ANALISIS MEKANISME PROSES TERBENTUKNYA KLASTER INDUSTRI KECIL (Kasus Usaha Kecil di Provinsi Sumatera Barat).
ANALISIS MEKANISME PROSES TERBENTUKNYA KLASTER INDUSTRI KECIL
(Kasus Usaha Kecil di Provinsi Sumatera Barat)
Toti Srimulyati
Universitas Andalas
ABSTRACT
Small and medium businesses is one form of business that fits developed in Indonesia,
particularly in West Sumatra Province. Under conditions of economic crisis that occurred in
Indonesia, the small business to survive compared with large businesses (Sandee et al, 2002 in
Untari, 2005). Small businesses are able to live alone as an individual and can live in groups by
establishing small industrial clusters. Usually these groups are formed by the emergence of similar
small businesses in one convenient location. The process of forming these groups can occur
naturally, or were created by certain parties, usually governments.
The objective this study is to see how a small industrial clusters formed in West Sumatra.
These research activities conducted in three stages in which all stages of this research is a
comprehensive activity, namely the micro approach, the approach at meso level, macro-level
approach. The experiment was conducted in several stages, namely: (1) Methods of data collection,
which according to this study is observation and in-depth interviews. (2) method of analysis, which
is appropriate is to find a descriptive analysis of the phenomenon and explain why this phenomenon
occurs. (3) Method of making a generalization that the conclusions found in the generally accepted
conclusion.
Results obtained from this study are: Of the seven findings Untari, small industrial clusters
formed in West Sumatra caused by (a very prominent): the occurrence of changes in market tastes,
the accretion request, availability of skilled workers. Especially for this type of cluster couturier and
rattan. In a study of 6 small industrial cluster located in West Sumatra, causing the emergence of the
core business (core business pioneer) in a cluster are: (1) because of the skills possessed by the
entrepreneur, (2) for continuing the family business, (3 ) because the view that businesses in these
locations have a lot of subscribers or purchasers.
Of the six small industrial clusters examined, none of which has a sub-contractor. All work is
done alone. Sub-contractor does not appear in the cluster because entrepreneurs pursue their own all
sub job. Employers only use workers for each type of sub jobs. Marketers is the party that helps to
distribute the goods to consumer. Marketers are often not contained in the cluster, because
marketers prefer the vote is close to the consumer. So marketers are just coming into the business
location to buy and collect the product so was brought to market or to a place closer to the
consumer.
Many of the benefits and convenience gained by small industries within the cluster compared
to the small industrial life individually. Because in general there is a small industry group in West
Sumatra has not been shaped cluster of small scale industry, from the role of local government in
this case the offices associated with the development of small industries are advised to direct a small
industry groups that already exist in order to become a small industry cluster. This can be done by
motivating the emergence of supporting industries in the core industry groups that already exist and
furnish it with supporting institutions, such as financial institutions, coach or consultant and other
support agencies.
Key words: small industry cluster, supplier, marketer, sub-contractor
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Usaha kecil dan menengah merupakan
salah satu bentuk usaha yang cocok
dikembangkan di Indonesia, khususnya di
Provinsi Sumatera Barat. Dalam kondisi
krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia
maka usaha kecil mampu bertahan hidup
dibandingkan dengan usaha besar (Sandee et
al, 2002 dalam Untari, 2005). Jumlah usaha
kecil yang ada jauh lebih banyak
dibandingkan dengan usaha besar. Kondisi
ini terlihat di Provinsi Sumatera Barat,
dimana jumlah usaha mikro dan kecil jauh
lebih banyak (00,26%) dibandingkan usaha
menengah dan besar (0,74%) (tabel 1).
Tabel 1
Jumlah Perusahaan/Usaha menurut Skala Usaha
dan Kabupaten/Kota Di Sumatera Barat, Tahun 2006
Skala Usaha
Menengah
Mikro
%
Kecil
%
%
Jumlah
&Besar
Kep. Mentawai
1.904
0,45
141
0,19
15
0,40
2.060
Pesisir Selatan
36.598
8,65
4.999
6,72
92
2,47
41.689
Solok
25.637
6,06
3.526
4,74
148
4,00
29.311
Sawahlunto/Sijunjung
19.725
4,66
2.599
3,49
83
2,23
22.407
Tanah Datar
35.656
8,42
4.582
6,16
185
4,97
40.423
Padang Pariaman
37.484
8,86
4.564
6,13
182
4,89
42.230
Agam
41.762
9,87
4.532
6,09
201
5,40
46.495
Lima Puluh Kota
33.679
7,96
3.983
5,35
171
4,60
37.833
Pasaman
23.392
5,53
2.139
2,87
58
1,56
25.589
Solok Selatan
6.942
1,64
713
0,96
20
0,64
7.676
Dhamas Raya
11.997
2,83
2.806
3,77
70
1,88
14.873
Pasaman Barat
25.295
5,98
3.715
4,99
125
3,36
29.135
Padang
70.980 16,77 18.634 25,04
1.199
32,23
90.813
Kota Solok
6.612
1,56
1.991
2,68
137
3,68
8.740
Sawahlunto
6.623
1,56
1.006
1,35
90
2,42
7.719
Padang Panjang
5.765
1,36
1.579
2,12
85
2,29
7.429
Bukittinggi
13.553
3,20
7.414
9,96
561
15,08
21.528
Payakumbuh
10.875
2,57
3.854
5,18
196
5,27
14.925
Pariaman
8.801
2,08
1.633
2,19
102
2,74
10.536
Sumatera Barat
423.280
100 74.410
100
3.720
100 501.410
%
84,42
14,84
0,74
100
Sumber: Berita Resmi Statistik BPS Provinsi Sumatera Barat, Ed 2 No.2/th X/Febr2007, hal 8.
Kabupaten/Kota
%
0,41
6,31
5,85
4,47
8,06
8,42
9,27
7,55
5,10
1,53
2,97
5,81
18,11
1,74
1,54
1,48
4,29
2,98
2,10
100
Usaha mikro dan kecil menyerap tenaga kerja jauh lebih banyak (91,24%) dibandingkan
dengan usaha sedang dan besar (tabel 2).
Tabel 2
Jumlah Tenaga Kerja menurut Skala Usaha
dan Kabupaten/Kota di Sumatera Barat, Tahun 2006
Skala Usaha
Menengah
Mikro
Kecil
&Besar
Kep. Mentawai
4.009
508
105
Pesisir Selatan
57.911
12.248
987
Solok
39.131
8.143
1.044
Sawahlunto/Sijunjung
30.697
7.846
630
Tanah Datar
55.847
12.995
1.996
Padang Pariaman
61.198
12.972
4.591
Agam
66.517
13.607
2.996
Lima Puluh Kota
52.505
9.985
1.681
Pasaman
37.181
5.326
595
Solok Selatan
11.956
1.881
1.734
Dhamas Raya
18.626
8.243
1.450
Pasaman Barat
38.692
8.919
1.873
Padang
116.129
57.791
51.363
Kota Solok
9.891
5.675
1.588
Sawahlunto
12.019
3.213
1.846
Padang Panjang
9.092
4.768
949
Bukittinggi
20.560
18.772
5.961
Payakumbuh
18.008
10.500
2.026
Pariaman
14.590
5.464
1.425
Sumatera Barat
674.559
208.856
84.810
%
69,67
21.57
8,76
Sumber: Berita Resmi Statistik BPS Provinsi Sumatera Barat,
Ed 2 No.2/th X/Febr2007, hal 10.
Kabupaten/Kota
Usaha kecil yang ada dapat hidup
sendiri secara individual dan dapat hidup
berkelompok dengan membentuk klaster
industri kecil. Biasanya kelompok ini
terbentuk dengan munculnya usaha kecil
sejenis pada satu lokasi tertentu. Proses
terbentuknya kelompok ini dapat terjadi
secara alamiah atau diciptakan oleh pihak
tertentu,
yang
biasanya
pemerintah.
Pemerintah secara formal bertanggung jawab
untuk membina dan mengembangkan usaha
kecil dengan menerapkan berbagai kebijakan.
Menurut
Untari
(2005)
mengembangkan usaha kecil dapat dilakukan
dengan membentuk klaster industri kecil.
Banyaknya kemudahan yang didapat dengan
adanya klaster, diantaranya dalam hal
mendapatkan bahan baku, tenaga kerja yang
Jumlah
4.622
71.146
48.318
39.173
70.808
78.761
83.120
64.171
43.102
15.571
28.319
49.484
225.283
17.154
17.078
14.809
45.293
30.534
21.479
968.225
100
sesuai, memasarkan produk, menyerap
inovasi teknologi, pelayanan pendukung dan
pembinaan yang akan dilakukan oleh pihakpihak yang berkewajiban (baik pemeritah
atau lembaga lainnya).
Di Sumatera Barat lapangan usaha
penduduk mayoritas adalah berusaha
dibidang usaha kecil (tabel 1) dan jumlah
tenaga kerja yang terbanyak diserap adalah
pada kelompok usaha kecil ini (tabel 2). Dari
itu perhatian terhadap pengembangan usaha
kecil ini harus dapat ditingkatkan, agar usaha
kecil yang sudah ada dapat bertahan hidup
dan peluang untuk munculnya usaha kecil
baru perlu dirangsang. Penelitian ini
mencoba mencari gambaran bagaimana
mengembangkan usaha kecil yang paling
cocok untuk perusahan yang terdapat di
Sumatera Barat ini.
STUDI PUSTAKA
Definisi Klaster
Definisi klaster yang paling sederhana
adalah sekumpulan perusahaan-perusahaan
secara sektoral dan spasial yang didominasi
oleh satu sektor. Perkembangan definisi
klaster diawali dari penelitian terhadap kisah
kisah sukses Italia Utara pada tahun 1980 an
mendorong
digunakannya
terminology
industrial district yang disampaikan oleh
Marshall (1920). Berdasarkan fenomena
keberhasilan sukses Italia Utara tersebut
dirumuskan karakteristik kunci klaster atau
industrial district (Schmitz dan Musyck,
1993, dalam Untari, 2005; 13) sebagai
berikut:
a. Didominasi oleh usaha kecil yang
beraktivitas pada sektor yang sama
(spesialisasi pada sektor) atau sektor
yang berhubungan.
b. Kolaborasi antar usaha yang berdekatan
dengan berbagai peralatan, informasi,
tenaga kerja trampil dan lain sebagainya.
c. Perusahaan-perusahaan tersebut saling
bersaing dengan lebih berdasarkan pada
kualitas produk daripada menurunkan
ongkos produksi, termasuk upah.
d. Pengusaha dan pekerja memiliki sejarah
panjang pada lokasi tersebut. Hal ini
memudahkan saling percaya dalam
berhubungan baik antara usaha kecil,
antara pekerja dan tenaga kerja trampil.
e. Pengusaha diorganisir dengan baik dan
berpartisipasi aktif dalam organisasi
mandiri
f. Ada pemerintahan lokal dan regional
yang aktif mendukung pengembangan
klaster industri lokal atau daerah.
Tahun 1995 definisi klaster dibedakan
dari industrial district. Klaster didefinisikan
sebagai berkumpulnya perusahaan secara
geografis
maupun
sektoral.
Dengan
berkumpul, klaster akan mendapatkan
manfaat dari external ecomies, yaitu
munculnya supplier yang menyediakan
bahan baku dan komponen, mesin-mesin
baru atau bekas dengan suku cadangnya,
tersedianya tenaga kerja trampil. Klaster juga
akan menarik agen yang akan menjual hasil
produksi klaster ke pasar yang jauh (bukan
pasar lokal) dan munculnya berbagai
penyedia jasa teknik, keuangan dan akunting.
Sedangkan industrial district akan muncul
jika klaster berkembang lebih dari sekedar
adanya spesialisasi dan pembagian kerja
antar perusahaan
dengan munculnya
kolaborasi antara agen ekonomi lokal
didalam suatu wilayah dan meningkatnya
kapasitas produksi lokal dan kadang-kadang
kapasitas inovasi juga meningkat serta
munculnya asosiasi sektoral yang kuat
(Rabelloti, 1995)
Selanjutnya
definisi
klaster
berkembang menjadi lebih luas dan
kompleks. Menurut Porter (1998) klaster
sebagai suatu kelompok perusahaan yang
saling terhubung berdekatan secara geografis
dengan institusi-institusi yang terkait dalam
satu bidang khusus; mereka terhubung karena
kebersamaan dan saling melengkapi. Dengan
definisi tersebut, suatu klaster industri dapat
termasuk pemasok bahan baku dan input
yang spesifik sampai ke hilir (pasar atau para
eksportir),
termasuk
juga
lembaga
pemerintah, asosiasi bisnis, penyedia jasa dan
lembaga lain (universitas).
Pentingnya Klaster bagi Pengembangan
Industri Kecil Indonesia
Usaha kecil yang hidup dalam klaster
memiliki performance yang lebih baik dari
pada usaha kecil yang hidup secara
individual (Untari, 2005). Sandee (1999)
menyebutkan beberapa alasan mengapa
usaha kecil yang hidup di dalam klaster
memiliki good performance, yaitu:
a. Klaster
industri
kecil
dapat
memproduksi dengan lebih efisien untuk
produk yang tidak sesuai diproduksi
masal.
b. Klaster dapat lebih baik dalam
memecahkan masalah pemasaran. Hal
ini terjadi karena ada kemungkinan
dilakukannya pemasaran bersama baik
oleh produser maupun pedagang
dibandingkan usaha yang terpisah
(Weijland, 1999).
Usaha kecil yang membentuk kalster
dapat melakukan teknologi dengan
saling berbagi biaya dan risiko inovasi
(Schmitz dan Nadvi, 1999).
3. Keberadaan konsumen yang memang
Selain itu klaster industri kecil juga
memiliki kelebihan daripada usaha besar.
Klaster industri kecil memiliki keuntungan
pada flexibility dan resposiveness sehingga
dapat
lebih
kompetitif
dibandingkan
perusahaan besar (Humphrey&Schmitz, 1995
dalam Untari, 2005). Secara ideal usaha kecil
yang berada dalam klaster akan memiliki
competitive
advantage
(keunggulan
kompetitif) yang bersumber dari (Rahman,
2006):
1. Kedekatan dengan sumber bahan baku.
2. Keberadaan Business Support Service
(seperti Business Developmen Service,
Klinik Konsultasi Bisnis, dll).
Proses Terbentuknya Suatu Klaster
Industri Kecil
Klaster industri kecil terbentuk dari
usaha kecil yang disebut sebagai pelopor.
Para pelopor tersebut memiliki sesuatu yang
mendorongnya mendirikan suatu usaha.
Pemicu munculnya suatu usaha bermacammacam, diantaranya adalah (Untari, 2005):
a. Ketrampilan yang dimiliki penduduk di
suatu lokasi.
b. Tersedianya bahan baku.
c. Tersedianya fasilitas kerja.
d. Berkembangnya industri lain.
c.
4.
telah menjadi konsumen tradisional dari
klaster tersebut.
