HUBUNGAN ANTARA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DENGAN KOHESIVITAS KELOMPOK KERJA DI KANTOR POS SURABAYA SELATAN.

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk

Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata Satu

(S1) Psikologi (S.Psi)

Oleh:

Ike Septi Megawati B77212115

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI & KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kepemimpinan transformasional dengan kohesivitas kelompok kerja pada karyawan di kantor pos Surabaya Selatan. Penelitian ini merupakan penelitian korelasi dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa skala kepemimpinan transformasional dan skala kohesivitas. Hipotesis dalam penelitian ini yaitu terdapat hubungan positif antara kepemimpinan transformasional dengan kohesivitas. Subyek penelitian ini adalah karyawan kantor pos Surabaya selatan yang berjumlah 58 orang melalui teknik pengambilan sample populatif. Hasil korelasi dari kepemimpinan transformasional dan kohesivitas yaitu 0,401 dengan signifikansi sebesar 0,000 <0,05 maka Ha diterima, dan Ho ditolak.Artinya, ada hubungan yang positif antara kepemimpinan trasnformasional dengan kohesivitas pada karyawan di Kantor Pos Surabaya Selatan.


(7)

ABSTRACT

This Research aims to develop the correlation of transformational leadership with cohesiveness in Kantor Pos Surabaya Selatan. This research is a correlation using data collection techniques such as transformational leadership scale and the scale of cohesiveness. The hypothesis of this research was that there is a positive relation between transformational leadership and cohesiveness. The subject of this research are about 58 with sampling techniques populatif sampling. The correlation value between transformational leadership and cohesviveness was 0,401 with significance of 0,000 <0,05 so Ha is received, and Ho is rejected, The Result shows that there is a positive relationship between transformational leadership with cohesiveness at employee in pos office surabaya south.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Pengesahan ... ii

Kata Pengantar ... iii

Pernyataan……… ... iv

Intisari…. ... v

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... vii

Daftar Lampiran ... viii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 12

E. Keaslian Penelitian ... 13

BAB II :KAJIAN PUSTAKA ... 21

A.Kohesivitas kelompok kerja ... 21

1. Pengertian kohesivitas kelompok kerja ... 21

2. Faktor-faktor kohesivitas kelompok kerja... 27

3. Aspek-aspek kohesivitas kelompok kerja.. ... 33

4. Dimensi Kohesivitas kelompok kerja… ... 36

B.Kepemimpinan Transformasional ... 38

1. Pengertian kepemimpinan Transformasional ... 38

2. Aspek-aspek kepemimpinan Transformasional ... 45

3. Faktor-faktor Kepemimpinan Transformasional ... 50

4. Syarat-syarat kepemimpinan Transformasional…. ... 53

5. Ciri khas kepemimpinan Transformasional…….. ... 54

6. Karakteristik kepemimpinan Transformasional………. ... 54

7. Kelebihan dari kepemimpinan Transformasional….. ... 55

8. Tipe-tipe kepemimpinan Transformasional…… ... 55

C.Hubungan kepempinan transformasional dengan kohesivitas ... 60

D.Kerangka teoritis ... 66

E. Hipotesis ... 67

BAB III: METODE PENELITIAN ... 66

A.Variabel dan Definisi Operasional ... 68

1. Variabel Penelitian ... 68

2. Definisi Operasional ... 69


(9)

C.Pengumpulan Data ... 71

1. Skala Pengukuran ... 72

a. Skala Kohesivitas kelompok kerja ... 73

b. Skala Kepemimpinan transformasional ... 75

D.Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 78

1. Validitas ... 78

2. Realibilitas ... 78

E. Analisis Data ... 79

1. Uji Normalitas ... 79

2. Uji Linearitas ... 80

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 81

A.Hasil Penelitian ... 81

1. Profil Kantor Pos Surabaya Selatan ... 81

2. Deskripsi Subyek ... 81

3. Pelaksanaan Penelitian…. ... 84

B.Deskripsi validitas dan reliabilitas data ... 85

1. Uji Validitas ... 85

2. Uji Reliabilitas ... 88

C.Pengujian Hipotesis ... 90

1. UjiNormalitas……… ... 90

2. Uji Linieritas…….. ... 91

3 Uji Hipotesis…… ... 92

D. Pembahasan… ... 93

1. Hubungan antara kepemimpinan transformasional dengan kohesivitas kelompok kerja…. ... 93

BAB V: PENUTUP ... 98

A.Simpulan ... 98

B.Saran ... 99

DAFTAR PUSTAKA ... 100 LAMPIRAN


(10)

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberhasilan suatu perusahaan tergantung dari kohesivitas kelompok kerja. Kohesivitas kelompok kerja merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemajuan perusahaan, membentuk karyawan dengan kohesivitas tinggi adalah tugas pimpinan. Karyawan dipandang sebagai sumber daya yang penting dan merupakan salah satu unsur pokok yang menentukan tercapainya tujuan organisasi. Harapan perusahaan terhadap tiap karyawan dipekerjakan dalam perusahaannya. Agar karyawan memberikan hasil kerja yang baik pada perusahaan.

Keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuan kerja dipengaruhi oleh masing–masing karyawan yang melakukan pekerjaan itu. Zainun (2001) menegaskan bahwa keberhasilan setiap perusahaan sangat dipengaruhi oleh kualitas manusia yang dimilikinya oleh sebab itu identifikasi, eksploitasi ,pengembangan dan bilamana perlu daya yang bersumber dari manusia dalam perusahaan dan dalam masyarakat dapat di eksploitasi dan dimanipulasi secara positif untuk kemanfaatan bagi semua pihak. Beberapa faktor yang mempengaruhi kohesivitas kelompok kerja yaitu (1). Setiap karyawan pada kelompok yang kohesif mempunyai rasa memiliki terhadap kelompok. Karyawan atau anggota akan dengan senang hati bekerja sama demi tercapainya tujuan kelompok dan


(12)

organisasi. (2). kesadaran diri seorang anggota bahwa dia merupakan bagian dari kelompok. Hal itu menunjukan bahwa apa yang dilakukan oleh seorang anggota kelompok akan dihayati sebagai perbuatan dari dan untuk kelompok itu sendiri.(3) toleransi yang tinggi dalam berhubungan antar individu dalam kelompok akan memunculkan kerjasama yang terbina dengan baik. (4) Pemimpin jarang memberikan hukuman. Hal ini dapat dilakukan bila pemimpin memperhatikan, hak dan kewajiban setiap anggota sesuai dengan porsinya. (5) Anggota berkomitmen tinggi untuk menjaga keutuhan kelompok. Dan banyak faktor yang mempengaruhi kohesivitas, diantaranya adalah kepemimpinan, komunikasi, pengambilan keputusan, perilaku, penghargaan dan imbalan (dalam Ilyas, 2003).

Komitmen anggota tersebut berdasarkan kesediaan anggota untuk patuh pada norma kelompok. Menurut Veroff dan Veroff (dalam Saryanti, 2009). Namun salah satu hal yang sudah bisa ditafsirkan adalah kepemimpinan trasnformasional. dikarenakan kepemimpinan transformasional menunjang kohesivitas. Menurut Adair (dalam Ilyas, 2003), mengemukakan bahwa kepemimpinan merupakan kunci keberhasilan kekompakan kelompok kerja untuk mencapai tujuan selanjutnya.

Kerjasama antara karyawan satu dan lainnya dalam satu kelompok kerja diperlihatkan adanya rasa ketertarikan satu sama lainnya, kondisi ini selanjutnya akan dapat merangsang semua anggota untuk menanamkan nilai- nilai perusahaan dalam diri, sehingga perilaku karyawan cenderung berdasarkan pada nilai dan norma yang tumbuh dalam perusahaan tersebut kuatnya nilai yang tumbuh dalam tiap diri karyawan akan menimbulkan kekompakkan diantara anggota suatu


(13)

kelompok kerja. Sehingga kerja yang dihasilkan menjadi baik.Perusahaan pun terpenuhi harapannya, yaitu tercapainya tujuan perusahaan.

Suatu perusahaan jasa maupun industri pada dasarnya dapat dianggap sebagai suatu keseluruhan yang terintegrasi atau suatu organisme sosial yang didalamnya kesinambungan kegiatan dan proses yang konstan melakukan adaptasi terhadap perubahan. Bahwa organisasi itu sebagai pola hubungan antara manusia yang ikut sertakan dalam aktivitas dimana satu sama lain saling tergantung untuk satu tujuan tertentu.

Kohesivitas kelompok kerja sangat diutamakan untuk menjalin hubungan sesama anggota kelompok lain, adanya interaksi, hubungan yang harmonis, hubungan yang baik bawahan dengan pimpinan dan sebaliknya pimpinan menjalin hubungan yang harmonis dengan bawahannya.

Kohesivitas merupakan unsur penting dari lingkungan kerja di perusahaan, di mana sebuah kelompok kerja karyawan memerlukan kohesivitas dalam mewujudkan kemenangan , visi dan misi. Salah satu faktor yang turutmenentukan kohesivitas adalah kepemimpinan di perusahaanIdealnya karyawan yang memiliki kohesivitas tinggi akan selalu senang dan membaur dengan kelompok lain di lingkungan kerja yang sama. Meningkatkan hasil kerja yang dilakukan dengan secara berkelompok, semangat yang tinggi. Tanpa adanya kohesivitas kelompok kerja maka perusahaan atau organisasi tidak akan bisa maju dan tidak bisa tercapai tujuan yang diinginkan perusahaan.


(14)

Menurut Newcomb (dalam Arninda dan Safitri, 2012) kohesivitas kelompok kerja diistilahkan dengan kekompakan. Kekompakan itu sendiri dimaknai sebagai derajat sejauh mana anggota kelompok atau karyawan melekat menjadi satu kesatuan yang dapat menampakkan diri dengan banyak cara dan bermacam-macam faktor yang berbeda serta dapat membantu kearah hasil yang sama. Hal tersebut dapat didukung dengan adanya keinginan untuk memajukan organisasi dan mempunyai kesamaan rasa yang bisa ditunjukkan melalui perilaku kerja karyawan.

Kohesivitas karyawan dalam sebuah organisasi dapat menunjukkan kondisi yang kohesif di mana hubungan dan interaksi antar karyawan dapat dikatakan cukup erat, namun dapat pula terjadi sebaliknya yakni kondisi tidak kohesif tidak di mana interkasi anggota kelompok cenderung tidak erat.

