ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN UANG MUKA KPR OLEH NASABAH DENGAN AKAD WAKALAH: STUDI KASUS DI BMT MANDIRI UKHWAH PERSADA (MUDA) JATIM.

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP
PEMBERIAN UANG MUKA KPR OLEH NASABAH DENGAN AKAD
WAKA>LAH
(Studi Kasus di BMT MANDIRI UKHWAH PERSADA (MUDA) JATIM)

SKRIPSI

Oleh
Fitri Aprilia
Nim. C02211023

Universitas Islam NegeriSunanAmpel
FakultasSyariahdanHukum
JurusanHukumPe rdata Islam
Prodi HukumEkonomiSyariah
Surabaya

2016

ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan tentang “Analisis Hukum

Islam Terhadap Pemberian Uang Muka KPR Oleh Nasabah dengan AKAD
WAKA>LAH (Studi Kasus di BMT MUDA JATIM Surabaya)”, dengan tujuan
menjawab dua permasalahan tentang: Bagaimana aplikasi pemberian uang muka
oleh nasabah dengan akad waka@lah ? Bagaimana menurut hukum Islam tentang
pemberian uang muka oleh nasabah dengan akad waka@lah ?
Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif, yang menggunakan teknik observasi dan wawancara untuk
pengumpulan data. Selanjutnya data yang diperoleh akan dianalisis dengan
metode deskriptif kualitatif dengan pola fikir deduktif.
Hasil penelitian terhadap pemberian uang muka dengan akad
waka@lah ini terjadi karena adanya pemberian uang muka dalam pembiayaan yang
disebabkan untuk mengantisipasi risiko dalam pembiayaan. Selain itu juga
dikarenakan terlalu mahalnya uang muka yang harus dibayarkan kepada
developer dan hal ini tidak sebanding dengan barang jaminan yang diberikan oleh
nasabah. Oleh sebab itu BMT MUDA hanya menerima kesepakatan jika
membayarkan atau menghutangkan uang KPR untuk pembayaran setelah uang
muka diterima.
Sejalan dengan kesimpulan di atas, maka disarankan kepada pihak-pihak
yang terkait dengan praktek pemberian uang muka KPR dengan akad wakalah
menjalankan praktik tersebut dengan ketentuan hukum Islam agar tidak keluar

dari ketentuan syariah, khususnya pihak pemberi pinjaman agar lebih amanah
dalam menjalankan kuasa dari nasabah.

v

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM.............................................................................................i
PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................................ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................................iii
PENGESAHAN...................................................................................................iv
ABSTRAK...........................................................................................................v
KATA PENGANTAR ........................................................................................vi
DAFTAR ISI.......................................................................................................viii
DAFTAR TRANSLITERASI ............................................................................x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................1
B. Identifikasi Masalah ..........................................................................6
C. Rumusan Masalah...............................................................................6
D. Kajian Pustaka ...................................................................................7

E. Tujuan Penelitian.................................................................................9
F. Kegunaan Hasil Penelitian ..................................................................9
G. Definisi Operasional ...........................................................................10
H. Metode Penelitian................................................................................11
I. Sistematika Pembahasan.....................................................................18
BAB II KONSEP MURA>BAH}AH DAN WAKA>LAH
A. Pengertian Mura>bah}ah .................................................................20
B. Ketentuan Mura>bah}ah ...................................................................23
C. Pengertian waka>lah .........................................................................26
D. Dasar Hukum waka>lah ...................................................................29
E. Konsekuensi Hukum Waka>lah .......................................................36
F. Tindakan Wakil .................................................................................37
G. Akibat Hukum Waka>lah..................................................................41
H. Tujuan Adanya Waka>lah ................................................................42
I. Berakhirnya Akad Waka>lah ...........................................................43

BAB III PEMBERIAN UANG MUKA KPR DENGAN AKAD WAKA>LAH DI
BMT MUDA SURABAYA
A. Profil Umum BMT MUDA ..............................................................46
B. Visi dan Misi BMT-MUDA ..............................................................48

C. Struktur Organisasi ...........................................................................53
D. Produk dan aplikasi .............................................................................58
E. Tata Cara Pengajuan Pembiayaan.......................................................61
F. Proses terjadinya Permohonan pengajuan KPR ...............................62
G. Latar Belakang Pemberian Uang Muka Oleh Nasabah dengan Akad
Waka>lah ..........................................................................................64
BAB IV ANALISIS TERHADAP MEKANISME PEMBIAYAAN UANG MUKA
KPR DENGAN AKAD WAKA>LAH
A. Analiasis Terhadap Mekanisme Pembiayaan Uang Muka KPR Dengan Akad
Waka>lah...........................................................................................65
B. Analisis Hukum Islam Terhadap uang muka KPR dengan akad waka>lah
............................................................................................................69
BAB VPENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................72
B. Saran...................................................................................................73

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

BAB I

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN UANG MUKA KPR
OLEH NASABAH DENGAN AKAD WA@KALAH (Studi Kasus di BMT
MUDA JATIM SURABAYA)
A. Latar Belakang
Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia memberikan dampak terhadap
lembaga-lembaga keuangan di Indonesia diantaranya koperasi yaitu
penurunan laba dan bahkan tidak sedikit yang mengalami kebangkrutan.
Keadaan ini ditandai dengan menurunnya aktivitas ekonomi dan sulitnya
likuiditas dana sehingga hal ini tentu mempengaruhi pihak-pihak yang
berkepentingan baik pihak intern maupun pihak ekstern pada suatu lembagalembaga keuangan termasuk koperasi.
Pada dasarnya setiap koperasi selalu menginginkan dapat bekerja
seefektif mungkin sehingga dalam pengelolaannya koperasi-koperasi tersebut
harus optimal. Namun manajemen koperasi tidak cukup puas dengan hanya
mencapai hal itu saja, mereka juga menginginkan koperasi tersebut dapat
bertahan hidup dan sukses1.
Agar koperasi tersebut dapat tetap survive, maka harus berusaha
meningkatkan mutu layanannya dan mengembangkan usahanya serta
menetapkan kebijakan yang terbaik bagi koperasi itu sendiri. Untuk mencapai
hal itu tentu saja dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Di lain sisi seringkali
koperasi dihadapkan pada masalah itu sendiri karena jarang sekali ada


1

Martono, Bank & Lembaga Keuangan Lain, (Yogyakarta: Ekonisia, 2002), 12.