Keberadaan
tenaga
kerja
yang
mencukupi, baik tenaga kerja skill
ataupun unskill.
b.
Mekanisme Kehidupan Klaster Industri
Kecil
Mekanisme kehidupan klaster industri
kecil merupakan kegiatan sehari-hari yang
dilakukan oleh seluruh unsur-unsur klaster
dalam usahanya memproduksi produk yang
diinginkan pasar. Menurut Untari (2005),
c.
karakteristik umum kehidupan klaster adalah
sebagai berikut:
a. Di dalam klaster terdapat usaha kecil
yang melakukan proses produksi untuk
menghasilkan suatu produk. Usaha kecil
tersebut disebut sebagai usaha inti.
d.
Usaha inti dalam melaksanakan proses
produksi didukung oleh usaha-usaha
lain, yang meliputi;
1) Supplier, yang menyediakan bahan
baku dan bahan penolong,
2) Sub-kontraktor, yang mengerjakan
sebagian tahap proses produksi,
3) Pemasar, yang membantu usah inti
memasarkan produk.
Usaha inti beserta usaha penunjang akan
berinteraksi dan bekerjasama dalam
meujudkan produk yang diinginkan
pasar
Klaster akan berhubungan dengan pihak
luar klaster untuk memenuhi kebutuhan
dalam proses produksi dan melayani
kebutuhan pasar.
Atas dasar kehidupan klaster ini,
Untari (2005) menggambarkan kehidupan
klaster sebagai berikut:
Analisis Mekanisme Kehidupan Klaster
Industri Kecil
Analisis mekanisme kehidupan klaster
industri kecil ini digunakan untuk menjawab
pertanyaan sebagi berikut (Untari, 2005):
bagaimana suatu klaster industri kecil
terbentuk?
Cara melakukan analisis diatas adalah
sebagai berikut (Untari, 2005):
1.
2.
Melakukan analisis munculnya usaha
inti di dalam klaster
Melakukan analisis munculnya usaha
penunjang di dalam klaster
Analisis Munculnya Usaha Inti di Dalam
Klaster
Secara garis besar analisis mekanisme
munculnya usaha inti di dalam klaster
dilakukan dengan urutan sebagai berikut:
1. Melakukan
penelusuran
sejarah
berdirinya klaster. Ini dilakukan untuk
mencari jawaban tentang;
a) Sejak kapan berdirinya klaster,
b) Siapa tokoh pendirinya,
c) Apa yang melatar belakangi tokoh
tersebut dalam mendirikan usaha,
d) Kapan mulai ada pengikut,
e) Peristiwa apa yang melatar
belakangi orang lain mengikuti
usaha yang dilakukan tokoh pendiri.
2. Melakukan
analisis
terhadap
perkembangan yang dialami oleh usaha
pelopor (usaha inti yang pertama kali
berdiri) dan apa yang menjadi alasan
para pengikut dalam mengikuti usaha
pelopor tersebut
Berdasarkan analisis tersebut di atas
ditemukan penyebab perubahan jumlah usaha
inti dan bagaimana proses tersebut terjadi
Analisis Munculnya Usaha Penunjang di
Dalam Klaster
Usaha inti yang hidup di dalam klaster
membutuhkan
dukungan
dari
usaha
penunjang. Kebutuhan usaha inti tersebut
dalam rangka:
1. untuk memenuhi kebutuhan bahannya.
2. memperlancar proses produksi.
3. memperlancar arus barang ke konsumen
(pasar).
Berdasarkan pada kebutuhan usaha
inti tersebut, maka usaha penunjang yang
dapat memenuhi kebutuhan usaha inti
tersebut adalah:
1. Supplier, akan memenuhi kebutuhan
bahan.
2. Sub-kontraktor,
membantu
memperlancar proses produksi.
3. Pemasar, memperlancar arus barang
sampai ke konsumen.
Analisis Munculnya Supplier di Dalam
Klaster
Analisis
mekanisme
munculnya
supplier dapat diawali dari mencari jawaban
dan penjelasan berbagai keadaan berikut:
1. Jenis bahan yang dibutuhkan usaha inti
yang hidup di dalam suatu klaster.
2. Jumlah dan seberapa sering bahan
tersebut dibutuhkan.
3. Darimana sumber bahan tersebut.
4. Mengapa usaha inti tidak berusaha
mendapatkan bahan langsung dari
sumbernya?.
5. Perbedaan yang terjadi antara sumber
bahan sebagai pihak yang memberikan
penawaran bahan dengan usaha inti yang
memiliki permintaan terhadap bahan
tersebut. Perbedaan ini meliputi jumlah
yang mampu disediakan sumber dengan
waktu pengiriman yang diinginkan usaha
inti, waktu penyediaan bahan dari
sumber dengan waktu pengiriman yang
diinginkan usaha inti, karakteristik
bahan yang disediakan sumber dengan
yang diinginkan usaha inti dan lain
sebagainya.
Jika didalam klaster terdapat supplier,
maka dilakukan analisis munculnya supplier
di dalam klaster. Tetapi jika di dalam klaster
tidak terdapat supplier, maka dilakukan
analisis tidak munculnya supplier. Kedua
analisis perlu dilakukan untuk mendapatkan
jawaban terhadap pertanyaan mengapa tidak
semua klaster memiliki supplier bahan.
Analisis mekanisme munculnya supplier
menunjukkan digunakannya pendekatan
mikro untuk menganalisis mekanisme
kebutuhan usaha inti terhadap bahan.
Pendekatan mikro tersebut ditarik kelevel
messo dengan melakukan mekanisme
hubungan antara usaha inti dengan supplier
(bila ada) di dalam klaster. Jika supplier tidak
terdapat di dalam klaster, maka analisis telah
sampai kelevel makro. Pendekatan pada level
makro juga terlihat pada mekanisme
hubungan antara supplier dengan sumber
bahan.
Analisis Munculnya Sub-kontraktor di
Dalam Klaster
Sub-kontraktor adalah pembuatan
barang
oleh
sebuah
perusahaan
diperuntukkan
bagi
perusahaan
lain
berdasarkan spesifikasi yang ditentukan
perusahaan pemesan tersebut (Lazerson,
1990 dalam Untari, 2005). Secara lebih
mudah dalam penelitian ini sub-kontraktor
didefinisikan sebagai usaha penunjang yang
mengerjakan bagian tertentu dari keseluruhan
proses produksi yang seharusnya dilakukan
usaha inti. Analisis mekanisme munculnya
sub-kontraktor dilakukan dengan langkahlangkah sebagai berikut:
1. Melakukan identifikasi terhadap seluruh
tahap proses produksi yang dilakukan
oleh usaha inti yang hidup didalam
kalster
2. Dari keseluruhan tahap tersebut, apakah
ada yang dikerjakan oleh pihak lain (di
luar usaha inti). Jika ada, maka pihak
lain tersbut adalah sub-kontraktor
3. Dilakukan identifikasi apakah subkontraktor tersebut ada di dalam klaster
4. Dilakukan analisis “kebutuhan usaha inti
terhadap sub-kontraktor”. Analisis ini
mencari jawaban mengapa ada tahap
yang dikerjakan oleh pihak lain.
5. Mencari hubungan antara tahap yang
dikerjakan
sub-kontraktor
dengan
keseluruhan tahap proses produksi. Apa
yang terjadi jika tahap tersebut
dikerjakan sendiri.
6. Mengidentifikasi kerjasam yang terjadi
antara usah inti dengan sub-kontraktor
7. Analisis juga dilakukan terhadap subkontraktor; mengapa mereka memilih
usaha
sebagai
sub-kontraktor,
mekanisme yang terjadi di dalam subkontraktor
dalam
hubungan
kerjasamanya dengan usaha inti.
8. Jika sub-kontraktor tidak berada di
dalam kalster, maka perlu dicari jawaban
mengapa usaha inti lebih memilih
menggunakan sub-kontraktor di luar
klaster
9. Jika tidak ada tahap yang dikerjakan
oleh pihak lain (sub-kontraktor), maka
perlu dicari jawaban mengapa tidak ada
kebutuhan sub-kontraktor
Langkah-langkah tersebut tidak harus
dilakukan secara berurutan tergantung
mekanisme yang terjadi di dalam klaster.
Analisis mekanisme munculnya subkontraktor
di
dalam
klaster
juga
memperlihatkan pendekatan mikro sampai
dengan makro secara komprehensif yang
digunakan
dalam
penelitian
klaster.
Pendekatan mikro tampak ada waktu
melakukan analisis proses produksi usaha inti
dan analisis mekanisme kebutuhan subkontraktor oleh usaha inti tersebut.
Pendekatan mikro ditarik sampai ke level
messo pada saat dilakukan mekanisme
hubungan antara usaha inti dengan subkontraktor. Jika sub-kontraktor tersedia di
luar klaster maka analisis telah sampai pada
level makro
Analisis Munculnya Pemasar di Dalam
Klaster
Usaha pemasar merupakan usaha
penunjang yang mendukung usaha inti dalam
memasarkan produknya. Analisis untuk
mengetahui munculnya usaha pemasar di
dalam suatu klaster dapat dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan
kegiatan
yang
dilakukan usaha inti dalam upaya
menyampaikan produknya sampai ke
tangan konsumen
2. Dilakukan analisis terhadap kesepakatan
yang terjadi pada saat transaksi
penjualan barang dari produsen (usaha
inti) kepada konsumen
3. Dilakukan analisis untuk mencari
jawaban,
apakah
usaha
inti
menggunakan jasa pemasar, atau
melakukan
sendiri
kegiatan
pemasarannya
4. Jika usaha inti menggunakan jasa
pemasar, maka perlu dicari jawaban
alasan digunakannya jasa pemasar
5. Sebaliknya, jika usaha inti tidak
menggunakan jasa pemasar, maka perlu
dicari
jawaban
alasan
tidak
digunakannya jasa pemasar
6.
Dilakukan analisis terhadap usaha
pemasar, mengapa mereka memilih
usaha
tersebut
dan
bagaimana
operasional pekerjaan dan hubungan
antara pemasar dengan usaha inti
Dilakukan analisis untuk mencari jawaban
terhadap keputusan usaha pemasar untuk
beroperasi di dalam klaster atau di luar
klaster
Teori Proses Terbentuknya Klaster
Industri Kecil
Proses terbentuknya Klaster Industri
Kecil
merupakan
satu
alternatif
perkembangan usaha kecil, proses tersebut
dapat diuraikan sebagai berikut (Untari,
2005):Usaha kecil dapat berkembang
menjadi klaster pada kondisi dimana
permintaan pasar lebih besar daripada output
yang dihasilkan oleh usaha kecil tersebut.
Agar dapat malayani sejumlah dan beraneka
produk yang diminta pasar, maka usaha kecil
harus meningkatkan kemampuan proses
produksi. Penambahan kapasitas seringkali
tidak dapat dilakukan sepenuhnya karena
adanya hambatan-hambatan yang berasal dari
karakteristik bahan, proses produksi dan
pasar yang dilayani. Keputusan untuk
mengatasi hambatan penambahan kapasitas
proses dilakukan dengan pertimbangan
ekonomis. Jika hambatan tersebut dapat
diatasi sepenuhnya, maka usaha kecil dapat
berkembang menjadi usaha besar atau usaha
besar tertarik untuk mengatasi hambatan
yang dialami usaha kecil karena adanya
peluang untuk melayani pasar dalam jumlah
besar. Jika hambatan tersebut tidak dapat
diatasi sepenuhnya, maka pasar tersebut akan
tetap dilayani oleh usaha kecil. Pada batas
tersebut usaha kecil memutuskan untuk
melayani produk tertentu dan menetapkan
bahwa produk lain lebih ekonomis bila
dikerjakan oleh pihak lain. Pihak lain akan
mempertimbangkan kesempatan tersebut
beserta lokasi tempat usaha. Jika atas dasar
pertimbangan ekonomis kesempatan tersbut
lebih menguntungkan dikerjakan di lokasi
usaha kecil yang telah ada, maka akan
muncul beberapa usaha kecil di lokasi yang
sama yang disebut sebagi usaha inti.
Selain itu penambahan kapasitas
proses produksi seeara ekonomis harus
memperhitungkan
kelancaran
proses
produksi. Proses produksi dapat berjalan
"Lancar" jika tidak ada kapasitas yang
menganggur, tidak ada tahap proses yang
harus menunggu, dan tidak ada persediaan
bahan. Jika kelancaran proses produksi
belum terpenuhi, maka pada tahap yang
terganggu
kelancarannya
akan
lebih
ekonomis jika dikerjakan pihak luar usaha
inti. Dengan pertimbangan ekonomis, usaha
inti akan menentukan dari mana pihak lain
tersebut diperoleh. Sementara pihak lainpun
akan memutuskan apakah akan menerima
kesempatan tersebut dan dimana beroperasi.
Jika atas dasar pertimbangan ekonomis pihak
lain tersebut akan beroperasi pada lokasi
yang sama dengan usaha kecil dan usaha inti
juga memutuskan untuk menggunakan usaha
penunjang di dalam lokasi, maka akan
muncullah usaha penunjang. Proses di atas
menjelaskan proses munculnya beberapa
usaha inti dalam satu lokasi beserta usaha
penunjang yang dibutuhkannya, mereka
saling bekerjasama untuk menuju kondisi
yang ekonomis.
Metode
Pembentukan
Klaster
Industri Kecil
Metode
Pembentukan
Klaster
lndustri
Kecil
dilakukan
dengan
mengidentifikasi suatu usaha kecil yang
hidup di suatu wilayah. Metode ini dapat
menentukan apakah suatu usaha kecil
dapat dikembangkan menjadi suatu klaster
industri keci1. Metode ini disusun
berdasarkan Teori Terbentuknya Klaster
Industri Kecil dan dapat dilakukan dengan
cara (Untari, 2005):
1. Mengidentifikasi pasar yang dilayani
dibandingkan dengan output yang
dihasilkan usaha keci1. Identifikasi ini
untuk menentukan apakah pasar yang
dilayani usaha kecil lebih besar dari
pada output yang dihasilkan usaha
kecil. Identifikasi terhadap pasar juga
dapat
dilakukan
terhadap
2.
3.
4.
5.
6.
kecenderungan perkembangan pasar
yang dapat dilihat dari perubahan
selera masyarakat (positif atau negatif)
terhadap produk tersebut.
Dilakukan
identifikasi
terhadap
“Kemampuan
Proses
Produksi”.
ldentifikasi ini untuk menentukan
apakah
usaha
kecil
mampu
meningkatkan
kapasitas
proses
produksi
agar
dapat
melayani
permintaan pasar.
Mengidentifikasi karakteristik bahan,
proses, produk dan pasar usaha kecil.
Identifikasi
ini
untuk
dapat
menentukan hambatan yang harus
dihadapi usaha kecil untuk dapat
menambah kapasitas proses produksi.
