MAKALAH PERWUJUDAN FONEM

(1)

PERWUJUDAN FONEM

Makalah

Disampaikan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fonologi Bahasa Indonesia pada Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Dosen Pengampuh: Dr. Sance Lamusu, M.Hum. Disusun Oleh

Kelompok V Ahmad Ashar Darniati Kasil Nurhayati Guamo Muhamad Rendi Manopo

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Fonologi Bahasa Indonesia. Makalah ini disusun untuk menjelaskan tentang perwujudan fonem.

Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu menfasilitasi bahan pendukung dalam penyusunan makalah ini. Penulis berharap makalah yang sederhana ini dapat menjadi tambahan bagi pembaca yang ingin mempelajari lebih jauh tentang menulis karya ilmiah. Seperti kata pepatah “tak ada gading yang tak retak”. Penulis sadar makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran bagi semua pihak penulis harapkan demi perbaikan makalah ini.

Gorontalo, Maret 2015 Penulis


(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 1

1.3. Tujuan ... 1

BAB II PEMBAHASAN ... 2

2.1. Asimilasi ... 2

2.2. Netralisasi dan Arkifonem ... 3

2.3. Faringalisas ... 3

2.4. Laringalisasi ... 3

2.5. Palatalisasi ... 3

2.6. Perubahan Fonem ... 3

2.7. Velarisasi ... 5

BAB III PENUTUP ... 6

3.1. Kesimpulan ... 6

3.2. Penutup ... 6

DAFTAR PUSTAKA ... 7


(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seperti yang telah diketahui, fonem-fonem yang merupakan abstraksi bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat-alat bicara. Ketika bunyi-bunyi bahasa itu dihasilkan, tentu ada yang mendapat hambatan, dan ada pula yang dihasilkan tanpa halangan. Selain itu, antara fonem yang satu dengan yang lain terjadi saling pengaruh.

Telah diketahui pula bahwa setiap bahasa mempunyai sistem, termaksud sistem yang berhubungan dengan fonologi. Fonem yang ada pada suatu bahasa tertentu, belum ada pada bahasa tertentu. Dapat dikatakan, fonem-fonem dalam berbagai bahasa memperlihatkan persamaan, dan juga perbedaan.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun beberapa rumusan masalah yang akan penulis bahas dalam makalah ini, yakni:

1. Jelaskan apa itu asimilasi!

2. Jelaskan apa itu netralisasi dan arkifonem! 3. Jelaskan apa itu faringalisasi!

4. Jelaskan apa itu laringalisasi! 5. Jelaskan apa itu palatalisasi! 6. Jelaskan tentang perubahan fonem! 7. Jelaskan apa itu velarisasi!

1.3. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa itu asimilasi!

2. Untuk mengetahui apa itu netralisasi dan arkifonem! 3. Untuk mengetahui apa itu faringalisasi!

4. Untuk mengetahui apa itu laringalisasi! 5. Untuk mengetahui apa itu palatalisasi! 6. Untuk mengetahui perubahan fonem! 7. Untuk mengetahui apa itu velarisasi!


(5)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Asimilasi

Chaer (2009: 98) mengatakan asimilasi ialah perubahan bunyi secara fonetis akibat pengaruh yang berada sebelum atau sesudahnya. Asimilasi juga adalah sebuah fenomena dimana dua fonem yang berbeda dan letaknya berdekatan menjadi sama.

Dalam linguistik asimilasi adalah proses perubahan bunyi yang menyebabpkannya mirip atau sama dengan bunyi lain yang ada didekatnya, seperti kata ‘sabtu’ dalam bahasa Indonesia diucapkan ‘saptu’.

Menurut pengaruhnya terhadap fonem, asimilasi dibagi menjadi dua yaitu: 1. Asimilasi fonemis, yang menyebapkan berubahnya identitas suatu fonem. 2. Asimilasi fonetis, yang tidak menyebapkan perubahan identitas suatu fonem.

Menurut letak bunyi yang diubah asimilasi dibagi menjadi tiga yaitu:

1. Asimilasi progresif, jika bunyi yang diubah terletak dibelakang bunyi yang memengaruhinya. Misalnya, bunyi [t] adalah bunyi apikoalveolar atau apiko dental; tetapi pada kata <stasiun> bunyi [t] itu dilafalkan sebagai bunyi [t] laminoalveolar. Perubahan bunyi hambat apikoalveolar [t] menjadi bunyi hambat laminoalveolar adalah karena pengaruh secara progresif dari bunyi geseran laminopalatal [s].

