ZIARAH MAKAM K.H ALI MAS’UD DI PAGERWOJO SIDOARJO.

(1)

ZIARAH MAKAM

K.H. ALI MAS’UD DI PAGERWOJO SIDOARJO

Skripsi

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat

Oleh:

Ahmad Aminudin

(E02211012)

PRODI PERBANDINGAN AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2015


(2)

ZIARAH MAKAM

K.H. ALI MAS’UD DI PAGERWOJO SIDOARJO

SKRIPSI

Diajukan Kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu (S-I) Ilmu Perbandingan Agama

Oleh:

AHMAD AMINUDIN NIM: E02211012

JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2015


(3)

,.-r ircrtr r l(l [i tilrr gli n

N anrt

N IN,1

.lurr:sar r

E'il !i N YA'l

AAN KIIASI-IL\N

rii blr',i rilr ilt1 s.il\'3:

\hm,ril Anrinrtclin

lr0ll1101l

['crbrLr,cl i n gltrt A gatua

.):;tg.lt ini

ntell\ratirklin bultu'lr sl<ripsi

ini

secaril kcsellrt'uitart ritlailllt hasil

rrl',r-lliia1,'lial')'a

silve

scpriiri. liccr-ra1i

pada

bagian-bagian \/lilllrr ciirirjtrk

.,',1nt ir cl't.t ).1t.

:0 .lLrli 201 5

(L,02zt 1012)


(4)

i.

PERSETUJUAN

PEMBIMBING

skripsi ordrAhmadAminudin ini terah disetujui untuk di ujikan

Surabaya, 30 Juli 2015

Pembimbing


(5)

(6)

ABSTRAK

Nama : Ahmad Aminudin

Judul : Ziarah Makam K.H Ali Mas’ud di Pagerwojo Sidoarjo

Kata Kunci : Ziarah, Makam, K.H. Ali Mas’ud, Pagerwojo Sidoarjo

Skripsi ini berjudul “Ziarah Makam K.H Ali Mas’ud Muslim di

Pagerwojo Sidoarjo”. Adapun tujuan dari skripsi ini adalah, pertama untuk

mengetahui biografi K.H Ali Mas’ud mulai dari lahir hingga beliau wafat. Kedua,

untuk mengetahui bagaimana pandangan masyarakat terhadap K.H Ali Mas’ud.

Ketiga, untuk mengetahui apa makna dan motivasi para peziarah yang berziarah

ke Makam K.H Ali Mas’ud di Pagerwojo Sidoarjo.

Penelitian ini dilakukan di Desa Pagerwojo Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo. Diambil dengan pendekatan kulitatif deskriptif. Teknik pemilihan informan penelitian ini menggunakan Purpossive Sampling (pemilihan informan yang didasarkan aspek yang dimana informan mengalami dan berada secara langsung pada objek yang akan diteliti), serta pengumpulan datanya melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Untuk menguraikan makna dan motivasi peziarah peneliti menggunakan teori agama dan budaya Clifford Geerz. Teknik analisis datanya menggunakan analisis deskripsi berupa reduksi data, penyajian data dan menarik kesimpulan.

Hasil penelitian ini mencakup tiga poin. Pertama, makna ziarah bagi mereka (para peziarah) adalah dapat membantu berbagai masalah yang sedang dialami, baik masalah pribadi, keluarga, ekonomi, dan lain sebagainya. Kedua,

motivasi para peziarah yang melatar belakangi para peziarah Makam K.H Ali

Mas’ud secara normatif adalah untuk mengingat akan kematian. Ketiga, dengan

berziarah ke Makam K.H Ali Mas’ud mereka merasa tenang dan sangat berharap dengan keridlan Allah akan nasib mereka yang baik atau kuran beruntung menjadi lebih baik dan lebih beruntung lagi.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN SKRIPSI ... iv

ABSTRAK ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TRANSLITERASI ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Penegasan Judul ... 7

F. Telaah Pustaka ... 8

G. Metode Penelitian ... 9

H. Sistematika Pembahasan ... 17

BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Ziarah ... 19

B. Dasar dan Tujuan Ziarah Kubur ... 23

C. Tata Cara Ziarah Kubur ... 39


(8)

BAB III DESKRIPSI PENELITIAN

A. Profil Desa Pagerwojo ... 46

B. Keberadaan Makam K.H. Ali Mas’ud ... 52

C. Bentuk-Bentuk Aktivitas Masyarakat Desa Pagerwojo ... 62

D. Analisis Ziarah Makam K.H. Ali Mas’ud ... 67

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ... 71

B. Saran ... 72 DAFTAR PUSTAKA


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan beragama, pasti mengenal adanya keyakinan, kepercayaan, dan keimanan terhadap suatu atau yang dianggap berkuasa dan mampu menguasai atas segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah SWT. Di dalam ajaran tentang keimanan serta yang menyangkut masalah nilai-nilai aqidah sangat dipentingkan, sebab hal semacam ini dinilai sangat vital dalam kehidupan diri seseorang.

Dari nilai-nilai aqidah Islam pada dasarnya tertuju pada satu tujuan, yakni mengamalkan ajaran Islam yang sebenarnya serta mengimani dan mempercayai apa yang telah diajarkan oleh Agama Islam yang dianut, seperti yang tertera pada jumlah rukun iman yang diajarkan oleh Rasulullah SAW yang artinya “Iman itu

percaya kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, Hari Kiamat dan juga Ketentuan-ketentuan baik dan buruk itu adalah keputusan Allah SWT”.1

Walaupun demikian, dalam kehidupan manusia yang penuh dengan dinamika dan pasang surut suatu masa, maka mengakibatkan diantara mereka memiliki pandangan dan wawasan yang berbeda-beda. Seperti anggapan pada tempat-tempat tertentu yang sengaja dikeramatkan. Bagi mereka yang memiliki ilmu agama lebih dalam, tidak akan mudah terpengaruh oleh arus yang terjadi dilingkungan sekitar seperti ajakan yang hendak mengikis nilai-nilai aqidah.

1


(10)

2

Hal yang demikian itu menunjukkan akibat dari kurangnya pemahaman mereka terhadap aqidah Islam serta lemahnya iman mereka. Semuanya ini disebabkan adanya beberapa faktor yang sangat mempengaruhi dalam kehidupan seseorang. Faktor-faktor ini menurut para ahli digolongkan menjadi dua, yaitu faktor dari luar dan faktor dari dalam diri manusia. Faktor dari dalam yaitu menyiapkan dan memungkinkan manusia untuk memiliki sebuah aqidah, sedangkan faktor dari luar sendiri adalah yang merangsang manusia untuk memiliki sebuah aqidah.2

Sejarah telah menunjukkan bahwa jauh sebelum datangnya Islam di Pulau Jawa ini, negeri kita telah diduduki beberapa agama, terutama Agama Hindu dan Buddha. Dengan demikian tepat kita katakan bahwa masyarakat Jawa telah memeluk agama tersebut, sehingga agama inilah nantinya yang menjadi darah daging kepercayaan masyarakat Jawa.

Tradisi di Indonesia merupakan pedoman yang dijadikan sebagai kerangka interpretasi tindakan manusia. Selain itu, tradisi juga merupakan pola dari tindakan, yaitu sesuatu yang hidup dalam diri manusia yang tampak dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, tradisi dianggap sebagai bagian yang penting untuk menjadi alat ukur tindakan manusia yang baik dan buruk. Hal ini dikarenakan setiap individu atau kelompok mempunyai tradisi yang berbeda dan karakter masing-masing individu atau kelompok yang berbeda pula. Tradisi ada kalanya terbentuk oleh lingkungan, dimana tradisi berada dan sudah terbentuk,

2

TM. Hasbi Ash Shiddiqi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid (Bulan Bintang: Jakarta, 1992), 48-49.


(11)

3

kemudian diteruskan masyarakat kerena hal tersebut merupakan peninggalan nenek moyang mereka.3

Selain itu, tradisi di Indonsia khususnya di Jawa juga dijadikan sebagai sesuatu yang sakral sehingga tradisi tersebut sangatlah dipelihara, dihormati serta dipertahankan oleh masyarakat Jawa. Sebagai contoh tradisi ziarah makam yang ada di Jawa. Kebanyakan masyarakat di Jawa pada khususnya meyakini dan memaknai bahwa makam merupakan sebuah tempat suci yang mengandung aura yang berbeda dengan kekuatan tempat lainya yang dianggapnya sakral. Sebagai tempat suci, makam memiliki makna dan aura yang berbeda sehingga penghormatan yang diberikan tentunya juga berbeda.4

Menurut Nur Syam, makam merupakan tempat budaya atau Culture Sphere yang menghubungkan berbagai segmen masyarakat di dalamnya. Disamping itu, makam juga menjadi tempat yang digunakan untuk mempertemukan berbagai kepentingan dari penduduknya untuk melakukan kegiatan ritual yang telah mentradisi semenjak dahulu kala, serta terdapat pola bagi tindakan untuk melestarikan tradisi leluhur.5

Ziarah makam merupakan tradisi yang telah mengakar pada masa pra-Islam dan kemudian berkembang sedemikian rupa ketika pra-Islam berkembang di nusantara. Ada relevansi ziarah makam WAli dengan ziarah ke Candi atau tempat lain pada masa pra-Islam.6 Dari sisi sejarah sebelum masuknya Agama Islam di

Indonesia, sudah berkembang agama Hindu yang mana agama tersebut

3

Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak) (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), 87.

4

Nur Syam, Madzab-Madzab Antropologi (Yogyakarta: LkiS, 2007), 128.

5

Ibid., 129.

6


(12)

4

mempunyai penganut dan pengaruh yang sangat besar terhadap Agama Hindu di Indonesia, khususnya di Jawa. Diantara pengaruh Agama Hindu yang sampai sekarang ini masih terlibat dalam penganut agama, yaitu seperti adanya pemujaan terhadap suatu benda atau arwah leluhur yang dianggap mempunyai suatu kekuatan yang luar biasa, serta dianggap bisa memberi keberkahan bagi pemujanya.7

Di Indonesia terutama pulau Jawa, kebiasaan ziarah dari makam ke makam para Wali terutama Wali Songo maupun ziarah ke makam tokoh yang dianggap suci, di sana mereka melakukan berbagai kegiatan seperti membaca

Al-Qur’an khususnya Surat Yasin, Tahlil, maupun hanya sekedar tiduran sambil

wiridan.

