrove
Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama
yang diberikan kepada mangrove merah (Rhizopora spp.). Nama mangrove
diberikan kepada jenis tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di pantai atau goba-goba
yang menyesuaikan diri pada keadaan asin, kata mangrove juga berarti suatu
komunitas. Sering kita jumpai kata mangal untuk komunitas mangrove dan untuk
mangrove sebagai jenis tumbuh-tumbuhan (Romimohtarto dan Juwana, 2009).
Mangrove berasal dari kata mangal yang menunjukkan komunitas suatu
tumbuhan. MacNae (1968) diacu oleh Muhaerin (2008), menggunakan kata
mangrove untuk individu tumbuhan dan mangal untuk komunitasnya. Menurut
Snedaker (1978) diacu oleh Muhaerin (2008), hutan mangrove adalah kelompok
jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub tropis
yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung garam dan
bentuk lahan berupa pantai.
Mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi
oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang
pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini umumnya
tumbuh pada daerah intertidal dan supratidal yang cukup mendapat aliran air dan
terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Hutan
mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai teluk yang dangkal, estuaria, delta
dan daerah pantai yang terlindung (Bengen, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Hutan mangrove jika ditinjau dari tata bahasa terdiri atas dua kata yaitu
“hutan” dan “mangrove”. Menurut Undang-Undang No 41/1999 dan UndangUndang No 19/2004 yang mengatur tentang kehutanan, hutan adalah suatu
kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang
didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang satu dengan
yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Mangrove adalah vegetasi hutan yang
tumbuh pada tanah aluvial di daerah pantai dan sekitar muara sungai yang
dipengaruhi oleh arus pasang surut air laut. Mangrove juga tumbuh pada pantai
karang atau daratan terumbu karang yang berpasir tipis atau pada pantai
berlumpur.
Tumbuhan mangrove tumbuh digenangi air laut atau air payau sewaktu air
pasang atau kering sewaktu air surut. Secara ekologis, hutan mangrove dapat
menjamin terpeliharanya lingkungan fisik seperti penahan ombak, angin dan
intrusi air laut, serta merupakan tempat perkembangbiakan bagi berbagai jenis
kehidupan laut seperti ikan, udang, kepiting, kerang, siput, dan hewan jenis
lainnya (Fachrul, 2007).
Mangrove tumbuh dengan baik dari ketinggian permukaan laut sampai
dengan rata-rata permukaan pasang. Jenis tumbuhan tersebut bukan saja harus
toleran terhadap garam, melainkan juga harus mampu untuk menahan kondisi
tergenang dan kondisi-kondisi bawah yang anaerobik. Menurut Bengen dan
Dutton (2004), karakteristik utama ekosistem mangrove di Indonesia adalah
sebagai berikut: tidak dipengaruhi oleh faktor iklim, dipengaruhi oleh kondisi
pasang surut, terletak pada tanah yang sebagian besar terdiri atas lumpur dan pasir
Universitas Sumatera Utara
yang tergenang oleh air laut, terletak pada daerah pantai yang landaidan tidak
terstruktur berdasarkan penutupannya/stratifikasi.
Zonasi Ekosistem Mangrove
Mangrove banyak dijumpai di wilayah pesisir yang terlindung dari
gempuran ombak dan daerah yang landai. Mangrove tumbuh optimal di wilayah
pesisir yang memiliki muara yang besar dan delta yang aliran airnya banyak
mengandung lumpur. Mangrove tidak atau sulit tumbuh di wilayah pesisir yang
terjal dan berombak besar dengan arus pasang surut kuat, karena kondisi ini tidak
memungkinkan terjadinya pengendapan lumpur yang diperlukan sebagai substrat
bagi pertumbuhannya (Dahuri, 2003).
Pertumbuhan mangrove akan menurun jika masukan air tawar dan
sedimen rendah. Keanekaragaman hutan mangrove secara umum relatif rendah
jika dibandingkan dengan hutan alam tipe lainnya (Ghufran dan Kordi, 2012).
Menurut Bengen (2002), hutan mangrove terbagi atas beberapa zonasi
yang paling umum, yaitu:
a.
Daerah yang paling dekat dengan laut dan substrat agak berpasir, sering
ditumbuhi oleh Avicennia spp.. Pada zona ini, Avicennia spp biasanya
berasosiasi dengan sonneratia spp. yang dominan tumbuh pada substrat
lumpur dalam yang kaya bahan organik.
b.
Lebih ke arah darat, ekosistem mangrove umumnya didominasi oleh jenis
Rhizophora spp.. Pada zona ini juga dijumpai Bruguiera spp. dan Xylocarpus
spp.
c.
Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera spp.