Kepemimpinan merupakan suatu proses dimana individu dapat mempengaruhi anggota kelompoknya untuk dapat mencapai tujuan bersama. Sedangkan kepemimpinan trasnformasional adalah bentuk interaksi antara pemimpin dan pengikutnya, manajer dengan bawahannya ditandai oleh pengaruh pemimpin untuk mengubah perilakubawahannya menjadi seorang yang mampu dan bermotivasi tinggi dan berupaya mencapai prestasi kerja yang tinggi dan bermutu (Munandar,2006) sedangkan menurut Burns (dalam Yulk, 1994) kepemimpinan transformasional adalah sebuah proses dimana para pemimpin dan pengikut saling menaikan diri ketingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi. Kepemimpinan trasnformasional menunjuk kepada proses untuk membangun komitmen terhadap sasaran organisasi dan memberi kepercayaan kepada para


(15)

pengikut untuk mencapai sasaran organisasi. Yulk (1994) berasumsi sejauhmana seorang pemimpin disebut transformasional diukur dalam hubungannya dengan efek pemimpin tersebut terhadap pengikut. Pemimpin mengubah bawahannya, sehingga tujuan kelompok kerjanya dapat dicapai bersama. kepemimpinan trasnformasional merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan organisasi atau perusahaan. Berhasil atau tidaknya kegiatan perusahaan sering dikaitkan dengan keberadaan pimpinan dalam perusahaan tersebut, tanpa kepemimpinan yang efektif maka kegiatan perusahaan sulit untuk diarahkan pada pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

Kepemimpinan yang cerdas sangat memahami bahwa perilaku, hubungan, dan sikap individu berpotensi untuk tidak konsisten dalam kerja sama; sehingga dibutuhkan nilai-nilai yang tegas dan konsisten untuk mengharuskan semua perilaku, hubungan, dan sikap individu patuh pada nilai-nilai organisasi agar dapat membangun lingkungan kekompakkan (Kohesivitas) yang produktif.

Nilai-nilai memiliki kekuatan untuk menyatukan kualitas orang-orang agar dapat bekerja sama dalam kolaborasi dan sinergi yang terfokus pada tujuan. Dan, pengaruh dari energi nilai-nilai kerja tersebut, haruslah menyebabkan ratusan bahkan ribuan orang di dalam organisasi, dapat saling melayani dan saling berkontribusi untuk pencapaian tujuan. Kepemimpinan perlu di dukung juga oleh sejumlah factor lain agar bisa membangun the dream team.sebut saja kesamaan visi ,menjalani rencana kerja dengan memegang kode etik,saling memberdayakan ,adanya delegasi tugas dan penghargaan atas kinerja rekan kerja.Bahkan pemutusan kerja sama dengan rekan yang tidak menunjukan kinerja baik juga sah


(16)

di lakukan.Hanya pemimpin yang berkarakter kuat yang memiliki ketegasan dan sikap adil dalam memaksimalkan tim kerjanya.

Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat-sifatnya, atau kewenangannya yang dimiliki yang mana nantinya sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkan. (http://www.kompasiana.com/ciciarumsari/ Strategi-leadershipuntukkekompakkantim-kerjanya)

Fenomena dalam penelitian ini adalah berawal dari pengalaman peneliti yang pernah magang dari tanggal 2 November 2015 sampai dengan tanggal 19 Desember 2015 di Kantor Pos Surabaya Selatan. Kantor Pos berdiri pada tahun 1961 Kantor Pos merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa jumlah karyawan di kantor pos ini yaitu 58 orang.

Kantor Pos Surabaya Selatan terdapat bidang – bidang pekerjaan antara lain pekerjaan dibidang pelayanan, akuntansi, keuangan, pengolahan, penjualan, Sdm, Texsa. Slpk. kepanjangan dari slpk adalah sentral layanan pelanggan korporat, slpk merupakan ruangan kerja untuk mengatur keluar masuknya surat , Dan jumlah keseluruhan karyawannya yaitu 58 orang Dari bidang-bidang pekerjaan dan jumlah karyawan yang telah disebutkan oleh peneliti, data tersebut diperoleh dari setelah melakukan wawancara dengan salah satu karyawan bagian SDM.

Fenomena yang ditemukan oleh peneliti ketika magang di Kantor Pos Surabaya Selatan adalah mengenai kekompakkan (cohesiveness/ Kohesivitas)


(17)

kerja pada karyawan kantor pos. Dari kata kekompakkan atau kohesivitas ini, bagi peneliti sangat menarik untuk diteliti. Perusahaan ini tentunya memiliki kebijakan-kebijakan serta kepemimpinan dan dampak langsung terhadap pencapaian tujuan perusahan maupun kinerja para karyawannya.

Kekompakkan (kohesivitas) pada karyawan kantor pos surabaya selatan sangat diutamakan karena untuk menjalin hubungan yang baik antar karyawan yang lain dalam menyelesaikan pekerjaannya. Kekompakkan karyawan kantor pos Surabaya selatan ditunjukkan dalam bentuk keramahtamahan antar karyawan dan dipengaruhi oleh salah satunya tingkat rasa suka satu sama lain dengan karyawan lain, karyawan kantor pos senang untuk bersama-sama. Kekompakkan pada karyawan kantor pos surabaya selatan berjalan dengan baik didasari dengan adanya kedisiplinan serta adanya pemimpin yang memperhatikan kekompakkan kerja karyawannya.

Bapak pimpinan kantor pos surabaya selatan berperan sebagai pengamat bagaimana kekompakkan (Cohesivenes) atau kerjasama pada karyawan kantor pos ketika bekerja dari jam masuk yaitu jam delapan pagi dan karyawan – karyawan di kantor pos jemur Surabaya selatan ini karyawannya menyambut dengan ramah. faktor situasi dan lingkungan akan mempengaruhi gaya kepemimpinan seorang individu. Lingkungan kerja dikantor pos Surabaya selatan yang dialami oleh pengalaman peneliti atau mahasiswi ketika magang yaitu merasakan kenyaman dan interaksi dengan karyawan – karyawan serta memiliki sifat luwes, karyawan – karyawan di kantor pos surabaya selatan ini saling betegur sapa dengan karyawan – karyawan lain termasuk karyawan kantor


(18)

pos yang menyapa mahasiswi dari uin sunan ampel surabaya sebagai mahasiswa magang di kantor pos.

Dari lingkungan kerja di kantor pos tersebut mahasiswi yang berpengalaman magang berperan sebagai pengamat dan merasakan kenyamanan dengan semua karyawan yang ada disekitar, dari lingkungan kerja yang nyaman juga mempengaruhi kohesivitas karyawan.

Tugas praktek kerja yang lain di lakukan oleh mahasiswi ketika magang dikantor Pos Surabaya Selatan yaitu praktek kerja di ruang sumber daya manusia, ada yang melakukan praktek manajemen keuangan dengan salah satu karyawan yang mengajarkan mahasiswi magang bagaimana mengatur keuangan di perusahaan jasa kantor pos surabaya selatan, kekompakkannya (cohesiveness) atau kerjasama diamati ketika membuka uang yang masih didalam bungkusan atau plastik karena uang yang sudah diterima ini bagian dari keuangan yang di pegang oleh bapak S.D. yang bertugas bidang keuangan ini, maka mahasiswi sebagai pengamat yang berpengalaman magang dibagian keuangan mahasiswi magang harus ikut serta membantu dengan cara kerjasama serta dibimbing oleh bapak S, awal kegiatan dibagian keuangan ini adalah membuka bungkus atau plastik yang berisi uang, kemudian uang tersebut dibendel dengan cara kerja yang cepat, setelah dibendel kemudian dihitung berapa rupiahnya, kemudian dihitung dengan menggunakan cara akuntansi di komputer, setelah di hitung kemudian ditunjukkan kepada bapak pimpinan untuk dimintai tanda tangan. Setelah sesuai dengan jumlah keseluruhan maka bapak pimpinan telah menyetujui, dan bapak


(19)

pimpinan mengecek kembali secara nyata uangnya, kemudian dimasukan kedalam kantong, setelah itu jam tiga sorenya di setorkan ke Bank.

Dari awal kegiatan sampai akhir dibagian keuangan tersebut merupakan kekompakkan yang dilakukan setiap hari dan adanya pengawasan dari bapak pimpinan. dibagian keuangan ini mengawali pekerjaan yang berhubungan dengan keuangan harus disertai dengan kekompakkan karena kekompakkan atau kerjasama lebih efektif serta memberikan hasil yang lebih baik dan perusahaan mendapat keuntungan.

Kekompakkan (cohesiveness) kerja di bagian marketing yang dilakukan oleh karyawan sangat baik, kerjasama dengan karyawan lain diamati ketika bekerja secara cepat dan tepat saat menaikan barang berupa box (kerdus besar) yang berjumlah kurang lebih 40 Box ke dalam truk kantor pos yang akan dikirim. dari penjelasan diatas merupakan hasil pengamatan dari mahasiswi ketika magang.

Fenomena lain yang diamati oleh mahasiswa magang sebagai peneliti yaitu melihat bagaimana kerjasama karyawan di bagian antaran, di bagian antaran ini karyawannya bekerja secara kompak (kohesif) dan disiplin dalam bekerja tugas karyawan di bidang antaran ini adalah menyortir surat dan paket serta pemberian struk pengiriman, dibidang antaran ini kerjasama antar karyawan dilihat ketika masing- masing karyawan mendapatkan tugas menyortir setelah itu paket maupun surat yang telah disortir dan telah mendapat persetujuan dari ketua bidang sortir, masing-masing karyawan berangkat secara bersama-sama untuk melakukan pengiriman sesuai dengan jam kerja karyawan.


(20)

Semakin karyawan – karyawan kompak (kohesif) dalam bekerja maka hasil kerja yang didapatkan adalah semakin baik serta merasakan kenyamanan dalam bekerja. Serta kepemimpinan itu sendiri memiliki berbagai macam hasil antara lain kepuasan pengikut atau karyawan. Pemimpin di kantor pos ini memiliki kemampuan untuk membawa membawa kepada perubahan perubahan dalam visi, strategi dan budaya organisasi, pemimpin di kantor Pos Surabaya Selatan ini di saat karyawan memulai bekerja selalu membimbing, memberikan perhatian kepada karyawan yang mengalami kesulitan bekerja, pemimpin di kantor pos ini juga memberikan perhatian, membina, dan melatih setiap karyawan secara khusus dan pribadi, pemimpin dikantor pos ini membangkitkan kebanggaan, membangkitkan semangat para karyawan dalam bekerja, serta menumbuhkan sikap hormat dan kepercayaan pada para bawahannya.

Mahasiswi yang pernah magang dan sebagai Peneliti mengamati mengenai kekompakkan (cohesiveness) kerja karyawan selama satu bulan magang di Kantor Pos Surabaya Selatan dan mengapa peneliti (mahasiswi) tertarik meneliti di kantor pos jemur surabaya selatan, alasan yang tepat bagi mahasiswi yaitu karena bapak pimpinan dan keseluruhan karyawaan di kantor pos jemur andayani ini welcome dengan peneliti dari pemaparan fenomena diatas merupakan pengalaman magang yang menarik oleh peneliti atau mahasiswi Uin Sunan Ampel Surabaya.

Atas dasar itulah peneliti tertarik untuk mengambil judul :

“Hubungan Antara Kepemimpinan Transformasional Dengan Kohesivitas


(21)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat diformulasikan rumusan permasalahan yang berkaitan dengan penelitian ini antara lain : Apakah terdapat hubungan antara kepemimpinan transformasional dengan kohesivitas kolompok kerja di Kantor Pos Surabaya Selatan ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan peneliti ini adalah mengetahui apakah terdapat hubungan antara Kepemimpinan Transformasional dengan kohesivitas kolompok kerja di Kantor Pos Surabaya Selatan.