Menentukan pertimbangan ekonomis
untuk
mengatasi
hambatan
penambahan
kapasitas
proses
produksi. Berdasarkan pertimbangan
ekonomis dapat diputuskan apakah
hambatan penambahan kapasitas akan
diatasi semua, sebagian, atau tidak
sama sekali. Pertimbangan ekonomis
adalah sebuah pertimbangan yang
didasarkan pada keuntungan yang
diterima karena memanfaatkan suatu
kesempatan dibandingkan dengan
kerugian yang timbul (opportunity
cost) karena tidak memanfaatkan
kesempatan tersebut. Keuntungan
yang dimaksud adalah hasil yang
diperoleh dikurangi dengan biaya dan
kerugian yang ditimbulkan karena
memanfaatkan suatu kesempatan.
Berdasarkan pertimbangan ekonomis
dicari kemungkinan apakah usaha
kecil dapat berkembang menjadi usaha
besar atau kemungkinan masuknya
usaha besar dalam industri yang pada
saat ini sedang dilayani industri kecil.
Keputusan
ini
berdasarkan
kemungkinan
diatasinya
semua
hambatan sehingga proses produksi
dapat dilaksanakan secara massal.
Jika
berdasarkan
pertimbangan
ekonomis, hambatan penambahan
kapasitas
tidak
dapat
diatasi
sepenuhnya, maka usaha kecil telah
mencapai batas kemampuan proses
produksinya.
Jika
masih
ada
permintaan
pasar
yang
belum
terpenuhi, maka akan lebih ekonomis
jika dilayani pihak lain.
7. Diidentifikasikan apakah terdapat
pihak lain yang bersedia atau
berpotensi
untuk
menerima
kesempatan melayani pasar yang
masih tersisa.
8. Dilakukan perhitungan ekonomis
untuk
menentukan
lokasi
beroperasinya usaha baru. Apakah
lebih ekonomis berada di dekat usaha
yang sudah lama ada atau berjauhan.
9. Jika
atas
dasar
pertimbangan
ekonomis, lokasi usaha kecil yang
baru lebih ekonomis berada jauh dari
lokasi yang telah ada, maka akan
muncul
beberapa
usaha
kecil
individual yang terpisah-pisah. Jika
lokasi usaha kecil yang baru lebih
ekonomis berdekatan dengan lokasi
yang telah ada, maka akan dapat
dibentuk klaster pada lokasi tersebut
dengan menumbuhkan beberapa usaha
inti baru.
10. Ditentukan, apakah terdapat kebutuhan
usaha penunjang bagi usaha inti.
Kebutuhan usaha penunjang dapat
dilihat apakah di dalam proses produksi
yang dilaksanakan usaha inti terdapat :
1) Perbedaan kapasitas antar tahap
proses produksi.
2) Persediaan bahan yang harus
menunggu untuk diproses lebih
lanjut.
3) Kapasitas proses yang menganggur.
11. Jika
terdapat
kebutuhan
usaha
penunjang,
maka
perlu
dibuat
pertimbangan
ekonomis
untuk
menentukan darimana usaha penunjang
tersebut akan diperoleh, apakah dari luar
lokasi klaster atau di dalam klaster.
12. Dilakukan analisis bagi calon usaha
penunjang untuk menentukan lokasi
operasi usaha dan kapasitas usahanya.
Dengan melakukan tiga langkah di
atas, maka dapat ditentukan apakah suatu
usaha kecil dapat dikembangkan menjadi
klaster industri kecil.
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini secara khusus adalah
sebagai berikut:
1. Melihat mekanisme kehidupan klaster
industri kecil Sumatera Barat melalui;
a. Analisis munculnya usaha inti di
dalam klaster
b. Analisis munculnya usaha penunjang
c. Analisis munculnya supplier di dalam
suatu klaster
d. Analisis munculnya sub-kontraktor di
dalam klaster
e. Analisis munculnya pemasar di dalam
klaster
Tujuan umum dari penelitian ini adalah:
1. Secara umum penelitian ini bertujuan
untuk mempelajari kehidupan usaha
kecil yang berada dalam klaster industri
kecil, selanjutnya dapat dijadikan
pedoman
untuk
membina
dan
mengarahkan pengembangan usaha kecil
di Sumatera Barat dengan menggunakan
model klaster industri kecil.
2. Menentukan model klaster industri kecil
yang ideal
Manfaat Penelitian
Diharapkan penelitian ini dapat
dijadikan bahan acuan bagi pihak-pihak yang
ingin mengembangkan usaha kecil dengan
pola pengembangan klaster industri kecil.
Disamping itu bagi calon pengusaha kecil
yang ingin mengembangkan suatu jenis
usaha dapat mempedomani lokasi usaha,
apakah akan terpisah sendiri atau bergabung
dalam suatu klaster industri yang sudah ada.
METODE PENELITIAN
Langkah-langkah Penelitian
Metode
dan
langkah-langkah
penelitian yang dipakai dalam penelitian ini
mengacu pada metode yang digunakan
Untari (2005). Pendekatan yang digunakan
mulai dari pendekatan mikro, messo dan
pendekatan makro secara komprehensiv.
Pendekatan ini dapat dijabarkan sebagai
berikut:
1. Pendekatan mikro, dilakukan penelitian
terhadap beberapa usaha kecil yang
hidup secara individual dan usaha kecil
yang hidup dalam sebuah klaster.
Analisis dilakukan terhadap mekanisme
dan proses produksi yang dilakukan
usaha kecil
2. Pendekatan pada level meso, dilakukan
penelitian
terhadap
mekanisme
hubungan yang terjadi antar usaha-usaha
kecil yang tumbuh dalam klaster
3. Pada level makro, penelitian terhadap
aktivitas klaster (termasuk aktivitas
usaha kecil yang hidup di dalamnya),
akan berhubungan dan tergantung
dengan
kegiatan
dan
perubahan
lingkungan luar klaster. Oleh karena itu
dilakukan penelitian yang mencakup
hubungan dan
pengaruh
dengan
lingkungan klaster.
Ketiga level penelitian ini dilakukan
secara komprehensif. Pelaksanaan penelitian
pada masing-masing tahap akan dilakukan
dalam beberapa langkah sebagai berikut:
1. Metode pengambilan data, yang sesuai
untuk penelitian ini adalah observasi dan
wawancara yang mendalam.
2. Metode analisis, yang sesuai adalah
analisis deskriptif untuk mencari suatu
fenomena dan menjelaskan mengapa
fenomena itu terjadi.
3. Metode pengambilan kesimpulan secara
generalisasi
sehingga
ditemukan
kesimpulan yang berlaku umum.
Objek Penelitian dan Sampel
Objek penelitian adalah usaha kecil
yang terdapat di Sumatera Barat dan sample
yang akan diambil adalah 6 klaster industri
kecil. Sementara wilayah sample yang dipilih
adalah tiga Kota yang terdapat di Sumatera
Barat, yaitu Padang, Bukittinggi dan
Payakumbuh. Alasan pemilihan wilayah
sample adalah wilayah yang memiliki usaha
kecil terbanyak. Pada masing-masing klaster
sample diambil sepuluh usaha kecil. Dengan
alasan keterbatasan waktu dan dana, maka
pengambilan sampel dilakukan secara
purposif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Model Klaster Industri Kecil
Penjelasan model
Model klaster industri kecil di atas
dikembangkan dan diterjemahkan dari
pengertian klaster menurut Porter (1998).
Menurut Porter (1998) klaster sebagai suatu
kelompok perusahaan yang saling terhubung
berdekatan secara geografis dengan institusiinstitusi yang terkait dalam satu bidang
khusus;
mereka
terhubung
karena
kebersamaan dan saling melengkapi. Dengan
definisi tersebut, suatu klaster industri dapat
termasuk pemasok bahan baku dan input
yang spesifik sampai ke hilir (pasar atau para
eksportir),
termasuk
juga
lembaga
pemerintah, asosiasi bisnis, penyedia jasa dan
lembaga lain (universitas). Dari definisi
klaster menurut Porter tersebut, berarti dalam
sebuah klaster terdapat usaha inti. Usaha inti
ini didukung oleh usaha pemasok (supplier),
sub-kontraktor dan pemasar, dimana usaha
pendukung ini dapat berada di dalam klaster
dan dapat berada di luar klaster. Disamping
itu klaster juga didampingi oleh lembaga
pembina, lembaga keuangan, lembaga
hukum,dan juga termasuk Perguruan Tinggi.
Biasanya lembaga-lembaga ini berada di luar
klaster tetapi masih terdapat di wilayah yang
sama dengan tempat beradanya klaster.
Analisis Munculnya Usaha Inti di Dalam
Suatu Klaster di Sumatera Barat
Dari tujuh hasil temuan Untari, yang
umumnya terdapat pada Klaster industri kecil
di Sumatera Barat (yang sangat menonjol)
adalah: terjadinya perubahan selera pasar,
adanya pertambahan permintan, tersedianya
tenaga trampil. Terutama untuk jenis klaster
penjahit pakaian dan kerajinan rotan. Dalam
penelitian yang dilakukan terhadap 6 klaster
industri kecil yang terdapat di Sumatera
Barat, penyebab munculnya usaha inti (usaha
inti pelopor) dalam suatu klaster adalah:
1. karena adanya ketrampilan yang dimiliki
oleh pengusahanya
2. karena meneruskan usaha keluarga
3. karena melihat bahwa usaha yang ada di
lokasi tersebut mempunyai banyak
pelanggan ataupun pembelinya. Berarti
usaha inti yang terdapat di lokasi
tersebut cukup menjanjikan dan cukup
mempunyai prospek yang baik.
Analisis Mekanisme Munculnya Usaha
Inti di Dalam Klaster
Pelopor usaha penjahit pakaian
mendirikan usaha ini karena pengusahanya
memiliki ketrampilan dalam menjahit
pakaian. Kemudian mencari lokasi di Pasar
Raya Padang, karena lokasi tersebut
dianggap cocok. Lokasinya yang terletak di
lantai 2, berada persis di atas dari toko
penjual bahan pakaian (pada lantai 1),
sehingga orang yang membeli pakaian
langsung bisa menjahitkan di lantai 2.
Biasanya penjual bahan pakaian akan
memberi tahu bahwa persis di atas (lantai 2)
lokasi ini ada penjahit pakaian. Karena lokasi
yang cukup strategis dan jumlah pelanggan
yang banyak, akhirnya muncul pengusaha
initi lain di lokasi tersebut yang merupakan
kenalan dekat dari pengusaha pelopor.
Berarti usaha inti lain muncul disebabkan
jumlah pelanggan yang cukup banyak di
lokasi tersebut.
Klaster industri kerajinan rotan di
lokasi ini dipelopori oleh beberapa pekerja
yang sudah trampil membuka usaha sendiri
karena usaha tempat mereka bekerja sudah
tutup. Dari usaha kecil-kecilan , dapat
berkembang dengan baik. Karena di lokasi
ini pertama kalinya terdapat usaha kerajinan
rotan di Kota Padang, maka usaha ini
diminati oleh banyak pembeli. Akhirnya
usaha sejenis makin banyak muncul di lokasi
terebut. Usaha ini mendapat perhatian dari
pemerintah dan akhirnya menjadi binaan
pemerintah saat itu. Hingga akhirnya usaha
sejenis di lokasi tersebut sampai berjumlah
25 usaha. Dan secara tidak langsung akhirnya
di lokasi tersebut terbentuk klaster industri
kecil yang terbentuk atas inisiatif pihak
pemerintah kota. Berarti usaha inti lain
muncul karena jumlah permintaan yang
banyak dan adanya perhatian dan bimbingan
dari pihak pemerintah kota.
Klaster industri peternakan ayam di
Mungka ini pertama kalinya muncul dan
berkembang dengan baik. Karena jumlah
permintaan yang selalu bertambah akhirnya
muncul usaha sejenis yang baru di lokasi
yang sama yang juga merupakan kerabat dari
pengusaha pelopor.
Klaster industri makanan yang
pertama muncul di Koto Talago ini adalah
usaha yang menjual makanan berupa roti dan
kue kering. Akhirnya muncul usaha makanan
yang lain yang membuat kue jenis lain dan
juga aneka rendang. Usaha inti lain muncul
disebabkan karena melihat usaha yang sudah
ada berkembang dengan baik dan sudah
banyaknya pemasar yang mengenal daerah
ini sebagai pembuat makanan, sehingga
usaha yang baru muncul tidak kesulitan
dalam memasarkan produknya.
Klaster industri tenunan songket
Pandai Sikek ini sudah ada dari zaman
pemerintahan Belanda, akan tetapi sempat
terhenti untuk jangka waktu yang cukup
lama. Usaha ini muncul kembali karena
dimotivasi oleh seorang Wali Nagari yang
dibantu oleh beberapa orang putri Pandai
Sikek yang saat itu sudah cukup tua dan
mahir menenun. Mereka ini akhirnya
mengajar kepandaian menenun ini kembali
kepada putri Pandai Sikek yang lain. Karena
sudah berkembangnya kepandaian menenun
di daerah Pandai Sikek ini kembali, akhirnya
bermunculan usaha inti yang baru. Ditambah
dengan semakin meningkatnya permintaan
rakyat Sumatera Barat terhadap hasil tenunan
Pandai Sikek ini. Berarti usaha inti baru
muncul karena semakin abnyaknya tenaga
trampil dan semakin banyaknya permintaan
terhadap produk.
Klaster industri kecil usaha bubuk
kopi Bukik Apik ini sudah ada dari zaman
dahulu, bahkan pengusaha sekarang tidak
tahu lagi tahun berapa mulai adanya usaha ini
di sini. Sebagian besar usaha yang ada adalah
usaha keluarga yang diturunkan oleh generasi
sebelumnya bahkan sudah ada dari zaman
neneknya dahulu. Usaha ini merupakan
usaha rumahan (home industri). Hampir
semua rumah di daerah ini memiliki usaha
yang sama.
Analisis Mekanisme Munculnya Supplier
di Dalam Suatu Klaster
Untuk menjalankan kegiatan dan
proses
produksi,
perusahaan
selalu
menggunakan bahan baku dan bahan
penolong. Bahan baku dan bahan penolong
ini bisa didapatkan dimana-mana, baik dari
dalam maupun dari luar klaster. Akan tetapi,
biasanya jika pada suatu wilayah tertentu
terdapat beberapa usaha kecil yang
membutuhkan bahan baku, maka secara
alamiah akan ada pengusaha yang tertarik
untuk membuka usaha penyediaan bahan
baku yang dibutuhkan tersebut di lokasi yang
sama. Dengan harapan mereka akan dengan
mudah mencapai pasar yang jelas-jelas ada di
sekitar lokasi yang sama. Setiap usaha yang
berbeda akan membutuhkan bahan baku dan
bahan penolong yang berbeda, dari itu di
suatu kelompok industri berbeda akan
terdapat penyediaan bahan baku (supplier)
yang berbeda pula. Pada tabel berikut akan
diberikan gambaran jenis bahan baku yang
dibutuhkan oleh 6 klaster industri kecil di
Sumatera Barat.
