Unduh BRS Ini

No. 04 / 01 /13/Th. XIX / 4 Januari 2016

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2015

1.



Jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Barat pada September 2015 adalah
349.529 jiwa. Dibanding Maret 2015 (379.609 jiwa) turun sebanyak 30,08 ribu jiwa.
Menurut wilayahnya, perkotaan naik sebanyak 0,45 ribu jiwa, dan jumlah penduduk
miskin perdesaan mengalami penurunan sebanyak 30,53 ribu jiwa.



Secara persentase, penduduk miskin turun sebesar 0,6 persen dari periode Maret 2015
ke September 2015 yaitu dari 7,31 persen menjadi 6,71 persen.



Garis Kemiskinan (GK) September 2015 mengalami peningkatan 5,12 persen, menjadi

Rp 403.947,00 perkapita perbulan dari Rp 384.277,00 per kapita per bulan pada Maret
2015.



Komponen terbesar pembentuk Garis Kemiskinan adalah Garis Kemiskinan Makanan
dengan kontribusi 76,38 persen, sedangkan Garis Kemiskinan Non Makanan
memberikan kontribusi sebesar 23,62 persen.



Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) naik dari 0,977 persen pada Maret 2015 menjadi
1,259persen pada September 2015.



Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) juga mengalami kenaikan dari 0,211 persen pada
Maret 2015 menjadi 0,290 persen pada September 2015.

Perkembangan Penduduk Miskin di Provinsi Sumatera Barat, Maret 2011 –

September 2015
Jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Barat pada September 2015 adalah
349.529 jiwa mengalami penurunan 0,6 persen dibandingkan kondisi Maret 2015. Lebih
dari dua per tiga, tepatnya 66,10 persen, penduduk miskin tinggal di daerah perdesaan.
Jadi sekitar 33,89 persen penduduk miskin tinggal di perkotaan. Tabel 1, menunjukkan
bahwa 5,73 persen penduduk perkotaan dikategorikan sebagai penduduk miskin,
sementara itu, di daerah perdesaan, persentase penduduk miskin lebih tinggi dibanding
daerah perkotaan yaitu sekitar 7,35 persen.

Berita Resmi Statistik No.04 /01 /13 /Th XIX/4 Januari 2016

1

Secara keseluruhan persentase penduduk miskin di Provinsi Sumatera Barat mengalami
penurunan dari 7,31 persen pada Maret 2015 menjadi 6,71 persen pada September
2015. Dilihat perkembangan menurut perdesaan dan perkotaan persentase penduduk
miskin di daerah perdesaan mengalami perubahan relatif lebih tinggi dari daerah
perkotaan. Penduduk miskin daerah perkotaan sama dengan kondisi Maret 2015, yaitu
5,73 persen sedangkan di daerah perdesaan, persentase penduduk miskinnya mengalami
penurunan dari 8,35 persen menjadi 7,35 persen. Perkembangan perubahan persentase

dan jumlah penduduk miskin menurut daerah perdesaan dan perkotaan berturut-turut
dapat dilihat pada Grafik 1 dan Grafik 2.
Tabel 1.
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Sumatera Barat
Menurut Daerah, Maret 2011 – Maret 2015
Jumlah Penduduk Miskin (Jiwa)

Tahun

Persentase Penduduk Miskin (%)

Perkotaan
(2)
141 240

Perdesaan
(3)
303 198

Jumlah

(4)
444 438

Perkotaan
(5)
7,42

Perdesaan
(6)
10,07

Jumlah
(7)
9,04

September 2011

145 988

298 782


444 770

7,61

9,85

8,99

Maret 2012

128 817

279 138

407 955

6,67

9,14


8,19

September 2012

125 388

276 133

401 521

6,45

8,99

8,00

Maret 2013

120 604


290 518

411 121

6,16

9,39

8,14

September 2013

126 024

258 061

384 085

6,38


8,30

7,56

Maret 2014

108 076

271 120

379 196

5,43

8,68

7,41

September 2014

Maret 2015
September 2015

108 532
118 034
118 481

246 206
261 575
231 048

354 738
379 609
349 529

5,41
5,73
5,73

7,84

8,35
7,35

6,89
7,31
6,71

(1)
Maret 2011

Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)

Grafik 1.
Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Sumatera Barat
Menurut Daerah, Maret 2011 – September 2015
11

10,07

9,85


10

9,39

9,14

9

9,04

8,99

8,68

8,3

8,99

8

7,35

8,14

8,00

7,56

7
6

7,42

8,35
7,84

8,19

7,41

7,31
6,89

7,61
6,67

6,45

5

6,16

6,38
5,43

Kota

6,71

Desa

Berita Resmi Statistik No.04 /01 /13 /Th XIX/4 Januari 2016

5,41

5,73

5,73

Kota+Desa

2

Grafik 2.
Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Sumatera Barat
Menurut Daerah, Maret 2011 – September 2015

500000
450000
400000
350000
300000
250000
200000
150000
100000
50000
0

2.