(22)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Sebagai bahan kajian yang bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu yang bergerak dalam bidang psikologi industri dan organisasi, serta dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan, dan dapat dijadikan pedoman untuk penelitian lebih lanjut.

2. Manfaat Praktis

Sebagai bahan masukan dan bahan pertimbangan lain para karyawan, pimpinan dan perusahaan dalam meningkatkan kohesivitas kelompok kerja ditinjau dari kepemimpinan sehingga dapat diambil langkah – langkah untuk mengoptimalkan kekompakan (kohesivitas) kerja karyawan.


(23)

E. Keaslian Penelitian

Ada beberapa penelitian perihal kohesivitas kelompok kerja yang sudah dilakukan. Kajian pustaka tentang penelitian terdahulu bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara penelitian yang dilakukan sebelumnya dengan yang akan dilakukan.

Judul penelitian ini adalah Hubungan kohesivitas kelompok dengan kinerja karyawan pada bagian pemasaran eksport PT. Biofarma (Persero). Judul penelitian ini diteliti oleh Dicky Zulkifli dan Umar Yusuf (2014). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasi dengan jumlah subjek 8 karyawan. Dan hasil dari penelitian ini bahwa terdapat hubungan yang cukup erat atau sedang antara kohesivitas kelompok kerja dengan kinerja karyawan yaitu rs = 0.587 artinya semakin tingi kohesivitas kelompok maka semakin tinggi pula kinerja karyawan yang dimiliki oleh anggota kelompok.

Selain itu ada penelitian lain yang berjudul kohesivitas karyawan ditinjau dari gender dan bagian kerja.Judul ini diteliti oleh Retno Ristiasih U dan Purwaningtyastuti (2011), penelitian ini menggunakan analisis statistik two way analysis of variance. menunjukkan hasil analisis varians 2 jalur (Anava AB)nilai koefisien F bagian sebesar 1.247 dengan p > 0.05. dan dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan kohesivitas menurut bagian kerja. Nilai koefisien F gender sebesar 0.374 dengan p>0.05 menunjukkan bahwa menurut gender (pria dan wanita) juga tidak ada perbedaan kohesivitas. Koefisien F interaksi terdapat angka sebesar 0.173 dengan p > 0.05 yang berarti bahwa tidak ada interaksi antara bagian kerja dan gender. Hasil analisis menunjukkan bahwa penelitian ini


(24)

hipotesis alternatif gagal menolak hipotesis nol sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan kohesivitas ditinjau dari bagian kerja dan gender.

Selain penelitian – penelitian diatas peneliti juga menemukan judul serupayaituHubungan antara kohesivitas kelompok dengan motivasi kerja pegawai kelurahan di kecamatan kasihan kabupaten Bantul. Judul penelitian ini diteliti oleh Arninda EDP dan Ranni Merli safitri (2011)mahasiswi dari fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta.Analisis data dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis Product moment. Hasil analisis data yaitu koefisien korelasinya adalah r = 0.568 (p<0.01) jadi hipotesisnya diterima. Dan nilai R2 nya yaitu 0.323. variabel kohesivitas menunjukkan kontribusi sebesar 32.3 % pada motivasi kerja. hasil penelitian yang telah dilakukan yaitu terdapat hubungan positif antara kohesivitas dengan motivasi kerja. Semakin tinggi kohesivitas kelompok maka semakin tinggi motivasi kerja pegawai

Peneliti juga menemukan tema serupa yaitu Kohesivitas kelompok dan

Komitmen organisasi pada financial advisor asuransi “X” Yogyakarta. Judul

penelitian ini diteliti oleh Vivia R. T dan Fuad Nashori, (2011)dari Jurnal

Pryeksi, Vol. 6 (2), 12 – 2- Psikologi, Fakultas dan Ilmu Sosial Budaya UII.Hipotesis penelitian ini adalah ada hubungan positif antara kohesivitas kelompok dengan komitmen organisasi. Subjek penelitian adalah sejumlah Financial Advisor di agen asuransi “X” Yogyakarta Meyer (1990) r = 0,943 serta Skala Kohesivitas Kelompok yang disusun berdasarkan dimensi kohesivitas kelompok oleh Forsyth (1999) r = 0,942. Analisis data menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson. Hasilnya menunjukkan bahwa ada


(25)

hubungan positif yang sangat signifikan antara kohesivitas kelompok dengan komitmen organisasi (R = 0,680 dan p = 0.000, p<0,01), makin tinggi tingkat kohesivitas kelompok, makin tinggi pula komitmen organisasi.

Judul penelitian ini adalah kohesivitas ditinjau dari kepemimpinan transformasional pada karyawan PT. Primayudha Mandirijaya. judul ini diteliti oleh Nurul Cholidah (2011) dari Universitas Sunan Kalijaga Yigyakarta. Subjek penelitian ini adalah karyawan spinning 2 shift II PT.Primayudha, jumlah subjek 61 orang. Teknik sampel menggunakan cluster random sampling dan pusposive sampling. Analisis data yang digunakan adalah analisis product moment dari pearson. Hasil perhitungan statistik menunjukkan nilai rxy sebesar 0,448 ada hubungan positif dan signifikan antara kepemimpinan transformasional dengan kohesivitas karyawan dan dengan sumbangan kepemimpinan transformasional terhadap kohesivitas karyawan sebesar 20%.

Judul penelitian ini adalah Hubungan antara komunikasi yang efektif dan harga diri dengan Kohesivitas Kelompok pada Pasukan Suporeter Solo Sejati (Pasoepati). Judulini diteliti oleh Hertina, Tuti dan Arista dari (Jurnal Psikologi Universitas Sebelas Maret ).hasil analisis regresi dua prediktor, diperoleh nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0.723: P = 0.000 (p < 0.05) dan F hitung 107,701 > F tabel 3.042. hasilnya ada hubungan signifikan antara komunikasi yang efektif dan harga diri dengan kohesivitas kelompok pada pasoepati dengan koefisien korelasi (r) sebesar 0.592 dan ada hubungan yang signifikan antara harga diri dengan kohesivitas kelompok pada pasoepati yang ditunjukkan oleh koefisien korelasi (r) sebesar 0,141. Nilai R2 pada penelitian ini


(26)

sebesar 0,522 atau 52,2%, terdiri atas kontribusi komunikasi yang efektif terhadap kohesivitas kelompok sebesar 45,8 %. Dan kontribusi harga diri terhadap kohesivitas kelompok sebesar 6,4% ini berarti masih terdapat 47,8 faktor lain yang mempengaruhi kohesivitas kelompok.

Judul penelitian ini adalah Hubungan antar kepemimpinan transformasional dengan kohesivitas kelompok Di PT. Pertamina Surabaya. Penelitian yang dilakukan oleh Ori Maharsita Molia (2006) peneliti menuturkan hasil penelitiannya yang signifikan antara kepemimpinan trasnformasional dan kohesivitas kelompok (f = 8,996) dengan p =0,005 :p<0,005 ), hal ini berarti dengan tingkat kepemimpinan transformasional yang semakintinggiakan meningkatkan kohesivitas kelompok, berarti semakin baik pelaksanaan kepemimpinan transformasional, maka kohesivitas kelompok akan semakin kuat.

Penelitian yang dilakukan oleh Prihandini yang berjudul Hubungan antara Organizational Citizenship Behavior (Organizational Citizenship Behavior) dan kohesivitas kelompok dengan iklim organisasi. Penelitian ini menunjukkan ada hubungan yang positif dan signifikan antara variabel Organizational Citizenship Behavior dengan iklim organisasi yakni sebesar 0.242 dengan nilai signifikansi p=0.04 (p < 0.05). Perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian sebelumnya terdapat pada lokasi dan subyek penelitian, serta variabel yang akan diteliti, penelitian yang sekarang hanya menggunakan dua variabel yakni iklim organisasi dengan Organizational Citizenship Behavior

Judul penelitian ini adalah Kohesivitas Kelompok Karyawan di Yayasan Nurul Hayat Surabaya. Judul ini diteliti oleh Inda Dwi Martika.(2010) Metode


(27)

pengolahan yang digunakan melalui perhitungan mean, devisiasi standar, koefisien variasi, diagram batang. Dari hasil penelitian diketahui bahwa faktor kohesivitas tertinggi adalah kekuatan sosial dengan mean 5,96. Sedangkan berdasar karakteristik responden kohesivitas tertinggi dialami karyawan laki-laki, berusia >40 tahun, lama kerja > 5 tahun, unit kerja Operasional, pendidikan terakhir SMA/SMK/Sederajat, asal daerah Surabaya dan belum menikah

Judul penelitian ini adalah hubungan antara gaya Kepemimpinan transformasional dengan Stres Kerja Karyawan PDAM Surya Sembada Kota Surabaya, penelitian ini di teliti oleh Wahyu Hamdani dan Seger Handoyo dari universitas airlangga surabaya.Pengambilan sampel dengan cara acak sederhana (simple random sampling).Penelitian ini yang menjadi sampel berjumlah 278 orang karyawan. Hasil analisis data diperoleh nilai koefisien korelasi antara gaya kepemimpinan transformasional dengan stres kerja karyawan adalah sebesar -0,450 dengan p sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara gaya kepemimpinan transformasional dengan stres kerja karyawan PDAM Surya Sembada Kota Surabaya

Judul penelitian ini adalahhubungan antara gaya kepemimpinan dengan kohesivitas kelompok pada karyawan bagian instalasi gizi di instalasi Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar Malang penelitian ini diteliti oleh M. Surya Firmansyah (2009) Putra.Analisis data yaitu analisis deskriptif, dan analisis korelasi Product moment.Hasil uji korelasional gaya kepemimpinan dengan kohesivitas dinyatakan dengan nilai r = .296 dan nilai p = 0,005 = 0.05, karena nilai r positif maka berarti gaya kepemimpinan berhubungan positif dan signifikan terhadap kohesivitas


(28)

kelompok. Hasil uji korelasi gaya kepemimpinan transaksional dengan kohesivitas dinyatakan dengan nilai r =-0,598, dan nilai p = 0,000 < 0,05, karena hasilnya negatif, maka berarti gaya kepemimpinan transaksional berhubungan negatif dan signifikan terhadap kohesivitas kelompok. Hasil uji korelasi antara gaya kepemimpinan transformasional dengan kohesivitas dinyatakan dengan nilai r = 0,241 dan nilai p =0,022 < 0,05 karena nilai r nilainya positif, berarti ada hubungan positif dan signifikan antara gaya kepemimpinan transformasional dengan kohesivitas kelompok.

Penelitian yang dilakukan oleh Djamaludin Ancok Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Judul penelitian yaitu Hubungan kepemimpinan transformasional dan transaksional dan motivasi bawahan di militer. dipenelitian ini H1= F‐reg =24,660 ada hubungan positif dan signifikan antara kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan transaksional dengan motivasi bawahan ,Bunyi H2 = r = 0,559, ada hubungan positif dan signifikan antara kepemimpinan trasnformasional dengan motivasi bawahan ,bunyi H3 = (3) r = 0,225 ada hubungan yang positif dan signifikan antara kepemimpinan transaksional dengan motivasi bawahan.;H4 r = 0,559 berbunyi hubungan antara kepemimpinan transformasional dan motivasi bawahan adalah sangat kuat dengan kepemimpinan transaksional dan motivasi bawahan. Subjek dalam penelitian ini yaitu anggota militer indonesia (bintara dan tamtama).

