Pelanggaran HAM dalam Pemilu Presiden Ka

HAM dan Peradilan Internasional

Pelanggaran HAM dalam Pemilu Presiden: Kasus Pantai Gading

Disusun Oleh:
Gigih Unggul Halim W. D0412018

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2018

Pelanggaran HAM dalam Pemilu Presiden: Kasus Pantai Gading
Latar Belakang
Pada 31 Oktober 2010, rakyat Pantai Gading menggelar pesta demokrasi
pertamanya sejak 10 tahun lalu; pemilihan presiden. Pemilihan presiden ini
diharapkan dunia internasional menjadi pintu masuk bagi demokrasi yang
lebih baik dan perdamaian di Pantai Gading. Pemilu presiden ini akhirnya
terwujud setelah proses panjang penentuan waktu oleh komisi pemilihan
umum Pantai Gading. Proses penentuan waktu ini berjalan sedikit alot

mengingat kondisi sosial politik Pantai Gading yang belum stabil. Rakyat
Pantai Gading harus menderita perang saudara sepanjang 2002-2004, yang
walaupun sudah berakhir tapi justru memecah Pantai Gading menjadi dua
bagian; bagian utara yang diwakili komunitas Muslim dan bagian selatan
yang diwakili komunitas umat Kristen. Akhirnya, perjanjian damai dapat
dicapai antara pemerintah pusat di selatan dan pemberontak di utara, yang
diwakili oleh New Force, pada Maret 2007. Sejak saat itu, Presiden Laurent
Gbagbo berjanji untuk mempermudah terwujudnya pemilihan presiden,
selain tentu saja akibat desakan dunia internasional.
Pemilu presiden yang sedianya akan digelar pada awal 2008, akhirnya baru
bisa digelar pada 31 Oktober 2010. Ada 14 kandidat dalam pemilihan
presiden

putaran

pertama

ini,

enam


diantaranya

adalah

kandidat

independen.1 Pemilihan presiden putaran pertama ini menyisakan tiga
kandidat dengan suara terbanyak; Laurent Gbagbo - petahana yang telah
berkuasa sejak tahun 2000 -, Alassane Ouattara – mantan Perdana Menteri
dari tahun 1990 – 1993 -, dan Henri Konan Bedie sang mantan presiden
Pantai Gading kedua yang berkuasa dari tahun 1993 sampai tahun 1999.
Pemilihan presiden putaran pertama ini berjalan cukup damai.
1

The UN Department of Public Information Strategic Communications Division, “Cote d’Ivoire
Presidential Election 31 October 2010,” United Nations, 25 October 2010, diakses 15 April
2018,
http://www.un.org/en/peacekeeping/missions/unoci/documents/cote_divoire_election_factshe
et25102010.pdf.


Konkflik baru dimulai. Pada tanggal 28 November 2010, putaran kedua
dimulai. Hasil pemungutan suara putaran kedua dimenangkan oleh Alassan
Ouattara. Pada 2 Desember, Youssuf Bakayoko, ketua Komisi Pemilihan
Umum Pantai Gading mengumumkan kemenangan Ouattara. Juru bicara PBB
Michel Bonnardeauc mengatakan bahwa PBB, Uni Afrika, ECOWAS, Amerika
Serikat dan Negara-negara lain mengakui kemenangan Ouattara dalam
pemilihan presiden kali ini.2 Laurent Gbagbo tidak terima dengan hasil
tersebut. Ia menolak kemenangan Ouattara. Keesokan harinya, Ketua
Mahkamah Konstitusi Pantai Gading mengumumkan kemenangan Gbagbo. 3
Tangal 4 Desember 2010, Gbagbo dilantik kembali menjadi presiden dan
segera menjalankan pemerintahan di Istana Negara dan melantik Perdana
Menteri baru
Pelanggaran HAM
Pasca penolakan sang petahana Laurent Gbagbo atas hasil pemungutan
suara yang memenangkan Alassane Ouattara, sekaligus mendeklarasikan
sendiri kemenangannya lewat pengumuman Ketua Mahkamah Konstitusi
Pantai Gading, Paul Yao N’Dre, terjadilah serial drama pembunuhan massal
dengan korban setidaknya 3000 rakyat Pantai Gading selama kurun waktu
Desember 2010 sampai April 2011. Dimulai pada 12 Desember 2010, 5

anggota

kepolisian

Pantai

Gading

dibunuh

dan

3

anggota

tentara

perdamaian PBB di Abidjan terluka pada sebuah keributan antara aparat dan
peserta protes.4 Pada 16 Desember 2010, setidaknya 20 orang terbunuh


2

“Ivory Coast Conflict: 2010,” Global Security, dilihat 16 April 2018,
https://www.globalsecurity.org/military/world/war/ivory-coast-2010.htm
3

Adam Nossiter, “Standof Set Up with 2 Ivory Coast Presidents,” New York Times, 3
Desember 2010, dilihat 15 April 2018,
https://www.nytimes.com/2010/12/04/world/africa/04ivory.html.
4

The CNN Wire Staf, “Police ofcers killed in Ivory Coast; 3 peacekeepers injured,” CNN, 12
Januari 2011, dilihat 15 April 2018,
http://edition.cnn.com/2011/WORLD/africa/01/12/ivory.coast.violence/index.html?
section=cnn_latest.

dalam sebuah aksi protes berujung kerusuhan, lagi-lagi antara aparat dan
peserta demo yang mayoritas berasal dari kubu Ouattara.5
Kemudian, aparat elit yang dikaitkan dengan Gbagbo menculik elit politik

dari koalisi kubu Ouattara, menyeret mereka dari restoran atau dari rumahrumah mereka ke dalam kendaraan misterius, persis seperti yang terjadi di
Indonesia di era Orde Baru. Keluarga mereka kemudian menemukan jasad
orang-orang tersebut di kamar mayat, penuh dengan bekas tembakan
peluru. Juga, milisi pro-Gbagbo membentuk titik-titik tertentu di Abidjan,
menunggu orang-orang yang teridentifkasi sebagai pendukung Ouattara –
maupun yang terduga- , lalu membunuhi mereka, menghajar mereka dengan
batu bata hingga meregang nyawa, menembaki mereka dari arah belakang
atau membakar mereka hidup-hidup. Begitu juga dengan perempuan yang
aktif dalam memobilisasi warga dalam pemilihan atau yang hanya sekadar
mengenakan kaos hasil kampanye Ouattara, ditandai sebagai sasaran dan
tidak jarang diperkosa ramai-ramai oleh para anggota milisi dan tentara
bayaran Gbagbo.6 Di Afrika, praktik ini memang lazim terjadi di daerah
rawan konflik.
Kejahatan yang dilakukan oleh kubu pro-Gbagbo akhirnya “disaingi” oleh
kubu pro-Ouattara setelah mereka melancarkan serangan militer untuk
mengambil alih kekuasaan pada Maret 2011. Anggota tentara nasional
Pantai Gading (FRCI) yang loyal kepada Ouattara membunuh warga sipil dari
etnis yang dianggap loyal kepada Gbagbo, termasuk orang tua yang sudah
tidak bisa melarikan diri; memperkosa perempuan; dan membakar habis
desa-desa di sebalah Barat. Di Duékoué, tentara nasional itu bersama

dengan milisi pro-Ouattara membantai beberapa ratus orang, menculik
orang-orang

tak

bersenjata

dari

kelompok

etnis

pro-Gbagbo

dan

5

Marco Chown Oved, “At least 20 killed in Ivory Coast clashes,” Boston, 16 Desember 2010,

http://archive.boston.com/news/world/africa/articles/2010/12/16/ivory_coast_march_over_vot
e_turns_violent_3_dead/?page=full.
6

“Q&A: Laurent Gbagbo and the International Criminal Court,” Human Rights Watch, dilihat
15 April 2018, https://www.hrw.org/news/2013/02/12/qa-laurent-gbagbo-and-internationalcriminal-court#2.

mengeksekusi mereka. Nantinya, selama misi ambil alih Abidjan ini, tentara
nasional kembali mengeksekusi ribuan orang dari kelompok pro-Gbagbo dan
menyiksa yang lain.7 Menurut laporan Amnesty International, misi ini dimulai
pada 28 Maret 2011.8
Reaksi dan Upaya Dunia Internasional
Dunia internasional tentu saja bereaksi keras terhadap adanya konflik
berujung pembunuhan massal yang terjadi di Pantai Gading. Bahkan dampak
konflik lanjutan ini sudah “diwanti-wanti” oleh Ban Ki-moon, Sekjen PBB,
lewat

sebuah

percakapan


telepon

dengan

Alassane

Ouattara.

“The

Secretary-general told President Ouattara that he was alarmed by the
reports of egregious human rights violations,” kata seorang juru bicara PBB,
Martin Nesirsky.9
Upaya pencegahan sudah diambil oleh PBB bahkan sejak sebelum pemilu
dimulai. The United Nations Operation in Côte d’Ivoire (UNOCI) yang
sedianya bertugas selama masa perang sipil tahun 2003 – 2004, kembali
dipertahankan posisinya untuk mengawal dan membantu jalannya pemilu;
mendistribusikan logistik, kartu suara, dan segala material pemilu sekaligus
memberikan pengawasan keamanan selama jalannya pemilu.10

Menyusul konflik yang mencuat paska pengumuman kemenangan Gbagbo,
UNOCI diperintahkan untuk berada di Pantai Gading sampai setidaknya 6
bulan kedepan untuk mengamankan rakyat Pantai Gading, menambah 9000
personil, dan bersikeras akan tetap berada di Pantai Gading walaupun
Gbagbo meminta mereka untuk keluar. Unit peacekeeping ini pula yang
7

“Laurent Gbagbo and the International Criminal Court.”

8

Mark Doyle, “The politics of human rights in Ivory Coast,” BBC, 25 Mei 2011, dilihat 10 April
2018, http://www.bbc.com/news/world-africa-13528781.
9

David Smith, “Ivory Coast mass graves investigation launched by UN,” The Guardian, 2
Januari 2011, dilihat 11 April 2018, https://www.theguardian.com/world/2011/jan/02/ivorycoast-mass-graves-investigation.
10

“Cote d’Ivoire Presidential Election 31 October 2010,”


membantu sekitar 1500 warga Pantai Gading “memecah” hambatan di
perbatasan agar bisa melarikan diri ke Liberia.

11

Selain PBB, Uni Eropa dan Amerika Serikat mencekal Gbagbo dan
kawanannya

dari

kegiatan

bepergian

ke

luar

negeri.

Bank

Dunia

membekukan pinjaman ke Pantai Gading dan Bank Sentral Afrika Barat
memindahkan kuasa atas keuangan Pantai Gading kepada Ouattara.
Perancis, Kanada, Uni Eropa dan Amerika Serikat tidak lagi mengakui duta
besar rezim Gbagbo. Malah, duta besar Pantai Gading untuk PBB sudah
bekerja dalam kurun waktu singkat. Selanjutnya, negara-negara Afrika
beramai-ramai meminta Gbagbo untuk segera menyerahkan kekuasaan
kepada pemenang pemilu, Alassane Ouattara.12
Selain, institusi-institusi politik dan keuangan dunia yang cepat bereaksi,
tentu

saja

ada

badan-badan

pengawasn

HAM

yang

segera

memberangkatkan aktivisnya ke Pantai Gading. Meskipun beberapa bulan
awal pasca Gbagbo “memenangkan dirinya” ia segera menutup perbatasan
dan melarang media internasional untuk masuk ke Pantai Gading, namun
akhirnya Amnesty International, Human Rights Watch, The Ofce of the High
Commissioner for Human Rights (OHCHR) milik PBB maupun International
Federation of Human Rights bisa masuk dan segera meliput, merekam dan
mendokumentasikan kemungkinan pelanggaran HAM yang terjadi. Jika tidak,
tulisan ini juga tidak akan mendapat data yang kredibel.
Pada 11 April 2011, dengan bantuan dari tentara dan tank Perancis, pasukan
loyalis Ouattara merangsek masuk ke dalam bunker istana presiden dan
menangkap Gbagbo dari tempat persebunyiannya itu. Penangkapan ini
diliput secara dramatis dan disiarkan melalui siaran televisi. 13 Cukup

11

“Ivory Coast Conflict: 2010.”

12

“Ivory Coast Conflict: 2010.”

13

David Smith, “Laurent Gbagbo's humiliating fall,” The Guardian, 11 April 2011, dilihat 10
April 2018, https://www.theguardian.com/world/2011/apr/11/laurent-gbagbo-humiliating-fall.

memalukan bagi seorang strongman Afrika. Berhentilah aksi kekejaman
terhadap warga Pantagi Gading.
Peran Pengadilan Internasional
Pada saat terjadinya konflik, sebenarnya Pantai Gading belum menjadi
bagian dari Statuta Roma, yang baru entered into force pada 2002. Waktu
itu, Pantai Gading masih dalam masa mencekam akibat terjadinya perang
sipil sehingga pemerintahan Gbagbo, yang memang terkenal anti-asing,
tidak ambil pusing dengan adanya konferensi ini. Tapi pada 18 April 2003,
Pantai Gading mengakui yurisdiksi Pengadilan Internasional (ICC) atas Pantai
Gading.14 Lalu, presiden terpilih Alassane Ouattara kembali mengkonfrmasi
pengakuan atas yurisdiksi ICC pada Desember 2010 dan pada Mei 2011.
Pada Oktober 2011, hakim ICC memberikan izin kepada jaksa untuk memulai
investigasi atas kejahatan yang terjadi di Pantai Gading sejak November
2010. Pada Februari 2012, ICC memperpanjang rentang investagasi ini
hingga pada kejahatan yang terjadi sejak September 2002. 15 Laurent Gabgbo
didakwa telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan yang meliputi
pembunuhan, pemerkosaan, aksi tidak manusiawi lainnya, perencanaan
pembunuhan dan penganiayaan.16 Laurent Gbagbo adalah mantan kepala
negara pertama yang menjalani sidang di ICC. Sidang pertama dimulai pada
28 Januari 2016, dengan Laurent Gbagbo dan Blé Goudé sebagai terdakwa.
Post-Resolution
Pasca penangkapan Gbagbo, isu HAM terus mengemuka. Gbagbo dan
Ouattara dituduh telah terlibat dalam pembunuhan massal yang terjadi
selama masa krisis politik dan keamanan pasca pemilu berdarah. Pada Juli

14

“Côte d'Ivoire: Situation in the Republic of Côte d'Ivoire,” International Criminal Court,
dilihat 10 April 2018, https://www.icc-cpi.int/cdi.
15

“Laurent Gbagbo and the International Criminal Court.”

16

“Situation in the Republic of Côte d'Ivoire.”

2011, Ouattara melantik komisi khusus untuk menyelidiki kemungkinan
pelanggaran HAM di Pantai Gading.17
Selain itu, kasus pembunuhan paska penangkapan Gbagbo ternyata masih
terjadi, pada malam hari antara tanggal 24-25 April 2012, Sakré, sebuah
desa di Barat Daya dekat Liberia diserang oleh sekelompok angkatan
bersenjata lengkap dengan roket, yang mengakibatkan 8 orang meninggal.
Di bidang politik, kestabilan politik dalam negeri Pantai Gading kembali diuji.
Pada 1 Juni 2011, Guillaum Soro, perdana menteri yang ditunjuk Ouattara,
menyusun kabinetnya. Namun, dalam nomenklatur tersebut, tidak ada
satupun nama pejabat yang berasal dari kubu Gbagbo. Pada 11 Desember
2011, pemilihan legislatif diselenggarakan –ini adalah pemilihan legislatif
pertama sejak tahun 2000-. Pileg ini diboikot oleh FPI, partai Gbagbo, dan
dimenangkan oleh partai Ouattara dan koalisinya. Pileg ini berjalan damai,
namun hasilnya tidak cukup baik.18
Personal Comment
Konflik berdarah di banyak negara di Afrika seperti bukan barang langka lagi.
Mengingat, secara geografs dan demografs, negara-negara di Afrika tidak
menjalani pembentukan identitas negara yang sesuai. Ini berujung pada
konflik horizontal yang berakar pada konflik etnis dan agama yang sudah
mencapai tingkat akut. Ini belum ditambah dengan isu-isu umum seperti
kesenjangan sosial, buta huruf, tidakmeratanya kesejahteraan dan stabilitas
politik yang tidak dapat dipisahkan dari pengaruh asing. Segala faktor yang
melatarbelakangi konflik di negera-negara di Afrika, saling berkelindan
seperti tak ada ujungnya.
Kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Pantai Gading pasca pemilu presiden
thaun 2010 ini seperti tidak dapat dihindarkan, mengingat sang petahana
17

http://archive.francesoir.fr/actualite/international/cote-d-ivoire-chronologie-desevenements-depuis-mai-2011-129280.html
18

Eric Agnero, “Turnout low in Ivory Coast parliamentary vote,” CNN, 11 Desember 2011,
dilihat 15 APRIL 2018, https://edition.cnn.com/2011/12/11/world/africa/ivory-coast-elections/.

adalah seorang strongman dan rivalnya adalah perwakilan dari kelompok
minoritas; imigran Muslim dari Burkina Faso. Kedewasaan berpolitik seperti
tidak dapat diharapkan bisa terwujud di Afrika. Belum lagi jika memasukkan
unsur kebijakan ekonomi-politik pemerintah kolonial di masing-masing
negara ke dalam hitungan.
Peradilan internasional dan blow up dari media sepertinya tidak cukup untuk
membuat strongmen dan oknum-oknum di Afrika jera. Dengan “kekalahan”
Amerika Serikat di Timur Tengah dan Tiongkok serta konstelasi politik
internasional kontemporer yang multipolar seperti sekarang ini, sepertinya
belum ada “polisi dunia” yang mampu ikut campur untuk menjaga stabilitas
politik di Afrika. Atau mungkin Afrika sudah terlalu rumit untuk ditata ulang.
Saya pesimis perdamaian bisa terwujud di Afrika. Seperti kata karakter
Leonardo di Caprio di flm Blood Diamond yang juga mengambil latar konflik
di beberapa negara di Afrika, “God has left Africa.”

DAFTAR PUSTAKA
Laporan
Human Rights Watch. “They Killed Them Like It Was Nothing: The Need for
Justice for Côte d’Ivoire’s Post-Election Crimes.” Oktober 2011, diakses
15 April 2018.
https://www.hrw.org/sites/default/fles/reports/cdi1011webwcover_0.pd
f
The UN Department of Public Information Strategic Communications Division.
“Cote d’Ivoire Presidential Election 31 October 2010.” 25 Oktober
2010, diakses 15 April 2018.
http://www.un.org/en/peacekeeping/missions/unoci/documents/cote_di
voire_election_factsheet25102010.pdf
Artikel
Global Security. “Ivory Coast Conflict.” Dilihat 16 April 2018.
https://www.globalsecurity.org/military/world/war/ivory-coast-2010.htm
Berita
Agnero, Eric. “Turnout low in Ivory Coast parliamentary vote.” CNN, 11
Desember 2011, dilihat 15 APRIL 2018,
https://edition.cnn.com/2011/12/11/world/africa/ivory-coast-elections/.
Doyle, Mark. “The politics of human rights in Ivory Coast.” BBC, 25 Mei 2011,
dilihat 10 April 2018, http://www.bbc.com/news/world-africa-13528781.
Nossiter, Adam. “Standof Set Up with 2 Ivory Coast Presidents.” New York
Times, 3 Desember 2010, dilihat 15 April 2018.
https://www.nytimes.com/2010/12/04/world/africa/04ivory.html.
Oved, Marco Chown. “At least 20 killed in Ivory Coast clashes.” Boston, 16
Desember 2010,

http://archive.boston.com/news/world/africa/articles/2010/12/16/ivory_
coast_march_over_vote_turns_violent_3_dead/?page=full.
Smith, David. “Ivory Coast mass graves investigation launched by UN.” The
Guardian, 2 Januari 2011, dilihat 11 April 2018,
https://www.theguardian.com/world/2011/jan/02/ivory-coast-massgraves-investigation.
Smith, David. “Laurent Gbagbo's humiliating fall.” The Guardian, 11 April
2011, dilihat 10 April 2018,
https://www.theguardian.com/world/2011/apr/11/laurent-gbagbohumiliating-fall.
Staf, the CNN Wire. “Police ofcers killed in Ivory Coast; 3 peacekeepers
injured.” CNN, 12 Januari 2011, dilihat 15 April 2018,
http://edition.cnn.com/2011/WORLD/africa/01/12/ivory.coast.violence/
index.html?section=cnn_latest.
http://archive.francesoir.fr/actualite/international/cote-d-ivoire-chronologiedes-evenements-depuis-mai-2011-129280.html
Website
Human Rights Watch. “Q&A: Laurent Gbagbo and the International Criminal
Court.” Dilihat 15 April 2018.
https://www.hrw.org/news/2013/02/12/qa-laurent-gbagbo-andinternational-criminal-court#2
International Criminal Court. “Côte d'Ivoire: Situation in the Republic of Côte
d'Ivoire.” Dilihat 10 April 2018. https://www.icc-cpi.int/cdi