Strategi Industri Kecil Mengembangkan Usaha Di Era Perdagangan Bebas (Studi Deskriptif Strategi Pengrajin Sepatu di Kawasan PIK, Jl.Menteng VII Kel. Medan Tenggara).

(1)

STRATEGI INDUSTRI KECIL MENGEMBANGKAN USAHA

DI ERA PERDAGANGAN BEBAS

(Studi Deskriptif Strategi Pengrajin Sepatu di Kawasan PIK, Jl.MentengVII Kel. Medan Tenggara)

SKRIPSI

OLEH :

Rizki Verina Simorangkir

060901066

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

Daftar Isi

KATA PENGANTAR ……… i

ABSTRAK……….. iii

DAFTAR ISI………... iv

DAFTAR TABEL……… vi

Bab I PENDAHULUAN………. 1

1.1 Latar belakang masalah………...……….………..… 1

1.2 Perumusan masalah………... 9

1.3 Tujuan penelitian……….... 9

1.4 Manfaat penelitian………..… 9

1.5 Defenisi konsep……….….... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA……….. 12

2.1 Keberadaan industri kecil ………..… 13

2.2 Industri Kecil di Era Perdagangan Bebas………... 15

2.3 Dampak Perdagangan Bebas Industri Kecil……….………….. 19

2.4 Jaringan Sosial……… 19

BAB III METODE PENELITIAN……… 23

3.1 Jenis Penelitian………. 23

3.2 Lokasi Penelitian……….. 24

3.4 Unit Analisa dan Informan……… 24

3.4 Teknik Pengumpulan Data……….….. 25

3.5 Interpretasi Data……… 26

3.6 Jadwal Kegiatan……… 28

3.7 Keterbatasan Penelitian……… 29

BAB IV TEMUAN DATA DAN INTERPRETASI DATA………. 30

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian……… 30

4.1.1 Sejarah Kelurahan Menteng………. 30

4.1.2 Letak dan Keadaan Wilayah……….… 30

4.1.3 Luas Wilayah……… 31

4.1.4 Jumlah penduduk………. 31

4.1.5 Sarana Pendidikan……… 36

4.2 Profil informan……… 37

4.4 Temuan Data……….. 44

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……… 71

5.1 Kesimpulan………. 71


(3)

ABSTRAK

Perdagangan bebas adalah hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit. Persaingan yang cukup ketat di pasar kerja menyebabkan angkatan kerja semakin sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Hal ini menjadi sangat penting untuk di pertimbangkan menyikapi perdagangan bebas yang akan terjadi.

Industri kecil menjadi salah satu alternatif yang dianggap mampu mengurangi tingginya jumlah pengangguran, karena sektor formal yang menuntut ketrampilan,

ternyata juga memberikan tempat yang kecil jika dibandingkan dengan arus deras pencari kerja. Usaha untuk menciptakan lingkungan usaha yang kondunsif menjadi tantangan dalam pertumbuhan ekonomi untuk mendukung peningkatan produktivitas Indonesia yang dapat diklasifikasikan menjadi industri besar, sedang, kecil, dan juga industri rumah tangga.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana strategi industri kecil sepatu dalam mengembangkan usahanya di era perdagangan bebas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kualitatif, dimana informasi dikumpulkan melalui wawancara dan observasi pasif yang meliputi pengrajin sepatu dan pembeli di kawasan pusat industri kecil (PIK) serta jaringan sosial di lingkungan PIK. Wawancara dilakukan dengan beberapa informan yang di pandang memiliki pengalaman dan dapat memberikan penjelasan tentang kegiatan industri kecil sepatu di kawasan ini, dan survey dilakukan ketika mereka sedang melakukan proses produksi. Data hasi penelitian di olah dan dideskripsikan sesuai dengan konteksnya secara kualitatif.

Hasil dari penelitian ini membahas tentang persaingan, kurangnya modal, aspek sumber daya manusia, manajemen, strategi yang digunakan untuk usaha produksi kecil sepatu, pemanfaatan jaringan sosial dalam pengembangan usaha dan pengaruh masuknya sepatu dari luar (impor). Persaingan sering kali muncul diantara para pengrajin sepatu di PIK Menteng pada saat mencari dan membeli bahan baku. Kelangkaan bahan baku menjadi alasan yang mendasar terjadinya persaingan, kondisi seperti ini mengakibatkan masing-masing pengrajin khawatir akan tidak tersedianya bahan baku bagi proses produksi mereka. Persaingan juga terdapat dalam hal desain produk dan lokasi penjualan sepatu. naiknya harga bahan baku, kesulitan mendapatkan bahan baku yang berkualitas karena terkendala dana maka sering kali tidak bisa untuk memenuhi permintaan dan akhirnya banyak pengrajin tersebut yang tidak mampu bertahan dan mengalami kebangkrutan. Selain persaingan, hambatan yang dialami pengrajin yaitu kesulitan memperoleh modal usaha. Para pengrajin juga mempertimbangkan aspek sumber daya manusia dan memberlakukan adanya manajemen usaha untuk mempertahankna eksistensi usaha mereka. Strategi produksi yang digunakan para pengrajin lebih difokuskan pada ketersediaan modal. Setiap pengrajin membentuk jaringan luas sebagai strategi pemasaran mereka, dimana mereka menjalin hubungan baik dengan pedagang. Selain itu untuk memasarkan produknya setiap pengrajin sepatu memliki agen tetap atau langganan, hal tersebut


(4)

dilakukan agar produk mereka tetap terjual. Hubungan antar pengrajin sepatu di kawasan PIK Menteng berjalan dengan baik sehingga terbentuk lingkungan industri dengan persaingan yang sehat.


