KANIBALISME DALAM POLITIK STUDI TERHADAP PARTAI POLITIK ISLAM DI KOTA SURABAYA PADA PEMILU 2014.

(1)

KANIBALISME DALAM POLITIK

STUDI TERHADAP PARTAI POLITIK ISLAM DI KOTA

SURABAYA PADA PEMILU 2014

SKRIPSI

Oleh:

FIRDAUS AYU PALESTINA NIM E84211060

PROGRAM STUDI FILSAFAT POLITIK ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2015


(2)

KANIBALISME DALAM POLITIK

STUDI TERHADAP PARTAI POLITIK ISLAM

DI KOTA SURABAYA PADA PEMILU 2014

SKRIPSI

Diajukan Kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu (S-1) Program Studi Filsafat Politik Islam

Oleh :

FIRDAUS AYU PALESTINA NIM: E84211060

PROGRAM STUDI FILSAFAT POLITIK ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2015


(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Judul Skripsi : Kanibalisme dalam Politik Studi Terhadap Partai Politik Islam di Kota Surabaya Pada Pemilu 2014

Kata Kunci : Kanibalisme Politik, Partai Politik Islam, dan Pemilu 2014. Skripsi ini mengkaji tentang kanibalisme dalam politik pada partai Islam dalam pemilu 2014. Fokus dari pembahasan makalah ini adalah mengenai fenomena menurunnya perolehan suara partai Islam di setiap pemilu, serta faktor penyebab kanibalisme yang terjadi antar partai Islam dalam pemilu 2014.

Dalam skripsi ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode penelitian deskriptif yang digambarkan dengan kata-kata tertulis dan lisan. Metode ini disebut juga sebagai metode interpretive, karena hasil penelitian lebih berkenaan dengan interprestasi terhadap data yang ditemukan di lapangan.

Hasil dari kajian skripsi ini diketahui bahwa perolehan suara partai Islam yang cenderung menurun di setiap pemilu adalah tipologi umat Islam yang khas,

yakni “Islam YES, partai Islam NO”. Faktor partai Islam yang kurang berhasil “menggembleng” kader menjadi kader yang militan dan berkapabilitas. Faktor

kandidat partai yang meninggalkan visi-misi sakral partai sehingga membuatnya melakukan black campaign (kampanye hitam), serta terlalu sibuknya partai untuk memperoleh jabatan atau kekuasaan sehingga melupakan esensi tujuannya sebagai wadah dan penyalur bagi aspirasi masyarakat.

Sedangkan terkait dengan fenomena kanibalisme politik disini diperoleh hasil terdapat tiga faktor, yaitu : faktor kesamaan basis massa tradisionalis yang dimiliki masing-masing partai Islam, faktor perilaku pemilih yang didominasi oleh pemilih rasional, faktor perbedaan program di tiap wilayah pemilu, serta faktor yang terakhir adalah tidak jelasnya asas yang dimiliki partai Islam.


(7)

DAFTAR ISI

COVER ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

ABSTRAK ... iii

PEDOMAN TRANSLITERASI ... iv

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... v

PENGESAHAN SKRIPSI ... vi

PERNYATAAN KEASLIAN ... vii

MOTTO ... viii

PERSEMBAHAN ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Batasan Masalah... 6

C. Rumusan Masalah ... 7

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

E. Metode Penelitian ... 7


(8)

BAB II KERANGKA KONSEPTUAL

A. Telaah Pustaka ... 15

B. Kerangka Teori 1. Kanibalisme Politik... 18

2. Partai Politik... a. Pengertian Partai Politik ... 20

b.Tipologi Partai Politik ... 23

c. Kemrosotan Suara Partai Islam... 35

3. Partai Islam... a. Sejarah Munculnya Partai Islam di Indonesia.. 25

b. Syarat Berdirinya Partai Islam di Indonesia... 33

4. Strategi Komunikasi Politik ... 36

BAB III PARTAI ISLAM DAN FENOMENA KANIBALISME A. Sejarah Perkembangan Partai Islam ... 1. Partai Bulan Bintang (PBB) ... 41

2. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ... 46

3. Partai Amanat Nasional (PAN) ... 50

4. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ... 57

5. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ... 61

B. Posisi Partai Islam dalam Pemilu 2014 ... 68


(9)

BAB IV PEMAKNAAN HASIL PENELITIAN

A. Perolehan Suara Partai Politik Islam ... 76

B. Fenomena Kanibalisme Antar Partai Islam ... 85

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 92

B. Saran ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 95


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 dan 4.1: Posisi Partai Islam dalam Pemilu 2014

di Kota Surabaya, Jawa Timur ... 34 Tabel 3.2 dan 4.2 : Perolehan Suara Partai Islam di Pentas Nasional ... 58


(11)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dinamika perpolitikan di Indonesia selalu menjadi suatu kajian yang menarik untuk diikuti kemudian dianalisis perkembangnya. Salah satu hal yang selalu menarik adalah diselenggarakannya pemilu di Indonesia. Kita tahu bahwa Indonesia sebagai negara penganut sistem demokrasi empat belas tahun silam hingga saat ini masih dikategorikan dala`m tahap transisi. Dibutuhkan usaha yang tidak mudah untuk kemudian memajukan dari tahap transisi menuju demokrasi yang hakiki. Salah satunya adalah dengan memberi ruang yang seluas-luasnya pada masyarakat untuk ikut andil dalam proses demokrasi tersebut. Menurut Diamond terdapat 10 komponen dalam demokrasi, yang salah satunya adalah kebebasan untuk membentuk partai politik dan mengikuti pemilu.1

Implikasi dari kebebasan dalam membentuk partai politik ini berdampak pada terjadinya sistem multi partai di Indonesia khususnya. Seperti kita ketahui dari awal Indonesia mengadakan pemilu pertama kali yakni pada tahun 1955 terdapat sekitar 80 partai yang mengikutinya, dan diperoleh suara 5 besar, yakni : PNI ( Partai Nasional Indonesia mendapatkan 57 kursi MPR dan 119 kursi Konstituante (22,3 persen), Masyumi 57 kursi MPR dan 112 kursi Konstituante (20,9 persen), Nahdlatul Ulama 45 kursi MPR dan 91 kursi Konstituante (18,4

1Diamond, ”

Konsep Demokrasi” Jurnal Teori Politik dan Ideologi Demokrasi, Vol. 10.


(12)

2

persen), Partai Komunis Indonesia 39 kursi MPR dan 80 kursi Konstituante (16,4 persen), dan Partai Syarikat Islam Indonesia (2,89 persen).2 Dan pada pemilu selanjutnya yakni tahun 1971, peserta partai politik yang mengikuti pemilu berkurang menjadi hanya 10 partai politik saja dengan perolehan suara terbesar diperoleh oleh Partai Golongan Karya (Golkar), yang agak berbeda adalah pada pelaksanaan pemilu tahun 1977 dimana hanya 3 partai saja yang diperbolehkan mengikuti pemilu. Tiga partai tersebut adalah PPP, PDI dan Golkar. Dalam hal ini pemerintah yang pada sat itu merupakan era orde baru, bersama-sama dengan DPR berusaha menyederhanakan jumlah partai dengan membuat UU No. 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar. Kondisi seperti ini bertahan hingga akhir pemilu era orde baru yakni pada tahun 1997.3

Namun setelah runtuhnya masa orde baru dan dilanjutkan dengan era reformasi, kondisi pemilu di Indonesia kembali diwarnai dengan bentuk multi

partai. “Alih-alih” mengembalikan bentuk demokrasi dengan menanggalkan

“kediktatoran” Soeharto selaku Presiden pada masa orde baru, maka eksistensi

demokrasi, yakni menjunjung tinggi kebebasan berpendapat dari masyarakat kembali diberlakukan. Pemilu pertama pasca runtuhnya masa orde baru dilaksanakan pada tahun 1999, dengan jumlah partai yang terdaftar di Kementrian Hukum dan HAM adalah 141 partai, sementara yang lolos verifikasi untuk ikut Pemilu 1999 adalah 48 partai. Pada pemilu 2004, Indonesia untuk pertama kalinya

2

Wikipedia, “Pemilihan Umum Legislatif Indonesia 1955”,

http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_legislatif_Indonesia_1955 (8 Oktober

2014)

3

Desy Kurnia, “Pemilu di Indonesia Dari Masa ke Masa“,

http://www.suarasurabaya.net/roadtoparlemen/news/2014/132722-Pemilu-di-Indonesia,-Dari-Masa-ke-Masa ( 8 Oktober 2014)


(13)

3

diadakan pemilu untuk memilih presiden dan wakil presiden secara langsung. Pada pemilu tahun ini diikuti oleh 24 parpol, dengan perolehan suara 5 besar diduduki oleh : Golkar (21,58%), PDIP (18,58%), PKB (10,57%), PPP (8,15%), dan Demokrat (7,45%). Selanjutnya pada pemilu tahun 2009, pada pemilu ini jumlah partai politik yang mengikuti pemilu adalah sebanyak 38 partai politik nasional dan 6 partai politik lokal Aceh. Pada pemilu ini perolehan 5 besar suara terbesar diraih oleh : Demokrat (20,85%), Golkar (14,45%), PDIP (14,03%), PKS (7,88%), dan PAN (6,01%). Sedangkan PKB dan PPP yang pada pemilu sebelumnya berada pada posisi ke 3 dan 4 mengalami penurunan suara pada pemilu tahun 2009 ini, yakni PKB memperoleh posisi ke 7, 4,94% dan PPP memperoleh posisi ke 6, 5,32% suara. Selanjutnya, pemilu Indonesia terjadi pada tahun ini, yakni tahun 2014 yang juga disebut sebagai tahun politik, karena di tahun ini Indonesia memilih secara langsung anggota DPR RI, DPRD Tingkat I (Provinsi), dan DPRD tingkat II (Kota), DPD, serta Presiden dan Wakil Presiden, yang hanya berselang waktu 3 bulan saja. Pada pemilu ini diikuti oleh 12 partai politik nasional dan 3 partai lokal Aceh., dan diketahui perolehan 5 besar suara, yakni ; PDIP (18,95%), golkar (14,75%), Gerindra (11, 81%), Demokrat (10,18%), dan PKB (9,04%)4

Pada perolehan 5 besar pemilu terakhir, yakni pemilu 2014, Partai Islam hanya mampu bertahan pada posisi ke 5, yakni PKB, yang oleh karena itu, untuk wilayah Jawa Timur dan kota Surabaya berhasil mendapatkan jatah kursi di DPRD Tingkat I (Provinsi Jawa Timur) sebanyak 20 kursi, sedangkan di DPRD


(14)

4

tingkat II (kota Surabaya) sebanyak 5 kursi. Sedangkan PAN (7,59%) untuk DPRD tingkat I memperoleh 7 kursi, sedangkan DPRD tingkat II mendapat jatah 4 kursi. PKS (6,79%) untuk DPRD tingkat I mendapat 6 kursi dan DPRD tingkat II mendapat jatah 5 kursi, dan PPP (6,53%) untuk DPRD tingkat I mendapat 5 kursi, sedangkan DPRD tingkat II mendapat jatah 1 kursi. Parahnya PBB berada pada posisi rendah dan gagal memperoleh kursi, baik di DPRD tingkat I ataupun II, karena hanya memperoleh suara sebanyak 1,46%.5 Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun Tahun 2012, ambang batas parlemen atau

parliamentary threshold ditetapkan sebesar 3,5% dan berlaku nasional untuk semua anggota DPR dan DPRD. Setelah digugat oleh 14 partai politik, Mahkamah Konstitusi kemudian menetapkan ambang batas 3,5% tersebut hanya berlaku untuk DPR dan ditiadakan untuk DPRD. Ketentuan ini direncanakan akan diterapkan sejak Pemilu 2014. 6 Hal ini menjadi Ironi, karena mayoritas masyarakat Indonesia yang beragama Islam, pada kenyatannya tidak mampu membawa parpol Islam untuk kemudian meraih posisi terbesar dalam Pemilu dan menjadi partai kepercayaan untuk kemudian menyalurkan aspirasi masyarakat muslim dalam hal pemerintahan. Khususnya yang terjadi di kota Surabaya, Jawa Timur.

