HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PERAN AYAH DENGAN KEMANDIRIAN REMAJA LAKI-LAKI DI SMK ASSA'ADAH BUNGAH GRESIK.

(1)

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PERAN AYAH DENGAN KEMANDIRIAN REMAJA LAKI-LAKI di SMK ASSA’ADAH BUNGAH

GRESIK SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program

Strata Satu (S1) Psikologi (S.Psi)

Kiki Dwi Rahmasita B07212054

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Persepsi Peran Ayah dengan Kemandirian Remaja Laki-laki di SMK Assa’adah Bungah Gresik. Pada penelitian ini Persepsi Peran Ayah sebagai variabel bebas dan Kemandirian sebagai variabel terikat. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa laki-laki kelas XI di SMK Assa’adah Bungah Gresik sejumlah 280 siswa. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling, sampel penelitian ini berjumlah 70 siswa. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan angket dengan menggunakan skala kemandirian dan skala persepsi peran ayah. Metode analisis data menggunakan analisis uji korelasi kendal tau dengan uji asumsi klasik terlebih dahulu dan dilanjutkan dengan uji hipotesis. Uji Korelasi Kendal Tau menunjukkan korelasi sebesar r = 0, 174 dengan sig 0,043 (sig<0,05) yang artinya ada hubungan positif antara persepsi peran ayah dengan kemandirian remaja laki-laki.

Kata Kunci: Persepsi Peran Ayah, Kemandirian, Remaja laki-laki


(7)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

iv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

INTISARI ... xi

ABSTRACT ... xii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Keaslian Penelitian ... 11

BAB II : KAJIAN PUSTAKA A. Kemandirian ... 15

1. Pengertian kemandirian ... 15

2. Aspek-aspek kemandirian ... 18

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi kemandirian ... 21

B. Presepsi Peran Ayah ... 23

1. Pengertian Presespsi ... 23

2. Pengertian Peran Ayah ... 24

3. Pengertian Presepsi Peran Ayah ... 26

4. Dimensi Peran Ayah ... 27

5. Pandangan Al-Qur’an tentang Peran Ayah ... 28

C. Remaja ... 29

1. Pengertian Remaja ... 29

2. Tugas Pekembangan pada remaja ... 31

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan Masa Remaja ... 34

4. Karakteristik pada remaja ... 35

D. Hubungan antara persepsi peran ayah dengan kemandirian Pada remaja laki-laki ... 40

E. Landasan teoritis ... 43

F. Hipotesis ... 46

BAB III : METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional ... 47

1. Identivikasi Variabel ... 47

2. Definisi Operasional ... 47

B. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling ... 48

1. Populasi ... 48


(8)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

v

3. Teknik Sampling ... 49

C. Teknik Pengumpulan Data ... 50

1. Skala Kemadirian ... 51

2. Skala Presepsi Peran ayah ... 53

D. Validitas dan Reliabilitas ... 55

1. Validitas ... 63

2. Reliabilitas ... 64

E. Analisis Data ... 65

1. Uji Normalitas ... 66

2. Uji Linieritas ... 66

3. Uji Korelasi Kendal Tau ... ...67

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Deskripsi Subjek ... 68

B.Pengujian Hipotesis ... 70

1. Uji Normalitas ... 71

2. Uji Linieritas ... 72

3. Uji Korelasi Kendal Tau ... 73

C.Pembahasan ... 74

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 80

B. Saran ... 80

1. Saran untuk remaja ... 80

2. Saran untuk orang tua ... 80

3. Saran untuk guru ... 81

4. Saran untuk peneliti lain ... 81

DAFTAR PUSTAKA ...


(9)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 : Blue Print Skala Kemandirian ... 51

Tabel 3.2 : Blue Print Skala Presepsi Peran Ayah ... 53

Tabel 3.3 : Validitas Aitem ... 56

Tabel 3.4 : Blue Print Skala Kemandirian Setelah Uji Coba ... 61

Tabel 3.5 : Blue Print Skala Peran Ayah Setelah Uji Coba ... 63

Tabel 3.6 : Reliabilitas Aitem ... 65

Tabel 4.1 : Pelaksanaan Penelitian ... 70

Tabel 4.2 : Uji Normalitas ... 71

Tabel 4.3 : Uji Linieritas ... 72


(10)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 : Bagan kerangka berfikir Kemandirian Remaja dengan


(11)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Skala Uji Coba ... 85

Lampiran 2 : Data Mentah dan Skoring Uji Coba Skala Kemandirian ... 92

Lampiran 3 : Data Mentah dan Skoring Uji Coba Skala Peran Ayah ... 98

Lampiran 4 : Validitas dan Reliabilitas Skala Uji Coba ... 104

Lampiran 5 : Skala Penelitian ... 113

Lampiran 6 : Data Mentah dan Skoring Skala Kemandirian Berdasarkan Data Penelitian ... 118

Lampiran 7 : Data Mentah dan Skoring Skala Peran Ayah Berdasarkan Data Penelitian ... 124


(12)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Kata kemandirian berasal dari kata diri yang mendapatkan awalan ke dan akhiran an. Karena kemandirian berasal dari kata diri, pembahasan mengenai kemandirian tidak lepas dari pembahasan mengenai diri itu sendiri. Yang dalam konsep Carl Rogers (Ali & Asrori, 2006) disebut dengan istilah self, karena diri itu merupakan inti dari kemandirian.

Emil Durkheim (Ali & Asrori, 2006) berpandangan bahwa kemandirian merupakan elemen esensial ketiga dari moralitas yang bersumber dari masyarakat dan menurutnya faktor yang menjadi prasyarat dalam kemandirian adalah : Disiplin, adanya aturan bertindak dan otoritas; Komitmen terhadap kelompok.

Menurut Masrun dkk (1986) kemandirian adalah perilaku yang ditunjukkan dengan adanya kemampuan untuk mengambil inisiatif, kemampuan mengatasi masalah, penuh ketekunan, memperoleh kepuasan diri dalam usaha sendiri serta berkeinginan mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain.

Menurut Erikson, (dalam Desmita, 2009) kemandirian adalah usaha untuk melepaskan diri dari orang tua dengan maksud untuk menemukan dirinya dengan mencari identitasnya, yang merupakan proses perkembangan kearah individualitas yang mantap dan berdiri sendiri.

Dalam kehidupan saat ini semakin banyak mengarah pada kehidupan dunia global. Kehidupan yang mengarah pada arus dunia global ini banyak membawa 1


(13)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

dampak negatif pada masyarakat yang belum siap menerimanya. Oleh karena itu, saat ini masyarakat perlu membentengi dirinya dengan memiliki sikap kemandirian. Seseorang yang mempunyai sikap kemandirian berarti orang tersebut mampu mengontrol dirinya sendiri, bertanggung jawab pada dirinya sendiri tanpa tergantung orang lain.

Selain itu seseorang yang memiliki sikap kemandirian juga terlihat dari tindakan yang dilakukannya berdasarkan inisiatifnya sendiri karena dilandasi rasa kepercayaan diri yang dimilikinya. Sikap kemandirian ini sangat penting dimiliki oleh seseorang khususnya para remaja, hal ini dikarenakan para remaja merupakan kelompok yang paling rentan terbawa arus dunia global.

Para remaja yang merupakan kelompok paling rentan terbawa arus dunia global, hal ini dikarenakan masa remaja adalah masa pencarian jati diri, oleh karena itu kemandirian seseorang sangat penting dibangun pada masa-masa ini. Hal tersebut bertolak belakang dengan situasi kehidupan masyarakat saat ini. Situasi kehidupan dewasa ini sudah menunjukkan sikap masyarakat khususnya remaja yang mengarah pada rendahnya kemandirian. Fenomena ini terlihat dari beberapa kasus yang marak terjadi akhir-akhir ini, antara lain perkelahian antar pelajar, penyalahgunaan obat dan alkohol, reaksi emosional yang berlebihan, serta berbagai perilaku yang mengarah pada tindakan kriminal.

Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh para remaja tersebut menunjukkan bahwa mereka belum mampu mengontrol dirinya sendiri serta bertanggung jawab pada dirinya sendiri. Selain itu, tindakan yang dilakukan oleh para remaja tersebut


(14)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

menggambarkan bahwa mereka tidak memiliki kepercayaan diri sehingga ingin meniru tindakan oranglain sebagai salah satu proses pencarian jati dirinya.

Tindakan kemandirian yang rendah pada diri remaja juga terlihat dalam kegiatan proses belajar, hal ini dikarenakan sebagian besar remaja adalah para pelajar. Gejala kemandirian yang rendah tampak pada perilaku siswa seperti membolos, menyontek, mencari bocoran soal ujian, dan melakukan kegiatan belajar hanya setelah menjelang ujian. Tindakan tersebut menunjukkan bahwa seorang siswa banyak yang tidak memiliki sikap percaya diri pada kemampuannya sendiri, serta mereka tidak mampu bertanggung jawab pada dirinya sendiri.