1

2

koperasi yang mampu memenuhi dananya sendiri tanpa adanya bantuan dari
pihak lain misalnya pengelolaan dan penyerapan dana dari masyarakat.
Namun, penyerapan dana dari masyarakat ini tidaklah serta merta dapat
dengan mudah untuk dihimpun. Hal ini disebabkan karena kekhawatiran
masyarakat karena efek krisis ekonomi sebagaimana diatas.
Lebih lanjut terkait kekhawatiran ini masyarakat muslim Indonesia dan
beberapa orang cendekiawan muslim memilih konsep ekonomi Islam untuk
dijadikan salah satu pedoman bagi pengembangan ekonomi bangsa termasuk
didalamnya untuk menarik kepercayaan para pemilik dana. Dengan adanya
konsep ekonomi Islam yang memberikan alternatif baru, yaitu salah satu
permasalahan yang terjadi pada koperasi adalah sistem bunga yang diganti

dengan sistem bagi hasil diharapkan dapat membangkitkan kepercayaan
masyarakat pada proses pengumpulan dana. Mekanisme koperasi bagi hasil
ini biasa disebut koperasi syariah. Lebih lanjut karena sistem koperasi yang
berbasis bunga mengandung banyak kelemahan, maka berdirinya koperasi
syariah ini juga diharapkan mendapatkan kebebasan dalam mengembangkan
produknya sendiri sesuai dengan syariat Islam baik teori maupun aspek-aspek
manajemennya.
Selain fungsi di atas, keberadaan koperasi syariah di Indonesia
merupakan media bagi umat islam untuk mengamalkan kandungan Q.S AlBaqarah : 278-279

3

               
             
  

Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang
yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa

riba), Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan
memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka
bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula)
dianiaya.2
Walaupun umur koperasi syariah relatif muda di banding konvensional,
namun sampai saat ini terbukti tidak sedikit masyarakat yang menaruh
kepercayaannya. Kepercayaan masyarakat ini berpengaruh positif pada pola
dan strategi manajemen operasional koperasi, baik dari sisi aktiva dan pasiva.
Namun permasalahan tentu tidak berhenti sampai disini. Masalah utama yang
semula hanya disebabkan oleh terbatasnya jumlah dan sumber-sumber dana
yang dapat dihimpun oleh koperasi guna menjalankan roda kegiatan ekonomi
koperasi sendiri, seiring berkembangnya persaingan yang cukup tajam kini
masalah yang dialami koperasi menjadi lebih kompleks dan menuntut
koperasi

untuk

lebih

kreatif


dan

inovatif

dalam

mengelola

dan

mengembangkan sumber-sumber dana yang baru guna memupuk kepercayaan
masyarakat.
Pengertian lembaga keuangan non bank adalah adalah badan usaha
yang melakukan kegiatan-kegiatan di bidang keuangan, secara langsung atau

2

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya: Penerbit Mahkota, 2001), 54.


4

tidak langsung, menghimpun dana dengan jalan mengeluarkan surat berharga
dan menyalurkannya ke dalam masyarakat guna membiayai investasi
perusahaan-perusahaan.3
Produk yang ditawarkan oleh BMT tak kalah dengan perbankan
syariah, meskipun produk perbankan syariah itu lebih lengkap. Tetapi disini
produk yang ditawarkan untuk KPR oleh pihak BMT adalah akad waka>lah
karena banyak orang tidak mempunyai dana sendiri untuk membeli rumah
sehingga menggunakan jasa BMT untuk mewakilkan nasabah dalam
pembelian rumah.

Waka>lah

adalah

perwakilan

berarti


al-Tah}wi>d

(penyerahan,

pendelegasian, atau pemberian mandat). Sedangkan menurut istilah, waka>lah
adalah akad pemberian kuasa kepada penerima kuasa untuk melaksanakan
suatu tugas atas nama pemberian kuasa. Dari definisi diatas, dapat
dikemukakan bahwa waka>lah merupakan pelimpahan kewenangan untuk
melakukan tindakan kepada orang lain yang sesuai dengan syari’ah dan
ketentuan yang telah ditentukan oleh kedua belah pihak untuk melakukan
sesuatu tindakan tertentu.4
BMT merupakan kependekan dari bait al-Ma@l wa at-Tamwi>l. Secara
harfiah bait al-Ma@l berarti rumah dana dan bait at-Tamwi>l berarti rumah
usaha. Sedangkan bait al-Ma@l dilihat dari segi istilah fikih adalah suatu

3

Iman Munandar, “Kedudukan BMT (Baitul Maal Wat Tamwil) Dalam Lembaga Keuangan
Di Indonesia”, http://Imannumberone.Wordpress.Com/2013/04/16/Kedudukan-Bmt-Baitul-MaalWat-Tamwil-Dalam-Lembaga-Keuangan-Di-Indonesia/, diakses pada 16 September 2014
4
Ismail Nawawi, Fiqh Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2012),
211.

5

lembaga atau badan yang bertugas untuk mengurus kekayaan Negara
terutama keuangan, baik yang berkenaan dengan soal pemasukan dan
pengelola, maupun yang berhubungan dengan masalah pengeluaran.
Sedangkan bait al-Tamwil berarti rumah penyimpanan harta milik pribadi
yang dikelola oleh suatu lembaga. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa BMT merupakan organisasi bisnis yang juga berperan sosial.5
BMT Muda adalah salah satu lembaga keuangan syari’ah non bank
yang akan memberikan pembiayaan, mengecek atau mensurvei nasabah yang
telah mengajukan pembiayaan untuk mengetahui uji kelayakan terhadap
nasabah atas kekayaan sebagai jaminannya. Ini harus benar-benar dilakukan
agar terjalin saling percaya nasabah dengan BMT.
BMT Muda dalam melakukan KPR dengan akad waka>lah tidak
sepenuhnya dana dari BMT tersebut akan tetapi untuk uang muka pihak
BMT menangguhkan pembayarannya terhadap nasabah dan BMT hanya
melanjutkan pembayaran sisa dari uang muka sedangkan seharusnya dalam
melakukan pembiayaan KPR pembelian rumah seharusnya jika menggunakan
akad wakalah semua dana termasuk uang muka dibayarkan oleh BMT tetapi
di sini uang muka yang seharusnya dibayarkan oleh BMT dibayarkan oleh
nasaba jadi BMT hanya membayarkan sisa pembayaran dari harga rumah
tersebut.6
Bertitik tolak pada penjelasan di atas, maka penulis akan mengadakan
penelitian dengan mengambil judul “Analisis Hukum Islam Terhadap
5
6

Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, (Jakarta : Sinar Grafika, 2000), 114.
Syamsul Arifiin, wawancara, Surabaya, 2 oktober 2015

6

Pemberian Uang Muka KPR Oleh Nasabah Dengan Akad Waka>lah (Studi
Kasus di BMT MUDA JATIM SURABAYA)”.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalahnya dapat
diidentifikasi sebagai berikut:
1. Perbedaan pengaplikasian akad waka@lah
2. Kesulitan pihak nasabah dalam menggunakan akad waka@lah
3. Aplikasi akad pembiayaan waka@lah
4. Syarat-syarat waka@lah
5. Kegunaan akad waka@lah
6. Pemberian uang muka oleh nasabah dengan akad waka@lah
7. Analisis hukum islam tentang pemberian uang muka oleh nasabah dengan
akad waka@lah
Supaya tidak terjadi kesalah pahaman terhadap penulisan proposal ini,
maka penulis perlu membatasi permasalahannya sebagai berikut:
1. Pemberian uang muka oleh nasabah dengan akad waka@lah.
2. Analisis hukum islam tentang pemberian uang muka oleh nasabah dengan
akad waka@lah.
C. Rumusan Masalah
Dari berbagai pertimbangan dan analisis di atas, maka permasalahan
utama dalam penelitian Analisis Hukum Islam Terhadap Pemberian Uang

