PENGEMBANGAN ALAT PERAGA GARIS SINGGUNG PERSEKUTUAN DUA LINGKARAN SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN MATEMATIKA.
PENGEMBANGAN ALAT PERAGA GARIS
SINGGUNG PERSEKUTUAN DUA LINGKARAN
SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA
SKRIPSI
Oleh:
DANU ARSYAD FIRMANSYAH
NIM. D04212036
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
(2)
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Danu Arsyad Firmansyah
NIM : D04212036
Jurusan/Program Studi : PMIPA/Pendidikan Matematika
Fakultas : Tarbiyah dan Keguruan
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar tulisan saya, dan bukan merupakan plagiasi baik sebagian dan seluruhnya. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa skripsi ini hasil plagiasi, baik sebagian atau seluruhnya, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Surabaya, 10 Agustus 2016 Yang membuat pernyataan
Danu Arsyad Firmansyah D04212036
(3)
(4)
(5)
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika UIN Sunan Ampel Surabaya, yang bertanda tangan di bawah ini, saya:
Nama
: Danu Arsyad Firmansyah
NIM
: D04212036
Fakultas/Jurusan : Tarbiyah dan Keguruan/Pendidikan Matematika
E-mail address
: [email protected]
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Perpustakaan
UIN Sunan Ampel Surabaya, Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif atas karya ilmiah :
Sekripsi Tesis
Desertasi
Lain-lain (
………
)
yang berjudul :
Pengembangan Alat Peraga Garis Singgung Persekutuan Dua Lingkaran Sebagai Media
Pembelajaran Matematika
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif ini
Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya berhak menyimpan, mengalih-media/format-kan,
mengelolanya dalam bentuk pangkalan data (database), mendistribusikannya, dan
menampilkan/mempublikasikannya di Internet atau media lain secara
fulltext
untuk kepentingan
akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan atau penerbit yang bersangkutan.
Saya bersedia untuk menanggung secara pribadi, tanpa melibatkan pihak Perpustakaan UIN
Sunan Ampel Surabaya, segala bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran Hak Cipta
dalam karya ilmiah saya ini.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Surabaya, 22 Agustus 2016
Penulis
( Danu Arsyad Firmansyah )
KEMENTERIAN AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
PERPUSTAKAAN
Jl. Jend. A. Yani 117 Surabaya 60237 Telp. 031-8431972 Fax.031-8413300
E-Mail: [email protected]
(6)
PENGEMBANGAN ALAT PERAGA GARIS SINGGUNG PERSEKUTUAN DUA LINGKARAN SEBAGAI MEDIA
PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Oleh:
DANU ARSYAD FIRMANSYAH ABSTRAK
Alat peraga sangat dibutuhkan dalam pembelajaran, khususnya untuk mata pelajaran matematika yang konsepnya abstrak. Tujuan penelitian ini yaitu: (1) mendeskripsikan kelayakan alat peraga garis singgung persekutuan dua lingkaran sebagai media pembelajaran matematika, (2) mendeskripsikan hasil belajar siswa setelah melakukan pembelajaran dengan menggunakan alat peraga garis singgung persekutuan dua lingkaran sebagai media pembelajaran matematika, dan (3) mendeskripsikan respon siswa setelah menggunakan alat peraga garis singgung persekutuan dua lingkaran sebagai media pembelajaran matematika.
Jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Wachid Hasyim 2 Surabaya, dengan subjek 18 siswa kelas VIII-A dan 18 siswa kelas VIII-B. Kelayakan alat peraga garis singgung persekutuan dua lingkaran sebagai media pembelajaran matematika dinilai oleh 3 validator. Untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah melakukan pembelajaran dengan menggunakan alat peraga garis singgung persekutuan dua lingkaran sebagai media pembelajaran matematika, digunakan lembar test yang kemudian dihitung nilai akhir siswa dengan menggabungkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor siswa, Sedangkan untuk mengetahui respon siswa setelah melakukan pembelajaran dengan menggunakan alat peraga digunakan lembar angket respon siswa yang diisi oleh 36 siswa tersebut.
Kelayakan alat peraga garis singgung persekutuan dua lingkaran sebagai media pembelajaran matematika mendapatkan rata-rata persentase sebesar 85%, sehingga alat peraga garis singgung persekutuan dua lingkaran ini sangat layak digunakan. Hasil belajar siswa setelah menggunakan alat peraga garis singgung persekutuan dua lingkaran yang dilakukan pada 2 kelas replikasi diperoleh ketuntasan belajar mencapai 88.89% pada kelas pertama dan 100% pada kelas kedua, sehingga alat peraga garis singgung persekutuan dua lingkaran ini memberikan respon positif terhadap hasil belajar siswa. Respon siswa terhadap alat peraga garis singgung persekutuan dua lingkaran sebagai media pembelajaran matematika berdasarkan angket mendapatkan respon positif dengan persentase sebesar 93.5%.
Kata kunci: Alat peraga garis singgung persekutuan dua lingkaran, media pembelajaran
(7)
ix
DAFTAR ISI
Halaman Judul ... i
Persetujuan Pembimbing ... ii
Halaman Pengesahan ... iii
Pernyataan Keaslian Tulisan ... iv
Halaman Persembahan ... v
Abstrak ... vi
Kata Pengantar ... vii
Daftar Isi ... ix
Daftar Tabel ... xi
Daftar Gambar ... xii
Daftar Lampiran ... xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan ... 6
D. Manfaat ... 6
E. Batasan Masalah ... 7
F. Definisi Operasional ... 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Alat Peraga dan Media Pembelajaran ... 8
1. Alat Peraga ... 8
2. Media Pembelajaran ... 10
B. SAVI ... 13
1. Pengertian SAVI ... 13
2. Karakteristik SAVI ... 14
C. Pembelajaran Kooperatif ... 19
D. Materi Garis Singgung Persekutuan Dua Lingkaran ... 23
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 30
(8)
x
C. Objek dan Subjek Penelitian ... 30
D. Prosedur Pengambilan Subjek ... 30
E. Rancangan Pengembangan ... 31
F. Teknik Pengumpulan Data ... 35
G. Instrumen Pengumpul Data ... 35
H. Teknik Analisis Data ... 36
BAB IV DESKRIPSI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Penelitian ... 41
1. Deskripsi Hasil Kelayakan Alat Peraga Garis Singgung Persekutuan Dua Lingkaran ... 41
2. Deskripsi Hasil Belajar Siswa ... 47
3. Deskripsi Hasil Angket Respon Siswa ... 55
B. Analisis Data Penelitian ... 57
1. Analisis Hasil Kelayakan Alat Peraga Garis Singgung Persekutuan Dua Lingkaran ... 57
2. Analisis Hasil Belajar Siswa ... 59
3. Analisis Hasil Angket Respon Siswa ... 62
C. Pembahasan ... 64
BAB V PENUTUP A. Simpulan ... 68
B. Saran ... 68
DAFTAR PUSTAKA ... 70 LAMPIRAN
(9)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari
perkembangan teknologi, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Mata pelajaran matematika telah diperkenalkan kepada peserta didik sejak berada di tingkat dasar hingga jenjang perguruan tinggi. Kegunaan matematika tidak hanya memberikan kemampuan dalam perhitungan kuantitatif, namun juga penataan cara berpikir, terutama dalam pembentukan kemampuan menganalisis, membuat sintesis, melakukan evaluasi hingga kemampuan memecahkan masalah.
Belajar matematika sangat penting sekali, karena di dalam kehidupan tidak pernah terlepas dari matematika. Cornelius mengemukakan tentang lima alasan perlunya belajar matematika, yaitu: (1) sebagai sarana berpikir yang jelas dan logis; (2) sebagai sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari; (3) sebagai sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman; (4) sebagai sarana untuk mengembangkan kreatifitas dan; (5) sebagai sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap
perkembangan budaya.1 Sedangkan menurut Cockroft, matematika
perlu diajarkan kepada siswa karena selalu digunakan dalam segala segi kehidupan; semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan jelas; dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran; memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.2 Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa melalui belajar matematika siswa diharapkan dapat mengembangkan kemampuan berpikir, menalar dan mencari
1 Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), 253.
2
(10)
2
solusi dari permasalahan-permasalahan yang dihadapinya sehari-hari.
Tercapainya pendidikan tidak terlepas dari pembelajaran, termasuk juga pembelajaran matematika, dimana hal ini merupakan salah satu tugas guru. Penciptaan suatu pembelajaran yang efektif, guru harus mampu menerapkan pendekatan pembelajaran yang tepat untuk materi yang akan diajarkan, sehingga dapat membuat peserta didik menjadi aktif, kritis dan inovatif yang nantinya dapat membangun pengetahuan dan keterampilan dari fakta-fakta atau kejadian yang mereka alami dalam kehidupan sehari-hari. Pada dasarnya, semua siswa memiliki keinginan untuk bisa menguasai matematika, tetapi karena metode atau pendekatan pembelajaran yang kurang tepat sehingga membuat siswa kesulitan untuk memahami dan menjadi malas untuk belajar.
Pada setiap pembelajaran, kebanyakan siswa menganggap bahwa guru merupakan satu-satunya sumber ilmu yang paling benar dan siswa akan terpaku dengan apa yang diberikan oleh guru, sehingga siswa akan merasa kesulitan bila tidak hadirnya seorang guru dalam proses belajarnya. Pada dasarnya, siswa juga mempunyai hak untuk menemukan konsep dengan cara mereka sendiri, tanpa harus terpaku dengan konsep yang diberikan oleh guru. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Khafi ayat 66 :3
ا ٗد ۡشر ت ۡ ِلع اَ م ِلعت أ ٰٓىلع كعبَتأ ۡله ٰىسوم ۥهل لاق
Artinya:
“Musa berkata kepada Khidhir: "Bolehkah aku mengikutimu
supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?”
