2014 Peranan konservasi tanah dan air USU MEDAN

(1)

1

Tugas Konservasi Tanah dan Air Lanjutan; Dosen Pengasuh: Dr. Rahmawaty, S.Hut. M.Si. PERANAN KONSERVASI TANAH DAN AIR DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN; Oleh: Parlindungan Lumbanraja; NIM:138104002; PROGRAM S-3

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA-MEDAN. 2014.

PERANAN KONSERVASI TANAH DAN AIR

DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Oleh:

Parlindungan Lumbanraja

NIM: 138104002

PROGRAM (S-3)

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

2

Tugas Konservasi Tanah dan Air Lanjutan; Dosen Pengasuh: Dr. Rahmawaty, S.Hut. M.Si. PERANAN KONSERVASI TANAH DAN AIR DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN; Oleh: Parlindungan Lumbanraja; NIM:138104002; PROGRAM S-3

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA-MEDAN. 2014.

PERANAN KONSERVASI TANAH DAN AIR

DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Oleh: Parlindungan Lumbanraja; NIM: 138104002

LATARBELAKANG

Disadari atau tidak, tindakan kegiatan konservasi tanah dan air adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari setiap aktivitas manusia dalam segala upayanya mendapatkan kebutuhan yang terus menigkat dari setiap jengkal tanah yang diushakan. Konservasi tanah tidaklah berarti penundaan penggunaan tanah atau pelarangan penggunaan tanah, tetapi menyesuaikan macam penggunaannya dengan kemampuan tanah dan memberikan perlakuan sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan, agar tanah dapat berfungsi secara lestari (Harahap, 2013). Atas dasar kenyataan ini manusia dalam memanfaatkan sumberdaya tanah harus juga memelihara dan berupaya untuk terus menjaga agar daya dukungnya setidaknya dapat dipertahankan bahkan jika mungkin harus ditingkatkan dengan berbagai upaya penggunaan IPTEK yang ada. Hal ini hanya akan dapat terlaksana dengan penerapanm konservasi tanah dalam setiap usaha pemanfaatan sumberdaua tanah itu sendiri. Tetapi kenyataan yang kita dapati tidaklah seperti yang kita harapkan tersebut, dalam banyak jenis bahkan hampir pada setiap jenis kegiatan yang dilakukan manusia dalam memanfaatkan tanah untuk memenuhi kebutuhannya, tidak seluruhnya memasukkan tindakan konservasi tersebut kedalam aktivitas penggunaan lahan usaha mereka. Sebenarnya desakan untuk penerapan tindakan konservasi tanah ini sudah sejak lama dianjurkan ( sudah puluhan tahun hal ini menjadi pergumulan) bukan saja dalam tingkat nasional tetapi juga internasional. Sebagai contoh, Konferensi PBB di Stockholm tentang Lingkungan Hidup yang menghasilkan Deklarasi dan Pembentukan United Nations Environment Programme (UNEP) tahun 1972 dan pada kenyataannya momentum ini telah mempengaruhi penyusunan GBHN 1973. Ketetapan MPR No. IV/MPR/1973 tentang GBHN terutama Bab III butir 10 merupakan kebijakan awal lingkungan hidup dalam pelaksanaan pembangunan agar sumber-sumber alam Indonesia diusahakan secara


(3)

3

Tugas Konservasi Tanah dan Air Lanjutan; Dosen Pengasuh: Dr. Rahmawaty, S.Hut. M.Si. PERANAN KONSERVASI TANAH DAN AIR DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN; Oleh: Parlindungan Lumbanraja; NIM:138104002; PROGRAM S-3

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA-MEDAN. 2014.

rasional. Hal ini merupakan bukti adanya kesadaran perlunya peranan konservasi tanah dan air harus diterapkan. Munculnya kesadaran akan pentingnya bumi ini seperti diutaran oleh UNEP (United Nations Environmental Program) merupakan motor pelaksana komitmen mengenai lingkungan hidup dan telah melahirkan gagasan besar pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) yang juga merupakan kegiatan untuk penekanan ke arah gerakan konservasi tanah dan air . Lebih lanjut pada tahun 2005 FAO menerbitkan buku berjudul : Our land our future, we are here planet earth (FAO, 2005 dalam Lumbanraja, 2007) yang menegaskan kembali bahwa bumi hanya ada satu. Semakin seriusnya persoalan yang kita hadapi dalam pembangunan di negara kita ini, maka pada tahun 2013 menteri pertanian mengeluarkan strategi induk pembangunan pertanian 2013 – 2045 dengan menetapkan Membangun Pertanian Bioindustri Berkelanjutan, dengan visi Terwujudnya sistem pertanian bioindustri