Tabel 3
Bahan Baku Klaster
Klaster
Bahan Baku
Jasa Penjahit
Pakaian
Kain bahan celana, kain
bahan baju
Kerajinan Rotan
Manau, rotan, bitrik, alangalang, eceng gondok
Peternakan Ayam
Bibit ayam,
Makanan ayam,
Obat-obatan
Daging, hati, paru (u/
rendang)
Tepung, telur, gula
mentega (u/ roti & kue
kering)
Makaf (benang mas)
Benang sutra
Benang suto
Benang tenun biasa
Makanan
Songket
Bubuk Kopi
Bukik Apik
Biji kopi
Jagung
Asal Bahan Baku
Produsen bahan baku ini umumnya
terdapat di daerah Jawa dan
Sumatera Utara, akan tetapi banyak
dijual oleh pedagang di toko di Pasar
Raya Padang
Mentawai,
Sijunjung,
Sangir
Damasraya
(Kabupaten lain di Sumbar)
Medan,
Di sekitar lokasi
Pasar terdekat (Payakumbuh)
Di sekitar lokasi
Di sekitar lokasi
Di pasar Bukittinggi
Singapura
India
Baso (Payakumbuh)
Pasar Bukittinggi
Diantar supplier ke lokasi
Sumber: diolah sendiri dari hasil penelitian
Sama halnya dengan bahan baku,
untuk bahan penolong juga akan berbeda
sesuai dengan jenis produk yang dihasilkan.
Tidak semua usaha membutuhkan bahan
penolong. Ada juga jenis usaha yang tidak
membutuhkan bahan penolong, seperti usaha
peternakan ayam, kerajinan songket dan
usaha bubuk kopi. Pada table akan diberikan
gambaran jenis bahan penolong dan
sumbernya pada 6 industri yang terdapat di
Sumatera Barat.
Tabel 4
Bahan Penolong Klaster
Klaster
Jasa Penjahit
Pakaian
Kerajinan Rotan
Bahan Penolong
Retsleiting
Kancing baju
Bahan untuk kerah
Benang jahit
Kapur/pinsil warna
Asal Bahan Penolong
Di pasar raya
Padang
Di pasar raya
Padang
Paku, lem
Peternakan Ayam
Makanan
Santan, cabe, bumbu
Pewarna makanan,
essen, pengembang
roti
Pasar terdekat
(Payakumbuh)
Di sekitar lokasi
Songket
Bubuk Kopi Bukik
Apik
Sumber: Diolah sendiri dari hasil penelitian
Mekanisme Munculnya Supplier Bahan
Baku dan Bahan Penolong di Dalam
Klaster Industri Kecil di Sumatera Barat
Usaha pendukung (supplier) bahan
penolong untuk kegiatan penjahit pakaian ini
segera muncul di tahun yang sama dengan
munculnya usaha pelopor di lokasi ini.
Pengusaha penjual bahan penolong berupa
bahan keperluan menjahit dan asesoris ini
pada umumnya kenalan dari pengusaha inti.
Peluang usaha ini mereka peroleh dengan
melihat situasi dan suasana kegiatan penjahit
pakaian yang sangat sibuk dan membutuhkan
orang yang khusus untuk pergi membeli
peralatan ke tempat yang agak jauh dari
lokasi. Walaupun lokasi penjual benang dan
asesoris menjahit ini tidak terlalu jauh karena
masih berada di pasar raya Padang, namun
terlihat para penjahit kerepotan untuk pergi
membeli ke lokasi tersebut. Dari pengamatan
yang dilakukan akhirnya muncul ide untuk
menjual peralatan penjahit pakaian ini di
lokasi yang bersebelahan dengan usaha
penjahit pakaian, dan ternyata usaha supplier
ini sangat menguntungkan kedua belah
pihak..
Klaster industri kerajinan rotan ini
mencapai puncak kejayaannya sekitar tahun
80-an. Pada saat itu terdapat 25 unit usaha di
dalam klaster. Seiring dengan majunya
kegiatan usaha ini, dalam waktu yang hampir
bersamaan bermunculanlah usaha yang ingin
menyediakan bahan baku berupa rotan dan
manau di lokasi yang sama (berada di dlaam
klaster). Akan tetapi seiring dengan semakin
menurunnya penjualan dan berkurangnya
jumlah pengusaha kerajinan rotan di lokasi
ini maka jumlah supplier juga semakin
berkurang,
akibatnya
pengusaha
inti
(pengusaha rotan) saat ini kesulitan mendapa
bahan baku karena harus dipesan dulu dan
biaya bahan baku menjadi meningkat.
Usaha pendukung yang muncul
pertama kalinya dalam klaster industri
peternakan ayam di Mungka Payakumbuh ini
adalah usaha penyediaan makanan ayam dan
obat-obatan. Akan tetapi lama setelah
banyaknya pengusaha peternakan ayam
berkembang baru muncul usaha penjualan
makanan ternak dan obat-obatan ini, yaitu
dengan jarak waktu sekitar sembilan tahun.
Sebelumnya makanan ternak dibeli oleh
pengusaha ke daerah lain yang cukup jauh,
yaitu di Padang bahkan dipesan ke Medan.
Saat ini hampir semua makanan dan obatobatan sudah dapat dibeli di lokasi, karena
supplier sudah banyak terdapat di lokasi
klaster. Bahkan pabrik makanan ternak juga
sudah terdapat di lokasi klaster. Industri
makanan di daerah Mungka Kabupaten 50
Kota ini berkembang dengan cukup baik.
Akbibatnya timbul niat oleh pihak lain untuk
membuka usaha baru yang menyediakan
kebutuhan usah makanan terhadap bahan
penolong. Usaha bahan penolong untuk
mjenis industri ini seiring dengan usaha
bahan baku, karena bahan penolong yang
dibutuhkan dapat disediakan oleh penyedia
bahan baku utama, terutama untuk usaha
produksi makanan kering dan roti.
Khusus untuk usaha produksi rendang,
maka usaha penjualan kelapa, cabe, bumbu
muncul disekitar lokasi yang sangat
mendukung kebutuhan pengusaha inti dalam
melaksanakan proses produksi. Terutama
untuk santan kelapa, harus segera dipakai
setelah kelapa diperas menjadi santan, Jika
tidak segera digunakan maka santan tersebut
akan mudah basi, yang tentu saja akan sangat
mempengaruhi rasa dari rendang yang
dibuat.
Bahan baku songket yaitu berupa
benang tenun dapat dibeli disekitar lokasi,
karena sudah ada beberapa supplier yang
menjual di sekitar lokasi. Akan tetapi jumlah
supplier yang terdapat di dalam klaster masih
sangat terbatas dan belum dapat memenuhi
kebutuhan pengusaha songket. Disamping itu
ada beberapa supplier yang berlokasi di luar
klaster yang sengaja datang mengantarkan
bahan baku ke lokasi, apalagi jika ada
pesanan. Sebagian besar supplier berasal dari
luar klaster, tetapi lokasinya tidak begitu jauh
dari klaster industri kerajinan songket Pandai
Sikek ini, yaitu di pasar Bukittinggiatau dari
Silungkang. Dan juga dapat berasal dari
provinsi lain di luar Sumbar, seperti dari
Palembang dan Silungkang. Untuk jenis
benang tenun tertentu biasanya bahan baku
diimpor dari Singapura atau India.
Bahan baku bubuk kopi yang berupa
biji kopi tidak ada yang langsung dijual di
lokasi klaster, karena lokasi klaster sangat
dekat dengan pasar Bukittinggi, maka
supplier (penjual bahan baku) hanya ada di
pasar Bukittinggi. Dari itu khusus untuk
klaster industri bubuk kopi Bukik Apik
supplier yang berada di pasar Bukittinggi
dapat dikatakan berada di dalam klaster.
Disamping itu sebagian besar bahan baku biji
kopi dibeli ke pasar Baso di Payakumbuh.
Hal ini memang sudah berlangsung dari
zaman dahulu kala. Bahan baku biji kopi
adakalanya juga dapat berasal dari daerah
lain di luar Provinsi Sumatera Barat. Begitu
juga halnya dengan jagung yang merupakan
bahan penolong. Sebagian bubuk kopi ini
dalam proses produksinya dicampur dengan
jagung dan juga ada yang tidak dicampur
yang disebut dengan bubuk kopi murni. Ini
gunanya untuk menambah rasa dan aroma
dari bubuk kopi yang dihasilkan. Inilah yang
merupakan kekhasan dari bubuk kopi Bukik
Apik ini yang sudah terkenal di Sumatera
Barat bahkan sampai ke daerah lain di luar
Sumbar.
terdapat dalam klaster, untuk kemudian
didistribusikannya
Mekanisme Munculnya Sub-kontraktor
Dalam Suatu Klaster
Sub-kontraktor didefinisikan sebagai
usaha penunjang yang mengerjakan bagian
tertentu dari keseluruhan proses produksi
yang seharusnya dilakukan usaha inti. Dari
keenam klaster industri kecil yang diteliti,
tidak satupun yang memiliki sub-kontraktor.
Semua pekerjaan dikerjakan sendiri. Subkontraktor tidak muncul dalam klaster
disebabkan
karena
para
pengusaha
mengusahakan
sendiri
semua
sub
pekerjaannya.
Pengusaha
hanya
menggunakan pekerja untuk masing-masing
jenis sub pekerjaan. Akan tetapi tetap
dikerjakan sendiri. Terutama untuk usaha
penjahit pakaian, kegiatan mengukur dan
memotong
kain
dilakukan
oleh
pemilik/pengusaha
sendiri,
sementara
kegiatan menjahit dilakukan oleh karyawan.
Kegiatan mensum dan memasang kancing
dilakukan oleh karyawan yang lain. Jika
pesanan jahitan sangat banyak (terutama
untuk pesanan jahitan pakaian seragam),
maka biasanya pengusaha meminta bantuan
untuk memotong kepada kawan (pengusaha
yang lain). Seharusnya kegiatan ini bisa
disub-kontrakkan kepada pengusaha lain/subkontraktor, tapi hal ini belum dilakukan.
Mekanisme Munculnya Pemasar Dalam
Klaster Industri Kecil di Sumatera Barat
Pada usaha jasa penjahit pakaian,
konsumen merupakan pemasar yang berada
di luar klaster. Pemasar ini biasanya
bertindak sebagai pemborong/ pemesan
untuk pakaian seragam sekolah, jaket/jas
Perguruan Tinggi, seragam kantor ataupun
seragam perusahaan. Pada klaster industri
penjahit pakaian ini tidak ada pemasar yang
terdapat di dalam klaster, semua pemasar
berada di luar klaster. Pada klaster industri
kerajinan rotan, pengusaha sekaligus
merupakan produsen dan pemasar. Produsen
memasarkan sendiri hasil kerajinan yang
mereka buat. Lokasi pemasaran adakalanya
langsung di lokasi proses produksi dan
adakalanya lokasi pemasaran dibawa ke
pinggir jalan sepanjang jalan Bandar Buat
yang letaknya juga tidak terlalu jauh dari
lokasi produksi. Disamping itu pemasar juga
berasal dari daerah lain yang datang ke lokasi
produksi untuk membeli dalam jumlah
banyak dan membawa ke daerah lain untuk
dijual kembali. Berarti untuk klaster industri
kerajinan rotan ini, pemasar terdapat di
dalam klaster dan juga di luar klaster.
Pada klaster industri peternakan ayam,
biasanya pemasaran dapat dilakukan
langsung dilokasi. Pedagang pengumpul
datang ke lokasi dan membeli ternak dari
beberapa pengusaha
ternak sekaligus.
Pedagang pengumpul ini kemudian menjual
ternak ke daerah lain di luar Payakumbuh.
Usaha peternakan ayam ini disamping
menjual ayam potong juga menjual telur
ayam. Dan ayam petelur yang sudah tidak
bertelur lagi (ayam afkir) juga dijual.
Biasanya ini juga sudah ada pembelinya, baik
untuk dikonsumsi sendiri ataupun untuk
dijual kembali. Berarti ada tiga jenis produk
yang dihasilkan oleh pengusaha peternakan
ayam ini, yaitu ayam potong, ayam afkir dan
telur ayam. Begitu juga halnya dengan telur
ayam. Berarti pada klaster industri
peternakan ayam ini, pemasar berada di luar
klaster dan di dalam klaster.
Mekanisme Munculnya Pemasar Dalam
Suatu Klaster
Pemasar adalah pihak yang membantu
untuk menyalurkan barang sampai ke tangan
konsumen. Pemasar seringkali tidak terdapat
di dalam klaster, karena pemasar lebih
mengutamakan memilih dekat dengan
konsumen. Jadi pemasar hanya datang ke
lokasi
usaha
untuk
membeli
dan
mengumpulkan produk yang seterusnya
dibawa ke pasar atau ke tempat yang lebih
dekat ke konsumen. Biasanya pemasar/
konsumen memberikan informasi tentang
keinginan item produk yang diinginkan pasar
dan jumlah permintaan pasar. Biasanya
pemasar/ konsumen mengumpulkan produk
jadi dari beberapa pengusaha inti yang
Pada klaster industri makanan,
pemasaran produk dapat dilakukan sendiri
oleh pengusaha dengan mengantarkannya ke
pasar, baik pasar lokal ataupun ke pasar
daerah lain. Adakalanya pedagang yang
datang membeli ke lokasi untuk dijual
kembali. Berarti untuk klaster industri
makanan ini, pemasar berada di dalam klaster
dan di luar klaster. Akan tetapi pemasaran di
luar klaster jauh lebih banyak daripada
pemasar di dalam klaster.
Hasil kerajinan songket Pandai Sikek
ini, dijual sendiri di lokasi klaster. Penjualan
dapat dilakukan oleh pengusaha sendiri
dengan membuka toko di pinggir jalan
ataupun langsung di lokasi proses produksi.
Biasanya ini dilakukan oleh pengusaha yang
memiliki modal besar. Pengusaha yang
memiliki modal kecil atau pengusaha yang
hanya merupakan pengrajin, biasanya
memasarkan hasil kerjinan ke pasar
Bukittinggi. Adakalanya mereka sudah
memiliki langganan/ toko di pasar
Bukittinggi yang akan memasarkan hasil
kerajinan mereka. Disamping itu hasil
kerajinan songket ini dibeli oleh pedagang ke
lokasi klaster untuk dijual kembali ke daearh
lain. Pemasaran siongket ini bahkan sudah
sampai ke seluruh pelosok tanah air dan ke
Negara lain seperti, Malaysia, Singapura,
Belanda,ataupun daerah Eropah lainnya.
Berarti pemasar songket Pandai Sikek ini
terdapat di dalam klaster dan juga berada di
luar klaster.
Klaster bubuk kopi Bukik Apik ini
termasuk klaster yang cukup unik. Jenis
usahanya merupakan home industri. Pemasar
khusus tidak terdapat di lokasi klaster ini,
karena pengusaha mengantarkan langsung ke
pasar terdekat atau mereka membawa ke
pasar di daerah lain.