Aiman (2016) Salah satu kasus yang terjadi dikalangan remaja baru-baru ini adalah kasus Yuyun, siswi SMP di Desa Padang Ulak Tanding, kecematan Rejang Lebong, provinsi Bengkulu meninggal di pertengahan April 2016 lalu. Tragisnya sebelum korban tewas, korban diperkosa oleh 14 Pemuda ketika pulang sekolah dan rata-rata tersangka tersebut berusia 17-23 tahun. (KompasTV)

Dalam kasus tersebut memperlihatkan bahwa seorang remaja mempunyai sifat konformitas dengan kelompok atau teman sebayanya dimana remaja mulai melepaskan diri dari orang tua, namun sangat disayangkan konformitas yang dilakukan ke 14 tersangka tersebut yang rata-rata usia mereka dalam usia masa remaja melalukan perbuatan yang seharusnya tidak dilakukan oleh mereka. Hal ini memperlihatkan masih banyak remaja yang memiliki kemandirian rendah dengan mengikuti apa yang dilakukan oleh teman sebaya atau kelompoknya


(15)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

Fenomena lain yang terjadi dikalangan remaja yaitu menyontek ketika melaksanakan Ujian Nasional salah satunya yang terjadi di SMA Negeri di Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan, Senin 04 April 2016 di hari pertama ujian nasional para peserta ujian saling bekerja sama dan berbagi jawaban saat ujian menurut pantauan kompas.com hal ini terjadi tidak hanya terlihat di satu ruangan saja namun juga terlihat dibeberapa ruangan lainnya selain itu para peserta ujian juga membawa alat telpon seluler ketika Ujian Nasional berlangsung. (Kompas.com)

Salah satu yang menunjukkan remaja memiliki kemandirian rendah yaitu dengan menyontek ketika melaksanakan ujian, seperti yang terjadi dalam kasus di atas para remaja tidak mempunyai rasa kepercayaan diri tinggi sehingga membuat mereka tidak mandiri dan membuat remaja tersebut melakukan aktifitas menyontek dengan teman yang lainnya.

Problem remaja di atas semakin menunjukkan sikap kemandirian yang rendah, serta meresahkan jika dikaitkan dengan situasi masa depan remaja yang menjadi cikal bakal kemajuan bangsa. Remaja yang sebagian besar merupakan para pelajar merupakan salah satu kelompok yang perlu dididik dan dibina sejak dini untuk menciptakan generasi bangsa yang memiliki kemandirian. Oleh karena itu, hal ini merupakan tanggung jawab orang tua untuk mengembangkan kemandirian pada remaja.

Keluarga berperan sangat penting terhadap perkembangan remaja, sebab keluarga sebagai unit terkecil merupakan entitas pertama dan utama dimana anak tumbuh, dibesarkan, dibimbing dan diajarkan nilai-nilai kehidupan sesuai dengan


(16)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

harapan sosial tempat keluarga tinggal . Sehingga nantinya seorang anak siap menghadapi tantangan dalam kehidupannya dan mampu mengemban amanat besar sebagai penerus estafet perjuangan bangsa.

Seseorang yang memperoleh kehadiran dan bimbingan orang tua akan menghasilkan kemandirian yang utuh. Untuk dapat mandiri anak membutuhkan kesempatan, dukungan dan dorongan dari keluarga khususnya dalam hal ini adalah peran ayah serta lingkungan sekitarnya agar dapat mencapai otonomi atas diri sendiri. Dalam mengembangkan kemandirian, secara bertahap remaja akan mengurangi gambaran ideal terhadap orang tua, memandang dirinya sebagai manusia alih-alih figur orang tua, dan mengurangi ketergantungan dukungan emosi pada orang tua.

Dalam sebuah studi terhadap ayah dari 1.700 anak-anak yang berusia 12 tahun keatas, ditemukan bahwa ayah meluangkan waktu lebih banyak untuk anak-anak dibandingkan di awal tahun 1990-an, namun masih lebih sedikit dibandingkan ibu (Yeung dkk 1999). Meskipun ada beberapa ayah yang memiliki komitmen luar biasa sebagai orang tua, sebagian ayah lain merasa asing terhadap remajanya meskipun mereka tinggal di rumah yang sama (dalam santrock, 2011)

Ayah cenderung memberi kebebasan anak, membiarkan anak mengenal lingkungan yang lebih luas dan memberi semangat, sementara ibu cenderung lebih hati-hati, lebih teliti, dan membatasi ruang gerak anak. Sikap ayah ini bertujuan mengembangkan sikap mandiri pada anak, karena sejak awal ayah menginginkan anaknya dapat melakukan sendiri tanpa memiliki ketergantungan kepada orang lain.


(17)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

Oleh karena itu, sosok ayah dengan karakteristiknya memiliki peran penting dalam perkembangan anak. Salah satunya adalah mengembangkan kemandirian anak, karena kemandirian akan dapat berkembang dengan baik apabila anak memiliki kesempatan dan ruang yang cukup untuk berkreasi sesuai dengan kemampuan dan rasa percaya diri, tanpa ada ketakutan serta tekanan. Hal ini dapat terpenuhi dengan keterlibatan ayah di dalam tahap-tahap perkembangannya (Dagun, 2002).

Hetherington dkk.(Lamb,2003) menjelaskan bahwa keberadaan ayah dalam kehidupan anak akan memudahkan dalam pemantapan hubugan dengan orang lain, penyesuaian perilaku, dan sukses dalam menjalin hubungan dengan lawan jenis. Senada dengan hal tersebut, Lamb (2003) menjelaskan bahwa seorang ayah yang tidak berada dalam kehidupan anak akan mempengaruhi peran jenis, moralitas, prestasi dan psikosisal anak.

Penelitian yang dilakukan Scott dan Hunt, (dalam Kamila & Muklis, 2013) mengenai pentingnya peran ayah dalam kehidupan anak, menunjukkan bahwa ayah memiliki peran yang signifikan dalam membantu perkembangan sosial-emosional, kognitif, bahasa, dan perkembangan motorik. Dalam perkembangan sosial–emosional, ditemukan bahwa, waktu yang berkualitas anatara anak dan ayah dapat meningkatkan self esteem, kepercayaan diri, kompetensi sosial dan ketrampilan hidup. Anak yang mempunyai hubungan dekat dengan ayahnya memiliki self esteeem yang tinggi dan tidak mudah mengalami depresi. Jika perkembangan ketika masa anak tidak terlampaui dengan baik maka akan berpengaruh ke perkembangan masa remajanya.


(18)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

Dari keterangan dan hasil penelitian di atas, memperlihatkan bahwa keberadaan ayah sangat berperan penting dalam proses perkembangan anak dan remaja, di antaranya dalam pembentukan kecerdasan emosinal, kemandirian, kompetensi, dan self esteem. Ketidakhadiran ayah berdampak besar bagi masalah perkembanngan pada masa remaja.

Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan juga penuh dengan masalah-masalah (Hurlock, 1998). Karena itu, remaja memerlukan orang-orang sekitarnya untuk membantu membimbing dan mendidik dirinya agar menjadi anak yang mandiri serta mampu menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya. Dari sinilah dibutuhkan sebuah keluarga, orang yang paling dekat, dalam membentuk kepribadian remaja untuk masa depannya.

Selain itu pada masa remaja merupakan masa yang menimbulkan konflik dimana konflik yang dihadapi oleh remaja disebabkan karena adanya tuntutan-tuntutan dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya.Tuntutan terbesar yang dialami oleh remaja adalah yang berkaitan dengan kesuksesannya di bidang akademik. Keberhasilan remaja dalam mengatasi kesulitan yang berhubungan dengan tuntutan-tuntutan dari dalam maupun dari luar dirinya ini sangat dipengaruhi oleh kematangan pribadi individu.

Pribadi remaja yang berkembang dengan baik dapat dibentuk sejak dini di dalam keluarga karena keluarga adalah lingkungan pertama dan utama yang akan mempengaruhi perkembangan pribadi anak. Remaja yang hidup di dalam keluarga yang utuh dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan biologis, psikologis, maupun


(19)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

sosialnya akan tumbuh dan berkembang dengan sehat, dapat mengaktualisasikan potensi-potensi yang dimilikinya, dan dapat belajar untuk menyelesaikan masalah dan tugas-tugas yang dihadapinya tanpa bantuan orang lain.

Menurut Allen,dkk (dalam santrock 2011) gender mewarnai perbedaan kemandirian pada masa remaja, anak laki-laki lebih diberi kebebasan daripada perempuan. Dalam sebuah studi, kecenderungan tersebut terutama berlaku dalam keluarga di Amerika Serikat dengan orientasi gender tradisional. Selain itu, orang tua latin melindungi dan memantau anak-anak perempuan mereka lebih erat dari pada orang tua non latin.

Sesuai dari teori di atas bahwasanya remaja laki-laki memiliki kebebasan yang lebih besar dibandingkan remaja perempuan sehingga akan membuat laki-laki memiliki sifat kemandirian yang lebih tinggi dibandingkan remaja perempuan karena remaja laki-laki akan diberi kebebasan untuk melakukan sesuatu tanpa batasan dari orang tua mereka baik kebebasan memilih teman, melakukan sesuatu, dan menentukan apa yang harus dilakukannya.

Menurut Williams & Best (dalam Santrock 2011) terdapat pelajar perguruan tinggi di 30 negara, menunjukkan hasil bahwasanya laki-laki secara luas diyakini lebih dominan, mandiri, agresif, berorientasi pada prestasi dan mampu bertahan, sementara perempuan secara luas diyakini lebih mengagasihi, bersahabat, rendah diri, dan lebih menolong di saat-saat sedih. dari sifat- sifat yang dimiliki oleh laki-laki menunjukkan bahwa remaja laki-laki-laki-laki seharusnya memiliki kemandirian yang lebih tinggi dibandingkan dengan remaja perempuan.