Di daerah Pagerwojo Sidoarjo terdapat sebuah makam yang dianggap

keramat oleh para warga disekitarnya yaitu Makam K.H Ali Mas’ud, beliau

merupakan salah satu tokoh Islam yang mempunyai banyak kelebihan dan banyak sekAli masyarakat yang melakukan ziarah ke makam tersebut.

Secara garis besar, tujuan dari ziarah makam adalah untuk mengingatkan manusia bahwa kehidupan di dunia ini hanya sekedar singgah dan sifatnya hanya sementara dan semuanya akan mengalami kematian. Akan tetapi sejalan dengan perkembangan zaman tujuan itu sudah banyak mengalami pergeseran, banyak peziarah yang mempunyai motif yang beraneka ragam. Hal tersebut sama halnya dengan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Desa Pagerwojo dan sekitarnya,

7


(13)

5

banyak sekAli peziarah K.H Ali Mas’ud yang mempunyai motif yang bermacam-macam pula.8

Masyarakat setempat bahkan dari luar daerah dan dari luar kota sering mengunjungi makam tersebut, terlebih lagi apabila pada Hari Kamis malam

Jum’at Legi. Mereka ini hanya sekedar melakukan wiridan dan ngaji dan

melakukan tindakan yang nilainya beribadah yang seakan-akan menjadi sebuah tradisi.

Oleh sebab itu, penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian langsung ke lokasi makam K.H Ali Mas’ud di Desa Pagerwojo Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo dengan tujuan ingin mengetahui secara jelas tentang

makam K.H Ali Mas’ud, yang meliputi bagaimana pandangan masyarakat

terhadap Makam K.H Ali Mas’ud.

B. Rumusan Masalah

Di dalam melakukan penelitian rumusan masalah memiliki peran yang sangat penting. Berdasarkan gambaran umum pada latar belakang yang sudah dipaparkan di atas, untuk lebih memfokuskan kajian masalah pada penelitian ini, maka rumusan masalah kami susun sebagai berikut, yaitu:

1. Bagaimana biografi K.H Ali Mas’ud?

2. Mengapa makam K.H Ali Mas’ud menjadi daya tarik masyarakat untuk mengunjungi dan menziarahinya?

3. Bagaimana pandangan masyarakat terhadap makam K.H. Mas’ud?

8


(14)

6

C. Tujuan Penelitian

Setiap kegiatan yang di lakukan manusia memiliki tujuan yang ingin di capai. Begitu juga dalam penelitian ini mempunyai tujuan yang hendak dicapai agar memperoleh gambaran yang jelas dan tepat serta terhindar dari adanya interpretasi dan meluasnya masalah dalam memahami hasil penelitian. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana biografi K.H Ali Mas’ud di Pagerwojo

Sidoarjo.

2. Untuk mengetahui bagaimana makam K.H Ali Mas’ud menjadi daya tarik masyarakat untuk mengunjungi dan menziarahinya.

3. Untuk mengetahui pandangan masyarakat terhadap makam K.H.

Mas’ud.

D. Manfaat Penelitian

Berhubungan dengan tujuan penelitian di atas maka peneliti paparkan bahwa manfaat dari penelitian ini terdiri dari:

1. Memberikan manfaat dan kontribusi dalam memperkaya khasanah ilmu pengetahuan tentang kebudayaan, khususnya makna ziarah makam/kubur.

2. Mendokumentasikan dalam rangka pelestarian nilai budaya Indonesia dan budaya daerah khususnya.

3. Sebagai bahan pertimbangan dan acuan bagi masyarakat setempat dalam memaknai ziarah makam/kubur.


(15)

7

4. Bagi peneliti, selanjutnya sebagai bahan pertimbangan dalam mengembangkan penelitian yang lebih lanjut tentang makna ziarah makam/kubur.

E. Penegasan Judul

Untuk mendapatkan kejelasan tentang judul penelitian ini agar terhindar dari kesalah pahaman, maka perlu untuk memberikan gambaran yang jelas terhadap judul penelitian ini yaitu “Ziarah Makam K.H Ali Mas’ud di Pagerwojo Sidoarjo” kiranya sangat diperlukan adanya penegasan yang terdapat dalam judul tersebut antara lain:

Ziarah : Kepergian untuk berkunjung ke tempat yang suci (keramat).9

Makam : Liang yang digAli di tanah untuk mengubur mayat, dan juga bagian dari liang kubur yang tampak dari luar biasanya berupa bangunan khusus yang sebagaian besar seperti tempat tinggal, sehubungan dengan anggapan bahwa makam adalah tempat tinggal sementara dari jiwa.10

K.H Ali Mas’ud : Nama seorang tokoh, ulama, kiyai, wali yang

terkenal di Kota Sidoarjo.

Pagerwojo : Nama Desa di Sidoarjo Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo.

9

Wojowasito, Kamus Bahasa Indonesia (Malang: Pengarang, 2010), 441.

10

WJS. Poerwadaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,1985), 636.


(16)

8

Dari pengertian kata-kata di atas, yang dimaksud dengan judul penelitian ini adalah untuk memperoleh pengetahuan yang mendeskripsikan tentang Makam

K.H Ali Mas’ud di Pagerwojo Sidoarjo

F. Telaah Pustaka

Setiap penelitian harus berpegang teguh pada keorisinAlitas atau keaslian. Melihat hal tersebut memungkinkan terdapat karya orang lain yang sudah melakukan penelitian dengan tema yang terkait dengan judul, serta agar tidak terjadi subyektivitas terhadap hasil penelitian. Mengenai list hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan judul, penulis akan memaparkan beberapa skripsi terdahulu diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Tradisi Ziarah Makam Putri Terung di Desa Terung Wetan, Sidoarjo Oleh Nur Faizah UIN Sunan Ampel Surabaya pada tahun 2014. Skripsi ini membahas tentang bagaimana tradisi para pengunjung serta kegiatan yang dilakukan selama berkunjung dan berziarah di makam Putri Terung Wetan yang ada di Sidoarjo.

2. Studi Tentang Kepercayaan Masyarakat Islam Terhadap Pepunden Mbok Tjanting Di Desa Kedurus Kecamatan Karang Pilang Kodya Surabaya

oleh Abdul Rakhman IAIN Sunan Ampel Surabaya pada tahun 2005. Skripsi ini mengulas persoalan keyakinan yang terdapat di Karang Pilang Surabaya, yaitu bagaimana keyakinan masyarakat setempat dengan adaya kepercayaan Pepunden Mbok Tjanting, apakah masyarakt terpengaruh atau tidak serta apa saja kegiatan ritual yang dilakukan terhadap Pepunden tersebut.


(17)

9

3. Studi Tentang Makam Sunan Cendana Dan Dampaknya Terhadap Kehidupan Keagamaan Masyarakat Islam Di Desa Ketetang Kecamatan Kwanyar Kabupaten Bangkalan Oleh Sinta Nuri Hidayati IAIN Sunan Ampel Surabaya pada tahun 2005. Skripsi ini menggagas Makam yang di keramatkan oleh masyarakat di Desa Ketetang Bangkalan, yaitu apa pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat setempat, kemudian dampak-dampak yang diakibatkan oleh masyarakat tersebut dengan adanya Makam Sunan Cendana.

4. Tinjauan Sosiologis Pengunjung Makam Sunan Ampel Surabaya oleh Yustina Fitri Anita Soesono IAIN Sunan Ampel Surabaya pada tahun 2006.

Berdasarkan telaah pustaka diatas penulis belum menemukan penelitian

yang mengangkat tema tentang ziarah ke makam K.H Ali Mas’ud, banyak

penelitian diatashanya menjelaskan tentang ziarah ke makam-makam selain

makam K.H Ali Mas’ud. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengangkat tema

tentang Makna dan Motivasi Ziarah ke Makam K.H Ali Mas’ud Bagi Masyarakat Muslim di Pagerwojo Sidoarjo

G. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Penulisan penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian ini kulitatif adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek


(18)

10

alamiah dan bersifat induktif berdasarkan faktot-faktor yang ditemukan di lapangan dan kemudian dijadikan menjadi sebuah teori.11

Dalam menggunakan metode pengumpulan data berupa observasi, wawancara, dokumentasi dan kemudian hasilnya dicatat menurut kerangka yang sudah ditentukan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data mengenai deskripsi tentang sejarah K.H Ali Mas’ud dan keberadaan makam K.H Ali Mas’ud serta untuk memahami motivasi maupun makna dari ziarah makam K.H Ali

Mas’ud yang dilakukan masyarakat setempat maupun masyarakat dari luar daerah

desa.

2. Data dan Sumber Data

Penelitian ini bersifat field research (penelitian lapangan), karena itu data-data yang dihimpun dalam penelitian ini merupakan data-data-data-data yang relevan dengan objek studi ini karena diperoleh langsung dari lapangan. Adapun sumber data yang menjadi pijakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Sumber Primer

Penelitian menggunakan sumber data utama yang diperoleh melalui informan. Teknik pemilihan informan yang dipakai dalam wawancara ini adalah menggunakan Snowball Sampling. Snowball Sampling adalah penentuan informan berdasarkan dengan cara ibarat bola salju yang menggelinding yang lama-lama kemudian berubah menjadi besar.12 Dimana peneliti, pertama-tama memilih satu atau dua orang

sebagai informan awal, tetapi karena dengan dua orang ini belum merasa

11

Sugiono, Metode Pendekatan Kuantitatif, KuAlitatif, R & D (Bandung: Alfabeta, 2007), 15. 12


(19)

11

lengkap dengan data yang diberikan, maka peneliti mencari orang lain yang dijadikan sebagai informan yang dipandang peneliti orang tersebut juga lebih tahu dan dapat melengkapi data yang diberikan oleh dua orang sebelumnya. Begitu seterusnya, sehingga jumlah informan semakin banyak.

b. Sumber Sekunder

Data sekunder adalah data penguat yang dapat memberikan informasi pendukung dalam upaya memberikan informasi atau menguraikan fakta-fakta sehingga akan memperjelas data primer. Data sekunder ini berupa buku-buku, arsip-arsip desa, dan referensi kepustakaan. Adapun buku-buku yang mendukung dengan judul penelitian adalah:

1) Islam Jawa: Kesalehan Normatif versus Kebatinan karya Mark R.Woodward ter. Hairus Salim, Yogyakarta: LKiS, 2012. Buku ini berisi tentang tradisi Islam Jawa bukan penyimpangan dari Islam, melainkan merupakan varian Islam yang di sebut dengan Islam Akulturatif.