berkelanjutan yang menghasilkan beragam pangan sehat dan produk bernilai tambah

tinggi dari sumberdaya hayati pertanian dan kelautan tropika dengan misi mengembangkan dan mewujudkan: 1. Penataan ruang dan reforma agraria; 2. Sistem pertanian tropika terpadu; 3. Kegiatan ekonomi produksi, informasi dan teknologi; 4. Pasca panen, agro-energi dan bioindustri berbasis perdesaan; 5. Sistem pemasaran dan rantai nilai produk; 6. Sistem pembiayaan pertanian; 7. Sistem penelitian, inovasi dan sumberdaya manusia berkualitas; 8. Infrastruktur pertanian dan perdesaan; 9. Program legislasi, regulasi dan manajemen yang imperatif (Suswono, 2013). Penggunaan kata berkelanjutan dalam hal ini tentunya bisa terwujud hanya dan hanya jika dalam setiap tahap atau langkah kegiatanya pembanguna tersebut menerapkan tindakan teknik konservasi tanah dan air dengan benar atas dasar keadaan lingkungan yang bervariasi tersebut. Semuanya ini tidaklah mungkin dapat dilakukan tanpa suatu perencanaan yang didukung legalitas hukum yang tegas dari pemerintah, karena pelaksanaan kegiatan konservasi tanah dan air ini menyangkut keikutsertaan masyarakat banyak bukan hanya segolongan atau sekelompok masyarakat saja. Atas dasar semua uraian bukti catatan di atas kiranya dapat dimengerti bahwa peranan Konservasi Tanah dan Air dalam pembangunan adalah sebagai pendukung yang harus ambil bertanggungjawab terhadap pembangunan intu sendiri tanpa batas waktu maupun tahap.


(4)

4

Tugas Konservasi Tanah dan Air Lanjutan; Dosen Pengasuh: Dr. Rahmawaty, S.Hut. M.Si. PERANAN KONSERVASI TANAH DAN AIR DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN; Oleh: Parlindungan Lumbanraja; NIM:138104002; PROGRAM S-3

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA-MEDAN. 2014.

PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN

Dalam suatu upaya pembangunan yang terus menerus menghadapi perubahan seiring dengan kemajuan zaman maka sudah pasti memerlukan suatu pola atau pengaturan untuk mencapai hasil yang diharapkan. Untuk mencapai tujuan ini dibutuhkan Perencanaan. Perencanaan adalah suatu proses yang ditata dan dilaksanakan secara sistematis dengan menggunakan pengetahuan yang ada.

Pembangunan itu sendiri merupakan usaha modifikasi terhadap biosfer dan

sumberdaya takhidup (ekosistem) untuk memenuhi berbagai kebutuhan dan untuk tujuan meningkatkan kwalitas hidup manusia (IUCN, UNEP dan WWF, 1980 dalam Lumbanraja, 2007).

ADA BATAS MAKSIMAL EKOSISTEM

Perlu diingat bahwa ada batas maksimal produktivitas ekosistem, sebagaimana prinsip ekologi dasar yang mewajibkan kita untuk menyadari bahwa ekosistem memiliki kemampuan terbatas. Dalam upaya menjalankan atau memelihara jalannya suatu agroekosistem yang merupakan suatu kesatuan komunitas tumbuhan dan hewan serta lingkungan kimia dan fisikanya yang telah dimodifikasi oleh manusia untuk menghasilkan: makanan, serat, bahan bakar, dan produk lainnya bagi konsumsi untuk kesejahteraan umat manusia.

Dalam kita menerapkan agroekoteknologi yang merupakan studi agroekosistem yang holistik, termasuk semua elemen lingkungan dan manusia. Fokusnya adalah pada bentuk, dinamika dan fungsi hubungan timbal balik antar unsur-unsur tersebut pada proses di mana mereka berperan. Suatu wilayah yang digunakan untuk produksi pertanian, misalnya suatu lahan, dipandang sebagai suatu sistem yang kompleks di mana proses ekologi yang terjadi dalam kondisi alami juga ditemukan, misalnya daur unsur hara, interaksi pemangsa/mangsa, persaingan, simbiosis, dan perubahan turun-temurun. Yang tampak secara implisit dalam pekerjaan agroekoteknologilogi adalah


(5)

5

Tugas Konservasi Tanah dan Air Lanjutan; Dosen Pengasuh: Dr. Rahmawaty, S.Hut. M.Si. PERANAN KONSERVASI TANAH DAN AIR DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN; Oleh: Parlindungan Lumbanraja; NIM:138104002; PROGRAM S-3

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA-MEDAN. 2014.

gagasan, bahwa dengan memahami hubungan-hubungan dan proses-proses ekologi ini, agroekosistem bisa dimanipulasi atau direkayasa (engineering) untuk memperbaiki produksi dan berproduksi secara lebih berkelanjutan dengan dampak negatip yang lebih kecil terhadap lingkungan dan masyarakat serta kebutuhan akan input luar yang lebih sedikit (Altieri, 1987 dalam Lumbanraja, 2013).