Pada ayat di atas, terdapat kaitannya dengan aspek pendidikan bahwa seorang guru atau pendidik hendaknya membimbing siswanya. Artinya: (1) guru atau pendidik berperan sebagai fasilitator, tentor, atau pendamping untuk membimbing siswa (anak didiknya) agar sesuai yang diharapkan orangtua,
3 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1998), 576.
(11)
3
bangsa, dan agamanya; (2) memberitahu hambatan-hambatan yang akan dihadapi dalam menuntut ilmu, karena ilmu selalu berkembang seiring berjalannya waktu; (3) mengarahkan untuk tidak mempelajari sesuatu jika sang pendidik mengetahui bahwa potensi anak didiknya tidak sesuai dengan bidang ilmu yang akan dipelajarinya.
Peranan yang sangat penting selain pendekatan
pembelajaran yatu alat bantu pembelajaran atau alat peraga sebagai media pembelajaran untuk menciptakan proses belajar mengajar yang efektif. Dalam suatu proses belajar mengajar, terdapat dua unsur yang sangat penting yaitu metode mengajar dan media
pembelajaran.4 Hamalik mengemukakan bahwa pemakaian alat
peraga dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa.5 Penggunaan alat peraga pada tahap orientasi pembelajaran akan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan isi pembelajaran.
Konsep matematika dalam penggunaan alat peraga yang awalnya abstrak akan menjadi konkret, sehingga peserta didik lebih mengerti terkait konsep-konsep tersebut. Matematika merupakan mata pelajaran yang abstrak sehingga memerlukan visualisasi untuk menyampaikan beberapa konsep tertentu kepada siswa. Metode yang digunakan kebanyakan guru membuat siswa kurang menikmati proses belajar matematika di dalam kelas. Hal-hal seperti inilah yang membuat matematika menjadi sulit untuk dipahami dan membuat bosan bagi sebagian besar siswa. Demikian pula dengan materi garis singgung persekutuan dua lingkaran, berdasarkan pengalaman peneliti dalam mengajar privat siswa-siswi SMP dari beberapa sekolah di Surabaya, peneliti menemukan bahwa kebanyakan dari mereka masih kesulitan dalam belajar materi garis singgung persekutuan dua lingkaran. Hal ini juga terjadi di SMPN 19 Palu, siswa juga mengalami kesulitan pada materi garis singgung persekutuan dua lingkaran khususnya menghitung panjang garis singgung luar atau dalam baik yang diketahui ataupun tidak diketahui gambar garis singgung dalam
4 Azhar Arsyad, Media pembelajaran, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), 35 5
(12)
4
atau luar lingkarannya.6 Peserta didik di MTs. Hasan Kafrawi Mayong Jepara juga merasa kesulitan dalam memahami konsep dari materi panjang garis singgung persekutuan dua lingkaran.7 Begitu juga di SMP Wachid Hasyim 2 Surabaya, berdasarkan wawancara peneliti dengan guru matematika disana, siswa SMP Wachid Hasyim 2 Surabaya juga mengalami kesulitan pada materi garis singgung persekutuan dua lingkaran, hal tersebut dikarenakan kurangnya media atau alat peraga yang bisa menjelaskan secara konkret kepada siswa. Dampak dari kesulitan yang dialami oleh siswa adalah hasil belajar yang kurang memuaskan. Oleh karena itu, pemilihan pendekatan dan alat bantu pembelajaran harus berdasarkan pada tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dengan pemilihan pendekatan dan alat bantu pembelajaran yang tepat, akan menciptakan proses belajar mengajar yang efektif, sehingga proses belajar mengajar akan lebih terarah.
Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilannya, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya, dan aspek lain-lain yang ada pada individu.8 Proses pembelajaran dapat berlangsung ketika terdapat interaksi antara guru dan peserta didik. Belajar yang baik bukanlah hanya mendengarkan penjelasan guru saja, tetapi belajar yang baik adalah mengalami dan melakukannya sendiri.
Belajar akan lebih baik apabila disertai gerakan tubuh dan aktivitas intelektual, namun pada kenyataannya kognitif siswa menjadi fokus guru dalam pembelajaran di kelas, sedangkan gerakan tubuh (tingkah) siswa dianggap kurang relevan dengan proses pembelajaran. Gerakan tubuh yang dilakukan oleh siswa sering dianggap tidak penting dan menganggu, seperti beranjak
6Muhammad Fachri Baharuddin Paloloang, “Penerapan Model PBL Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi Panjang Garis Singgung Persekutuan
Dua Lingkaran di Kelas VIII SMPN 19 Palu”,Jurnal Elektronik Pendidikan Matematika
Tadulako, 2:1 (September 2014)
7 Lia Aristiyani, Skripsi: “Pengaruh Pemberian Reward dan Punismentterhadap hasil Belajar Peserta Didik Kelas VII pada Materi Pokok Panjang Garis Singgung Persekutuan
Luar Lingkaran Mts. Hasan KafrawiMayong Jepara”, (IAIN Walisongo, 2011), 4. 8 Nana sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Sinar Baru Algensindo,2009), 28.
(13)
5
dari tempat duduk untuk memperagakan materi yang dipelajarinya dan mengajak temannya untuk menjadi pasangan dalam memperagakannya. Namun gerakan tubuh atau tingkah laku merupakan hal yang penting dalam pembelajaran, karena gerakan tubuh selain meningkatkan sirkulasi otak juga menghasilkan zat kimia yang penting bagi susunan jaringan saraf di dalam otak.9 Pendekatan pembelajaran yang menggabungkan antara gerakan tubuh dan aktifitas intelektual adalah pendekatan SAVI (Somatic, Auditory, Visual, Intellectual).
Pendekatan SAVI memiliki beberapa kelebihan.
Kelebihan dari pendekatan SAVI yaitu membangkitkan kecerdasan terpadu siswa secara penuh melalui penggabungan gerak fisik dengan aktivitas intelektual; memunculkan suasana belajar yang lebih menarik dan efektif; mampu membangkitkan kreatifitas dan meningkatkan kemampuan psikomotor siswa; memaksimalkan ketajaman konsentrasi siswa melalui pembelajaran secara visual, auditori dan intelektual.10 Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin mengembangkan alat peraga yang menggabungkan gerakan fisik dengan aktivitas intelektual serta penggunaan semua indera. Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengembangkan alat peraga sebagai
media pembelajaran matematika dengan judul
“PENGEMBANGAN ALAT PERAGA GARIS SINGGUNG
PERSEKUTUAN DUA LINGKARAN SEBAGAI MEDIA
PEMBELAJARAN MATEMATIKA”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kelayakan alat peraga garis singgung persekutuan dua lingkaran sebagai media pembelajaran matematika?
2. Bagaimana hasil belajar siswa setelah dilaksanakan
pembelajaran dengan menggunakan alat peraga garis singgung
9
Dave Meier, The Accelerated Learning Hand Book(Terjemahan), (Bandung : Kaifa, 2003), 68-69.
10 Purwanti, Skripsi:“Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Pendekatan Belajar SAVI pada Siswa Kelas III SDN 01 Jatisuko Jatipuro Tahun Pelajaran
(14)
6
persekutuan dua lingkaran sebagai media pembelajaran matematika?
3. Bagaimana respon siswa setelah menggunakan alat peraga
garis singgung persekutuan dua lingkaran sebagai media pembelajaran matematika?
C. Tujuan
1. Untuk mendeskripsikan kelayakan alat peraga garis singgung persekutuan dua lingkaran sebagai media pembelajaran matematika
2. Untuk mendeskripsikan hasil belajar siswa setelah melakukan pembelajaran dengan menggunakan alat peraga garis singgung persekutuan dua lingkaran sebagai media pembelajaran matematika.
3. Untuk mendeskripsikan respon siswa setelah menggunakan
alat peraga garis singgung persekutuan dua lingkaran sebagai media pembelajaran matematika
D. Manfaat
Hasil penelitian pengembangan alat peraga garis singgung persekutuan dua lingkaran sebagai media pembelajaran matematika ini diharapkan dapat memberi beberapa manfaat, antara lain :
1. Bagi Guru
Hasil pengembangan ini dapat memberi alternatif alat bantu pembelajaran untuk materi garis singgung persekutuan dua lingkaran.
2. Bagi Siswa
Alat peraga yang dihasilkan diharapkan dapat lebih memotivasi siswa untuk belajar matematika khususnya untuk materi garis singgung persekutuan dua lingkaran.
3. Bagi Peneliti
Memberikan pengetahuan dan pengalaman dalam
(15)
7
E. Batasan Masalah
Agar pembahasan masalah dari penelitian ini tidak meluas, maka ruang lingkupnya ditentukan oleh penulis sebagai berikut:
1. Penelitian ini dilakukan di SMP Wachid Hasyim 2 Surabaya
dan peneliti menerapkan ujicoba terbatas pada kelas VIII-A dan VIII-B
2. Dalam pelaksanaan ujicoba terbatas, peneliti menggunakan
pembelajaran kooperatif dengan pendekatan SAVI.
3. Penelitian ini membatasi pengembangan alat peraga
pembelajaran pada submateri garis singgung persekutuan dalam dua lingkaran dan persekutuan luar dua lingkaran. F. Definisi Operasional
Agar tidak terjadi perbedaan penafsiran pada penelitian ini, maka peneliti mendefinisikan beberapa istilah, yaitu:
1. Alat peraga garis singgung persekutuan dua lingkaran adalah
alat bantu pembelajaran untuk materi garis singgung persekutuan dua lingkaran.
2. Media pembelajaran matematika adalah media yang
digunakan dalam proses belajar mengajar untuk memudahkan guru menyampaikan informasi kepada siswa terkait materi matematika
3. Pengembangan alat peraga garis singgung persekutuan dua
lingkaran adalah proses membuat dan menghasilkan alat bantu pembelajaran untuk materi garis singgung persekutuan dua lingkaran.