Naik turunnya perolehan suara partai Islam akibat kesamaan misi “partai

Islam” ini dapat disebut juga sebagai peristiwa fenomena saling mangsa-memangsa suara atau “kanibalisme dalam politik”. Adapun pengertian

5

Firdaus Ayu Palestina, Observasi, DPW PBB, PAN, PKS, PPP, dan PKB, November

2014

6

Wikipedia, “Ambang Batas Parlemen”,


(15)

5

kanibalisme politik menurut Amich Alhumami seorang antropolog, peneliti senior lembaga studi pengembangan etika usaha (lspeu) Indonesia, Jakarta menyatakan bahwa political cannibalism atau kanibalisme politik adalah praktik saling memangsa di antara aktor-aktor politik dalam perebutan sumber daya ekonomi-politik, untuk kepentingan melanggengkan kekuasaan atau pertarungan merebut kekuasaan.7

Apakah yang kemudian membuat para partai Islam ini memperoleh perolehan suara yang minim dan terjadi naik-turun di tiap-tiap pemilu? Terdapat dua faktor utama untuk menjawab pertanyaan tersebut, diantaranya adalah :

Pertama, karena elektabilitas partai politik Islam yang dinilai rendah oleh masyarakat karena dinilai partai-partai Islam pada kenyataannya juga banyak yang tersandung kasus-kasus asusila dan internal partai, seperti: PKS dengan kasus suap daging Import oleh Lutfi Hasan Ishaq dan kasus perempuan oleh Fathonah, PPP dengan kasus korupsi dana Haji oleh Surya Dharma Ali dan perpecahan yang terjadi karena perbedaan paham antara Surya Dharma Ali dan M. Romahurmuziy yang mengakibatkan saling pecat- memecat antara keduanya, serta PKB dengan perpecahannya antara kubu Gus Dur dan Muhaimin Iskandar. Kedua, adanya

indikasi “perebutan” suara dari masing-masing parpol Islam dikarenakan basis massa yang sama dari masing-masing parpol Islam. Seperti misalnya : PPP dan PKB yang sama-sama memiliki basis massa dari kaum Islam tradisionalis dan diantaranya ada yang tergabung dalam organisasi masyarakat Islam Nadhlatul

7

Amich Al-Humami, “Korupsi dan Kanibalisme Politik”, :

http://www.suararakyat.co/2014/03/korupsi-dan-kanibalisme-politik.html (30 November 2014)


(16)

6

Ulama (NU), serta PAN dan PKS yang memiliki basis massa dari kaum Modernis dan diantaranya ada yang tergabung dalam organisasi masyarakat islam Muhammadiyah. Sedangkan untuk PBB dapat dikatakan sedikit “sial” karena dalam partai berlambang bulan dan bintang ini tidak memiliki basis massa yang pasti dan jelas. Kesamaan basis massa dari masing-masing parpol Islam ini dikarenakan menurut Saiful Mujani, partai Islam dapat dibagi menjadi dua. Pertama, partai yang berbasis organisasi kemasyarakatan (ormas) keislaman, seperti PKB dan PAN. Kedua, partai yang secara eksplisit berplatform Islam sebagai asas ideologi, seperti PKS, PPP, dan PBB.8

Berdasarkan hal tersebut di atas penulis hendak meneliti bagaimana

fenomena “kanibalisme” atau saling makan-memakan suara antar parpol Islam di kota Suara pada pemilu 2014, serta faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi fenomena kanibalisme tersebut. Lebih khusus peneliti hendak meneliti lima partai politik Islam yang hingga pemilu 2014 kemarin masih diakui sah keberadaannya sesuai dengan parlementary threshold, yaitu : PAN, PPP, PKB, PKS, dan PBB.

B. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah dimaksudkan untuk meneliti adanya indikasi kanibalisme dalam politik, studi terhadap partai politik Islam di kota Surabaya pada pemilu 2014, yang dikhususkan pada partai-partai Islam peserta pemilu 2014, yakni : PAN, PPP, PKB, PKS, dan PBB

8

Biyanto, “Kisruh PPP dan Masa Depan Partai Islam”, dalam

http://www.jawapos.com/baca/artikel/7048/Kisruh-PPP-dan-Masa-Depan-Partai-Islam (13 Oktober 2014)


(17)

7

C. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam penulisan penelitian yang merujuk pada latar belakang di atas adalah :

1. Bagaimana fenomena kanibalisme antarpartai Islam di Surabaya dalam pemilu 2014 ?

2. Faktor-faktor apakah yang melatarbelakangi fenomena kanibalisme antar partai Islam di Surabaya dalam pemilu 2014 ?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun dari penelitian ini adalah dengan didasarkan pada tujuan dan manfaat seperti :

1. Untuk mendeskripsikan fenomena kanibalisme antar partai Islam di Surabaya dalam pemilu 2014

2. Untuk mendeskripsikan faktor-faktor yang melatarbelakangi fenomena kanibalisme antar partai Islam di Surabaya dalam pemilu 2014.

E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode penelitian deskriptif yang digambarkan dengan kata-kata tertulis dan lisan. Metode ini disebut juga sebagai metode interpretive, karena hasil penelitian lebih berkenaan dengan interprestasi terhadap data yang ditemukan di


(18)

8

lapangan.9 Dalam hal ini dapat dilihat melalui pengamatan perilaku untuk memahami berbagai hal yang berkaitan dengan indikasi kanibalisme dalam politik partai politik Islam di Kota Surabaya pada pemilu 2014, yang difokuskan pada partai politik peserta pemilu 2014.

2. Pemilihan Lokasi Penelitian

Pemilihan lokasi ini bagi peneliti merupakan suatu hal yang sangat penting, karena melalui pemilihan lokasi penelitian nantinya proses penelitian ini akan dapat berjalan sesuai dengan rumusan masalah yang telah dijelaskan diatas. Melalui penentuan pemilihan lokasi penelitian ini pula yang menjadi alasan awal mengapa peneliti mengambil tema penelitian ini. Pemilihan lokasi ini telah peneliti pertimbangkan baik dari segi jarak dan fenomena sosial yang terjadi disana. Menurut peneliti, indikasi fenomena kanibalisme dalam politik partai politik Islam di Kota Surabaya pada pemilu 2014, yang difokuskan pada partai politik peserta pemilu hingga pemilu 2014.

Untuk itu, peneliti memutuskan untuk mengambil lokasi penelitian di masing-masing kantor DPD dan DPW 5 partai politik Islam, yaitu : DPW PAN

Surabaya , DPW PPP Jawa Timur , DPW PKB Jawa Timur , DPW PKS, DPW

PBB Jawa Timur.

9

Sugiyono, Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R &D, (Bandung: Alfabeta, 2010), hal 7-8.


(19)

9

3. Penentuan Informan

Informan adalah seseorang yang diwawancarai dan diharapkan memberikan keterangan atau informasi mengenai hal-hal yang ingin diketahui si peneliti. Berdasarkan pertimbangan secara empiris, yang dipertimbangkan dengan penyesuaian perumusan masalah penelitian dan juga tujuan penelitian maka beberapa pihak yang dimaksudkan relevan dalam kriteria menjadi informan di antaranya adalah para ketua dan atau pengurus DPW masing-masing fokus partai Islam di atas. Yakni : Rizal Aminuddin dan Akshabul Mukminin (dari DPW PBB), Shidiq Baihaqi dan Rahmat Wahyudi (dari DPW PKS), Kuswiyanto dan R. Suwasis Hadi (dari DPW PAN), Fauzan Fuadi dan Badrut Tamam (dari DPW PKB), Husni Tamrin dan Amar (dari DPW PPP)

4. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknis pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dari berbagai sumber yaitu wawancara, observasi, dan dokumentasi.10 Informan yang akan dijadikan sumber data dalam penelitian ini adalah beberapa pihak yang dianggap memiliki pengaruh penting dalam indikasi fenomena kanibalisme dalam politik partai politik Islam di Kota Surabaya pada pemilu 2014, yang difokuskan pada partai politik peserta pemilu hingga pemilu 2014

10


(20)

10

4. Analisis Penelitian

Untuk Analisis data yang digunakan dalam mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Proses analisa dilakukan secara bersamaan sebagai sesuatu proses yang jalin-menjalin pada saat, sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan data sehingga dapat diperoleh gambaran secara menyeluruh tentang permasalahan yang diteliti.

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model interaktif analisis yaitu model analisis yang terdiri dari tiga komponen analisa utama yang membentuk suatu tahapan yang dapat digambarkan sebagai berikut:11

Model Analisa Data Interaktif

Tiga komponen analisa yang utama dalam model ini adalah reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan yang dapat menjelaskan sebagai berikut:

11

H.B. Sutopo, Metode Penelitian Kualitatif , Dasar Teori dan Terapannya dalam

Penelitian (Surakarta: UNS Press, 2002), hal 96

Pengumpulan data

penyajian data Reduksi data


(21)

11

a) Reduksi data, merupakan proses seleksi, pemfokusan, dan penyederhanaan dan abstraksi data (kasar) yang dilaksanakan terus sepanjang pelaksanaan penelitian. Dalam reduksi data peneliti memusatkan tema dan membuat batas-batas permasalahan. Proses ini terus berlangsung sampai laporan penelitian selesai ditulis.

b) Penyajian data adalah suatu rangkaian informasi yang memungkinkan kesimpulan penelitian dapat dilakukan. Dengan melihat penyajian data, peneliti akan mengerti tentang apa yang terjadi dan memungkinkan untuk mengerjakan sesuatu pada analisa atau tindakan lain berdasarkan penelitian tersebut.

c) Penarikan kesimpulan, merupakan tahap pengambilan kesimpulan dimana peneliti dapat menarik kesimpulan akhir berdasarkan rangkaian data yang telah didapat. Kesimpulan akhir tidak akan terjadi sampai proses pengumpulan data berakhir.

Dalam proses analisa, ketiga komponen tersebut berinteraksi dengan proses pengumpulan data sehingga membentuk suatu siklus.

5. Pengujian Keabsahan Data

Pengujian keabsahan data sangat diperlukan dalam penelitian kualitatif karena data hasil penelitian harus valid, rediabel dan objektif. Dalam penelitian ini, pengujian keabsahan data yang dingunakan adalah uji kredibilitas karena melibatkan penetapan hasil penelitian kualitatif yang dapat dipercaya. Kriteria kredibilitas dilihat dari perspektif partisipan dalam penelitian yang dilakukan


(22)

12

karena pada hakekatnya tujuan penelitian kualitatif ialah untuk memahami fenomena sosial yang menarik perhatian dari sudut pandang partisipan penelitian. Strategi untuk meningkatkan kredibilitas data dilakukan dengan melakukan perpanjangan pengamatan, ketekunan penelitian, tringualistik teknik (triangulation technic) dan memberchecking. Dalam penelitian ini yang dilakukan untuk pengujian keabsahan data ialah perpajangan pengamatan, triangulation dan memberchecking. Pengujian keabsahan data tersebut secara rinci dapat dijelaskan seperti dibawah ini:12

1). Perpanjangan Pengamatan

Perpanjangan waktu yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian dengan mewawancarai informan yang telah diwawancara untuk mengetahui apakah memang informasi yang sudah ditemukan dahulu benar adanya atau bersifat valid.