7

Muka Oleh Nasabah dengan Akad waka@lah (Studi Kasus Di Bmt Muda Jatim
Surabaya) yang berupa rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana aplikasi pemberian uang muka KPR oleh nasabah dengan akad

waka@lah ?
2. Bagaimana menurut hukum Islam pemberian uang muka KPR oleh
nasabah dengan akad waka@lah ?
D. Kajian Pustaka
Kajian Pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian
yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti sehingga
terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan
pengulangan atau duplikasi dari kajian/penelitian yang telah ada. Berdasarkan
deskripsi tersebut, posisi penelitian yang akan dilakukan harus dijelaskan7.
1. Haritz Rabbani dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap
Ketentuan dan Penerapan Produk Mura@bahah dengan Akad waka@lah Pada
PT. BPR Syari’ah Untung Surapati Bangil Pasuruan” yaitu tidak
diperbolehkn karena selama ini dana yang diberikan oleh bank tidak
digunakan sebagaimana perjanjian awal akad anatara pihak bank dengan
nasabah dan wakil. Dana yang diberikan kepada wakil ternayata diberikan
lagi kepada nasabah dan digunakan untuk keperluan lain seperti:

7

Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam UIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis Penulisan

Skripsi, (Surabaya: Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam, 2014), 8.

8

membayar sekolah, membayar hutang dan membeli pakaian saat hari raya
idul fitri.8
2. Syamsudin dengan judul skripsi “Penerapan Pembiayaan Mura@bah}ah
dengan Akad Kuasa : Studi Analisis PT. BPR Syari’ah Amanah Sejahtera
Kecamatan Ceremih Kabupaten Gresik” membahas tentang aplikasi
pembiayaan mura>bah}ah dan penerapan akad kuasa yang dihubungkan
dengan hukum Islam. Penerapan pembiayaan murabahah dengan akad
kuasa pada PT. BPR Syari’ah Amanah Sejahtera tidak boleh karena
dilihat dari penerapan kuasanya pihak nasabah disini bertindak sebagai
penjual sekaligus pembeli sehingga syarat dan rukun jual belinya tidak
terpenuhi.9
3. Anas Misbahudin dengan judul “Analisis Hukum Islam Terhadap
Implementasi akad waka@lah bil Ujrah Pada Produk Jasa Surat Kredit
Berdokumen dalam Negeri (SKBDN) Studi kasus Bank Syari’ah Mandiri
Surabaya” dalam praktek ini pihak bank menetukan sepihak pada nasabah
sedangkan salah satu syarat penentuan ujrah harus disepakati kedua belah
pihak. dalam penentuan ujrah pada produk ini, Bank syari’ah mandiri

8

Harrits rabbani, “ Tinjauan Hukum Islam Terhadap Ketentuan Dan Penerapan Produk
Murabahah Dengan Akad Wakalah Pada PT. BPR Syariah Untung Surapati Bangil Pasuruan”
(Skripsi--IAIN Sunan Ampel, 2008), 74.
9
Syamsudin, “Penerapan Pembiayaan Mura@bahah dengan Akad Kuasa : Studi Analisis PT. BPR
Syari’ah Amanah Sejahtera Kecamatan Ceremih Kabupaten Gresik” (Skripsi -- IAIN Sunan
Ampel, 2002), 82.

9

Surabaya kurang sesuai dengan hukum islam bank syari’ah mandiri
menggunakan prosenatase untuk menentukan fee atau ujrah.10
Dari ketiga kajian tersebut menunjukan bahwa tidak satupun yang
sama dengan penelitian yang akan saya teliti namun justru penelitianpenelitian tersebut memperkuat penelitian yang akan saya pakai dalam
mengkaji hukum Islam.
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang tertera di atas, maka tujuan
penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pemberian uang muka oleh nasabah dengan akad

waka@lah.
2. Untuk mengetahui analisis hukum islam tentang pemberian uang muka
oleh nasabah dengan akad waka@lah.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah disebutkan di atas, penulis
membagi manfaat penelitian ini ke dalam dua poin, yaitu:
1. Secara Teoritis, kajian tentang Analisis Hukum Islam Terhadap
Pemberian Uang Muka Oleh Nasabah dengan Akad waka@lah (Studi Kasus
di BMT MUDA Kedinding Surabaya) adalah sebagai berikut:

10

Anas Misbahudin, “Analisis Hukum Islam Terhadap Implementasi akad waka@lah bil Ujrah Pada
Produk Jasa Surat Kredit Berdokumen dalam Negeri (SKBDN) Studi kasus Bank Syari’ah
Mandiri Surabaya” (Skripsi -- IAIN Sunan Ampel, 2012), 68.

10

a. Memberikan sumbangan pemikiran yang bernuansa islami terhadap
pemberian pembiayaan oleh lembaga keuangan syariah, khusunya
lembaga keuangan seperti BMT.
b. Sebagai acuan atau refrensi untuk mahasiswa jika hendak meneliti
judul yang sama.
2. Secara Praksis
a. Peneliti, memberikan pengetahuan lebih jauh, karena yang diteliti
merupakan hal yang baru untuk pengkajian keislaman.
b. BMT, dapat digunakan sebagai acuan atau pengetahaun bagaimana
praktek penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan yang islami.
c. Nasabah, dengan sistem yang islami, tidak ada yang merasa dirugikan.
d. Masyarakat,

dapat

dijadikan

sebagai

pedoman

dalam

mensosialisasikan terhadap masyarakat, bahwa lembaga keuangan
syariah seperti BMT yang memberikan pembiayaan kepada masyarakt
adalah untuk membantu masyarakat yang kurang mampu untuk
melakukan pembelian maupun untuk modal usaha.
G. Definisi Operasional
Dalam definisi operasional ini, peneliti berusaha menjelaskan apa
makna yang terkandung dalam variabel-variabel pada judul yang telah
diangkat oleh peneliti. Dan inilah uraian tentang judul adalah:

11

1. Hukum Islam
Adalah pendapat para ulama tentang waka@lah serta pemberian
uang muka oleh nasabah dengan akad waka@lah.
2. Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
Pasal 461 “Transaksi pemberian kuasa sah jika kekuasaannya
dilaksanakan oleh penerima kuasa dan hasilnya diteruskan kepada
pemberian kuasa”.
3. Uang Muka
Adalah pembayaran dana pembelian yang dilakukan diawal yang
kemudian diselesaikan dengan sistem kredit atau diangsur.
4. Akad waka@lah.
Adalah perwakilan yang dilakukan oleh nasabah kepada pihak
BMT Untuk pembayaran KPR rumah dengan pemberian uang muka oleh
nasabah.
5. BMT-Muda (Bait al-ma@l wa al-Tamwil Muda)
Adalah

lembaga

keuangan

yang

menjalankan

usahanya

berdasarkan prinsip Syariah yang terdapat di Kedinding Surabaya.
H. Metode Penelitian
Dalam sebuah penelitian di perlukan metode sebagai cara untuk
mencapai tujuan. Metode adalah cara ilmiah yang digunakan dalam suatu
penelitian untuk mencari suatu kebenaran secara objektif, empirik dan
sistematis. Sutrisno Hadi mengemukakan, metode penelitian adalah “suatu

12

usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu
pengetahuan usaha dimana dilakukan dengan menggunakan metode-metode
penelitian11.
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Sesuai dengan judul yang dikemukakan, maka jenis penelitian
yang digunakan oleh peneliti adalah penelitian lapangan dengan
pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif didefinisikan oleh
Bogdan & Taylor dalam Moleong adalah sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.12 Dalam penelitian ini
peneliti mendeskripsikan tentang prosedural peralihan akad, penerapan
sistem bagi hasil, serta faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap besar
kecilnya bagi hasil di BMT MUDA JATIM Kedinding Surabaya.
2. Data Yang Dikumpulkan
a. Data tentang perjanjian yang tertuang dalam kontrak pembiayaan

waka@lah antara BMT-Muda dengan nasabah yang mengajukan
pembiayaan
b. Proses terjadinya pemberian uang muka oelh nasabah dengan akad

waka@lah di BMT MUDA Surabaya.

11

Sutrisno Hadi, Metode Research, ( Yogyakarta : Penerbitan Fak. Psikologi UGM, 1984), 4.
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2006),
32.

12

13

3. Sumber Data
Menurut Lofland sumber data utama dalam penelitian kualitatif
ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti
dokumen dan lain-lain.13 Dalam penelitian ini, jenis data yang digunakan
peneliti adalah pertanyaan yang disampaikan kepada informan sesuai
dengan perangkat pertanyaan yang diajukan oleh peneliti yang
berpedoman pada fokus penelitian dengan tujuan mendapatkan informasi
sebanyak mungkin.
Sumber data primer merupakan sumber data yang pokok/utama
dari pihak yang bersangkutan di lapangan yakni:
a. Data dari manager BMT-Muda
b. Data dari nasabah
Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh atau
dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber
yang telah ada baik dari perpustakaan atau dari laporan-laporan penelitian
terdahulu.14 Data ini diperoleh dari dokumen-dokumen yang umumnya
berupa bukti transaksi, laporan nasabah yang melakukan perlihan akad di
BMT MUDA JATIM Kenjeran Surabaya pada bulan januari Tahun 2015,
catatan atau laporan histories BMT MUDA JATIM Kenjeran Surabya
yang telah tersusun dalam arsip.

13
14

Ibid, 157.
Masruhan, Metodologi Penelitian Hukum, (Surabaya : Hilal Pustaka, 2013), 93.

14

4. Teknik Pengumpulan data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini dilandaskan pada aturan yang baku yang telah menjadi
bahan didalam penelitian kualitatif yang mana pengumpulan datanya
dengan cara pengamatan atau observasi dan interview atau wawancara15.
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam melakukan kajian
penelitian, maka penelitian ini melakukan pengumpulan data dengan
menggunakan metode-metode sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi adalah suatu cara mengadakan penyelidikan dengan
menggunakan pengalaman terhadap suatu objek dari suatu peristiwa
atau kejadian yang akan diteliti. Dalam penelitian ini di gunakan
observasi sistematis, dimana peneliti melakukan langkah sistematis
dalam mengamati objek penelitian dengan mengikuti latihan-latihan
yang memadai disertai dengan persiapan yang teliti dan lengkap,
sehingga dapat menghasilkan data yang sesuai dengan fokus masalah
yang telah ditetapkan.16
Adapun data yang ingin diperoleh dengan menggunakan
metode observasi ini adalah:
1) Kondisi objek penelitian.
2) Prosedur atau tata cara bertransaksi (berakad).

15
16

Masruhan, Metode Penelitian Hukum...,211.
Ibid., 212.

15

3) Pemberian uang muka oleh nasabah dengan menggunakan akad

waka@lah.
b. Interview (wawancara)

Interview (wawancara) adalah teknik mendapatkan informasi
dengan cara bertnya langsung kepada responden, percakapan itu
dilakukan dengan maksud tertentu, percakapan itu dilakukan oleh dua
pihak, yaitu pewawancara

yang bertugas sebagai orang yang

mengajukan pertanyaan dan yang dikenai pertanyaan atau orang yang
menjawab dari pertanyaan tersebut.17 Peneliti melakukan wawancara
dengan pihak-pihak terkait yaitu kepada Staf Manager, Costumer
Service, Teller, serta sebagian nasabah tabungan dengan maksud
untuk melengkapi data yang diperoleh. Data ini berupa: data tentang
prosedur peralihan akad di BMT MUDA JATIM Kenjeraan Surabaya
penerapan sistem penggunaan akad waka@lah, serta pemberian uang
muka oleh nasabah dengan akad waka@lah.
Adapun data yang ingin diperoleh adalah sebagai berikut :
1) Seberapa besar kepercayaan nasabah terhadap BMT-Muda dalam
mengajukan pembiayaan waka@lah.
2) Pemberian uang muka oleh nasabah dengan akad waka@lah.

17

Ibid., 235.

16

c. Dokumentasi
Menurut Indriantoro data ini berupa: faktur, jurnal surat-surat,
notulen hasil rapat, memo atau dalam bentuk laporan program.18
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dokumentasi sebagai
sarana untuk mendapatkan data tentang: sejarah berdirinya BMT
MUDA JATIM Kenjeran Surabya, struktur organisasi, visi dan misi,
kegiatan operasionalnya, bukti-bukti transaksi pendanaan tabungan di
BMT MUDA JATIM Kenjeran Surabaya pada bulan januari tahun
2015.
5. Teknik Pengolahan Data
Dilakukan sebuah mengelola data dalam penelitian ini dengan
menggunakan teknik pengeditan data dan pengorganisasian data. Setelah
penelitian selesai atau telah terkumpul, maka diperlukan sebuah
pengelolaan data-data yang terkumpul dengan mengadakan beberapa
proses, antara lain:
a. Pengeditan data atau editing adalah pengecekan atau pengoreksian
data yang telah dikumpulkan atau memeriksa kembali informasi yang
telah diterima peneliti.19 Yakni memeriksa data yang terkumpul baik
melalui observasi maupun wawancara terhadap para pialang saham,
calon investor maupun pemilik perusahaan yang menerbitkan saham
dari segi kelengkapan yang perlu di koreksi saja.