(16)
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Alat Peraga dan Media Pembelajaran 1. Alat Peraga
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), alat peraga adalah alat bantu untuk mendidik atau mengajar supaya apa yang diajarkan mudah dimengerti oleh peserta didik. Kata
“alat peraga” diperoleh dari dua kata alat dan peraga. Kata utamanya adalah peraga yang artinya bertugas “meragakan” atau membuat bentuk “raga” atau bentuk “fisik” dari suatu
arti/pengertian yang dijelaskan. Bentuk fisik itu dapat berbentuk benda nyatanya atau benda tiruan dalam bentuk model atau dalam bentuk gambar visual/audio visual. Contoh
alat peraga wayang dengan tokoh kartun squidword untuk
meragakan konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.
Alat peraga dapat dimasukkan sebagai bahan
pembelajaran apabila alat peraga tersebut merupakan desain
materi pelajaran yang diperuntukkan sebagai bahan
pembelajaran. Misalnya, dalam pembelajaran klasikal, guru menggunakan alat sebagai peraga yang berisi materi yang akan dijelaskan. Jadi alat peraga yang digunakan guru tersebut memang berbentuk desain materi yang akan disajikan dalam pelajaran. Alat peraga merupakan media pengajaran yang mengandung atau membawakan ciri-ciri dari konsep yang dipelajari. Fungsi utamanya adalah untuk menurunkan keabstrakan konsep agar siswa mampu menangkap arti konsep tersebut. Sebagai contoh, benda-benda konkret disekitar siswa. Dengan adanya alat peraga siswa dapat mengetahui letak bilangan positif dan bilangan negatif. Menurut Sudjana alat peraga adalah suatu alat bantu untuk mendidik atau mengajar
supaya apa yang diajarkan mudah dimengerti anak didik.1
Dari penjelasan tersebut, fungsi dari alat peraga adalah untuk mempermudah pemahaman siswa pada sesuatu materi
1
(17)
9
tertentu yang diajarkan, sehingga guru tidak selalu mengajar dengan menulis dan membaca di depan kelas. Pencapaian tujuan pembelajaran tersebut diperlukan peranan alat peraga. Peranan alat peraga sangat penting sebab dengan alat peraga
ini materi dapat dengan mudah dipahami oleh siswa.2 Melalui
melihat, meraba dan memanipulasi objek atau alat peraga maka siswa mengalami pengalaman-pengalaman nyata dalam kehidupan tentang arti dari suatu konsep. Fungsi dan nilai alat peraga dalam proses belajar mengajar sebagai berikut: (a) Sebagai alat bantu mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif, (b) Alat peraga merupakan salah satu unsur yang harus dikembangkan guru, (c) Penggunaan alat peraga harus melihat kepada tujuan dan bahan pelajaran, (d) Penggunaan alat peraga dalam pengajaran untuk mempercepat proses belajar mengajar dan membantu siswa dalam menerima pelajaran, (e) Penggunaan alat peraga, hasil belajar yang dicapai akan diingat siswa dalam jangka waktu lebih lama.3
Dari uraian di atas, penggunaan alat peraga dapat membuat siswa mengingat materi dalam jangka waktu lebih lama. Hal ini berkaitan dengan pengalaman langsung siswa yang melakukan kegiatan pembelajaran dengan alat peraga dimana siswa memperagakan atau melihat langsung kondisi konkrit dari suatu peristiwa sehingga lebih mudah diingat. Menurut Edgar Dale, terdapat 10% pengalaman manusia dan salah satunya adalah pengalaman langsung, dimana siswa memperoleh pengalaman langsung dari kegiatan pembelajaran sehingga hasilnya akan lebih berarti pada siswa. Alat peraga dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:4
a) Alat Peraga Dua dan Tiga Dimensi
Alat ini terdiri dari bagan, grafik, poster, peta datar, peta timbul, globe, dan alat lain yang bersifat dua dan tiga dimensi.
2 Ibid
3 Ibid
4 Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2002), 100-102.
(18)
10
b) Alat Peraga yang Diproyeksi
Alat ini berupa media yang ditampilkan pada layar yang keluar dari proyektor atau OHP seperti film dan
slide powerpoint.
2. Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahas latin dari kata medium
yang berarti perantara. Menurut Rossi dan Breidle media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai
untuk tujuan pendidikan.5 Sedangkan menurut Gerlach dan Ely
secara umum media meliputi orang, bahan, peralatan dan
kegiatan yang memungkinkan siswa memperoleh
pengetahuan, keterampilan, dan sikap.6 Secara khusus,
pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronik untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal.7 Dari berbagai definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa media adalah segala benda yang dapat menyalurkan pesan atau isi pelajaran sehingga dapat merangsang siswa untuk belajar.
Gagne dan Briggs mengemukakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pembelajaran yang terdiri dari buku,
tape recorder, kaset, video kamera, video recorder, film, slide
(gambar bingkai), foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer.8 Berikut ini akan diuraikan klasifikasi media
pembelajaran menurut taksonomi Leshin yaitu: 9
a) Media berbasis manusia
Media berbasis manusia merupakan media yang digunakan untuk mengirimkan dan mengkomunikasikan pesan atau informasi. Media ini bermanfaat khususnya bila tujuan kita adalah mengubah sikap atau ingin secara langsung terlibat dengan pemantauan pembelajaran.
5 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Nusa Indah, 2008), 204. 6 Ibid, halaman 205.
7 Azhar arsyad, Media pembelajaran, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), 3. 8 Ibid, halaman 4.
9
(19)
11
b) Media berbasis cetakan
Media pembelajaran berbasis cetakan yang paling umun dikenal adalah buku teks, buku penuntun, buku kerja/latihan, jurnal, majalah, dan lembar lepas.
c) Media berbasis visual
Media berbasis visual (image atau perumpamaan)
memegang peranan yang sangat penting dalam proses belajar. Media visual dapat memperlancar pemahaman
dan memperkuat ingatan. Visual dapat pula
menumbuhkan minat siswa dan dapat memberikan hubungan antara isi materi pelajaran dengan dunia nyata.
d) Media berbasis Audio-visual
Media visual yang menggabungkan penggunaan
suara memerlukan pekerjaan tambahan untuk
memproduksinya. Salah satu pekerjaan penting yang diperlukan dalam media audio-visual adalah penulisan
naskah dan storyboard yang memerlukan persiapan
yang banyak, rancangan, dan penelitian. Contoh media yang berbasis audio-visual adalah video, film, slide
bersama tape, televisi.
e) Media berbasis komputer
Dewasa ini komputer memiliki fungsi yang berbeda-beda dalam bidang pendidikan dan latihan. Komputer berperan sebagai manajer dalam proses
pembelajaran yang dikenal dengan nama Computer
Managed Instruction (CMI). Adapula peran komputer
sebagai pembantu tambahan dalam belajar;
pemanfaatannya meliputi penyajian informasi isi materi pelajaran, latihan, atau kedua-duanya. Modus ini dikenal
sebagai Computer-Assisted Instruction (CAI). CAI
mendukung pembelajaran dan pelatihan akan tetapi bukanlah penyampai utama materi pelajaran. Komputer dapat menyajikan informasi dan tahapan pembelajaran lainnya disampaikan bukan dengan media komputer. Penggunaan media pembelajaran dapat membantu meningkatkan pemahaman dan daya serap siswa terhadap materi pelajaran yang dipelajari. Berikut ini fungsi-fungsi dari penggunaan media pembelajaran: (1) membantu memudahkan
(20)
12
belajar bagi siswa dan membantu memudahkan mengajar bagi guru, (2) memberikan pengalaman lebih nyata (yang abstrak dapat menjadi lebih konkrit), (3) menarik perhatian siswa lebih
besar (kegiatan pembelajaran dapat berjalan lebih
menyenangkan dan tidak membosankan), (4) semua indra siswa dapat diaktifkan, (5) lebih menarik perhatian dan minat murid dalam belajar.10
Beberapa manfaat media pembelajaran menurut Nana Sudjana adalah: (1) pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar, (2) bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pembelajaran lebih baik, (3) metode pembelajaran akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi bila guru mengajar untuk setiap jam pelajaran, (4) siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti pengamatan, melakukan, mendemonstrasikan dan lain-lain.11
Encyclopedia of education research dalam merinci manfaat media pembelajaran sebagai berikut: (1) meletakkan dasar-dasar yang konkrit untuk berfikir, oleh karena itu mengurangi verbalisme, (2) memperbesar perhatian siswa, (3) meletakkan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar siswa, oleh karena itu membuat pelajaran lebih mantap, (4) memberikan pengalaman nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri di kalangan siswa, (5) menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinyu, terutama melalui gambar hidup, (6) membantu tumbuhnya pengertian yang dapat membantu perkembangan kemampuan berbahasa siswa, (7) memberikan pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan cara lain dan membantu efisiensi dan keragaman yang lebih
banyak dalam belajar.12 Maka dapat diambil kesimpulan
manfaat dari penggunaan media pembelajaran di dalam proses
10 Asnawir, Media Pembelajaran, (Jakarta : Pers. Basrowi, 2002), 24
11 Nana Sudjana, Media Pengajaran, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2013), 95 12
(21)
13
belajar mengajar dapat mengarahkan perhatian siswa sehingga menimbulkan motivasi untuk belajar dan materi yang diajarkan akan lebih jelas, cepat dipahami sehingga dapat meningkatkan prestasi siswa.
B. SAVI
1. Pengertian SAVI
Menurut Dave Meier, pembelajaran tidak secara otomatis meningkat hanya dengan menyuruh orang berdiri dan bergerak kesana kemari, akan tetapi menghubungkan gerakan fisik dengan aktivitas intelektual serta penggunaan semua indera dapat berpengaruh besar dalam pembelajaran.13 Dave
Meier menamakan pembelajaran tersebut dengan
pembelajaran SAVI (Somatic, Auditory, Visual, Intellectual). SAVI adalah pendekatan pembelajaran yang menekankan bahwa belajar haruslah memanfaatkan semua alat indra yang dimiliki siswa.14 Dalam pembelajaran dengan pendekatan SAVI, belajar harus dilakukan dengan aktifitas, artinya menggerakkan fisik dan memanfaatkan indera sebanyak mungkin, serta membuat seluruh tubuh dan pikiran untuk terlibat dalam proses pembelajaran.