2). Teknik Tringualistik (Triangulation technic)

Tringualistik Teknik (Triangulation technic) adalah proses penguatan bukti dari beberapa individu yang menjadi informan dalam penelitian yang berbeda dari teknik pengamatan yang sebelumnya dan melakukan wawancara dengan informan yang berbeda dari informan yang telah diwawancara sebelumnya. Dalam penelitian ini, penguatan data yang dilakukan adalah hanya dengan melakukan wawancara dengan informan

12

Emzir. Metode Penelitian Kualitatif Analisis Data, (Rajawali Pers: Jakarta, 2010), hal 79-80


(23)

13

baru namun tekniknya tidak berbeda dengan teknik pengamatan sebelumnya.

3). Member Checking

Memberchecking merupakan suatu proses dimana peneliti menanyakan atau melakukan wawancara pada salah satu informan atau lebih dalam studi untuk mengecek keakuratan keterangan yang ada sebelumnya. Dalam penelitian ini, pengujian keabsahan data dilakukan selama beberapa hari dengan melakukan wawancara dengan informan yang lama atau yang baru mengenai informasi yang sesuai dengan masalah penelitian.

F. Sistematika Pembahasan

Adapun sistematika pembahasan yang akan di bahas dalam penelitian ini diantaranya sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan

Memuat Latar belakang, batas masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika pembahasan. Secara umum, setiap sub-bab berisi uraian yang bersifat global, dan juga sebagai pengantar untuk memahami bab-bab berikutnya.

Bab II : Kajian Konseptual/Teori

Kajian konseptual atau teori ini terdiri dari penelitian sebelumnya, , partai politik, partai Islam, dan perilaku memilih


(24)

14

Bab III : Partai Islam dan Fenomena Kanibalisme

Berisikan gambaran mengenai lokasi atau setting penelitian, yakni : sejarah perkembangan partai-partai Islam, posisi partai Islam dalam pemilu 2014, dan fenomena kanibalisme antar partai Islam.

Bab IV : Pemaknaan Hasil Penelitian

Berisikan tentang hasil penelitian, dan pembahasan hasil penelitian, yang diolah secara menyeluruh berdasarkan dengan data lapangan, perolehan hasil wawancara dengan para narasumber serta sumber-sember lain, seperti : hasil penelusuran dari buku, jurnal, skripsi, dan sumber-sumber yang mendukung dari internet.

Bab V : Penutup


(25)

15

BAB II

KAJIAN KONSEPTUAL/TEORI

A. Telaah Pustaka

Terdapat beberapa penelitian mengenai kiprah Partai Politik Islam Indonesia dalam politik, diantaranya adalah :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Sudharno Shobron yang berjudul “Prospek Partai Islam Ideologis di Indonesia”. Penelitian ini bermaksud untuk meneliti tentang perlunya gagasan cerdas untuk dapat meningkatkan kesuksesan partai Islam. Gagasan tersebut adalah dengan menghadirkan partai ideologis, yakni Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sebagai peserta pemilu yang memperjuangkan tegaknya syariat Islam di indonesia. Adapun hasil dari penelitian ini diketahui bahwa partai Islam belum memiliki prospek yang menggembirakan namun dengan kekonsistenan HTI dalam mengemban cita-cita syariat Islam memiliki peluang untuk menjadi partai ideologis di Indonesia.1

2. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Detri Soetiawan, dengan judul

“Partai-Partai Islam dalam Pemilu 1999, Studi Kebijakan Presiden BJ.

Habibie tentang Multi Partai”. Pada penelitian ini minimnya perolehan

kursi partai Islam di parlemen pada pemilu 1999 yang diselaraskan dengan kebijakan BJ Habibie selaku Presiden RI, tentang beberapa konsep demokrasinya yang kemudian tidak disia-siakan oleh kalangan

1

Sudarno Shobron, “Prospek Partai Islam Ideologis di Indonesia”, Jurnal Studi Islam, Vol.14. No. 1 (Juni, 2013)


(26)

16

politisi Islam untuk kemudian mendirikan partai-partia Islam, hingga akhirnya dapat mengantarkan Abdurrahman Wahid sebagai Presiden RI ke empat dengan menanggalkan Megawati, meski dalam parlemen, kenyataannya masih kalah dengan partai-partai non Muslim seperti Golkar dan PDIP. Penelitian ini menggunakan metode historis yaitu rekonstruksi imajinatif tentang sejarah melalui proses menguji dan menganalisa secara kritis kejadian masa lalu berdasarkan data yang sudah ada.2

3. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Reslawati, dengan judul :

“Pandangan Pemimpin Ormas Islam terhadap Perolehan Suara Partai

Politik Islam pada Pemilu Legislative 2009 di DKI Jakarta”. Penelitian ini

difokuskan pada pandangan pemimpin ormas Islam terhadap perolehan suara partai politik Islam pada pemilu legislatif di DKI Jakarta. Dengan lokus kajian dilaksanakan di Propinsi DKI Jakarta, dengan metode kualitatif dan pendekatan fenomenologis. Kajian ini menghasilkan bahwa penyebab penurunan perolehan suara partai politik Islam antara lain: parpol Islam saat ini sangat pragmatis, tidak ideologis; Ada keinginan parpol Islam bergabung menjadi satu atau dua parpol Islam saja atau cukup mengosentrasikan pada parpol Islam yang sudah ada dan lolos elektoral treshold, agar potensi dan kosentrasi umat tidak terpecah belah; adanya signifikasi yang cukup tajam antara perolehan penurunan suara

2

Detri Soetriawan, “Partai-Partai Islam dalam Pemilu 1999, Studi Kebijakan Presiden BJ.


(27)

17

parpol Islam dengan pengambilan keputusan parpol Islam di legislative, bila perolehan suara parpol Islam kecil, maka secara otomatis jumlah wakil parpol Islam di legislatif juga kecil.3

Adapun perbedaan penelitian yang dilakukan beberapa penelitian di atas dengan penelitian ini adalah yang pertama pada metode penelitiannya. Metode penelitian metode historis yaitu rekonstruksi imajinatif tentang sejarah melalui proses menguji dan menganalisa secara kritis kejadian masa lalu berdasarkan data yang sudah ada dan melalui metode kualitatif dan pendekatan fenomenologis, sedangkan pada penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode penelitian deskriptif yang digambarkan dengan kata-kata tertulis dan lisan yang mencoba menggali sumber data memalui observasi lapangan terlebih dahulu, baru kemudian wawancara dan juga dokumentasi. Perbedaan selanjutnya adalah tujuannya. Ketiga penelitian di atas, yaitu penelitian yang pertama memiliki tujuan untuk perlunya diselenggarakannya gagasan syariat Islam HTI guna Prospek kesuksesan Partai Islam kedepan. Penelitian kedua bertujuan untuk meneliti pengaruh kebijakan Presiden Habibie sebagai wujud munculnya partai-partai Islam, meski memiliki hasil yang minim di parlemen namun dapat menghantarkan Abdurrahman Wahid sebagai Presiden ke empat pengganti Megawati. Selanjutnya penelitian ketiga bertujuan untuk mencari tahu pandangan pemimpin ormas Islam terhadap perolehan suara partai politik Islam pada pemilu

3

Reslawati, “Pandangan Pemimpin Ormas Islam terhadap Perolehan Suara Partai Politik

Islam pada Pemilu Legislative 2009 di DKI Jakarta”, Jurnal Puslitbang Kehidupan


(28)

18

legislatif di DKI Jakarta. Sedangkan pada penelitian ini, peneliti mencoba untuk mencari tahu dan mengidentifikasi adanya kanibalisme dalam politik terhadap Partai Politik di kota Surabaya, yang difokuskan pada partai politik Islam yang hingga pemilu 2014 kemarin terdaftar sebagai peserta pemilu, yakni : PAN, PPP, PKS, PKB, dan PBB.

B. Kerangka Teori

Adapun beberapa kerangka teori dalam penelitian ini adalah :

1. Kanibalisme Politik

Peristiwa kanibalisme tanpa kita sadari telah terjadi dan sering dilakukan oleh diri kita sendiri, seperti misalnya : suka menggigit-gigit kuku, memakan rambut, kulit, dan darah sendiri. Atau kanibalisme yang terjadi karena paksaan, hal ini biasa terjadi dalam keadaan perang dimana seseorang dipaksa melakukan sebagai bentuk paksaan atau siksaan perang. Misalnya pada abad ke-enambelas, penjajah Spanyol memaksa penduduk pribumi memakan buah pelirnya sendiri, atau di Sudan pada tahun 1990, seorang pemuda dipaksa untuk memakan telinganya sendiri.4

Praktik kanibalisme ini seakan menjadi kebudayaan tersendiri. Orang melakukannya adakala memang dibenarkan keberadaannya sebagai norma sosial, pada situasi ekstrem kelaparan, atau dimaklumi sebagai bentuk kegilaan dan penyimpangan sosial. Adapun yang terakhir ini dibagi menjadi dua jenis, yakni : endo-kanibalisme (memakan orang dari komunitas sendiri), dan

4

Julia Suryakusuma, Jihad Julia : Pemikiran Kritis dan Jenaka Feminis Pertama di


(29)

19

kanibalisme (memakan manusia dari masyarakat lain). Selain itu juga ada kanibalisme janin (lebih umum terjadi pada binatang daripada manusia), serta kanibalisme digunakan sebagai hiburan, ini biasanya dilakukan aktor sebagai

akting di sebuah film. Seperti misalnya pada film “Sweeney Tood : The Demon Barber of Fleet Street” pada tahun 2007 yang diperankan oleh tokoh

eksentrik internasional, Jhonny Deep.

Selain tersebut di atas, jenis kanibalisme yang tidak kalah ekstrem adalah kanibalisme politik, yakni : apabila seorang manusia dalam negara baik aktor maupun non-aktor “memakan” orang mereka sendiri. Ini diekspresikan sebagai cara hubungan kekuasaan terhadap orang tersebut. Peristiwa kanibalisme politik ini berdasarkan dengan tujuan dari politik itu sendiri, yaitu : hubungan sosial yang melibatkan intrik dengan tujuan mendapatkan otoritas atau kekuasaan.5 Lebih khusus, selain istilah kanibalisme politik, terdapat istilah lain, yakni kanibalism caleg. Ini diutarakan oleh Sudiyatmiko Ariwibowo, seorang kuasa hukum dari PDIP untuk KPU dalam pemilu presiden 2014 kemarin, menyatakan bahwa : kanibalisme caleg merupakanPraktek pencurian suara antarcaleg di dalam satu partai .6

Menurut sumber lain disebutkan, bahwa kanibalisme politik adalah praktik saling memangsa di antara aktor-aktor politik dalam perebutan sumber daya

ekonomi-politik, untuk kepentingan melanggengkan kekuasaan atau

5

Ibid, hal 157

6

Sudiyatmiko Ariwibowo, “Kanibalisme Caleg Disebabkan Pengawasan yang Lemah”. :

http://www.rumahpemilu.org/in/read/7506/Sudiyatmiko-Aribowo-Kanibalisme-Caleg-Disebabkan-Pengawasan-yang-Lemah (24 Desember 2014)


(30)

20

pertarungan merebut kekuasaan. Perilaku saling memangsa di antara aktor-aktor politik ini mencerminkan mentalitas purba dan naluri primitif, merujuk doktrin kuno yang dipopulerkan oleh ahli filsafat sosial Herbert Marcuse: homo homini lupus (man is a wolf to man)—manusia adalah serigala pemangsa manusia lain.