Penelitian yang dilakukan oleh Yusuf Palgunanto, Suparno, Achmad dan Dwityanto. Judul penelitian yaitu kinerja karyawan ditinjau dari gaya kepemimpinan transformasional. Hipotesisnya adalah ada hubungan positif


(29)

antara gaya kepemimpinan transformasional dengan kinerja karyawan. Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan wiraniaga PT. AJB Bumiputera 1912 cabang Salatiga yang berjumlah 43 orang.. hasil analisis korelasi product moment diperoleh nilai korelasi (r) 0.463 dengan p < 0.01 artinya ada hubungan positif yang sangat signifikan antara gaya kepemimpinan transformasional dengan kinerja.Semakin tinggi gaya kepemimpinan transformasional maka semakin tinggi kinerja. Peranan atau sumbangan efektif gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja sebesar 21.4% yang ditunjukkan oleh nilai koefi sien determinan (r2) sebesar 0.214. Hal iniberarti masih terdapat 78.6% faktor-faktor lain yang mempengaruhi kinerja di luar variabel gaya kepemimpinan transformasional.

Judul penelitian ini adalah hubungan antara kepemimpinan trasnformasional dengan organizational citizenship behavior. Judul ini diteliti oleh Nurvita Indah Sari dan Ni wayan Sukmawati Puspitadewi. Uji hipotesis menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson. Populasi penelitian ini adalah karyawan Yayasan Y atim Mandiri Surabaya yang berjumlah 36 orang. Subyek yang diteliti meliputi semua yang terdapat di dalam populasi karena jumlah populasi yang kurang dari 100. Hipotesis ini ada hubungan antara kepemimpinan transformasional dengan organizational citizenshi p behavior . Berdasarkan hasil analisis data diperoleh hubungan antara kepemimpinan transformasional dengan citizenship behavior menunjukkan nilai r sebesar 0,659 dan p = 0,000 (p<0,05), sehingga hipotesis penelitian diterima.


(30)

Dari beberapa penelitian terdahulu yang sudah dipaparkan diatas terdapat perbedaan dan persamaan dengan penelitian yang akan diangkat oleh penulis yaitu:

Persamaanya adalah meneliti kohesivitas kelompok, dan orientasi pada pengembangan sumber daya manusia khususnya Kohesivitas Kelompok Kerja

Perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian sebelumnya adalah pertama variabel yang akan diteliti hanya menggunakan dua variabel yakni variabel kohesivitas dan variabel kepemimpinan transformasional, kedua perbedaan tempat dan subyek penelitian yang mana penelitian sekarang menggunakan karyawan kantor pos surabaya selatan.


(31)

(32)

(33)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kohesivitas

1. Pengertian Kohesivitas

Kohesivitas sangat penting dalam dunia organisasi dan industri untuk menjaga performa dari tim kerja dan karyawan untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Peran pemimpin dalam hal ini sangatlah penting terutama untuk menjaga dan mengakomodir bawahannya agar sampai pada tingkatan dimana kekohesifan antar karyawan terjalin dengan erat.

Robbin (2001) menjelaskan bahwa kelompok atau karyawan yang kohesif ditunjukkan dari adanya kebersamaan dan interaksi yang intensif antar karyawan.

Kohesivitas kelompok (kekompakkan) erat hubungannya dengan kepuasan anggota kelompok atau karyawan, makin kohesif karyawan makin besar tingkat kepuasan karyawan. Dalam kelompok atau karyawan yang kohesif, karyawan merasa aman dan terlindungi, sehingga komunikasi menjadi bebas, dan lebih terbuka. (Gitosudarmo dan Sudita. Dalam Amalia, 2009)


(34)

Menurut (Walgito,2007) mengemukakan Kohesi Kelompok ialah bagaimana para anggota kelompok saling menyukai dan saling mencintai satu dengan yang lainnya. Shaw (1979; dalam Walgito, 2007:46) mengemukakan bahwa tingkatan kohesi akan menunjukkan seberapa baik kekompakkan dalam kelompok yang bersangkutan. Untuk mengetahui tingkatan kohesivitas kelompok, maka umumnya kita menggunakan metode sosiometri (Shaw, 1979)

Menurut (Walgito, 2007:47) Kohesivitas adalah saling tertariknya atau saling senangnya anggota satu dengan yang lain dalam kelompok. Dengan demikian, kesimpulannya adalah tingkatan kohesi akan dapat mempengaruhi saling hubungan atau interaksi anggota dalam kelompok bersangkutan.

Dari pemaparan diatas bahwa kohesivitas kelompok kerja adalah adanya perasaan saling menyukai, saling mencintai dan adanya interaksi dalam kelompok serta menimbulkan emosional positif.

Pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Lot dan Lot (dalam Shaw, 1979) menemukan bahwa ada hubungan antara kohesivitas kelompok dengan kuantitas komunikasi. Kuantitas komunikasi menunjukkan interaksi. Dengan rank difference correlation, mereka memperoleh koefisien korelasi 0,42 antar kohesi dengan communication level. Korelasi demikian menujukkan korelasi yang bermakna.Walaupun tidak tinggi. (Walgito, 2007:47)


(35)

Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh French (dalam Shaw, 1979) judul penelitiannya yaitu hubungan antara kohesi dengan kualitas interaksi. Mengadakan perbandingan antara kelompok yang terorganisasi dengan yang tidak terorganisasi. Tiap kelompok diminta untuk memecahkan persoalan tertentu. Hasil observasi menunjukkan bahwa kelompok yang terorganisasi lebih kohesif daripada kelompok yang tidak terorganisasi. Ada pola perilaku yang berbeda antara kedua kelompok. (Walgito, 2007:48)

Yuniasanti (2010) berpendapat bahwa kohesivitas adalah ketertarikkan anggota tim untuk tetap bersatu, adanya kebersamaan, merasakan perasaan anggota lain dan memiliki suasana emosional yang positif. Dampak dari perilaku yang kohesif para anggota adalah kelompok dapat mencapai misi organisasi dengan mudah.

Menurut Newcomb (dalam Arninda & Safitri, 2012) kohesivitas kelompok diistilahkan dengan kekompakan. Kekompakan adalah sejauh mana anggota kelompok atau karyawan melekat menjadi satu kesatuan yang dapat menanpakkan diri dengan banyak cara dan bermacam – macam faktor yang berbeda serta dapat membantu kearah hasil yang sama. Kekompakan di sini memiliki dasar – dasar seperti integrasi struktural, ketertarikan interpersonal dan sikap – sikap yang dimiliki bersama oleh anggota kelompok.


(36)

emosional sesama anggota kelompok kerja dimana adanya rasa saling menyukai, membantu, dan secara bersama - sama saling mendukung untuk tetap bertahan dalam kelompok kerja dalam mencapai tujuan bersama.

Robbins (2002) menyatakan bahwa semakin kohesif suatu kelompok, para anggota semakin mengarah ke tujuan. Selanjutnya tingkat kohesivitas akan memiliki pengaruh terhadap komitmen terhadap organisasi tergantung dari seberapa jauh kesamaan tujuan kelompok dengan organisasi. Pada kelompok dengan kohesivitas tinggi yang disertai adanya penyesuaian yang tinggi dengan tujuan organisasi maka kelompok tersebut akan berorientasi pada hasil ke arah pencapaian tujuan.

Trihapsari dan Nashori (2011) menjelaskan bahwa pada kelompok yang kohesivitasnya tinggi, maka para anggotanya mempunyai komitmen yang tinggi pula untuk mempertahankan kelompok tersebut. Jika anggota kelompok menunjukkan interaksi dengan sesama anggota secara kooperatif, maka kelompok tersebut memiliki kohesivitas yang tinggi sedangkan pada kelompok dengan kohesivitas rendah sebaliknya, perilaku para anggotanya adalah agresif, bermusuhan dan senang menyalahkan sesama anggotanya (Purwaningwulan, 2006).

Hornby (2000) mendefinisikan kohesif adalah pembentukan agar menjadi sebuah kesatuan. Selanjutnya, Alwi., dkk (2005) mendefinisikan kohesif adalah melekat satu dengan yang lain, berpadu, berlekatan.


(37)

Dari pemaparan berdasarkan teori diatas dengan kata lain secara tidak langsung akan berpengaruh pada kohesi (cohesiveness) karyawan yaitu melalui interaksi. Serta karyawan dalam kelompok yang kohesif akan memberikan respons positif terhadap para karyawan. Kemudian karyawan yang tertarik pada kelompok akan bekerja lebih semangat, saling bekerjasama secara kompak untuk mencapai tujuan kelompok maupun organisasi.

Kohesivitas kelompok kerja adalah suatu keterpaduan di dalam kelompok kerja yang ditandai dengan terjalinnya kerja sama, komunikasi satu sama lain, bertanggung jawab terhadap pekerjaan dan kesamaan pandangan demi tercapainya tujuan kelompok Kesimpulan untuk pemaparan dari teori - teori diatas bahwa kohesivitas merupakan kekuatan interaksi dari anggota suatu kelompok.

Dari definisi-definisi beberapa tokoh diatas, peneliti dapat menjelaskan bahwa untuk menciptakan kohesivitas dalam lingkungan kerja, sangat diperlukan sumber daya manusia sebagai media yang sangat berperan dalam proses pencapaian kinerja yang efektif dan pencapaian tujuan dari perusahaan.

Dalam perusahaan, sumber daya manusia bergabung menjadi anggota dari beberapa kelompok atau bagian – bagian yang memiliki tugas dan tanggungjawab yang berbeda – beda. Sumber daya manusia sebagai anggota kelompok diharapkan dapat menciptakan atmosfir yang baik dan salah satu


(38)

factor pendukungnya adalah terwujudnya kohesivitas pada karyawan. Dalam kohesivitas terdapat :

a) Kohesivitas dan interaksi

(Walgito, 2007:47) Pengertian kohesivitas adalah saling teretariknya atau saling senangnya anggota satu dengan yang lain dalam kelompok. Kesimpulannya adalah tingkatan kohesivitas akan dapat mempengaruhi saling hubungan atau interaksi anggota dalam kelompok bersangkutan, dan dalam interaksi, apabila seseorang dengan orang lain tertarik, maka ia akan mengadakan interaksi, sedangkan kalau.seseorang tidak tertarik dengan orang lain, maka ia tidak akan mengadakan interaksi

b) Kohesivitas dan pengaruh sosial

(Walgito,2007:49) anggota dalam kelompok yang kohesif akan memberikan respons positif terhadap para anggota dalam kelompok.

c) Kohesivitas dan Produktivitas

(Walgito, 2007:50) anggota kelompok yang tertarik pada kelompok akan bekerja lebih giat untuk mencapai tujuan kelompok. Konsekuensi keadaan yang demikian adalah kelompok dengan kohesivitas lebih tinggi akan lebih produktif daripada kelompok yang kurang kohesif.