Somatis dimaksudkan sebagai learning by moving and doing yaitu belajar dengan bergerak dan berbuat. Auditori adalah learning by talking and hearing yaitu belajar dengan berbicara dan mendengarkan. Visual diartikan sebagai
learning by observing and picturing yaitu belajar dengan mengamati dan menggambarkan. Intelektual maksudnya adalah learning by problem solving and reflecting yaitu belajar dengan memecahkan masalah dan merenung.15 Proses belajar dapat berjalan dengan baik dan optimal jika semua indera digunakan secara simultan.
13 Martinis Yamin, Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP, (Jakarta : Gaung Persada Press, 2008), 74-75.
14 Suyatno, Menjelajah Pembelajaran Inovatif, (Sidoarjo : Masmedia Buana Pustaka, 2009), 65.
15 Dave Meier, The Accelereted Learning Handbook (Terjemahan), (Bandung:Kaifa, 2002), 91-92.
(22)
14
2. Karakteristik SAVI
Sesuai dengan kepanjangan dari SAVI yaitu Somatis, Auditori, Visual, dan Intelektual, maka SAVI memiliki 4 karakteristik yaitu :
a. Somatic (Somatis)
Somatis berasal dari bahasa Yunani yang berarti tubuh (soma). Jadi belajar somatis berarti belajar dengan indera peraba, kinestetis, praktis melibatkan fisik serta menggerakkan tubuh sewaktu belajar. Dengan kata lain somatis bisa diartikan belajar dengan bergerak dan berbuat.
Penciptaan suasana belajar yang dapat membuat orang bangkit dan berdiri dari tempat duduk dan aktif secara fisik dari waktu ke waktu dapat merangsang hubungan pikiran dan tubuh. Tidak semua pembelajaran memerlukan aktivitas fisik, tetapi dengan berganti-ganti menjalankan aktivitas belajar aktif dan pasif secara fisik,
dapat membantu keberhasilan seseorang dalam
pembelajaran. Menurut De Porter, siswa yang belajar secara somatis sering melakukan hal-hal berikut: (1) menyentuh orang dan berdiri berdekatan, banyak bergerak, (2) belajar dengan melakukan, menunjukkan tulisan saat membaca, menanggapi secara fisik, (3) mengingat sambil berjalan dan melihat.16 Adapun ciri-ciri tipe siswa yang belajar secara somatis menurut De Porter adalah: (1) berbicara dengan perlahan, (2) menanggapi perhatian fisik, (3) menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka, (4) berdiri dekat ketika berbicara dengan orang, (5) selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak, (6) mempunyai perkembangan awal otot-otot yang besar, (7) belajar melalui memanipulasi dan praktik, (8) menghafal dengan cara berjalan dan melihat, (9) menggunakan jari sebagai penunjuk ketika membaca, (10) banyak menggunakan isyarat tubuh, (11) tidak dapat duduk diam untuk waktu yang lama, (12) tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika memang telah pernah
16
(23)
15
berada di tempat itu, (13) menggunakan kata-kata yang mengandung aksi, (14) menyukai buku-buku yang
berorientasi pada plot–mereka mencerminkan aksi dengan
gerakan tubuh saat membaca, (15) kemungkinan tulisannya jelek, (16) ingin melakukan segala sesuatu, (17)
menyukai permainan yang menyibukkan.17
Siswa yang belajar secara somatis senang sekali belajar dengan bergerak dan paling baik menghafal informasi dengan mengasosiasikan gerakan dengan setiap fakta. Banyak pelajar somatis menjauhkan diri dari bangku karena mereka lebih suka duduk di lantai dan menyebarkan pekerjaan di sekeliling mereka. Mereka suka
berbuat saat belajar, misalnya menggarisbawahi,
mencorat-coret, serta menggambar. b. Auditory (Auditori)
Belajar auditori adalah belajar dengan berbicara,
mendengar, menyimak, presentasi, argumentasi,
mengemukakan pendapat, dan menanggapi. Belajar auditori merupakan cara belajar standar bagi semua masyarakat. Belajar auditori adalah cara belajar dengan menggunakan pendengaran. Telinga terus menerus menangkap dan menyimpan informasi auditori, bahkan tanpa kita sadari seseorang mampu membuat beberapa area penting di dalam otak menjadi aktif.18 Ciri-ciri seseorang yang belajar dengan menggunakan auditori adalah sebagai berikut: (1) perhatiannya mudah terpecah, (2) berbicara dengan pola berirama, (3) belajar dengan cara mendengarkan, menggerakkan bibir/bersuara saat membaca, (4) berdialog secara internal dan eksterrnal.19
Desain pembelajaran yang menarik bagi siswa pengguna auditori, dapat dilakukan dengan mengajak mereka berbicara terkait apa yang sedang mereka pelajari. Guru dapat menyuruh mereka untuk membaca dengan keras dan menerjemahkan pengalaman mereka dengan suara, serta ajak mereka berbicara saat mereka
17 Ibid, halaman 118-120.
18 Dave Meier, The Accelereted Learning Handbook (Terjemahan), (Bandung: Kaifa, 2002), 95.
19
(24)
16
memecahkan masalah, membuat model, mengumpulkan
informasi, membuat rencana kerja, menguasai
keterampilan, membuat tinjauan pengalaman belajar, atau menciptakan makna-makna pribadi bagi diri mereka sendiri.
c. Visual
Visual diartikan belajar dengan menggunakan indera mata melalui mengamati, menggambarkan, mendemonstrasikan, menggunakan media dan alat peraga. Di dalam otak terdapat lebih banyak perangkat untuk memproses informasi visual daripada semua indera lain. Setiap orang lebih mudah belajar jika dapat melihat apa yang sedang dibicarakan. Secara khususnya pembelajar visual yang baik jika mereka dapat melihat contoh dari dunia nyata, diagram, peta gagasan, ikon dan sebagainya ketika belajar. Selain itu, mereka dapat belajar lebih baik lagi jika menciptakan peta gagasan, ikon, diagram, dan citra mereka sendiri dari hal-hal yang mereka pelajari. Adapun ciri-ciri seseorang yang belajar dengan visual adalah sebagai berikut: (1) teratur, memperhatikan segala sesuatu, menjaga penampilan, (2) mengingat dengan gambar, lebih suka membaca dari pada dibacakan, (3) membutuhkan gambaran dan tujuan menyuluruh serta menangkap detail mengingat apa yang dilihat.20
d. Intellectual (Intelektual)
Menurut Dave Meier, intelektual adalah pencipta makna dalam pikiran, sarana yang digunakan manusia
untuk “berpikir”, menyatukan pengalaman, menciptakan
jaringan syaraf baru, dan belajar. Intelektual
menghubungkan pengalaman mental, fisik, emosional, dan intuitif tubuh untuk membuat makna baru bagi dirinya sendiri. Belajar dengan intelektual adalah belajar dengan
memecahkan masalah dan merenung. Intelektual
menunjukkan apa yang dilakukan pembelajar dalam pikiran secara internal ketika menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalaman dan menciptakan hubungan, makna, rencana, dan nilai dari pengalaman
20
(25)
17
tersebut. Belajar haruslah menggunakan kemampuan
berpikir, konsentrasi pikiran dan berlatih
menggunakannya melalui bernalar, menyelidiki,
mengidentifikasi, menemukan, mencipta, mengkonstruksi, memecahkan masalah, dan menerapkan.21 Adapun lebih lanjut, karakteristik SAVI disajikan dalam Tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1 Karakteristik SAVI Karakteristik
SAVI
Ciri-ciri
Somatis
1. Berbicara dengan perlahan.
2. Menanggapi perhatian fisik.
3. Menyentuh orang untuk
mendapatkan perhatian mereka.
4. Berdiri dekat ketika berbicara
dengan orang.
5. Selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak.
6. Mempunyai perkembangan awal
otot-otot yang besar.
7. Belajar melalui memanipulasi
dan praktik.
8. Menghafal dengan cara berjalan
dan melihat.
9. Menggunakan jari sebagai
penunjuk ketika membaca.
10. Banyak menggunakan isyarat
tubuh.
11. Tidak dapat duduk diam untuk
waktu yang lama.
12. Tidak dapat mengingat geografi,
kecuali jika memang telah
pernah berada di tempat itu.
13. Menggunakan kata-kata yang
21 Dave Meier, The Accelereted Learning Handbook (Terjemahan), (Bandung: Kaifa, 2002), 99.
(26)
18
Karakteristik SAVI
Ciri-ciri mengandung aksi.
14. Menyukai buku-buku yang
berorientasi pada plot, mereka
mencerminkan aksi dengan
gerakan tubuh saat membaca.
15. Kemungkinan tulisannya jelek.
16. Ingin melakukan segala sesuatu.
17. Menyukai permainan yang
menyibukkan.
Auditori
1. Perhatiannya mudah terpecah
2. Berbicara dengan pola berirama
3. Belajar dengan cara
mendengarkan, menggerakkan
bibir/bersuara saat membaca.
4. Berdialog secara internal dan
eksterrnal
Visual
1. Teratur, memperhatikan segala
sesuatu, menjaga penampilan.
2. Mengingat dengan gambar,
lebih suka membaca dari pada dibacakan.
3. Membutuhkan gambaran dan
tujuan menyuluruh serta menangkap detail mengingat apa yang dilihat.
Intelektual
1. Sering merenung dalam
memecahkan masalah.
2. Belajar dengan cara bernalar,
menyelidiki dan mengidentifikasi.
3. Menciptakan hubungan, makna,
rencana dan nilai dari pengalaman.