2) Islam Pesisir karya Nur Syam, Yogyakarta: LKiS, 2005. Buku ini berisi tentang kajian keagamaan Islam di kalangan masyarakat Jawa yang memberikan label Islam Kolaboratif, yakni tradisi Islam lokal hasil kolaborasi berbagai penggolongan sosial di wilayah pesisir.


(20)

12

3) Jejak-jejak Para Wali dan Ziarah Spiritual karya Purwadi,dkk, Jakarta: Kompas, 2006. Buku ini berisi tentang tempat-tempat obyek ziarah makam para wAli yang tersebar di Pulau Jawa, termasuk kisah kehidupannya beserta tradisi ziarah yang dilakukan orang-orang sampai sekarang.

4) Kemurnian Akidah karya Ibnu Taimiyah, Jakarta: Bumi Aksara, 1996. Buku ini berisi tentang ketidakbolehan berwasilah selain

kepada Nabi Muhammad dan tidak ada yang bisa memberi syafa’at

selain Nabi Muhammad.

5) Kritik Atas Faham Wahabi karya Ja’far Subhani, Bandung: Pustaka

Hidayah, 1995. Buku ini berisi tentang berwasilah kepada orang suci itu diperbolehkan dan barokah juga bisa di berikan dari orang suci.

6) Madzhab-Madzhab Antropologi karya Nur Syam, Yogyakarta: LKiS, 2007. Buku ini berisi tentang tradisi masyarakat yang mengalami perubahan evolusioner disertai juga dengan teori antropologi didalamnya.

7) Variasi Agama di Jawa: Suatu Pendekatan Antropologi karya Andrew Beatty ter. Ahmad Fedyani Saefuddin, Jakarta: Murai Kencana, 2001. Buku ini berisi tentang pemecahan yang dipakai orang Jawa untuk masalah-masalah perbedaan cultural dan menjelaskan cara dimana penduduk desa Jawa memahami kebudayaan mereka yang kompleks dan multidimensi.


(21)

13

c. Tehknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data ini merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui metode pengumpilan, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standart data yang ditetapkan.13

Untuk memperoleh data-data yang akurat maka diperlukan beberapa metode untuk pengumpulan data, sehingga data yang diperoleh berfungsi sebagai data yang valid dan objektif serta tidak menyimpang, maka metode yang digunakan adalah:

1) Pengamatan (Observasi)

Observasi dilakukan untuk mengetahui tingkah laku manusia seperti yang terjadi dalam kenyataan di lapangan. Observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti.14 Data yang dapat diperoleh

dalam pengamatan ini adalah kegiatan yang dilakukan oleh para

peziarah selama berada di makam K.H Ali Mas’ud.

Mengenai jenis observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi partisipan. Namun, observasi partisipan yang dilakukan peneliti ini tergolong partisipasi aktif. Dalam observasi ini peneliti ikut serta dalam melakukan apa yang telah dilakukan

13

Lexy J. Moleong, Metode penelitian KuAlitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), 6.

14


(22)

14

oleh narasumber, tetapi belum sepenuhnya lengkap. Dengan observasi partisipan ini, maka data yang akan diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak.15

2) Wawancara (Interview)

Wawancara merupakan salah satu bentuk komunikasi yang berbentuk verbal, yang mana pada metodi ini berbentuk tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih. Metode ini berfungsi untuk memperjelas atau melengkapi yang tidak kita temui langsung di lapangan. Teknik pengambilan data yang digunakan adalah wawncara semistruktur (Semistructure Interview). Wawancara semistruktur adalah termasuk kategori in-depth interview, dimana dalam pelaksanaanya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujun dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya. Dalam melakukan wawancara, peneiti perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang telah dikemukakan oleh informan.16

3) Dokumentasi

Proses pembuktian yang didasarkan atas jenis sumber apapun, baik yang bersifat tulisan, gambar atau sesuatu yang

15

Sugiono, Metode Penelitain Kuantitatif KuAlitatif dan R & D (Bandung: Alfabeta, 2011), 227.

16


(23)

15

tecetak yang dapat digunakan sebagai bukti (keterangan).17 Penulis

menggunakan data dokumentasi ini, berupa foto-foto yang telah penulis peroleh dari objek penelitian secara langsung. Dan kemudian ditambah dengan keadaan geografis dan keadaan demografis Desa Pagerwojo serta beberapa sumber lain yang peneliti peroleh dari lapangan.

4) Analisis Data

Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistensikanya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang diceritakan kepada orang lain.18

Metode yang digunakan adalah deskriptif analitik yaitu metode dalam mengolah data-data yang telah dikumpulkan dengan menganAlisisnya sesuai dengan kondisi yang terjadi di lapangan dengan analisa data kualitatif, yaitu:

a) Reduksi Data

Reduksi data merupakan suatu langkah untuk memisahkan hal-hal yang penting dan tidak penting dari data-data yang terkumpul, sehingga nantinya data-data tersebut menjadi lebih fokus terhadap tujuan penelitian.

17

Irwan Soehartono, Metodologi Penelitian Sosial (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1999), 227.

18


(24)

16

Reduksi data ini sebagai proses pemilih penyederhanaan, klasifikasi data kasar dari hasil penggunaan teknik dan alat penggunaan data. Kemudian data tersebut disusun secara sistematis agar mudah dipahami sehingga pemahaman ini akan membantu menjawab pertanyaan baru yang berkaitan dengan tema penelitian, yaitu Ziarah Makam K.H. Ali

Mas’ud di Pegerwojo Sidoarjo.

b) Data Display/Penyajian Data.

Data display adalah data yang telah mengalami proses reduksi yang langkah selanjutnya adalah melakukan penyajian data. Dalam penelitian kualitatif penyajian data merupakan suatu upaya penyusunan pengumpulan informasi menjadi pernyataan. Data kualitatif disajikan dalam bentuk teks yang mulanya terpencar dan terpisah menurut sumber informasi dan saat diperolehnya informasi tersebut. Kemudian data diklasifikasikan menurut pokok-pokok permasalahan.19

Tujuan penyajian data disini adalah untuk mempermudah dalam memahami hal yang terjadi, merencanakan kerja yang selanjutnya berdasarkan hal-hal yang telah difahami tersebut. Data yang didapat kemudian dijelaskan hubungannya dengan data yang lain sehinga

19


(25)

17

terbentuk suatu korelasi data terkait permasalahan penelitian.

c) Menarik Kesimpulan dan Verifikasi.

Penarikan kesimpulan didasarkan atas rumusan masalah yang difokuskan lebih spesifik dalam teori fungsionalisnya yang telah ditetapkan sebelumnya. Hasil anAlisis merupakan jawaban dari persoalan penelitian yang ditetapkan.

H. Sistematika Pembahasan

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dan untuk mendapatkan suatu fungsi penelitian yang baik, maka diperlukan sistematika penulisan yang baik. Sehingga isi dari penelitian tidak keluar dari apa yang sudah direncanakan dan ditetapk` an dalam rumusan masalah yang diteliti. Oleh karena itu, perlu adanya sistematika penulisan yang baik dan terarah dengan perincian sebagai berikut:

Bab I (Pertama), yaitu pendahuluan yang terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan judul, telaah pustaka, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab II (kedua), akan membahas tentang landasan teori mengenai ziarah makam, yang meliputi pengertian ziarah, dasar dan tujuan ziarah kubur, tata cara ziarah kubur, pendapat mutakallim tentang ziarah kubur, dan biografi K.H Ali


(26)

18

Bab III (ketiga), membahas tentang deskripsi penelitian, yaitu membahas geografis dan masyarakat Desa Pagerwojo, tinjauan umum tentang makam, bentuk-bentuk aktivitas masyarakat desa Pagerwojo, kayakinan masyarakat terhadap makam, dan analis Makna dan Motivasi Ziarah ke Makam K.H Ali

Mas’ud Bagi Masyarakat Muslim di Pagerwojo Sidoarjo.


(27)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Ziarah

Ziarah dalam kamus bahasa Arab diambil dari kata “zaara” yang berati menziarahi, mengunjungi.1 Menurut Munzir Al-Musawa ziarah kubur yaitu

mendatangi kuburan/makam dengan tujuan untuk mendo’akan ahli kubur dan

sebagai pelajaran (ibrah) bagi kita dan peziarah bahwa tidak lama lagi juga kita akan menyusul menghuni kuburan, sehingga dapat lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.2 Nabi Muhammad SAW mengisyaratkan manfaat ini dalam sabdanya

yang artinya: “Berziarahlah ke kubur, karena hal itu akan mengingatkan kalian

akan akhirat”.3

Ziarah juga dapat dikatakan sebagai mengunjungi suatu tempat yang dumuliakan atau yang dianggap suci, misalnya mengunjungi makam Nabi

Muhammad SAW di Madinah seperti yang dilakukan oleh jama’ah haji dalam

setiap tahun. Dalam praktiknya ziarah juga dilakukan unyuk meminta pertolongan

(syafa’at) kepada seseorang yang dianggap keramat, agar berkat syafa’atnya

1

Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia (Jakarta: PT. Hidakarya Agung 1989), 159.

2

Munzir Al-Muzawa, Kenalilah Aqidahmu (Jakarta: Majelis Rasulullah, 2007), 65.

3Syaikh Ja’far Subhani,


(28)

20

tersebut kehendak orang yang bersangkutan dikabulkan oleh Allah SWT dikemudian hari.4

Dahulu Rasulullah pernah melarang ziarah kubur, karena bobot kepentingan praktik tersebut cenderung berlebihan dan menyimpang dari ajaran Islam. Karena hal tersebut dikhawatirkan akan menggoncang keimanan orang yang berziarah.5 Selain itu beliau melarangnya karena biasanya mayat-mayat yang

mereka ziarahi adalah orang-orang kafir penyembah berhala, sementara Islam telah memutuskan hubungan dengan kemusyrikan. Mungkin karena ada sebagian orang yang baru memeluk Islam dan belum mengerti mereka mengeluarkan ucapan-ucapan diatas kuburan yang nadanya bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam.6

Secara etimologi ziarah berasal dari kata “zaara” yang artinya mengunjungi atau berziarah7, sedangkan kata ziarah berasal dari bentuk masdar

yang berarti kunjungan.8 Dan makam (kubur) adalah tempat pemakaman jenazah.9

Jadi ziarah kubur adalah hadir atau datang di sisi orang yang didatangi untuk memohon dan memintakan ampun keada Allah SWT.10

4

Hasan Shadily, “Zerubabel”, Ensiklopedia Indonesia,Vol.4 (Jakarta:Ichtiar Baru Van Hoeve), 4044.