Ungkapan ini menggambarkan bahwa dalam peradaban pri-mitif, manusia acap memakan dalam pengertian harfiah manusia lain, yang dikenal dengan tradisi kanibalisme. Dalam konteks peradaban modern, pertarungan merebut kekuasaan melahirkan kanibalisme politik dalam wujud korupsi di kalangan pemangku kekuasaan. Kanibalisme politik bertentangan dengan civic morality, yang menjadi basis dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang beradab. Penting dicatat, kanibalisme politik dalam konteks pertarungan dan perburuan kekuasaan selalu bersifat nihilistik dengan prinsip zero sum game.7

2. Partai Politik

a. Pengertian Partai Politik

Partai politik merupakan salah satu sarana penting penyaluran aspirasi masyarakat, dan sebagai kendaraan politik, yang pada umumnya ada pada negara-negara berdaulat serta merdeka. Partai politik pertama-tama lahir di negara-negara Eropa Barat. Dengan meluasnya gagasan bahwa rakyat merupakan faktor yang perlu diperhitungkan serta diikut sertakan dalam

7

Amich Al-Humami, “Korupsi dan Kanibalisme Politik”, :

http://www.suararakyat.co/2014/03/korupsi-dan-kanibalisme-politik.html (30 November 2014)


(31)

21

proses politik, maka partai politik telah lahir secara spontan dan berkembang menjadi penghubung antara rakyat dengan pemerintah. Partai politik pada umumnya dianggap sebagai manifestasi dari suatu sistem politik yang sudah modern atau sedang dalam proses memodernisasikan diri.

Menurut Miriam Budihardjo partai politik secara umum dapat

dikatakan sebagai suatu kelompok yang terorganisir, yang

anggotaanggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan

merebut kedudukan politik untuk melaksanakan

kebijaksanaan-kebijaksanaan mereka, baik dengan cara konstitusional maupun inkonstitusional.8

Joseph Lapalombara dan Myron Weiner, sebagaimana dikutip oleh Miriam Budihardjo melihat partai politik sebagai organisasi untuk mengekspresikan kepentingan ekonomi sekaligus mengapresiasikan dan mengatur konflik. Partai politik dilihat sebagai organisasi yang mempunyai kegiatan yang berkesinambungan serta secara organisatoris memiliki cabang mulai dari tingkat pusat sampai ke tingkat daerah. Arifin Rahman mengasosiasikan partai politik sebagai organisasi perjuangan, tempat seseorang atau kelompok mencari dan memperjuangkan kedudukan politik dalam negara. Bentuk perjuangan yang dilakukan oleh setiap partai politik tidak harus menggunakan kekerasan atau kekuatan fisik, tetapi melalui

8

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik. (Jakarta, PT . Gramedia Widisuasarana,


(32)

22

berbagai konflik dan persaingan baik internal partai maupun antar partai yang terjadi secara melembaga dalam partai politik pada umumnya.9

A. A Said Batara & Moh. Dzulkiah mengemukakan dalam perspektif sosiologi politik, bahwa partai politik merupakan kumpulan dari sekelompok orang dalam masyarakat yang berusaha untuk meraih atau mempertahankan kekuasaan suatu pemerintahan atau negara. Adapun dalam ilmu politik, istilah partai politik biasa disebut sebagai suatu kelompok yang terorganisir anggota-anggotanya yang mempunyai orientasi, nilai, dan cita-cita yang sama.10

Partai politik juga telah terdiferensiasi berdasarkan tipologinya atau klasifikasi. Klasifikasi itu dapat diketahui dari tiga dasar kriteria, yaitu asas dan orientasi, komposisi dan fungsi, serta basis tujuan dan sosial. Dari sisi asas dan orientasi, parpol dapat dikelompokkan menjadi 3 tipe, yaitu :

1. Parpol pragmatis, yaitu suatu partai yang mempunyai program dan kegiatan yang tidak terikat kaku pada suatu doktrin dan ideologi tertentu.

2. Parpol doktriner, ialah suatu parpol yang memiliki sejumlah program dan kegiatan konkret sebagai penjabaran ideologinya.

3. Parpol kepentingan merupakan suatu parpol yang dibentuk dan dikelola atas dasar kepentingan tertentu, seperti petani, buruh, etnis, agama, yang secara langsung ingin berpartisipasi dalam pemerintahan.

9

Arifin Rahman, Sistem Politik Indonesia dalam Perspektif Struktural Fungsional: (

Surabaya :SIC 2002), hal 91.

10

A.A. Said Batara & Moh. Dzulkiah Said, Sosiologi Politik; Konsep & Dinamika


(33)

23

Beberapa definisi tersebut di atas membawa pada pemahaman bahwa partai politik adalah kumpulan orang yang terorganisir secara rapi dengan ideologi tertentu dan kepentingan untuk meraih kekuasaan dengan penuh persaingan. Ada empat kata kunci tentang partai politik, yakni ideology (ideology), kepentingan (interest), kekuasaan (power), dan persaingan (competition). Ideologi dan kepentingan (interest) suatu partai dapat mengidentifikasi dirinya dengan konstituennya. Ideologi sebagai landasan untuk menyusun program kerja, dan tujuan-tujuan yang akan dicapai. Bahkan visi dan misi, landasan dan prinsipprinsip perjuangan, serta cita-cita politik tidak lepas dari ideologi. Selain itu, setiap partai politik itu dilahirkan untuk meraih kekuasaan. Untuk dapat berkuasa, maka setiap partai politik harus bersaing (kompetisi) untuk meraih suara sebanyakbanyak dari masyarakat pemilih. Dalam kompetisi inilah sering tidak dapat dihindari gesekan-gesekan yang memicu terjadi konflik antar partai politik. Oleh karena itu dibuatkan aturan-aturan atau normanorma untuk meraih kekuasaan melalui undang-undang, sehingga kekuasaan yang nantinya didapat sudah melewati proses demokrasi yang transparan.

b. Tipologi Partai Politik

Menurut Ichlasul Amal, sekurang-kurangnya ada lima jenis partai politik dilihat dari tingkat komitmen terhadap ideologi, yaitu partai proto, kader, massa, diktatorial, dan partai catch-all. Pertama, partai proto adalah bentuk awal suatu partai di Eropa Barat pada abad pertengahan hingga akhir abad ke-19, sehingga tidak dapat dikatakan partai modern. Esensi dari partai


(34)

24

ini membedakan antara anggota dan non-anggota. Kedua, partai kader merupakan jenis partai yang belum memberikan hak pilih kepada masyarakat umum, hanya mereka dari kalangan menengah ke atas yang memiliki hak. Partai ini tidak memerlukan anggota yang besar, sehingga tidak memobilisasi massa. Ketiga, partai massa adalah partai yang mementingkan kuantitas anggota dan berorientasi pada basis pendukung yang luas, lintas profesi, etnis dan agama. Tujuan utamanya adalah melakukan pendidikan politik rakyat. Keempat, partai diktatorial, yakni sub-tipe dari partai massa, hanya saja ideologinya dipegang secara kaku dan radikal, sehingga dalam rekrutmen anggota lebih selektif. Partai ini menuntut pengabdian secara total dari setiap anggotanya. Kelima, partai

catch-all merupakan gabungan dari partai kader dan partai massa. Tujuan utama partai ini adalah memenangkan pemilihan dengan cara menawarkan program-program dan keuntungan bagi anggota partai.11

Sedangkan menurut Roy C.Macridis ada tujuh tipe partai politik, yakni otoriter dan demokratis, integratif dan representatif, ideologis dan pragmatis, agamis dan sekuler, demokratis dan revolusioner, massa dan elit, demokratis dan oligarkhi. Untuk membuat tipologi partai didasarkan pada tiga hal, yakni sumber dukungan partai, organisasi internal, dan tindakan.12

11

Ichlasul Amal, Teori-Teori Mutakhir Partai Politik, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1988), hal. 31

12


(35)

25

3. Partai Islam

a. Sejarah Munculnya Partai Islam di Indonesia

sejarah munculnya partai politik Islam di Indonesia ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang desentralisasi tahun 1903, kala itu pemerintah Belanda memberikan hak kepada pemerintahan lokal di Hindia Belanda untuk membentuk satu Dewan Perwakilan. Wakil-wakil rakyat yang duduk di dewan ditunjuk oleh Gubernur Jenderal sebagai wakil-wakil dari “the Color Caste System”, satu model yang sama dengan Constitutional Democracy. Ini terjadi pada tahun 1916, saat Gubernur Jenderal menyatakan bahwa sebagian anggota volksraad (Dewan Perwakilan) tetap ditunjuk dan sebagian lain dipilih. Maka dari itu untuk mengisi kursi yang dipilih, maka pada tahun 1917, pemerintah Hindia Belanda mengumumkan dibolehkannya pembentukan partai politik pada tingkat nasional.

Mosi Tjokroaminoto dan Mosi Djajadiningrat pada November 1918 menuntut agar seluruh anggota Volksraad dipilih oleh rakyat. Akhirnya berbuah rakyat diperbolehkan secara bebas berserikat dan berkumpul, meski pada kenyataannya polisi rahasia tetap mengawasi kegiatan politik mereka. Setelah kejadian tersebut, di Indonesia tumbuh partai secara garis besar berkategori : 1). Partai keturunan Belanda, 2). Partai keturunan China, 3). Partai orang Indonesia. Kategori yang ketiga ini kemudian terbagi atas dua jenis yakni : partai Islam dan Non-Islam. Adapun partai Islam sendiri perjalanannya sepanjang era adalah :13

13Nuruddin’ITR,


(36)

26

Periode Pra-Kemerdekaan

Pada era ini partai yang pertama dibangun oleh umat Islam adalah Sarekat Islam (SI) pada tanggal 11 November 1912 di Solo. Partai ini berasal dari sebuah organisasi dagang yang bernama Sarekat Dagang Islam (SDI). Partai yang didirikan oleh H. Samanhudi ini pada awal perjalanannya sebagian besar dicurahkan pada masalah-masalah organisasi seperti : mencari pimpinan, menyusun anggaran dasar, dan hubungan antara organisasi pusat dengan organisasi daerah.14

Kemudian di era kepemimpinan Tjokroaminoto, Abdul Moeis, dan Agus Salim, SI mulai memasuki periode puncak dengan berhasilnya SI meluas hingga di seluruh nusantara pada tahun 1919, dengan jumlah anggota lebih dari setengah juta orang dari berbagai lapisan masyarakat. Hal ini mampu membawa SI secara serius memperhatikan beberapa persoalan di bidang : agama, ekonomi, dan politik. SI membagi program kerjanya menjadi delapan bagian, yaitu : politik, pendidikan, agama, hukum, agraria, pertanian, keuangan, dan perpajakan.

SI melakukan perjuangan politik dengan ikut berpartisipasi di Volksraad meski ditentang oleh anggotanya, yakni Samaun (tokoh SI yang nantinya menjadi tokoh komunis). Di dalam Volksraad ini, Tjokroaminoto dan Moeis menjadi bintang karena tuntutan-tuntutannya yang sangat keras untuk memperluas hak-hak Volksraad, pembentukan dewan-dewan daerah dan perluasan hak pilih, penghapusan kerja paksa,


(37)

27

dan sistem izin untuk bepergian. Namun kemudian pada periode keempat kelahirannya (1927-19942), SI gagal mempertahankan kejayaan posisinya sebagai pemain kunci dalam gerakan nasional karena berbagai faktor, yaitu Pertama, konflik internal di kalangan elite partai, seperti : kekecewaan seorang elite terhadap langkah politik yang ditempuh oleh elite lain, perbedaan pandangan antar elite, sehingga kerapkali berakhir dengan pengusiran seorang elite dari tubuh partai.