KELOMPOK EKOSISTEM

Atas dasar pemahaman bahwa setiap ekosistem mempunyai suatu kondisi yang khas, yang berarti juga harus ditangani dengan cara yang khas juga, maka untuk itu perlu diketahui kelompok agroekosistem yang ada dalam suatu wilayah. Jika dikaji lebih mendalam bahwa faktor – faktor pembentukan tanah seperti (bahan induk, iklim, topografi, organisma, dan umur/waktu) akan menjadi faktor yang dapat juga menjadi dasar pemisah atau pengelompokan dalam membagi-bagi satu kelompok ekosistem terhadap kelompok ekosistem lainnya.

Secara Nasional, Pemerintah Republik Indonesia telah memberikan acuan pemanfaatan lahan berupa penetapan Wilayah Tanah Usaha (WTU) menurut Atlas Penggunaan Tanah Republik Indonesia (Dirjen Agraria, 1984) yang mana dalam atlas ini Pemerintah telah menetapkan penggolongan peruntukan lahan atas dasar ketinggian

tempat dari opermukaan laut (m dpl) dan kemiringan lahan (yang dinyatakan

dalam %) seperti tertera pada Gambar 1. Wilayah tanah usaha atas dasar ini dikelompokkan dibagi ke dalam dua kelompok besar yaitu WTU terbatas dan WTU utama yang masing-masing masih dikelompokkan lagi lebih spesifik .


(6)

6

Tugas Konservasi Tanah dan Air Lanjutan; Dosen Pengasuh: Dr. Rahmawaty, S.Hut. M.Si. PERANAN KONSERVASI TANAH DAN AIR DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN; Oleh: Parlindungan Lumbanraja; NIM:138104002; PROGRAM S-3

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA-MEDAN. 2014. --- ---

HUTAN LINDUNG

---

Ketinggian

Lereng (

40%

TERBATAS

KEDUA

1000 m dpl ---

UTAMA - 2

500 m dpl ---

D

100 m dpl ---

C

25 m dpl ---

garis bendungan

---

UTAMA 1

B

10 m dpl ---

A

7 m dpl ---

0 m dpl ---

TERBATAS

PERTAMA

Gambar. 1 Wilayah Tanah Usaha (Dirjen Agraria, 1984)

Sedangkan dalam pembagian kelompok ekosistem DAS Brantas Hulu di Jawa Timur sebagai contoh kasus, cara yang yang diterapkan hanya memakai sebagian dari faktor pembentukan tanah disebutkan di atas sebelumnya ditambah dengan faktor ketinggian tempat dari permukaan laut (mdpl). Sebagai contoh misalnya pengelompokan atau pembagian kelompok agroekosistim ini dapat dilakukan melalui berbagai cara dab menggunakan faktor-faktor lain seperti yang diutarakan oleh Carson dan Utomo (1986), yaitu dengan:

1. Erosi; erosi yang terjadi pada setiap kelompok agroekosistem merupakan proses yang

spesifik pada kelompok tersebut;

2. Akibat yang ditimbulkan erosi; akibat yang ditimbulkan erosi akan berbeda pada

setiap kelompok agroekosistem;

3. Penggunaan dan pengelolaan lahan; penggunaan dan pengelolaan lahan pada setiap


(7)

7

Tugas Konservasi Tanah dan Air Lanjutan; Dosen Pengasuh: Dr. Rahmawaty, S.Hut. M.Si. PERANAN KONSERVASI TANAH DAN AIR DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN; Oleh: Parlindungan Lumbanraja; NIM:138104002; PROGRAM S-3

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA-MEDAN. 2014.

4. Perbedaan kondisi sosial dan ekonomi; karena adanya perbedaan kondisi sosial dan

ekonomi, maka masing-masing kelompok agroekosistem memerlukan paket teknologi konservasi yang berbeda.

Elevasi (m dpl) 2000 1500 1000 500 0 Bahan Induk Vulkanis atas Vulkanis tengah Vulkanis bawah Vulkanis lama Dataran aluvial

Batukapur -

Tanah

Andosol Andosol Regosol Kambisol Mediteran Latosol Mediteran Latosol Aluvial Grumusol Mediteran Grumusol Mediteran Litosol Rensina Kemiringan (%)

60 10-60 5-30 2-8 1-5 5-30 5-60

Penggunaan tanah

hutan Hortikul tura Tegalan

Tegal Sawah Tegal

Sawah Tegal Tegal

Kelompok I II

Andosol : Hortikul tura

IV V VI VII VIII

III. Regosol: Tanaman pangan

Gambar 2. Kelompok agroekosistem di DAS Brantas bagian Hulu (Utomo dan Soelistyari, 1989 dalam Utomo 1989)


(8)

8

Tugas Konservasi Tanah dan Air Lanjutan; Dosen Pengasuh: Dr. Rahmawaty, S.Hut. M.Si. PERANAN KONSERVASI TANAH DAN AIR DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN; Oleh: Parlindungan Lumbanraja; NIM:138104002; PROGRAM S-3

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA-MEDAN. 2014.