(27)
19
C. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran yang bernaung dalam teori konstruktivis adalah kooperatif. Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk
saling membantu memecahkan masalah-masalah yang
kompleks. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok
sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif.22
Terdapat perbedaan antara kelompok belajar kooperatif dan kelompok belajar konvensional. Perbedaan kelompok belajar kooperatif dengan kelompok belajar konvensional, dapat dilihat dalam Tabel 2.2 berikut: 23
Tabel 2.2
Perbedaan kelompok belajar kooperatif konvensional No. Kelompok belajar
Kooperatif
Kelompok Belajar Konvensional
1.
Adanya saling
ketergantungan positif, saling membantu, dan
saling memberikan
motivasi sehingga ada interaksi promotif.
Guru sering membiarkan
adanya siswa yang
mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok.
2.
Adanya akuntabilitas
individual yang
mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok, dan
kelompok diberi
umpan balik tentang
hasil belajar para
anggotanya sehingga
dapat saling
Akuntabilitas individual
sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota
kelompok, sedangkan
anggota kelompok lainnya
hanya “mendompleng”
keberhasilan “pemborong”.
22 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, (Jakarta:Kencana Media Group, 2006) , 239-240.
23 Trianto, Pembelajaran Inovatif Berbasis Konstrutivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007), 43-44.
(28)
20
No. Kelompok belajar Kooperatif
Kelompok Belajar Konvensional mengetahui siapa yang
memerlukan bantuan
dan siapa yang dapat memberikan bantuan.
3.
Kelompok belajar
heterogen, baik dalam kemampuan akademik,
jenis kelamin, ras,
etnik, dan sebagainya. Sehingga dapat saling mengetahui siapa yang
memerlukan bantuan
dan siapa yang
memberikan bantuan.
Kelompok belajar biasanya homogen.
4.
Pimpinan kelompok
dipilih secara
demokratis atau
bergilir untuk
memberikan
pengalaman memimpin
bagi para anggota
kelompok.
Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk
memilih pemimpinnya
dengan cara masing-masing.
5.
Keterampilan sosial
yang diperlukan dalam kerja gotong royong seperti kepemimpinan, kemampuan
berkomunikasi,
mempercayai orang
lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.
Keterampilan sosial sering
tidak secara langsung
diajarkan.
6.
Pada saat belajar
kooperatif sedang
berlangsung, guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan
Pemantauan melalui
observasi dan intervensi
sering tidak dilakukan oleh
guru pada saat belajar
(29)
21
No. Kelompok belajar Kooperatif
Kelompok Belajar Konvensional
melakukan intervensi
jika terjadi masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok.
berlangsung.
7.
Guru memperhatikan
proses yang terjadi
dalam
kelompok-kelompok belajar.
Guru serinng tidak
memperhatikan proses
kelompok yang terjadi
dalam kelompok-kelompok belajar.
8.
Penekanan tidak hanya
pada penyelesaian
tugas tetapi juga
hubungan interpersonal
(hubungan antar
pribadi yang saling
menghargai)
Penekanan sering hanya
pada penyelesaian tugas.
Di dalam kelas kooperatif, siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang siswa yang sederajat tetapi heterogen dalam aspek kemampuan, jenis kelamin, suku/ras, tetapi satu sama lain antar mereka saling membantu nantinya. Tujuan dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang
disajikan oleh guru, dan saling membantu teman
sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar.24
Selama belajar secara kooperatif, siswa tetap tinggal dalam kelompoknya selama beberapa kali pertemuan. Mereka diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar aktif, memberikan penjelasan kepada teman sekelompok dengan baik, berdiskusi, dan sebagainya. Agar terlaksana dengan baik, siswa diberi lembar kegiatan yang
24
(30)
22
berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan guru dan saling membantu diantara teman satu kelompok untuk mencapai ketuntasan materi. Belajar belum dikatakan selesai jika salah satu anggota kelompok ada yang belum menguasai materi pelajaran.25
Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa untuk bekerja secara kolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif disusun sebagai usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya. Jadi dalam pembelajaran kooperatif, siswa berperan ganda yaitu sebagai siswa dan juga sebagai guru. Dengan bekerja secara kolaboratif untuk mencapai sebuah tujuan bersama, maka siswa akan mengembangkan keterampilan berhubungan dengan sesama manusia yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah.26
Pembelajaran kooperatif dinilai khas diantara model-model pembelajaran lainnya, karena menggunakan suatu struktur tugas dan penghargaan yang berbeda untuk meningkatkan pembelajaran siswa. Struktur tugas memaksa siswa untuk bekerja sama dalam kelompok kecil. Sistem penghargaan mengakui usaha bersama, sama baiknya seperti usaha individual. Model pembelajaran kooperatif berkembang dari kebiasaan pendidikan yang menekankan pada pemikiran demokratis dan latihan atau praktek, pembelajaran aktif, lingkungan pembelajaran yang kooperatif dan menghormati adanya perbedaan budaya masyarakat yang bermacam-macam. Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi mampu memacu keberhasilan individu melalui kelompoknya.27
25 Ibid, halaman 41-42
26 Ibid, halaman 42 27
(31)
23
Pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja, tetapi siswa juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan-keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif berfungsi melancarkan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan
mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok,
sedangkan peranan tugas dilakukan dengan membagi tugas antar anggota kelompok selama kegiatan.
D. Materi Garis Singgung Persekutuan Dua Lingkaran
1. Pengertian Garis Singgung Lingkaran
Garis singgung lingkaran adalah garis yang memotong lingkaran tepat di satu titik. Titik tersebut dinamakan titik singgung lingkaran.
Pada Gambar 2.1 memperlihatkan bahwa garis g
menyinggung lingkaran di titik A. Garis g tegak lurus jari-jari OA. Dengan kata lain, hanya terdapat satu buah garis singgung yang melalui satu titik pada lingkaran.
Pada Gambar 2.2 memperlihatkan titik R terletak di luar lingkaran. Garis l melalui titik R dan menyinggung lingkaran di titik P, sehingga garis l tegak lurus jari-jari
OP. Garis m melalui titik R dan menyinggung lingkaran di titik Q, sehingga garis m tegak lurus jari-jari OQ. Dengan demikian, dapat dibuat dua buah garis singgung melalui satu titik di luar lingkaran.
Gambar 2.2
Dua Garis Singgung Lingkaran Gambar 2.1
(32)
24
2. Panjang Garis Singgung Lingkaran
Pada Gambar 2.3, garis ̅̅̅̅ dan ̅̅̅̅ adalah garis singgung lingkaran yang berpusat di titik O. Panjang ̅̅̅̅= panjang ̅̅̅̅ = r = jari-jari lingkaran. Oleh karena garis singgung selalu tegak lurus terhadap jari-jari lingkaran maka panjang garis singgung ̅̅̅̅ dan ̅̅̅̅̅dapat dihitung dengan menggunakan teorema Pythagoras. Perhatikan
ΔOAB pada. Pada ΔOAB, berlaku teorema Pythagoras, sebagai berikut:
̅̅̅̅̅̅ + ̅̅̅̅̅̅ = ̅̅̅̅̅̅ ̅̅̅̅̅̅ = ̅̅̅̅2– ̅̅̅̅̅̅ ̅̅̅̅ = √ ̅̅̅̅̅̅ – ̅̅̅̅̅̅ ̅̅̅̅̅ = √ ̅̅̅̅̅̅ –
Pada ΔOCB juga berlaku teorema Pythagoras, yaitu :
̅̅̅̅̅̅ + ̅̅̅̅̅ = ̅̅̅̅̅̅ ̅̅̅̅̅̅ = ̅̅̅̅̅̅– ̅̅̅̅̅̅ ̅̅̅̅ = √ ̅̅̅̅̅̅ – ̅̅̅̅̅̅
̅̅̅̅ = √ ̅̅̅̅̅̅ –
Didapatkan ̅̅̅̅̅= ̅̅̅̅ = √ ̅̅̅̅̅̅ – . Uraian tersebut menggambarkan definisi berikut, yaitu kedua garis singgung lingkaran yang ditarik dari sebuah titik diluar lingkaran mempunyai panjang yang sama.
Gambar 2.3
(33)
25
3. Garis Singgung Dua Lingkaran
a) Kedudukan Dua lingkaran
Secara umum, kedudukan dua lingkaran dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu dua lingkaran yang saling bersinggungan, salinf berpotongan, dan saling lepas. Adapun uraian masing-masing jenis kedudukan dua lingkaran adalah sebagai berikut:
1)
Dua Lingkaran Bersinggungan
Pada Gambar 2.4 memperlihatkan dua lingkaran
yang bersinggungan di dalam. Untuk kedudukan seperti ini dapat dibuat satu buah garis singgung
persekutan luar, yaitu k dengan titik singgung A. Gambar 2.4
Dua Lingkaran Bersinggungan
Gambar 2.5
(34)
26
Pada Gambar 2.5 memperlihatkan dua lingkaran
yang bersinggungan di luar. Dalam kedudukan seperti ini dapat dibuat satu buah garis singgung
persekutuan dalam, yaitu n dan dua garis
singgung persekutuan luar, yaitu l dan m.
2)
Dua Lingkaran BerpotonganDua lingkaran yang berpotongan seperti yang
ditunjukkan oleh Gambar 2.6 dibawah
mempunyai dua garis singgung persekutuan luar, yaitu r dan s.
3)
Dua Lingkaran Saling LepasGambar 2.7 berikut memperlihatkan dua
lingkaran yang saling lepas atau terpisah. Dalam kedudukan seperti ini, dapat dibuat dua garis persekutuan luar, yaitu k dan l dan dua garis persekutuan dalam, yaitu m dan n.
Gambar 2.7
Dua Lingkaran Saling Lepas Gambar 2.6
(35)
27
4)
Garis Singgung Persekutuan LuarPerhatikan gambar berikut ini.