Berdasarkan penelitian dilapangan (field) lebih menunjukkan hasil bahwa ada perbedann produktivitas antara kelompok kohesivitas tinggi dengan kelompok kohesivitas rendah.


(39)

Penelitian yang dilakukan oleh Goodacre pada tahun (1951) (dalam Shaw, 1979) serta penelitian Hemphill dan Sechrest (1952) yang meneliti para personel militer menunjukkan hasil bahwa ada perbedaan antara kelompok kohesivitas tinggi dengan kelompok kohesivitas rendah. (Walgito.2007:51)

Demikian pula, penelitian dalam bidang industri yang dilakukan oleh Van Zeist (1952a: 1952b) (dalam Shaw, 1979) menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara kohesivitas dengan produktivitas. Kemudian penelitian oleh Dimyati pada tahun (2000) pun menunjukkan hasil ada hubungan antara kohesivitas dengan produktivitas kelompok. (Walgito.2007:51)

Menurut Cattel (teori sintalitas) kohesivitas menaikkan sinergi efektif pada kelompok dalam dua cara, yaitu menaikkan sinergi total kelompok dengan menghasilkan sikap yang favorable terhadap kelompok pada sebagian anggotanya dan mengurangi jumlah energi yang dibutuhkan untuk memepertahankan atau memelihara kelompok.

2. Faktor - faktor yang mempengaruhi Kohesivitas

Ada beberapa faktor yang dapat dipakai untuk melihat kohesivitas Menurut Forysth (1999:p.149-151) menyatakan bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi kohesivitas, yaitu social force (kekuatan sosial), group unity (kesatuan dalam kelompok), attraction (daya tarik), dan teamwork (kerja sama kelompok).


(40)

Steers (1991) mengemukakan faktor – faktor yang mempengaruhi kohesivitas yaitu sebagai berikut:

1. Keseragaman Kelompok

Makin seragam suatu kelompok dalam latar belakang dan karakterstik para anggotanya banyak memiliki kesamaan, maka makin tinggi kohesvitanya 2. Kematangan Kelompok

Kelompok cenderung lebih kohesif sejalan dengan waktu yang dilalui. Interaksi secara kontinu sepanjang periode waktu membantu anggota membangun kedekatan dalam hal pengalaman bersama

3. Ukuran Kelompok

Kelompok yang kecil mempermudah membangun khesivitasnya, hal ini dimungkinkan karena semakin sedikit rupa – rupa pola interaksi antar anggotanya.

4. Frekuensi Interaksi

Kelompok yang memiliki kesempatan yang besar untuk berinteraksi cenderung menjadi lebih kohesif disbanding kelompok yang jarang sekali mengadakan pertemuan rutin.

5. Kejelasan Tujuan Kelompok

Kelompok yang enggan dengan jelas mengetahui apa yang berusaha mereka selesaikan akan menjadi lebih kohesif karena mereka

merundingkan misi bersama – sama dan tidak ada konflik dalam misi mereka


(41)

6. Persaingan dan Ancaman dari luar

Ketika kelompok merasakan adanya ancaman dari luar, mereka cenderung untuk bersatu lebih dekat.

7. Kesuksesan

Kesuksesan kelompok dalam tugas sebelumnya seringkali meningkatkan kohesivitas dan perasaan “kami melakukan bersama-sama”

Lebih lanjut, Steers (1991) menambahkan, konsekuensi dari kohesivita adalah sebagai berikut:

1. Konsekuensi yang terbesar adalah pemeliharaan keanggotaan Jika hal yang menarik dalam kelompoknya lebih besar daripada hal yang menarik di kelompok lain, maka dapat diharapkan anggota kelompok tersebut akan tetap pada kelompokya, sehingga turnover dapat diperkecil.

2. Anggota kelompok yang tinggi kohesivitas, cenderung meanmpakkan partisipasi dan loyalitas. Pada beberapa studi memperlihatkan bahwa jika kohesivitas meningkat, maka semakin banyak frekuensi komunikasi diantara anggota. Semakin tinggi derajat partisipasi dalam aktivitas kelompok dan semakinm berkurang (absenteeism). lebih dari itu, anggota kelompok yang kohesif cenderung untuk lebih koperatif dan mudah bergaul dan mudah bergaul secara umum berperilaku dalam mengembangkan hubngan antar anggotanya.


(42)

3. Anggota kelompok yang tinggi kohesivitasnya secara umum akan menghasilkan level kepuasan kerja yang tinggi. Suatu karyawan yang kohesif dapat memiliki tingkat pelaksanaan kerja yang tinggi atau sebaliknya, tergantung pada apakah hubungan dengan organisasi induk merupakan hubungan kerjasama dan saling percaya, atau saling mencurigai. Absensi dan

turnover biasanya rendah dalam kelompok yang kohesif, dan kekohesivitasan dapat mempermudah kerja. Tingkat kekohesivitasan dalam suatu kelompok tergantung pada keragaman kelompok dan karakteritik anggota.

Sedangkan menurut Robbins (dalam Munandar, 2001) ada beberapa faktor yang menentukan tinggi rendahnya kohesivitas ,yaitu:

1. Lamanya waktu bersama dalam kelompok, makin lama berada bersama dalam kelompok maka akan saling mengenal, makin dapat timbul sikap toleran terhadap yang lain.

2. Parahnya masa awal, maksudnya adalah makin sulit seseorang diterima didalam kelompok kerja sebagai anggota, makin lekat kelompoknya.

3. Besarnya kelompok, makin besar kemlompoknya maka makin sulit terjadi 4. interaksi yang intensif antar para anggotanya, makin kurang lekat

kelompoknya.

5. Ancaman dari luar, kebanyakan penelitian mengatakan bahwa kelekatan kelompok akan bertambah jika kelompok mendapat ancaman dari luar.


(43)

6. Keberhasilan dimasa lalu, setiap orang menyenangi pemenang. Jika satu kelompok kerja, memiliki sejarah yang gemilang, maka terbentuklah esprit de crops yang menarik anggota-anggota baru, kelekatan kelompok akan tetap tinggi.

Faktor – faktor lain menurut Menurut Veroff dan Veroff (dalam Suryanti, 2009) kelompok yang kohesivitasnya tinggi dipersepsikan positif oleh anggota - anggotanya. Persepsi tersebut mengandung lima aspek atau faktor - faktor yaitu:

a) Kesadaran diri seorang anggota bahwa dia merupakan bagian dari kelompok, Hal ini menunjukkan bahwa apa yang dilakukan oleh seorang anggota kelompok akan dihayati sebagai perbuatan dari dan untuk kelompok itu sendiri,

b) Toleransi yang tinggi dalam berhubungan antar individu dalam kelompok akan memunculkan kerja sama yang terbina dengan baik. c) Pemimpin yang jarang memberikan hukuman. Hal ini dapat dilakukan bila pemimpin yang memperhatikan hak dan kewajiban setiap anggota sesuai dengan porsinya.

d) Anggota berkomitmen tinggi untuk menjaga keutuhan kelompok. Komitmen anggota tersebut berdasarkan kesediaan anggota untuk patuh pada norma kelompok


(44)

e) Setiap orang pada kelompok yang kohesif mempunyai rasa memiliki terhadap kelompok. Anggota akan dengan senang hati bekerja sama demi tercapainya tujuan kelokmpok.

Kesimpulan: dari salah satu faktor kohesivitas diatas yaitu faktor Pemimpin jarang memberikan hukuman . hal ini dapat dilakukan bila pemimpin memperhatikan hak dan kewajiban setiap anggota sesuai dengan porsinya. Faktor diatas merupakan faktor yang mendukung dalam kohesivitas kelompok kerja dan kepemimpinan transformasional merupakan salah satu contoh perilaku dari faktor – faktor yang ada dalam kohesivitas..

Dapat dinyatakan sesuai berdasarkan teori kepimpinan yaitu Menurut Djatmiko (2003, dalam Torang, 2014:63) ada beberapa syarat yang seharusnya dimiliki oleh setiap pemimpin, yaitu: Rasa kohesi (menjaga dan memelihara keutuhan kelompok dan kekompakkan

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi kohesivitas kelompok, antara lain :

social force (kekuatan sosial), group unity (kesatuan dalam kelompok),


(45)

3. Aspek – aspek Kohesivitas

Berdasarkan dari beberapa uraian tetang definisi kohesivitas kelompok diatas, peneliti dapat menemukan beberapa aspek yang mendukung terwjudnya kohesivitas kelompok yaitu;

a) Individu tertarik menjadi anggota kelompok

b) Individu merasa tertarik untuk ikut bergabung dalam kelompok

c) Dikemukakan oleh Robbins (1998), Evans dan Jarvis (dalam Hogg, 1992) dan Vecchio (1995)

d) Diterima sebagai anggota

e) Individu merasa bahwa dirinya diterima oleh anggota kelompok lainnya dan kelompok itu sendiri.

f) Berkeinginan untuk tetap tinggal dalam kelompok

g) Individu berkeinginan untuk tetap tinggal atau beada dala kelompok.

h) Dikemukakan oleh Robbins (1998), Geenberg (2000), teers (1991), Evans dan Jarvis (dalam Hogg, 1992) dan Vecchio (1995),

Peneliti menyimpulkan aspek – aspek tersebut karena didasarkan pada hal – hal yang dapat memperkuat atau mengurangi rasa ketertarikan atau keterikatan dan persoalan yang berkaitan dengan pengaruh rasa tersebut terhadap perilaku antar anggota dalam kelompok dan aspek-aspek tersebut merupakan ciri-ciri kuat yang mendukung terciptanya kohesivitas kelompok.kerja


(46)

Festinger (dalam Shaw, 1981) mengungkapkan bahwa Increased cohesiveness leads to greater frequency of interaction among group member. The greater chanes that member can produce in the behavior of individual. Yang berarti bertambah kuatnya kohesivitas akan mendorong meningkatkan frekuensi interaksi antar karyawan.. Makin bertambah kohesivitas itu, makin besar pula perubahan perilaku inividu yang dapat ditimbulkan para anggota kelompok atau karyawan.

Oleh sebab itu, sangat mudah dimengerti bila anggota kelompok yang merasa lebih dekat hubungannya dengan kelompok akan lebih energik dalam melakukan aktivitas kelompok, akan cenderung hadir dalam pertemuan kelompok dan akan merasa senang jika kelompok berhasil serta merasa sedih jika kelompok gagal. Sebaliknya, anggota yang keeratan hubungannya dengan kelompok tidak seberapa, akan tidak begitu tertarik kepada kegitan kelompok dan tidak begitu peduli terhadap hasil kelompoknya.

Menurut (Susilo,2005 :29) Faktor – faktor yang melemahkan tingkat kekohesifan :

1. Konflik

Faktor konflik disini lebih diarahkan kepemahaman ide atau gagasan seringkali kontras antara dua atau lebih gagasan dari beberapa individu di dalam kelompok tidak saja dapat menjadi kekuatan tetapi nflik.juga dapat menjadi kelemahan. Dalam hal yang demikian, pemimpin yang efektif pasti


(47)

dengan segera menghentikannya melalui cara yang dianggapnya sesuai dengan situasi konflik.