2. Asimilasi regresif, jika bunyi yang diubah terletak di depan. Umpamanya bunyi [p] adalah bunyi hambat bilabial; tetapi bunyi [p] pada silabel pertama kata <pantun> dilafalkan secara apikoalveolar. Perubahan bunyi hambat bilabial [p] menjadi bunyi hambat apikoalveolar adalah karena pengaruh nasal apikoalveolar [n].

3. Asimilasi resiprokal, akibat saling pengaruh antara dua fonem yang berurutan yang menyebapkan kedua fonem itu menjadi fonem yang lain dari semula. Verhar dalam Pateda (2011: 117) memberikan contoh yang diambilnya dari bahasa Batak Toba. Dalam bahasa batak toba terdapat kata bereng / b  r   /


(6)

‘lihat’, yang apabila diikuti oleh kata hemu / h a m u / ‘kamu’, maka /n/ dan /h/ menjadi /k/ sehingga diperoleh bentuk berek kamu ‘lihat oleh kamu’. 2.2. Netralisasi dan Arkifonem

Netralisasi ialah hilangnya kontras antara dua buah fonem yang berbeda. Misalnya, bunyi [b] pada kata <jawab> bisa dilafalkan sebagai bunyi [p] dan juga sebagai [b], sehingga kata <jawab> itu bisa dilafalkan sebagai [jawab] dan [jawap]. Hal seperti ini di dalam kajian fonemik disebut arkifonem, yakni dua buah fonem yang kehilangan kontrasnya. Sebagai arkifonem kedua fonem itu dilambangkan sebagai fonem /B/ (ditulis huruf capital). Kenapa fonem /B/ bukan /p/? karena apabila diberi proses afiksasi dengan sufiks {-an}, fonem /b/nya itu akan muncul kembali jadi {jawab} + {-an} [ja.wa.ban].

2.3. Faringalisasi

Faringalisasi ialah proses penyempitan rongga faring ketika artikulasi sedang berlangsung dengan cara menaikan laring, mengangkat uvular (ujung langit-langit lunak), serta dengan menarik belakang lidah (dorsum) kearah dinding faring. Semua bunyi dapat difaringalisasikan.

2.4. Laringalisasi

Bunyi laringal adalah bunyi bahasa yang dihasilkan didalam laring, misalnya bunyi hamzah (?). dengan demikian laringalisasi akan terjadi jika terdapat didalam laring suatu hambatan disamping pelafalan primer bunyi-bunyi bahasa.

2.5. Palatalisasi

Seperti diketahui bunyi palatal adalah bunyi bahasa yang dihasilkan dengan jalan bagian depan lidah di dekat atau pada langit-langit keras, misalnya ketika bunyi bahasa [ c ] atau [ j ] dihasilkan. Dengan demikian palatalisasi adalah perubahan kualitas bunyi yang dihasilkan karena naiknya lidah kearah pelatum. 2.6. Perubahan Fonem

Perubahan fonem adalah proses berubahnya sebuah fonem menjadi fonem yang lain karena menghindari adanya dua bunyi yang sama. Perubahan yang dimaksud berupa: (1) penyesuaian atau adaptasi, (2) perubahan dalam bentuk disimilasi, (3) perubahan dalam bentuk kontraksi, (4) perubahan dalam bentuk


(7)

metatesis, (5) boleh terjadi penghilangan fonem dan (6) boleh terjadi penambahan fonem (Pateda, 2011: 120).

1. Adaptasi

Adaptasi atau penyesuaian adalah penyesuaian fonem ketika kata-kata tertentu diadaptasi atau diserap dari bahasa yang lain. Contohnya dalam bahasa Indonesia kata “adil” diserap dari bahasa arab yaitu “ ‘adil “ dan “hadas” diserap dari bahasa arab “hads”.

2. Disimilasi

Disimilasi merupakan perubahan dua bunyi yang sama menjadi dua bunyi yang berbeda. Umpamanya, dalam proses prefiksasi {ber} pada kata <ajar> dan prefiksasi {ter} pada kata <anjur>, bunyi [r] pada prefiks {ber} berubah menjadi bunyi [l].