Pada Gambar 2.8 adalah gambar garis singgung persekutuan luar. Adapun cara menghitung panjang garis singgung persekutuan luar sebagai berikut:
a) Garis ̅̅̅̅̅merupakan garis singgung persekutuan luar dua lingkaran yang berpusat di P dan Q.
b) R = ̅̅̅̅adalah jari-jari lingkaran yang berpusat di P atau lingkaran pertama. r =
̅̅̅̅adalah jari-jari lingkaran yang berpusat di Q atau lingkaran kedua.
c) l adalah panjang garis singgung persekutuan
luar ̅̅̅̅̅.
d) k adalah jarak antara kedua titik pusat P dan
Q.
e) Panjang ̅̅̅̅ = Panjang ̅̅̅̅ = l.
f) Perhatikan ΔSPQ. Kita bisa menggunakan teorema Pythagoras untuk mencari panjang
̅̅̅̅.
ΔSPQ siku-siku di S sehingga,
̅̅̅̅̅̅ + ̅̅̅̅̅ ̅̅̅̅̅ ̅̅̅̅̅̅ ̅̅̅̅̅ – ̅̅̅̅̅̅
l2 = k2– (R - r)2, R > r
Gambar 2.8
(36)
28
l = √ –
Jadi, panjang garis singgung persekutuan luar dua lingkaran adalah:
l = √ –
Dengan
l = panjang garis singgung persekutuan luar
k = jarak kedua titik pusat lingkaran
R = jari-jari lingkaran pertama
r = jari-jari lingkaran kedua
5)
Garis Singgung Persekutuan DalamPerhatikan gambar berikut ini.
Pada Gambar 2.9 adalah gambar garis singgung persekutuan dalam. Adapun cara menghitung panjang garis singgung persekutuan dalam sebagai berikut:
a) Garis ̅̅̅̅̅merupakan garis singgung persekutuan luar dua lingkaran yang berpusat di P dan Q
b) R = ̅̅̅̅adalah jari-jari lingkaran yang berpusat di P atau lingkaran pertama. R =
̅̅̅̅adalah jari-jari lingkaran yang berpusat di Q atau lingkaran kedua.
c) d adalah panjang garis singgung
persekutuan dalam ̅̅̅̅. Gambar 2.9
(37)
29
d) k adalah jarak antara kedua titik pusat P dan
Q.
e) ̅̅̅̅merupakan translasi dari ̅̅̅̅, sehingga
̅̅̅̅sejajar ̅̅̅̅dan panjang ̅̅̅̅= panjang
̅̅̅̅= d.
f) Perhatikan Δ PSQ
Oleh karena Δ PSQ merupakan segitiga siku-siku, maka kita bisa menggunakan teorema Pythagoras untuk mencari panjang
̅̅̅̅
̅̅̅̅̅̅ = ̅̅̅̅̅+ ̅̅̅̅̅ ̅̅̅̅̅ = ̅̅̅̅̅– ̅̅̅̅̅̅ d2 = k2– (R + r)2 d = √ –
Jadi, panjang garis singgung persekutuan luar dua lingkaran adalah:
d = √ –
Dengan
d = panjang garis singgung persekutuan dalam
k = jarak kedua titik pusat lingkaran
R = jari-jari lingkaran pertama
(38)
30
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bab ini akan dipaparkan mengenai metode penelitian yang meliputi jenis penelitian, waktu dan tempat penelitian, objek dan subjek penelitian, rancangan penelitian, metode pengumpulan data, instrumen penelitian dan teknik analisis data.
A. Jenis penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian pengembangan. Dalam bahas Inggris penelitian pengembangan disebut Research and Development (R & D). Penelitian pengembangan adalah metode penelitan yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut.1
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juli 2016. Pelaksanaan uji coba terbatas akan dilakukan pada bulan Juli 2016. Tempat penelitian untuk melakukan uji coba terbatas adalah di SMP Wachid Hasyim 2 Surabaya.
C. Objek dan Subjek Penelitian
Objek penelitian ini adalah Alat Peraga Garis Singgung Persekutuan Dua Lingkaran. Subjek dalam penelitian ini adalah 18 siswa kelas VIII-A dan 18 siswa kelas VIII-B SMP Wachid Hasyim 2 Surabaya.
D. Prosedur Pengambilan Subjek
1. Mengelompokkan siswa kedalam kategori kelompok dengan
kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa, peneliti menggunakan nilai UAS semester II sebagai patokan, kemudian mengurutkan dari peringkat tertinggi ke peringkat terendah
1 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D), (Bandung: Alfabeta, 2010), 407.
(39)
31
Gambar 3.1
Prosedur Pengambilan Subjek
Dipilih 6 Siswa Dipilih 6 Siswa Dipilih 6 Siswa
Dibagi dalam 3 Kelompok Heterogen Pengelompokkan Siswa
SISWA
Kemampuan Sedang
Kemampuan Rendah Kemampuan
Tinggi
18 SISWA
Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 1
2. Setelah siswa dikelompokkan ke dalam kategori kelompok
tinggi, sedang, dan rendah, kemudian dipilih 6 siswa dari masing-masing kategori kelompok. Untuk kategori tinggi diambil 6 siswa peringkat teratas, kategori rendah diambil 6 siswa peringkat terbawah, dan kategori sedang 6 siswa peringkat tengah-tengah.
3. Dari 18 siswa tersebut, nantinya akan dibentuk menjadi 3 kelompok heterogen yang akan diterapkan pada saat penelitian ujicoba terbatas. Adapun prosedur pengambilan subjek disajikan dalam Gambar 3.1 berikut.
E. Rancangan Pengembangan
Pengembangan alat peraga ini menggunakan metode penelitian pengembangan. Menurut tim Puslitjaknov (Pusat
Penelitian Kebijakan dan Inovasi), metode penelitian
(40)
32
Gambar 3.2
Modifikasi Rancangan Penelitian Pengembangan Alat Peraga (Adaptasi dari Tim Puslitjaknov)
pengembangan, 2) prosedur pengembangan dan 3) ujicoba produk.2
Dengan menggunakan metode tersebut, peneliti memodifikasi rancangan penelitian sebagai berikut:
2 Nur Farida Syahidah, Penelitian Pengembangan, (Palembang: Universitas Sriwijata, 2012), 5.
Model Pengembangan
Prosedur Pengembangan
Ujicoba Produk
Analisis Masalah
Analisis Siswa
Analisis Tugas Analisis Konsep
Tujuan Pembelajaran
Desain produk yang akan dibuat
Telaah 1
Ahli Materi Ahli Alat Peraga
Revisi
Desain Produk yang divalidasi
Validasi Alat
Ahli Materi Ahli Alat Peraga Guru Matematika
Ujicoba Lapangan
Analisis Data
(41)
33
Pada Gambar 3.2 rancangan penelitian di atas, dapat dijabarkan secara rinci kegiatan penelitian sebagai berikut:
1. Model Pengembangan
Model pengembangan merupakan dasar untuk
mengembangkan produk yang akan dihasilkan. Pada penelitian ini, digunakan model teoritik yang menggambarkan kerangka berpikir yang didasarkan pada teori yang relevan. Pada tahap ini dibagi menjadi beberapa sub tahapan, yaitu:
a. Analisis Masalah
Analisis ini bertujuan untuk menetapkan masalah yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran matematika sub pokok bahasan garis singgung persekutuan dua lingkaran. Dengan analisis ini akan diperoleh fakta, harapan, dan alternatif penyelesaian dalam kegiatan pembelajaran matematika.
b. Analisis Siswa
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui
karakteristik siswa sebagai subjek penelitian yang meliputi tingkat pengetahuan serta kemampuan pada sub pokok bahasan garis singgung persekutuan dua lingkaran sehingga dapat dikembangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
c. Analisis Tugas
Analisis ini bertujuan untuk memastikan ulasan
yang menyeluruh tentang tugas dan materi
pembelajaran.
d. Analisis Konsep
Analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi konsep pokok yang akan diajarkan. Selain untuk memastikan konsep yang akan diajarkan sesuai dengan standar kompetensi, analisis ini juga berperan sebagai konsep dasar pembuatan alat peraga.
e. Tujuan Pembelajaran
Setelah dilakukan analisis menyeluruh baik dari segi siswa, tugas, maupun konsep materi yang akan diajarkan kemudian membuat tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Tujuan ini juga berguna untuk menentukan fungsi dasar dari alat peraga yang akan dikembangkan.
(42)
34
f. Desain Produk yang Akan Dibuat
Setelah menganalisis masalah dari segi siswa, kegiatan pembelajaran, dan konsep pada sub pokok bahasan garis singgung persekutuan dua lingkaran makan dibuat desain alat yang cocok untuk menunjang kegiatan pembelajaran serta sesuai dengan tujuan yang akan dicapai dan alat peraga yang dikembangkan sesuai dengan konsep materi yang akan diajarkan.
2. Prosedur Pengembangan
Pada tahap ini dipaparkan prosedur yang akan ditempuh oleh peneliti, yaitu:
a. Telaah desain hingga validasi desain
Setelah desain sementara diperoleh, kemudian ditelaah terlebih dahulu oleh 2 dosen matematika. Dosen pertama merupakan ahli materi garis singgung persekutuan dua lingkaran yang bertujuan untuk mengetahui apakah desain alat yang akan dibuat sesuai dengan teori yang mendukung. Dosen kedua merupakan ahli alat peraga yang bertujuan untuk mengetahui apakah nantinya desain alat peraga yang dikembangkan akan bekerja dengan baik dan mudah dipahami oleh
siswa. Kemudian dilakukan revisi desain dan
menghasilkan desain pasti alat peraga yang
dikembangkan.
b. Tahap pembuatan alat peraga dan validasi alat peraga
Setelah desain pasti alat peraga diperoleh, maka dibuat alat peraga. Kemudian alat ini divalidasi ulang oleh 2 dosen matematika dan 1 guru matematika di sekolah untuk mengetahui tingkat kelayakan ketika digunakan dalam kegiatan pembelajaran
3. Ujicoba Produk
Setelah divalidasi, maka dilakukan ujicoba ke lapangan. Ujicoba ini terbatas, yakni hanya sampel 18 siswa per kelas (VIII-A dan VIII-B) dengan alat peraga garis singgung persekutuan dua lingkaran yang dikembangkan sebagai objek penelitian. Setelah melaksanakan penelitian dilakukan kegiatan tes hasil belajar untuk mengetahui hasil belajar siswa
(43)
35
setelah menggunakan alat peraga pada kegiatan penelitian. Data hasil penelitian yang diperoleh kemudian di analisis berdasarkan hasil validasi oleh tim ahli yaitu dosen, respon siswa terhadap alat peraga garis singgung persekutuan dua lingkaran, serta hasil peningkatan dan ketuntasan belajar siswa pada ujicoba terbatas sehingga dihasilkan laporan akhir. F. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini terdapat beberapa tahap yang harus dilakukan, maka untuk mendapatkan data digunakan berbagai macam metode, diantaranya:
1. Metode Tes
Metode ini digunakan untuk mengetahui hasil belajar kognitif siswa setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan alat peraga garis singgung persekutuan dua lingkaran.