Cara inilah yang kemudian mengakibatkan SI secara perlahan mengalami krisis kepemimpinan dan melemahnya kondisi partai.

Kedua, memudarnya kepercayaaan kelompok Islam lain terhadap SI. Oragnisasi-organisasi Islam lain seperti : Al-Irsyad, Muhammadiyah dari sayap modernis dan gejala semakin terorganisasinay golongan tradisionalis. Reputasi besar SI yang piawai dalam berorganisasi dapat meyakinkan semua kelompok Islam untuk memberikan kursi kepemimpinan umat dalam bidang agama kepada SI, sebagaimana tergambar dalam beberapa kali Kongres Al-Islam. Tapi karena merasa diperlakukan tidak wajar oleh pimpinan SI, akum tradisionalis menceraikannya, dan pertikaiannya dengan Muhammadiyah pada tahun 1926 membuat banyak warga Muhammadiyah keluar dari kenggotaan SI pada tahun selanjutnya. Ketiga, tantangan semakin besar terhadap kepemimpinan SI muncul dari kaum pergerakan kebangsaan yang berideologi nasionalis dan komunis.


(38)

28

Periode Pasca-Kemerdekaan / Orde Lama (1945-1965)

Setelah proklamasi kemerdekaan dikumandangkan pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia menerapkan sistem kabinet presidensial yang

mengacu pada UUD 1945. Seminggu kemudian, Soekarno

menganjurkan dibentuknya suatu organisasi pembantu presiden namun juga melaksanakan fungsi partai dan fungsi parlemen, yaitu komite nasional yang akan didirikan di seluruh Indonesia. Pada saat yang sama Presiden Soekarno juga menghendaki pembentukan partai tunggal, yaitu : Partai Nasional Indonesia (PNI). ide tersebut ditentang keras oleh para tokoh yang menginginkan kehidupan demokratis. Sultan Sjahrir adalah tokoh politik yang paling keras menolak ide yang menurutnya dapat menyeret Indonesia ke arah otoritanisme, karena itu ia kemudian memprakarsai adanya perubahan iklim politik dengan menggalang dukungan dari anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) untuk menuntut agar komite nasional dirombak sehingga juga mempunyai kekuasaan legislatif.

Sejak saat itu, Presiden harus berbagi kekuasaan dengan parlemen yang dikomandani oleh Sjahrir dan Amir Syariffuddin. Berbekal kekuasaan ini, Sjahrir mempelopori penggusuran sistem satu partai dan membangun sistem multi partai. Hal ini tertuang dalam maklumat tanggal 3 November 1945 yang ditandantangani oleh Muhammad Hatta, yang isinya menganjurkan pada ranyat untuk mendirikan partai politik untuk menyambut pemilu badan-badan perwakilan rakyat yang


(39)

29

bakal digelar pada Januari 1946. Dengan demikian, praktis sistem pemerintahan Indonesia bergeser dari sistem presidensial menjadi sistem parlementer tanpa mengganti UUD 1945. Hal ini yang kemudian oleh Alfian membagi partai-partai yang muncul menjadi lima bagian, yaitu : Nasionalis, Islam, Komunis, Sosialis, dan Kristen/Nasrani.15

Keluarnya maklumat 1945 ini disambut dengan mengadakan kongres umat Islam Indonesia selama 2 hari di Yogyakarta. Kongres tersebut dihadiri oleh lima ratus utusan organisasi-organisasi keagamaan Islam, tokoh-tokoh aliran ulama dan tokoh-tokoh politik Islam. Pada tanggal 7 November 1945, para peserta kongres menyepakati pembentukan partai Islam yang secara resmi dinamakan partai politik Islam Indonesia Masyumi. Yang dibentuk oleh sejumlah politisi dan pergerakan sosial keagamaan Islam Indonesia yang telah aktif sejak zaman penjajahan Belanda, diantaranya adalah : Agus Salim, Abdul Kahar Muzakkir, Abdul Wahid Hasyim, Mohammad Natsir, Mohammad Roem, Prawoto Mangkusaswito, Sukiman Wirjosandjojo, Ki Bagus Hadikusumo, Muhammad Mawardi, dan Abu Hanifah.

Masyumi dicanangkan sebagai satu-satunya partai Islam yang akan menyalurkan dan mengartikulasikan kepentingan umat Islam. Hal ini diwujudkan dengan cara membentuk dua jenis keanggotaan yang diharapkan dapat menampung semua elemen Islam di masyarakat. Dua jenis keanggotaan tersebut adalah : perseorangan (biasa), dan organisasi

15 Alfian, “Aliran Partai-partai Pasca Maklumat November 1945, dalam Peta Islam


(40)

30

(istimewa). Adapun anggota perseorangan disyaratkan minimal berusia 18 tahun atau sudah kawin dan tidak menjadi partai lain, sedangkan anggota istimewa semula terdiri dari 4 organisasi, yakni : NU, Muhammadiyah, Perserikatan Umat Islam, dan Persatuan Umat Islam. Namun jumlahnya terus bertambah dengan masuknya Persis (1948), Al-Irsyad (1950), dll.

Kebesaran Masyumi pada zamannya memang tidak diragukan lagi. Prestasi cemerlangnya adalah berhasilnya para tokohnya mengisi posisi sebagai menteri bahkan perdana menteri pada rentang tahun 1945-1957, pada pemilu 1955 mampu mendudukkan 4-5 anggota Mayumi dalam setiap kabinet. Namun sayang, seiring perjalanannya Masyumi gagal mempertahankan klaimnya sebagai satu-satunya partai Islam bersamaan dengan mengerasnya konflik internal antarfaksi yang berujung dengan pecahnya persatuan partai. Seperti pada tahun 1947, saat PSII keluar dari Masyumi karena berselisih paham mngenai kabinet Amir Syarifuddin yang ingin menyertakan Masyumi. Pada tahun 1952, NU menyatakan keluar dari Masyumi. Hingga akhirnya terjadi ktegangan antara Masyumi dan Sukarno yang berimbas dikeluarkannya Keputusan Presiden No. 200/1960 yang diumumkan pada 17 Agustus 1960.

Keppres ini melarang adanya keberadaan Masyumi dan PSI karena dituduh terlibat dalam pemberontakan separatis PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia) pada tahun 1958. Setelah itu, Soekarno membubarkan semua partai politik, kecuali sembilan partai


(41)

31

yang diantaranya NU, PSI, dan Perti. Namun keberadaan ketiga partai Islam tersebut nyaris tidak berguna karena sistem kepartaian pada

demokrasi terpimpin bersifat “No Party System”. Akibatnya negara

demokrasi terpimpin digerogoti oleh aneka krisis politik dan ekonomi yang kemudian berujung pada hancurnya kekuasaan Soekarno.16  Periode Orde Baru (1966-1998)

Runtuhnya rezim orde lama kemudian muncul orde baru, yakni sebuah rezim pemerintahan militer yang dipimpin oleh presiden Soeharto. Ini berimplikasi pada gaya kepemimpinan Soeharto yang diktator dan mengakibatkan buntunya ruang gerak para pemimpin umat Islam dalam menegakkan panji-panji politik umat Islam di panggung politik nasional bukan hanya itu, politik Islam bahkan disejajarkan kedudukannya dengan komunisme melalui penamaan ekstrem kanan untuk politik Islam dan ekstrem kiri untuk komunis. Penamaan ini ikarenakan keinginan politik Islam untuk mendirikan sebuah negara Islam. Penilaian ini menjadikan politik islam menjdi musuh besar negara yang layak menerima intimidasi, penekanan, dan penganiayaan politik berkepanjangan.

Puncak kesewenang-wenangan Orba tampak pada pemilu 1971, dimana saat itu Golkar menjadi pemenang dan mendorong negara untuk mewujudkan pengelompokan-pengelompokan partai-partai politik yang baru, dan hanya akan diikuti oleh 3 partai politik. Dimana saat itu empat


(42)

32

partai Islam (NU, Parmusi, PSII, dan Perti) berfusi menjadi satu partai yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sebagai partai ciptaan negara, PPP terjerat kesulitan dalam membenarkan kehadirannya di hadapan para pendukungnya, bahkan di depan dirinya sendiri. Sebab dalam diri PPP telah hilang kesadaran untuk bersatu akibat meruncingnya persaingan antarfraksi dalam mengedepankan agenda politik masing-masing, dan dalam mencapai cita-citanya membangun sebuah negara Islam atau mengenakan hukum Islam tidak dapat tercapai karena dikerangkeng oleh berbagai persyaratan kebijakan negara.

Periode Pasca Orde Baru / Refomasi

Lahirnya partai Islam di Indonesia ditandai dengan lengsernya Soeharto sebagai Presiden dengan pemerintahan orde Barunya pada 1998 silam yang kemudian diganti dengan pemerintahan reformasi oleh BJ. Habibie. Pada era ini Habibie yang kala itu mewarisi pemerintahan Soeharto, negara berada pada kondisi yang berantakan. Merosotnya

kepercayaan masyarakat terhadap otoritas negara, sehingga

menimbulkan berbagai tuntutan reformasi di segala bidang kehidupan. Oleh karena keadaan itu lah Habibie melakukan tindakan-tindakan

“populer” guna mendongkrak legitimasinya dan pada saat yang sama

memasang kuda-kuda untuk pertarungan memperebutkan kursi presiden periode berikutnya. Langkah-langkah tersebut diantaranya adalah : memberi kebebasan yang luar biasa terhadap dunia pers, membebaskan


(43)

33

tahanan politik, dan narapidana politik, menggusur Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) dari wacana politik Nasional, menghapus keharusan menggunakan asas Pancasila bagi orgaisasi masyarakat dan organisasi politik, mengeluarkan undang-undang otonomi daerah, serta kebebasan mendirikan partai politik bagi seluruh masyarakat dan komitmen untuk menyelenggarakan pemilu 1999.

Dua butir yang disebut terakhir sangat disambut masyarakat dengan suka cita. Terbukti bahwa dengan adanya kebijakan tersebut, partai-partai dengan basis sosial besar dan kecil secara ideologis dapat dibelah menjadi dua bagian besar, yaitu : nasionalisme-religius, dan nasionalisme-skuler. Ini lah latar belakang yang melahirkan partai Islam di Indonesia.17 Adapun menurut Saiful Mujani, menegaskan bahwa partai Islam di Indonesia secara garis besar dapat dibagi menjadi dua.