{ber} + {ajar} [blajar] {ter} + {anjur} [tlanjur] 3. Metatesis

Metatesis adalah gejala pertukaran tempat satu atau beberapa fonem. Dalam bahasa Indonesia kata-kata yang mengalami proses metatesis ini tidak banyak. Diantaranya:

Jalur lajur Royal loyar Brantas bantras Ulur urul Kelikir kerikil Sapu apus usap 4. Penghilangan fonem

Penghilangan fonem adalah proses menghilangnya sebuah bunyi atau lebih pada sebuah unsur leksikal. Dilihat dari bagian mana dari unsur leksikal itu yang dihilangkan dapat dibedakan atas aferesis, apokop, dan sinkop.

Aferesis adalah proses penglihatan satu fonem atau lebih pada awal kata. Misalnya: tetapi tapi, hutang utang dan lain-lain.


(8)

Apokop adalah proses penghilangan satu fonem atau lebih pada akhir kata. Misalnya: president presiden, pelangit pelangi.

Sinkop adalah proses penghilangan sebuah fonem atau lebih pada tengah kata. Misalnya: baharu baru, sahaya saya dan utpatti upeti. 5. Penabahan Fonem

Penambahan fonem atau anaftiksis adalah proses penambahan bunyi vocal diantara dua konsonan dalam sebuah kata; atau penambahan sebuah konsonan pada sebuah kata tertentu. Kita mengenal adanya tiga macam anaftiksis, yaitu protesis, epentesis, dan paragog.

Protesis adalah proses penambahan bunyi pada awal kata misalnya: mas

emas, mpu empu, tik ketik, lang elang.

Epentesisi adalah proses penambahan bunyi pada tengah kata. Misalnya: kapak kampak, upama umpama.

Paragok adalah proses penambahan bunyi pada posisi akhir kata. Misalnya: hulubala hulubalang, adi adik, ina inang.

2.7. Velarisasi

Velarisasi ialah proses pengangkatan pangkal lidah (dorsum) kearah langit-langit lunak (velum) ketika artikulasi primer berlangsung. Selain bunyi velar, bunyi lain dapat divelarisasikan. Misalnya, bunyi [m] pada kata <makhluk> divelarisasikan menjadi [mx]. oleh karena itu, kata <makhluk> dilafalkan menjadi


(9)

BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan

Dari setiap pembahasan diatas penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut.  Asimilasi adalah sebuah fenomena dimana dua fonem yang berbeda dan

letaknya berdekatan menjadi sama.

 Netralisasi ialah hilangnya kontras antara dua buah fonem yang berbeda. arkifonem, yakni dua buah fonem yang kehilangan kontrasnya.

 Faringalisasi yaitu produksi bunyi-bunyi bahasa yang disertai dengan penyempitan pada faring.

 Laringalisasi adalah bunyi bahasa yang dihasilkan didalam laring,

 Palatalisasi yaitu proses perubahan bunyi yang dihasilkan karena naiknya lidah kearah palatum.

 Perubahan fonem adalah proses berubahnya sebuah fonem menjadi fonem yang lain karena menghindari adanya dua bunyi yang sama.

 Velarisasi ialah proses pengangkatan pangkal lidah (dorsum) kearah langit-langit lunak (velum) ketika artikulasi primer berlangsung.

3.2. Saran

Demi perbaikan dan kesempurnaan dari makalah ini penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca, khususnya dosen pengampuh mata kuliah fonologi bahasa Indonesia agar makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dalam mencari pemahaman yang berhubungan dengan fonologi.


(10)

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2009. Fonologi Bahasa Indonesia. Rineka Cipta: Jakarta.


(1)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Asimilasi

Chaer (2009: 98) mengatakan asimilasi ialah perubahan bunyi secara fonetis akibat pengaruh yang berada sebelum atau sesudahnya. Asimilasi juga adalah sebuah fenomena dimana dua fonem yang berbeda dan letaknya berdekatan menjadi sama.

Dalam linguistik asimilasi adalah proses perubahan bunyi yang menyebabpkannya mirip atau sama dengan bunyi lain yang ada didekatnya, seperti kata ‘sabtu’ dalam bahasa Indonesia diucapkan ‘saptu’.