5

John L Esposito, “Ziarah”, Ensiklopedia Oxford: Dinia Islam Moderen (Bandung: Mizan, 2001), 195.

6

Syaikh Ja’far Subhani, Tawassul Tabarruk Ziarah Kubur Karomah Wali. 448-49.

7

A. Warson Manawir, Kamus Al Manawir Arab Indonesia (Yogyakarta: Pustaka Progresif, 1985), 592.

8As’ad M. Ali Kalali,

Kamus Indonesia Ara (Jakarta: Bulan Bintang, 1987), 286

9

M. Thalib, Fiqih Nabawi (Surabaya: Al Ikhlas,1989), 108.

10


(29)

21

Secara terminologi, ziarah adalah hadir atau datang di sisi orang yang didatangi. Dalam kamus bahasa Indonesia ziarah diartikan sebagai kuburan, dan pada dasarnya istilah kubur adalah sama dengan makam. Jadi ziarah makam adalah mengunjungi kuburan dan menziarahi orang yang sudah mati.

Ziarah makam bisa diartikan dengan kunjungan seseorang pada suatu tempat dimana terdapat mayat yang dikubur. Selain itu seseorang tersebut mempunyai maksud mengenang seseorang yang sudah meninggal untuk memohon dan memintakan ampun dari Allah SWT. Berziarah ke makam merupakan cara untuk berhubungan kembali secara spiritual dengan roh-roh orang yang sudah meninggal. Dikarenakan makam dipercaya sebagai tempat bersemanyamnya roh-roh orang yang meninggal tersebut.11

Ziarah makam tidak hanya berkaitan ke makam seorang Nabi, Syuhada, Waliyullah, dan tokoh Islam lainya yang dianggap karismatik. Namun, ziarah makam juga biasanya dilakukan ke makam orang tua, guru, maupun kerabat. Hal itu dikarenakan keyakinan mayoritas masyarakat yang beragama Islam

menganggap bahwa orang yang sudah meninggal itu membutuhkan do’a-do’a dari

orang yang masih hidup, khususnya dari keluarga terdekat.

Menurut Ibnu Taimiyah ziarah kubur ada ada dua macam, yang pertama yaitu: Ziarah menurut Syari’at, dan yang kedua adalah ziarah menurut Bid’ah.

Berziarah yang diatur oleh Syari’at adalah maksud dari orang yang berziarah itu

11

Moh. Mustaqim, “Tradisi Ziarah Makam Air Mata Batu Ibu di Buduran Bangkalan” (Skripsi tidak diterbitkan, Jurusan Sejarah Peradaban Islam Fakultas Adab UIN Sunan Ampel Surabaya, 2011), 2.


(30)

22

untuk mendo’akan si mayat itu, sebagaimana maksud menshalatkan jenazah ialah

mendo’akan si mayat itu.12

Sedangkan berziarah ke kubur yang berbentuk Bid’ah yaitu dengan maksud untuk meminta kepada roh orang yang dikubur disana itu

apa-apa yang diinginkan atau minta dido’akanya atau minta syafa’at.13

Dalam konteks ini menegaskan bahwa kematian adalah nasehat bagi yang masih hidup. Bagaimana tidak, dengan adanya kematian manusia yang masih hidup bisa lebih berhati-hati lagi dalam menjalani kehidupan. Artinya ketaqwaan itu perlu ditingkatkan, karena setelah kematian akan ada kehidupan lain yaitu kehidupan alam kubur. Kita mesti percaya bahwa alam kubur itu ada dan di alam kubur itulah segala amal perbuatan manusia semasa hidup di dunia akan dipertanggung jawabkan. Jika amal manusia itu baik di dunia, maka ia akan mendapatkan nikmat kubur, dan jika sebaliknya maka siksa kubur yang akan di dapatkanya.

Alam kubur adalah alam yang kedua setelah alam dunia. Kalau di alam dunia manusia masih bisa tolong menolong jika mendapatkan kesusahan, akan tetapi di alam kubur manusia sendiri tidak ada yang memberikan pertolongan. Untuk itu ziarah kubur diadakan, dimana yang memiliki maksud dan tujuan untuk

mendo’akan ahli kubur agar diringankan siksanya dari yang Maha Kuasa (Allah

SWT). Ziarah kubur juga diadakan untuk memohon keberkahan dari para ahli

12

Ibnu Taimiyah, Kemurnian Aqidah, Terjemahan Halimuddin (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), 38.

13


(31)

23

kubur, apabila ahli kubur tersebut adalah seorang wali, Ulama’, dan orang-orang shalihin.14

B. Dasar dan Tujuan Ziarah Kubur

Mengenai ziarah kubur Rasulullah SAW bersabda yang artinya adalah:

“Dari Mas’ud; “Rasulullah SAW telah berkata: Dahulu saya melarang ziarah kubur, maka sekarang berziarahlah maka sesungguhnya ziarah kubur dapat membuat zuhud di dunia dan mengingatkan akan akhirat (HR. Ibnu Majah).15

Berdasarkan hadits tersebut pada awalnya Rasulullah melarang ziarah kubur karena masih berlakunya adat kebiasaan Jahiliyyah. Tetapi setelah ajaran Islam berlaku dan mendalam, dimana-mana manusia sudah bertaukhid, tidak ada Tuhan selain Allah, dan kepada-Nya saja manusia menyembah, bermohon dan memuji, maka ketika itu diperbolehkan ziarah kubur yang bertujuan untuk mengingatkan manusia akan akhirat.

Tujuan utama ziarah kubur ialah mengambil pelajaran dari apa yang telah menimpa diri orang lain, baik yang dikenal maupun yang tidak dikenal, betapapun kuatnya mereka dan banyaknya harta yang mereka miliki serta pengaruh yang kuat, semuanya itu tidak dapat memelihara diri mereka dari kematian. Mengenai tujuan ziarah kubur akan kami bedakan sebagai berikut:

14

Wawancara, Habibi (Peziarah), 16 April 2015 20:30.

15


(32)

24

1. Tujuan Ziarah Kubur Menurut Islam

a. Untuk mengingatkan diri akan mati.16

Dengan berziarah kubur hendaknya dapat menjadikan diri manusia selalu mengingat akan kematian. Ziarah harus dijadikan sebagai sarana untuk mengintrospeksi diri tentang kematian yang pasti dialami oleh setiap yang berjiwa. Firman Allah SWT:













Yang artinya: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. dan Sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, Maka sungguh ia telah beruntung. kehidupan dunia itu tidak lain

hanyalah kesenangan yang memperdayakan”.17

(Qs. Ali Imran: 185)

Dalam hadits disebutkan yang artinya: “Berziarah ke kuburan,

karena kubur mengingatkan kamu kepada akhirat”. (HR. Ibnu Majah).18 Dari arti Hadits ini dapat dijadikan pegangan bagi manusia bahwa berziarah ke kuburan itu diperbolehkan karena dapat diambil contohnya yaitu kematian.

b. Ziarah kubur bertujuan untuk mendo’akan ahli kubur.19

Jika seseorang yang berziarah kubur sampai ke kubur, hendaklah ia mendahulukan dengan membaca salam dengan ucapan salam yang dianjurkan Rasulullah SAW, yang artinya: “Selamat

16

Badruddin Hsubki, Bid’ah-bid’ah di Indonesia, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), 155.

17

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya.

18

Abdul Baqi, Sunan Ibnu Majah, (Beurut: Dar Al Kutub), Juz 1, 500

19


(33)

25

sejahteralah kamu wahai penduduk kaum mukminin dan kaum muslimin, dan Insya Allah kami mengikutimu, kami memohon kepada Allah supaya kamu dan kami sama-sama selamat.” (HR. Ibnu Majjah).

Setelah itu, duduk yang rapi dan membaca Istighfar (memohon ampunan Allah bagi si mati), sebagaimana sabda Nabi SAW yang artinya: “Jika selesai menanam mayit, bediri diatas kubur dan

bersabda kepada para sahabat: Bacakan Istighfar untuk saudaramu yang telah mati di alam kubur ini dan mohonkan kepada Tuhan supaya ia tetap tabah, karena ia kini sedang ditanya.” (HR. Abu Dawud).20 Kemudian setelah itu membaca Istighfar atau do’a-do’a sebaiknya mengikuti lafadz-lafadz yang dicontohkan oleh Nabi Muhammda SAW, seperti:

                                       

Yang artinya: “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb Kami, beri ampunlah Kami dan saudara-saudara Kami yang telah beriman lebih dulu dari Kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati Kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb Kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang." (QS. Al Hasyr: 10)

Hanya saja jangan sampai salah paham, orang mati senang jika

ada orang yang berziarah, untuk mendo’a’akan membaca istighfar

20


(34)

26

untuk mayit, karena orang mati itu sudah tidak bisa beramal sendiri, hanya tinggal menunggu belas kasih dan pemberian dari orang kepadanya. Dan mayit itu sangat benci (tidak suka) bila ada orang minta-minta kepadanya, terutama dalam urusan dunia seperti ingin naik pangkat, mendapat jabatan, tambah rezeki dan kekayaan, serta lain-lainya yang mungkin menyebabkan syirik terhadap Allah itu semua tidak disukai oleh mayit.21

Adapun mengenai hukum bacaan Al-Qur’an seperti surat Yasin, Al-Mulk, Al-Kahfi dan lain sebagainya, serta boleh tidaknya (sampai atau tidak pahala atau ayat-ayat tersebut kepda si mati)

terdapat perbedaan pendapat dari kalangan Ulama’, yaitu:

Pendapat yang membolehkan membaca Al-Qur’an dan

pahalanya dapat diterima oleh si mati. Ulama’ yang berpendapat

seperti ini ialah Imam Ahmad bin Hambal.22 Sebagaimana sabda Nabi

SAW yang artinya: “Rasulullah memerintahkan kepada kita

bacakanlah kepada jenazah dengan surat Al-Fatikhah”. (HR. Ibnu Majah.)23

Selain itu, Al Qurtubi berpendapat bahwa, membaca Al-Qur’an

itu lebih baik dari do’a, bacalah surat manasaja yang dikehendaki.