(20)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

Alasan peneliti memilih subyek SMA dikarenakan pada usia remaja seseorang sudah harus dapat hidup mandiri baik memilih teman, mengambil keputusan, melakukan seuatu tanpa bantuan orang lain dan lain-lain,sehingga di tempat penelitian ini para siswa akan di ajarkan hidup mandiri apalagi mereka seorang laki-laki yang harus lebih mandiri dibandingkan sorang perempuan.

Selain itu alasan peneliti meneliti di SMK Assa’adah adalah sekolah tersebut mayoritas terdapat siswa laki-laki dan di sekolah kejuruan tersebut siswa di tuntut untuk lebih mandiri dibandingkan sekolah SMA dikarenakan di sekolah kejuruan memang di desain untuk siswa langsung terjun ke dalam dunia pekerjaan pembelajaran yang dilakukan diseolah kejuruan lebih memperbanyak praktek dibandingkan teori.

Kondisi inilah yang mendorong peneliti untuk meneliti lebih lanjut apakah terdapat Hubungan Antara Persepsi Peran Ayah dengan Kemandirian Remaja Laki-laki di SMK Assa’adah.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti apakah terdapat Hubungan Antara Persepsi Peran Ayah dengan Kemandirian Remaja Laki-laki di SMK Assa’adah Bungah Gresik”.

B. Rumusan Masalah

Setelah melihat latar belakang yang ada dan agar penelitian ini tidak terjadi kerancuan, maka peneliti dapat membatasi dan merumuskan permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini sebagai berikut apakah terdapat Hubungan Antara Persepsi Peran Ayah dengan Kemandirian Remaja Laki-laki di SMK Assa’adah Bungah Gresik ?


(21)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah diajukan, maka tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara persepsi peran ayah dengan kemandirian remaja laki-laki di SMK Assa’adah Bungah Gresik

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritik

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam rangka menambah pengetahuan terhadap kajian umumnya psikologi pendidikan dan khususnya psikologi perkembangan. b. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam memperluas

pengetahuan di bidang psikologi perkembangan yang terkait dengan Hubungan antara Persepsi Peran Ayah dengan Kemandirian Remaja Laki-laki. Wawasan pengetahuan ini juga dapat menjadi wacana pengetahuan bagi mahasiswa di lingkungan psikologi pendidikan, khususnya di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

c. Sebagai bahan acuan dan referensi pada penelitian di bidang psikologi perkembangan yang akan dilakukan dimasa yang akan datang dengan obyek penelitian yang sama.

2. Manfaat Praktis

a. Peneliti berharap hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang Hubungan Antara Persepsi Peran Ayah dengan


(22)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

Kemandirian Remaja Laki-laki. sehingga dapat membantu para remaja untuk dapat memiliki kemandirian yang baik.

b. Penelitian ini merupakan penelitian yang dikhususkan mempelajari Hubungan Antara Persepsi Peran Ayah Kemandirian Remaja Laki-laki. Dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh orang tua khusunya ayah agar dapat memantau dan memperhatikan perkembangan pada remaja.

c. Dengan penelitian ini diharapkan para guru dapat ikut serta memantau dan memperhatikan perkembangan pada remaja khususnya ketika dalam lingkungan sekolah.

E. Keaslian Penelitian

Mengkaji beberapa permasalahan yang telah dikemukakan dalam latar belakang diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara peran ayah dengan kemandirian remaja laki-laki. Hal ini didukung dari beberapa penelitian terdahulu yang dapat dijadikan landasan penelitian yang dilakukan. Berikut beberapa penelitian pendukung tersebut.

Penelitian yang dilakukan Dewi & Valentina (2013) meneliti tentang Hubungan kelekatan orang tua-remaja dengan kemandirian pada remaja di SMKN 1 Denpasar penelitian tersebut menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan signifikan dan positif .sedangkan Aorora, Erlamsyah & Syahniar (2013) meneliti tentang Hubungan antara perlakuan orang tua dengan kemandirian siswa dalam belajar” penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara Perlakuan orangtua dengan Kemandirian siswa dalam belajar


(23)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

Fleming (2005) meneliti tentang “Adolescent Autonomy: Desire, Achievement and Disobeying Parents between Early and Late Adolescence” menunjukkan bahwa kemandirian remaja dapat dilihat dari prestasi dan tidak menaati orang tua hal ini terdapat perbedaan antara remaja laki-laki dengan perempuan selain itu terdapat perbedaan antara remaja awal dengan remaja akhir.

Penelitian yang dilakukan Revee dan Jang (2006) tentang “What Teachers

Say and Do to Support Students’ Autonomy During a Learning Activity” dalam

penelitian ini terdapat hubungan antara dukungan guru dengan kemandirian siswa. Selain itu penelitian yang dilakukan Hare, Szwedo dan Allen (2014) yang

berjudul “Undermining Adolescent Autonomy With Parents and Peers: The Enduring Implications of Psychologically Controlling Parenting” menunjukkan bahwa terdapat perubahan kemandirian remaja dengan prilaku yang dilakukan oleh orang tua.

Penelitian yang dilakukan Hidayati, Kaloeti, Karyono (2011) tentang “peran ayah dalam pengasuhan anak” hasil penelitian ini menggambarkan proses parenting yang melibatkan peran ayah (fathering). Tanggung jawab kebersamaan ayah dan ibu dalam menjalankan peran pengasuhan cukup tinggi, karena 86% responden menyatakan bahwa pengasuhan anak adalah tugas bersama.

Kamila & Mukhlis (2013) meneliti tentang “Perbedaan Harga Diri (Self Esteem) Remaja Ditinjau dari Keberadaan Ayah” memperoleh hasil remaja yang memiliki ayah memperoleh angka 106, dan remaja yang tidak memiliki ayah memperoleh angka sebesar 101. Dengan demikian hipotesis yang diajukan dalam


(24)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

penelitian ini diterima, yaitu terdapat perbedaan self esteem antara remaja yang memiliki ayah dengan remaja yang tidak memiliki ayah.

Menurut penelitianHarmaini, Shofiah, Yulianti (2014) tentang “ peran ayah dalam mendidik anak “Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dukungan afeksi dan dukungan pengasuhan lebih dominan dalam cara ayah merawat anaknya. Hal ini mengisyaratkan, keberhasilan seorang anak dimasa depan lebih ditentukan oleh kekuatan dukungan afeksi dan dukungan pengasuhan ayah.

Lewis dan Lamb (2003) meneliti tentang “Father’s influences on childern’s development : the evidence from two parent families” menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara peran ayah dengan perkembangan anak. Sedangkan dalam penelitian Andayani (2003) tentang “hubungan antara dukungan sosial ayah dengan penyesuaian sosial remaja” Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa hipotesis penelitian yang menyatakan ada hubungan positif antara dukungan sosial ayah dengan penyesuaian sosial remaja laki-laki dapat diterima.

Lutfitasari & Abdullah (2013) meneliti tentang “keterlibatan ayah dalam menumbuhkan kemandirian anak pengidap diabetes melitus” yang menunjukkan bahwa gambaran keterlibatan ayah mampu menumbuhkan kemandirian pada anak pengidap diabetes melitus dan mampu membangun aspek-aspek positif dalam diri anak.

Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, belum pernah pula dilakukan penelitian terkait hubungan persepsi peran ayah dengan kemandirian, terlebih lagi peneliti melihat fenomena ini sesuai dengan variabel


(25)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

yang hendak diteliti. Di mana dalam Masyarakat sendiri pun masih banyak yang menganggap bahwa peran ayah hanya sebatas untuk mencari nafkah saja tanpa adanya campur tangan dalam mengurus anak.

Kali ini peneliti akan lebih fokus pada hubungan Persepsi Peran Ayah dengan Kemandirian Remaja Laki-laki di SMK Assa’adah Bungah Gresik. Variabel penelitian ini adalah persepsi peran ayah dan kemandirian. Dalam peneltian ini variabel yang digunakan adalah kemandirian remaja sehingga penilitian ini membedakan penelitian yang sebelumya Selain itu yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yang telah ada adalah subjek penelitian ini adalah remaja laki-laki yang berstatus siswa di SMK Assa’adah Bungah Gresik.

Subyek penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya selain peneliti hanya memilih subyek laki-laki saja peneliti juga membatasi usia yaitu dalam rentan usia antara usia 16-18 tahun karena usia tersebut merupakan usia masa remaja akhir dan subyek penelitian ini juga mengambil subyek yang masih memiliki dan tinggal bersama ayahnya sehingga akan membuat subyek dapat menilai atau mempersepsikan peran seorang ayah di dalam keluarganya.


(26)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Kemandirian

A.1. Pengertian Kemandirian

Kemandirian berasal dari kata “Autonomy” yaitu sebagai sesuatu yang mandiri, atau kesanggupan untuk berdiri sendiri dengan keberanian dan tanggung jawab atas segala tingkah laku sebagai manusia dewasa dalam melaksanakan kewajibannya guna memenuhi kebutuhannya sendiri. (Kartono, 2007).