Masing-masing
pengusaha sudah memiliki pelanggan sendiri
yang akan membeli produk mereka. Berarti
tidak terdapat pemasar khusus pada klaster
i
(Kasus Usaha Kecil di Provinsi Sumatera Barat)
Toti Srimulyati
Universitas Andalas
ABSTRACT
Small and medium businesses is one form of business that fits developed in Indonesia,
particularly in West Sumatra Province. Under conditions of economic crisis that occurred in
Indonesia, the small business to survive compared with large businesses (Sandee et al, 2002 in
Untari, 2005). Small businesses are able to live alone as an individual and can live in groups by
establishing small industrial clusters. Usually these groups are formed by the emergence of similar
small businesses in one convenient location. The process of forming these groups can occur
naturally, or were created by certain parties, usually governments.
The objective this study is to see how a small industrial clusters formed in West Sumatra.
These research activities conducted in three stages in which all stages of this research is a
comprehensive activity, namely the micro approach, the approach at meso level, macro-level
approach. The experiment was conducted in several stages, namely: (1) Methods of data collection,
which according to this study is observation and in-depth interviews. (2) method of analysis, which
is appropriate is to find a descriptive analysis of the phenomenon and explain why this phenomenon
occurs. (3) Method of making a generalization that the conclusions found in the generally accepted
conclusion.
Results obtained from this study are: Of the seven findings Untari, small industrial clusters
formed in West Sumatra caused by (a very prominent): the occurrence of changes in market tastes,
the accretion request, availability of skilled workers. Especially for this type of cluster couturier and
rattan. In a study of 6 small industrial cluster located in West Sumatra, causing the emergence of the
core business (core business pioneer) in a cluster are: (1) because of the skills possessed by the
entrepreneur, (2) for continuing the family business, (3 ) because the view that businesses in these
locations have a lot of subscribers or purchasers.
Of the six small industrial clusters examined, none of which has a sub-contractor. All work is
done alone. Sub-contractor does not appear in the cluster because entrepreneurs pursue their own all
sub job. Employers only use workers for each type of sub jobs. Marketers is the party that helps to
distribute the goods to consumer. Marketers are often not contained in the cluster, because
marketers prefer the vote is close to the consumer. So marketers are just coming into the business
location to buy and collect the product so was brought to market or to a place closer to the
consumer.
Many of the benefits and convenience gained by small industries within the cluster compared
to the small industrial life individually. Because in general there is a small industry group in West
Sumatra has not been shaped cluster of small scale industry, from the role of local government in
this case the offices associated with the development of small industries are advised to direct a small
industry groups that already exist in order to become a small industry cluster. This can be done by
motivating the emergence of supporting industries in the core industry groups that already exist and
furnish it with supporting institutions, such as financial institutions, coach or consultant and other
support agencies.
Key words: small industry cluster, supplier, marketer, sub-contractor
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Usaha kecil dan menengah merupakan
salah satu bentuk usaha yang cocok
dikembangkan di Indonesia, khususnya di
Provinsi Sumatera Barat. Dalam kondisi
krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia
maka usaha kecil mampu bertahan hidup
dibandingkan dengan usaha besar (Sandee et
al, 2002 dalam Untari, 2005). Jumlah usaha
kecil yang ada jauh lebih banyak
dibandingkan dengan usaha besar. Kondisi
ini terlihat di Provinsi Sumatera Barat,
dimana jumlah usaha mikro dan kecil jauh
lebih banyak (00,26%) dibandingkan usaha
menengah dan besar (0,74%) (tabel 1).
Tabel 1
Jumlah Perusahaan/Usaha menurut Skala Usaha
dan Kabupaten/Kota Di Sumatera Barat, Tahun 2006
Skala Usaha
Menengah
Mikro
%
Kecil
%
%
Jumlah
&Besar
Kep. Mentawai
1.904
0,45
141
0,19
15
0,40
2.060
Pesisir Selatan
36.598
8,65
4.999
6,72
92
2,47
41.689
Solok
25.637
6,06
3.526
4,74
148
4,00
29.311
Sawahlunto/Sijunjung
19.725
4,66
2.599
3,49
83
2,23
22.407
Tanah Datar
35.656
8,42
4.582
6,16
185
4,97
40.423
Padang Pariaman
37.484
8,86
4.564
6,13
182
4,89
42.230
Agam
41.762
9,87
4.532
6,09
201
5,40
46.495
Lima Puluh Kota
33.679
7,96
3.983
5,35
171
4,60
37.833
Pasaman
23.392
5,53
2.139
2,87
58
1,56
25.589
Solok Selatan
6.942
1,64
713
0,96
20
0,64
7.676
Dhamas Raya
11.997
2,83
2.806
3,77
70
1,88
14.873
Pasaman Barat
25.295
5,98
3.715
4,99
125
3,36
29.135
Padang
70.980 16,77 18.634 25,04
1.199
32,23
90.813
Kota Solok
6.612
1,56
1.991
2,68
137
3,68
8.740
Sawahlunto
6.623
1,56
1.006
1,35
90
2,42
7.719
Padang Panjang
5.765
1,36
1.579
2,12
85
2,29
7.429
Bukittinggi
13.553
3,20
7.414
9,96
561
15,08
21.528
Payakumbuh
10.875
2,57
3.854
5,18
196
5,27
14.925
Pariaman
8.801
2,08
1.633
2,19
102
2,74
10.536
Sumatera Barat
423.280
100 74.410
100
3.720
100 501.410
%
84,42
14,84
0,74
100
Sumber: Berita Resmi Statistik BPS Provinsi Sumatera Barat, Ed 2 No.2/th X/Febr2007, hal 8.
Kabupaten/Kota
%
0,41
6,31
5,85
4,47
8,06
8,42
9,27
7,55
5,10
1,53
2,97
5,81
18,11
1,74
1,54
1,48
4,29
2,98
2,10
100
Usaha mikro dan kecil menyerap tenaga kerja jauh lebih banyak (91,24%) dibandingkan
dengan usaha sedang dan besar (tabel 2).
Tabel 2
Jumlah Tenaga Kerja menurut Skala Usaha
dan Kabupaten/Kota di Sumatera Barat, Tahun 2006
Skala Usaha
Menengah
Mikro
Kecil
&Besar
Kep. Mentawai
4.009
508
105
Pesisir Selatan
57.911
12.248
987
Solok
39.131
8.143
1.044
Sawahlunto/Sijunjung
30.697
7.846
630
Tanah Datar
55.847
12.995
1.996
Padang Pariaman
61.198
12.972
4.591
Agam
66.517
13.607
2.996
Lima Puluh Kota
52.505
9.985
1.681
Pasaman
37.181
5.326
595
Solok Selatan
11.956
1.881
1.734
Dhamas Raya
18.626
8.243
1.450
Pasaman Barat
38.692
8.919
1.873
Padang
116.129
57.791
51.363
Kota Solok
9.891
5.675
1.588
Sawahlunto
12.019
3.213
1.846
Padang Panjang
9.092
4.768
949
Bukittinggi
20.560
18.772
5.961
Payakumbuh
18.008
10.500
2.026
Pariaman
14.590
5.464
1.425
Sumatera Barat
674.559
208.856
84.810
%
69,67
21.57
8,76
Sumber: Berita Resmi Statistik BPS Provinsi Sumatera Barat,
Ed 2 No.2/th X/Febr2007, hal 10.
Kabupaten/Kota
Usaha kecil yang ada dapat hidup
sendiri secara individual dan dapat hidup
berkelompok dengan membentuk klaster
industri kecil. Biasanya kelompok ini
terbentuk dengan munculnya usaha kecil
sejenis pada satu lokasi tertentu. Proses
terbentuknya kelompok ini dapat terjadi
secara alamiah atau diciptakan oleh pihak
tertentu,
yang
biasanya
pemerintah.
Pemerintah secara formal bertanggung jawab
untuk membina dan mengembangkan usaha
kecil dengan menerapkan berbagai kebijakan.
Menurut
Untari
(2005)
mengembangkan usaha kecil dapat dilakukan
dengan membentuk klaster industri kecil.
Banyaknya kemudahan yang didapat dengan
adanya klaster, diantaranya dalam hal
mendapatkan bahan baku, tenaga kerja yang
Jumlah
4.622
71.146
48.318
39.173
70.808
78.761
83.120
64.171
43.102
15.571
28.319
49.484
225.283
17.154
17.078
14.809
45.293
30.534
21.479
968.225
100
sesuai, memasarkan produk, menyerap
inovasi teknologi, pelayanan pendukung dan
pembinaan yang akan dilakukan oleh pihakpihak yang berkewajiban (baik pemeritah
atau lembaga lainnya).
Di Sumatera Barat lapangan usaha
penduduk mayoritas adalah berusaha
dibidang usaha kecil (tabel 1) dan jumlah
tenaga kerja yang terbanyak diserap adalah
pada kelompok usaha kecil ini (tabel 2). Dari
itu perhatian terhadap pengembangan usaha
kecil ini harus dapat ditingkatkan, agar usaha
kecil yang sudah ada dapat bertahan hidup
dan peluang untuk munculnya usaha kecil
baru perlu dirangsang. Penelitian ini
mencoba mencari gambaran bagaimana
mengembangkan usaha kecil yang paling
cocok untuk perusahan yang terdapat di
Sumatera Barat ini.
STUDI PUSTAKA
Definisi Klaster
Definisi klaster yang paling sederhana
adalah sekumpulan perusahaan-perusahaan
secara sektoral dan spasial yang didominasi
oleh satu sektor. Perkembangan definisi
klaster diawali dari penelitian terhadap kisah
kisah sukses Italia Utara pada tahun 1980 an
mendorong
digunakannya
terminology
industrial district yang disampaikan oleh
Marshall (1920). Berdasarkan fenomena
keberhasilan sukses Italia Utara tersebut
dirumuskan karakteristik kunci klaster atau
industrial district (Schmitz dan Musyck,
1993, dalam Untari, 2005; 13) sebagai
berikut:
a. Didominasi oleh usaha kecil yang
beraktivitas pada sektor yang sama
(spesialisasi pada sektor) atau sektor
yang berhubungan.
b. Kolaborasi antar usaha yang berdekatan
dengan berbagai peralatan, informasi,
tenaga kerja trampil dan lain sebagainya.
c. Perusahaan-perusahaan tersebut saling
bersaing dengan lebih berdasarkan pada
kualitas produk daripada menurunkan
ongkos produksi, termasuk upah.
d. Pengusaha dan pekerja memiliki sejarah
panjang pada lokasi tersebut. Hal ini
memudahkan saling percaya dalam
berhubungan baik antara usaha kecil,
antara pekerja dan tenaga kerja trampil.
e. Pengusaha diorganisir dengan baik dan
berpartisipasi aktif dalam organisasi
mandiri
f. Ada pemerintahan lokal dan regional
yang aktif mendukung pengembangan
klaster industri lokal atau daerah.
Tahun 1995 definisi klaster dibedakan
dari industrial district. Klaster didefinisikan
sebagai berkumpulnya perusahaan secara
geografis
maupun
sektoral.
Dengan
berkumpul, klaster akan mendapatkan
manfaat dari external ecomies, yaitu
munculnya supplier yang menyediakan
bahan baku dan komponen, mesin-mesin
baru atau bekas dengan suku cadangnya,
tersedianya tenaga kerja trampil. Klaster juga
akan menarik agen yang akan menjual hasil
produksi klaster ke pasar yang jauh (bukan
pasar lokal) dan munculnya berbagai
penyedia jasa teknik, keuangan dan akunting.
Sedangkan industrial district akan muncul
jika klaster berkembang lebih dari sekedar
adanya spesialisasi dan pembagian kerja
antar perusahaan
dengan munculnya
kolaborasi antara agen ekonomi lokal
didalam suatu wilayah dan meningkatnya
kapasitas produksi lokal dan kadang-kadang
kapasitas inovasi juga meningkat serta
munculnya asosiasi sektoral yang kuat
(Rabelloti, 1995)
Selanjutnya
definisi
klaster
berkembang menjadi lebih luas dan
kompleks. Menurut Porter (1998) klaster
sebagai suatu kelompok perusahaan yang
saling terhubung berdekatan secara geografis
dengan institusi-institusi yang terkait dalam
satu bidang khusus; mereka terhubung karena
kebersamaan dan saling melengkapi. Dengan
definisi tersebut, suatu klaster industri dapat
termasuk pemasok bahan baku dan input
yang spesifik sampai ke hilir (pasar atau para
eksportir),
termasuk
juga
lembaga
pemerintah, asosiasi bisnis, penyedia jasa dan
lembaga lain (universitas).
Pentingnya Klaster bagi Pengembangan
Industri Kecil Indonesia
Usaha kecil yang hidup dalam klaster
memiliki performance yang lebih baik dari
pada usaha kecil yang hidup secara
individual (Untari, 2005). Sandee (1999)
menyebutkan beberapa alasan mengapa
usaha kecil yang hidup di dalam klaster
memiliki good performance, yaitu:
a. Klaster
industri
kecil
dapat
memproduksi dengan lebih efisien untuk
produk yang tidak sesuai diproduksi
masal.
b. Klaster dapat lebih baik dalam
memecahkan masalah pemasaran. Hal
ini terjadi karena ada kemungkinan
dilakukannya pemasaran bersama baik
oleh produser maupun pedagang
dibandingkan usaha yang terpisah
(Weijland, 1999).
Usaha kecil yang membentuk kalster
dapat melakukan teknologi dengan
saling berbagi biaya dan risiko inovasi
(Schmitz dan Nadvi, 1999).
3. Keberadaan konsumen yang memang
Selain itu klaster industri kecil juga
memiliki kelebihan daripada usaha besar.
Klaster industri kecil memiliki keuntungan
pada flexibility dan resposiveness sehingga
dapat
lebih
kompetitif
dibandingkan
perusahaan besar (Humphrey&Schmitz, 1995
dalam Untari, 2005). Secara ideal usaha kecil
yang berada dalam klaster akan memiliki
competitive
advantage
(keunggulan
kompetitif) yang bersumber dari (Rahman,
2006):
1. Kedekatan dengan sumber bahan baku.
2. Keberadaan Business Support Service
(seperti Business Developmen Service,
Klinik Konsultasi Bisnis, dll).
Proses Terbentuknya Suatu Klaster
Industri Kecil
Klaster industri kecil terbentuk dari
usaha kecil yang disebut sebagai pelopor.
Para pelopor tersebut memiliki sesuatu yang
mendorongnya mendirikan suatu usaha.
Pemicu munculnya suatu usaha bermacammacam, diantaranya adalah (Untari, 2005):
a. Ketrampilan yang dimiliki penduduk di
suatu lokasi.
b. Tersedianya bahan baku.
c. Tersedianya fasilitas kerja.
d. Berkembangnya industri lain.
c.
4.
telah menjadi konsumen tradisional dari
klaster tersebut.
Keberadaan
tenaga
kerja
yang
mencukupi, baik tenaga kerja skill
ataupun unskill.
b.