Seluruh surat itu sama pahalanya, tidak berlebih dan tidak berkurang.

21

Salim Bahreisy, Sampaikan Amalan Orang Hidup Kepada Orang Mati, (Surabaya: Assegaff), 47.

22

Badruddin Hsubki, Bid’ah-bid’ah di Indonesia, (Jakarta: PT. Gema Insani Press, 1995), 153.

23


(35)

27

Membaca Al-Qur’an dipekuburan itu berarti menghadiahkan pahalanya kepada si mayat yang dikubur itu.24

Pendapat yang yang menolak, yakni Pendapat Imam Syafi’i.

Menurut beliau, membaca Al-Qur’an yang dihadiahkan untuk si mayit adalah perbuatan sia-sia atau bid’ah, begitu pula dengan pahalanya tidak akan sampai kepada si mayit. Pendapat ini diperkuat oleh

beberapa Ulama’, diantaranya Syehk Muhammad Marzuq Abdul

Mukmin dan Ibnu Katzir. Alasan mereka, seseorang tidak dapat memikul beban dosa orang lain, begitu pula setiap perbuatan seseorang tidak dapat memberi manfaat (pahala) bagi orang lain (si mati).25 Ibnu Katzir memperkuat alasanya dengan mengutip firman

Allah:







 





Yang artinya: “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (QS. An-Najm: 39).

Berdasarkan ayat tersebut, Imam Syafi’i berpendapat bahwa

setiap Hadits yang membolehkan umat membaca Al-Qur’an untuk si mati dan pahalanya bisa sampai ke almarhum, maka kualitas hadits tersebut adalah dhaif (lemah). Beliau mengistimbath (menyimpulkan) bahwa setiap bacaan Al-Qur’an yang dihadiahkan kepada si mati itu

24

Halimuddin, Kehidupan di Alam Barzah, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), 27.

25


(36)

28

perbuatan sia-sia, dan Nabi Muhammad SAW pun tidak pernah memerintahkan hal yang demikan. Namun, Imam Syafi’i

membolehkna membaca istighfar dan do’a, bahkan dianggapnya

perbuatan yang terpuji.

Dari kedua pendapat Ulama’ tersebut, dapat disimpulkan bahwa do’a bagi si mayit itu dibolehkan, bahkan merupakan sunnah

Nabi, sedangkan masalah bacaan Al-Qur’an yang dihadiahkan bagi si mati merupakan masalah khilafiah, namun tidak sampai keperbuatan kufur, murtad ataupun syirik. Dengan demikian, lakukanlah hal-hal yang sekiranyan dapat memberikan manfaat bagi si mati dan memberi ingatan pada yang masih hidup.

Diantara permasalahan yang senantiasa berlaku dikalangan muslimin adalah “tawassul” (berperantara) dengan kekasih Allah

SWT. Nabi Muhammad SAW menyampaikan syari’at Islam yaitu

lewat hadist-hadist beliau, membenarkan perbuatan tersebut.

Pertama perlu dibedakan pengertian dari tawassul dengan

tawashshul. Menurut Syekh Nawawi Al Bantani, kata al wasilah atau

tawassul berasal dari kata wasala, wasiilatan, watawassalan, yang maknanya ada dua macam, yaitu yang pertama adalah azzulfan yaitu yang mempunyai berbuat sesuatu yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT, yang kedua yaitu „al’ibaadati , attho’ati, yaitu yang


(37)

29

mempunyai arti melaksanakan segala titah Allah dan menjahui segala laranganya.26 Allah SWT berfirman:

                       

Yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan. (QS. Al-Maidah: 35).

Wasilah (jalan atau sebab yang mendekatkan diri) yang diperintahkan Allah yang disampaikan dengan perantaraan Malakat dan Nabi-Nabi yaitu wasilah yang dipakai untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, yaitu yang wajib dan yang sunnah harus dikerjakan. Apa yang tidak termasuk wajib dan sunnah dikerjakan, maka hal ini tidak termasuk wasilah.27

Dalam tafsir Ibnu Katsir, kata wasilah diartikan sebagai alat usaha yang dapat mencapai tujuan, atau derajat tertinggi di surga yang disediakan untuk Nabi Muhammad SAW, yaitu tempat yang terdekat kepada Arsy.28

Jabir Bin Abdullah berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya:

“Siapa yang membaca sesudah mendengar adzan: Ya Allah Tuhan yang memiliki seruan yang sempurna ini, dan shalat yang akan

26

Badruddin Hsubki, Bid’ah-bid’ah di Indonesia, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), 184.

27

Ibnu Taimiyah, Kemurnian Aqidah, terjemahan Halimuddin, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), 88.

28


(38)

30

ditegakkan, berilah kepada Nabi Muhammad SAW alwasilah dan kelebihan (keutamaan) dan bangkitkan ia dalam kedudukan yang terpuji yang Engkau janjikan kepadanya. Melainkan Dia mendoakan

syafa’atku di hari kimat”. (HR. Bukhari).29

Hadits tersebut menjelaskan bahwa wasilah ini diperintahkan oleh Nabi kepada manusia memintakan kepada Allah untuk dia. Dan juga diberitahukan kepada manusia bahwa barang siapa yang memintakan wasilah ini kepada Allah untuknya maka oleh Nabi orang

ini akan disyafa’atkanya nanti di akhirat, karena imbalan amalan baik ini termasuk hak untuk mendapatkan syafa’at Nabi.

Sedangkan menurut Syaikh Ja’far Subhani, bahwa salah satu

substansi tawassul adalah menjadikan orang-orang yang memiliki kedudukan di sisi Allah sebagai perantara agar dapat membuat orang

berdo’a dan bertawassul itu dekat dengan Allah.30

Kata tawassul dalam surat Al-Maidah ayat 35 di atas diartikan

oleh beberapa Ulama’ sebagai jalan perantaraan (medium) manusia

kepada Allah. Cara yang mereka lakukan seringkali menyimpang dari ajaran agama Islam, disinilah awal mula terjadinya pergeseran (penyimpangan) makna dari tawassul menjadi tawashshul. Dan tawashshul yang macam inilah yang kini makin menjamur di masyaralat Islam Indonesia.

29

Imam Az Zabidi, Ringkasan Shahih Bukhari, (Bandung: Mizan. 1997), 161.

30Syeikh Ja’far Subhani,

Tasafuf Tabarruq Ziarah Kubur Karomah Wali Termasuk Ajaran Islam


(39)

31

Perbuatan tawashshul (untuk selanjutnya di tulis tawashul) atau wasilah disebutkan dalam Al-Qur’an sebagai berikut:

                                          

Yang artinya: “Allah sekali-kali tidak pernah mensyari'atkan adanya bahiirah saaibah washiilah dan haam akan tetapi orang-orang kafir membuat-buat kedustaan terhadap Allah, dan kebanyakan mereka tidak mengerti”. (QS: Al-Maidah: 103).

Dalam Al-Qur’an dan terjemahnya Departemen Agama RI, kata

washilah dijelaskan sebagai “unta jantan dilahirkan kembar dengan

unta betina yang tidak disembelih, tapi disembelihkan kepada berhala.31 Sedangkan dalam tafsir Ibnu Katsir, kata washilah diartikan

sebagai onta betina yang melahirkan anak pertamanya betina kemudian yang kedua betina, ini juga dibebaskan kepada pemiliknya untuk diserahkan kepada berhala, yaitu bersambung dua kali betina.32

Selain itu Ibnu Katsir juga berpendapat bahwa, ayat tersebut diatas merupakan penafsiran dari surat Al-An’am ayat 138 yang menjelaskan tentang perbuatan dusta orang-orang kafir dalam hal binatang yang tidak boleh dimakan oleh orang-orang tertentu, dengan tujuan

31

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (179-180)

32

Salim Bahreys dan Said Bahreys, Terjemah Katsir Ibnu Katsir, (Surabaya: Bina Ilmu, 1986), 188.


(40)

32

binatang tersebut akan dikorbankann untuk berhala.33 Untuk

menentukan halal dan haramnya tergantung pada cara yang dilakukan. Ada dua macam tawassul yang dapat disimpulkan dari uraian diatas, yaitu:

1) Tawassul yang diharamkan.

Tawassul yang diharamkan Islam dan pelakunya termasuk musyrik ialah memohon selain selain kepada Allah, seperti meminta kepada ruh si mati agar dapat menyambungkan permohonanya kepada Allah.34

Sebagaimana firman Allah:

                                       

Yang artinya: “Janganlah kamu sembah di samping

(menyembah) Allah, Tuhan apapun yang lain. tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. bagi-Nyalah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu

dikembalikan”. (QS. Al-Qashas: 88).

Sebagai contoh sederhana bila manusia berobat ke dokter, tentu manusia yakin bahwa yang menyembuhkan penyakit hanyalah Allah SWT. Sedangkan dokter hanyalah memberikan keterangan (diagnosis) tentang jenis penyakkit dan resep dokter. Adapun kemampuan penyembuhan

33

Al Imam Abu Fida Ismail Ibnu Katsir Ad-Dimasqy, Tafsir Ibnu Katsir Terjemahan Bahrun Abu

Bakar, (Bandung: Sinar Baru Algresindo, 2002), Juz VIII, 97.

34


(41)

33

penyakit itu sendiri bukanlah dari diri si dokter. Jika diyakinkan bahwa dokter bisa menyembuhkan penyakit, maka hukumnya syirik.

Tawassul yang dilarang Islam bukan semata-mata membuat perantara kepada mahkluk-makhluk halus, tapi juga menggunakan benda-benda peningglan si mati dalam upacara ritual. Dalam hal ini Allah berfirman:





 









 

Yang artinya: “Dan berhala-berhala yang kamu seru selain Allah tidaklah sanggup menolongmu, bahkan tidak dapat menolong dirinya sendiri”. (QS. Al-A’raf:197).

2) Tawassul yang dihalalkan.