Universitas Sumatera Utara
d.
Zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah, biasa
ditumbuhi oleh Nypa fruticants dan beberapa jenis palem lainnya. Secara
umum pola zonasi mangrove dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Pola Zonasi Mangrove (Bengen, 2004).
Ekologi Mangrove
Ekologi didefinisikan sebagai pengkajian hubungan organisme-organisme
atau kelompok-kelompok organisme hidup dan lingkungannya. Organismeorganisme hidup dan lingkungan tak hidupnya (abiotik) berhubungan erat tak
terpisahkan dan saling pengaruh mempengaruhi satu sama lain (Odum, 1996).
Sebagaimana tumbuhan lainnya, mangrove mengkonversi cahaya matahari
dan unsur hara (nutrien) menjadi jarigan tumbuhan (bahan organik) melalui proses
fotosintesis. Tumbuhan mangrove merupakan sumber makanan potensial dalam
berbagai bentuk bagi semua biota yang hidup di ekosistem mangrove
(Bengen, 2004).
Ekosistem mangrove berbeda dengan ekosistem lainnya, komponen dasar
dari rantai makanan di ekosistem hutan mangrove bukanlah tumbuhan mangrove
itu sendiri, tetapi serasah yang berasal dari tumbuhan mangrove (daun, ranting,
Universitas Sumatera Utara
buah dan batang). Sebagian serasah mangrove didekomposisi oleh bakteri dan
fungi menjadi zat hara (nutrien) terlarut yang dapat dimanfaatkan langsung oleh
fitoplankton, algae, ataupun tumbuhan mangrove itu sendiri dalam proses
fotosintesis, sebagian lagi sebagai partikel serasah (detritus) dimanfaatkan oleh
ikan, udang, dan kepiting sebagai makanannya (Bengen, 2004).
Sebagian detritus didekomposisi oleh bakteri dan fungi menjadi nutrien
yang terlarut dapat secara langsung dimanfaatkan oleh fitoplankton, algae maupun
tumbuhan mangrove itu sendiri dalam proses fotosintesis. Sebagian lain dari
detritus dimanfaatkan oleh ikan, udang dan kepiting sebagai makanannya. Proses
makan memakan dalam berbagai kategori dan tingkatan biota membentuk suatu
jaring makanan. Proses pertukaran dan asimilasi energi berkaitan dengan aspek
kimiawi ekosistem mangrove yang merupakan sumber bahan organik yang
dibutuhkan dalam kehidupan biota yang hidup di ekosistem tersebut
(Rahman, 2010).
Fungsi dan Peran Mangrove
Fungsi hutan mangrove dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu: fungsi
biologis/ekologis, fungsi fisik, dan fungsi sosial ekonomis.
Fungsi Biologis/Ekologis
Hutan mangrove memiliki nilai penting sebagai kunci utama penyediaan
makanan bagi organisme yang tinggal di sekitar mangrove. Mangrove merupakan
daerah mencari makanan (feeding ground) bagi organisme-organisme yang ada di
dalamnya. Kerapatan mangrove memungkinkan untuk melindungi kehidupan
organisme di dalamnya, maka mangrove juga dijadikan sebagai tempat
Universitas Sumatera Utara
berkembang biak (nursery ground). Hutan mangrove juga menyediakan tempat
yang sangat baik dan ideal bagi proses pemijahan (spawning ground) biota laut
yang ada di dalamnya (Kustanti, 2011).
Lingkungan ekosistem mangrove menjadi tempat yang cocok bagi biota
akuatik untuk memijah dan membesarkan anaknya. Mangrove juga berfungsi
sebagai habitat satwa langka (Darwis, dkk., 1995 diacu oleh Ningsih, 2008).
Fungsi Fisik
Keberadaan mangrove akan menambah perluasan wilayah ke arah laut
walaupun dalam kurun waktu yang lama. Hal ini sangat menguntungkan karena
ekosistem mangrove yang tebal akan menambah luas ekosistem tersebut sehingga
kondisi pantai akan menjadi stabil. Kemampuan ekosistem mangrove dalam
menahan limpahan air tawar dan erosi dari darat semakin baik, demikian juga
untuk menahan gempuran ombak (Ghufran dan Kordi, 2012).
Perlindungan pantai dari abrasi/erosi adalah dengan berfungsinya
mangrove untuk menahan energi dari terjadinya erosi. Intrusi air laut dapat
dikendalikan dengan adanya hutan mangrove di pinggir pantai dengan
berfungsinya perakaran mangrove untuk menetralisir kadar garam air laut.
Mangrove mampu melindungi kehidupan penduduk di sekitarnya dari kerusakankerusakan yang dapat ditimbulkan dari gelombang besar dan angin kencang.
