Artikel Utama Edisi 47-TRI W (4)

AIR DAN PROBLEMATIKANYA
Tri Widiyanto

(Kepala Pusat penelitian Limnologi-LIPI)
triw001@lipi.go.id

Tidak ada kehidupan, tanpa air. Dari airlah awal
kehidupan di bumi yang tadinya kering dan gersang ini
diaktifkan. Seperti yang tercantum dalam beberapa
surat dalam Kitab Suci Al Qur’an, antara lain: Surat 35
Ayat 9,12 dan 27; Surat 41 Ayat 39; Surat 45 Ayat 5;
Surat 2 Ayat 164; dan Surat 22 Ayat 5. Selain itu dalam kerajaan-kerajaan
Hindu dan Budha, juga terlihat selalu ada konservasi sumberdaya air, yang
tercermin dari adanya kolam-kolam pemandian dan biasa disebut dengan
istilah sendang. Gambaran tersebut memperlihatkan betapa pentingnya air
bagi umat manusia dan mahluk Tuhan lainnya.
Kondisi ini juga tercermin dalam kandungan air di dalam sel tubuh dan
ketersediaan air di planet bumi ini. Rata rata dalam sel mahluk hidup
mengandung air lebih dari 80%. Manusia dapat bertahan hidup tanpa makan
sampai beberapa minggu, akan tetapi akan mati tanpa air dalam hitungan
hari. Planet bumi yang kita tempati ini, juga sebagian besar terdiri dari air.

Data terbaru menyebutkan bahwa jumlah volume air laut di planet ini sebesar
1.332 miliar Km3 (Matthew Charette, 2010). Dari jumlah air yang terdapat di
planet bumi ini, hanya sekitar 3% merupakan air tawar yang sampai saat ini
menjadi andalan untuk aktivitas manusia. Dari jumlah air tawar tersebut,
sekitar 78% merupakan air permukaan, 11% air tanah dan 11% air tanah
dalam. Bila dilihat lebih jauh lagi menunjukkan bahwa dari 78% air tawar
tersebut, sekitar 99% adalah merupakan air dalam bentuk es dan gletser.
Sedangkan sisanya sekitar 0,3% berupa air danau tawar, 0,03% air sungai
dan 0,3% air danau asin. Komposisi ini menujukkan bahwa sebenarnya
ketersediaan air yang secara langsung dapat digunakan atau sangat
dibutuhkan untuk aktivitas kita sangat kecil. Di sisi lain kebutuhan akan air
mencakup kebutuhan domestik, pertanian, perkebunan, industri maupun
sosial budaya.
Jumlah penduduk dunia saat ini berjumlah sekitar 5,3 milyar dan
membutuhkan air yang cukup banyak. Walaupun dalam hitungan secara
global dan kuantitas ketersediaan air untuk keperluan domestik masih di
bawah dari jumlah kandungan air yang tersedia. Akan tetapi secara kualitas
dan distribusi sumberdaya air masih sangat tidak merata. Di negara-negara
berkembang yang justru jumlah penduduknya tinggi, namun mempunyai
ketersediaan air yang rendah, baik dari sisi sistribusi, kualitas maupun

kuntitasnya. Kondisi saat ini, lebih dari satu miliar orang di dunia ini tidak bisa
mendapatkan pasokan air yang aman. Dengan melihat pentingnya kebutuhan
air, Perserikatan Bangsa Bangsa, menetapkan bahwa air menjadi salah satu
perameter untuk mengukur nilai indek pembangunan manusia. Pidato sekjen
PBB Bapak Kovi Anan, menyatakan bahwa kita tidak dapat memberantas
berbagai penyakit menular di bunia seperti HIV, sebelum kita mampu
menyediakan akses air bersih ke masyarakat dengan baik. Kondisi tersebut
juga menjadi salah satu komitmen negara Indonesia, yang telah menargetkan
bahwa sampai tahun 2015 diharapkan jumlah penduduk Indonesia yang