Tawassul yang dihalalkan atau dibolehkan dalam Islam ialah tawassul dengan cara membuat perantaraan kepada sesuatu yang sifatnya nyata seperti manusia atau binatang, tetapi hakikat permohonannya itu sebenarnya hanya kepada Alla SWT.35 Contohnya meminta pertolongan

kepada sesama manusia untuk melawan musuh, mengejar pencuru dan lain-lain. Semua itu hukumnya boleh dengan syarat yang dimintai pertolongan itu masih hidup dan

35


(42)

34

mampu memberikan pertolongan yang sewajarnya. Rasulullah SAW bersabda yang artinya adalah sebagai berikut:

“Ada seorang laki-laki masuk masjid pada hari Jum’at disalah satu pintu tanpa adanya suatu halangan dan Nabi SAW sedang berdiri berkhutbah. Lalu laki-laki itu

berkata: “Ya Rasulullah, harta kekayaan telah hancur

(akibat kemarau panjang), segala jalan (usaha) yelah putus. Maka mohonkanlah kepda Allah agar kita ditolong

(diturunkan hujan)”. Kemudian Nabi SAW berdo’a (menedahkan tanganya)”. (HR. Bukhari Muslim)36

Hadits tersebut menunjukkan bahwa tawassul

dengan memohon do’a dari orang lain hukumnya boleh,

baik dari laki-laki maupun perempuan. Meminta doa terutama kepada Nabi, orang-orang shalih dan kedua orang tua (yang masih hidup) itu dibolehkan dalam Islam. Termasuk juga boleh pengungkapan amal baik yang telah manusia perbuat, namun dengan syarat amal-amal tersebut terbatas pada masalah taqarrub kepada Allah dengan cara yang telah diajarkan Nabi SAW yang baik itu amal qaib (hati) ataupun amal lisan, disamping mampu meninggalkan maksiat, bersabar ketika mendpatkan musibah dan bersabar ketika faal.

36


(43)

35

2. Ziarah Kubur Yang Menyimpang Dari Ajaran Islam

Meski Islam tidak melarang dan punya aturan tersendiri dalam berziarah, namun ziarah versi Hindu tetap dipakai di masyarakat, mereka beziarah dengan amalan syirik dan mungkar, seperti: meratapi si mati, membakar kemenyan atau memohon kepada si mati.37 Bahkan ada

diantara umat Islam yang memanfaatkan kuburan atau tempat-tempat ziarah sebagai lahan bisnis.

Mereka mengadakan pungutan-pungutan liar dengan tujuan mengeruk keuntungan materi dari rombongan peziarah. Mereka pergi ke kuburan-kuburan para wali atau orang-orang shaleh di berbagai tempat di Indonesia.

Mereka, para peziarah musyrik, itu adalah orang-orang yang lemah imanya, yang umumnya karena tidak mampu mengatasi berbagai masalah kehidupan. Iman mereka menjadi guncang hungga yang seharusnya mereka mengingat Allah, dalam arti beribadah dan berpegang teguh kepada-Nya, justru malah sebaliknya, mereka pergi ke kuburan sebagai tempat yang dianggap dapat menyelesaikan dan mengatasi berbagai kesulitan. Ironisnya ada diantara ummat Islam yang datang ke makam tua, yaitu yang dianggap keramat, akan tetapi tidak mengetahui siapa yang dikuburnya. Mereka mengutarakan segala hajatnya seperti: minta rezeki,

37


(44)

36

minta jodoh, lulus ujian, cepat kaya, kenaikkan pangkat dan kedudukan, dan lain sebagainya.38

Mereka tidak hanya memuja benda-benda yang dianggap sakti dan keramat itu, bahkan ada yang minta perlindungan dari berbagai bahaya, penyakit dan mohon kebahagiaan atau keuntungan kepada benda tersebut. Perbuatan inilah yang dinamakan syirik, satu dosa besar dan paling berat disamping dosa kufur. Dan Allah tak dapat memberi ampunan yang menyebabkan orang masuk neraka dan kekal didalamnya.39 Sebagaimana

dijelaskan dalam firman Allah:

                                                                 

Yang artinya: “Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah ialah Al masih putera Maryam", Padahal Al masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu". Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, Maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun”. (QS. Al-Maidah: 72).

Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya ziarah yang diharamkan Islam adalah ziarah yang menjurus pada perbuatan syirik, yaitu jika manusia datang ke kuburan sengaja untuk meminta kepada si mati agar memberikan berkahnya untuk kehidupan

38

Ibid., 146.

39


(45)

37

manusia maka ini jelas diharamkan, namun jika manusia datang ke kuburan untuk duduk-duduk aytau sekedar istirahat dan mendengar nasehat, maka hal ini dibelohkan. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya: “Kami keluar bersama Rasulullah SAW disuatu

pelayatan jenazah dari orang anshor, sebelum mayit dimasukkan ke liang kubur beliau duduk menghadap ke kiblat, maka kami pun duduk di sekitar beliau”. (HR. Abu Daud).40

3. Syirik

Syirik adalah perbuatan seseorang yang telah mengaku beriman kepada Allah dengan segala konsekuensinya, akan tetapi masih mengikuti cara hidup di luar petunjuk Allah.41 Menurut Syekh Muhamad Abduh

pengertian syirik adalah kepercayaan bahwa ada sesuatu yang memberi dan mempunyai kekuasaan serta kekuatan mutlak selain Allah.42

Dalam kehidupan modern ini ternyata banyak kehidupan Islam yamh masih banyak mencampuradukkan antara ajaran Islam yang murni dengan paham atau keyakinan yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam, seperti kepercayaan menurut cara yang primitif, yaitu menyembah makam, pohon-pohon, gunung, batu sungai dan lain sebagainya. Hal ini dikatakan dengan dalil sebagai perantara dan menyembah Allah SWT. Mereka juga melakukan penghormatan kepada keris, tongkat, tempat yang dikeramatkan, makam yamg dikeramatkan bahkan dukun untuk meminta

40

Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, (Beirut: Dar Al Kutub Al Ilmiah, 1996), Jus II, 422.

41

Abdur Rahman Madjrie, Meluruskan Aqidah, (Yogyakarta: Titian Illahi Press, 1997), 125.

42


(46)

38

pertolongan dalam berbagai masalah yang dihadapinya. Masalah pribadi, sosial, ekonomi, politik, maupun untuk memperoleh kedudukan (jabatan) yang semua ini merupakan sikap beragama yang menuju kepada kemusyrikan.

Macam-macam syirik:

a. Syirik akbar, yaitu menyembah selain Allah. Hal ini termasuk dosa besar yang tidak dapat diampuni oleh Allah SWT, sebagaimana firmanya:                                   

Yang artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (QS. An-Nisa’: 48)

b. Syirik Asghar, yaitu Riya’, yaitu orang yang menginginkan

kemanfaatan dunia dengan melalui amalan akhirat. Syirik ini adalah kebalikan dari ikhlas.43 Syirik ini disebut juga dengan syirik

khafi, yaitu syirik yang sangat rahasia, sehingga yang melakukan amal ibadah itu pun tidak sadar bahwa amal ibadahnya itu adalah syirik dan merupakan dosa yang tidak diketahui oleh pelakunya. Seolah-olah amal ibdahnya itu diterima oleh Allah dan padahal

43

A. Izzuddin Al-Bayanuni, Kafir dan Indikasinya, Terjemah Zubair Suryadi dan Mu’ammal


(47)

39

ditolak. Kalau dikaitkan dengan Dzat Allah, langsung atau tidak,44

ia dibagi menjadi dua, yaitu:

1) Syirik Dzatiyah yaitu perbuatan penyekutuan itu langsung dengan keyakinan bahwa benda yang dimintai pertolongan itu memang benar-benar Tuhan selain Allah.

2) Syirik Sifatiyah yaitu tindakan penyekutuan itu sama sekali bukan dimaksudkan sebagai keyakinan bahwa benda itu Tuhan, tidak melainkan ia memiliki kelebihan atau sifat yang tidak ada pada benda semisalnya tetap ada pada diri Allah. Contohnya: keyakinan seseorang pada keris atau batu akik yang suatu saat dapat memberitahukan adanya bahaya.

C. Tata Cara Ziarah Kubur

Dalam pelaksanaan ziarah kubur, ajaran Islam telah memberikan tuntunan tentang adab atau tata cara berziarah yang dijelaskan dalam hadits-hadits Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu manusia tidak boleh seenaknya menginjak kaki ke makam tanpa memperhatikan tata cara yang telah ditentukan oleh agama. Adapun tat cara ziarah kubur adalah sebagai berikut:

1. Mengucapkan Salam atau Do’a.

Jika seseorang yang berziarah sampai ke kubur, hendaklah ia

menghadap ke muka mayat dan memberi salam serta mendo’akanya,

supaya diringankan siksa dan adzabnya, diberi rahmat dan kelapangan hidup di alam barzah. Sebagaimana sabda Nabi SAW yang artinya:

44


(48)

40

“Selamat sejahteralah kamu wahai penduduk kaum mukminin dan kaum muslimin, dan Insya Allah kami mengikutimu, kami mohon kepada Allah semoga kami dan kamu sama-sama selamat”. (HR. Ibnu Majah)45

2. Menanggalkan Terompah di Kubur.

Kebanyakan para Ulama’ berpendapat bahwa tak ada salahnya

berjalan di pekuburan dengan memakai terompah. Berkata Jureir bin Ibnu Hazim: “Saya melihat Hasan dan Ibnu Sirin berjalan diantara kubur dengan memakai terompah”. Dan diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim,

Abu Daud, dan Nasa’i dari Anas bahwa Nabi SAW bersabda yang artinya: “Seorang hamba jika ia diletakkan dalam kuburnya dan teman -temanya telah berpaling, maka sesungguhnya ia mendengar terompah-terompah mereka”.

Para Ulama’ mengambil hadits ini sebagai alasan dibolehkanya

berjalan di kuburan dengan memakai terompah, karena tidaklah akan didengar bunyi terompahitu jika tidak dipakai”.46

Sebaliknya, Imam Ahmad menganggap makruh memakai terompah

mewah di pekuburan. Berdasarkan riwayat Abu Daud, Nasa’i dan Ibnu

Majah dari Basyir, yaitu bekas budaknya Rasulullah berkata yang artinya:

“Rasululah SAW melihat seoramg laki-laki yang berjalan di pekuburan dengan berterompah, maka Beliau bersabda: “Hai orang yang berterompah, Sibtit, lemparkanlah terompahnya itu! Laki-laki itupun

45

Muhammad Abdul Baqi, Sunan Ibnu Majah, (Beirut: Darul Kutub Ilmiah, 275 H), 494.