KONSERVASI TANAH DAN AIR

Konservasi tanah dalam arti yang luas adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah (Arsyad, 1989). Dalam arti yang sempit konservasi tanah diartikan

sebagai upaya mencegah kerusakan tanah oleh erosi dan memperbaiki tanah yang rusak oleh erosi. Konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air hujan yang jatuh ke tanah untuk pertanian seefisien mungkin, dan mengatur waktu aliran agar tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapat cukup air pada waktu musim kemarau. Konservasi tanah mempunyai hubungan yang sangat erat dengan konservasi air. Setiap perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah akan mempengaruhi tata air pada tempat tersebut. Oleh karena itu konservasi tanah dan konservasi air merupakan dua hal yang berhubungan erat sekali; berbagai tindakan konservasi tanah adalah juga tindakan konservasi air (Arsyad, 1989). Usaha-usaha konservasi tanah ditujukan untuk: (1) mencegah kerusakan tanah oleh erosi, (2) memperbaiki tanah yang rusak, (3) memelihara serta meningkatkan produktivitas tanah agar dapat dipergunakan secara lestari. Dengan demikian konservasi tanah tidaklah berarti penundaan penggunaan tanah atau pelarangan penggunaan tanah, tetapi menyesuaikan macam penggunaannya dengan kemampuan tanah dan memberikan perlakuan sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan, agar tanah dapat berfungsi secara lestari, (Harahap, 2013). Untuk itu Konservasi tanah dan air harus mampu menata berbagai faktor seperti: faktor alami penyebab erosi; faktor praktek pertanian yang tepat agar menguntungkan bagi sosial ekonomi masyarakat sehingga pemanfaatan lahan dalam upaya memperoleh manfaat dari padanya, tanah tetap terpelihara daya dukungnya dengan sangat baik. Sebagaimana diutarakan oleh Abdurachman (2008) bahwa kondisi sumber daya lahan Indonesia cenderung mempercepat laju erosi tanah, terutama tiga faktor berikut: (1) curah hujan yang tinggi, baik kuantitas maupun intensitasnya, (2) lereng yang curam, dan (3) tanah yang peka erosi, terutama terkait dengan genesa tanah . Data BMG (1994) dalam Abdurachman (2008) menunjukkan bahwa sekitar 23,1% luas wilayah Indonesia memiliki curah hujan tahunan > 3.500 mm, sekitar 59,7% antara 2.000-3.500 mm, dan hanya 17,2% yang memiliki curah


(9)

9

Tugas Konservasi Tanah dan Air Lanjutan; Dosen Pengasuh: Dr. Rahmawaty, S.Hut. M.Si. PERANAN KONSERVASI TANAH DAN AIR DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN; Oleh: Parlindungan Lumbanraja; NIM:138104002; PROGRAM S-3

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA-MEDAN. 2014.

hujan tahunan < 2.000 mm. Dengan demikian, curah hujan merupakan faktor pendorong terjadinya erosi berat, dan mencakup areal yang luas. Lereng merupakan penyebab erosi alami yang dominan di samping curah hujan. Sebagian besar (77%) lahan di Indonesia berlereng > 3% dengan topografi datar, agak berombak, bergelombang, berbukit sampai bergunung. Lahan datar (lereng < 3%) hanya sekitar 42,6 juta ha, kurang dari seperempat wilayah Indonesia (Subagyo et al , 2000). Secara umum, lahan berlereng (> 3%) di setiap pulau di Indonesia lebih luas dari lahan datar (< 3%).

Tingginya desakan kebutuhan terhadap lahan pertanian menyebabkan tanaman semusim tidak hanya dibudidayakan pada lahan datar, tetapi juga pada lahan yang berlereng > 16%, yang seharusnya digunakan untuk tanaman tahunan atau hutan. Secara keseluruhan, lahan kering datar sampai berombak meliputi luas 31,5 juta ha (Hidayat dan Mulyani, 2002), namun penggunaannya diperebutkan oleh pertanian, pemukiman, industri, pertambangan, dan sektor lainnya. Pada umumnya, daya saing pertanian lahan kering jauh lebih rendah dibanding sektor lain, sehingga pertanian terdesak ke lahan-lahan berlereng curam. Laju erosi tanah meningkat dengan berkembangnya budi daya pertanian yang tidak disertai penerapan teknik konservasi, seperti pada sistem perladangan berpindah yang banyak dijumpai di luar Jawa. Bahkan pada sistem pertanian menetap pun, penerapan teknik konservasi tanah belum merupakan kebiasaan petani dan belum dianggap sebagai bagian penting dari pertanian. Rendahnya adopsi teknologi konservasi bukan karena keterbatasan teknologi, tetapi lebih kuat disebabkan oleh masalah nonteknis. Kondisi seperti ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara-negara lain. Hudson (1980) menyatakan bahwa walaupun masih ada kekurangan dalam teknologi konservasi dan masih ada ruang untuk perbaikan teknis, hambatan yang lebih besar adalah masalah politik, sosial, dan ekonomi.