Mangrove juga berfungsi sebagai lahan pengolah limbah organik (Kustanti, 2011).
Fungsi Ekonomi
Hasil hutan mangrove baik hasil kayu dan non kayu dapat dimanfaatkan
oleh masyarakat sebagai bahan konstruksi, kayu bakar, bahan baku kertas, bahan
Universitas Sumatera Utara
makanan, kerajinan, obat-obatan, pariwisata dan banyak lagi. Hal ini tentu saja
akan memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat (Kustanti, 2011).
Pada ekosistem mangrove juga terdapat flora dan fauna yang merupakan
hasil hutan non kayu. Jenis flora yang bernilai ekonomis antara lain nipah yang
bunganya merupakan penghasil gula nira, sedangkan daun dan dahannya
bermanfaat sebagai bahan bangunan. Tumbuhan lain yang bernilai ekonomi
adalah bunga terutama anggrek yang tumbuh pada tumbuhan mangrove (Ghufran
dan Kordi, 2012).
Selain itu, berbagai jenis biota yang terdapat di dalam ekosistem mangrove
dapat
dimanfaatkan
bagi
masyarakat
seperti
ikan,
udang,
maupun
makrozoobenthos yang terdapat di dalamnya (Pariyono, 2006). Manfaat ekonomis
mangrove, juga cukup memegang peranan penting bagi masyarakat, karena
merupakan wahana dan sumber penghasilan seperti ikan, ketam, kerang dan
udang, serta buah beberapa jenis mangrove dapat dimanfaatkan sebagai bahan
makanan. Manfaat lainnya merupakan sumber pendapatan masyarakat melalui
budidaya tambak, kulit mangrove bermanfaat dalam industri penyamak kulit,
industri batik dan pewarna jaring, serta sebagai wahana wisata alam, penelitian
dan laboratorium pendidikan (Waryono, 2002).
Parameter Lingkungan
Parameter Fisika
Suhu
Pada perairan yang dalam, penetrasi cahaya matahari tidak sampai ke
dasar, sehingga suhu di dasar perairan yang dalam lebih rendah dibandingkan
Universitas Sumatera Utara
dengan suhu air di dasar perairan dangkal. Suhu merupakan salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi aktivitas serta memacu atau menghambat perkembangbiakan
organisme perairan. Pada umumnya peningkatan suhu sampai skala tertentu akan
mempercepat perkembangbiakan organisme perairan. Perubahan suhu dapat
menjadi isyarat bagi organisme untuk memulai atau mengakhiri berbagai aktivitas
misalnya reproduksi (Nybakken, 1992).
Peningkatan suhu juga menyebakan peningkatan kecepatan metabolisme
serta respirasi organisme air dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan
konsumsi oksigen. Peningkatan suhu perairan sebesar 100C menyebabkan
terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme akuatik sekitar 2 – 3
kali lipat. Namun peningkatan suhu ini disertai dengan penurunan kadar oksigen
terlarut sehingga keberadaan oksigen sering kali tidak mampu memenuhi
kebutuhan oksigen bagi organisme akuatik untuk melakukan proses metabolisme
dan respirasi (Effendie, 2003).
Suhu merupakan faktor yang sangat menentukan kehidupan dan
pertumbuhan mangrove. Suhu yang menjadi pembatas kehidupan mangrove
adalah suhu yang rendah dan kisaran suhu musiman. Suhu yang baik untuk
kehidupan mangrove adalah tidak kurang dari 280 C, sedangkan kisaran musiman
suhu tidak melebihi 50 C (Ghufran dan Kordi, 2012). Karena tumbuhan mangrove
berada di air atau berada di lingkungan yang basah tentu jarang terjadi perubahan
suhu air yang ekstrim yang membahayakan kehidupan mangrove.
Substrat
Pada tanah berlumpur lunak, Rhizophora apiculata, Rhizophora
mucronata, Sonneratia spp., dan Avicennia spp. tumbuh berlimpah. Pramudji
Universitas Sumatera Utara
(2001) mengatakan bahwa tanah lumpur yang dalam dan lunak akan tumbuh
didominasi oleh Rhizophora mucronata yang terkadang berdampingan dengan
Avicennia marina, untuk Rhizophora stylosa lebih menyukai pantai yang
bersubstrat pasir atau pecahan terumbu karang, biasanya berasosiasi dengan
Sonneratia alba.