2. Kepentingan

Beberapa individu di dalam kelompok seringkali memandang suatu masalah kelompok dari perspektif kepentingannya..dalam hal kepentingan individu tersebut memiliki kekuatan untuk memperbaiki atau melengkapi kepentingan kelompok. Namun ketika dirasakan bahwa kepentingan individu tersebut bertentangan dengan kelompok individu bersangkutan tidak mau dan mampu memadukannya dengan kepentingan kelompok, maka kecenderungan yang akan terjadi adalah melonggarnya perasaan kolektif di dalam kelompok

3. Resiko

Stoner (1993, dalam Susilo.2005) orang cenderung untuk berpikir bahwa kelompok akan lebih konservatif dan waspada daripada individu. Padahal banyak bukti yang menunjukkan bahwa dalam beberapa situasi, kelompok akan mengambil keputusan justru lebih riskan dibanding individu.

4. Waktu

Faktor waktu (duration) merupakan keuntungan bagi keputusan kelompok karena drajat kualitas keputusan itu dipengaruhi durasi yang dipakai dalam proses pengambilan keputusan

5. Pikiran yang sering berubah.


(48)

yang sama dalam memandang masalah tersebut akhirnya dalam memulai pemecahan masalah terjadi pemakain cara yang berbeda. Bagi pemimpin haruslah disadari bahwa manusia itu memiliki kecenderungan mudah berubah pikiran sehingga pijakan kesadaran ini akan menyediakan pilihan tindakan yang jika salah memilihnya dapat melemahkan kekohesifan kelompok

4. Dimensi Kohesivitas

Dimensi – dimensi kohesivitas dikemukakan oleh Forsyth (dalam Ginting, 2010) mengemukakan bahwa ada empat dimensi kohesivitas kelompok kerja, yaitu:

a) Kekuatan Sosial adalah keseluruhan dari dorongan yang dilakukan oleh individu dalam kelompok untuk tetap berada dalam kelompoknya. Dorongan yang menjadikan anggota kelompok selalu berhubungan. Kumpulan dari dorongan tersebut membuat mereka bersatu

b) Kesatuan dalam kelompok adalah perasaan saling memiliki terhadap kelompoknya dan memiliki perasaan moral yang berhubungan dengan keanggotaan dalam kelompok. Setiap individu dalam kelompok merasa kelompok adalah sebuah keluarga, tim, dan komunitasnya serta memiliki kebersamaan

c) Daya Tarik adalah individu akan lebih tertarik melihat dari segi kelompok kerjanya sendiri daripada melihat dari anggotanya secara spesifik.


(49)

d) Kerjasama kelompok : Individu memiliki keinginan yang lebih besar untuk bekerjasama untuk mencapai tujuan kelompok.Masing-masing dimensi ini sangat menentukan kekompakkan dalam lingkungan kerja

Kesimpulan dari kohesivitas adalah kekuatan interaksi dari anggota suatu kelompok dan semakin kuat kohesivitas semakin kuat pula rasa memiliki dan rasa tarik menarik pada kelompok tersebut

Menurut Forsyth (2006) kohesivitas kelompok kerja memiliki dampak bagi individu yang ada di dalamnya, diantaranya beberapa dampak positif dan beberapa dampak negatif.

1. Adapun dampak positif dari kohesivitas yang diungkapkan oleh Forsyth (2006) diantaranya kelompok (karyawan) yang kohesif memiliki kemampuan berkembang dari waktu ke waktu karena menjaga anggotanya dan memungkinkan mereka untuk mencapai tujuan yang dimiliki, kohesivitas mampu meningkatkan kenyamanan anggota dalam kelompok, dapat menurunkan tingkat stres , secara kinerja kelompok yang kohesif lebih unggul dibandingkan kelompok yang kurang kohesif

2. Sedangkan dampak negatif Forsyth (2006) juga mengungkapkan bahwa kelompok (karyawan) yang tidak kohesif berisiko karena banyak anggotanya keluar dari tujuan sehingga kelompok tidak mampu bertahan. Secara kinerja, kelompok yang tidak kohesif akan jauh tertinggal dibandingkan kelompok yang kohesif.


(50)

B. Kepemimpinan Transformasional

1. Pengertian kepemimpinan transformasional

Chaplin dalam kamus psikologi (2006;272) pemimpin adalah seseorang yang membimbing, mengatur, menunjukkan, memerintah atau mengontrol kegiatan kelompok yang dipimpinnya.

Kepemimpinan transformasional (Munandar, 2006: 1999) adalah interaksi antara pemimpin dengan bawahannya ditandai oleh pengaruh pemimpin/ manajer untuk mengubah perilaku pengikutnya/ bawahannya menjadi seorang yang merasa mampu dan bermotivasi tinggi dan berupaya mencapai prestasi kerja yang tinggi dan bermutu. Pemimpin mengubah bawahannya, sehingga tujuan kelompok kerjanya dapat dicapai bersama.

Kepemimpinan transformasional menurut (Nawawi, 2003) adalah pendekatan kepemimpinan dengan melakukan usaha dengan mengubah kesadaran membangkitkan semangat dan megilhami bawahan atau anggota organisasi untuk mengeluarkan usaha ekstra dalam mencapai tujuan organisasi, tanpa merasa ditekan atau tertekan.

Menurut teori ini kepemimpinan transformasional lebih menekankan pada kegiatan pemberdayaan (empowermwnt) melalui peningkatan konsep diri bawahan atau anggota positif. Para bawahan/ anggota organisasi yang memiliki konsepsi positif itu akan mampu mengatasi permasalahan dengan mempergunakan potesninya masing – masing tanpa merasa ditekan atau


(51)

tertekan sehingga dengan kesadaran sendiri membangun komitmen yang tinggi terhadap pencapaian tujuan organisasi.

Stogdil (Cahyono, 1992) menyebutkan kepemimpinan adalah suatu proses tindakan mempengaruhi aktivitas suatu kelompok organisasi dalam usahanya untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Model kepemimpinan trasnformasional adalah pendekatan kepemimpinan dengan melakukan usaha mengubah lingkungan kerja, motivasi kerja dan pola kerja dan nilai – niai kerja yang dipersepsikan bawahan bawahan sehingga lebih mampu mengoptimalkan kinerja untuk mencapai tujuan organisasi.

Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dipaparkan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa kepemimpinan transformaisonal adalah suatu tindakan atau aktivitas yang secara sengaja mempengaruhi orang lain, unuk secara bersama - sama mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Sebagai seorang pemimpin harus mampu menginterpretasikan kebutuhan yang ada dalam diri pengikutnya dan diri sendiri ke dalam tindakan.

Menurut Burns (dalam Yulk,1994) kepemimpinan transformsional adalah proses dimana para pemimpin dan pengikut saling menaikkan diri ke tingkat moralitas dan motivasi yang lebih. Kepemimpinan transformasional menunjuk kepada suatu proses untuk membangun komitmen terhadap sasaran organisasi dan memberi kepercayaan kepada para pengikut untuk mencapai sasaran organisasi tersebut.


(52)

Menurut Burns (dalam Yulk, 1994) kepemimpinan yang menstransformasi dapat diperlihatkan oleh siapa saja dalam organisasi dan pada jenis posisi apa saja. Dengan demikian kepemimpinan trasnformasional dapat dilakukan oleh seorang karyawan kepada teman sejawatnya pemimpin dari atasan kepada bawahannya. Pendapat tersebut didasarkan atas pemikiran bahwa kepemimpinan yang transformasional bukan hanya sebagai proses makro dalam memobilisasi kekuasaan untuk mengubah sosial dan memperbaiki lembga-lembaga, namun juga sebagai proses mempengaruhi pada proses mempengaruhi pada proses mikro antara para individu.

Para pengikut seorang pemimpin transformasional merasakan adanya kepercayaan, kekaguman, kesetiaan dan rasa hormat terhadap pemimpin tersebut. Mereka termotivasi dan memtivasi para pengikut dengan membuat mereka lebih sadar mengenai pentingnya hasil-hasil dari suatu pekerjaan, mendorong mereka untuk lebih mengaktifkan kebutuhan – kebutuhan mereka pada yang lebih tinggi.

Dari pendapat diatas, menurut Bass (1998), dapat ditarik kesimpulan bahwa kepemimpinan transformasional adalah tipe pemimpin dengan para pengikut yang merasakan adanya kepercayaan, kekaguman, kesetiaan dan hormat terhadap pemimpin tersebut dan pengikut termotivasi untuk melakukan lebih daripada yang awalnya diharapkan terhadap mereka.

Kepemimpinan transformasional menurut Terry (dalam Kartono, 1998) adalah aktivitas mempengaruhi orang – orang agar mereka suka berusaha


(53)

mencapa tujuan – tujuan kelompok. Menurut Orway Teod dalam bukunya “The

Art Of Leadership” (Kartono 1998: 38) merupakan kegiatan mempengaruhi orang – orang bekerja sama untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan.

Kepemimpinan transformasional ini berpusat pada asumsi bahwa para pemimpin dapat mengubah keyakinan, asumsi dan, perilaku karyawan dengan menarik pentingnya kolektif atau hasil organisasi, secara konseptual, kepemimpinan transformasional yang mengandalkan kepentingan pribadi sebagai dasar motivasi para karyawan (Bass & Riggio, 2006)

Tichy dan Devanna (dalam Pudjaatmaka, 1990: 456) pemimpin transformasional mengenali kebutuhan akan perubahan organisasi, kemapuan melihat kedepan, mobilisasi komitmen terhadap penglihatan ke depan, pembentukan budaya perusahaan untuk mendukung perubahan, dan melihat sinyal perubahan yang baru.

(Burns 1978) Kepemimpinan transformasional adalah sebuah proses yang ada para pemimpin dan pengikut untuk saling menaikkan motivasi moralitas dan motivasi yang lebih tinggi.

Salah satu tipe kepemimpinan adalah tipe kharismatik.Kharisma

merupakan dasar kepemimpinannya.Kharisma oleh Mar‟at (1981) disebut

psychological synergy, sedangkan Johnson dan Johnson (2000) menyebutkan sebagai extraordinary power.


(54)

Kepemimpinan transformasional ini berpusat pada asumsi bahwa para pemimpin dapat mengubah keyakinan, asumsi dan, perilaku karyawan dengan menarik pentingnya kolektif atau hasil organisasi, secara konseptual, kepemimpinan transformasional yang mengandalkan kepentingan pribadi

Bagaimanapun kedaan kelompok, pada umunya ada yang memimpin. Masalah kepemimpinan kelompok merupakan masalah yang cukup tua menurut Fiedler (1967, dalam walgito 2007:101) sejak manusia berkelompok, masalah kepemimpinan telah timbul. Artinya, kepemimpinan menyangkut kelompok dan orang yang mengambil pimpinan berada dalam kelompok. .

(Bass & Riggio, 2006) menjelaskan kepemimpinan transformasional secara lebih mendalam dan rinci. Bass (1985) menyatakan pemimpin transformasional memberikan inspirasi terhadap pengikutnya untuk memiliki visi sesuai dengan organisasi serta turut mengembangkan budaya kerja yang akan membangkitkan aktivitas kinerja yang tinggi (Bass & Riggio, 2006).