Kebijakan dan perhatian pemerintah sangat menentukan efektivitas dan keberhasilan upaya pengendalian degradasi tanah. Namun, berbagai kebijakan yang ada belum memadai dan belum efektif. Selaras dengan tantangan yang dihadapi, selama ini prioritas utama pembangunan pertanian lebih ditujukan pada peningkatan


(10)

10

Tugas Konservasi Tanah dan Air Lanjutan; Dosen Pengasuh: Dr. Rahmawaty, S.Hut. M.Si. PERANAN KONSERVASI TANAH DAN AIR DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN; Oleh: Parlindungan Lumbanraja; NIM:138104002; PROGRAM S-3

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA-MEDAN. 2014.

produksi dan pertumbuhan ekonomi secara makro, sehingga aspek konservasi tanah yang dapat mendukung keberlanjutan dan kelestarian sumber daya lahan ditinggalkan, padahal aspek tersebut berpengaruh dalam jangka panjang bagi pembangunan pertanian di masa mendatang.

Selain kurangnya dukungan kebijakan pemerintah, masalah sosial juga sering menghambat penerapan konservasi tanah, seperti sistem kepemilikan dan hak atas lahan, fragmentasi lahan, sempitnya lahan garapan petani, dan tekanan penduduk. Kondisi ekonomi petani yang umumnya rendah sering menjadi alasan bagi mereka untuk mengabaikan konservasi tanah. Konversi lahan pertanian sering disebabkan oleh faktor ekonomi petani, yang memaksa mereka menjual lahan walaupun mengakibatkan hilangnya sumber mata pencaharian (Abdurachman, 2004). Selain faktor alami, terjadinya kebakaran hutan dan lahan terutama terkait dengan lemahnya peraturan dan sistem perundangundangan.

Atas dasar keadaan dan kenyataan sebagaimana diuraikan di atas jelaslah bahwa penerapan tindakan konservasi tanah dan air adalah satu-satunya cara atau solusi agar dapat melakukan perencanaan pembangunan wilayah tertentu untuk berhasil mencapai tujuannya. Semakin besar unsur-unsur pertimbangan perencanaan menggunakan berbagai aspek atau faktor yang menjadi dasar pemggolongan ekosistem sebagaimana diutarakan sebelumnya (mulai dari faktor-faktor pembentukan tanah, ketinggian tempat dan kemiringan lahan, maupun pembagian atas dasar dampak) didalam perencanaan pengembangan suatu wilayah, maka akan semakin besar pulalah kemungkinan keberhasilan pencapaian tujuannya dalam penerapan konservasi tanah. Karena penerapan faktor konservasi yang paling besar adalah jika kita menggunakan tanah atas dasar pemahaman sifat-sifat dari tanah itu sendiri dalam pemanfanya. Dengan dasar pemahaman yang demikian diharapkan masyarakat akan semakin menyadari bahwa setiap keompok ekosistem tertentu membutuhkan pola konservasi tertentu pula dalam penanganannya. Jadi tidak mungkin menyeragamkan pola atau teknik konservasi yang diterapkan atau yang sering disebutkan dengan istilah spesifik lokasi.


(11)

11

Tugas Konservasi Tanah dan Air Lanjutan; Dosen Pengasuh: Dr. Rahmawaty, S.Hut. M.Si. PERANAN KONSERVASI TANAH DAN AIR DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN; Oleh: Parlindungan Lumbanraja; NIM:138104002; PROGRAM S-3

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA-MEDAN. 2014.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman, A. 2004. Pengendalian konversi lahan sawah secara komprehensif. Makalah pada Round Table Pengendalian Konversi dan Pengembangan Lahan Pertanian,14 Desember 2004.

Abdurachman A. 2008. Teknologi dan Strategi Konservasi Tanah dalam Kerangka Revitalisasi Pertanian; Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Jalan Ir. H. Juanda No. 98, Bogor 16123.

Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Institut Pertanian Bogor. IPB Press-Bogor.

Carson, B. dan Wani, H.U. 1986. Erosion and Sedimentation Processes in Java. Badan Litbang Pertania dan The Ford Foundation. Jakarta.

Dirjen Agraria. 1984. Atlas Penggunaan Tanah Republik Indonesia; Publikasi No, 333. Departemen Dalam Negeri; Direktorat Jenderal Agraria. Jakarta.

Harahap, E.M. 2013. Konservasi Tanah dan Air Lanjutan. Powerpoint Materi Perkuliahan. USU-Medan.

Hidayat, A. dan A. Mulyani. 2002. Lahan kering untuk pertanian. hlm. 1-34. Dalam Abdurachman, Mappaona dan Saleh (Ed.). Teknologi Pengelolaan Lahan Kering. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.

Hudson, N. W. 1980. Social, Political and economics aspects of soil conservation. p. 45-54. In P.C. Morgan (Ed). Soil Conservation Problems and Aspects. John Wiley & Sons, USA.