18

Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo, Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan
Manajemen, (Yogyakarta : Penerbit BPFE, 2002), 146.
19
Masruhan, Metodologi Penelitian Hukum..., 253.

17

b. Pengorganisasian data dalam hal ini mendapatkan data-data yang jelas
dan terorganisir dengan baik, sehingga dapat di analisis lebih lanjut
guna perumusan deskriptif.
6. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah sebagai bagian dari proses pengujian data
yang hasilnya digunakan sebagai bukti yang memadai untuk menarik
kesimpulan

penelitian.20

Analisis

data

dapat

dilakukan

setelah

memperoleh data, baik dengan wawancara dan dokumentasi. Kemudian
data tersebut diolah dan dianalisis untuk mencapai tujuan akhir
penelitian. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis Kualitatif. Analisis kualitatif dalam hal ini dilakukan terhadap
data yang berupa informasi, uraian dalam bentuk bahasa prosa kemudian
dikaitkan dengan data lainnya untuk mendapatkan kejelasan terhadap
suatu kebenaran atau sebaliknya, sehingga memperoleh gambaran baru
ataupun menguatkan suatu gambaran yang sudah ada dan sebaliknya.21
Analisis datanya menggunakan metode deduktif yaitu untuk
mengetahui tentang kasus diatas yang menjadi permulaan pembahasan
untuk mengemukakan dalil-dalil yang bersifat umum dalam perkara

waka>lah. sedangkan yang bersifat induktif adalah hasil penemuan studi
kasus yang terjadi di BMT MUDA kedingding Surabaya tentang realisasi

20

Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo, Metodologi Penelitian Bisnis..., 11.
Subagyo, Joko, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2004),
106.

21

18

akad waka>lah serta pemberian uang muka oleh nasabah dengan akad

waka>lah.
I. Sistematika Pembahasan
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas pada proposal penelitian
skripsi ini, penulis akan menggunakan isi uraian pembahasan, adapun
sistematika pembahasan proposal penelitian terdiri dari lima Bab sebagai
berikut :
Bab pertama berisi tentang latar belakang masalah, identifikasi
masalah,

rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, manfaat

penelitian,

definisi

operasional,

metode

penelitian

dan

sistematika

pembahasan.
Bab kedua memuat tentang konsep waka@lah menurut Hukum Islam
yakni meliputi pengertian, landasan hukum, rukun-rukundan syarat-syarat.
Bab ketiga membahas tentang temuan studi di BMT-Muda yakni
memncakup, profil, Produk, struktur, tata cara mengajukan pembiayaan, dan
bagaimana latar belakang pemberian uang muka oleh nasabah dengan akad

waka@lah
Bab keempat Merupakan analisis terhadap judul Analisis Hukum Islam
Terhadap Pemberian Uang Muka Oleh Nasabah Dengan Akad Waka@lah
(Studi Kasus Di BMT-MUDA Kedinding Surabaya). Analisis ini meliputi
bagaimana terhadap pemberian uang muka oleh nasabah dengan akad

waka>lah serta bagaimana menurut pandangan ulama fiqih.

19

Bab kelima merupakan penutup. Pada bab ini berisi kesimpulan yang di
dalamnya menjawab semua rumusan masalah dan juga berisi saran.

BAB II
KONSEP MURA>BAH}AH DAN WAKA>LAH

A. Pengertian Pembiayaan Mura>bah}ah
Secara bahasa, kata mura>bah}ah berasal dari kata ribh yang berarti
saling menguntungkan.1
Dalam kamus istilah fiqih dijelaskan bahwa mura>bah}ah adalah bentuk
jual beli barang dengan tambahan harga, atas harga pembelian yang pertama
secara jujur. Dengan mura>bah}ah ini, orang pada hakikatnya ingin mengubah
bentuk bisnisnya, dari kegiatan pinjam-meminjam menjadi transaksi jual
beli.2
Jumhur ulama sepakat bahwa jual beli mura>bah}ah adalah jika penjual
menyebutkan

harga

pembelian

barang

kepada

pembeli,

kemudian

mensyaratkan atasnya laba yang dalam jumlah tertentu dinar atau dirham.
3

Adiwarman A. Karim mengartikan mura>bah}ah adalah suatu penjualan

barang seharga barang tersebut ditambah keuntungan yang telah disepakati,
misalnya seorang pembeli barang kemudian menjualnya dengan keuntungan
tertentu.

1

Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Hida Karya Agung, 1990)., 130.
M. Abdul Majieb, et, al, Kamus Istilah Fiqih,( Jakarta:PT. Pustaka Firdaus, 1994)., Cet. Pertama,
225
3
Ibnu Rusyd, Terjemah Bidayatul Mujtahid, (Semarang: As-Syifa, 1990)., Cet. Pertama, 181.
2

20
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

Berapa besar keuntungan tersebut dapat dinyatakan dengan nominal
rupiah atau dalam bentuk persentase dari harga pembeliannya, misalnya 10%
atau 20%.4
Menurut Abdullah Saeed, wacana fiqih dalam praktek perbankan,
suatu penjualan mura>bah}ah terdiri dari tiga pihak, yaitu: 1) Suplier. 2)
Nasabah. 3) Bank. 5

Mura>bah}ah dalam pengertian Islam sebenarnya adalah sebuah
penjualan yang sederhana, hanya saja yang membedakan ciri-cirinya dari
macam-macam penjualan yang lain adalah penjualan mura>bah}ah dengan jelas
mengatakan kepada pembeli berapa harga dari barang yang ia adakan dan
berapa keuntungan yang ia peroleh dalam penambahan harga tersebut.
Praktisi perbankan yang selama ini aktif di dunia perbankan Syari’ah,
Muhammad Syafi’i Antonio menjelaskan bahwa mura>bah}ah adalah jual beli
barang pada harga awal dengan tambahan keuntungan (margin) yang telah
disepakati. Dalam mura>bah}ah, penjual harus memberitahu harga produk yang
ia beli dan menentukan tingkat keuntungan dan tambahannya. 6
Jual beli mura>bah}ah, meliputi pembelian barang oleh bank atas nama
nasabah kemudian dijual kembali dengan harga dasar ditambah keuntungan,
pada prinsipnya mura>bah}ah dalam perbankan Islam didasari pada dua elemen
pokok yaitu harga beli serta biaya yang terkait dan kesepakatan atas laba.
4

Adiwarman A. Karim, Ekonomi Islam, Suatu Kajian Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani Press,
2001)., Cet. Pertama, 86
5
Abdul Saeed, Menyoal, Bank Islam Kritik Atas Interpretasi, Bunga Bank Kaum Neo Revivalis,
(Jakarta: Paramadina, 2004)., Cet. Kedua, 118
6
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah Wacana Ulama Dan Cendikiawan,( Jakarta: Tazkia
Instisute, 1999)., 121