Mekanisme Kehidupan Klaster Industri
Kecil
Mekanisme kehidupan klaster industri
kecil merupakan kegiatan sehari-hari yang
dilakukan oleh seluruh unsur-unsur klaster
dalam usahanya memproduksi produk yang
diinginkan pasar. Menurut Untari (2005),
c.
karakteristik umum kehidupan klaster adalah
sebagai berikut:
a. Di dalam klaster terdapat usaha kecil
yang melakukan proses produksi untuk
menghasilkan suatu produk. Usaha kecil
tersebut disebut sebagai usaha inti.
d.
Usaha inti dalam melaksanakan proses
produksi didukung oleh usaha-usaha
lain, yang meliputi;
1) Supplier, yang menyediakan bahan
baku dan bahan penolong,
2) Sub-kontraktor, yang mengerjakan
sebagian tahap proses produksi,
3) Pemasar, yang membantu usah inti
memasarkan produk.
Usaha inti beserta usaha penunjang akan
berinteraksi dan bekerjasama dalam
meujudkan produk yang diinginkan
pasar
Klaster akan berhubungan dengan pihak
luar klaster untuk memenuhi kebutuhan
dalam proses produksi dan melayani
kebutuhan pasar.
Atas dasar kehidupan klaster ini,
Untari (2005) menggambarkan kehidupan
klaster sebagai berikut:
Analisis Mekanisme Kehidupan Klaster
Industri Kecil
Analisis mekanisme kehidupan klaster
industri kecil ini digunakan untuk menjawab
pertanyaan sebagi berikut (Untari, 2005):
bagaimana suatu klaster industri kecil
terbentuk?
Cara melakukan analisis diatas adalah
sebagai berikut (Untari, 2005):
1.
2.
Melakukan analisis munculnya usaha
inti di dalam klaster
Melakukan analisis munculnya usaha
penunjang di dalam klaster
Analisis Munculnya Usaha Inti di Dalam
Klaster
Secara garis besar analisis mekanisme
munculnya usaha inti di dalam klaster
dilakukan dengan urutan sebagai berikut:
1. Melakukan
penelusuran
sejarah
berdirinya klaster. Ini dilakukan untuk
mencari jawaban tentang;
a) Sejak kapan berdirinya klaster,
b) Siapa tokoh pendirinya,
c) Apa yang melatar belakangi tokoh
tersebut dalam mendirikan usaha,
d) Kapan mulai ada pengikut,
e) Peristiwa apa yang melatar
belakangi orang lain mengikuti
usaha yang dilakukan tokoh pendiri.
2. Melakukan
analisis
terhadap
perkembangan yang dialami oleh usaha
pelopor (usaha inti yang pertama kali
berdiri) dan apa yang menjadi alasan
para pengikut dalam mengikuti usaha
pelopor tersebut
Berdasarkan analisis tersebut di atas
ditemukan penyebab perubahan jumlah usaha
inti dan bagaimana proses tersebut terjadi
Analisis Munculnya Usaha Penunjang di
Dalam Klaster
Usaha inti yang hidup di dalam klaster
membutuhkan
dukungan
dari
usaha
penunjang. Kebutuhan usaha inti tersebut
dalam rangka:
1. untuk memenuhi kebutuhan bahannya.
2. memperlancar proses produksi.
3. memperlancar arus barang ke konsumen
(pasar).
Berdasarkan pada kebutuhan usaha
inti tersebut, maka usaha penunjang yang
dapat memenuhi kebutuhan usaha inti
tersebut adalah:
1. Supplier, akan memenuhi kebutuhan
bahan.
2. Sub-kontraktor,
membantu
memperlancar proses produksi.
3. Pemasar, memperlancar arus barang
sampai ke konsumen.
Analisis Munculnya Supplier di Dalam
Klaster
Analisis
mekanisme
munculnya
supplier dapat diawali dari mencari jawaban
dan penjelasan berbagai keadaan berikut:
1. Jenis bahan yang dibutuhkan usaha inti
yang hidup di dalam suatu klaster.
2. Jumlah dan seberapa sering bahan
tersebut dibutuhkan.
3. Darimana sumber bahan tersebut.
4. Mengapa usaha inti tidak berusaha
mendapatkan bahan langsung dari
sumbernya?.
5. Perbedaan yang terjadi antara sumber
bahan sebagai pihak yang memberikan
penawaran bahan dengan usaha inti yang
memiliki permintaan terhadap bahan
tersebut. Perbedaan ini meliputi jumlah
yang mampu disediakan sumber dengan
waktu pengiriman yang diinginkan usaha
inti, waktu penyediaan bahan dari
sumber dengan waktu pengiriman yang
diinginkan usaha inti, karakteristik
bahan yang disediakan sumber dengan
yang diinginkan usaha inti dan lain
sebagainya.
Jika didalam klaster terdapat supplier,
maka dilakukan analisis munculnya supplier
di dalam klaster. Tetapi jika di dalam klaster
tidak terdapat supplier, maka dilakukan
analisis tidak munculnya supplier. Kedua
analisis perlu dilakukan untuk mendapatkan
jawaban terhadap pertanyaan mengapa tidak
semua klaster memiliki supplier bahan.
Analisis mekanisme munculnya supplier
menunjukkan digunakannya pendekatan
mikro untuk menganalisis mekanisme
kebutuhan usaha inti terhadap bahan.
Pendekatan mikro tersebut ditarik kelevel
messo dengan melakukan mekanisme
hubungan antara usaha inti dengan supplier
(bila ada) di dalam klaster. Jika supplier tidak
terdapat di dalam klaster, maka analisis telah
sampai kelevel makro. Pendekatan pada level
makro juga terlihat pada mekanisme
hubungan antara supplier dengan sumber
bahan.
Analisis Munculnya Sub-kontraktor di
Dalam Klaster
Sub-kontraktor adalah pembuatan
barang
oleh
sebuah
perusahaan
diperuntukkan
bagi
perusahaan
lain
berdasarkan spesifikasi yang ditentukan
perusahaan pemesan tersebut (Lazerson,
1990 dalam Untari, 2005). Secara lebih
mudah dalam penelitian ini sub-kontraktor
didefinisikan sebagai usaha penunjang yang
mengerjakan bagian tertentu dari keseluruhan
proses produksi yang seharusnya dilakukan
usaha inti. Analisis mekanisme munculnya
sub-kontraktor dilakukan dengan langkahlangkah sebagai berikut:
1. Melakukan identifikasi terhadap seluruh
tahap proses produksi yang dilakukan
oleh usaha inti yang hidup didalam
kalster
2. Dari keseluruhan tahap tersebut, apakah
ada yang dikerjakan oleh pihak lain (di
luar usaha inti). Jika ada, maka pihak
lain tersbut adalah sub-kontraktor
3. Dilakukan identifikasi apakah subkontraktor tersebut ada di dalam klaster
4. Dilakukan analisis “kebutuhan usaha inti
terhadap sub-kontraktor”. Analisis ini
mencari jawaban mengapa ada tahap
yang dikerjakan oleh pihak lain.
5. Mencari hubungan antara tahap yang
dikerjakan
sub-kontraktor
dengan
keseluruhan tahap proses produksi. Apa
yang terjadi jika tahap tersebut
dikerjakan sendiri.
6. Mengidentifikasi kerjasam yang terjadi
antara usah inti dengan sub-kontraktor
7. Analisis juga dilakukan terhadap subkontraktor; mengapa mereka memilih
usaha
sebagai
sub-kontraktor,
mekanisme yang terjadi di dalam subkontraktor
dalam
hubungan
kerjasamanya dengan usaha inti.
8. Jika sub-kontraktor tidak berada di
dalam kalster, maka perlu dicari jawaban
mengapa usaha inti lebih memilih
menggunakan sub-kontraktor di luar
klaster
9. Jika tidak ada tahap yang dikerjakan
oleh pihak lain (sub-kontraktor), maka
perlu dicari jawaban mengapa tidak ada
kebutuhan sub-kontraktor
Langkah-langkah tersebut tidak harus
dilakukan secara berurutan tergantung
mekanisme yang terjadi di dalam klaster.
Analisis mekanisme munculnya subkontraktor
di
dalam
klaster
juga
memperlihatkan pendekatan mikro sampai
dengan makro secara komprehensif yang
digunakan
dalam
penelitian
klaster.
Pendekatan mikro tampak ada waktu
melakukan analisis proses produksi usaha inti
dan analisis mekanisme kebutuhan subkontraktor oleh usaha inti tersebut.
Pendekatan mikro ditarik sampai ke level
messo pada saat dilakukan mekanisme
hubungan antara usaha inti dengan subkontraktor. Jika sub-kontraktor tersedia di
luar klaster maka analisis telah sampai pada
level makro
Analisis Munculnya Pemasar di Dalam
Klaster
Usaha pemasar merupakan usaha
penunjang yang mendukung usaha inti dalam
memasarkan produknya. Analisis untuk
mengetahui munculnya usaha pemasar di
dalam suatu klaster dapat dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan
kegiatan
yang
dilakukan usaha inti dalam upaya
menyampaikan produknya sampai ke
tangan konsumen
2. Dilakukan analisis terhadap kesepakatan
yang terjadi pada saat transaksi
penjualan barang dari produsen (usaha
inti) kepada konsumen
3. Dilakukan analisis untuk mencari
jawaban,
apakah
usaha
inti
menggunakan jasa pemasar, atau
melakukan
sendiri
kegiatan
pemasarannya
4. Jika usaha inti menggunakan jasa
pemasar, maka perlu dicari jawaban
alasan digunakannya jasa pemasar
5. Sebaliknya, jika usaha inti tidak
menggunakan jasa pemasar, maka perlu
dicari
jawaban
alasan
tidak
digunakannya jasa pemasar
6.
Dilakukan analisis terhadap usaha
pemasar, mengapa mereka memilih
usaha
tersebut
dan
bagaimana
operasional pekerjaan dan hubungan
antara pemasar dengan usaha inti
Dilakukan analisis untuk mencari jawaban
terhadap keputusan usaha pemasar untuk
beroperasi di dalam klaster atau di luar
klaster
Teori Proses Terbentuknya Klaster
Industri Kecil
Proses terbentuknya Klaster Industri
Kecil
merupakan
satu
alternatif
perkembangan usaha kecil, proses tersebut
dapat diuraikan sebagai berikut (Untari,
2005):Usaha kecil dapat berkembang
menjadi klaster pada kondisi dimana
permintaan pasar lebih besar daripada output
yang dihasilkan oleh usaha kecil tersebut.
Agar dapat malayani sejumlah dan beraneka
produk yang diminta pasar, maka usaha kecil
harus meningkatkan kemampuan proses
produksi. Penambahan kapasitas seringkali
tidak dapat dilakukan sepenuhnya karena
adanya hambatan-hambatan yang berasal dari
karakteristik bahan, proses produksi dan
pasar yang dilayani. Keputusan untuk
mengatasi hambatan penambahan kapasitas
proses dilakukan dengan pertimbangan
ekonomis. Jika hambatan tersebut dapat
diatasi sepenuhnya, maka usaha kecil dapat
berkembang menjadi usaha besar atau usaha
besar tertarik untuk mengatasi hambatan
yang dialami usaha kecil karena adanya
peluang untuk melayani pasar dalam jumlah
besar. Jika hambatan tersebut tidak dapat
diatasi sepenuhnya, maka pasar tersebut akan
tetap dilayani oleh usaha kecil. Pada batas
tersebut usaha kecil memutuskan untuk
melayani produk tertentu dan menetapkan
bahwa produk lain lebih ekonomis bila
dikerjakan oleh pihak lain. Pihak lain akan
mempertimbangkan kesempatan tersebut
beserta lokasi tempat usaha. Jika atas dasar
pertimbangan ekonomis kesempatan tersbut
lebih menguntungkan dikerjakan di lokasi
usaha kecil yang telah ada, maka akan
muncul beberapa usaha kecil di lokasi yang
sama yang disebut sebagi usaha inti.
Selain itu penambahan kapasitas
proses produksi seeara ekonomis harus
memperhitungkan
kelancaran
proses
produksi. Proses produksi dapat berjalan
"Lancar" jika tidak ada kapasitas yang
menganggur, tidak ada tahap proses yang
harus menunggu, dan tidak ada persediaan
bahan. Jika kelancaran proses produksi
belum terpenuhi, maka pada tahap yang
terganggu
kelancarannya
akan
lebih
ekonomis jika dikerjakan pihak luar usaha
inti. Dengan pertimbangan ekonomis, usaha
inti akan menentukan dari mana pihak lain
tersebut diperoleh. Sementara pihak lainpun
akan memutuskan apakah akan menerima
kesempatan tersebut dan dimana beroperasi.
Jika atas dasar pertimbangan ekonomis pihak
lain tersebut akan beroperasi pada lokasi
yang sama dengan usaha kecil dan usaha inti
juga memutuskan untuk menggunakan usaha
penunjang di dalam lokasi, maka akan
muncullah usaha penunjang. Proses di atas
menjelaskan proses munculnya beberapa
usaha inti dalam satu lokasi beserta usaha
penunjang yang dibutuhkannya, mereka
saling bekerjasama untuk menuju kondisi
yang ekonomis.
Metode
Pembentukan
Klaster
Industri Kecil
Metode
Pembentukan
Klaster
lndustri
Kecil
dilakukan
dengan
mengidentifikasi suatu usaha kecil yang
hidup di suatu wilayah. Metode ini dapat
menentukan apakah suatu usaha kecil
dapat dikembangkan menjadi suatu klaster
industri keci1. Metode ini disusun
berdasarkan Teori Terbentuknya Klaster
Industri Kecil dan dapat dilakukan dengan
cara (Untari, 2005):
1. Mengidentifikasi pasar yang dilayani
dibandingkan dengan output yang
dihasilkan usaha keci1. Identifikasi ini
untuk menentukan apakah pasar yang
dilayani usaha kecil lebih besar dari
pada output yang dihasilkan usaha
kecil. Identifikasi terhadap pasar juga
dapat
dilakukan
terhadap
2.
3.
4.
5.
6.
kecenderungan perkembangan pasar
yang dapat dilihat dari perubahan
selera masyarakat (positif atau negatif)
terhadap produk tersebut.
Dilakukan
identifikasi
terhadap
“Kemampuan
Proses
Produksi”.
ldentifikasi ini untuk menentukan
apakah
usaha
kecil
mampu
meningkatkan
kapasitas
proses
produksi
agar
dapat
melayani
permintaan pasar.
Mengidentifikasi karakteristik bahan,
proses, produk dan pasar usaha kecil.
Identifikasi
ini
untuk
dapat
menentukan hambatan yang harus
dihadapi usaha kecil untuk dapat
menambah kapasitas proses produksi.
