Bersikap Bijak atas Hasil Pemilu Presiden

1

Bersikap Bijak atas Hasil Pemilu Presiden
Kampanye para calon presdien dan calon wakil presiden sudah berlalu dari
perhatian publik di negeri ini; dan pemilihan presiden-wakil presiden pun telah
berlangsung pada 5 Juli 2004. Sekarang, sekitar 3 minggu, bangsa Indonesia
--terutama para capres-cawapres beserta tim sukses dan para pendukungnya-- sedang
berharap-harap cemas menyaksikan perolehan suara dan menunggu keputusan final
dari KPU. Menurut rencana, penetapan dan pengumuman presiden dan wakil
presiden terpilih akan dilakukan pada 26 Juli.
Bagi bangsa Indonesia, pemilu presiden-wakil presiden secara langsung itu
merupakan pengalaman politik pertama yang berharga dalam sejarah kehidupan
berbangsa dan bernegara. Tidak terkecuali bagi Persyarikatan Muhammadiyah
bersama seluruh jajaran pimpinan dan para anggota serta simpatisannya. Bahkan bagi
Muhammadiyah, peristiwa politik tersebut bukan saja menjadi pengalaman pertama,
tetapi juga merupakan sesuatu yang istimewa. Karena, salah satu capres

yang

direkomendasikan dan didukung oleh Muhammadiyah adalah Prof. Dr. H.M. Amien
Rais, MA, kader terbaik dan mantan Ketua PP Muhammadiyah yang berpasangan

dengan Dr. Ir. H. Siswono Yudo Husodo.
Meskipun Muhammadiyah telah memberikan restu dan dukungan kepada
Amien Rais dan Siswono --demi kelangsungan agenda reformasi dan penyelamatan
masa depan negara-bangsa-- namun kekhawatiran dan penolakan dari beberapa orang
terhadap kebijakan politik tersebut tidak bisa dihindari. “Secara politik, dukungan
Muhammadiyah terhadap Amien Rais untuk maju menjadi capres itu sangat berisiko,
apalagi jika dilihat dari perspektif bahwa Muhammadiyah adalah gerakan sosialkeagamaan yang kentara sekali warna kulturalnya,” kata Anjar Nugroho dengan nada
khawatir. Lebih lanjut PD I UM Purwokerto ini berdalih, “pilihan untuk mendukung
Amien adalah gambling politik yang sangat berpengaruh terhadap nasib gerakan
Muhammadiyah di masa mendatang.”

2

Pelajaran Berharga dan Harapan
Bisa jadi alasan Anjar Nugroho tadi berlebihan, karena ia membandingkannya
dengan kasus politik NU sewaktu Gus Dur menjadi presiden RI (1999-2001). Tradisi
berorganisasi Muhammadiyah dan alam berpikir warganya tentu berbeda dengan NU
dan orang-orangnya, sehingga sikap dan respons politik yang ditampilkannya pun
tidak akan sama. Bagi Muhammadiyah, keputusan untuk memberikan endorsement
kepada Amien Rais bukannya tanpa perhitungan dan pertimbangan politik yang

matang, sehingga tidak bisa dikatakan sebagai gambling politik. Jadi ada misi dan
pesan moral bagi bangsa ini, kenapa kebijakan politik itu harus diambil
Muhammadiyah.
Karena itu, keistimewaan yang terjadi pada pencalonan Amien Rais sebagai
presiden RI yang didukung oleh Muhammadiyah tersebut disadari bisa membawa
implikasi dan konsekuensi yang perlu disikapi secara bijak oleh Muhammadiyah.
Apakah pada akhirnya nanti pasangan Amien Rais dan Siswono bisa lolos ke putaran
kedua atau sekaligus menang di atas 50%; atau sebaliknya gagal, tentu membutuhkan
perhatian dan penerimaan yang harus dikondisikan sejak dini. Perasaan kecewa atas
ketidakberhasilan adalah sesuatu yang wajar, asal jangan berlarut-larut dan
berlebihan. Muhammadiyah dan warganya pun sudah bisa memahami kemungkinankemungkinan tersebut.
Dengan kata lain, kejadian politik itu telah menjadi pengalaman dan pelajaran
yang berharga bagi Muhammadiyah dan warganya dalam berpolitik. Karena itu,
seperti yang dikemukakan oleh Drs. H. Yunahar Ilyas, Lc., M.Ag., “kalau Amien Rais
menang Muhammadiyah bersyukur.” Senada dengan itu Drs. Syamsul Hidayat
mengatakan, “kalau Amien Rais menang, warga Muhammadiyah harus bersikap
wajar. Tidak perlu berlebihan dan menepuk dada, seolah-olah negara ini miliknya
sendiri.” Bagimana kalau kalah? “Ya kalau kalah,” kata Direktur Pondok Pesantren
Hj. Nuriyah Shabran UMS ini, “tidak perlu nglokro (lemah dan putus asa –Red.)
karena memang dalam setiap pilihan itu ada konsekuensi berhasil atau tidak.”


3

Sebuah sikap yang positif, karena hal itu selain bisa menunjukkan tidak
adanya kepentingan-kepentingan golongan yang tersembunyi, juga membuktikan
kedewasaan dalam berpolitik: bukan sekedar berani menang, tetapi juga berani kalah.
“Muhammadiyah tidak punya agenda khusus dengan terpilihnya Amien Rais sebagai
presiden,” tegas Yunahar Ilyas. Lebih jauh Ketua MTDK PP Muhammadiyah yang
juga menjadi Dekan FAI UMY ini menuturkan, “bagi umat Islam dan bangsa
Indonesia, kalau Amien Rais terpilih merupakan kesyukuran untuk lebih menggiatkan
agenda perjuangan. Muhammadiyah juga akan mendukung secara kritis terhadap
agenda reformasi yang telah disiapkan oleh Amien Rais, dan Muhammadiyah juga
akan berada paling depan untuk meluruskan Amien Rais jika ada penyimpangan.”
Harapan agar Amien Rais bisa terpilih sebagai presiden di negeri Muslim
terbesar ini bukan saja menjadi cita-cita warga Muhammadiyah dan umat Islam saja,
tetapi juga berbagai komponen bangsa yang lain menaruh harapan yang sama. Hal ini
setidaknya bisa dilihat dari dukungan pada saat kampanye presiden yang datang dari
ormas-ormas Islam dan organisasi lainnya di luar Muhammadiyah serta partai-partai
politik di luar PAN dan lembaga-lembaga lainnya.
Harapan tersebut memang tidak berlebihan karena di samping agenda

reformasi yang terbengkalai oleh rezim yang sedang berkuasa, juga integritas negarabangsa ini sedang dipertaruhkan. “Kita berharap Amien Rais bisa konsisten dengan
cita-cita reformasi ketika nanti ia menjadi RI-1,” ungkap Drs. Yusuf Harsono, M.Si.
“Selain itu, masyarakat juga menghendaki agar ia tetap jujur dan bersih dalam
memimpin negeri ini,” tambah Dekan Fisipol UM Ponorogo ini.
Harapan serupa juga dikemukakan oleh Drs. Muhammad Fakhruddin (Rektor
UM Purworejo) dan Dr. Djoko Wahjono (Rektor UM Purwokerto). Kata Muhammad
Fakhruddin, “harapan saya adalah sesuai dengan apa yang dikampanyekan oleh
beliau, yaitu semangat reformasi, membangun pemerintahan yang bersih dan antiKKN.” Kemudian Djoko Wahjono menambahkan, “saya berharap agar Pak Amien
tetap menjaga sifat shiddiq, tabligh, amanah, dan fathanah.”

4

Lebih rinci, harapan terhadap Amien Rais kalau ia diperkenankan Allah
menjadi presiden bisa kita simak dari penuturan Drs. Suyoto, M.Si. Kata Rektor UM
Gresik ini, “pertama, platform dan misinya bisa dienjawantahkan, terutama yang
menyangkut nasionalisme dan dwi tunggalnya. Kedua, supremasi

hukum harus

benar-benar menjadi kenyataan. Hal ini penting bagi iklim investasi kita, karena

investor-investor asing menggunakan parameter ini untuk menanamkan uangnya di
Indonesia. Ketiga, selain sektor pertanian, maka sektor industri juga harus
diperhatikan sungguh-sungguh agar bisa berekembang secara sehat. Keempat,
perbaikan sumber daya manusia agar memiliki keunggulan kompetitif di tingkat
global. Kelima, melakukan penataan ulang seluruh aspek teknologi.”

Semakin Bijak dalam Berpolitik
Sebagaimana telah disebutkan tadi, drama politik mutakhir ini telah
memberikan pengalaman dan pelajaran berharga bagi Muhammadiyah beserta
warganya. Harapan dan cita-cita yang diorientasikan untuk kemaslahatan umat dan
kepentingan negara-bangsa ini sudah barang tentu harus menjadi motivasi dan bekal
mental untuk menghadapi hal-hal yang mungkin terjadi. Karena itu, seandainya
Amien Rais dan Siswono Yudo Husodo tidak berhasil, maka jangan sampai
memancing masalah, menimbulkan rasa putus asa dan hilang kepercayaan diri serta
menghancurkan organisasi.
“Kalah atau menang itu

Allah yang menentukan. Pak Amien sering

menungkapkan hal itu dalam statemen-statemennya,” demikian nasihat Drs. Ahmad

Mansur. Kemudian PR I UM Cirebon ini menyambung, “seandainya Pak Amien tidak
menjadi presiden, Muhammadiyah harus tetap solid, konsisten, dan istiqamah sebagai
gerakan dakwah Islamiyah.”
Sebagai organisasi dakwah Islam dan sosial kemasyarakatan yang jauh lebih
tua daripada usia republik ini, maka Muhammadiyah sudah sepatutnya bisa bersikap
lebih bijak dan dewasa. Dalam hal ini, seluruh pimpinan, kader, dan warga

5

Persyarikatan Muhammadiyah juga bisa meniru untuk bersikap bijak, resional, dan
realistis dalam menghadapi kenyatan politik yang bakal terjadi. Bagi Muhammadiyah
sendiri kekuasaan itu bukan tujuan dan juga bukan segala-galanya. Di luar itu, seperti
yang selama ini dilakukan, masih banyak lahan dan peluang yang bisa diisi oleh
gerakan dakwah Muhammadiyah.
Sikap bijak dan realistis tadi juga akan memberi jalan bagi warga
Muhammadiyah untuk melakukan evaluasi diri dan introspeksi. Kalau Amien Rais
kalah mungkin karena masih banyak kelemahan dan kekurangan di Muhammadiyah.
“Jaringan oganisasi kita mungkin tidak rapi. Masjid sebagai kekuatan kita banyak
yang tidak tergarap,” tutur Prof. Dr. Bambang Setiaji. “jadi kalau kita kalah itu benar,
karena kita akan lebih sadar bahwa ternyata selama ini kita meninggalkan basis

sosial. Jadi kita sadar untuk kembali lagi ke masjid,” sambung Dosen Pascasarjana
UMS ini mengingatkan.
Apa pun jadinya, Muhammadiyah dan segenap warganya bisa tetap berpikir
rasional dan bersikap kritis agar tidak terjebak pada kepentingan kelompok yang
berjangka pendek. Sebaliknya Muhammadiyah harus tetap mempertimbangkan
kemaslahatan umat dan kepentingan negara-bangsa ini. “Muhammadiyah tidak boleh
memberikan dampak yang negatif terhadap bangsa,” ujar Prof. Dr. Sunyoto Usman
penuh harap. Kemudian Dekan Fisipol UGM ini menegaskan, “kewajiban
Muhammadiyah adalah memberi arah bagi kebijakan bangsa agar bisa menangkap
permasalahan sosial dan pergaulan internasional. Karena negara kita ini hampir tidak
berdaulat. Ada

gejala

intervensi

kapitalisme

global


yang

semakin

kuat.

Bagaimanapun Muhammadiyah harus bisa memberikan alternatif bagi kepentingan
negara-bangsa ini.”
Jika demikian adanya, maka seluruh jajaran dan warga Muhammadiyah sekali
lagi diajak untuk semakin realistik dan bijak dalam berpolitik. Sikap ini harus
dibarengi dengan kerja keras untuk tetap menunjukkan kinerja organisasi yang lebih
meluas dan bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat banyak. Untuk itu konsolidasi

6

organisasi serta hubungan komunikasi ke dalam dan ke luar harus tetap dilakukan
secara intensif oleh pimpinan dan warga Muhammadiyah.
“Muhammadiyah harus mampu mengondisikan warganya untuk tetap menjadi
masyarakat yang berjiwa amar ma`ruf nahi munkar,” kata Abdullah Sidik
Notonegoro. Dengan jiwa dan semangat seperti itu warga Muhammadiyah

diharapkan bisa berjiwa besar dan tetap bersikap kritis dan korektif kepada siapa pun
dalam rangka kebajikan dan kemaslahatan. “Terlebih lagi terhadap penguasa,
Muhammadiyah tidak boleh pandang bulu, siapapun presidennya nanti. Dari
Muhammadiyah ataupun dari yang lainnya, harus diperlakukan sama,” tegas Dosen
FAI UM Gresik ini.
Dengan kesadaran seperti itu, maka apa pun yang terjadi sesudah pemilihan
presiden dan wakil presiden nanti, Muhammadiyah dan warganya bisa tetap bijak dan
eksis untuk terus bergiat dalam beramal saleh bagi kebajikan dan kemanusiaan.
Mudah-mudahan saja, presiden dan wakil presiden terpilih nanti sesuai dengan yang
diharapkan dan diperjuangkan selama ini oleh Muhammadiyah dan komponenkomponen lainnya di negeri ini. Fa idza `azamta fatawakkal `alal-Lah. [tulisan: tiar;
bahan: fikr, k’ies, nafi, rif]
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 14 2004