Selain memberikan stimulasi dan inspirasi, pemimpin transformasional memaksimalkan kemampuan pengikut untuk memberikan usaha terbaiknya dan mengembangkan kapasitas kepemimpinan yang mereka miliki.Bukti lainnya mengakumulasikan bahwa kepemimpinan transformasional dapat menggerakan pengikut untuk mencapai kinerja yang diharapkan seiring dengan kepuasan serta komitmen pengikut terhadap kelompok atau organisasi.

Berdasarkan penjelasan diatas, kepemimpinan transformasional dapat diartikan sebagai kepemimpinan yang mampu mendukung pengikutnya untuk


(55)

secara kreatif dengan menggunakan pendekatan yang baru, melibatkan pengikutnya dalam proses pengambilan keputusan, menginspirasi loyalitas pengikutnya dan mencoba memahami perbedaan individualitas pengikutnya dalam rangka mengembangkan potensi optimal dari pengikutnya (Bass & Avolio,1994; Avolio 1999).

(Rivai,2013) Kepemimpinan transformasional .Teori kepemimpinan jenis ini menjalankan kepemimpinan selangkah lebih jauh yaitu berusaha untuk meningkatkan (mentransformasikan) goal – goal pribadi kepada tujuan yang lebih tinggi, lebih jauh ke depan yaitu goal – goal kelompok yang lebih luas, bersifat nasional, bahkan global.

(Munandar, 2006 :199) kepemimpinan transformasional adalah interaksi antara pemimpin dan pengikutnya,manajer dengan bawahannya ditandai oleh pengaruh pemimpin/ manajer untuk mengubah perilaku pengikutnya/ bawahannya menjadi orang yang mampu dan bermotivasi tinggi. Pemimpin mengubah perilaku bawahannya atau anggota, sehingga kelompok kerjanya dapat dicapai bersama.

Menurut Kreitner (2007) menekankan bahwa kepemimpinan transformasional tidak hanya mempengaruhi hasil dalam tingkat individual, namun juga mempengaruhi dinamika kelompok dan hasil dalam tingkat kelompok.Kepemimpinan transformasional memiliki hubungan yang positif dengan identifikasi anggota terhadap pemimpin dan kelompok kerjanya.Yulk


(56)

memotivasi bawahan dalam melaksanakan tugas bawahan mempercayai pemimpin karena pemimpin dianggap mempunyai pandangan, nilai dan tujuan yang dianggap benar dan dikatakan kepemimpinan transformasional karena dapat memotivasi bawahan untuk mengeluarkan upaya kerja ekstra karena mereka menyukai pemimpinnya.

Dari pemaparan diatas bahwa kesimpulan dari kepemimpinan transformasional yaitu pemimpin yang mengubah perilaku atau mengajak anggotanya, sehingga tujuan kohesivitas kelompok kerjanya dapat dicapai bersama dan memberikan motivasi kepada bawahannya.Teori yang tepat dari kesimpulan diatas adalah teori humanistik. (Walgito, 2007:107)

Menurut Sarros dan Butchatsky (1996), bahwa kepemimpinan trasnformasional merupakan konsep kepemimpinan yang terbaik dalam menguraikan karakteristik pemimpin sehingga para pemimpin kita lebih berkerakyatan dan berkeadilan sosial.

Dari pemaparan teori menurut Sarros dan Butchatsky (1996) kesimpulan mengenai teori kepemimpinan trasnformasional yaitu kepemimpinan yang membawa organisasi pada sebuah tujuan baru yang lebih besar yang belum dicapai sebelumnya dengan memberikan kekuatan mental dan keyakinan kepada para anggota agar karyawan bergerak secara sungguh – sungguh menuju tujuan bersama tersebut dengan mengsampingkan kepentingan pribadi karyawannya.


(57)

Teori humanistik melihat pada fungsi kepemimpinan untuk mengatur individu atau kelompok yang dipimpinnya dalam merealisasikan motivasinya agar dapat bersama – sama mencapai tujuannya. Maka teori humanistik merupakan teori yang tepat dan sesuai dikaitkan dengan teori kepemimpinan transformasional yang sama – sama memberikan motivasi. Kepada pengikutnya (Walgito, 2007:107)

Kepemimpinan transformasional adalah pemimpin yang mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi bawahan dengan cara -cara tertentu dan dengan penerapan kepemimpinan transformasional bawahan akan merasa dipercaya, dihargai, loyal dan respek kepada pimpinannya sehinggap pada akhirnya bawahan akan termotivasi untuk melakukan lebih dari yang diharapkan

Adapun indikator kepemimpinan transformaisonal yaitu: pembaharu, memberi teladan mendorong kinerja bawahan, mengharmoniskan lingkungan kerja, memeberdayakan bawahan, bertindak atas sistem nilai, meningkatkan kemampuan terus menerus, dan mampu menghadapi situasi yang rumit (Sudarwan Danim dan Suparno, 2009: 62)

2 Aspek – aspek dalam kepemimpinan transformasional

Berdasarkan gagasan-gagasan awal yang telah dikemukakn oleh Burns diatas, Bass telah mengusulkan sebuah teori kepemimpinan transformsional.Menurut Bass (1998), tingkatan sejauh mana seorang pemimpin disebut transformasional terutama dikur dalam hubungannya dengan


(58)

efek pemimpin tersebut terhadap para pengikutnya. Berdasarkan empat aspek kepemimpinan transformasional, yaitu:

1. Kepemimpinan Kharisma (Idealized Influence)

Pemimpin mempengaruhi anggota dengan membangkitkan emodi dan identifikasi dengan pemimpin.Pemimpin memiliki visi, menimbulkan kebanggaan, rasa hormat dan kepercayaan serta meningkatkan rasa optimism anggota pada dirinya serta tujuan bersama. Pemimpin transformasional akan diidentifikasi oleh anggota sebagai seorang yang mempunyai kemampuan lebih, tekun dan tekad. Pemimpin transformasional punya keberanian untuk mengambil resiko dan menjadi lebih konsisten.

Pemimpin yang memiliki kharisma akan dipahami telah melakukan hal-hal besar dan memiliki standar moral dan etika yang tinggi. Pemimpin transformasional akan berkata, „Kita dapat menjadi sebuah tim yang unggul karena kemampuan kita. Saya membutuhkan dukungan anda untuk meraih

misi kita”.

2. Motivasi Inspirasional (Inspirational Motivation)

Pemimpin yang berorientasi pada tindakan, yaitu pemmpin yang suka untuk terjun langsung kepada permasalahan yang dihadapi, tidak bersifat seperti seorang birokrat yang lebih mementingkan formalitas atau hak-hak istimewa mereka. Mampu mengemukakan gambaran menarik dan dapat diterima mengenai masa depan dengan cara ini, maka anggota akan terdorong untuk melakukan usaha ekstra dan memiliki komitmen untuk mencapai tujuan


(59)

bersama. Pemimpin transformasional akan mengkomunikasikan harapannya secara jelas, sehingga dapat dipahami dan anggota dapat berkomitmen terhadap tercapainya tujuan serta berbagi visi. Pemimpin transformasional melakukan inspirasi motivasi dengan cara motivasi dan memberikan inspirasi bagi para anggotanya dengan jalan memberikan mereka arti dan tantangan bagi pekerjaan mereka.

Dalam melakukan inspirasi motivasi tersebut para pemimpin meningkatkan kerjasama antar anggota tim, menampilkan rasa antusias dan optimism terhadap pekerjaan. Pemimpin transformasional akan berkata,

“Anda harus memberitahu diri anda bahwa setiap hari anda menjadi lebih

baik. Anda harus meninjau ulang perkembangan ada dan terus

membangunnya setiap waktu”.

3. Stimulasi Intelektual (Intellectual Stimulation)

Proses dimana pemimpin memprakarsai munculnya perubahan, meningkatkan kemampuan anggota dalam memahami dan berpikir untuk memecahkan masalah serta merangsang timbulnya inovasi dan cara-cara baru untuk menyelesaikan persolan. Pemimpin transformasional menstimulasi anggota untuk menjadi lebih inovatif dan kreatif dengan menanyakan berbagai asumssi,

Meninjau ulang permasalahan dan meninjau ulang situasi lama dengan pendekatan yang baru. Ide baru dan solusi untuk masalah baru dikumpulkan


(60)

Pemimpin transformasional tidak mengktritik pendapat anggota, sehingga anggota lebih berbesar hati untuk menyampaikan ide dan melakukan pendekatan baru terhadap masalah. Pemimpin transformasional akan berkata,

“Anda harus menguji ulang mengenai asumsi ketidakmungkinan ini. Cobalah

meihat permsalahan ini dari sudut pandang lain dan pertanyakanlah asumsi

anda”.

4. Perhatian yang Diindividualisasi (Individualize Consideration)

Memberi perhatian secara pribadi, memperlakukan setaip anggota secara individu, melatih atau member saran-saran, memberi dukungan dan dorongan semangat serta mempercayakan tugas-tugas yang dapat mendorong perkembangan anggota untuk menunjukkan potensi sepenuhnya.

Perhatian yang diindividualkan dilakukan ketika ada hal baru yang harus dipelajari bersama dan iklmi kerja yang saling menukung. Pemimpin transformasional akan memahami masing-masing yang ada dalam kelompok kerjanya. Perilaku kepemimpinan transformasinal akan tampak bahwa ia memahami perbedaan individu (e.g ada sebagian anggota akan memperoleh dukungan lebih dari pemimpin, sebagaian yang lain memmperoleh otonomi sedangkan anggota yang lain mungkin memperoleh struktur tugas lebih tergantung dari karakteristik masing-masing inividu. Bass mengatakan perhatian yang diindivudualkan dapat diterapkan bila tercipta kesempatan untuk belajar bagi pengikut disertai dukungan secara penuh dari pemimpin.


(61)

anda untuk melengkapi upaya anda dalam mengembangkan diri dalam perusahaan

Menurut (Munandar, 2006) mengemukakan lima aspek kepemimpinan transformasional antara lain :

1. Attributed charisma

Adalah pemimpin mendahulukan kepentingan perusahaan dan kepentingan orang lain dari kepentingan diri. ia sebagai pimpinan perusahaan bersedia memberikan pengorbanan untuk kepentingan perusahaan.

2. Inspirational Leadership Motivation

Adalah pemimpin mampu menimbulkan inspirasi pada bawahannya antara lain dengan menentukan standar – standar tinggi, memberikan keyakinan bahwa tujuan dapat dicapai. Bawahan merasa mampu melakukan tugas pekerjaannya, mampu memberikan berbagai macam gagasan. Mereka merasa diberi inspirasi oleh pimpinananya.

3. Intellectual Stimulation

Bawahan merasa bahwa pimpinan mendorong mereka untuk memikirkan kembali cara kerja mereka, untuk mencari cara – cara baru dalam melaksanakan tugas, merasa mendapatkan cara baru dalam mempersepsi tugas – tugas mereka.


(62)

4. Individualized Consideration

Bawahan merasa diperhatikan dan diperlakukan secara khusus oleh pimpinannya. Pemimpin memperlakukan setiap bawahannya sebagai seorang pribadi dalam kecakapan, keutuhan, keinginnya masing – masing.