Menentukan pertimbangan ekonomis
untuk
mengatasi
hambatan
penambahan
kapasitas
proses
produksi. Berdasarkan pertimbangan
ekonomis dapat diputuskan apakah
hambatan penambahan kapasitas akan
diatasi semua, sebagian, atau tidak
sama sekali. Pertimbangan ekonomis
adalah sebuah pertimbangan yang
didasarkan pada keuntungan yang
diterima karena memanfaatkan suatu
kesempatan dibandingkan dengan
kerugian yang timbul (opportunity
cost) karena tidak memanfaatkan
kesempatan tersebut. Keuntungan
yang dimaksud adalah hasil yang
diperoleh dikurangi dengan biaya dan
kerugian yang ditimbulkan karena
memanfaatkan suatu kesempatan.
Berdasarkan pertimbangan ekonomis
dicari kemungkinan apakah usaha
kecil dapat berkembang menjadi usaha
besar atau kemungkinan masuknya
usaha besar dalam industri yang pada
saat ini sedang dilayani industri kecil.
Keputusan
ini
berdasarkan
kemungkinan
diatasinya
semua
hambatan sehingga proses produksi
dapat dilaksanakan secara massal.
Jika
berdasarkan
pertimbangan
ekonomis, hambatan penambahan
kapasitas
tidak
dapat
diatasi
sepenuhnya, maka usaha kecil telah
mencapai batas kemampuan proses
produksinya.
Jika
masih
ada
permintaan
pasar
yang
belum
terpenuhi, maka akan lebih ekonomis
jika dilayani pihak lain.
7. Diidentifikasikan apakah terdapat
pihak lain yang bersedia atau
berpotensi
untuk
menerima
kesempatan melayani pasar yang
masih tersisa.
8. Dilakukan perhitungan ekonomis
untuk
menentukan
lokasi
beroperasinya usaha baru. Apakah
lebih ekonomis berada di dekat usaha
yang sudah lama ada atau berjauhan.
9. Jika
atas
dasar
pertimbangan
ekonomis, lokasi usaha kecil yang
baru lebih ekonomis berada jauh dari
lokasi yang telah ada, maka akan
muncul
beberapa
usaha
kecil
individual yang terpisah-pisah. Jika
lokasi usaha kecil yang baru lebih
ekonomis berdekatan dengan lokasi
yang telah ada, maka akan dapat
dibentuk klaster pada lokasi tersebut
dengan menumbuhkan beberapa usaha
inti baru.
10. Ditentukan, apakah terdapat kebutuhan
usaha penunjang bagi usaha inti.
Kebutuhan usaha penunjang dapat
dilihat apakah di dalam proses produksi
yang dilaksanakan usaha inti terdapat :
1) Perbedaan kapasitas antar tahap
proses produksi.
2) Persediaan bahan yang harus
menunggu untuk diproses lebih
lanjut.
3) Kapasitas proses yang menganggur.
11. Jika
terdapat
kebutuhan
usaha
penunjang,
maka
perlu
dibuat
pertimbangan
ekonomis
untuk
menentukan darimana usaha penunjang
tersebut akan diperoleh, apakah dari luar
lokasi klaster atau di dalam klaster.
12. Dilakukan analisis bagi calon usaha
penunjang untuk menentukan lokasi
operasi usaha dan kapasitas usahanya.
Dengan melakukan tiga langkah di
atas, maka dapat ditentukan apakah suatu
usaha kecil dapat dikembangkan menjadi
klaster industri kecil.
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini secara khusus adalah
sebagai berikut:
1. Melihat mekanisme kehidupan klaster
industri kecil Sumatera Barat melalui;
a. Analisis munculnya usaha inti di
dalam klaster
b. Analisis munculnya usaha penunjang
c. Analisis munculnya supplier di dalam
suatu klaster
d. Analisis munculnya sub-kontraktor di
dalam klaster
e. Analisis munculnya pemasar di dalam
klaster
Tujuan umum dari penelitian ini adalah:
1. Secara umum penelitian ini bertujuan
untuk mempelajari kehidupan usaha
kecil yang berada dalam klaster industri
kecil, selanjutnya dapat dijadikan
pedoman
untuk
membina
dan
mengarahkan pengembangan usaha kecil
di Sumatera Barat dengan menggunakan
model klaster industri kecil.
2. Menentukan model klaster industri kecil
yang ideal
Manfaat Penelitian
Diharapkan penelitian ini dapat
dijadikan bahan acuan bagi pihak-pihak yang
ingin mengembangkan usaha kecil dengan
pola pengembangan klaster industri kecil.
Disamping itu bagi calon pengusaha kecil
yang ingin mengembangkan suatu jenis
usaha dapat mempedomani lokasi usaha,
apakah akan terpisah sendiri atau bergabung
dalam suatu klaster industri yang sudah ada.
METODE PENELITIAN
Langkah-langkah Penelitian
Metode
dan
langkah-langkah
penelitian yang dipakai dalam penelitian ini
mengacu pada metode yang digunakan
Untari (2005). Pendekatan yang digunakan
mulai dari pendekatan mikro, messo dan
pendekatan makro secara komprehensiv.
Pendekatan ini dapat dijabarkan sebagai
berikut:
1. Pendekatan mikro, dilakukan penelitian
terhadap beberapa usaha kecil yang
hidup secara individual dan usaha kecil
yang hidup dalam sebuah klaster.
Analisis dilakukan terhadap mekanisme
dan proses produksi yang dilakukan
usaha kecil
2. Pendekatan pada level meso, dilakukan
penelitian
terhadap
mekanisme
hubungan yang terjadi antar usaha-usaha
kecil yang tumbuh dalam klaster
3. Pada level makro, penelitian terhadap
aktivitas klaster (termasuk aktivitas
usaha kecil yang hidup di dalamnya),
akan berhubungan dan tergantung
dengan
kegiatan
dan
perubahan
lingkungan luar klaster. Oleh karena itu
dilakukan penelitian yang mencakup
hubungan dan
pengaruh
dengan
lingkungan klaster.
Ketiga level penelitian ini dilakukan
secara komprehensif. Pelaksanaan penelitian
pada masing-masing tahap akan dilakukan
dalam beberapa langkah sebagai berikut:
1. Metode pengambilan data, yang sesuai
untuk penelitian ini adalah observasi dan
wawancara yang mendalam.
2. Metode analisis, yang sesuai adalah
analisis deskriptif untuk mencari suatu
fenomena dan menjelaskan mengapa
fenomena itu terjadi.
3. Metode pengambilan kesimpulan secara
generalisasi
sehingga
ditemukan
kesimpulan yang berlaku umum.
Objek Penelitian dan Sampel
Objek penelitian adalah usaha kecil
yang terdapat di Sumatera Barat dan sample
yang akan diambil adalah 6 klaster industri
kecil. Sementara wilayah sample yang dipilih
adalah tiga Kota yang terdapat di Sumatera
Barat, yaitu Padang, Bukittinggi dan
Payakumbuh. Alasan pemilihan wilayah
sample adalah wilayah yang memiliki usaha
kecil terbanyak. Pada masing-masing klaster
sample diambil sepuluh usaha kecil. Dengan
alasan keterbatasan waktu dan dana, maka
pengambilan sampel dilakukan secara
purposif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Model Klaster Industri Kecil
Penjelasan model
Model klaster industri kecil di atas
dikembangkan dan diterjemahkan dari
pengertian klaster menurut Porter (1998).
Menurut Porter (1998) klaster sebagai suatu
kelompok perusahaan yang saling terhubung
berdekatan secara geografis dengan institusiinstitusi yang terkait dalam satu bidang
khusus;
mereka
terhubung
karena
kebersamaan dan saling melengkapi. Dengan
definisi tersebut, suatu klaster industri dapat
termasuk pemasok bahan baku dan input
yang spesifik sampai ke hilir (pasar atau para
eksportir),
termasuk
juga
lembaga
pemerintah, asosiasi bisnis, penyedia jasa dan
lembaga lain (universitas). Dari definisi
klaster menurut Porter tersebut, berarti dalam
sebuah klaster terdapat usaha inti. Usaha inti
ini didukung oleh usaha pemasok (supplier),
sub-kontraktor dan pemasar, dimana usaha
pendukung ini dapat berada di dalam klaster
dan dapat berada di luar klaster. Disamping
itu klaster juga didampingi oleh lembaga
pembina, lembaga keuangan, lembaga
hukum,dan juga termasuk Perguruan Tinggi.
Biasanya lembaga-lembaga ini berada di luar
klaster tetapi masih terdapat di wilayah yang
sama dengan tempat beradanya klaster.
Analisis Munculnya Usaha Inti di Dalam
Suatu Klaster di Sumatera Barat
Dari tujuh hasil temuan Untari, yang
umumnya terdapat pada Klaster industri kecil
di Sumatera Barat (yang sangat menonjol)
adalah: terjadinya perubahan selera pasar,
adanya pertambahan permintan, tersedianya
tenaga trampil. Terutama untuk jenis klaster
penjahit pakaian dan kerajinan rotan. Dalam
penelitian yang dilakukan terhadap 6 klaster
industri kecil yang terdapat di Sumatera
Barat, penyebab munculnya usaha inti (usaha
inti pelopor) dalam suatu klaster adalah:
1. karena adanya ketrampilan yang dimiliki
oleh pengusahanya
2. karena meneruskan usaha keluarga
3. karena melihat bahwa usaha yang ada di
lokasi tersebut mempunyai banyak
pelanggan ataupun pembelinya. Berarti
usaha inti yang terdapat di lokasi
tersebut cukup menjanjikan dan cukup
mempunyai prospek yang baik.
Analisis Mekanisme Munculnya Usaha
Inti di Dalam Klaster
Pelopor usaha penjahit pakaian
mendirikan usaha ini karena pengusahanya
memiliki ketrampilan dalam menjahit
pakaian. Kemudian mencari lokasi di Pasar
Raya Padang, karena lokasi tersebut
dianggap cocok. Lokasinya yang terletak di
lantai 2, berada persis di atas dari toko
penjual bahan pakaian (pada lantai 1),
sehingga orang yang membeli pakaian
langsung bisa menjahitkan di lantai 2.
Biasanya penjual bahan pakaian akan
memberi tahu bahwa persis di atas (lantai 2)
lokasi ini ada penjahit pakaian. Karena lokasi
yang cukup strategis dan jumlah pelanggan
yang banyak, akhirnya muncul pengusaha
initi lain di lokasi tersebut yang merupakan
kenalan dekat dari pengusaha pelopor.
Berarti usaha inti lain muncul disebabkan
jumlah pelanggan yang cukup banyak di
lokasi tersebut.
Klaster industri kerajinan rotan di
lokasi ini dipelopori oleh beberapa pekerja
yang sudah trampil membuka usaha sendiri
karena usaha tempat mereka bekerja sudah
tutup. Dari usaha kecil-kecilan , dapat
berkembang dengan baik. Karena di lokasi
ini pertama kalinya terdapat usaha kerajinan
rotan di Kota Padang, maka usaha ini
diminati oleh banyak pembeli. Akhirnya
usaha sejenis makin banyak muncul di lokasi
terebut. Usaha ini mendapat perhatian dari
pemerintah dan akhirnya menjadi binaan
pemerintah saat itu. Hingga akhirnya usaha
sejenis di lokasi tersebut sampai berjumlah
25 usaha. Dan secara tidak langsung akhirnya
di lokasi tersebut terbentuk klaster industri
kecil yang terbentuk atas inisiatif pihak
pemerintah kota. Berarti usaha inti lain
muncul karena jumlah permintaan yang
banyak dan adanya perhatian dan bimbingan
dari pihak pemerintah kota.
Klaster industri peternakan ayam di
Mungka ini pertama kalinya muncul dan
berkembang dengan baik. Karena jumlah
permintaan yang selalu bertambah akhirnya
muncul usaha sejenis yang baru di lokasi
yang sama yang juga merupakan kerabat dari
pengusaha pelopor.
Klaster industri makanan yang
pertama muncul di Koto Talago ini adalah
usaha yang menjual makanan berupa roti dan
kue kering. Akhirnya muncul usaha makanan
yang lain yang membuat kue jenis lain dan
juga aneka rendang. Usaha inti lain muncul
disebabkan karena melihat usaha yang sudah
ada berkembang dengan baik dan sudah
banyaknya pemasar yang mengenal daerah
ini sebagai pembuat makanan, sehingga
usaha yang baru muncul tidak kesulitan
dalam memasarkan produknya.
Klaster industri tenunan songket
Pandai Sikek ini sudah ada dari zaman
pemerintahan Belanda, akan tetapi sempat
terhenti untuk jangka waktu yang cukup
lama. Usaha ini muncul kembali karena
dimotivasi oleh seorang Wali Nagari yang
dibantu oleh beberapa orang putri Pandai
Sikek yang saat itu sudah cukup tua dan
mahir menenun. Mereka ini akhirnya
mengajar kepandaian menenun ini kembali
kepada putri Pandai Sikek yang lain. Karena
sudah berkembangnya kepandaian menenun
di daerah Pandai Sikek ini kembali, akhirnya
bermunculan usaha inti yang baru. Ditambah
dengan semakin meningkatnya permintaan
rakyat Sumatera Barat terhadap hasil tenunan
Pandai Sikek ini. Berarti usaha inti baru
muncul karena semakin abnyaknya tenaga
trampil dan semakin banyaknya permintaan
terhadap produk.
Klaster industri kecil usaha bubuk
kopi Bukik Apik ini sudah ada dari zaman
dahulu, bahkan pengusaha sekarang tidak
tahu lagi tahun berapa mulai adanya usaha ini
di sini. Sebagian besar usaha yang ada adalah
usaha keluarga yang diturunkan oleh generasi
sebelumnya bahkan sudah ada dari zaman
neneknya dahulu. Usaha ini merupakan
usaha rumahan (home industri). Hampir
semua rumah di daerah ini memiliki usaha
yang sama.
Analisis Mekanisme Munculnya Supplier
di Dalam Suatu Klaster
Untuk menjalankan kegiatan dan
proses
produksi,
perusahaan
selalu
menggunakan bahan baku dan bahan
penolong. Bahan baku dan bahan penolong
ini bisa didapatkan dimana-mana, baik dari
dalam maupun dari luar klaster. Akan tetapi,
biasanya jika pada suatu wilayah tertentu
terdapat beberapa usaha kecil yang
membutuhkan bahan baku, maka secara
alamiah akan ada pengusaha yang tertarik
untuk membuka usaha penyediaan bahan
baku yang dibutuhkan tersebut di lokasi yang
sama. Dengan harapan mereka akan dengan
mudah mencapai pasar yang jelas-jelas ada di
sekitar lokasi yang sama. Setiap usaha yang
berbeda akan membutuhkan bahan baku dan
bahan penolong yang berbeda, dari itu di
suatu kelompok industri berbeda akan
terdapat penyediaan bahan baku (supplier)
yang berbeda pula. Pada tabel berikut akan
diberikan gambaran jenis bahan baku yang
dibutuhkan oleh 6 klaster industri kecil di
Sumatera Barat.