444 438 444 770
407 955 401 521
303 198 298 782

141 240 145 988

279 138 276 133

411 122
384 085 379 196
290 518

128 817 125 388

120 604

Kota

Desa

258 061 271 120

126 024

108 076

354 738

379 609
349 530

246 206

261 575

108 532

118 034 118 480

231 050

Kota + Desa

Perkembangan Penduduk Miskin Maret 2015 – September 2015
Informasi kemiskinan yang disajikan merupakan keadaan kemiskinan pada bulan Maret
2015 dan September 2015. Dari Maret 2015 ke September 2015 jumlah penduduk
miskin di daerah perkotaan naik sebanyak 0,45 ribu jiwa, walaupun dari besarnya
persentase stagnan yaitu 5,73 persen. Sedangkan untuk jumlah penduduk miskin
perdesaan mengalami penurunan sebanyak 30,53 ribu jiwa. Perubahan tersebut
mengakibatkan jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Barat mengalami
penurunan sebanyak 30,08 ribu jiwa dari Maret 2015 ke September 2015.

3.

Perubahan Garis Kemiskinan Maret 2015 – September 2015
Perubahan jumlah dan persentase penduduk miskin tidak akan terlepas dari perubahan
nilai garis kemiskinan. Garis kemiskinan (GK) merupakan rata-rata pengeluaran per
kapita perbulan yang digunakan untuk mengklasifikasikan penduduk kedalam golongan
miskin atau tidak miskin.
Garis kemiskinan yang digunakan untuk menghitung penduduk miskin September 2015
adalah Rp.403.947 (kapita/bulan). Peran komoditi makanan terhadap garis kemiskinan
makanan jauh lebih besar dibandingkan komoditi non makanan. Pada bulan September
2015, sumbangan garis kemiskinan makanan terhadap garis kemiskinan sebesar 76,38
persen. Jika dibedakan menurut daerah perkotaan dan perdesaan maka sumbangan garis
kemiskinan makanan terhadap garis kemiskinan di perdesaan sebesar 80,09 persen lebih
besar dibandingkan daerah perkotaan yang hanya 71,18 persen. Komposisi tersebut
tidak jauh berbeda dangan kondisi Maret 2015.
Jika dibandingkan antara Maret 2015 dengan September 2015, maka garis kemiskinan
daerah perkotaan meningkat sebesar 4,18 persen. Sedangkan di daerah perdesaan
meningkat 5,79 persen, peningkatan di perdesaan ini lebih tinggi dari daerah perkotaan.
Jika dilihat menurut komponennya maka terjadi perbedaan antara perkotaan dan

Berita Resmi Statistik No.04 /01 /13 /Th XIX/4 Januari 2016

3

perdesaan. Di daerah perdesaan garis kemiskinan non makanan mengalami perubahan
yang lebih besar daripada garis kemiskinan makanan.
Tabel 2.
Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin
Menurut Daerah, Maret 2013 - September 2015
Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln)
Daerah/
Tahun

Makanan

Non
Makanan

Total

Jumlah
penduduk
miskin

Persentase
penduduk
miskin (%)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Perkotaan
Maret 2013

235 317

97 520

332 837

120 604

6,16

September 2013

261 644

99 124

360 768

126 024

6,38

Maret 2014
September 2014
Maret 2015
September 2015

269 473
282 276
288 410
301 356

105 495
108 587
117 925
121 984

374 968
390 862
406 335
423 339

108 076
108 532
118 034
118 480

5,43
5,41
5,73
5,73

Maret 2013

231 942

56 272

288 215

290 518

9,39

September 2013

257 459

63 792

321 252

258 061

8,30

Maret 2014
September 2014
Maret 2015
September 2015

268 291
279 289
293 768
313 294

65 220
70 535
75 985
77 884

333 511
349 824
369 753
391 178

271 120
246 206
261 575
231 050

8,68
7,84
8,35
7,35

Maret 2013

233 250

72 252

305 502

411 121

8,14

September 2013

259 085

77 521

336 606

384 085

7,56

Maret 2014
September 2014
Maret 2015
September 2015

268 751
280 453
291 641
308 554

80 904
85 374
92 637
95 393

349 656
365 827
384 277
403 947

379 196
354 738
379 609
349 530

7,41
6,89
7,31
6,71

Pedesaan

Kota + Desa

4.

Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan
Dimensi lain yang perlu juga mendapatkan perhatian selain jumlah dan persentase
penduduk miskin adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Upaya
pengentasan kemiskinan bukan hanya ditujukan untuk mengurangi jumlah penduduk
miskin namun juga mengurangi keparahan dan kedalaman kemiskinan. Indeks
kedalaman kemiskinan (P1) memberikan gambaran seberapa jauh rata-rata
pengeluaran penduduk miskin relatif terhadap GK. Penurunan pada P1 mengindikasikan
adanya perbaikan secara rata-rata pada kesenjangan antara standar hidup penduduk
miskin dibandingkan dengan garis kemiskinan.

Berita Resmi Statistik No.04 /01 /13 /Th XIX/4 Januari 2016

4

Tabel 3
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2),
Maret 2013 - September 2015 (%)

Tahun

Kota

Desa

Kota + Desa

Maret 2013
September 2013
Maret 2014
September 2014
Maret 2015
September 2015

0,999
1,116
0,654
0,536
0,785
1,056

1,019
1,363
1,122
0,888
1,104
1,392

1,011
1,267
0,940
0,751
0,977
1,259

Maret 2013
September 2013
Maret 2014
September 2014
Maret 2015
September 2015

0,238
0,292
0.125
0,096
0,161
0,245

0,191
0,313
0.278
0,181
0,224
0,320

0,209
0,305
0,219
0,148
0,211
0,290

P1

P2

Dari Tabel 3 terlihat bahwa Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk Provinsi
Sumatera Barat mengalami kenaikan dari Maret 2015 ke September 2015. Hal ini
mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran per kapita perbulan penduduk miskin
makin menjauh dari garis kemiskinan. Kondisi tersebut bersifat negatif bagi upaya
pengentasan kemiskinan. Begitu juga jika dibedakan menurut daerah perkotaan dan
perdesaan maka indeks kedalaman kemiskinan di perdesaan maupun perkotaan
mengalami peningkatan.
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengilustrasikan ketimpangan pengeluaran
diantara penduduk miskin. Masih dari Tabel 3 terlihat bahwa ketimpangan
pengeluaran penduduk miskin juga mengalami kenaikan. Indeks untuk daerah
perkotaan dan perdesaan menunjukkan bahwa ketimpangan pengeluaran penduduk
miskin juga meningkat.

Berita Resmi Statistik No.04 /01 /13 /Th XIX/4 Januari 2016

5

5. Penjelasan Teknis dan Sumber Data
a.

Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi
kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan
dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan
dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.Dengan
pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk
miskin terhadap total penduduk.

b.

Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Indeks/P1), yaitu kesenjangan
pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan, dan Indeks Keparahan
Kemiskinan (Poverty Severity Indeks/P2), yaitu ketimpangan diantara penduduk
miskin.

c.

Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri
dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis
Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan
secara terpisah untuk daerah perkotaan dan pedesaan. Penduduk miskin adalah
penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis
Kemiskinan.

d.

Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan
minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilo kalori per kapita perhari.
Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padipadian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan,
buah-buahan, minyak dan lemak, dll).

e.

Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk
perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar
non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi
di pedesaan.

f.

Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan adalah data
SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) Modul Konsumsi. Sebagai
informasi tambahan, juga digunakan hasil survei SPKKD (Survei Paket Komoditi
Kebutuhan Dasar), yang dipakai untuk memperkirakan proporsi dari pengeluaran
masing-masing komoditi pokok bukan makanan.

Berita Resmi Statistik No.04 /01 /13 /Th XIX/4 Januari 2016

6

Yomin Tofri, MA
Kepala BPS Provinsi Sumatera Barat
Telepon : 0751- 442158-59
Email : [email protected]

Berita Resmi Statistik No.04 /01 /13 /Th XIX/4 Januari 2016

7