Pertama, partai yang berbasis organisasi kemasyarakatan (ormas) keislaman, seperti PKB dan PAN. Kedua, partai yang secara eksplisit berplatform Islam sebagai asas ideologi, seperti PKS, PPP, dan PBB.18

b. Syarat Berdirinya Partai Islam di Indonesia

Adapun indikasi yang melatarbelakangi dan syarat-syarat berdirinya partai Islam adalah : Pertama, umat Islam yang jumlahnya besar di Indonesia ini wajib memiliki wadah politik untuk menyalurkan aspirasi dan

17

Nurrudin, Peta Islam Politik Pasca-Soeharto, (Jakarta : LP3ES, 2003), hal. 59-60

18 Saiful Mujani, “Tipologi Partai Islam”, dalam

Artikel, Biyanto Kisruh PPP dan Masa Depan Partai Islam, http://www.jawapos.com/baca/artikel/7048/Kisruh-PPP-dan-Masa-Depan-Partai-Islam (13 Oktober 2014)


(44)

34

orientasi politiknya. Diyakini bahwa masih banyak umat Islam yang memandang berpolitik itu bagian dari ibadah, dan mereka hanya mau menyalurkan ke partai politik Islam. Kedua, harus ada kesadaran kolektif umat Islam bahwa dakwah yang efektif itu melalui jalur struktur atau politik, dengan tidak meninggalkan jalur kultural. Kalau umat Islam telah memegang kunci atau memiliki kekuasaan, maka dengan mudah untuk melakukan dakwah amar makruf nahi munkar melalui undang-undang resmi negara, peraturan pemerintah, peraturan daerah (perda) dan bentuk peraturan lainnya yang bersifat mengikat masyarakat. Ketiga, harus ada perubahan nalar kolektif umat Islam, yang semula memandang politik itu urusan duniawi menjadi urusan ukhrawi juga, maka menjatuhkan pilihan dalam setiap pemilu itu wilayah ibadah.

Keempat, bentuk partai politik Islam harus tetap terbuka, karena Islam itu rahmatan lil’alamien, hanya saja harus dapat menawarkan program-program yang langsung dinikmati oleh masyarakat. Kelima, partai politik Islam harus mencantumkan ideologinya Islam, dengan penampilan dan pemaknaan yang baru. Keenam, pemimpin partai harus memenuhi kriteria sebagai pemimpin Islam, yakni kriteria internal, sidiq, amanah, tabligh dan fathanah.Dalam bahasa hadis, seorang pemimpin itu harus

dhabid (cerdas) dan ghairu syadz (tidak cacat moral). Melihat realitas politik di Indonesia, apakah ada partai Islam ideologis yang bertarung dalam pemilu 2014 ? Melihat partai Islam yang mendaftar ke KPU dengan jelas tidak ada partai ideologis yang mengikuti pemilu, yang ada adalah partai


(45)

35

Islam pargmatis yang hanya sekedar mencari kekuasaan belaka, bahkan kemungkinan melakukan praktek akuisisi partai politik tidak dapat dihindarkan. Partai politik yang tidak lolos verifikasi bisa jadi akan menjual KTP konstituennya kepada partai lain dalam rangka untuk memenuhi jumlah konsituten partai.19

c. Kemerosotan Suara Partai Islam

Akibat dari hal tersebut di atas adalah terjadi dilema politik Islam, dimana dilema ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti :20 Pertama :

estimasi berlebihan dari kekuatan politik Islam. Para pemimpin politik Islam dengan bangga menunjuk Indonesia sebagai negara dengan penduduknya yang hampir 90% beragama Islam. Atas dasar itu mereka optimis mendapatkan suara mayoritas. Namun ternyata optimisme tersebut melenceng. Terbukti pada pemilu 1955 hanya 50% dari pemilih yang memilih partai Islam, selanjtnya pada pemilu 1971, 1977, 1982, dan 1987 perolehan suara menjadi naik turun menjadi : 27,11%, 29,29%, dan 27,28%. Kedua, terjadinya apa yang disebut ambivalensi atau definisi mendua tentang umat Islam. Para pemimpin umat Islam mengkalim bahwa umat Islam mencapai sekitar 90% dari keseluruhan penduduk Indonesia, tapi penggunaan mereka atas kata “umat Islam” dalam konteks politik tidak tepat dan tidak pada tempatnya. Umat Islam disini mereka artikan

19

Sudarno Shobron, “Prospek Partai Islam Ideologis di Indonesia”, Jurnal Studi Islam, Vol.14. No. 1 (Juni, 2013)

20Din Syamsuddin, Islam dan Politik Era Orde Baru, (Jakarta : PT Logos Wacana Ilmu,


(46)

36

sebagai mereka yang secara formal menjadi anggota dan pendukung partai politik Islam, dengan demikian mereka mengesampingkan sejumlah orang yang menyatakan diri sebagai beragama Islam. Ketiga, belum adanya perkembangan pemikiran di kalangan pemimpin dan pemikir politik Islam mengenai hubungan yang pas antara agama dan politik dalam Islam.

Ini diterapkan pada Indonesia harusnya para pemimpin-pemimpin baik dari kalangan tradisionalsi maupun modernis, yang telah memilih sistem politik demokratis, hendaknya tetap memegang teguh demokrasi dengan tetap menggunakan nilai-nilai Islam.

4. Strategi Komunikasi Politik

Strategi komunikasi politik merupakan bagaimana proses komunikasi yang terjadi di dalam pemenangan dalam satu pertarungan politik oleh partai politik, atau secara langsung, oleh seorang calon Legislatif atau calon pimpinan daerah, yang menghendaki kekuasaan dan pengaruh sebesar-besarnya di tengah-tengahmasyarakat sebagai konstituennya.21 Bahwa StrategiKomunikasi Politik adalah rencana yang meliputi metode, teknik dan tata hubungan fungsional antara unsur-unsur dan faktor-faktor dari proses komunikasi guna kegiatan operasional antara unsur-unsur dan faktor-faktor dari proses komunikasi guna kegiatan operasional untuk mencapai tujuan dan sasaran.

Faktor-faktor dari proses komunikasi politik adalah meliputi :

21

Zein Abdullah, Strategi komunikasi Politik dan Penerapannya. (Bandung : Simbiosa, 2008),hal 99.


(47)

37

1. Komunikator Politik

Komunikator politik adalah Partisipan yang dapat menyampaikan atau memberikan informasi tentang hal-hal yang mengandung makna atau bobot politik.

2. Pesan Politik

Pesan politik adalah pernyataan yang disampaikan , baik secara tertulis maupun tidak tertulis , baik secara verbal maupun non-verbal,tersembunyi maupun terang-terangan, baik yang disadari maupun tidakdisadari yang isinya mengandung bobok politik. Yaitu bagaimana agarsetiap pesan politik yang disampaikan dapat dimengerti oleh setiap anggota ataupun masyarakat.

3. Saluran atau Media politik

Saluran atau media Politik adalah alat atau sarana yang dipergunakanoleh para komunikator politik dalam menyampaikan pesan politik nya.Dimana setiap kegiatan ataupun pesan yang ingin disampaikan olehpartai politik di tampilkan disetiap media politik.


(48)

38

4. Sasaran atau Target Politik

Sasaran atau target politik adalah anggota masyarakat yang diharapkandapat memberi dukungan dalam bentuk pemberian suara (vote) kepadapartai atau kandidat dalam Pemilihan Legislatif.

5. Pengaruh atau Efek Komunikasi Politik

Efek komunikasi politik yang diharapkan adalah terciptany apemahaman terhadap sistem pemerintahan dan partai-partai politik, dimana nuansanya akan bermuara pada pemberian suara dalam pemilihan umum.

McNair memiliki lima fungsi dasar dalam melaksanakan strategi komunikasi politiknya, yakni sebagai berikut 22:

1. Bagaimana memberikan informasi kepada masyarakat apa yang terjadi disekitarnya. Disini media komunikasi memiliki fungsi pengamatan dan juga fungsi monitoring apa yang terjadi dalam masyarakat. Indikatornya adalah :

a)Adanya penyampaian program-program partai yang bersentuhan terhadap kalangan bawah melalui berbagai media cetak atau elektronik.

2. Bagaimana mendidik masyarakat terhadap arti dan signifikansi fakta yang ada. Disini para jurnalis diharapkan melihat fakta yang ada

22

Hafied Cangara, Komunikasi Politik (Konsep, Teori, Strategi), (Jakarta : Rajawali


(49)

39

sehinggaberusaha membuat liputan yang objektif (objective reporting) yang bisa mendidik masyarakat atas realitas fakta tersebut. Indikatornya adalah:

a) Informasi sebenar-benarnya mengenai janji parpol kepadamasyarakat.

b) Adanya upaya pembuktian janji setelah caleg terpilih dalampemilihan umum legislatif tahun 2009.

3. Bagaimana menyediakan diri sebagai platform untuk menampung masalah-masalah politik sehingga bisa menjadi wacana dalam membentuk opini publik, dan mengembalikan hasil opini itu kepada masyarakat.

Dengan cara demikian, bisa memberi arti dan nilai pada usaha penegakan demokrasi. Indikatornya:

a) cara partai dalam menampung aspirasi masyarakat.

b) meyakinkan masyarakat bahwa mereka bisa menjadi

penampungaspirasi masyarakat maupun aspirasi politik

4. Bagaimana membuat publikasi yang ditujukan kepada pemerintah danlembaga-lembaga politik. Indikatornya adalah :

a) setiap program kerja yang ada dapat diketahui oleh pemerintah

danpihak lainnya seperti masyarakat maupun lembaga-lembaga


(50)

40

5. Dalam masyarakat yang demokratis, media politik berfungsi sebagaisaluran advokasi yang bisa membantu agar kebijakan dan program-programlembaga politik dapat disalurkan kepada media massa.


(51)

BAB III

PARTAI ISLAM DAN FENOMENA KANIBALISME

A. Sejarah Perkembangan Partai-Partai Islam

1. Partai Bulan Bintang (PBB)

Partai Bulan Bintang atau PBB adalah sebuah partai politik Indonesia yang berasaskan Islam. Didirikan pada tanggal 23 Rabi’ul Awwal 1419 Hijriyah yang bertepatan pada 17 Juli 1998 Masehi di Jakarta, dan dideklarasikan pada hari Jumat tanggal 26 Juli 1998 di halaman Masjid Al-Azhar Kemayoran Baru Jakarta. Partai ini berlambang “Bulan Bintang“ berwarna emas di atas dasar warna hijau dan di bawahnya dibubuhi tulisan

berbunyi “PARTAI BULAN BINTANG“.1

Partai Bulan Bintang didirikan dan didukung oleh ormas-ormas Islam tingkat Nasional yaitu Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Badan Koordinasi dan Silaturahmi Pondok Pesantren Indonesia (BKSPPI), Forum Ukhuwah Islamiyah (FUI), Forum Silaturahmi Ulama, Habaib dan Tokoh Masyarakat (FSUHTM), Persatuan Islam (PERSIS), Partai Serikat Islam Indonesia (PSII), Persatuan Umat Islam (PUI), Perti, Al-Irsyad, Komite untuk Solidaritas Dunia Islam (KISDI), Persatuan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI), Lembaga Hikmah, Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia (HMI), Pelajar Islam Indonesia (PII),

1

DPP PBB, “ Anggaran Dasar Partai Bulan Bintang”,


(52)

42

Gerakan Pemuda Islam (GPI), KB-PII, KB-GPI, Hidayatullah, Asyafiiyah, Badan Koordinasi Pemuda & Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI), Badan Koordinasi Muballigh Indonesia (Bakomubin), Wanita Islam, Ikatan Keluarga Masjid Indonesia (IKMI), Ittihadul Mubalighin, Forum Antar Kampus dan Lembaga Penelitian Pengkajian Islam (LPPI). Berbagai ormas ini bergabung didalam Badan Koordinasi Umat Islam (BKUI) yang didirikan pada tanggal 12 Mei 1998. BKUI merupakan pelanjut dari Forum Ukhuwah Islamiyah (FUI) yang didirikan pada tanggal 1 Agustus 1989 oleh Pemimpin Partai Masyumi yaitu DR.H. Mohammad Natsir, Prof.DR.HM. Rasyidi, KH. Maskur, KH. Rusli Abdul Wahid, KH. Noer Ali, DR. Anwar Harjono, H. Yunan Nasution, KH. Hasan Basri dan lain-lain.