Menurut pengaruhnya terhadap fonem, asimilasi dibagi menjadi dua yaitu: 1. Asimilasi fonemis, yang menyebapkan berubahnya identitas suatu fonem. 2. Asimilasi fonetis, yang tidak menyebapkan perubahan identitas suatu fonem.

Menurut letak bunyi yang diubah asimilasi dibagi menjadi tiga yaitu:

1. Asimilasi progresif, jika bunyi yang diubah terletak dibelakang bunyi yang memengaruhinya. Misalnya, bunyi [t] adalah bunyi apikoalveolar atau apiko dental; tetapi pada kata <stasiun> bunyi [t] itu dilafalkan sebagai bunyi [t] laminoalveolar. Perubahan bunyi hambat apikoalveolar [t] menjadi bunyi hambat laminoalveolar adalah karena pengaruh secara progresif dari bunyi geseran laminopalatal [s].

2. Asimilasi regresif, jika bunyi yang diubah terletak di depan. Umpamanya bunyi [p] adalah bunyi hambat bilabial; tetapi bunyi [p] pada silabel pertama kata <pantun> dilafalkan secara apikoalveolar. Perubahan bunyi hambat bilabial [p] menjadi bunyi hambat apikoalveolar adalah karena pengaruh nasal apikoalveolar [n].

3. Asimilasi resiprokal, akibat saling pengaruh antara dua fonem yang berurutan yang menyebapkan kedua fonem itu menjadi fonem yang lain dari semula. Verhar dalam Pateda (2011: 117) memberikan contoh yang diambilnya dari bahasa Batak Toba. Dalam bahasa batak toba terdapat kata bereng / b  r  /


(2)

‘lihat’, yang apabila diikuti oleh kata hemu / h a m u / ‘kamu’, maka /n/ dan /h/ menjadi /k/ sehingga diperoleh bentuk berek kamu ‘lihat oleh kamu’. 2.2. Netralisasi dan Arkifonem

Netralisasi ialah hilangnya kontras antara dua buah fonem yang berbeda. Misalnya, bunyi [b] pada kata <jawab> bisa dilafalkan sebagai bunyi [p] dan juga sebagai [b], sehingga kata <jawab> itu bisa dilafalkan sebagai [jawab] dan [jawap]. Hal seperti ini di dalam kajian fonemik disebut arkifonem, yakni dua buah fonem yang kehilangan kontrasnya. Sebagai arkifonem kedua fonem itu dilambangkan sebagai fonem /B/ (ditulis huruf capital). Kenapa fonem /B/ bukan /p/? karena apabila diberi proses afiksasi dengan sufiks {-an}, fonem /b/nya itu akan muncul kembali jadi {jawab} + {-an} [ja.wa.ban].

2.3. Faringalisasi

Faringalisasi ialah proses penyempitan rongga faring ketika artikulasi sedang berlangsung dengan cara menaikan laring, mengangkat uvular (ujung langit-langit lunak), serta dengan menarik belakang lidah (dorsum) kearah dinding faring. Semua bunyi dapat difaringalisasikan.

2.4. Laringalisasi

Bunyi laringal adalah bunyi bahasa yang dihasilkan didalam laring, misalnya bunyi hamzah (?). dengan demikian laringalisasi akan terjadi jika terdapat didalam laring suatu hambatan disamping pelafalan primer bunyi-bunyi bahasa.

2.5. Palatalisasi

Seperti diketahui bunyi palatal adalah bunyi bahasa yang dihasilkan dengan jalan bagian depan lidah di dekat atau pada langit-langit keras, misalnya ketika bunyi bahasa [ c ] atau [ j ] dihasilkan. Dengan demikian palatalisasi adalah perubahan kualitas bunyi yang dihasilkan karena naiknya lidah kearah pelatum. 2.6. Perubahan Fonem

Perubahan fonem adalah proses berubahnya sebuah fonem menjadi fonem yang lain karena menghindari adanya dua bunyi yang sama. Perubahan yang dimaksud berupa: (1) penyesuaian atau adaptasi, (2) perubahan dalam bentuk disimilasi, (3) perubahan dalam bentuk kontraksi, (4) perubahan dalam bentuk


(3)

metatesis, (5) boleh terjadi penghilangan fonem dan (6) boleh terjadi penambahan fonem (Pateda, 2011: 120).