46


(49)

41

menoleh dan demi dikenalnya Rasulullah SAW maka ditinggalkanya terompahnya lalu dilemparkanya”.47

3. Larangan Duduk dan Berjalan di Kubur dan Bersandar Padanya.

Larangan duduk dan berjalan di kubur dan bersandar padanya, berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Nabi SAW bersabda yang artinya:

“Lebih baik jika seorang diantara kamu duduk di atas bara api panas

hingga membakar pakainya dan tembus ke kulitnya, daripada ia duduk di

atas kubur”. ( HR. Ahmad, Muslim, Abu Daud, Nasa’i dan Ibnu Majah)48

Pendapat yang mengharamkanya ialah mazhab Ibnu Hazmin, karena pada hadits itu terdapat ancaman. Katanya, itu juga merupakan dari

golongan Ulama’ salaf termasuk di dalamnya Abu Hurairah. Sebaliknya

Ibnu Umar dari golongan sahabat, Abu Hanifah dan Malik menyatakan

boleh duduk di kubur. Katanya dalam Al Muwaththa: “Menurut pendapat

dugaan mereka, larangan duduk di atas kubur itu ialah bagi orang yang

bermaksud hendak baung air besar atau kecil”. Dan buat ini disebut

sebagai hadits dhaif (lemah).

Dan pertikaian tadi adalah mengenai duduk bukan dengan maksud untuk buang air. Jika untuk demikian, maka para Fukaha sependapat mengaharamkanya, juga mereka sependapat atas bolehnya berjalan di atas kibur jika terpaksa, misalnya jika seseorang tidak bisa mencapai kubur mayatnya kecuali dengan melewati kubur yang lain.

4747

Imam Az Zabidi, Ringkasan Shahih Bukhari, (Bandung: Mizan. 1997), 269.

48

Al Hafidz Zakki Al Din Abd Al-Azhim Al-Mundziri, Ringkasan Shahih Muslim terjemah


(50)

42

D. Pendapat Mutakallim Tentang Ziarah Kubur. 1. Mu’tazilah.

Kaum Mu’tazilah adalah golongan yang membawa persoalan

-persoalan teologi yang lebih mendalam dan bersifat filosofis daripada persoalan-persoaln yang dibawa oleh kaum Khawarij da Murjiah. Dalam pembahasan sesuatu mereka lebih mengedepankan akal sehingga mereka mendapat nama “Kaum Rasionalis Islam”.49

Akal menurut Mu’tazilah merupakan peranan yang sangat penting,

sehingga perbuatan manusia harus dipertimbangkan oleh akal. Sebagai mahkluk yang diciptakan oleh Allah dengan segala kemampuanya dibandingan dengan mahkluk lain, manusia memiliki kemandirianya ini, maka manusia dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk. Seperti halnya perbuatan orang Arab Jahiliyah, dengan adanya Tuhan-Tuhan yang dibuatnya sendiri, apabila mereka mau meneliti keyakinan ini dengan baik, niscaya mereka akan sadar bahwa aqidah yang demikian ini merupakan syirik khafi (samar).50

Menurut Mu’tazilah bahwa ziarah kubur itu tidak boleh karena

akan mengantarkan pada kemusyrikan, dan amal ibadah apa saja pahalanya tidak akan sampai kepada si mati, karena golongan ini berpegang teguh pada ayat:

49

Harun Nasution, Teologi Islam Airan-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI Press, 1986), 38.

50Syeikh Ja’far Subhani,

Tasafuf Tabarruq Ziarah Kubur Karomah Wali Termasuk Ajaran Islam


(51)

43







 





Yang artinya: “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. (QS. An-Najm: 39)

Mafhumya ayat ini menurut Mu’tazilah semua usaha dan amal orang lain bukanlah amalnya sendiri, juga tidak berarti baginya. Walaupun ayat ini merupakan kabar yang telah dicantumkan dalam kitab Nabi Ibrahim dan Nabi Musa (Taurat), akan tetapi oleh karena perkabaran ini tidak diingkari oleh syari’at Nabi Muhammad SAW, maka tetaplah berlaku

bagi syari’at Nabi Muhammda SAW.51

2. Ahlussunnah Wal Jama’ah (Asy’ariyah).

Golongan yang mengklaim dirinya sebagai penganut Rasulullah

SAW mempunyai pendapat yang berbeda dengan penganut Mu’tazilah. Kedua golongan ini memiliki perbedaan yang berbeda. Mu’tazilah lebih

mengutamakan rasio, walaupun mereka tidak melupakan Wahyu Illahi, akan tetapi Asyariyah lebih mengutamakan Wahyu Ilahi daripada akal, sebingga segala perbuatan manusia tidak terlepas dari Wahyu Illahi tersebut.

Menurut Hasan Al Asyari, mendatangi kuburan dengan maksud dan

tujuan untuk mendo’akanya maka hal itu akan bermanfa’at baginya. Selain

itu juga diperbolehkan bersedekah yang pahalanya diperuntukkan bagi

51


(52)

44

orang mukmin yang meninggal dunia.52 Di dalam Kitab Ihya Ulumuddin

dijelaskan53 Ahli Sunnah sepakat, bahwa orang yang telah meninggal

dapat menerima pahala amal kebaikan orang yang masih hidup dengan dua jalan, yaitu:

a. Pahala yang terus menerus dari amal jariyahnya yang berupa barang-barangnya yang dapat dimabil manfaatnya untuk umum, atau berguna bagi lepentingan agama, barang-barang yan mana diamalkan oleh si mati semasa hidupnya.

b. Do’a orang-orang serta bacaan Istighfarnya yang ditujukan kepada

si mati, demikian pula amalan sedekah serta hajinya.

Dari pendapat yang berbeda tersebut, dapat disimpulkan bahwa

Mu’tazilah cenderung menitik beratkan pada rasio, sehingga pertentangan

baik dan buruk dari perbuatan yang dilakukan oleh manusia itu tergantung pada akal. Manusia mendatangu kuburan orang-orang shaleh dengan

maksud untuk mendo’akanya maka hal itu tidak diperbolehkanya, karene

hal itu dapat mendorong manusia untuk menjadikan kubur bukan sebagaimana adanya, tetapi lebih dari itu, sehingga jelas tidak lagi bersifat Esa, akan tetapi Dia telah disekutukan dengan yang lainya.

Sedangkan Asyariyah cenderung pasif, dalam artian manusia itu membutuhkan orang lain tidak terkecuali dengan Khalqnya. Dengan adaya kebenaran yang datang dari Illahi maka manusia dapat mengetahui segala

52

Imam Muhammad Abu Zahrah, Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam, (Jakarta: Logos Publising House, 1996), 198.

53


(53)

45

sesuatu termasuk kenapa ia diciptakan oelh Tuhan yang tidak lain hanyalah untuk beribadah. Begitu juga dengan berziarah ke makam oramg-orang shaleh, karena hal itu dapat bermanfaat baginya.

Sedangkan penulis sendiri berpendapat bahwa ziarah kubur itu boleh-boleh saja asal tidak menyimpang dari ajaran Islam, yaitu dengan

mendo’akan si mati agar diampuni oleh Allah bukan minta sesuatu kepada

si mati. Selain itu bahwa amal kebaikan yang dihadiahkan pahalanya kepada orang lain itu diperbolehkan dan sampai, asal saja amal itu timbul dan muncul dari kehendak dirinya sendiri, dan bukan suruhan atau upahan dari orang lain.


(54)

BAB III

DESKRIPSI PENELITIAN

A. Profil Desa Pagerwojo

1. Letak dan Kondisi Masyarakat Desa Pagerwojo

Desa Pagerwojo terletak di bagian selatan Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo. Adapun batas-batas desa Pagerwojo adalah sebelah utara berbatasan dengan Desa Sidokerto Kecamatan Buduran. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Jati dan Kelurahan Magersari Kecamatan Sidoarjo. Lalu sebelah barat berbatasan dengan Desa Ental Sewu Kecamatan Buduran. Sedangkan sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Pucang kecamatan Sidoarjo. Juga orbitasi (jarak dari pusat pemerintahan desa atau kelurahan adalah sebagai berikut:

Desa pagerwojo terdiri dari 47 Rukun Tetangga (RT) dan 11 Rukun Warga (RW) yang terbagi dalam 7 Dusun, masing-masing dusun yaitu:

1. Dusun Irian Jaya dengan 1 RW 4 RT. 2. Dusun Kauman dengan 1 RW 4 RT. 3. Dusun Perapatan dengan 1 RW 4 RT. 4. Dusun Kalak dengan 1 RT 5 RW. 5. Dusun Ngemplak dengan 1 RW 5 RT. 6. Dusun Dukuh dengan 1 RW 5 RT. 7. Dusun Pondok Jati dengan 5 RW 21 RT

Wilayah Desa Pagerwojo Kecamatan Sidoarjo Kabupaten Sidoarjo merupakan daerah dataran rendah dan dilalui oleh dua sungai yaitu Sungai Pucang


(55)

47

dan Sungai Mambang. Kedua sungai ini mengalir ke arah timur dan bermuara di Selat Madura.

Sebagian besar wilayah Desa Pagerwojo merupakan tanah basah yang digunakan untuk persawahan, sedangkan tanah kering yang digunakan untuk perkebunan hanyalah sedikit, karena dilalui oleh dua buah sungai yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan persawahan. Hal ini terbukti tanah-tanah persawahan yang masih ada dapat ditanami padi dua kali dalam setahun, dan sisa waktu yang masih ada dapat untuk menanam tanaman palawija.

Kondisi tanah yang sangat subur ini sebenarnya sangat cocok untuk pertanian, namun keberadaanya tidak dapat diperthahankan secara keseluruhan karena adanya proyek pembangunan-pembangunan yang sangat pesat, seperti proyek pembangunan perumahan, rumah toko, rumah makan dan lain sebagianya yang mengakibatkan terganggunya kebutuhan air sawah terganggu sehingga cara bertani masyarakat Desa Pagerwojo mendapat air secara bergantian, terutama yang berada disebelah timur dan yang disebelah utara desa.

Karena semakin sulitnya untuk mengatur dan mendapatkan air, maka kadangkala para petani melakukan penanaman tanaman yang berbeda terutama pada musim kemarau, yaitu dengan tanaman kacang hijau, garbis dan semangka.