Warta Limnologi – No. 47/Tahun XXIV Desember 2011

1

mendapatkan akses air bersih meningkat menjadi 50% dari saat ini. Memang
kalau dilihat jumlah air yang tersedia, Indonesia termasuk dalam enam
negara yang mempunyai persediaan air minum sekitar 50%, bersama Brazil,
Kolombia, Rusia, Cina dan Kanada, akan tetapi distribusi dan kualitasnya tidak
merata dan masih rendah.
Pentingnya

peran
air,
juga
disebutkan dalam Undang Undang
Dasar 1945, Pasal 33 Ayat 3 tertulis
bahwa ”Bumi, air dan kekayaan yang
terkandung di dalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya
kemakmuran
Rakyat”.
Selanjutnya
apa
yang
diamanatkan dalam UUD 45 tersebut,
diterjemahkan lagi dalam Undang
Undang Sumberdaya Air yang lebih
terperinci
dalam
mengatur

sumberdaya air di Indonesia, yaitu
melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang sumberdaya air. Dalam
UU ini dipertegas lagi bahwa pada Pasal 4 disebutkan bahwa sumberdaya air
mempunyai tiga fungsi yaitu: sosial, lingkungan hidup dan ekonomi yang
diselenggarakan dan diwujudkan secara selaras. Penegasan campur tangan
dan tanggung jawab negara juga dikemukakan pada Pasal 5 yang
menyebutkan bahwa negara menjamin hak setiap warga negara untuk
mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari, untuk memenuhi
kebutuhan air yang sehat, bersih dan produktif. Kemudian dalam Pasal 6
disebutkan bahwa sumberdaya air dikuasai oleh negara dan dipergunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Disini sering sekali terjadi
perbedaan persepsi dalam melihat sumberdaya air di Indonesia. Seberapa
jauh peranan negara dalam melaksanakan tugasnya, masih sering
diperdebatkan. Sering sekali masyarakat menuntut bahwa dengan adanya
fungsi ekonomi air menjadi salah satu barang yang pengaturannya
diserahkan kepada kebutuhan pasar. Hal ini secara sepintas akan terjadi
konflik kepentingan dengan yang tercantum dalam UUD 45.
Lebih lanjut pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah RI No.
33 Tahun 2011, tentang Kebijakan Nasional Pengelolaan Sumberdaya Air.
Walaupun sampai saat ini masih banyak masyarakat yang belum puas

dengan keberadaan Undang Undang tersebut. Terlepas dari itu semua, salah
satu kebijakan umum yang tercantum dalam PP RI No. 33 ini adalah
pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta Budaya terkait air.
Disini Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
melalui Pusat Penelitian
Limnologi dan berbagai lembaga riset lainnya dituntut untuk dapat
mengembangkan IPTEK yang berguna bagi kelangsungan dan ketersediaan
sumberdaya air di Indonesia. Disamping kementerian-kementerian teknis
yang langsung berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan serta
pengaturan kebijakan tentang sumberdaya air di Indonesia.
Beberapa kementerian dan lembaga
yang
bertanggung
jawab
dalam
pengelolaan Sumberdaya Air di Indonesia
antara lain adalah: Kementerian Pekerjaan
Umum,
Kementerian
Kehutanan,


Warta Limnologi – No. 47/Tahun XXIV Desember 2011

2

Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian
Kependudukan, Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Perhubungan,
Dewan Sumberdaya Air Nasional, Dewan Nasional Perubahan Iklim, Dewan
Nasional Pangan dan lainnya.
Secara
jelas
masing-masing
kementerian dan lembaga sebenarnya
sudah ditetapkan tugas dan fungsi yang
harus dijalankan, akan tetapi insitusi atau
lembaga yang menangani sumberdaya air
mempunyai cara pandang yang sangat
spesifik, sehingga kadang-kadang timbul
masalah yang semakin komplek. Konflik
kepentingan antar intansi vertikal dan

horisontal sudah bukan menjadi hal baru
lagi dalam pengelolaan dan pemanfaatan
sumberdaya air di Indonesia. Mereka mempunyai ego sektoral yang sangat
kental, sehingga seringkali masyarakat atau warga negara yang seharusnya
menjadi sasaran akhir dalam menikmati hasil pembangunan menjadi
terlupakan.
Sebenarnya secara teoritis, sudah disadari oleh seluruh pengambil
kebijakan, seperti yang tertera dalam PP RI No. 33 Tahun 2011 ini bahwa
beberapa permasalahan yang berkaitan dengan sumberdaya air antara lain
yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Perkembangan jumlah penduduk (peruntukan sebagai: sumber air
bersih, pertanian, perkebunan, peternakan, pariwisata, dll)
Peningkatan alih fungsi lahan