Pada awal berdirinya PBB diketuai oleh Yusril Ihza Mahendra, tokoh reformasi yang menjadi arsitek berhentinya Soeharto dari jabatan Presiden RI ketika reformasi bergulir dan juga sebagai tokoh yang mempelopori Amandemen Konstitusi Pasca reformasi ditengah tuntutan Federalisme dari berbagai tokoh reformasi ketika itu dan pernah pula menjadi Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Menteri Sekretaris Negara. Sedangkan MS. Kaban diangkat sebagai Sekretaris Jendral, tokoh HMI yang sangat disegani dan pernah menjabat sebagai Menteri Kehutanan yang juga dikenal tanpa kompromi dengan para cukong kayu dan perambah hutan Indonesia. Berikutnya MS.Kaban dipilih sebagai Ketua Umum PBB pada tanggal 1 Mei 2005 dan Drs.H. Sahar L. Hasan sebagai Sekjen. Sejak Muktamar ke-3, April 2010, di Medan partai ini telah menetapkan kembali DR.H.MS Kaban


(53)

43

sebagai Ketua Umum dan. Yusril Ihza Mahendra, SH, M.Sc. sebagai Ketua Majelis Syuro dan BM Wibowo,SE., MM., mantan Sekretaris Jenderal Organisasi Massa Islam Hidayatullah, sebagai Sekretaris Jenderal.2

Basis massa sosial dari partai ini sebenarnya mengisyaratkan sebagai partai yang terbuka. Hal ini dapat diketahui dari keanggotaan dari partai ini. Dalam PBB, keanggotaan terdiri dari dua macam : Anggota biasa dan anggota khusus partai sesuai ketetapan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PBB. PBB memberi kesempatan pada seluruh warga Indonesia yang telah berumur 17 tahun atau telah pernah menikah, pandai membaca dan menulis serta menyetujui Anggaran Dasar (AD) partai untuk menjadi anggota, setelah itu seseorang yang memenuhi persyaratan diwajibkan untuk membayar uang pangkal. Keanggotaan seseorang yang telah memenuhi persyaratan kemudian disahkan oleh Dewan Pimpinan Cabang.3

Jika dilihat dari sistem keanggotaan tersebut, menunjukkan bahwa PBB merupakan partai yang terbuka yang tidak menutup pintu bagi orang-orang non-Muslim untuk bergabung, meskipun notabene ia merupakan partai Islam. Namun pada kenyataannya PBB sebenarnya menutup diri dari kalangan orang-orang yang non-Muslim. Inilah yang menyebabkan PBB tidak dapat disebut sebagai partai terbuka. Selain hal tersebut, asas dari partai yang tertuang dalam AD menyatakan bahwa partai ini berasaskan Islam membuat

2

Rizal Aminuddin, Wawancara, Kantor DPW PBB Jawa Timur, 06 Desember 2014

3DPP PBB, “ Anggaran Dasar Partai Bulan Bintang”,


(54)

44

orang-orang non-Muslim berpikir lebih jauh.4 Hal ini sesuai dengan keanggotaan PBB di Jawa Timur. Menurut Sekretaris DPW PBB Jawa Timur, Rizal Aminuddin, mengatakan :”Keanggotaan PBB memang seluruhnya Muslim karena sesuai dengan Anggaran Dasar partai asas dari PBB adalah partai Islam”5

Dengan demikian, basis massa dari PBB adalah dari kalangan umat Islam sendiri. dengan demikian, PBB tidak akan mendapatkan suara dari kalangan non-Muslim, dan yang perlu diketahui bahwa di Indonesia, umat Islam secara garis besar terbagi ke dalam dua kutub besar, yakni Muhammadiyah dan NU. Untuk NU, aspirasi politiknya telah tersalurkan melalui PKB dan sebagian PPP. Sementara warga Muhammadiyah yang terpecah secara politik, memberikan suaranya pada PAN, PKS, dan sebagian juga PPP. Selain itu, umat Islam dari kedua organisasi besar di atas, juga terdapat pemilih Islam dari golongan organisasi tersebut yang masih bingung menaruhkan politiknya kemana (swing voters), dari sisi inilah, PBB memiliki peluang untuk menarik dukungan.6 Namun, untuk wilayah Surabaya dan Jawa Timur, PBB belum mampu meenarik suara dari kalangan baik Muslim maupun non-Muslim. Ini dapat dilihat dari perolehan suara dalam pemilu legislatif 2014 kemarin, PBB tidak berhasil mengantarkan wakilnya ke DPRD

4Nuruddin’ITR, Peta Islam Politik Pasca

-Soeharto, (Jakarta : LP3ES, 2003), hal 14-15

5

Rizal Aminuddin, Wawancara, Kantor DPW PBB Jawa Timur, 06 Desember 2014

6Nuruddin’ITR, Peta Islam Politik Pasc


(55)

45

tingkat I dan II. “Untuk wilayah Jawa Timur dalam Pileg kemarin, PBB

memang kurang beruntung”, kata Rizal Aminuddin.7

Partai Bulan Bintang sejak reformasi telah menjadi peserta pemilu dan telah mengikuti Pemilu tahun 1999, 2004 dan Pemilu tahun 2009. Pada Pemilu tahun 1999, Partai Bulan Bintang mampu meraih 2.050.000 suara atau sekitar 2% dan meraih 13 kursi DPR RI. Sementara pada Pemilu 2004 memenangkan suara sebesar 2.970.487 pemilih (2,62%) dan mendapatkan 11 kursi di DPR. Dalam Pemilihan Umum Anggota Legislatif 2009, PBB memperoleh suara sekitar 1,8 juta yang setara dengan 1,7% dan dengan system parliamentary threshold 2,5% sehingga berakibat hilangnya wakil PBB di DPR RI, meski di beberapa daerah pemilihan beberapa calon anggota DPR RI yang diajukan mendapatkan dukungan suara rakyat dan memenuhi persyaratan untuk ditetapkan sebagai Anggota DPR RI. Namun PBB masih memiliki sekitar 400 Anggota DPRD baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.8

Adapun setting atau lokus penelitian ini untuk partai PBB adalah dikantor DPW PBB Jawa Timur yang terletak di Jl. Pucang Adi No. 49 Surabaya. Secara struktur keorganisasian, DPW PBB tidak jauh berbeda dengan DPP PBB yang berada di Jakarta, hanya saja untuk Majelis Syura (sebagai lembaga tertinggi partai) di tingkat pusat. Sedangkan untuk di

7

Rizal Aminuddin, Wawancara, Kantor DPW PBB Jawa Timur, 06 Desember 2014

8 DPP PBB, “Sejarah Singkat Partai”, http://bulan

-bintang.org/partai/sejarah-singkat/ (06 Desember 2014)


(56)

46

wilayah DPW atau provinsi tugas Majelis Syura diberikan kepada Majelis Pertimbangan.

Di kantor DPW PBB, segala berkas kepartaian tersusun dengan rapi di suatu ruangan khusus yang memang disediakan sebagai tempat penyimpanan berkas-berkas kepartaian. Di dalam kantor atau yang lebih enak disebut rumah itu terdapat berbagai ruangan, diantaranya : ruang/kamar berkas kepartaian, ruang tamu (sebagai tempat yang digunakan untuk proses wawancara), beberapa ruang lain/kamar, dan dapur.9

Adapun yang menjadi narasumber atau informan untuk partai PBB adalah Rizal Aminuddin, sebagai Sekretaris dari DPW PBB Jawa Timur, dan Askhabul Mukminin, sebagai Ketua dari bagian bidang media.

2. Partai Keadilan Sejahtera (PKS)

PKS berdiri pada tanggal 20 Juli 1998 dengan nama awal Partai Keadilan (PK) dalam sebuah konferensi pers di Aula Masjid Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta. Presiden (ketua) partai ini adalah Nurmahmudi Isma'il. Pada 20 Oktober 1999 PK menerima tawaran kursi kementerian Kehutanan dan Perkebunan (Hutbun) dalam kabinet pemerintahan KH Abdurrahman Wahid, dan menunjuk Nurmahmudi Isma'il (saat itu presiden partai) sebagai calon menteri. Nurmahmudi kemudian mengundurkan diri sebagai presiden partai dan digantikan oleh Hidayat Nur Wahid yang terpilih pada 21 Mei 2000. Pada 3 Agustus 2000 Delapan

9


(57)

47

partai Islam (PPP, PBB, PK, Masyumi, PKU, PNU, PUI, PSII 1905) menggelar acara sarasehan dan silaturahmi partai-partai Islam di Masjid Al-Azhar dan meminta Piagam Jakarta masuk dalam Amandemen UUD 1945.

Akibat UU Pemilu Nomor 3 Tahun 1999 tentang syarat berlakunya batas minimum keikut sertaan parpol pada pemilu selanjutnya (electoral threshold) dua persen, maka PK harus merubah namanya untuk dapat ikut kembali di Pemilu berikutnya. Pada 2 Juli 2003, Partai Keadilan Sejahtera (PK Sejahtera) menyelesaikan seluruh proses verifikasi Departemen Kehakiman dan HAM (Depkehham) di tingkat Dewan Pimpinan Wilayah

(setingkat Propinsi) dan Dewan Pimpinan Daerah (setingkat

Kabupaten/Kota). Sehari kemudian, PK bergabung dengan PKS dan dengan penggabungan ini, seluruh hak milik PK menjadi milik PKS, termasuk anggota dewan dan para kadernya. Dengan penggabungan ini maka PK (Partai Keadilan) resmi berubah nama menjadi PKS (Partai Keadilan Sejahtera).10

Setelah Pemilu 2004, Hidayat Nur Wahid (Presiden PKS yang sedang menjabat) kemudian terpilih sebagai ketua MPR masa bakti 2004-2009 dan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Presiden PK Sejahtera. Pada Sidang Majelis Syuro I PKS pada 26 - 29 Mei 2005 di Jakarta, Tifatul Sembiringterpilih menjadi Presiden PK Sejahtera periode

10DPP PKS, “Sejarah Ringkas PKS”, http://www.pks.or.id/content/sejarah

-ringkas (O6 Januari 2015)


(58)

48

2010. Seperti Nurmahmudi Isma'il dan Hidayat Nur Wahid disaat Tifatul Sembiring dipercaya oleh Susilo Bambang Yudhoyono Presiden Indonesia ke 6 sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika. Maka estafet kepemimpinan pun berpindah ke Luthfi Hasan Ishaq sebagai pjs (pejabat sementara) Presiden PK Sejahtera. Pada Sidang Majelis Syuro PKS II pada 16 - 20 Juni 2010 di Jakarta, Luthfi Hasan Ishaq terpilih menjadi Presiden PK Sejahtera periode 2010-2015.11 Namun karena terlibat suatu kasus, Lutfi Hasan Ishaq digantikan oleh Annis Matta sebagai Presiden PKS.12

Awalnya, basis massa atau sosial PKS adalah bersumber dari

kelompok dari kampus-kampus yang mencurahkan kegiatan

kemahasiswaannya bagi Islamisasi kampus. Sikap kesehariannya yang

bersahaja, sopan, dan rajin beribadah serta cara berpakaian yang “tampak Islami” seringkali berdampak tudingan yang eksklusif terhadap upaya

Islamisasi.13 Ketertutupan ini lah yang kerap kali membuatnya disandangkan dengan paham wahabi. PKS dianggap sebagai Islam garis

keras yang gemar “mengkafirkan” orang lain. Meskipun hal ini dibantah oleh PKS, namun seorang guru besar UIN Kalijaga Yogyakarta menyatakan bahwa dalam Suara Muhammadiyah, PKS merebut masjid Muhammadiyah di daerah Sendang Ayu, yang dulunya damai dan tenang, setelah dimasuki PKS dan membawa isu-isu politik.14 alasan awal ini lah

11

Ibid

12

Shidiq Baihaqi, Wawancara, Kantor DPW PKS Jawa Timur, 23 Desember 2014

13Nuruddin’ITR, Peta Islam Politik Pasca

-Soeharto... hal 91

14

Zuly Qodir, HTI dan PKS Menuai Kritik : Perilaku Gerakan Islam Politik Indonesia, (Yogyakarta : JKSG, 2013), HAL 150


(59)

49

yang kemudian membuat warga Muhammadiyah kemudian banyak yang

“menyeberang” ke PKS dan membuat keduanya berkanibalisme politik.