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

Dengan penetapan ini, bank memperlihatkan harga dan keuntungan (margin)
nya kepada nasabah, dalam transaksi mura>bah}ah, penjual (bank) juga harus
memperlihatkan atau menjelaskan dengan jelas barang yang diperjual belikan
dan tidak termasuk barang haram.
Melalui akad mura>bah}ah, nasabah memenuhi kebutuhan untuk
memperoleh dan memiliki barang yang dibutuhkan tanpa harus menyediakan
uang tunai terlebih dahulu. Dengan kata lain, nasabah memperoleh
pembiayan dari bank untuk pengadaan barang yang dibutuhkan. Pembayaran

mura>bah}ah dapat dilakukan secara tunai atau cicilan. Menurut para fuqaha,
mura>bah}ah didefinisikan sebagai penjualan barang seharga biaya atau harga
pokok barang tersebut ditambah laba atau margin keuntungan yang telah
disepakati.
Karakteristik mura>bah}ah adalah bahwa penjual harus membertahu
pembeli mengenai harga pembelian produk dan menyatakan jumlah ke
untungan yang di tambahkan pada jumlah harga perolehan atau harga pokok
tersebut.7
Dalam daftar istilah buku himpunan fatwa DSN di jelaskan bahwa
yang di maksud dengan mura>bah}ah (DSN-MUI/IV/2000) adalah menjual
sesuatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli,dan
pembeli membayarnya dengan harga lebih sebagai laba. Sedangkan dalam
undang-undang No. 21 tahun 2008 tentang perbankan Syari’ah memberikan
definisi tentang mura>bah}ah dalam penjelasan Pasal 19 ayat (1) huruf d
7

Wiroso, Jual Beli Mura>bah}ah, (Yogyakarta: UII Pers, 2005)., 13.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

tersebut, yang dimaksud dengan akad mura>bah}ah adalah akad pembiayaan
suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli
membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati.8
Dari berbagai pengertian mura>bah}ah yang telah di ungkapkan di
atas,dapat di tarik kesimpulan bahwa pengertian mura>bah}ah dapat di lihat
dari dua sudut pandang fiqih,mura>bah}ah merupakan akad jual beli atas barang
tertentu dimana penjual menyebutkan harga pembelian barang kepada
pembeli kemudian penjual menyerahkan atasnya laba atau keuntungan dalam
jumlah tertentu.
B. Ketentuan Umum Mura>bah}ah
Jual beli dengan sistem mura>bah}ah merupakan jual beli yang
berprinsip kejujuran (transparan) dan kepercayaan (amanah). Kejujuran
penjual menjadi hal penting dalam mura>bah}ah, mengingat keadaan pembeli
yang tidak memiliki pengetahuan tentang harga beli yang pertama dan biayabiaya yang dikeluarkan (ditambahkan) penjual ke atas barang. Pembeli
diharapkan percaya terhadap segala pemberian yang datang dari penjual dan
penjual diharapkan pula dapat menjaga kepercayaan tersebut. Untuk itu, ada
beberapa ketentuan yang harus dipenuhi dalam transaksi mura>bah}ah yang
meliputi hal-hal berikut:
1. Jual beli mura>bah}ah harus dilakukan atas barang yang telah dimiliki atau
hak kepemilikan telah berada di tangan penjual. Artinya, bahwa

8

Sutan Remi Sjahdeni,Perbankan Syariah Produk-produk Dan Aspek-aspek Hukumnya, (Jakarta:
Kencana, 2014)., 192.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

keuntungan dan resiko barang tersebut ada pada penjual sebagai
konsekuensi dari kepemilikan yang timbul dari akad yang sah, walaupun
ia belum menerimanya, ketentuan ini sesuai dengan kaidah bahwa
keuntungan itu terkait dengan resiko “al-ghurmu bil ghurmi”, pihak yang
menanggung resiko dapat mengambil keuntungan.
2. Harus ada informasi modal dan biaya-biaya lain yang lazim dikeluarkan
dalam jual beli pada suatu komoditi, semuanya harus diketahui oleh
pembeli saat transaksi, dan ini merupakan salah satu syarat sah

mura>bah}ah.
3. Harus ada informasi keuangan baik nominal maupun persentase sehingga
jelas diketahui oleh pembeli sebagai salah satu syarat sah mura>bah}ah.
4. Dalam sistem mura>bah}ah penjual boleh menetapkan syarat kepada
pembeli untuk menjamin kerusakan yang tidak tampak pada barang.
Tetapi, lebih baik syarat tersebut tidak ditetapkan, karena pengawasan
barang merupakan kewajiban penjual di samping menjaga kepercayaan
sebaik-baiknya. 9
Selain hal tersebut, ada beberapa kaidah dan hal-hal yang
berhubungan dengan mura>bah}ah, antara lain:
1. Digunakan untuk barang-barang yang halal.
2. Biaya aktual dari barang akan diperjual belikan harus diketahui oleh para
pembeli.

9

Euis Amalia, dkk, Prinsip-prinsip Hukum Islam (Fiqih) Dalam Transaksi Ekonomi Islam Pada
Perbankan Syariah”Summary Report”, (UIN Dan Direktorat Hukum BI 2003)., 47.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

3. Ada kesepakatan antara kedua belah pihak (penjual dan pembeli) atas
harga jual yang termasuk harga pokok penjualan dan margin keuntungan.
4. Jika ada perselisihan atas harga pokok penjualan, pembeli mempunyai hak
untuk menghentikan dan membatalkan perjanjian.
5. Jika barang yang akan dijual, dibeli dari pihak ketiga, maka perjanjian
jual beli dengan pihak pertama harus sah menurut Syari’ahIslam.
6. Mura>bah}ah memegang kedudukan kunci nomor dua setelah prinsip bagi
hasil dalam bank Islam.
7. Mura>bah}ah akan sangat berguna bagi seseorang yang membutuhkan
barang secara mendesak, bila ia kekurangan dana ia meminjam kepada
bank agar pembiayaan pembelian barang tersebut dipenuhi.
Harga jual pesanan adalah harga beli pokok plus margin keuntungan
yang telah disepakati. Untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan di antara
kedua belah pihak, mereka harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang telah
disepakati bersama:
1. Bank harus mendatangkan barang yang benar-benar memenuhi pesanan
nasabah baik jenis, kualitas, atau sifat-sifat yang lainnya.
2. Apabila barang telah memenuhi ketentuan yang diinginkan nasabah dan
ia menolak untuk menebusnya maka bank berhak menuntutnya secara
hukum, hal ini merupakan konsensus para yurisdis muslim karena pesanan
telah dianalogikan dengan dzimmah (hutang) yang harus ditunaikan.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