Menurut Desmita (2013) kemandirian adalah usaha untuk melepaskan diri dari orang tua dengan maksud untuk menemukan dirinya dengan mencari identitasnya, yang merupakan proses perkembangan kearah individualitas yang mantap dan berdiri sendiri. Havigust menambahkan (dalam Yusuf, 2006) yang dimaksud dengan kemandirian adalah kebebasan individu untuk dapat menjadi orang yang berdiri sendiri, dapat membuat rencana untuk masa sekarang dan masa yang akan datang serta bebas dari pengaruh orang tua.

Menurut pandangan McDougal (dalam Ali & Asrori 2008) menjelaskan bahwa kemandirian merupakan konformitas khusus yang berarti suatu konformitas terhadap kelompok yang terinternalisasi. Lebih lanjut ditegaskan bahwa setiap individu selalu berkonformitas, dan yang membedakan konformitas antara individu satu dengan lainnya adalah variabel kelompok rujukan yang disukainnya.Menurut Steinberg (dalam Santoso dan Maherni 2013) kemandirian merupakan kemampuan dalam mengatur perilaku sendiri


(27)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

untuk memilih dan memutuskan keputusan sendiri serta mampu mempertanggung jawabakan tingkah lakunya sendiri tanpa terlalu tergantung pada orangtua. Steinberg juga mengungkapkan tentang kemandirian remaja adalah kemampuan remaja untuk mencapai sesuatu yang diinginkannya setelah remaja mengeksplorasi sekelilingnya. Hal ini mendorong remaja untuk tidak tergantung kepada orangtua secara emosi dan mengalihkannya pada teman sebaya, mampu membuat keputusan, bertanggung jawab dan tidak mudah dipengaruhi orang lain.

Hal yang serupa dikemukan oleh Erikson (dalam Monks, dkk. 2006) yang menyatakan kemandirian sebagai usaha untuk melepaskan diri dari orang tua dengan maksud untuk menemukan dirinya melalui proses mencari identitas ego, dimana merupakan perkembangan kearah individualitas yang mantap dan berdiri sendiri. Kemandirian ditandai dengan kemampuan menentukan nasib sendiri, kreatif dan inisiatif, mengatur tingkah laku, betanggung jawab, mampu menahan diri, membuat keputusan-keputusan sendiri, serta mampu mengatasi masalah tanpa ada pengaruh dari orang lain.

Menurut teori kepribadian Erikson, otonomi atau kemandirian adalah suatu perasaan sehat mengenai kompetensi kebebasan dan kepercayaan diri, yang dihasilkan melalui lintasan dengan sukses melewati tingkatan perkembangan kepribadian pada usia-usia mudanya. (Widayatama 2010)

Menurut Chaplin (2002) otonomi atau kemandirian adalah kebebasan individu manusia untuk memilih, untuk menjadi kesatuan yang bisa memerintah, menguasai dan menentukan dirinya sendiri sedangkan Sefert dan


(28)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

Hoffnung menjelaskan otonomi adalah “the ability to govern and regulate one’s own thoughts, feelings, and actions freely and responsibly while overcoming feelings of shame anddoubt”.

Kemandirian merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting bagi individu. Dalam menjalani kehidupan ini individu tidak pernah lepas dari cobaan dan tantangan. Individu yang memiliki kemandirian tinggi relatif mampu menghadapi segala permasalahan karena individu yang mandiri tidak tergantung pada orang lain, selalu berusaha menghadapi dan memecahkan masalah yang ada.

Maslow (dalam Ali & Asrori 2008) membedakan kemandirian menjadi dua, yaitu ; kemandirian aman (secure autonomy) dan kemandirian tidak aman (insecure autonomy). Yang dimaksud kemandirian aman adalah kekuatan untuk menumbuhkan cinta kasih pada dunia, kehidupan, dan orang lain, sadar akan tanggung jawab bersama dan tumbuh rasa percaya terhadap kehidupan.

Sedangkan kemandirian tidak aman adalah kekuatan kepribadian yang dinyatakan dalam prilaku menentang dunia. Sehingga Maslow menyebut kondisi seperti ini sebagai selfish autonomy atau kemandirian mementingkan diri sendiri.

Berdasarkan pandangan beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kemandirian merupakan kemampuan untuk mengendalikan dan mengatur pikiran, perasaan dan tindakan sendiri secara bebas serta berusaha untuk melepaskan diri dari orang tua ataupun orang dewasa lainnya.


(29)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

A.2. Aspek-Aspek Kemandirian

Beberapa aspek-aspek kemandirian yang dapat diidentifikasi oleh Steinberg (dalam Warsito 2013), yaitu:

1. Kemandirian Emosi (Emotional Autonomy)

Kemandirian emosi didefinisikan sebagai sebuah aspek dari kemandirian yang berhubungan dengan perubahan hubungan individual dengan orang-orang terdekat, terutama orang tua. Pada akhir tahapan remaja, seseorang menjadi lebih tidak bergantung secara emosinal terhadap orang tunya, daripada saat mereka masih kanak-kanak.

Perubahan hubungan dengan orang tua inilah yang dapat disebut sebagai perkembangan dalam hal kemandirian emosional, walaupun demikian kemandirian remaja tidak membuat remaja tersebut terpisah dari hubungan keluarganya. Jadi seorang remaja tetap dapat menjadi mandiri tanpa harus terpisah hubungan dengan keluarganya.

Indikator Perilaku:

a. Mampu mandiri secara emosional dari orang tua maupun orang dewasa lain, artinya kemampuan remaja ketika mendapatkan sebuah masalah, kekecewaan, kekhawatiran dan kesedihan remaja dapat menyelesaikannya sendiri.

b. Memiliki keinginan untuk berdiri sendiri artinya kemampuan remaja untuk melepaskan diri dari ketergantungan orang tua dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasarnya.


(30)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

c. Mampu menjaga emosi di depan orang tua dan orang lain artinya remaja mampu mengekspresikan perasaan sesuai dengan keadaan. 2. Kemandirian Perilaku (behavioral Autonomy)

Kemandirian perilaku diartikan sebagai kapasitas untuk membuat keputusan-keputusan dengan mandiri dan amelaksanakan keputusannya tersebut. Kemandirian tingkah laku dapat dilihat dari tiga perubahan yang muncul pada saat remaja.

Indikator Perilaku:

a. Mampu berpikir secara abstrak mengenai permasalahan yang dihadapi artinya remaja berfikir akan pentingnya memecahkan masalah dan mampu bersikap toleran terhadap pertentangan dalam kehidupan.

b. Memiliki kepercayaan yang meningkat pada prinsip-prinsip umum yang memiliki dasar idelologi artinya remaja mampu menyesuaikan diri terhadap situasi yang sesuai dengan ideologi.

Memiliki kepercayaan yang meningkat saat menemukan nilai-nilainya sendiri dimana bukan nilai yang berasal dari figur orang tua atau figur orang penting lainnya artinya seorang remaja mampu menemukan jati dirinya sendiri dan peduli akan pemenuhan dirinya sendiri, dan mampu melakukan kritik dan penilaian diri.

3. Kemandirian Kognitif (Cognitive Autonomy) atau Kemandirian Nilai (Value Autonomy).


(31)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

Perubahan kognitif atau yang juga disebut sebagai kemandirian nilai pada remaja mendapat peran penting dalam perkembangan kemandirian, karena dalam kemandirian dibutuhkan kemampuan untuk membuat keputusan sendiri. Pada perkembangan dari kemandirian nilai , terjadi perubahan dalam konsep remaja tentang moral, politik, ideologi, dan isu tentang agama.

Indikator Perilaku:

a. Mampu membuat keputusan dan pilihan artinya seorang remaja mampu bertindak sendiri untuk mengambil keputusan dan pilihan yang mereka ambil tanpa adanya campur tangan orang lain.

b. Dapat memilih dan menerima pengaruh orang lain yang sesuai bagi dirinya artinya remaja menjadi lebih toleran terhadap kehadiran orang lain dan menerima pengaruh orang lain yang baik untuk dirinya. c. Dapat mengandalkan diri sendiri (self reliance) artinya percaya

sepenuhnya akan kemampuan dirinya.

Kemandirian dalam konteks individu tentu memiliki aspek yang lebih luas dari sekedar aspek fisik. Aspek-aspek kemandirian menurut Havighurst (dalam Muzdalifah 2007) yaitu:

a. Emosi, Aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi dari orang tua.

b. Ekonomi, Aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan mengatur ekonomi dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang tua.


(32)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

c. Intelektual, Aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi.

d. Sosial, Aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung atau menunggu aksi dari orang lain.

Dari beberapa aspek kemandirian diatas dapat peneliti ambil konsep sebagai acuan penyusunan skala ini, yaitu menurut Steinberg (dalam Warsito 2013) yang menjelaskan 3 aspek kemandirian pada remaja, yaitu:

a. Aspek emotional autonomy b. Aspek behavioral autonomy c. Aspek Cognitive autonomy

A.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian

Hurlock (1980) menyebutkan lima faktor yang mempengaruhi kemandirian, yaitu: (1) keluarga: misalnya pola asuh orang tua, (2) sekolah: perlakuan guru dan teman sebaya, (3) media komunikasi massa: misalnya majalah, koran, televisi dan sebagainya, (4) agama: misalnya sikap terhadap agama yang kuat, (5) pekerjaan atau tugas yang menuntut sikap pribadi tertentu.