Meski untuk sekarang menurut kedua pemimpin baik PKS, yang diwakili oleh Siddiq Baihaqi, dan PAN yang siwakili oleh Kuswiyanto mengaku hubungna keduanya sudah membaik, terbukti dengan adanya pertemuan rutin antar partai Islam tiap satu bulan sekali.15

Adapun setting atau lokus penelitian ini untuk partai PKS adalah di kantor DPW PKS Jawa Timur yang terletak di Jl. Gayung Sari Barat 10 No. 33 Surabaya. Sama dengan PBB, secara struktur keorganisasian, DPW PKS tidak jauh berbeda dengan DPP PKS yang berada di Jakarta, hanya saja yang membedakan adalah jika PBB untuk tingkat pusat hanya memiliki Majelis Syura (sebagai lembaga tertinggi partai) di tingkat pusat, PKS selain Majelis Syuro memiliki Majelis Pertimbangan Partai (Untuk menetapkan ketetapan-ketetapan Musyawarah Nasional dan Majelis Syuro), dan Dewan Syariah (sebagai lembaga fatwa). Sedangkan untuk di wilayah DPW atau provinsi keterwakilan tetap menjadi tugas Majelis Syura, Majelis Pertimbangan, dan Dewan Syariah di tingkat pusat, namun untuk Dewan Syariah terdapat keterwakilan di tingkat wilayah.16

Di dalam kantor DPW PKS yang tersiri dari dua lantai ini, segala sesuatunya tertata dengan rapi dan bersih. Sebagai contoh : saat pertama peneliti memasuki kantor, peneliti disambut dengan recepcionist atau

15

Shidiq Baihaqi, Kuswiyanto, Wawancara, Kantor DPW pks dan PAN Jawa Timur, 23 Desember 2014 dan 08 Januari 2015

16


(1)

93

paling sedikit (berdasarkan untung-rugi), faktor perbedaan program di tiap wilayah pemilu, dimana berbeda pemilu dan wilayah tentu memiliki program yang berbeda dan jika partai Islam tidak pandai mencari isu tersebut, maka akan diambil oleh lawan politiknya, serta faktor yang terakhir adalah tidak jelasnya asas yang dimiliki partai Islam, sehingga memudahkan lawan untuk mengambil suara yang seharusnya dapat diperolehnya.

B. Saran

Berdasarkan tema dan rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu tentang kanibalisme dalam politik, studi terhadap partai politik Islam di kota Surabaya, maka komponen utama yang berkompeten di dalamnya adalah partai Islam itu sendiri. Oleh karena itu, melalui hasil penelitian ini penulis memberikan beberapa masukan atau rekomendasi berupa pemikiran serta saran positif untuk partai-partai Islam agar dalam pemilu kedepan, partai Islam perolehan suara partai islamdapat meningkat dan kanibalisme antar partai Islam dapat sedikit ditekan, sehingga nantinya temanya akan berubah menjadi kanibalisme antar apartai Islam dan partai nasionalis, antara lain:

1. Perlunya melebarkan sayap bagi partai Islam agar meskipun secara de facto menyatakan diri sebagai partai yang berasaskan Islam, namun tetap membuka diri untuk menerima anggota dari kalangan non-Muslim guna mengembangkan basis massanya, tentu saja dengan tetap menerapkan nilai-nilai keislaman dalam setiap perilaku politiknya .


(2)

94

2. Meningkatkan kualitas integritas para kader, agar meskipun memiliki kesamaan basis massa namun para pemilih (masyarakat sadar bahwa suatu partai tersebut memiliki kekhasan yang lain dari partai lainnya meskipun sama dalam basis massa). Dengan demikian kanibalisme antar basis massa dapat ditekan dan berubah haluan menjadi kanibalisme antar partai nasionalis. Tentu saja dengan tetap memperbaiki sistem partai.

Selain itu, hasil dari penelitian ini belum sepenuhnya sempurna, karena keterbatasan pemahaman dan data lapangan yang dimiliki oleh peneliti sehingga kemungkinan ada hal yang tertinggal atau terlupakan yang seharusnya ada dalam penelitian ini. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan penelitian ini dapat dilanjutkan dan dikaji ulang yang lebih teliti, kritis, dan juga lebih mendetail guna menambah wawasan dan pengetahuan pembaca.


(3)

95

DAFTAR PUSTAKA

I. Buku :

Abdullah, Zein. 2008. Strategi Komunikasi Politik dan Penerapannya. Bandung : Simbiosa

Amar, Ichlasul. 1988. Teori-teori Mutakhir Partai Politik. Jogyakarta : Tiara Wacana

Asfar, Muhammad. 2006. Pemilu dan Perilaku Memilih 1955-2004. Surabaya : Pustaka Eureka

Batara, AA. Said, dan Moh. Dzulkiah Said. 2007. Sosiologi Politik; Konsep &

Dinamika Perkembangan Kajian. Bandung : C.V Pustaka Setia

Cangara, Hafied. 2009. Komunikasi Politik (Konsep, Teori, Strategi). Jakarta : Rajawali Press

Emzir. 2010, Metode Penelitian Kualitatif Analisis Data, Rajawali Pers: Jakarta

ITR, Nuruddin. 2003. Peta Islam Politik Pasca Soeharto. LP3ES. Jakarta

Sugiyono. 2010. Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R &D, Bandung: Alfabeta

Surbakti, Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta : PT . Gramedia Widisuasarana

Suryakusuma, Julia. 2010. Jihad Julia : Pemikiran Kritis dan Jenaka Feminis Pertama di Indonesia, Bandung : Qanita

Sutopo, H.B 2002, Metode Penelitian Kualitatif , Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian. Surakarta: UNS Press.

Syamsuddin, Din. 2001. Islam dan Politik. PT Logos Wacana Ilmu : Jakarta Qodir, Zuly. 2013. HTI dan PKS Menuai Kritik : Perilaku Gerakan Islam Politik


(4)

96

II. Jurnal, Skripsi :

Destri, Soestriawan. “Partai-Partai Islam dalam Pemilu 1999, Studi Kebijakan

Presiden BJ. Habibie tentang Multi Partai”. Skripsi IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2003)

Diamond. “Teori Politik dan Ideologi Demokrasi”. Jurnal : Teori Politik dan Ideologi Demokrasi Vol. 10. No.1 (April, 2013)

Sudarno, Shobron. 2013. “Prospek Partai Islam Ideologis di Indonesia”. Jurnal : Studi Islam Vol.14. No. 1(Juni, 2013)

Soetriawan, Detri. 2003. “Partai-Partai Islam dalam Pemilu 1999, Studi Kebijakan

Presiden BJ. Habibie tentang Multi Partai”. Skripsi : IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

III. Media Online :

AFP, http://www.voaindonesia.com/content/popularitas-partai-islam-naik-pada-pileg-2014/1891067.html “Popularitas Partai Islam Naik pada PILEG

2014”(26 Januari 2015)

Amich Al-Humami, http://www.suararakyat.co/2014/03/korupsi-dan-kanibalisme-politik.html “Korupsi dan Kanibalisme Politik”(30 November 2014) BilalRamadhan,http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/14/05/10/n5bgv

5-ini-hasil-lengkap-rekapitulasi-perolehan-suara-pileg-2014 “Ini Hasil

Lengkap Perolehan Suara Pileg 2014”(26 Januari 2015)

Biyanto. 2014. “Kisruh PPP dan Masa Depan Partai Islam”. Jawa Pos Edisi 15 September 2014. Surabaya

Desy Kurnia, http://www.suarasurabaya.net/roadtoparlemen/news/2014/132722-Pemilu-di-Indonesia,-Dari-Masa-ke-Masa “Pemilu di Indonesia dari masa-

ke masa” (08 Oktober 2014)

DPP PBB, http://bulan-bintang.org/partai/ad-art-pbb/ , “ Anggaran Dasar Partai


(5)

97

DPP PPP, http://ppp.or.id/page/ppp-dalam-lintasan sejarah/index/ “PPP dalam

Lintasan Sejarah” (18 Januari 2015)

DPW PAN NTB,

http://dpwpanntb.blogspot.com/2010/01/sejarah-singkat-pan.html “Sejarah Singkat PAN” (31 Desember 2014)

Gendhis,http://pemilu.seruu.com/read/2013/05/15/163693/lsi-pemilu-2014-dikuasai-nasionalis-suara-partai-islam-turun “LSI : Pemilu 2014

Dikuasai Nasionalis, Suara Partai Islam Turun” (26 Januari 2015)

Rahmat, https://gardarahmat010.wordpress.com/artikel/ “Hubungan antara PKB dan NU” (18 Januari 2015)

Rahman, Arifin. 2002. Sistem Politik Indonesia dalam Perspektif Struktural Fungsional. Surabaya : SIC

Relaswati. 2010. Pandangan Pemimpin Ormas Islam terhadap Perolehan Suara

Partai Politik Islam pada Pemilu Legislative 2009 di DKI Jakarta”. Jurnal

: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Vol.9 No.34 (April-Juni2010) Sudiyatmiko

Ariwibowo,http://www.rumahpemilu.org/in/read/7506/Sudiyatmiko-AribowoKanibalisme-Caleg-Disebabkan-Pengawasan-yang-Lemah.html

“Kanibalisme Caleg Disebabkan Pengawasan yang Lemah” (24

Desember 2014)

KPU, Pemalang, https://kpupemalang.wordpress.com/2011/05/05/partai-politik-baru/#more-923 “Partai Politik Baru” (08 Oktober 2014)

Wikipedia,http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_legislatif_Indonesia_19 55 “Pemilihan Umum Legislatif 1955” (08 Oktober 2014)

Wikipedia, http://id.wikipedia.org/wiki/Ambang_batas_parlemen “Ambang Batas


(6)

98

IV. Wawancara :

Amar, Wawancara, Kantor DPW PPP Jawa Timur, 16 Januari 2015

Akshabul Mukminin, Wawancara, Kantor DPW PBB Jawa Timur, 06 Desember 2014

Badrut Tamam, Wawancara, Lobby Empire Palace Surabaya, 23 Desember 2014 Fauzan Fuadi, Wawancara, Lobby Empire Palace Surabaya, 23 Desember 2014 Husni Tamrin, Wawancara, Kantor DPW PPP Jawa Timur, 09 Desember 2014 Idris, Wawancara, Wonosari Surabaya, 08 Februari 2015

Kuswiyanto, Wawancara, Kantor DPW PBB Jawa Timur, 08 Januari 2015

Rahmat Wahyudi, Wawancara, Kantor DPW PKS Jawa Timur, 23 Desember 2014

Rizal Aminuddin, Wawancara, Kantor DPW PBB Jawa Timur, 06 Desember 2014

R. Suwasis Hadi, Wawancara, Kantor DPW PAN Jawa Timur, 08 Januari 2015 Shidiq Baihaqi, Wawancara, Kantor DPW PKS Surabaya, 23 Desember 2014