Tabel 3
Bahan Baku Klaster
Klaster
Bahan Baku
Jasa Penjahit
Pakaian
Kain bahan celana, kain
bahan baju
Kerajinan Rotan
Manau, rotan, bitrik, alangalang, eceng gondok
Peternakan Ayam
Bibit ayam,
Makanan ayam,
Obat-obatan
Daging, hati, paru (u/
rendang)
Tepung, telur, gula
mentega (u/ roti & kue
kering)
Makaf (benang mas)
Benang sutra
Benang suto
Benang tenun biasa
Makanan
Songket
Bubuk Kopi
Bukik Apik
Biji kopi
Jagung
Asal Bahan Baku
Produsen bahan baku ini umumnya
terdapat di daerah Jawa dan
Sumatera Utara, akan tetapi banyak
dijual oleh pedagang di toko di Pasar
Raya Padang
Mentawai,
Sijunjung,
Sangir
Damasraya
(Kabupaten lain di Sumbar)
Medan,
Di sekitar lokasi
Pasar terdekat (Payakumbuh)
Di sekitar lokasi
Di sekitar lokasi
Di pasar Bukittinggi
Singapura
India
Baso (Payakumbuh)
Pasar Bukittinggi
Diantar supplier ke lokasi
Sumber: diolah sendiri dari hasil penelitian
Sama halnya dengan bahan baku,
untuk bahan penolong juga akan berbeda
sesuai dengan jenis produk yang dihasilkan.
Tidak semua usaha membutuhkan bahan
penolong. Ada juga jenis usaha yang tidak
membutuhkan bahan penolong, seperti usaha
peternakan ayam, kerajinan songket dan
usaha bubuk kopi. Pada table akan diberikan
gambaran jenis bahan penolong dan
sumbernya pada 6 industri yang terdapat di
Sumatera Barat.
Tabel 4
Bahan Penolong Klaster
Klaster
Jasa Penjahit
Pakaian
Kerajinan Rotan
Bahan Penolong
Retsleiting
Kancing baju
Bahan untuk kerah
Benang jahit
Kapur/pinsil warna
Asal Bahan Penolong
Di pasar raya
Padang
Di pasar raya
Padang
Paku, lem
Peternakan Ayam
Makanan
Santan, cabe, bumbu
Pewarna makanan,
essen, pengembang
roti
Pasar terdekat
(Payakumbuh)
Di sekitar lokasi
Songket
Bubuk Kopi Bukik
Apik
Sumber: Diolah sendiri dari hasil penelitian
Mekanisme Munculnya Supplier Bahan
Baku dan Bahan Penolong di Dalam
Klaster Industri Kecil di Sumatera Barat
Usaha pendukung (supplier) bahan
penolong untuk kegiatan penjahit pakaian ini
segera muncul di tahun yang sama dengan
munculnya usaha pelopor di lokasi ini.
Pengusaha penjual bahan penolong berupa
bahan keperluan menjahit dan asesoris ini
pada umumnya kenalan dari pengusaha inti.
Peluang usaha ini mereka peroleh dengan
melihat situasi dan suasana kegiatan penjahit
pakaian yang sangat sibuk dan membutuhkan
orang yang khusus untuk pergi membeli
peralatan ke tempat yang agak jauh dari
lokasi. Walaupun lokasi penjual benang dan
asesoris menjahit ini tidak terlalu jauh karena
masih berada di pasar raya Padang, namun
terlihat para penjahit kerepotan untuk pergi
membeli ke lokasi tersebut. Dari pengamatan
yang dilakukan akhirnya muncul ide untuk
menjual peralatan penjahit pakaian ini di
lokasi yang bersebelahan dengan usaha
penjahit pakaian, dan ternyata usaha supplier
ini sangat menguntungkan kedua belah
pihak..
Klaster industri kerajinan rotan ini
mencapai puncak kejayaannya sekitar tahun
80-an. Pada saat itu terdapat 25 unit usaha di
dalam klaster. Seiring dengan majunya
kegiatan usaha ini, dalam waktu yang hampir
bersamaan bermunculanlah usaha yang ingin
menyediakan bahan baku berupa rotan dan
manau di lokasi yang sama (berada di dlaam
klaster). Akan tetapi seiring dengan semakin
menurunnya penjualan dan berkurangnya
jumlah pengusaha kerajinan rotan di lokasi
ini maka jumlah supplier juga semakin
berkurang,
akibatnya
pengusaha
inti
(pengusaha rotan) saat ini kesulitan mendapa
bahan baku karena harus dipesan dulu dan
biaya bahan baku menjadi meningkat.
Usaha pendukung yang muncul
pertama kalinya dalam klaster industri
peternakan ayam di Mungka Payakumbuh ini
adalah usaha penyediaan makanan ayam dan
obat-obatan. Akan tetapi lama setelah
banyaknya pengusaha peternakan ayam
berkembang baru muncul usaha penjualan
makanan ternak dan obat-obatan ini, yaitu
dengan jarak waktu sekitar sembilan tahun.
Sebelumnya makanan ternak dibeli oleh
pengusaha ke daerah lain yang cukup jauh,
yaitu di Padang bahkan dipesan ke Medan.
Saat ini hampir semua makanan dan obatobatan sudah dapat dibeli di lokasi, karena
supplier sudah banyak terdapat di lokasi
klaster. Bahkan pabrik makanan ternak juga
sudah terdapat di lokasi klaster. Industri
makanan di daerah Mungka Kabupaten 50
Kota ini berkembang dengan cukup baik.
Akbibatnya timbul niat oleh pihak lain untuk
membuka usaha baru yang menyediakan
kebutuhan usah makanan terhadap bahan
penolong. Usaha bahan penolong untuk
mjenis industri ini seiring dengan usaha
bahan baku, karena bahan penolong yang
dibutuhkan dapat disediakan oleh penyedia
bahan baku utama, terutama untuk usaha
produksi makanan kering dan roti.
Khusus untuk usaha produksi rendang,
maka usaha penjualan kelapa, cabe, bumbu
muncul disekitar lokasi yang sangat
mendukung kebutuhan pengusaha inti dalam
melaksanakan proses produksi. Terutama
untuk santan kelapa, harus segera dipakai
setelah kelapa diperas menjadi santan, Jika
tidak segera digunakan maka santan tersebut
akan mudah basi, yang tentu saja akan sangat
mempengaruhi rasa dari rendang yang
dibuat.
Bahan baku songket yaitu berupa
benang tenun dapat dibeli disekitar lokasi,
karena sudah ada beberapa supplier yang
menjual di sekitar lokasi. Akan tetapi jumlah
supplier yang terdapat di dalam klaster masih
sangat terbatas dan belum dapat memenuhi
kebutuhan pengusaha songket. Disamping itu
ada beberapa supplier yang berlokasi di luar
klaster yang sengaja datang mengantarkan
bahan baku ke lokasi, apalagi jika ada
pesanan. Sebagian besar supplier berasal dari
luar klaster, tetapi lokasinya tidak begitu jauh
dari klaster industri kerajinan songket Pandai
Sikek ini, yaitu di pasar Bukittinggiatau dari
Silungkang. Dan juga dapat berasal dari
provinsi lain di luar Sumbar, seperti dari
Palembang dan Silungkang. Untuk jenis
benang tenun tertentu biasanya bahan baku
diimpor dari Singapura atau India.
Bahan baku bubuk kopi yang berupa
biji kopi tidak ada yang langsung dijual di
lokasi klaster, karena lokasi klaster sangat
dekat dengan pasar Bukittinggi, maka
supplier (penjual bahan baku) hanya ada di
pasar Bukittinggi. Dari itu khusus untuk
klaster industri bubuk kopi Bukik Apik
supplier yang berada di pasar Bukittinggi
dapat dikatakan berada di dalam klaster.
Disamping itu sebagian besar bahan baku biji
kopi dibeli ke pasar Baso di Payakumbuh.
Hal ini memang sudah berlangsung dari
zaman dahulu kala. Bahan baku biji kopi
adakalanya juga dapat berasal dari daerah
lain di luar Provinsi Sumatera Barat. Begitu
juga halnya dengan jagung yang merupakan
bahan penolong. Sebagian bubuk kopi ini
dalam proses produksinya dicampur dengan
jagung dan juga ada yang tidak dicampur
yang disebut dengan bubuk kopi murni. Ini
gunanya untuk menambah rasa dan aroma
dari bubuk kopi yang dihasilkan. Inilah yang
merupakan kekhasan dari bubuk kopi Bukik
Apik ini yang sudah terkenal di Sumatera
Barat bahkan sampai ke daerah lain di luar
Sumbar.
terdapat dalam klaster, untuk kemudian
didistribusikannya
Mekanisme Munculnya Sub-kontraktor
Dalam Suatu Klaster
Sub-kontraktor didefinisikan sebagai
usaha penunjang yang mengerjakan bagian
tertentu dari keseluruhan proses produksi
yang seharusnya dilakukan usaha inti. Dari
keenam klaster industri kecil yang diteliti,
tidak satupun yang memiliki sub-kontraktor.
Semua pekerjaan dikerjakan sendiri. Subkontraktor tidak muncul dalam klaster
disebabkan
karena
para
pengusaha
mengusahakan
sendiri
semua
sub
pekerjaannya.
Pengusaha
hanya
menggunakan pekerja untuk masing-masing
jenis sub pekerjaan. Akan tetapi tetap
dikerjakan sendiri. Terutama untuk usaha
penjahit pakaian, kegiatan mengukur dan
memotong
kain
dilakukan
oleh
pemilik/pengusaha
sendiri,
sementara
kegiatan menjahit dilakukan oleh karyawan.
Kegiatan mensum dan memasang kancing
dilakukan oleh karyawan yang lain. Jika
pesanan jahitan sangat banyak (terutama
untuk pesanan jahitan pakaian seragam),
maka biasanya pengusaha meminta bantuan
untuk memotong kepada kawan (pengusaha
yang lain). Seharusnya kegiatan ini bisa
disub-kontrakkan kepada pengusaha lain/subkontraktor, tapi hal ini belum dilakukan.
Mekanisme Munculnya Pemasar Dalam
Klaster Industri Kecil di Sumatera Barat
Pada usaha jasa penjahit pakaian,
konsumen merupakan pemasar yang berada
di luar klaster. Pemasar ini biasanya
bertindak sebagai pemborong/ pemesan
untuk pakaian seragam sekolah, jaket/jas
Perguruan Tinggi, seragam kantor ataupun
seragam perusahaan. Pada klaster industri
penjahit pakaian ini tidak ada pemasar yang
terdapat di dalam klaster, semua pemasar
berada di luar klaster. Pada klaster industri
kerajinan rotan, pengusaha sekaligus
merupakan produsen dan pemasar. Produsen
memasarkan sendiri hasil kerajinan yang
mereka buat. Lokasi pemasaran adakalanya
langsung di lokasi proses produksi dan
adakalanya lokasi pemasaran dibawa ke
pinggir jalan sepanjang jalan Bandar Buat
yang letaknya juga tidak terlalu jauh dari
lokasi produksi. Disamping itu pemasar juga
berasal dari daerah lain yang datang ke lokasi
produksi untuk membeli dalam jumlah
banyak dan membawa ke daerah lain untuk
dijual kembali. Berarti untuk klaster industri
kerajinan rotan ini, pemasar terdapat di
dalam klaster dan juga di luar klaster.
Pada klaster industri peternakan ayam,
biasanya pemasaran dapat dilakukan
langsung dilokasi. Pedagang pengumpul
datang ke lokasi dan membeli ternak dari
beberapa pengusaha
ternak sekaligus.
Pedagang pengumpul ini kemudian menjual
ternak ke daerah lain di luar Payakumbuh.
Usaha peternakan ayam ini disamping
menjual ayam potong juga menjual telur
ayam. Dan ayam petelur yang sudah tidak
bertelur lagi (ayam afkir) juga dijual.
Biasanya ini juga sudah ada pembelinya, baik
untuk dikonsumsi sendiri ataupun untuk
dijual kembali. Berarti ada tiga jenis produk
yang dihasilkan oleh pengusaha peternakan
ayam ini, yaitu ayam potong, ayam afkir dan
telur ayam. Begitu juga halnya dengan telur
ayam. Berarti pada klaster industri
peternakan ayam ini, pemasar berada di luar
klaster dan di dalam klaster.
Mekanisme Munculnya Pemasar Dalam
Suatu Klaster
Pemasar adalah pihak yang membantu
untuk menyalurkan barang sampai ke tangan
konsumen. Pemasar seringkali tidak terdapat
di dalam klaster, karena pemasar lebih
mengutamakan memilih dekat dengan
konsumen. Jadi pemasar hanya datang ke
lokasi
usaha
untuk
membeli
dan
mengumpulkan produk yang seterusnya
dibawa ke pasar atau ke tempat yang lebih
dekat ke konsumen. Biasanya pemasar/
konsumen memberikan informasi tentang
keinginan item produk yang diinginkan pasar
dan jumlah permintaan pasar. Biasanya
pemasar/ konsumen mengumpulkan produk
jadi dari beberapa pengusaha inti yang
Pada klaster industri makanan,
pemasaran produk dapat dilakukan sendiri
oleh pengusaha dengan mengantarkannya ke
pasar, baik pasar lokal ataupun ke pasar
daerah lain. Adakalanya pedagang yang
datang membeli ke lokasi untuk dijual
kembali. Berarti untuk klaster industri
makanan ini, pemasar berada di dalam klaster
dan di luar klaster. Akan tetapi pemasaran di
luar klaster jauh lebih banyak daripada
pemasar di dalam klaster.
Hasil kerajinan songket Pandai Sikek
ini, dijual sendiri di lokasi klaster. Penjualan
dapat dilakukan oleh pengusaha sendiri
dengan membuka toko di pinggir jalan
ataupun langsung di lokasi proses produksi.
Biasanya ini dilakukan oleh pengusaha yang
memiliki modal besar. Pengusaha yang
memiliki modal kecil atau pengusaha yang
hanya merupakan pengrajin, biasanya
memasarkan hasil kerjinan ke pasar
Bukittinggi. Adakalanya mereka sudah
memiliki langganan/ toko di pasar
Bukittinggi yang akan memasarkan hasil
kerajinan mereka. Disamping itu hasil
kerajinan songket ini dibeli oleh pedagang ke
lokasi klaster untuk dijual kembali ke daearh
lain. Pemasaran siongket ini bahkan sudah
sampai ke seluruh pelosok tanah air dan ke
Negara lain seperti, Malaysia, Singapura,
Belanda,ataupun daerah Eropah lainnya.
Berarti pemasar songket Pandai Sikek ini
terdapat di dalam klaster dan juga berada di
luar klaster.
Klaster bubuk kopi Bukik Apik ini
termasuk klaster yang cukup unik. Jenis
usahanya merupakan home industri. Pemasar
khusus tidak terdapat di lokasi klaster ini,
karena pengusaha mengantarkan langsung ke
pasar terdekat atau mereka membawa ke
pasar di daerah lain.
Masing-masing
pengusaha sudah memiliki pelanggan sendiri
yang akan membeli produk mereka. Berarti
tidak terdapat pemasar khusus pada klaster
i