Sementara itu, Ali & Asrori (2008) menyebutkan sejumlah faktor yang mempengaruhi perkembangan kemandirian, yaitu sebagai berikut ini.

a) Gen atau keturunan orangtua. Orang tua memiliki sifat kemandirian tinggi sering kali menurunkan seseorang yang memiliki kemandirian juga.


(33)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

b) Pola asuh orang tua. Cara orang tua mengasuh dan mendidik seseorang akan mempengaruhi perkembangan kemandirian seseorang remajanya. c) Sistem pendidikan di sekolah. Proses pendidikan di sekolah yang tidak

mengembangkan demokrasi pendidikan dan cenderung menenkankan indoktrinasi tanpa argumentasi akan menghambat perkembangan kemandirian remaja sebagai guru.

d) Sistem kehidupan di masyarakat, jika terlalu menekankan pentingnya hierarki struktur sosial, merasa kurang aman atau mencekam serta kurang menghargai manifestasi potensi remaja dalam kegiatan produktif, dapat menghambat kelancaran perkembangan kemandirian remaja atau guru.

Dalam mencapai kemandirian seseorang tidak terlepas dari faktor-faktor yang mendasari terbentuknya kemandirian itu sendiri. Faktor-faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian sangat menentukan sekali tercapainya kemandirian seseorang baik faktor yang berasal dari dalam seseorang itu sendiri maupun yang berasal dari luar yaitu lingkungan keluarga, sekolah, lingkungan sosial ekonomi dan lingkungan masyarakat.

Faktor-faktor tersebut mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan yang selanjutnya akan menentukan seberapa jauh seorang individu bersikap dan berpikir secara mandiri dalam kehidupan lebih lanjut. Dengan demikian, peneliti berpendapat dalam mencapai kemandirian seseorang tidak lepas dari faktor-faktor tersebut di atas.


(34)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

Dari beberapa faktor kemandirian diatas dapat peneliti ambil konsep sebagai acuan penelitian ini, yaitu menurut Ali dan Asrori (2008) yang menjelaskan terdapat 4 faktor yang mempengaruhi kemandirian remaja antara lain : (a). Gen; (b). Pola asuh orang tua; (c). Sekolah; (d). Masyarakat.

B. Persepsi Peran Ayah B.1. Persepsi

Menurut Leavitt (dalam Sobur 2003) Persepsi dalam arti sempit ialah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu, sedangkan menurut Walgito ( 2004) Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses pengindraan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut proses sensori.

Pareek (dalam Sobur 2003) menjelaskan bahwa persepsi merupakan proses menerima, menyeleksi, mengorganisasikan, mengartikan, menguji, dan memberikan reaksi kepada rangsangan pancaindera atau data. Selanjutnya menurut Rakhmat (dalam Sobur 2003) menyatakan bahwa persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.

Dari beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa presepsi merupakan suatu proses aktivitas seseorang dalam memberikan kesan, penilaian, pendapat, merasakan dan mengonterpretasikan sesuatu berdasarkan informasi yang ditampilkan dari sumber lain.


(35)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

B.2. Pengertian Peran Ayah

Orang tua dapat berperan penting sebagai manager terhadap peluang-peluang yang dimiliki remaja, dan sebagai inisiator pengatur kehidupan sosial. Salah satu tugas perkembangan yang penting di masa remaja adalah secara bertahap mengembangkan kemampuan yang mandiri untuk membuat keputusan yang kompeten. Salah satu peran orang tua yang penting adalah menjadi manager yang efektif agar remaja dapat menyelesaikan tugas, pilihan dan mengambil keputusannya sendiri, dalam kehidupan keluarga sangat di butuhkan tentang parenting.

Menurut Shanock (dalam Andayani dan Koentjoro 2004), parenting adalah suatu hubungan yang intens berdasarkan kebutuhan yang berubah secara perlahan sejalan dengan perkembangan anak. Idealnya, pasangan orang tua akan mengambil bagian dalam proses pendewasaan anak karena dari kedua orang tua mereka anak-anak akan belajar untuk mandiri, baik melalui proses belajar sosial dengan modeling atau pun melalui proses resiprokal dengan prinsip pertukaran sosial.

Dalam kehidupan saat ini pengasuhan seorang anak tidak hanya dibebankan kepada ibu saja namun peran ayah juga sangat dibutuhkan dan mempengaruhi perkembangan pada seseorang. Santrock (2007) Peran ayah telah mengalami perubahan besar. Selama periode kolonial di Amerika, ayah memiliki tanggung jawab utama dalam mengajarkan nilai-nilai moral. Ayah


(36)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

tidak lagi hanya sekedar bertanggung jawab dalam mendisiplinkan dan mengendalikan anak-anak yang lebih besar serta memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga sekarang ayah dievaluasi berdasarkan keterlibatan dalam menagush anak-anaknya.

Ayah menurut Bloir (dalam Hidayati 2011) berperan penting dalam perkembangan pribadi anak. Pada diri anak akan tumbuh motivasi kesadaran dirinya dan identitas skill serta kekuatan atau kemampuan-kemampuan dirinya sehingga akan memberi peluang untuk sukses belajarnya, identitas gender yang sehat, perkembangan moral dengan nilainya, dan sukses lebih primer dalam keluarga dan kariernya kelak.

Menurut Gunarsa (2001) tugas pokok seorang ayah dalam keluarga : 1. Ayah sebagai pencai nafkah, mencari nafkah merupakan suatu

tugas yang berat. Pekerjaan mungkin dianggap hanya sebagai suatu cara untuk memenuhi kebutuhan utama dan kelangsungan hidup.

2. Ayah sebagai suami yang penuh pengertian akan memberi rasa aman, sebagai ayah dan suami yang memberikan keakraban, kemesraan bagi istri. Agar suasana keluarga bisa terpelihara baik, maka perlu tercipta hubungan yang baik antara suami-istri.

3. Ayah berpartisipasi dalam pendidikan anak, peranan ayah di keluarga sangat penting, terutama bagi anak laki-laki, ayah menjadi model, teladan untuk perananya kelak sebagai seorang


(37)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

laki-laki. Bagi anak perempuan, fungsi ayah juga sangat penting yaitu sebagai pelindung. Ayah yang memberi perlindungan kepada putrinya memberi peluang bagi anaknya kelak memilih seorang pria sebagai pendamping, pelindungnya. 4. Ayah sebagai pelindung atau tokoh yang tegas, bijaksan, mengasihi keluarga. Seorang ayah adalah pelindung dan tokoh otoritas dalam keluarga, dengan sikapnya yang tegas dan penuh wibawa menanamkan pada anak sikap-sikap patuh terhadap otoritas dan disiplin.

Palkovits (dalam Hidayati, dkk 2011) menyimpulkan keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak memiliki beberapa definisi, diantaranya:

1. Terlibat dengan seluruh aktivitas yang dilakukan oleh anak 2. Melakukan kontak dengan anak

3. Dukungan finansial

4. Banyaknya aktivitas bermain yang dilakukan bersama-sama.

Berdasarkan pandangan beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa peran ayah merupakan suatu peran yang dilakukan oleh ayah dalam kehidupan keluarga dengan tugas megarahkan perkembangan seorang remaja atau anak agar menjadi individu yang mandiri dan berkembang secara positif baik fisik maupun psikisnya.

B.3. Persepsi Peran ayah

Presepsi peran ayah adalah bagaimana seseorang memandang atau mengartikan tentang partisipasi yang dimainkan seorang ayah yang berkaitan


(38)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

dengan pengasuhan anak ataupun remaja. Peran ayah yang baik akan merefleksikan keterlibatan positif dalam aspek afektif, kognitif dan prilaku dalam semua area perkembangan anak atau remaja yaitu fisik, emosi, sosial, intelektual dan moral.

B.4. Dimensi peran ayah dalam pengasuhan

Menurut Lamb (dalam Damayanti & Nawangsari 2015), keterlibatan ayah dalam pengasuhan dapat didefinisikan melalui 3 dimensi yaitu engagement, accessibility dan responsibility.

1. Dimensi engagement menunjukkan adanya kegiatan menghabiskan waktu bersama melalui interaksi langsung dengan anak. Dimensi engagement ini melibatkan aspek afektif dalam interaksinya.

2. Dimensi accessibility ini meliputi kehadiran serta ketersediaan ayah untuk anak. Accessibility hanya mencakup kehadiran ayah secara fisik, tidak harus ada interaksi di dalamnya. Oleh karena itu, dimensi ini dinilai sebagai bentuk keterlibatan yang paling rendah.

3. Dimensi responsibility meliputi tanggung jawab memperhatikan anak sehari-hari dan segala pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang diambil oleh anak, baik secara materi maupun secara psikologis.

Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keterlibatan ayah dalam pengasuhan adalah keikutsertaan ayah secara aktif dalam kegiatan yang berupa interaksi secara langsung dengan anak, kehadiran ayah untuk anak dan tanggung jawab terhadap kebutuhan anak.


(39)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan konsep sebagai acuan penyusunan skala ini yaitu menurut pendapat Lamb yang memiliki 3 dimensi dalam peran ayah : 1. Dimensi engagement; 2. Dimensi accessibility; 3. Dimensi responsibility

B.5 Pandangan Al-Qur’an mengenai peran ayah Dalam Al-Qur’an surat Luqman ayat 13 :

Artinya : dan ingatlah ketika lukman berkata pada anaknya di waktu ia memberikan pelajaran kepadanya “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah sesungguhnya mmepersekutukan Allah itu benar-benar kezhaliman yang besar.

Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa luqman merupakan seorang ayah yang memberikan pelajaran atau pendidikan berupa pendidikan karakter kepada anaknya dan pendidikan yang diberikan luqman kepada anaknya telah banyak dicontoh oleh orang tua khususnya ayah dalam mendidik anak khususnya dalam mendidik kemandirian seorang anak atau remaja.


(40)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

29

C. Remaja

C.1. Pengertian Remaja

Menurut Piaget (dalam hurlock 1980) Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin (adolescere) kata bendanya adolesentia yang berarti remaja. Yang artinya tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa, istilah adolescence seperti yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik

Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju masa dewasa. Pada masa ini remaja mengalami berbagai perubahan baik fisik maupun kognitif dan mulai mampu berfikir abstrak seperti orang dewasa. Pada periade ini pula remaja mulai melepaskan diri secara emosional dari orang tua dalam rangka menjalankan peran sosialnya yang baru sebagai orang dewasa.

Menurut Hurlock (1980) masa remaja adalah masa dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang –kurangnya dalam masalah hak Santrock (2007) menjelaskan masa remaja (adolescence) merupakan periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional. Tugas pokok remaja adalah mempersiapakan diri memasuki dewasa

Menurut Ausubel (dalam Monks 2006) remaja berada dalam status interim sebagai akibat dari pada posisi yang sebagian diberikan oleh orang tua


(41)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

30

dan sebagian diperoleh melalui usaha sendiri. Status interim berhubungan dengan masa peralihan yang timbul sesudah pemasakan seksual (pubertas). Masa peralihan tersebut diperlukan untuk mempelajari remaja memikul tanggung jawabnya nanti dalam masa dewasa.

Dariyo (2004) Remaja atau adolescence adalah masa transisi atau peralihan dari masa kanak –kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis, dan psikososial. Secara kronologis yang tergolong remaja ini berkisar antara usia 12/13 – 21 tahun. Untuk menjadi orang dewasa, mengutip pendapat Erikson, maka remaja akan melalui masa krisis di mana remaja berusaha untuk mencari identitas diri.

Rentang usia masa remaja menurut Santrock (2007) dapat bervariasi terkait dengan lingkungan budaya dan historisnya, masa remaja dimulai sekitar usia 10 hingga 13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun, sedangkan menurut Tronburg dalam Dariyo (2004) terbagi tiga tahap, yaitu remaja awal (usia 13 – 14 tahun), remaja tengah (usia 15 – 17 tahun), remaja akhir (usia 18 – 21 tahun).

Menurut Hurlock (1980) awal masa remaja berlangsung mulai dari 13-16 atau 17 tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia 13-16 atau 17 tahun sampai 18 tahun yaitu usia matang secara hukum. Dengan demikian akhir masa remaja merupakan periode yang sangat singkat.

Dari beberapa pendapat diatas remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Dalam penelitian ini peneliti membatasi usia remaja pada subyek penelitian ini. Peneliti menggunakan


(42)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

31

pendapat dari Hurlock yaitu antara usia 16 atau 17 tahun sampai 18 tahun dikarenakan pada usia akhir remaja merupakan usia yang matang untuk mencapai semua tugas-tugas perkembangannya termasuk untuk menjadi pribadi yang mandiri.

C.2. Tugas Perkembangan pada Masa Remaja

Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa. Adapun tugas-tugas perkembangan masa remaja, menurut Hurlock (1980) adalah :

1. Mampu menerima keadaan fisiknya, Seringkali sulit bagi para remaja menerima keadaan fisikya, diperlukan waktu untuk memperbaiki agar remaja dapat menerima keadaan fisiknya yang berubah pada saat masa remaja.

2. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa, bagi anak laki-laki tidaklah sulit untuk mencapai tugas ini karena mereka telah didorong dan diarahkan sejak awal kanak-kanak namun berbeda dengan anak perempuan sehingga tugas ini merupakan tugas pokok pada saat masa remaja.

3. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis, karena adanya pertentangan dengan lawan jenis yang sering berkembang pada masa puber, maka mempelajari hubungan dengan lawan jenis merupakn tugas yang harus dijalankan oleh


(43)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

32

remaja, karena dalam tugas ini pengembangan hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya juga tidak mudah.

4. Mencapai kemandirian emosional, banyak remaja yang ingin mandiri juga ingin membutuhkan rasa aman yang diperoleh orang tua atau dewasa lain agar remaja dapat memiliki hubungan yang akrab dengan anggota kelompok.

5. Mencapai kemandirian ekonomi, tugas ini tidak dapat dicapai sebelum remaja memilih pekerjaan dan mempersiapkan diri untuk bekerja.

Adapun Robert Y. Havighurst dalam bukunya Human Development and Education menyebutkan adanya sepuluh tugas perkembangan remaja yaitu:

1. Mencapai hubungan sosial yang matang dengan teman-teman sebayanya, baik dengan teman-teman sejenis maupun dengan jenis kelamin lain.

2. Dapat menjalankan peranan-peranan sosial menurut jenis kelamin masing, artinya mempelajari dan menerima peranan masing-masing sesuai dengan ketentuan-ketentuan atau norma-norma masyarakat.

3. Menerima kenyataan (realitas) jasmaniah serta menggunakannya seefektif-efektifnya dengan perasaan puas.

4. Mencapai kebebasan emosional dari orang tua atau orang dewasa lainnya. Remaja tersebut tidak kekanak-kanakan lagi, yang selalu


(44)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

33

terikat pada orang tuanya. Dimana remaja tersebut membebaskan dirinya dari ketergantungan terhadap orang tua atau orang lain. 5. Mencapai kebebasan ekonomi. Remaja itu merasa sanggup untuk

hidup berdasarkan usaha sendiri. Ini terutama sangat penting bagi laki-laki. Akan tetapi bagi kaum wanita pun tugas ini berangsur-angsur menjadi tambah penting.

6. Memilih dan mempersiapkan diri untuk pekerjaan atau jabatan artinya belajar memilih satu jenis pekerjaan sesuai dengan bakat dan mempersiapkan diri untuk pekerjaan tersebut.

7. Mempersiapkan diri untuk melakukan perkawinan dan hidup berumah tangga.

8. Mengembangkan kecakapan intelektual serta konsep-konsep yang diperlukan untuk kepentingan hidup bermasyarakat.

9. Memperlihatkan tingkah laku yang secara sosial dapat dipertanggung jawabkan.

10.Memperoleh sejumlah norma-norma sebagai pedoman dalam tindakan-tindakannya dan sebagai pandangan hidup

Dari beberapa tugas diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kemandirian pada remaja merupakan tugas pokok yang harus dijalankan oleh remaja tidak hanya kemandirian perilaku tetapi juga dalam kemandirian emosional dan juga kemandirian ekonomi para remaja harus mulai melalui tugas tersebut dan mulai mempersiapkan tugas kemandirian ekonomi untuk dewasa nantinya.


(45)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

34

Apalagi pada remaja laki-laki yang harus dituntut lebih awal mencapai kemandirian dibandingkan remaja perempuan karena remaja laki-laki lebih diberi kebebasan kebebasan untuk melakukan sesuatu tanpa batasan dari orang tua mereka baik kebebasan memilih teman, melakukan sesuatu, dan menentukan apa yang harus dilakukannya dibandingkan remaja perempuan.

Menurut Sarwono (2012) terdapat perbedaan antara remaja laki-laki dengan perempuan, pada remaja perempuan lebih dipengaruhi bakat sedangkan remaja laki-laki lebih dipengaruhi lingkungan. Selain itu remaja perempuan lebih cenderung mendengarkan, sedangkan remaja laki-laki cenderung lebih melihat.

Dari pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa untuk mencapai perkembangannya, remaja laki-laki lebih dipengaruhi oleh lingkungan dan juga lebih cenderung melihat atau modeling apa yang dilakukan oleh orang disekitarnya dalam hal ini remaja laki-laki lebih melihat peran ayah yang mereka jalani dalam kehidupannya. Ayah memberikan contoh kepada remaja agar remaja dapat memenuhi tugas perkembangannya.

C.3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Masa Remaja

Menurut Gunarsa (2003) secara umum ada 2 faktor yang mempengaruhi perkembangan individu bersifat dichotomi yakni:

1. Faktor Endogen (nature), dalam pandangan ini dinyatakan bahwa perubahan – perubahan fisik maupun psikis dipengaruhi oleh faktor internal yang bersifat herediter yaitu yang diturunkan oleh orang


(46)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

35

tuanya, misalnya : postur tubuh (tinggi badan), bakat minat, kecerdasan, kepribadian, dan sebagainya.

2. Faktor exogen (nurture), Perubahan dan perkembangan individu sangat dipengaruhi oleh faktor – faktor yang berasal dari luar individu itu sendiri. Faktor ini berupa lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.

Terdapat dua faktor yang mempengaruhi perkembangan remaja yaitu faktor dari dalam individu dan faktor dari luar individu dalam penelitian ini peneliti menggunakan faktor dari luar untuk mengetahui perkembangan remaja dalam hal ini adalah peran ayah yang dapat mempengaruhi perkembangan pada remaja.