Serasah yang dihasilkan mangrove merupakan sumber karbon dan
nitrogen bagi substrat mangrove dan perairan sekitarnya. Tinggi rendahnya
kandungan karbon organik dipengaruhi oleh masukan air dari daratan, sehingga
lokasi pun mempengaruhi nilai C-organik. Serasah daun mangrove juga
merupakan penyuplai C-organik yang terbesar. Jenis vegetasi mangrove yang
kurang mampu beradaptasi terhadap substrat ataupun lingkungan yang ada akan
menyebabkan banyak tegakan mangrove yang mati pada tingkat semai
(Pramudji, 2001).
Pada substrat tanah berupa pasir atau pasir bercampur patahan karang
kerapatan mangrove sangat rendah, karena ketika buah dari tumbuhan mangrove
jatuh, pasir tidak mampu menangkap/menahan buah tersebut. Di pesisir pantai
yang substratnya berupa pasir dan patahan karang ditumbuhi mangrove dari
spesies Sonneratia dan Avicennia yang berasal dari buah yang dibawa oleh
pasang, arus, dan angin kemudian terjebak dan tumbuh menjadi tumbuhan
mangrove yang lama kelamaan akan bertambah dari buah tumbuhan yang jatuh
(Ghufran dan Kordi, 2012).
Universitas Sumatera Utara
Parameter Kimia
Derajat Keasaman (pH)
Kadar ion hidrogen perairan merupakan satu diantara parameter
lingkungan yang berhubungan dengan susunan spesies dari komunitas dan prosesproses hidupnya. Perairan yang kemasamannya sangat rendah akan berakibat fatal
terhadap kehidupan ikan. Kisaran pH yang baik bagi pertumbuhan mangrove
adalah 7 – 8,5. Pertambahan bahan organik dalam air dapat menunjukan
kemasaman akibat pelepasan gas CO2 melalui penguraian bahan organik
(Nybakken, 1992).
Salinitas
Ketersediaan air tawar dan konsentrasi kadar garam (salinitas)
mengendalikan efisiensi metabolik (metabolic efficiency) dan ekosistem
mangrove. Salinitas merupakan satu diantara faktor dalam menentukan
penyebaran mangrove, di samping salinitas juga menjadi faktor pembatas untuk
spesies tertentu. Ketersediaan air tawar bergantung pada: (1) frekuensi dan
volume air dari sistem sungai dan irigasi dari darat, (2) frekuensi dan volume air
pertukaran pasang surut, dan (3) tingkat evaporasi ke atmosfer (Nybakken, 1992).
Perubahan penggunaan lahan darat mengakibatkan terjadinya modifikasi
masukan air tawar, tidak hanya mengubah kadar garam yang ada tetapi dapat
mengubah aliran nutrien dan sedimen (Dahuri, dkk.,1996).
Nutrien
Pasokan nutrien bagi ekosistem mangrove ditentukan oleh berbagai proses
yang saling terkait, meliputi input dari ion-ion mineral anorganik dan bahan
organik serta pendaurulangan nutrien secara internal melalui jaring-jaring
Universitas Sumatera Utara
makanan berbasis detritus (detrital food web). Konsentrasi relatif dan nisbah
(rasio) optimal dari nutrien yang diperlukan untuk pemeliharaan produktivitas
ekosistem mangrove ditentukan oleh: (1) frekuensi, jumlah dan lamanya
penggenangan oleh air asin atau air tawar dan (2) dinamika sirkulasi internal dari
kompleks detritus (Nybakken, 1992).
Nutrien mangrove dibagi atas nutrien anorganik dan detritus organik.
Nutrien inorganik penting adalah N dan P (jumlahnya sering terbatas), serta K,
Mg, dan Na (selalu cukup). Sumber nutrien anorganik adalah hujan, aliran
permukaan, sedimen, air laut dan bahan organik yang terdegradasi. Detritus
organik adalah nutrien organik yang berasal dari bahan-bahan biogenik melalui
beberapa tahap degradasi mikroba. Detritus organik berasal dari authochthonous
(fitoplankton, diatom, bakteri, algae, sisa orgaisme dan kotoran organisme) dan
allochthonous (partikulat dari air, limpasan sungai, partikel tanah dari pantai dan
erosi tanah, serta tanaman dan hewan yang mati di zona pantai dan laut)
(Dahuri, 2003).
Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut sangat penting bagi eksistensi flora dan fauna mangrove
(terutama dalam proses fotosintesis dan respirasi) dan percepatan dekomposisi
serasah sehingga konsentrasi oksigen terlarut beperan mengontrol distribusi dan
pertumbuhan mangrove. Konsentrasi oksigen terlarut bervariasi menurut waktu,
musim, kesuburan tanah dan organisme akuatik. Konsentrasi oksigen terlarut
harian tertinggi dicapai pada siang hari dan terendah pada malam hari
(Effendie, 2003).
Universitas Sumatera Utara