Desa pagerwojo ini adalah desa yang termasuk RIK (Rencana Induk Kota) mengenai tata kota Sidoarjo, karena laju perkembangan pembangunan utamanya perumahan maka sebagian tanah sawah milik masyarakat sudah terkena proyek tersebut. Dengan demikian maka mata pencaharianya yang semula mengandalkan pertanian beralih kebidang-bidang lainya, sedangkan angkatan mudanya lebih


(56)

48

cenderung memilih bekerja di perusahaan-perusahaan disekitar desa, dengan demikian akan dapat mempengaruhi kondisi masyarakat Desa Pagerwojo.

Dilihat dari kondisi jumlah penduduk Desa Pagerwojo termasuk daerah yang padat penduduknya, dari luas 152.7124 Ha yang digunakan untuk pemukiman penduduk adalah 166 Ha dengan jumlah penduduk 11.327 jiwa yang terhimpun 3.052 kepala keluarga. Untuk lebih jelasnya tabel berikut di bawah ini akan membantu memahaminya:

TABEL I

JUMLAH PENDUDUK MENURUT JENIS KELAMIN

No Jenis Kelamin Jumlah

1 Laki-laki 5.644

2 Perempuan 5.683

3 Jumlah KK 3.052

4 Jumlah 11.327

Dokumen Desa, 2013.

2. Kondisi Kemasyarakatan a. Sosial Ekonomi

Kondisi perekonomian seseorang sangat terkait dengan mata pencaharian dan penghasilan yang terdapat, karena dari hasil pencaharian itu yang paling mempengaruhi dari kehidupan masyarakat. Semakin banyak penghasilan yang didapatkan maka semakin baik baik pula kehidupan seseorang.


(1)

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan tersebut, dapat penulis simpulkan sebagai berikut: 1. K.H Ali Mas’ud adalah putra dari Kyai Haji Sa’id dan Nyai Fatimah pengasuh

Pondok Pesantren Desa Sono Kecamatan Buduran. Tempat lahir beliau adalah di Desa Sono kurang lebih pada tahun 1910 dan mempunyai dua saudara, yaitu:

a. Saudara tua bernama Nyai Masrifah.

b. Saudara muda bernama Gus Mahfudz.

Pada saat kecilnya K.H Ali Mas’ud berada di Pondok Desa Sono

Kecamatan Buduran. Kegiatan beliau pada saat mudanya tidak begitu nampak, sebab beliau tumbuh sebagai manusia biasa dan buta huruf, akan tetapi sebuah keajaiban-keajaiban telah terdapat pada diri beliau sejak kecil.

Beliau meninggal dunia pada hari Selasa Pahing pada tanggal 10 Juni 1980 yang bertepatan dengan tanggal 26 Rajab 1401 H dan dimakamkan pada hari Rabu Pon pada tanggal 11 Juni 1980 yang bertepatan dengan tanggal 27 Rajab 1401 H dan oleh kesepakatan dari beberapa keluarganya beliau dimakamkan di Desa Pagerwojo Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo yang disandingkan dengan Ibunya.

2. Para pengunjung dan peziarah ini tertarik berziarah ke makam K.H Ali Mas’ud karena setelah berziarah bisa terbantu dalam berbagai masalah setelah berdo’a


(2)

72

disana (di Makam K.H Mas’ud). Kebanyakan mereka telah menemukan solusi

yang baik bagi masalahnya setelah berziarah dan berdo’a ke makam K.H Ali

Mas’ud tersebut. Yang mendorong para peziarah atau motivasi para pengunjung dalam berziarah ke makam K.H Ali Mas’ud berbeda-beda. Diantaranya didorong oleh latar belakang ekonomi, bisnis, keluarga maupun kejiwaan (psikologi). Oleh sebab itu mereka ingin mendapatkan sebuah ketenangan hati dan juga jiwa dan mereka ingin memperoleh perubahan nasib dari yang kurang baik dan kurang beruntung untuk menjadi yang lebih baik dan lebih beruntung lagi.

3. Masyarakat setempat memiiki pandangan bahwa makam K.H Ali Mas’ud

adalah bukan sekedar makam biasa, akan tetapi makam K.H Ali Mas’ud

mempunyai kelebihan dan keistimewaan yang sangat luar biasa, hal yang demikian inilah yang menyebabkan para pengunjung termotivasi untuk mengeramatkan (memuliakan) dengan harapan akan memperoleh berkah serta karomah dari beliau.

B. Saran-saran.

1. Kepada para peziarah makam K.H Ali Mas’ud hendaklah melakukan ziarah kubur yang sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW dan berwashilah menurut yang ditegaskan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Hendaklah menjauhkan niat dan praktek amaliyah yang dapat menyeret seseorang kepada kesyirikan. Oleh karena itu menjauhkan diri dari bahaya kesyirikan lebih baik daripada menyesali dosa yang telah dilakukan.


(3)

73

2. Kepada para segenap peziarah hendaklah memahami terlebih dahulu tentang tata cara berziarah yang baik dan sesuai dengan ajaran Islam agar terhindar dari perbuatan yang mengarah kepada syirik.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

A Partanto, Pius dan M Dahlan Al Barry. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola, 1994.

Abu Zahrah, Imam Muhammad. Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam. Jakarta: Logos Publising House, 1996.

Abd Al-Azhim Al-Mundziri, Al Hafidz Zakki Al Din. Ringkasan Shahih Muslim Terjemah Syinqithy Jamaluddin dan Mochtar Zoerni. Bandung: Mizan, 2002.

Abdul Baqi, Muhammad. Sunan Ibnu Majah. Beirut: Darul Kutub Ilmiah, 275 H. Al-Bayanuni, A. Izzuddin. Kafir dan Indikasinya, Terjemah Zubair Suryadi dan

Mu’ammal Hamidi. Surabaya: Bina Ilmu, 1989.

Al-Muzawa, Munzir. Kenalilah Aqidahmu. Jakarta: Majelis Rasulullah, 2007. Amin, Ahmad. Etika (Ilmu Akhlak). Jakarta: Bulan Bintang, 1995.

Arifin, Bey. Mengenal Tuhan. Surabaya: Bina Ilmu, 1994..

Az Zabidi,Imam. Ringkasan Shahih Bukhari. Bandung: Mizan. 1997.

Bahreys, Salim. Sampaikan Amalan Orang Hidup Kepada Orang Mati. Surabaya: Assegaff.

Bahreys, Salim dan Said Bahreys, Terjemah Katsir Ibnu Katsir. Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1986.

Bahreys, Imam Bahreys. Ringkasan Shahih Bukhari. Bandung: Mizan, 1997. Bakar Aceh, Abu. Pengatar Sejarah Sufi Dan Tasawuf. Solo: Ramadhan, 1990. Baqi, Abdul. Sunan Ibnu Majah. Beurut: Dar Al Kutub, Juz 1.

Bin Abdul Wahab, Muhammad. Syarah Kitab Al-Tauhid. Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1984.

Dawud, Abu. Sunan Abu Dawud. Beirut: Dar Al Kutub Al Ilmiah, 1996. Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2002.


(5)

Mustaqim, Moh. “Tradisi Ziarah Makam Air Mata Batu Ibu di Buduran

Bangkalan”, Skripsi tidak diterbitkan (Surabaya: Jurusan Sejarah Peradaban Islam Fakultas Adab UIN Sunan Ampel Surabaya, 2011). Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya.

Halimuddin, Kehidupan di Alam Barzah, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992. Hasami. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Bumi Aksara, 1996.

Hasbi Ash Shiddiqi, TM. Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid. Jakarta: Bulan Bintang, 1992.

Hsubki, Badruddin. Bid’ah-bid’ah di Indonesia. Jakarta: PT. Gema Insani Press, 1995.

Ibnu Katsir Ad-Dimasqy, Al Imam Abu Fida Ismail. Tafsir Ibnu Katsir Terjemahan Bahrun Abu Bakar. Bandung: Sinar Baru Algresindo, 2002.

Ja’far Subhani, Syaikh. Tawassul Tabarruk Ziarah Kubur Karomah Wali. 48.

Ja’far Subhani, Syeikh. Tasafuf Tabarruq Ziarah Kubur Karomah Wali Termasuk Ajaran Islam Kritik Atas Paham Wahabi, Penerjemah Zahir, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1995.

L Esposito, John. “Ziarah”, Ensiklopedia Oxford: Dinia Islam Moderen. Bandung: Mizan, 2001.

Madjrie, Abdur Rahman. Meluruskan Aqidah. Yogyakarta: Titian Illahi Press, 1997.

Manawir, A. Warson. Kamus Al Manawir Arab Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Progresif, 1985.

Muhammad Abduh, Syekh Risalah Tauhid. Jakarta: Bulan Bintang, 1984.

Moleong, Lexy J. Metode penelitian KuAlitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007.

M. Ali Kalali, As’ad. Kamus Indonesia Ara. Jakarta: Bulan Bintang, 1987. M. Thalib, Fiqih Nabawi. Surabaya: Al Ikhlas,1989.

Nasution, Harun. Teologi Islam Airan-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta: UI Press, 1986.


(6)

Poerwadaminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1985.

Razak A, A Razak dan H. Rais Latif (Terjemahan) Shahih Muslim. Jakarta: Al Husna, 1878.

Sabiq, Sayyid. Fiqih Sunnah 4, Alih Bahasa Mahyuddin Syaf. Bandung:

Al-Ma’arif, 1978.

Salim, Agus. Perbandingan Agama. Bandung: Diponegoro, 1996.

Shadily, Hasan. “Zerubabel”, Ensiklopedia Indonesia,Vol.4. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve.

Shahih Al Bukhari, Bukhari. Kairo: Dar Wa Mathabi’ Al Sya’bi, 1965.

Soehartono, Irwan. Metodologi Penelitian Sosial. Bandung: Remaja Rosda Karya, 1999.

Sugiono. Metode Pendekatan Kuantitatif, KuAlitatif, R & D. Bandung: Alfabeta, 2007.

Sugiono. Metode Penelitain Kuantitatif KuAlitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta, 2011.

Syam,Nur. Madzab-Madzab Antropologi. Yogyakarta: LkiS, 2007.

Taimiyah, Ibnu. Kemurnian Aqidah, Terjemahan Halimuddin. Jakarta: Bumi Aksara, 1996.

Wojowasito, Kamus Bahasa Indonesia. Malang: Pengarang, 2010.

Yunus, Mahmud. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: PT. Hidakarya Agung 1989. Zainuddin, Ilmu Tauhid Lengkap. Jakarta: Rineka Cipta, 1996.