Jaya, A. 2004. Tugas Individu Semester Ganjil. Pengantar Falsafah Sains (PPS-702). Program S3 Institut Pertanian Bogor. Dosen : Prof. Dr.Ir.Rudy C. Tarumingkeng ; Prof. Dr. Zahrial Coto; Dr.Ir.Hardjanto

Lumbanraja, P. 2007. Degradasi Lahan; Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian; Universitas HKBP Nommensen; Medan.

Lumbanraja, P. 2013. Pertanian Berwawasan Lingkungan. Program Studi Agroekoteknologi. Fakultas Pertanian – Universitas HKBP Nommensen.

Onrizal. 2012. Forests, Mangroves, Wetlands and Our Life, Harian Waspada, 5 Juni 2012, Halaman B2, Liputan Khusus.

Subagyo, H., N. Suharta dan A.B.Siswanto 2000. Tanah-tanah pertanian di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.


(12)

12

Tugas Konservasi Tanah dan Air Lanjutan; Dosen Pengasuh: Dr. Rahmawaty, S.Hut. M.Si. PERANAN KONSERVASI TANAH DAN AIR DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN; Oleh: Parlindungan Lumbanraja; NIM:138104002; PROGRAM S-3

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA-MEDAN. 2014.

Suswono. 2013. Menteri Pertanian, Sidang Kabinet Terbatas-Jakarta. Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.

Utomo, W.H. 1989. Konservasi Tanah di Indonesia; suatu rekaman dan analisis. Rajawali Press. Jakarta.


(1)

7

Tugas Konservasi Tanah dan Air Lanjutan; Dosen Pengasuh: Dr. Rahmawaty, S.Hut. M.Si. PERANAN KONSERVASI TANAH DAN AIR DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN; Oleh: Parlindungan Lumbanraja; NIM:138104002; PROGRAM S-3

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA-MEDAN. 2014.

4. Perbedaan kondisi sosial dan ekonomi; karena adanya perbedaan kondisi sosial dan

ekonomi, maka masing-masing kelompok agroekosistem memerlukan paket teknologi konservasi yang berbeda.

Elevasi (m dpl) 2000 1500 1000 500 0 Bahan Induk Vulkanis atas Vulkanis tengah Vulkanis bawah Vulkanis lama Dataran aluvial

Batukapur -

Tanah

Andosol Andosol Regosol Kambisol Mediteran Latosol Mediteran Latosol Aluvial Grumusol Mediteran Grumusol Mediteran Litosol Rensina Kemiringan (%)

60 10-60 5-30 2-8 1-5 5-30 5-60

Penggunaan tanah

hutan Hortikul tura Tegalan

Tegal Sawah Tegal

Sawah Tegal Tegal

Kelompok I II Andosol : Hortikul tura

IV V VI VII VIII

III. Regosol:

Tanaman pangan

Gambar 2. Kelompok agroekosistem di DAS Brantas bagian Hulu (Utomo dan Soelistyari, 1989 dalam Utomo 1989)


(2)

8

Tugas Konservasi Tanah dan Air Lanjutan; Dosen Pengasuh: Dr. Rahmawaty, S.Hut. M.Si. PERANAN KONSERVASI TANAH DAN AIR DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN; Oleh: Parlindungan Lumbanraja; NIM:138104002; PROGRAM S-3

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA-MEDAN. 2014.

KONSERVASI TANAH DAN AIR

Konservasi tanah dalam arti yang luas adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah (Arsyad, 1989). Dalam arti yang sempit konservasi tanah diartikan

sebagai upaya mencegah kerusakan tanah oleh erosi dan memperbaiki tanah yang rusak oleh erosi. Konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air hujan yang jatuh ke tanah untuk pertanian seefisien mungkin, dan mengatur waktu aliran agar tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapat cukup air pada waktu musim kemarau. Konservasi tanah mempunyai hubungan yang sangat erat dengan konservasi air. Setiap perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah akan mempengaruhi tata air pada tempat tersebut. Oleh karena itu konservasi tanah dan konservasi air merupakan dua hal yang berhubungan erat sekali; berbagai tindakan konservasi tanah adalah juga tindakan konservasi air (Arsyad, 1989). Usaha-usaha konservasi tanah ditujukan untuk: (1) mencegah kerusakan tanah oleh erosi, (2) memperbaiki tanah yang rusak, (3) memelihara serta meningkatkan produktivitas tanah agar dapat dipergunakan secara lestari. Dengan demikian konservasi tanah tidaklah berarti penundaan penggunaan tanah atau pelarangan penggunaan tanah, tetapi menyesuaikan macam penggunaannya dengan kemampuan tanah dan memberikan perlakuan sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan, agar tanah dapat berfungsi secara lestari, (Harahap, 2013). Untuk itu Konservasi tanah dan air harus mampu menata berbagai faktor seperti: faktor alami penyebab erosi; faktor praktek pertanian yang tepat agar menguntungkan bagi sosial ekonomi masyarakat sehingga pemanfaatan lahan dalam upaya memperoleh manfaat dari padanya, tanah tetap terpelihara daya dukungnya dengan sangat baik. Sebagaimana diutarakan oleh Abdurachman (2008) bahwa kondisi sumber daya lahan Indonesia cenderung mempercepat laju erosi tanah, terutama tiga faktor berikut: (1) curah hujan yang tinggi, baik kuantitas maupun intensitasnya, (2) lereng yang curam, dan (3) tanah yang peka erosi, terutama terkait dengan genesa tanah . Data BMG (1994) dalam Abdurachman (2008) menunjukkan bahwa sekitar 23,1% luas wilayah Indonesia memiliki curah hujan tahunan > 3.500 mm, sekitar 59,7% antara 2.000-3.500 mm, dan hanya 17,2% yang memiliki curah