C.4 Karakteristik Remaja

Istilah "pemuda” (youth) memperoleh arti yang baru yaitu suatu masa peralihan antara masa remaja dan masa dewasa. Remaja usia 13 tahun menunjukkan perbedaan yang besar dengan remaja usia 18 tahun, lepas daripada perbedaan social – kultural dan seksual diantara para remaja sendiri.

1. Perkembangan fisik

Masa remaja merupakan salah satu di antara dua masa rentangan kehidupan individu, di mana terjadi pertumbuhan fisik yang sangat pesat. Dalam perkembangan seksualitas remaja, di tandai dengan dua ciri yaitu ciri – ciri seks primer dan ciri - ciri seks sekunder.


(47)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

36

2. Ciri – ciri seks primer

Pada masa remaja pria ditandai dengan sangat cepatnya pertumbuhan testis yaitu pada tahun pertama dan kedua, kemudian tumbuh secara lebih lambat, dan mencapai ukuran matangnya pada usia 20 atau 21 tahun. Sebenarnya testis ini telah ada sejak kelahiran, namun baru 10% dari ukuran matangnya. Setelah testis mulai tumbuh, penis mulai bertambah panjang, pembuluh mani dan kelenjar prostat semakin membesar. Matangnya organ – organ seks tersebut, memungkinkan remaja pria (sekitar usia 14 – 15 tahun) mengalai “mimpi basah”.

Pada remaja wanita, kematangan organ – organ seksnya ditandai dengan tumbuhnya rahim, vagina, dan ovarium secara cepat. Ovarium menghasilkan telur dan mengeluarkan hormon – hormon yang diperlukan untuk kehamilan, menstruasi dan perkembangan seks sekunder. Pada masa inilah (sekitar usia 11-15 tahun), untuk pertama kalinya remaja wanita mengalami menstruasi.

3. Ciri – ciri seks sekunder

Ciri-ciri seks sekunder pada masa remaja, untuk remaja wanita terdapat ciri – ciri seperti tumbuh rambut publik atau bulu kapok di sekitar kemaluan dan ketiak. Untuk remaja pria terdapat ciri – ciri seperti tumbuh rambut publik atau bulu kapok di sekitar kemaluan atau ketiak, terjadi perubahan suara, tumbuh kumis, dan tumbuh gondok laki (jakun).


(48)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

37

4. Perkembangan Kognitif ( Intelektual )

Perkembangan kognitf menurut Pieget, masa remaja sudah mencapai tahap operasi formal, remaja secara mental telah dapat berpikir logis tentang berbagai gagasan yang abstrak. Dengan kata lain berpikir operasi formal lebih bersifat hipotesis dan abstrak, serta sistematis dan ilmiah dalam memecahkan masalah daripada berpikir kongkret.

5. Perkembangan Emosi

Masa remaja merupakan puncak emosional, yaitu perkembangan emosi yang tinggi. Mencapai kematangan emosional merupakan tugas perkembangan yang sangat sulit pada remaja. Proses pecapaiannya sangat dipengaruhi oleh kondisi sosio-emosional lingkungannya, terutama lingkungan keluarga dan kelompok teman sebaya.Remaja yang dalam proses perkembangannya berada dalam iklim yang kondusif, cenderung akan memperoleh perkembangan emosinya secara matang terutama pada masa akhir. Kematangan emosi ini ditandai oleh a). Adekuasi emosi : cinta kasih, simpati, alturus (senang menolong orang lain), respek (sikap hormat atau menghargai orang lain), dan ramah. b). Mengendalikan emosi :tidak mudah emosi,tidak mudah tersinggung, tidak agresif, bersikap optimis dan tidak pesimis (putus asa), dan dapat menghadapi situasi frustasi secara wajar.


(49)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

38

Pada masa remaja berkembangnya “social cognition”, yaitu kemampuan untuk memahami orang lain. Remaja memahami orang lain sebagai individu yang unik, baik menyangkut sifat-sifat pribadi, minat nilai –nilai maupun responnya. Remaja di tuntut untuk memilki kemampuan penyesuaian sosial ini, baik dilingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Karakteristik penyesuaian sosial remaja di tiga lingkungan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Di lingkungan keluarga

1. Menjalin hubungan yang baik dengan para anggota keluarga (orang tua dan saudara)

2. Menerima otoritas orang tua (mau menaati peraturan yang ditetapkan orang tua)

3. Menerima tangung jawab dan batasan – batasan (norma) keluarga.

4. Berusaha untuk membantu angota keluarga, sebagi individu maupun kelompok dalam mencapai tujuannya.

b. Di lingkungan sekolah

1. Bersikap respek dan mau menerima peraturan sekolah. 2. Berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan sekolah.

3. Menjalin persahabatan dengan teman – teman di sekolah. 4. Bersikap hormat terhadap guru, pemimpin sekolah, dan staf

lainnya.


(50)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

39

c. Di lingkungan masyarakat

1. Mengakui dan respek terhadap hak-hak orang lain. 2. Memelihara jalinan persahabatan dengan orang lain.

3. Bersikap simpati dan altruis terhadap kesejahteraan orang lain. 4. Bersikap respek terhadap nilai-nlai, hukum, tradisi dan

kebijakan-kebijakan masyarakat. 7. Perkembangan Moral

Melalui pengalaman atau berinteraksi sosial dengan orang tua, guru, teman sebaya, atau orang dewasa lainnya, tingkat moralitas remaja sudah lebih matang jika dibandingkan dengan usia anak. Mereka sudah lebih mengenal tentang nilai-nilai moral atau konsep-konsep moralitas, seperti kejujuran, keadilan, kesopanan, dan kedisiplinan.

8. Perkembangan Kepribadian

Kepribadian merupakan sistem yang dinamis dari sifat, sikap dan kebiasaan yang menghasilkan tingkat konsistensi respons individu yang beragam. Sifat-sifat kepribadian mencerminkan perkembangn fisik, seksual, emosional, sosial, dan kognitif.

9. Perkembangan Kesadaran beragama

Untuk memperoleh kejelasan tentang kesadaran beragama remaja ini, dapat disimak dalam urian berikut:

a. Masa remaja awal (sekitar usia 13 – 16 tahun)

Pada masa ini terjadi perubahan jasmani yang cepat, sehingga memungkinkan terjadinya kegoncangan emosi, kecemasan, dan


(51)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

40

kekhawatiran. Bahkan, kepercayaan agama yang telah tumbuh pada umur sebelumnya, mungkin pula mengalami kegoncangan. Kepercayaan kepada Tuhan kadang – kadang sangat kuat, akan tetapi kadang – kadang menjadi berkurang yang terlihat pada cara ibadahnya yang kadang – kadang rajin dan kadang-kadang malas. b. Masa remaja akhir (17 – 21tahun)

Secara psikologis, masa ini merupakan permulaan masa dewasa, emosinya mulai stabil dan pemikirannya mulai matang (kritis). Dalam kehidupan bergama, remaja sudah dapat membedakan agama sebagai ajaran dengan manusia sebagai penganutnya di antaranya ada yang shalih dan ada yang tidak shalih. Pengertian ini memungkinkan dia untuk tidak terpengaruh oleh orang –orang yang mengaku beragama, namun tidak melaksanakan ajaran agama atau perilakunya bertentangan dengan niai agama.

D. Hubungan Antara Persepsi Peran ayah dengan kemandirian pada remaja laki-laki

Kemandirian adalah usaha untuk melepaskan diri dari orang tua dengan maksud untuk menemukan dirinya dengan mencari identitasnya, yang merupakan proses perkembangan kearah individualitas yang mantap dan berdiri sendiri. Kemandirian pada remaja berawal dari keluarga serta dipengaruhi oleh pola asuh orang tua.


(52)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

41

Di dalam keluarga, selain ibu ayah juga berperan dalam mengasuh, membimbing, dan membantu mengarahkan anak untuk menjadi mandiri. Meskipun dunia pendidikan juga turut berperan dalam memberikan kesempatan kepada anak untuk mandiri, keluarga tetap merupakan pilar dan pertama dalam membentuk anak untuk mandiri.

Penelitian mengenai pola asuh orang tua dengan kemandirian remaja telah banyak ditemui misalnya, penelitian yang dilakukan Dewi & Valentina (2013) tentang “ Hubungan kelekatan orang tua-remaja dengan kemandirian pada remaja di SMKN 1 Denpasar” dalam penelitian tersebut menunjukkan terdapat hubungan antara kelekatan orang tua-remaja dengan kemandirian.

Sealin itu penelitian Aorora, Erlamsyah & Syahniar (2013) meneliti tentang “Hubungan antara perlakuan orang tua dengan kemandirian siswa dalam belajar” penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara Perlakuan orangtua dengan Kemandirian siswa dalam belajar.

Dari dua penelitian tersebut dapat dilihat bahawa orang tua sangat berpengaruh besar bagi perkembangan remaja khususnya dalam hal kemandirian. Jika pendidikan orang tua yang pertama dan utama ini tidak berhasil maka akan dapat menimbulkan sikap dan perilaku yang kurang mandiri terhadap remaja. ada banyak hal yang harus dipersiapkan sedini mungkin oleh orang tua khususnya peran ayah ketika mendidik atau mengasuh anak agar manjadi mandiri.


(1)

79

indoktrinasi tanpa argumentasi akan menghambat perkembangan

kemandirian remaja sebagai guru.

d) Sistem kehidupan di masyarakat, jika terlalu menekankan pentingnya

hierarki struktur sosial, merasa kurang aman atau mencekam serta kurang

menghargai manifestasi potensi remaja dalam kegiatan produktif, dapat

menghambat kelancaran perkembangan kemandirian remaja atau guru.