2. Metode Angket
Metode ini digunakan untuk mengetahui tingkat kelayakan alat peraga dan respon siswa terhadap alat peraga yang telah digunakan saat pembelajaran.
3. Metode Observasi
Metode ini digunakan untuk mengetahui nilai afektif dan psikomotor siswa.
G. Instrumen Pengumpulan Data
Untuk pengumpulan data pada penelitian ini dibutuhkan instrumen berupa:
1. Lembar Validasi Kelayakan Alat Peraga
Instrumen ini berupa lembar yang diisi oleh 2 dosen ahli matematika serta 1 guru matematika di sekolah. Lembar ini berfungsi untuk mengetahui apakah alat peraga sudah layak untuk digunakan atau tidak dengan data berupa angka sehingga dapat diketahui berapa persen kelayakan ketika digunakan. Lembar kelayakan alat peraga dapat dilihat pada lampiran 2.
2. Lembar Tes Hasil Belajar
Instrumen ini berfungsi untuk mengetahui hasil belajar kognitif siswa setelah dilakukan pembelajaran dengan alat
(44)
36
peraga garis singgung persekutuan dua lingkaran. Lembar ini terdiri dari 4 butir soal uraian, lembar tes hasil belajar ini telah di validasi oleh 2 dosen (Bu Yuni Arrifadah, M.Pd dan Bapak Abdulloh Hamid, M.Pd) serta 1 guru (Bapak Moch. Sofyan Arief). Kisi-kisi tes hasil belajar dapat dilihat pada lampiran 3 dan lembar tes hasil belajar dapat dilihat pada lampiran 4.
3. Lembar Angket Respon Siswa
Instrumen ini diberikan kepada siswa setelah kegiatan penelitian di kelas selesai. Instrumen ini terdapat 9 pertanyaan terkait respon siswa terhadap alat peraga garis singgung dua lingkaran. Lembar angket respon siswa ini telah di validasi oleh 2 dosen (Bu Yuni Arrifadah, M.Pd dan Bapak Abdulloh Hamid, M.Pd) serta 1 guru (Bapak Moch. Sofyan Arief). Lembar angket respon siswa dapat dilihat pada lampiran 5
4. Lembar Observasi
a) Lembar Observasi Penilaian Afektif
Lembar ini terdapat dua aspek penilaian yaitu rasa ingin tahu siswa dan ketekunan serta tanggung jawab siswa dalam belajar. Penilaian afektif didasarkan pada rubrik penilaian yang telah dibuat. Lembar observasi penilaian afektif ini dapat dilihat pada lampiran 6.
b) Lembar Observasi Penilaian Psikomotor
Lembar ini terdapat empat aspek penilaian yaitu
menyusun langkah percobaan, mengolah data
percobaaan, memberikan kesimpulan, dan
mempresentasikan hasil percobaan. Penilaian psikomotor didasarkan pada rubrik penilaian yang telah dibuat. Lembar observasi penilaian psikomotor ini dapat dilihat pada lampiran 7.
H. Teknik Analisis Data
Setelah memperoleh data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, maka peneliti akan menganalisis data-data tersebut sebagai berikut:
1. Analisis data validasi alat peraga
Hasil validasi alat peraga yang dikembangkan dengan menggunakan deskriptif kuantitatif. Pada analisis ini digunakan skala Likert, karena skala ini digunakan untuk
(45)
37
Tabel 3.2
Kriteria Persentase Kelayakan Alat Peraga
mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang terhadap suatu fenomena.3 Adapun skala Likert sebagai berikut:
Skala Kriteria
5 Sangat Baik
4 Baik
3 Cukup
2 Kurang
1 Sangat Kurang
Dengan aturan penskoran sebagai berikut:
(Persamaan 3.1)
Untuk kriteria tingkat kelayakan rata-rata dari alat yang dikembangkan adalah sebagai berikut:4
Persentase (x) Kriteria
81% ≤ x ≤ 100% Sangat layak digunakan
3 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2010), 134.
4 Riduwan, Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian, (Bandung: Alfabeta, 2012), 15.
Tabel 3.1 Kriteria Skala Likert
(46)
38
Persentase (x) Kriteria
61% ≤ x < 81% Layak digunakan
41% ≤ x < 61% Cukup baik
21% ≤ x < 41% Kurang layak
0% ≤ x < 21% Sangat tidak layak
2. Analisis Data Hasil Belajar Siswa
Analisis ini digunakan untuk mengetahui tingkat ketuntasan indikator pencapaian hasil belajar setiap siswa. Standar keberhasilan setiap siswa dilihat dari penguasaan indikator (baik kognitif, psikomotor, dan afektif) yang setidaknya mencapai rata-rata ≥ 75 (KKM sekolah). Nilai kognitif siswa dapat dihitung dengan perumusan berikut:
nilai kognitif = x 100
Nilai afektif siswa dapat dihitung dengan perumusan berikut: nilai afektif =
Sedangkan nilai psikomotor siswa dapat dihitung dengan perumusan
nilai psikomotor =
Untuk mengetahui tingkat kelulusan hasil belajar siswa
digunakan perumusan berikut:5
5
(47)
39
(persamaan 3.2)
Suatu kelas dikatakan tuntas dalam belajar apabila di kelas
tersebut terdapat ≥ 75% siswa telah tuntas secara individu.6
3. Analisis Data Hasil Angket Respon Siswa
Hasil data ini diperoleh dari membagikan angket kepada siswa setelah kegiatan pembelajaran dilakukan dengan menggunakan alat peraga garis singgung persekutuan dua lingkaran. Untuk analisis ini digunakan skala Guttman yang hanya didapat jawaban “ya” dan “tidak”. Skala ini berguna untuk mendapatkan jawaban yang tegas pada suatu bentuk permasalahan.7 Adapun kriteria skala Guttman adalah sebagai berikut:
Tabel 3.3
Kriteria skala Guttman
Jawaban Skor
Ya 1
Tidak 0
Dengan persentase hasil respon setiap siswa dihitung menggunakan persamaan berikut:
(persamaan 3.3)
6Masriyah, “Efektifitas Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Model
Eliciting Activities pada Materi Persamaan dan Pertidaksamaan Linier Satu Variabel Di
Kelas VII-A SMPN 1 Lamongan,Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika FMIPA
Universitas Negeri Surabaya, 3:2, 2014
7 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2010), 139.
(48)
40
Data dari hasil persentase setiap siswa tersebut kemudian diperoleh rata-rata persentase dari keseluruhan siswa yang dirumuskan sebagai berikut:
(persamaan 3.4)
Setelah itu diinterpretasikan kedalam skala Likert sebagai berikut:8
Tabel 3.4 Kriteria Skala Likert
Persentase (x) Kriteria
76% ≤ x ≤ 100% Sangat Positif
51% ≤ x < 76% Positif
26% ≤ x < 51% Negatif
0% ≤ x < 26% Sangat Negatif
8 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2010), 135.
(49)
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini akan diuraikan hasil-hasil penelitian dan pembahasan dari pengembangan alat peraga garis singgung persekutuan dua lingkaran sebagai media pembelajaran matematika. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan alat peraga garis singgung persekutuan dua lingkaran, mengetahui hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan alat peraga garis singgung persekutuan dua lingkaran, dan mengetahui respon siswa setelah menggunakan alat peraga garis singgung persekutuan dua lingkaran.
A. Deskripsi Hasil Penelitian
Pada bagian ini akan dipaparkan hasil penilaian kelayakan alat peraga garis singgung persekutuan dua lingkaran, hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan alat peraga garis singgung persekutuan dua lingkaran, dan respon siswa setelah menggunakan alat peraga garis singgung persekutuan dua lingkaran. Adapun deskripsi penelitian akan dipaparkan sebagai berikut:
1. Deskripsi Hasil Kelayakan Alat Peraga Garis Singgung Persekutuan Dua Lingkaran
Penilaian kelayakan alat peraga garis singgung persekutuan dua lingkaran meliputi 8 aspek yaitu aspek kesesuaian dengan konsep yang diajarkan, aspek kesesuaian dengan perkembangan intelektual siswa, aspek kemudahan perawatan alat peraga, aspek ketahanan komponen pada tempatnya, aspek kemudahan pengoperasian alat peraga, aspek keamanan penggunaan alat peraga, aspek nilai estetika, dan aspek kemudahan mencari, mengambil, serta menyimpan. Peniliaian kelayakan alat peraga garis singgung persekutuan dua lingkaran dinilai oleh 3 validator. Dibawah ini merupakan perolehan hasil kelayakan alat peraga garis singgung persekutuan dua lingkaran yang dinilai oleh 3 validator. Penilaian hasil kelayakan menggunakan acuan kriteria, dengan memberikan nilai 5 untuk kriteria sangat baik, nilai 4
(50)
42
untuk kriteria baik, nilai 3 untuk kriteria cukup, nilai 2 untuk kriteria kurang dan nilai 1 untuk kriteria sangat kurang. Adapun penjelasan dari penilaian tiap validator adalah sebagai berikut:
a) Validator I
Validator I adalah Bu Yuni Arrifadah M.Pd, beliau merupakan dosen pendidikan matematika ahli materi
dan sekaligus ketua program studi pendidikan
matematika. Berikut ini adalah hasil penilaian kelayakan alat peraga garis singgung persekutuan dua lingkaran oleh validator I yang akan disajikan dalam Tabel 4.1 berikut.