5. Idealized Influence

Pemimpin berusaha, melalui pembicaraan, mempengaruhi bawahan dengan menekankan pentingnya nilai – nilai dan keyakinan, pentingnya keikatan pada keyakinan, perlu dimilikinya tekat mencapai tujuan, perlu diperhatikan akibat – akibat moral dan etik dari kepuasan yang diambil. Memperhatikan aspek – aspek kepemimpinan transformasional maka dapat dilihat analoginya dengan tridarmanya Ki Hajar Dewantoro, yaitu ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Kesimpulannya Secara penjabaran dari aspek - aspek kepemimpinan transformasional diatas maka ing ngarsa sung tuladha berkaitan dengan Attributed charisma dan Idealized Influence, ing madya mangun karsa, berhubungan dengan Inspirational Leadership Motivation, Intellectual Stimulation dan tut wuri handayani. Analog artinya Individualized Consideration

Seorang pemimpin transformasional terdapat Faktor motivasi untuk para pengikutnya dengan tiga cara melalui motivasi Yukl (dalam Ancok 2010) yaitu:


(1)

98

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id

BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara kepemimpinan transformasional dengan kohesivitas kelompok kerja dengan signifikansi 0,00 < 0,05 yang artinya ada hubungan ada kedua variabel, arah hubungannya positif 0,401. Sehingga dapat diartikan semakin tinggi kepemimpinan transformasional maka semakin tinggi kohesivitas kelompok yang dimiliki seorang karyawan.

B. SARAN

Dengan adanya beberapa kekurangan dalam penelitian ini, penulis ingin memberikan saran sebagai berikut:

1. Bagi responden

Baiknya perusahaan tetap meningkatkan kepemimpinan transformasional yang positif, sehingga pemimpin dapat memotivasi karyawan untuk bekerja lebih kohesif yang dapat meningkatkan kemajuan sebuah perusahaan.

2. Bagi peneliti selanjutnya

a. Perlu adanya penelitian lebih lanjut menggenai hubungan antara kepemimpinan transformasional dengan kohesivitas dan penambahan variabel-variabel lain pada penelitian selanjutnya.


(2)

99

b. Penulis menganjurkan agar, pada penelitian selanjutnya menggunakan jumlah responden yang lebih banyak, sehingga kesimpulan akhir penelitian dapat mencapai tingkat generalisasi yang lebih tinggi.

3. Kelemahan Penelitian

Sebagai akhir dari pembahasan ini, peneliti menyadari bahwa dalam pelaksanaan penelitian ini banyak mengandung kelemahan maupun keterbatasan. Baik yang menyangkut masalah dilapangan, studi kepustakaan, dan waktu. Kelemahan maupun kekurangan yang peneliti rasakan antara lain pertama, dalam pengembangan instrument dalam hal ini instrument yang sudah disusun oleh peneliti tidak melakukan proses professional expert judgment, dalam artian validitas isi kepada para ahli dibidangnya pada instrumen kepemimpinan trasnformasional dan kohesivitas kelompok kerja

Kedua, mengenai jumlah subyek yang diambil dalam penelitian ini masih kurang banyak. Sehingga data yang diperoleh sedikit mengganggu validitas dan reliabilitas. Dan ketiga, masalah waktu yang terlalu dekat sehingga peneliti harus bergerak cepat untuk segera melakukan penelitian dan menyelesaikannya, Peneliti menyadari adanya kelemahan dan keterbatasan itu semua.


(3)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

100

DAFTAR PUSTAKA

Ancok, J. 2010. Hubungan Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional dengan Motivasi Bawahan di Militer. Jurnal Psikologi. Vol. 32. No. 2, 112-127. dimuat dalam proceeding, ISSN : 0215-8884

Anoraga, P. 1992. Psikologi Kepemimpinan. (edisi ke-2), PT Rineka Cipta, Jakarta

Arikunto, Suharsimi. 2000. Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta

Arumsari, Cici. 2013. Strategi Leadership Untuk Kekompakan (kohesivitas) Ti Kerjanya.

Arninda, EDP & Safitri, R.M. 2012. Hubungan Antara Kohesivitas Kelompok dengan Motivasi Kerja Pegawai Kelurahan Di Kecamatan Kasihan Bantul. Tesis. (tidak diterbitkan) Yogyakarta: Universitas Mercu Buana. Jurnal Psikologi dimuat oleh Prihandini.

Azwar, Saifuddin. 2014. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Azwar, S. 2012. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Bass, B.M. 1998. Transformasional Leadership Industry Military and

Educational Impact, New Jersey: Lawrence Eribaum Assocciates, Inc. Cahyono, C. H. 1992. Psikologi Kepemimpinan. Surabaya. Usaha Nasional. Chaplin, J.P. 2011. Kamus Lengkap Psikologi. (Diterjemahkan Oleh Kartono K).

Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Cholidah, Nurul. 2011. Kohesivitas Ditinjau Dari Kepemimpinan Transformasional Pada Karyawan PT. Primayudha Mandirijaya. Jurnal. Yogyakarta: Fakultas Ishum Uin Sunan Kalijaga Yogyakarta

Dicky Zulkifli & Umar Yusuf. 2014. Hubungan kohesivitas kelompok dengan kinerja karyawan pada bagian pemasaran eksport PT. Biofarma (Persero).oleh EPT Biofarma

Sumber:http://karyailmiah.unisba.ac.id/index.php/psikologi/article/viewFile/983/p df


(4)

101

Dunford, R.W.1995. Organizational Behavior:An Organizational Analysis Perspective, Sydeney: Addison-Wesley Publishing Company.

Gibson, J.L., Ivancevich, J.M., and Donnelly, J.H.2000. Organizational Behavior Structur, Processes. Boston:Orwin Mcgraw-Hill

Ginting, S,U, 2010. Pengaruh Kohesivitas Kelompok Kerja Terhadap Semangat Kerja Karyawan di PT Bumiputera Asuransi Jiwa Bersama Kantor Cabang Askum Medan, Skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara (tidak diterbitkan) dimuat oleh Prihandini.

Hertina, Tuti & Arista. 2010. Hubungan antara komunikasi yang efektif dan harga diri dengan Kohesivitas Kelompok pada Pasukan Suporeter Solo Sejati (Pasoepati). (Jurnal Psikologi Universitas Sebelas Maret )

Hollander, E.P. 1985. “Leadership and Power.” Dalam G. Lindzey dan E.Aronson (eds.)

Hogg, Michael, A. 1992. Social Psychology of Cohesiveness for Social Group.Britain : Harvester Wheatsheaf.Handbook of social Psychology: Volume II, Edisi 3. New York: Random House.

Hornby, A. S. (2000). Oxford advanced learner’s dictionary of current english. UnitedKingdom: Oxford University Press.

Ilyas, Yaslis. 2003. Kiat Sukses Manajemen Tim Kerja. Jakarta : Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama.

Malayu S.P Hasibuan, Drs, H., Manajemen: Dasar Peningkatan Produktivitas, Cetakan ke- 1, Bumi Aksara, Jakarta 1996.

Marliani, Rosleny. 2015. Psikologi Industri danOrganisasi. Bandung: Pustaka Setia. Cet. 1

Martika, Inda Dwi. 2013. Studi Deskriptif Kohesivitas Kelompok Karyawan Yayasan Nurul Hayat Surabaya. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya. Vol.2. No. 2 (2013). (Diakses 26 April 2016)

Molia.Ori. 2006. Hubungan Antara Kepemimpinan Transformasional Dengan Kohesivitas Kelompok Di PT.Pertamina (Persero) Surabaya. Jurnal Universitas Surabaya


(5)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

102

Munandar,A,S. 2006. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta:UI-Presss Putra, M. Surya Firmansyah. 2009.

Hubungan antara gaya kepemimpinan

dengan kohesivitas kelompok pada karyawan bagian instalasi

gizi di Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar Malang. Jurnal : Psikologi

Rivai, Veithzal , 2013. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, Jakarta:

Rajawali Pers.

Rokhman, W. dan Harsono. 2002. Peningkatan Pengaruh Kepemimpinan Transformasional Terhadap Kepemimpinan Transaksional Pada Komitmen Organisasi dan Kepuasan Bawahan, Journal Empirilks, Vol. 11, No. 1, Juni 2002

Saryanti. 2009. Pengaruh intelektual, Kecerdasan emosi, Kematangan emosi Stress dan Kohesivitas terhadap disiplin kerja anggota polri di Polda Daerah Istimewa Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta. (tidak diterbitkan), dimuat dalam proceeding, ISBN:978-979-796-324-8

Shaw. Marvin, E 1981.The Psychology of Small Group Behavior. New York : Harper Collins.

Steers, R. M. 1991. Introduction to Organizational Behavior. New York :Harper Collins

Sugiyono. (2003). Metode Penelitian Kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta Bandung.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : CV. ALFABETA

Trihapsari, V.R. & Nashori, F. (2011). Kohesivitas Kelompok dan Komitmen Organisasi Pada Financial Advisor Asuransi ‘X’ Yogyakarta. Jurnal

Proyeksi Vol. 6 No.2. 12 – 2. Yogyakarta: Fakultas Psikologi & Ilmu Sosial Budaya UII, dimuat dalam proceeding, ISSN :1907-8455

Vaughan, G.M dan M.A. Hogg. 2005 introduction in Social Psychology. Edisi 4. Frencsh Forest, NSW: Pearson Education Australia.


(6)

103

College Publishers

Wagner, John A. & Hollenbeck, John R. 2010. Organizational Behavior: Securing Competitive Advantage. New Yor: Routledge.

Wahyu Hamdani & Seger Handoyo. 2012. Hubungan antara gaya Kepemimpinan transformasional dengan Stres Kerja Karyawan PDAM Surya Sembada Kota Surabaya. oleh W Hamdani - 2102- Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi Vol. 1, No. 02, Juni 2012.

Walgito, B., 2007. Psikologi Kelompok. Penerbit ANDI. Yogyakarta

Wicaksono, Bayu. 2012. Journal.Kohesifitas Suporter Tim Sepak Bola Persija. ( 9 May ,2012)

Yuniasanti, R. 2010 . Pelatihan pembentukan tim untuk meningkatkan kohesivitas tim pada tim devisi produksi. Insight, 8 (1), 71-92. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Yulk, G.A. 1994, Leadership in Organization. Third Edition. Englewood Clifs, New Jersey: Prentice Hall, inc

Yulk, G.A. 1998, Leadership in Organization. Second Edition. Englewood Clifs, New Jersey: Prentice Hsll, inc

Yulk,G.A. 2009. Kepemimpinan dalam Organisasi. Edisi. 5. Jakarta : PT.Indeks Utomo, W.K 2002. Kepemimpinan dan Pengaruhnya Terhadap Perilaku

Citienship (OCB) Kepuasan Kerja dan Perilaku Organisasi .Jurnal Riset Manajemen, 2,2 : 34-52

http://www.kompasiana.com/ciciarumsari/strategi-leadership untukkekompakkan-tim-kerjanya-2013