C. Pengertian Waka>lah
Perwakilan (waka>lah atau wikalah ) berarti al-tafwidh (penyerahan,
pendelegasian, atau pemberian mandat). Sementara menurut istilah, wakalah
adalah akad pemberian kuasa (muwakkil) kepada penerima kuasa (wakil)
untuk melaksanakan suatu tugas (tawkil) atas nama pemberi kuasa.
Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Al-Jazairi, waka>lah ialah
permintaan perwakilan oleh seseorang kepada orang yang bisa menggantikan
dirinya dalam hal-hal yang diperbolehkan di dalamnya, misalnya dalam jual
beli dan sebagainya. Masing-masing dari wakil dan muwakkal (orang yang
diwakili) disyaratkan berakal sempurna.10
Dari sekian banyak akad-akad yang dapat diterapkan dalam kehidupan
manusia. Waka>lah termasuk salah satu akad yang menurut kaidah Fiqh
Muamalah, akad waka>lah dapat diterima. Waka>lah itu berarti perlindungan
(al-hifzh),

pencukupan

(al-kifayah),

tanggungan

(al-dhamah),

atau

pendelegasian (al-tafwidh), yang diartikan juga dengan memberikan kuasa
atau mewakilkan. Adapula pengertian-pengertian lain dari waka>lah yaitu:
1. Waka>lah atau wikalah yang berarti penyerahan, pendelegasian, atau
pemberian mandat.
2. Waka>lah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang sebagai pihak
pertama kepada orang lain sebagai pihak kedua dalam hal-hal yang
diwakilkan (dalam hal ini pihak kedua) hanya melaksanakan sesuatu
sebatas kuasa atau wewenang yang diberikan oleh pihak pertama, namun
10

Nawawi Ismail, fikih muamalah,(Bogor:penerbit Ghalia Indonesia, 2012), 212.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

apabila kuasa itu telah dilaksanakan sesuai yang disyaratkan, maka semua
resiko dan tanggung jawab atas dilaksanakan perintah tersebut
sepenuhnya menjadi pihak pertama atau pemberi kuasa.
Dalam definisi syara, waka>lah menurut para ulama Mazhab Hanafi
adalah tindakan seseorang menempatkan orang lain di tempatnya untuk
melakukan tindakan hukum yang tidak mengikat dan diketahui. Atau
penyerahan tindakan hukum dan penjagaan terhadap sesuatu kepada orang
lain yang menjadi wakil. Tindakan hukum ini mencakup pembelanjaan
terhadap harta, seperti jual beli, juga hal-hal lain yang secara syara bisa
diwakilkan seperti juga memberi izin kepada orang orang lain untuk masuk
rumah.
Para ulama Mazhab Syafi’I mengatakan bahwa waka>lah adalah
penyerahan kewenangan terhadap sesuatu yang boleh dilakukan sendiri dan
bisa diwakilkan kepada orang lain, untuk dilakukan oleh wakil tersebut
selama pemilik kewenangan asli masih hidup. Pembatasan dengan ketika
masih hidup ini adalah untuk membedakanya dengan wasiat.11
Para ulama Malikiyah berpendapat bahwa al-Waka>lah adalah
seseorang menggantikan (menempati) tempat yang lain dalam hak
(kewajiban), dia yang mengelola pada posisi itu.
Para ulama Al-Hanabillah berpendapat bahwa al-Waka>lah ialah
permintaan ganti seseorang yang membolehkan tasharruf yang seimbang pada

11

Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, (Jakarta: Gema Insani, 2011), 590-591.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

pihak yang lain, yang di dalamnya terdapat penggantian dari hak-hak Allah
SWT dan hak-hak manusia.
Menurut Syayyid al-Bakri Ibnu al-‘Arif billah al-Sayyid Muhammad
Syatha al-Dhimyati al-Waka>lah ialah seseorang menyerahkan urusanya
kepada yang lain yang didalamnya terdapat penggantian.
Menurut Imam Taqy al-Din Abi Bakr Ibn Muhammad al-Husaini
bahwa waka>lah ialah seseorang yang menyerahkan hartanya untuk
dikelolanya yang ada penggantinya kepada yang lain supaya menjaganya
ketika hidupnya.
Menurut Hasbi Ash-Shiddiqie bahwa al-Waka>lah ialah akad
penyerahan kekuasaan, pada akad itu seseorang menunjuk orang lain sebagai
gantinya dalam bertindak.
Menurut Idris Ahmad al-Waka>lah ialah seseorang yang menyerahkan
suatu urusanya kepada orang lain yang dibolehkan oleh syara’ supaya yang
diwakilkan dapat mengerjakan apa yang harus dilakukan dan berlaku selama
yang diwakilkan masih hidup.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, kiranya dapat dapat diambil
kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan al-Waka>lah ialah penyerahan dari
seseorang kepada orang lain untuk mengerjakan sesuatu, perwakilan berlaku
selama yang diwakilkan masih hidup.12
Sedangkan dalam kontrak BMT, Waka>lah berarti BMT menerima
amanah dari investor yang akan menanamkan modalnya kepada nasabah.
12

Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), 232.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

29

Investor menjadi percaya kepada nasabah atau anggota karena adanya BMT
yang akan mewakilinya dalam menanamkan investasi. atas jasa ini, BMT
dapat menerapkan fee managemen. Besarnya fee tergantung dengan
kesepakatan bersama.13
D. Dasar Hukum Wakalah
Islam mensyariatkan waka>lah karena manusia membutuhkannya.
tidak setiap orang mempunyai kemampuan atau kesempatan untuk
menyelesaikan segala urusannya sendiri. Pada suatu kesempatan, seseorang
perlu mendelegasikan suatu pekerjaan kepada orang lain untuk mewakili
dirinya. Landasan hukum waka>lah yaitu sebagai berikut :
1. Al Qur’an
Islam mensyariatkan waka>lah karena manusia membutuhkannya.
Manusia tidak mampu untuk mengerjakan segala urusannya secara
pribadi dan membutuhkan orang lain untuk menggantikan yang bertindak
sebagai wakilnya.
Dan Ijma’ para ulama telah sepakat telah membolehkan waka>lah,
karena waka>lah dipandang sebagai bentuk tolong-menolong atas dasar
kebaikan dan takwa yang diperintahkan oleh Allah SWT, dan Rasul-Nya.
Firman Allah QS. Al-Maidah ayat 2 :

ِ
ِْ ‫وﺗَـ َﻌﺎوﻧُﻮا َﻋﻠَﻰ اﻟِْ ِﱪ واﻟﺘﱠـ ْﻘﻮى وَﻻ ﺗَـ َﻌﺎوﻧُﻮا َﻋﻠَﻰ‬
‫ﻳﺪ اﻟْﻌِ َﻘﺎب‬
ُ ‫اﻹ ِْﰒ َواﻟْ ُﻌ ْﺪ َو ِان َواﺗـﱠ ُﻘﻮا ا ﱠَ إِ ﱠن ا ﱠَ َﺷﺪ‬
َ َ
َ َ َ َّ
13