Tabel 4.1
Hasil penilaian kelayakan alat peraga garis singgung persekutuan dua lingkaran oleh validator I
No. Aspek Penilaian Validator I
Skala (1-5)
1 Kesesuaian dengan konsep
yang diajarkan 5
2
Kesesuaian dengan perkembangan intelektual siswa
5
3 Kemudahan perawatan alat
peraga 4
4 Ketahanan komponen pada
tempatnya 4
5 Kemudahan pengoperasian
(51)
43
No. Aspek Penilaian Validator I
Skala (1-5)
6 Keamanan penggunaan alat
peraga 4
7 Nilai estetika (warna,
bentuk) 4
8
Kemudahan mencari, mengambil, dan menyimpan alat
4
Total 34
Berdasarkan pada Tabel 4.1 menjelaskan bahwa validator I memberikan nilai 5 pada aspek kesesuaian dengan konsep yang diajarkan dan kesesuaian dengan
perkembangan intelektual siswa. Validator I
memberikan nilai 4 pada aspek kemudahan perawatan alat peraga, aspek ketahanan komponen pada tempatnya, aspek kemudahan pengoperasian alat peraga, aspek keamanan penggunaan alat peraga, aspek nilai estetika, dan aspek kemudahan mencari, mengambil, dan menyimpan. Total penilaian oleh validator I yaitu 34.
b) Validator II
Validator II adalah Bapak Abdulloh Hamid, M.Pd, beliau adalah dosen pendidikan matematika ahli media pembelajaran. Berikut ini adalah hasil penilaian kelayakan alat peraga garis singgung persekutuan dua lingkaran oleh validator II yang akan disajikan dalam Tabel 4.2 berikut.
(1)
66
dengan 75. Pada kelas ini, siswa sangat aktif bertanya dan mudah bekerja secara berkelompok dengan temannya. Berdasarkan Tabel 4.15 dan Tabel 4.16, nilai rata-rata afektif kelas VIII-B lebih tinggi tinggi daripada nilai rata-rata afektif kelas VIII-A, namun hanya selisih sedikit yaitu sebesar 2,1.
Penilaian psikomotor hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan alat peraga garis singgung persekutuan dua lingkaran berdasarkan Tabel 4.15 dan Tabel 4.16 yaitu semua siswa kelas VIII-A dan VIII-B nilai psikomotornya di atas 75 . Hal ini berarti bahwa kelas VIII-A dan VIII-B mampu menyusun, mengolah, dan menyimpulkan percobaan dengan benar, namun hanya saja ada beberapa kelompok yang sedikit melakukan kesalahan dalam mengolah data percobaan. Berdasarkan Tabel 4.15 dan Tabel 4.16, nilai rata-rata psikomotor kelas VIII-B lebih tinggi tinggi daripada nilai rata-rata psikomotor kelas VIII-A, namun hanya selisih sedikit yaitu sebesar 2,2.
Ketuntasan hasil belajar siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dengan menggunakan alat peraga garis singgung persekutuan dua lingkaran berdasarkan Tabel 4.15 yaitu ketuntasan hasil belajar kelas VIII-A mencapai 88,89% dimana dari 18 siswa hanya 2 siswa yang tidak tuntas, dan ketuntasan hasil belajar VIII-B mencapai 100% dimana semua siswa kelas VIII-B nilainya di atas KKM. Hasil ini menunjukkan bahwa alat peraga garis singgung persekutuan dua lingkaran yang dibuat mampu memberikan respon positif terhadap hasil ketuntasan belajar siswa dan menurut Masriyah hasil ini juga menunjukkan bahwa ketuntasan kelas telah tercapai karena suatu kelas dikatakan tuntas dalam belajar apabila di kelas tersebut terdapat ≥ 75% siswa telah tuntas secara individu.8
8Masriyah, “Efektifitas Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Model Eliciting Activities pada Materi Persamaan dan Pertidaksamaan Linier Satu Variabel Di Kelas VII-A SMPN 1 Lamongan, Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Negeri Surabaya, Volume 3, No.2 Tahun 2014
(2)
67
3. Respon Siswa Terhadap Alat Peraga Garis Singgung Persekutuan Dua Lingkaran
Respon siswa terhadap alat peraga garis singgung persekutuan dua lingkaran berdasarkan Tabel 4.17 yaitu sebanyak 26 siswa memberikan persentase respon sebesar 100%, 2 siswa memberikan persentase respon sebesar 88.9%, 5 siswa memberikan persentase respon sebesar 77.8%, dan 3 siswa memberikan persentase respon sebesar 66.7%, dan telah dihitung bahwa persentase total respon siswa terhadap alat peraga garis singgung persekutuan dua lingkaran yaitu sebesar 93.5%. Menurut Sugiyono persentase respon tersebut termasuk dalam kategori sangat positif.9 Sehingga dapat dikatakan bahwa siswa merespon sangat positif pada alat peraga garis singgung persekutuan dua lingkaran. Hal ini juga mendukung bahwa alat peraga garis singgung persekutuan dua lingkaran layak untuk digunakan.
(3)
BAB V PENUTUP A. Simpulan
Sesuai dengan analisis yang telah dilakukan, dapat diperoleh simpulan sebagai berikut:
1. Hasil penilaian kelayakan alat peraga garis singgung persekutuan dua lingkaran sebagai media pembelajaran matematika mendapatkan rata-rata persentase sebesar 85%, sehingga alat peraga garis singgung persekutuan dua lingkaran ini sangat layak digunakan untuk materi panjang garis singgung persekutuan dua lingkaran.
2. Hasil belajar siswa setelah melakukan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan alat peraga garis singgung persekutuan dua lingkaran sebagai media pembelajaran matematika yang dikembangkan ini mencapai ketuntasan belajar sebesar 88,89% untuk kelas VIII-A dan 100% untuk kelas VIII-B. Hasil ini menunjukkan bahwa alat peraga garis singgung persekutuan dua lingkaran yang dibuat mampu memberikan respon positif terhadap hasil belajar siswa dan ketuntasan belajar kelas tercapai.
3. Hasil respon siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dengan menggunakan alat peraga garis singgung persekutuan dua lingkaran sebagai media pembelajaran matematika yang dikembangkan mendapat respon positif dari siswa dengan rata-rata persentase sebesar 93.5% dimana hal ini termasuk dalam kriteria sangat positif. B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka peneliti mengemukakan beberapa saran sebagai berikut:
1. Penelitian ini hanya dilakukan sampai pada tahap ujicoba terbatas dengan sampel sebanyak 2 kelas replikasi, sehingga untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan dengan jangkauan lebih luas agar diketahui keefektifannya bila dilakukan dalam skala besar.
(4)
69
2. Penelitian ini hanya dilakukan pada 3 kelompok pada masing-masing kelas dikarenakan keterbatasan jumlah media yang dibuat, sehingga untuk penelitian selanjutnya perlu dibuatkan media dengan jumlah yang lebih banyak agar diketahui keefektifannya bila dilakukan dalam skala besar.
3. Penelitian ini menggunakan media yang terbuat dari kayu, sehingga memungkinkan bisa termakan oleh rayap. Oleh karena itu, untuk penelitian selanjutnya perlu dibuat media yang terbuat dari besi, sehingga bisa bertahan lama.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar.
Jakarta: Rineka Cipta, 1999.
Aristiyani, Lia., Skripsi: “Pengaruh Pemberian Reward dan Punismentterhadap hasil Belajar Peserta Didik Kelas VII pada Materi Pokok Panjang Garis Singgung Persekutuan Luar Lingkaran MTs. Hasan Kafrawi Mayong Jepara”, IAIN Walisongo, 2011.
Arsyad, Azhar. Media pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010.
Asnawir. Media Pembelajaran. Jakarta: Pers. Basrowi, 2002.
Dave Meier, Dave. The Accelerated Learning Hand Book(Terjemahan). Bandung: Kaifa, 2003.
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1998.
Fachri, Muhammad. “Penerapan Model PBL Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi Panjang Garis Singgung Persekutuan
Dua Lingkaran di Kelas VIII SMPN 19 Palu”.Jurnal Elektronik
Pendidikan Matematika Tadulako. Volume 2. No.1, September 2014.
Hamalik. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara, 1994. Masriyah. “Efektifitas Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan
Model Eliciting Activities pada Materi Persamaan dan Pertidaksamaan Linier Satu Variabel Di Kelas VII-A SMPN 1 Lamongan. Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Negeri Surabaya, Volume 3, No. 2, 2014.
Porter, Bobbi De. Quantum Teaching (Terjemahan). Bandung: Kaifa, 2004.
Prabowo. Proceeding Penelitian. Surabaya: Unipress, 2013.
Purwanti. Skripsi:“Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui
Pendekatan Belajar SAVI pada Siswa Kelas III SDN 01 Jatisuko Jatipuro Tahun Pelajaran 2010/2011”, UMS, 2011.
Riduwan. Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta, 2012.
Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Nusa Indah, 2008. Slavin, Robert. Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media, 2009. Sudjana, Nana. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar
(6)
71
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta, 2010.
Suyatno. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka, 2009.
Syahidah, Nur. Penelitian Pengembangan. Palembang: Universitas Sriwijata, 2012.
Trianto. Pembelajaran Inovatif Berbasis Konstrutivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007.
Yamin, Martinis. Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP. Jakarta: Gaung Persada Press, 2008.