Dilihat dari faktor – faktor diatas salah satu yang mempengaruhi

kemandirian individu adalah pola asuh orang tua, dimana cara orang tua

mengasuh dan mendidik seseorang akan mempengaruhi perkembangan

kemandirian seseorang remajanya dimana kedekatan atau peran orang tua

khususnya ayah akan berpengaruh positif terhadap kemandirian seseorang

Berdasarkan hasil penelitian dan ditunjang dengan teori-teori yang ada

dihasilkan hubungan positif antara persepsi peran ayah dengan kemandirian.

Hal ini menunjukkan memang ada keterkaitan antara persepsi peran ayah

dengan kemandirian remaja. Adanya hubungan yang positif diantara

variabel menunjukkan bahwa semakin tinggi persepsi peran ayah maka

semakin tinggi kemandiriannya. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah


(2)

80

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa terdapat

hubungan positif antara persepsi peran ayah dengan kemandirian remaja.

Artinya semakin positif persepsi remaja tentang peran ayah maka semakin

tinggi tingkat kemandirian remaja.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan di atas maka dapat

diberikan saran-saran sebagai berikut:

1. Saran untuk Remaja

Remaja khususnya remaja laki-laki hendaknya terus meningkatkan

kedekatan dengan orang tuanya khususnya dengan ayah agar memiliki

kemandirian yang tinggi sehingga dapat mengurangi sifat

ketergantungan kepada orang lain. Hal inidikarenakan semakin tinggi

persepsi remaja tentang peran ayah, maka kemandirian akan semakin

tinggi. Untuk meraih keberhasilan, individu memerlukan kemandirian

yang baik, sehingga dapat mendorong individu berusaha dengan

sungguh-sungguh untuk melepaskan diri dari orang lain atau orang

tua.


(3)

81

2. Saran untuk Orang Tua

Pihak orang tua khususnya ayah diharapkan dapat membantu

anaknya untuk meningkatkan kemandirian dengan cara mengajari

anak untuk menjadi mandiri dan meluangkan waktu bersama dengan

anak sehingga anak memiliki persepsi yang positif terhadap peran

ayah.

3. Saran untuk Guru

Pihak Guru diharapkan dapat membantu siswa menemukan

keahlian untuk mengatur proses belajarnya sendiri dan mendorong

mahasiswa menggunakan keahliannya secara efektif dalam proses

belajar sehingga diharapkan dapat meningkatkan kemandirian pada

siswa agar tidak terlalu bergantung pada teman atau orang lain

khususnya di lingkungan sekolah

4. Saran untuk Peneliti Lain

Untuk kepentingan ilmiah diharapkan ada kelanjutan

penelitian sehingga perkembangan ilmu tidak berhenti tetapi lebih

berkembang. Oleh karena itu disarankan menggunakan populasi yang

lebih luas, serta disarankan juga untuk lebih memperhatikan

variabel-variabel lain yang mungkin berhubungan dengan kemandirian,

misalnya Gen, Usia, Sekolah dll. Agar hasil yang diperoleh dapat


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Agustiani, Hendriati. (2006). Psikologi perkembangan pendekatan ekologi

kaitannya dengan konsep dan penyesuaian diri pada remaja. Bandung : Refika Aditama.

Ali, M & Asrori, M, (2006). Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik.

Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:

Rineka Cipta

Arora Wisma., Erlamsyah., Syahniar. (2013). Hubungan antara perlakuan orang

tua dengan kemnadirian siswa dalam belajar. Jurnal ilmiah konseling. 2 (1) :

304-309

Asiyah Nur. (2013). Pola Asuh Demokratis, Kepercayaan Diri dan Kemandirian

Mahasiswa Baru. Jurnal Psikologi Indonesia 2 (2) : 108 – 121

Azwar, S. (2012). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Budi Andayani & Koentjoro. (2004). Peran Ayah Menuju Co-parenting, Citra

Media.

Chaplin, James P. (2002). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada.

Damayanti indria putri & Nawangsari nur ainy. (2015). Hubungan antara Persepsi Keterlibatan Ayah dalam Pengasuhan dengan Kesejahteraan Psikologis pada Remaja di SMK Negeri X Surabaya. Jurnal psikologi pendidikan dan

perkembangan. 4 (3) : 173-179

Dariyo, Agoes. (2004). Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor: Ghalia

Indonesia.

Desmita, (2009). Psikologi perkembangan peserta didik. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Desmita, (2012). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Dewi & Valentina (2013). Hubungan kelekatan orang tua-remaja dengan kemandirian pada remaja di SMKN 1 Denpasar. Jurnal Psikologi Udayana. 1 (1) : 181-189

Fleming, Maulana (2005). Adolescent Autonomy: Desire, Achievement and

Disobeying Parents between Early and Late Adolescence. Australian

Journal of Education and Developmental Psychology Vol. 5 : 1- 16.

Gunarsa dkk. (2001). Psikologi praktis anak, remaja, dan keluarga. Jakarta :

Gunung mulia

Gunarsa, Singgih D, (2003). Psikologi Remaja. Jakarta: Gunung Mulia.

Hadi, S. (2000). Statistik. Yogyakarta: CV.Andi Offset

Harmaini., Shofiah V., Yulianti A. (2014). Peran Ayah Dalam Mendidik Anak.

Jurnal Psikologi. 10 (2) : 80-85


(5)

83

Hare Amanda L., Szwedo David E., Schad Megan M., & Allen Joseph P. (2006) Undermining Adolescent Autonomy With Parents and Peers: The Enduring Implications of Psychologically Controlling Parenting. Journal of research on adolescence. 1-14

Hidayati Farida., Kaloeti Dian Veronika Sakti., & Karyono. (2011) peran ayah

dalam pengasuhan anak. Jurnal Psikologi Undip. 9 ( 1) : 1-10

Hurlock, Elizabeth, (1980). Psikologi Perkembanan Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Isnani, Ismi Kamila & Mukhlis. (2013). Perbedaan Harga Diri (Self Esteem)

Remaja Ditinjau dari Keberadaan Ayah. Jurnal Psikologi. 9 (2) : 100-112.

Kartini Kartono. (2007). Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan), Bandung:

Mandar Maju

Lamb, Michael E. (2003). Fathers’ influences on childern’s development: The

evidence from two-parent families. European journal of psycology of

education. 9 (2) : 211-228.

Lutfitasari & Abdullah. (2013). Keterlibatan ayah dalam menumbuhkan

kemandirian anak pengidap diabetes melitus. Jurnal Sosio Humaniora. 4 (5)

: 1-28

Monks, F.J., Knoers, A.M. P. & Haditono, S.R. (2006). Psikologi Perkembangan

Pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Muhid, A. (2010). Analisis Statistik SPSS for Windows Cara Praktis Melakukan

Analisis Statistik. Surabaya: LEMLIT IAIN Sunan Ampel Surabaya & Duta Aksara.

Nurhidyah, Sri. (2008). Pengaruh ibu bekerja dan peran ayah dalam coperanting

terhadap prestasi belajar anak. Jurnal Soul. 1 (2).

Noor, J. (2011). Metodologi Penelitian. Jakarta: Kencana Prenodamedia

Putri, Orthorita Maharani., Andayani Budi. (2003). Hubungan Antara Dukungan Sosial Ayah Dengan Penyesuaian Sosial Pada Remaja Laki-Laki. Jurnal

Psikologi. No.1 : 23 – 35

Reeve Johnmarshall & Jang Hyungshim (2006). What Teachers Say and Do to Support Students’ Autonomy During a Learning Activity. Journal of

Educational Psychology. 98 (1) : 209–218

Retnowati Yuni. (2008). Pola Komunikasi Orangtua Tunggal dalam Membentuk

Kemandirian Anak (Kasus di Kota Yogyakarta). Jurnal Ilmu Komunikasi. 6

(3) : 199-211

Riyanti Agus Puspito Rini. (2012). Kemandirian Remaja Berdasarkan Urutan

Kelahiran. 3 (1) : 61-71.

Santoso Ayu Winda Utami & Maherni Adijanti (2013). Perbedaan Kemandirian

Berdasarkan Tipe Pola Asuh Orang Tua pada Siswa SMP Negeri di


(6)

84

Shinta Dwi Lutfitasari & Muliati Sri Abdullah. (2013). Keterlibatan Ayah Dalam

Menumbuhkan Kemandirian Anak Pengidap Diabetes Melitus. Jurnal Sosio

Humaniora. 4 (5) : 1-28

Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung : Pustaka Setia

Sudarmanto, G. R. (2013). Statistik Terapan Berbasis Komputer dengan Program

IBM SPSS Statistik 19. Jakarta: Mitra Wacana Media

Suliyanto. (2011). Ekonometrika Terapan: Teori & Aplikasi dengan SPSS.

Yogyakarta: CV. Andi Offset

Tim Widyatama. (2010). Kamus Psikologi. Jakarta : widyatama

Walgito, Bimo. 2004. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: CV.Andi Offset

Warsito, Hadi (2013). Perbedaan Tingkat Kemandirian dan Penyesuaian Diri

Ditinjau dari Jenis Kelamin. Character. 1 (2) : 1-5.

Yusuf, S. (2006). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT