INDUKSI KALUS HAPLOID DAN DIHAPLOID CABAI MELALUI KULTUR ANTER.

Jerami Volume I No. 3, September - Desember 2008

INDUKSI KALUS HAPLOID DAN DIHAPLOID CABAI MELALUI
KULTUR ANTER
(Induction of haploid and diploid calli of anther-cultured chili)

Yusniwati1)
1

Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Unand, Padang

ABSTRACT
An experiment on induction of haploid and diploid calli of anther-cultured chili was
conducted on local chilli (cabai keriting), PBC 375 and PBC 378. The objectives of the
experiment were to study the response of chili anther cultured on callus-initiation
medium and to determine appropriate period of time of colchicine application to double
the chromosomes of chili plants. Data show that 0.5 ppm 2,4-D and kinetin induced
callus formation of anther culture of all types of chili studied. Callus texture and color
were not affected by chili types or growth regulator as indicated by similar color and
texture of all calli formed. None of the calli from the anther culture produced plantlet on
the medium enriched with BA, kinetin, and NAA. Consequently, the application of

colchicines was not preformed. Determination of an appropriate composition of plant
growth regulators to promote shootlet and rootlet formation for chili anther culture is
necessary to be pursued.

Key words: chili, anther cultured, haploid

144

ISSN 1979-0228

Jerami Volume I No. 3, September - Desember 2008

PENDAHULUAN

T

anaman cabai (Capsicum annuum
L.) mempunyai nilai ekonomis yang
tinggi
dan

seiring
dengan
peningkatan jumlah penduduk maka
permintaan akan cabai
juga terus
meningkat. Menurut Departemen Pertanian
(2006), pada tahun 2004 luas panen cabai
merah Indonesia mencapai 110 170 ha
dengan produksi 714 705 ton/tahun dan
daya hasil 6,49 ton/ha. Daya hasil cabai
merah Indonesia masih jauh dari potensi
produksinya yang mencapai 12 ton/ha
(Duriat 1996). Jika dibandingkan dengan
negara-negara asia lainnya, daya hasil
cabai merah Indonesia tertinggal jauh.
Sebagai contoh, daya hasil cabai merah
Cina mencapai 14,5 ton/ha (Rubatzky dan
Yamaguchi, 1997). Daya hasil cabai merah
Indonesia yang rendah disebabkan oleh
penggunaan varietas yang berdaya hasil

rendah.
Produksi cabai dapat ditingkatkan
melalui program perluasan pertanaman
dan intensifikasi budidaya.
Benih yang
berkualitas tinggi dapat diperoleh melalui
persilangan konvensional yang diikuti
dengan proses seleksi.
Keberhasilan
perbaikan genetik melalui persilangan
konvensional sangat ditentukan oleh tetua
yang homozigot, untuk itu perlu cara guna
mendapatkan tanaman yang homozigot
dengan cara yang murah dan cepat.
Penelitian ini direncanakan terdiri dari 2
tahapan. Tahap awal adalah mendapatkan
tanaman haploid yang berasal dari kultur
anter (haploid) yang kemudian dijadikan
dihaploid melalui doubling (penggandaan)
kromosom secara in vitro pada tahap

akhir.
Keberhasilan kultur anter dipengaruhi
oleh beberapa faktor komposisi media dan
kondisi kultur. Berdasarkan metode yang
dikem-bangkan oleh Sibi, Vaullx dan
Chambonnet (1979) dengan memberikan
perlakuan suhu 4oC selama 48 jam
terhadap kuncup bunga sebelum ditanam.
Penelitian ini bertujuan:
1) melihat
tanggapan anter beberapa varietas cabe
yang
dikulturkan dalam media inisiasi
kalus haploid dan 2) mengetahui
konsentrasi pemberian cholchichine yang
tepat
untuk doubling (penggandaan)
kromosom.

BAHAN DAN METODE


145

Percobaan
dilaksanakan
di
laboratorium Kultur Jaringan Jurusan
Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Andalas Padang.
Kultivar cabai yang akan digunakan
adalah cabai keriting (CK), PBC 535,
dan PBC 398, polibag, media tanam,
pupuk, Media MS, Colchichine, BAP, 2,4
D, IAA, Kinetin, botol kultur, aluminium
foil, skapel, pinset, alkohol, aquades,
label, sprayer, plastik, dan lain-lain.
Percobaan
ini
menggunakan
Rancangan Acak Lengkap dengan 3

ulangan.
Faktor yang diuji
adalah
beberapa varietas cabai dengan 3 taraf
(C):
C 1 = Cabai keriting, C 2 = PBC 535,
C 3 = PBC 398. Data hasil pengamatan
dianalisis secara statistik dan bila
berbeda nyata, dilanjutkan dengan
DNMRT pada taraf 5 %.
Percobaan ini terdiri dari dua tahap
: a) Kultur anter pada medium inisiasi,
dan b) Inisiasi dihaploid.
Anter yang digunakan berasal dari
kuncup bunga yang mengandung selsel bakal serbuk sari pada fase berinti
tunggal (uninukleat) atau binukleat
awal, ciri morfologi dari bunga fase ini
adalah pada saat petal dan sepal sama
tinggi atau sepal sedikit lebih tinggi
dari petal pada cabai besar dan petal

sedikit lebih tinggi pada cabai keriting.
Kuncup bunga dengan ciri tersebut
disimpan pada suhu 4o C selama 48
jam. Media yang digunakan adalah
media
MS
(Lampiran
2)
yang
ditambahkan ZPT 0.5 ppm kinetin, 0.5
ppm 2,4 D selama 2 bulan. Parameter
pengamatan:
tekstur
dan warna
kalus.
Rancangan yang digunakan disusun
secara Faktorial dalam Rancangan Acak
Lengkap dengan 3 ulangan. Faktor
pertama
adalah

kalus
beberapa
varietas cabai dengan 3 taraf (C):C 1 =
Cabai keriting,C 2 = PBC 378,C3 = PBC
375. Faktor kedua adalah lamanya
aplikasi Cholchichine dengan 3 taraf
(K):K1 = 24 jam,K2 = 48 jam,K3 = 72
jam. Data hasil pengamatan dianalisis
secara statistik dan bila berbeda nyata,
dilanjutkan dengan DNMRT pada taraf
5 %.
Botol kultur yang telah di tanami
dengan anter cabai, disimpan dalam
ruang inkubasi dan selalu dijaga
kelembaban dan suhu ruangnya.

ISSN 1979-0228

Induksi Kalus Haploid dan Dihaploid Cabai


Parameter pengamatan dilakukan
terhadap
persentase
kalus
yang
terbentuk
,
warna
kalus
yang
dihasilkan dan tektur kalusnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
pengamatan
terhadap
tanggapan anter beberapa varietas
cabai dalam media induksi kalus yang
terdiri dari media MS yang ditambahkan
ZPT 0.5 ppm kinetin, 0.5

2,4_D
menunjukkan respon yang hampirama,
dimana semua varietas yang dipakai
tanggapannya hampir mendekati 100%
(Tabel 1)
Tabel 1. Tanggapan anter beberapa varietas
cabai dalam pembembentukan kalus
pada media MS yang ditambah ZPT 0.5
ppm kinetin dan 0.5 ppm 2,4_D 16
minggu setelah tananam
Varietas Cabai
Kalus yang
terbentuk (%)
Cabai Keriting
PBC 375
PBC 378

92
95
97


Nilai Indeks Perkecambahan
Kalus yang terbentuk tidak dalam
waktu yang bersamaan, yang dimulai
minggu ke dua hingga mingu ke 12 dari
saat anter dikulturkan. Lamanya waktu

yang dibutuhkan untuk pembentukan
kalus ini diduga karena media yang
digunakan
dalam
bentuk
padat,
sehingga penetrasi media ke dalam
anter untuk merangsang pembelahan
sel-sel mikrospora berlangsung cukup
lama.
Hasil sidik ragam pada pengamatan
16
minggu
setelah
tanaman
menunjukkan hasil yang mendekati nilai
100% untuk ketiga varieats yang
diperlakukan. Kalus yang dihasilkan
pada perlakuan ini berwarna putih
kekuningan dan bertekstur remah.
Tidak satupun kalus yang diperoleh
dari kultur anter ini, baik yang bertektur
kompak maupun remah, menghasilkan
tanaman
pada
berbagai
media
regenerasi yang mengandung BA,
Kinetin dan NAA sampai dengan umur
16 minggu setelah inisiasi kalus,
beberapa
kalus
berwarna
putih
kehijauan menjadi besar, dapat dilihat
pada Gambar 4.
Beberapa
kalus
lainnya
tidak
berkembang, berwarna coklat, merah
dan akhirnya mati. Media regenerasi
yang
digunakan
belum
mampu
merangsang
terbentuknya
tunas.
Kondisi kultur yang mampu merangsang
perkembangan kalus menjadi tanaman
masih harus dicari. Untuk mendapatkan
tanaman melalui kultur anter harus
melalui embriogenesis, seperti yang
telah berhasil dilakukan oleh Dumas de
Vaulx et al. (1981); Maheswary dan Mak
(1993); Dolcet-Sanjuan et al. (1997)..

Gambar 1 Morfologi kalus anter cabai varietas lokal (Cabai Keriting)

Gambar 2 Morfologi kalus dari anter cabai PBC 375

ISSN 1979-0228

146

Jerami Volume I No. 3, September - Desember 2008

Gambar 3 Morfologi kalus dari anter cabai 378

Gambar 4 Kalus yang berasal dari anter cabai yang berkembang berubah warna jadi
hijau

Gambar 5 Morfologi kalus yang berasal dari anter cabai yang tidak menghasilkan
tanaman dan akhirnya mati
Ammiroto PV, Yamada Y, editor.
KESIMPULAN
Handbook of plant cell culture.
Volume 1. Macmillan Publishing
Pemberian 2,4_D dan Kinetin dapat
Company. New York. Pp 229-271.
menginduksi terbentuknya kalus pada
kultur anter cabai varietas lokal, PBC 375
Bosland PW, Votata, EJ. 2000. Peppers:
dan PBC 378. Tekstur dan warna kalus
vegetables and spice Capsicums.
tidak dipengaruhi oleh kultivar maupun
Cabi Publishing. New York.
zat pengatur tumbuh. Kalus yang berasal
Coughan, TP. 1995. Anther culture for
dari kultur anter ini tidak satu pun yang
doubled
haploid
production.
menghasilkan tanaman pada media
Dalam:
Gamborg
OL,
Philips GC,
regenerasi yang mengandung BA, Kinetin
editor.
Plant
cell,
Tissue
and organ
dan NAA. Karena tanaman tidak
culture. Fundamental methods.
didapatkan maka aplikasi kolkisin tidak
Springer-Verlag. Berlin. Pp 143dapat dilakukan..
154
DAFTAR PUSTAKA
Bajaj, YPS. 1983. In Vitro of Haploid.
Dalam: Evans DA, Sharp WR,
147

D’Arcy, WG. 1996. Anther and stamen
and what they do. Dalam: D’Arcy
WG, Keating RC, editor. The anther
form, function and phylogeny.

ISSN 1979-0228

Induksi Kalus Haploid dan Dihaploid Cabai

Cambridge university Press. New
York. Pp 1-24.
Departemen Pertanian.
2006.
Pusat
Data dan Informasi Pertanian Sub
Sektor Tanaman Pangan
dan
Hortikultura Komoditi Cabe Besar.
Luas
Panen,
Produksi
dan
Produktifitas Nasional tahun 2004.
Jakarta: Departemen Pertanian.
http://database.deptan.go.id/bdsp
web/f4-free-frame.asp 920 Jan
2006).
Dirjen Produksi Hortikultura dan Aneka
Tanaman.
2000.
Informatika
Hortikultura dan aneka tanaman
Indonesia.
Departemen
Pertanian. Jakarta.
Dolcet-Sanjuan R, Claveria E, Huerta A.
1997. androgenesis in Capsicum
annuum L.
Effects of
carbohydrate and carbon dioxide
enrichment. J Amer Soc Hort Sci
122:468-475
Dumas de Vaulx R, Chambonnet D,
pochard E. 1981. Culture in vitro
d’anteres de pigment (Capsicum
annuum L.): amelioration de taux
d’obtention de plantes chez
differents
genotypes
des
traitements a+ 35ºC. Agronomie
1:859-1864.
Duriat

AS.
1996.
Cabai Merah:
Komoditas Prospek dan Andalan.
Di dalam Duriat AS, Hadisoeganda
AWW, Soetiassa TA, Prabaningrum
V, editor.
Proceeding of The
AVNET II Midterm WORSKSHOP.
Tainan:AVRDC. Hlm. 168-169.

Foroughi B.W., and Wenzel G. 1994.
Androgenesis
and
parthenogenesis.
Dalam:
Bosemark NO. Hayward MD,
Romagosa I (Ed). Plant Breeding:
Principles and Prospects. London:
Chapman and Hall. Hal. 261-276

Gandawidjaya, D. 1992. Pertumbuhan
dan
perkembangan
anter
Solanum khasianum Clarke dalam
kultur in vitro
Gunawan, L.W.
1987. Teknik kultur
Jaringan.
Lab Kultur jaringan
tanaman. PAU Bioteknologi IPB.
Bogor. 244 hal.
Hu H, and Zeng, JZ. 1984. Development
of new varietas via anther culture.
Dalam: Ammirato PV, Evans DA,
Sharp WR, Yamada Y editor.
Handbook of plant cell culture.
Volume 3. Macmillan Publishing
company. New york. Pp 65-85.
Messiaen C.M.
1992.
The Tropical
Vegetable
Garden.
ICTA
Macmillan. Hal: 234-245.
Pierik R.L.M. 1987. Culture of Higher
Plants.
Boston.
Dordrecht,
Lancaster:
Martinus Nijhoff
Publishers. 344 hal.
Rubatzky, VE, Yamaguchi M. 1997. Word
Vegertable, Principle, Production
and Nutritive Value. Ed. ke-2.
London: Chapman and Hall.
Rukmana R, 1996. Usaha Tani Cabe
Hibrida Sistem Mulsa Plastik.
Yogyakarta. Kanisius. 91 hal.
Setiadi. 1993. Bertanam cabai. Penebar
Swadaya. Jakarta
.Sibi,

M, Dumas de Vaullx and R
Chambonnet. 1979. Obtention de
plantes haploids par androgenese
in
vitro
chez
le
pigment
(Capsicum annum L.).
Ann
Amelior, Plantes 29:583-606.

Watimena, GA.
Tanaman.
Universitas.
Bogor.

1992. Bioteknologi
Pusat
Antar
Institut Pertanian

------------------------------oo0oo------------------------------

ISSN 1979-0228

148