(3)

9

Tugas Konservasi Tanah dan Air Lanjutan; Dosen Pengasuh: Dr. Rahmawaty, S.Hut. M.Si. PERANAN KONSERVASI TANAH DAN AIR DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN; Oleh: Parlindungan Lumbanraja; NIM:138104002; PROGRAM S-3

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA-MEDAN. 2014.

hujan tahunan < 2.000 mm. Dengan demikian, curah hujan merupakan faktor pendorong terjadinya erosi berat, dan mencakup areal yang luas. Lereng merupakan penyebab erosi alami yang dominan di samping curah hujan. Sebagian besar (77%) lahan di Indonesia berlereng > 3% dengan topografi datar, agak berombak, bergelombang, berbukit sampai bergunung. Lahan datar (lereng < 3%) hanya sekitar 42,6 juta ha, kurang dari seperempat wilayah Indonesia (Subagyo et al , 2000). Secara umum, lahan berlereng (> 3%) di setiap pulau di Indonesia lebih luas dari lahan datar (< 3%).

Tingginya desakan kebutuhan terhadap lahan pertanian menyebabkan tanaman semusim tidak hanya dibudidayakan pada lahan datar, tetapi juga pada lahan yang berlereng > 16%, yang seharusnya digunakan untuk tanaman tahunan atau hutan. Secara keseluruhan, lahan kering datar sampai berombak meliputi luas 31,5 juta ha (Hidayat dan Mulyani, 2002), namun penggunaannya diperebutkan oleh pertanian, pemukiman, industri, pertambangan, dan sektor lainnya. Pada umumnya, daya saing pertanian lahan kering jauh lebih rendah dibanding sektor lain, sehingga pertanian terdesak ke lahan-lahan berlereng curam. Laju erosi tanah meningkat dengan berkembangnya budi daya pertanian yang tidak disertai penerapan teknik konservasi, seperti pada sistem perladangan berpindah yang banyak dijumpai di luar Jawa. Bahkan pada sistem pertanian menetap pun, penerapan teknik konservasi tanah belum merupakan kebiasaan petani dan belum dianggap sebagai bagian penting dari pertanian. Rendahnya adopsi teknologi konservasi bukan karena keterbatasan teknologi, tetapi lebih kuat disebabkan oleh masalah nonteknis. Kondisi seperti ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara-negara lain. Hudson (1980) menyatakan bahwa walaupun masih ada kekurangan dalam teknologi konservasi dan masih ada ruang untuk perbaikan teknis, hambatan yang lebih besar adalah masalah politik, sosial, dan ekonomi.

Kebijakan dan perhatian pemerintah sangat menentukan efektivitas dan keberhasilan upaya pengendalian degradasi tanah. Namun, berbagai kebijakan yang ada belum memadai dan belum efektif. Selaras dengan tantangan yang dihadapi, selama ini prioritas utama pembangunan pertanian lebih ditujukan pada peningkatan


(4)

10

Tugas Konservasi Tanah dan Air Lanjutan; Dosen Pengasuh: Dr. Rahmawaty, S.Hut. M.Si. PERANAN KONSERVASI TANAH DAN AIR DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN; Oleh: Parlindungan Lumbanraja; NIM:138104002; PROGRAM S-3

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA-MEDAN. 2014.

produksi dan pertumbuhan ekonomi secara makro, sehingga aspek konservasi tanah yang dapat mendukung keberlanjutan dan kelestarian sumber daya lahan ditinggalkan, padahal aspek tersebut berpengaruh dalam jangka panjang bagi pembangunan pertanian di masa mendatang.

Selain kurangnya dukungan kebijakan pemerintah, masalah sosial juga sering menghambat penerapan konservasi tanah, seperti sistem kepemilikan dan hak atas lahan, fragmentasi lahan, sempitnya lahan garapan petani, dan tekanan penduduk. Kondisi ekonomi petani yang umumnya rendah sering menjadi alasan bagi mereka untuk mengabaikan konservasi tanah. Konversi lahan pertanian sering disebabkan oleh faktor ekonomi petani, yang memaksa mereka menjual lahan walaupun mengakibatkan hilangnya sumber mata pencaharian (Abdurachman, 2004). Selain faktor alami, terjadinya kebakaran hutan dan lahan terutama terkait dengan lemahnya peraturan dan sistem perundangundangan.