Konflik dalam penggunaan air
Keterbatasan peran masyarakat dan dunia usaha
Tumpang tindih peran lembaga pengelola sumberdaya air
Keterbatasan data dan informasi sumberdaya air yang benar dan
akurat

Menurut Susilastuti (2011), terdapat tiga kesenjangan yang berkaitan
dengan sumberdaya air yaitu:
1. Ketersediaan air menurun sedangkan kebutuhan air meningkat.
2. Peningkatan jumlah penduduk yang tidak diikuti dengan peningkatan
kualitas hidup, dimana salah satu faktor penentunya adalah
ketersediaan air bersih.
3. Peningkatan konservasi lahan yang cenderung menurunkan daerah
tangkapan air.
Dalam PP No. 33 Tahun 2011 menyebutkan bahwa berbagai tantangan
kedepan atau target yang sudah dicanangkan dalam penyediaan sumberdaya
air bagi warga negara Indonesia adalah:

1.


Millenium Development Goals.
Negara kita telah menandatangani kesepakatan bahwa diharapkan
pada tahun 2015 jumlah penduduk yang belum mendapatkan layanan
air bersih dan sanitasi akan berkurang setengahnya, sehingga

Warta Limnologi – No. 47/Tahun XXIV Desember 2011

3

diharapkan sebanyak 60 juta penduduk Indonesia akan mendapatkan
layanan air bersih. Pada kenyataannya sampai saat ini pelayanan
masyarakat tentang air bersih masih relatif rendah. Dari sekitar 324
PDAM di Indonesia, yang kondisinya sehat tidak lebih dari 140. Hal ini
masih menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua.
2.

Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta Budaya
Terkait Air
Hal ini untuk menjaga ketersediaan dan kelangsungan sumberdaya air
di Indonesia. Pada masa yang akan datang peranan IPTEK sudah

menjadi suatu kewajiban, karena selain kuantitas ketersediaan
sumberdaya air, juga dibutuhkan kualitas yang memadai.

Mengingat penting dan kompleknya permasalahan air di Indonesia, maka
dalam kegiatan Kongres Ilmu Pengetahuan Indonesia (KIPNAS) X tahun 2011,
air menjadi salah satu bidang bahasan tersendiri, dan menjadi sub bahasan
pada bidang pangan dan energi. Hal ini menunjukkan penting dan besarnya
fungsi air bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada acara tersebut
bidang air membahas sebagian kecil peran air untuk kebutuhan domestik.
Pada kesempatan tersebut khusus untuk bidang air, pembahasan dilihat
dari: ketersediaan air secara fisik, peran kelembagaan dan institusi yang telah
berjalan dalam penyediaan air bersih, serta peranan masyarakat dalam
penyediaan sumber air bersih. Pada acara tersebut diikuti oleh para
akademisi, peneliti, pengambil kebijakan dan lembaga swadaya masyarakat.
Permasalahan air merupakan permasalahan global yang menyangkut
seluruh umat manusia di dunia. Menyangkut permasalahan air diperingati
khusus mengenai ”hari air dunia”. Di samping itu juga telah banyak lembaga
dunia di bawah UNESCO yang mempunyai perhatian terhadap air ini,
diantaranya International Hidrology Program (IHP), ICHARM, ISIMOD, ISI dan KWaters. Khusus di Indonesia dalam hal ini LIPI telah menjadi salah satu
organisasi dibawah UNESCO Pusat Kategori II yang mengorganisir

permasalahan air di kawasan Asia-Pasifik, yaitu Asia-Pasific Centre for
Echohydrology (APCE).
Bapak Prof. Bunasor Sanim dalam bukunya yang berjudul Sumberdaya Air
dan Kesejahteraan Publik
yang terbit
pada
tahun
2011,
telah
banyak
membahas
permasalahan
air
di
Indonesia, mulai dari krisis air di Jawa dan
Bali. Ketersediaan air yang tidak merata
antar pulau di Indonesia dan akses yang
rendah dari masyarakat ekonomi lemah,
serta
masalah
dalam
pengelolaan
sumberdaya
air.
Buku
ini
melihat
permasalahan air sangat menyeluruh.
Diharapkan buku ini menjadi salah satu
acuan bagi pengambil kebijakan di negara
ini dan menjadi salah satu referensi bagi para peneliti yang berkecimpung di
bidang air.

Warta Limnologi – No. 47/Tahun XXIV Desember 2011

4