1. Adaptasi

Adaptasi atau penyesuaian adalah penyesuaian fonem ketika kata-kata tertentu diadaptasi atau diserap dari bahasa yang lain. Contohnya dalam bahasa Indonesia kata “adil” diserap dari bahasa arab yaitu “ ‘adil “ dan “hadas” diserap dari bahasa arab “hads”.

2. Disimilasi

Disimilasi merupakan perubahan dua bunyi yang sama menjadi dua bunyi yang berbeda. Umpamanya, dalam proses prefiksasi {ber} pada kata <ajar> dan prefiksasi {ter} pada kata <anjur>, bunyi [r] pada prefiks {ber} berubah menjadi bunyi [l].

{ber} + {ajar} [blajar] {ter} + {anjur} [tlanjur] 3. Metatesis

Metatesis adalah gejala pertukaran tempat satu atau beberapa fonem. Dalam bahasa Indonesia kata-kata yang mengalami proses metatesis ini tidak banyak. Diantaranya:

Jalur lajur Royal loyar Brantas bantras Ulur urul Kelikir kerikil Sapu apus usap 4. Penghilangan fonem

Penghilangan fonem adalah proses menghilangnya sebuah bunyi atau lebih pada sebuah unsur leksikal. Dilihat dari bagian mana dari unsur leksikal itu yang dihilangkan dapat dibedakan atas aferesis, apokop, dan sinkop.

Aferesis adalah proses penglihatan satu fonem atau lebih pada awal kata. Misalnya: tetapi tapi, hutang utang dan lain-lain.


(4)

Apokop adalah proses penghilangan satu fonem atau lebih pada akhir kata. Misalnya: president presiden, pelangit pelangi.

Sinkop adalah proses penghilangan sebuah fonem atau lebih pada tengah kata. Misalnya: baharu baru, sahaya saya dan utpatti upeti. 5. Penabahan Fonem

Penambahan fonem atau anaftiksis adalah proses penambahan bunyi vocal diantara dua konsonan dalam sebuah kata; atau penambahan sebuah konsonan pada sebuah kata tertentu. Kita mengenal adanya tiga macam anaftiksis, yaitu protesis, epentesis, dan paragog.

Protesis adalah proses penambahan bunyi pada awal kata misalnya: mas emas, mpu empu, tik ketik, lang elang.

Epentesisi adalah proses penambahan bunyi pada tengah kata. Misalnya: kapak kampak, upama umpama.

Paragok adalah proses penambahan bunyi pada posisi akhir kata. Misalnya: hulubala hulubalang, adi adik, ina inang.

2.7. Velarisasi

Velarisasi ialah proses pengangkatan pangkal lidah (dorsum) kearah langit-langit lunak (velum) ketika artikulasi primer berlangsung. Selain bunyi velar, bunyi lain dapat divelarisasikan. Misalnya, bunyi [m] pada kata <makhluk> divelarisasikan menjadi [mx]. oleh karena itu, kata <makhluk> dilafalkan menjadi


(5)

BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan

Dari setiap pembahasan diatas penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut.  Asimilasi adalah sebuah fenomena dimana dua fonem yang berbeda dan

letaknya berdekatan menjadi sama.

 Netralisasi ialah hilangnya kontras antara dua buah fonem yang berbeda. arkifonem, yakni dua buah fonem yang kehilangan kontrasnya.

 Faringalisasi yaitu produksi bunyi-bunyi bahasa yang disertai dengan penyempitan pada faring.

 Laringalisasi adalah bunyi bahasa yang dihasilkan didalam laring,

 Palatalisasi yaitu proses perubahan bunyi yang dihasilkan karena naiknya lidah kearah palatum.

 Perubahan fonem adalah proses berubahnya sebuah fonem menjadi fonem yang lain karena menghindari adanya dua bunyi yang sama.

 Velarisasi ialah proses pengangkatan pangkal lidah (dorsum) kearah langit-langit lunak (velum) ketika artikulasi primer berlangsung.

3.2. Saran

Demi perbaikan dan kesempurnaan dari makalah ini penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca, khususnya dosen pengampuh mata kuliah fonologi bahasa Indonesia agar makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dalam mencari pemahaman yang berhubungan dengan fonologi.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2009. Fonologi Bahasa Indonesia. Rineka Cipta: Jakarta. Pateda, Mansoer. 2011. Pengantar Fonologi. Viladan: Gorontalo