Atas dasar keadaan dan kenyataan sebagaimana diuraikan di atas jelaslah bahwa penerapan tindakan konservasi tanah dan air adalah satu-satunya cara atau solusi agar dapat melakukan perencanaan pembangunan wilayah tertentu untuk berhasil mencapai tujuannya. Semakin besar unsur-unsur pertimbangan perencanaan menggunakan berbagai aspek atau faktor yang menjadi dasar pemggolongan ekosistem sebagaimana diutarakan sebelumnya (mulai dari faktor-faktor pembentukan tanah, ketinggian tempat dan kemiringan lahan, maupun pembagian atas dasar dampak) didalam perencanaan pengembangan suatu wilayah, maka akan semakin besar pulalah kemungkinan keberhasilan pencapaian tujuannya dalam penerapan konservasi tanah. Karena penerapan faktor konservasi yang paling besar adalah jika kita menggunakan tanah atas dasar pemahaman sifat-sifat dari tanah itu sendiri dalam pemanfanya. Dengan dasar pemahaman yang demikian diharapkan masyarakat akan semakin menyadari bahwa setiap keompok ekosistem tertentu membutuhkan pola konservasi tertentu pula dalam penanganannya. Jadi tidak mungkin menyeragamkan pola atau teknik konservasi yang diterapkan atau yang sering disebutkan dengan istilah spesifik lokasi.


(5)

11

Tugas Konservasi Tanah dan Air Lanjutan; Dosen Pengasuh: Dr. Rahmawaty, S.Hut. M.Si. PERANAN KONSERVASI TANAH DAN AIR DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN; Oleh: Parlindungan Lumbanraja; NIM:138104002; PROGRAM S-3

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA-MEDAN. 2014.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman, A. 2004. Pengendalian konversi lahan sawah secara komprehensif. Makalah pada Round Table Pengendalian Konversi dan Pengembangan Lahan Pertanian,14 Desember 2004.

Abdurachman A. 2008. Teknologi dan Strategi Konservasi Tanah dalam Kerangka Revitalisasi Pertanian; Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Jalan Ir. H. Juanda No. 98, Bogor 16123.

Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Institut Pertanian Bogor. IPB Press-Bogor.

Carson, B. dan Wani, H.U. 1986. Erosion and Sedimentation Processes in Java. Badan Litbang Pertania dan The Ford Foundation. Jakarta.

Dirjen Agraria. 1984. Atlas Penggunaan Tanah Republik Indonesia; Publikasi No, 333. Departemen Dalam Negeri; Direktorat Jenderal Agraria. Jakarta.

Harahap, E.M. 2013. Konservasi Tanah dan Air Lanjutan. Powerpoint Materi Perkuliahan. USU-Medan.

Hidayat, A. dan A. Mulyani. 2002. Lahan kering untuk pertanian. hlm. 1-34. Dalam Abdurachman, Mappaona dan Saleh (Ed.). Teknologi Pengelolaan Lahan Kering. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.

Hudson, N. W. 1980. Social, Political and economics aspects of soil conservation. p. 45-54. In P.C. Morgan (Ed). Soil Conservation Problems and Aspects. John Wiley & Sons, USA.

Jaya, A. 2004. Tugas Individu Semester Ganjil. Pengantar Falsafah Sains (PPS-702). Program S3 Institut Pertanian Bogor. Dosen : Prof. Dr.Ir.Rudy C. Tarumingkeng ; Prof. Dr. Zahrial Coto; Dr.Ir.Hardjanto

Lumbanraja, P. 2007. Degradasi Lahan; Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian; Universitas HKBP Nommensen; Medan.

Lumbanraja, P. 2013. Pertanian Berwawasan Lingkungan. Program Studi Agroekoteknologi. Fakultas Pertanian – Universitas HKBP Nommensen.

Onrizal. 2012. Forests, Mangroves, Wetlands and Our Life, Harian Waspada, 5 Juni 2012, Halaman B2, Liputan Khusus.

Subagyo, H., N. Suharta dan A.B.Siswanto 2000. Tanah-tanah pertanian di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.


(6)

12

Tugas Konservasi Tanah dan Air Lanjutan; Dosen Pengasuh: Dr. Rahmawaty, S.Hut. M.Si. PERANAN KONSERVASI TANAH DAN AIR DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN; Oleh: Parlindungan Lumbanraja; NIM:138104002; PROGRAM S-3

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA-MEDAN. 2014.

Suswono. 2013. Menteri Pertanian, Sidang Kabinet Terbatas-Jakarta. Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.

Utomo, W.H. 1989. Konservasi Tanah di Indonesia; suatu rekaman dan analisis. Rajawali Press. Jakarta.