Ridwan Muhammad, Managemen Baitul MaalWaTanwil(BMT),(Yogyakarta: UII Press, 2004),
171.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

30

“Dan tolong-menolong lah kamu dalam mengerjakan kebaikan dan
takwa dan janganlah kamu tolong-menolong dalam mengerjakan
dosa dan permusuhan dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya siksa Allah sangat pedih.
Waka>lah dipraktekkan berdasarkan beberapa ayat al-Qur’an dan
sunnah Rasulullah SAW.
2. Al-Hadits
Banyak hadist yang dapat dijadikan keabsahan wakalah,
diantaranya:

ِ
ِ
ِ
‫ﺖ اْﳊَﺎ ِر ِث‬
َ ‫ ﺑـَ َﻌ‬.‫َر ُﺳ ْﻮ َل ﷲ ﺻﻠﻌﻢ‬
َ ‫ﺼﺎ ِر ﻓَـَﺰﱠو َﺟﺎﻩُ َﻣْﻴ ُﻤ ْﻮﻧَﺔَ ﺑِْﻨ‬
َ ْ‫ﺚ أََ َراﻓ ٍﻊ َوَر ُﺟﻼً ﻣ َﻦ اْﻷَﻧ‬
Artinya : “Bahwasannya Rasulullah Saw., mewakilkan kepada
Abu Rafi’ dan seorang anshar untuk mewakilkannya mengawini
Maimunah binti Harits.” (Malik no. 678, kitab al-Muwaththa’,
bab Haji)

“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali
perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan
yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat
mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram.” (HR Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf)
Dalam kehidupan sehari-hari, Rasulullah SAW telah mewakilkan
kepada orang lain untuk berbagai urusan. Di antaranya adalah membayar
hutang, mewakilkan penetapan had dan membayarnya, mewakilkan
pengurusan unta, membagi kandang hewan, dan lain-lainnya

3. Ijma’
Para ulama pun bersepakat dengan ijma’ atas dibolehkannya

waka>lah. Mereka bahkan ada yang cenderung mensunnahkannya dengan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

31

alasan bahwa hal tersebut jenis ta’awun atau tolong menolong atas
kebaikan dan taqwa.
Seperti firman Allah SWT “… dan tolong-menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong
dalam berbuat dosa dan pelanggaran…” (Qs. Al-Maidah 2)
Dan Rasulullah bersabda (HR Muslim no 4867) “Dan Allah
menolong

hamba

selama

hamba

menolong

saudaranya

“Dalam

perkembangan fiqih Islam status waka>lah sempat diperdebatkan: apakah

waka>lah masuk dalam nisbah yakni sebatas mewakili atau kategori
wilayah atau wali? hingga kini dua pendapat tersebut terus berkembang.
Pendapat pertama menyatakan bahwa waka>lah adalah niabah atau
mewakili. Menurut pendapat ini, si wakil tidak dapat menggantikan
seluruh fungsi muwakkil. Pendapat kedua menyatakan bahwa wakalah
adalah wilayah karena khilafah (menggantikan) dibolehkan untuk yang
mengarah kepada yang lebih baik, sebagaimana dalam jual beli,
melakukan pembayaran secara tunai lebih baik, walaupun diperkenankan
secara kredit.14
Hukum asal waka>lah adalah dibolehkan. Namun terkadang di
sunahkan jika itu merupakan bantuan untuk sesuatu yang disunnahkan.
Terkadang juga menjadi makruh jika merupakan bantuan terhadap
sesuatu yang dimakruhkan. Hukumnya juga menjadi haram jika

14

Helmi Karim, Fiqih Muamalah, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1997), 22.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

32

merupakan bantuan terhadap sesuatu yang diharamkan. Dan, hukumnya
adalah wajib jika ia untuk menghindari kerugian dari muwakkil .15
4. Fatwa DSN-MUI
Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI mengeluarkan fatwa
No.10/DSN-MUI/IV/2000 tentang wakalah tertanggal 8 Muharram
1421H/13 April 2000 M. Pertimbangan ekonomis yang diambil dalam
pemutusan fatwa ini adalah bahwa dalam rangka mencapai suatu tujuan
sering diperlukan pihak lain untuk mewakilinya melalui akad wakalah dan
praktik wakalah pada Lembaga Keuangan Syari’ah dilakukan sebagai
salah satu bentuk pelayanan jasa kepada nasabah.16
5. Uang Muka dengan Akad Waka>lah
Dalam modifikasi murabahah dalam bentuk jual beli menjadi jenis
pembiayaan dalam perbankan syari’ah membawa implikasi pada
ketentuan perubahan murabahah, yaitu dengana adanya aturan baru
berupa media akad wakalah dengan memberikan kuasa kepada nasabah
untuk membeli barang, uang muka dan jaminan dalam pembiayaan
murabahah yang sebelumnya tidak dikenal aturan-aturan tersebut dalam
murabahah.
Dalam pandangan ulama perubahan merupakan keniscayaan,
bahkan da

Dokumen yang terkait

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK AKAD PEMBIAYAAN IJĂRAH Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Akad Pembiayaan Ijarah (Studi Kasus di BMT Al-Madinah Jajar Laweyan Surakarta).

0 3 16

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK AKAD PEMBIAYAAN IJĂRAH Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Akad Pembiayaan Ijarah (Studi Kasus di BMT Al-Madinah Jajar Laweyan Surakarta).

0 3 16

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH ANTARA Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Akad Pembiayaan Murabahah Antara Nasabah Pasar Dengan Bmt Surya Dana Makmur Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten.

0 0 10

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH ANTARA Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Akad Pembiayaan Murabahah Antara Nasabah Pasar Dengan Bmt Surya Dana Makmur Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten.

0 1 18

Analisis hukum Islam terhadap pembayaran uang muka dalam produk cicil emas di Bank Syariah Mandiri Gresik.

0 2 93

Analisis hukum Islam terhadap Qiyas uang dengan emas pada Pembiayaan Murabahah uang di BMT Madani Sepanjang Sidoarjo.

0 0 92

Analisis hukum Islam terhadap penerapan kebijakan wakaf Uang dalam pembiayaan murabahah di KSPPS BMT Mandiri Sejahtera cabang Kranji Paciran.

0 0 90

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENGALIHAN AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH MENJADI AKAD PEMBIAYAAN MUDARABAH PADA NASABAH BERMASALAH DI BMT MUDA SURABAYA.

0 0 107

SISTEM LAYANAN JEMPUT BOLA DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI MENABUNG NASABAH PADA BMT MUDA (MANDIRI UKHUWAH PERSADA) KEDINDING LOR SURABAYA.

8 31 98

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD SEWA MENYEWA (IJARAH) DENGAN SISTEM PEMBAYARAN UANG MUKA DALAM PENYEWAAN KAMAR KOS(Studi Kasus Di Kembang ArumKelurahan DukuhKecamatan Sidomukti Kota Salatiga) SKRIPSI

0 4 118