(5)

ABSTRAK

Perdagangan bebas adalah hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit. Persaingan yang cukup ketat di pasar kerja menyebabkan angkatan kerja semakin sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Hal ini menjadi sangat penting untuk di pertimbangkan menyikapi perdagangan bebas yang akan terjadi.

Industri kecil menjadi salah satu alternatif yang dianggap mampu mengurangi tingginya jumlah pengangguran, karena sektor formal yang menuntut ketrampilan,

ternyata juga memberikan tempat yang kecil jika dibandingkan dengan arus deras pencari kerja. Usaha untuk menciptakan lingkungan usaha yang kondunsif menjadi tantangan dalam pertumbuhan ekonomi untuk mendukung peningkatan produktivitas Indonesia yang dapat diklasifikasikan menjadi industri besar, sedang, kecil, dan juga industri rumah tangga.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana strategi industri kecil sepatu dalam mengembangkan usahanya di era perdagangan bebas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kualitatif, dimana informasi dikumpulkan melalui wawancara dan observasi pasif yang meliputi pengrajin sepatu dan pembeli di kawasan pusat industri kecil (PIK) serta jaringan sosial di lingkungan PIK. Wawancara dilakukan dengan beberapa informan yang di pandang memiliki pengalaman dan dapat memberikan penjelasan tentang kegiatan industri kecil sepatu di kawasan ini, dan survey dilakukan ketika mereka sedang melakukan proses produksi. Data hasi penelitian di olah dan dideskripsikan sesuai dengan konteksnya secara kualitatif.

Hasil dari penelitian ini membahas tentang persaingan, kurangnya modal, aspek sumber daya manusia, manajemen, strategi yang digunakan untuk usaha produksi kecil sepatu, pemanfaatan jaringan sosial dalam pengembangan usaha dan pengaruh masuknya sepatu dari luar (impor). Persaingan sering kali muncul diantara para pengrajin sepatu di PIK Menteng pada saat mencari dan membeli bahan baku. Kelangkaan bahan baku menjadi alasan yang mendasar terjadinya persaingan, kondisi seperti ini mengakibatkan masing-masing pengrajin khawatir akan tidak tersedianya bahan baku bagi proses produksi mereka. Persaingan juga terdapat dalam hal desain produk dan lokasi penjualan sepatu. naiknya harga bahan baku, kesulitan mendapatkan bahan baku yang berkualitas karena terkendala dana maka sering kali tidak bisa untuk memenuhi permintaan dan akhirnya banyak pengrajin tersebut yang tidak mampu bertahan dan mengalami kebangkrutan. Selain persaingan, hambatan yang dialami pengrajin yaitu kesulitan memperoleh modal usaha. Para pengrajin juga mempertimbangkan aspek sumber daya manusia dan memberlakukan adanya manajemen usaha untuk mempertahankna eksistensi usaha mereka. Strategi produksi yang digunakan para pengrajin lebih difokuskan pada ketersediaan modal. Setiap pengrajin membentuk jaringan luas sebagai strategi pemasaran mereka, dimana mereka menjalin hubungan baik dengan pedagang. Selain itu untuk memasarkan produknya setiap pengrajin sepatu memliki agen tetap atau langganan, hal tersebut


(6)

dilakukan agar produk mereka tetap terjual. Hubungan antar pengrajin sepatu di kawasan PIK Menteng berjalan dengan baik sehingga terbentuk lingkungan industri dengan persaingan yang sehat.


(7)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Globalisasi perdagangan bebas adalah satu kata yang mungkin paling banyak dibicarakan orang selama akhir tahun ini,dengan pemahaman makna yang beragam namun apa yang dipahami dengan istilah globalisasi akhirnya membawa kesadaran manusia, bahwa globalisasi itu ditandai dengan lajunya teknologi komunikasi dan informasi. Dalam perdagangan bebas ini terdapat persaingan yang tinggi,akan mengalami perubahan-perunahan cepat.

Perdagangan bebas dapat dimaknai sebagai proses integrasi dunia disertai dengan ekspansi pasar (barang dan uang) yang di dalamnya mengandung banyak implikasi bagi kehidupan manusia. Bagi negara maju karena ketersediaan dukungan berbagi keunggulan, barangkali hipotesis itu dapat menjadi kenyataan. Bagi kebanyakan negara berkembang dengan berbagai macam kondisi keterbelakangan merasa khawatir bahwa integrasi dunia hanya akan menguntungkan pemilik modal (negara-negara maju) dan akan menimbulkan malapetaka bagi (negara-negara-(negara-negara berkembang.

Laju pertumbuhan pembangunan pada sektor modern yang berlangsung dengan sangat cepat ternyata tidak dapat menyelesaikan masalah perolehan kesempatan kerja bagi masyarakat. Dengan adanya sentralisasi kegiatan ekonomi yang berpusat di perkotaan dan di sektor industri, maka kesempatan tenaga kerja mengalami pergeseran dengan sendirinya, bergerak meninggalkan sektor pertanian


(8)

dan memasuki kegiatan ekonomi yang baru yaitu sektor industri di perkotaan yang lebih menjanjikan.

Kegagalan tenaga kerja untuk memasuki pasar kerja formal pada umumnya disebabkan oleh berbagai hal, seperti rendahnya tingkat kreatifitas dan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang dilihat berdasarkan tingkat pendidikan, jenis keahlian dan ketrampilan yang mereka miliki tidak sesuai dengan permintaan pasar tenaga kerja.

Persaingan yang cukup ketat di pasar kerja menyebabkan angkatan kerja semakin sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Usaha untuk menciptakan lingkungan usaha yang kondunsif menjadi tantangan dalam pertumbuhan ekonomi untuk mendukung peningkatan produktivitas Indonesia yang dapat diklasifikasikan menjadi industri besar, sedang, kecil, dan juga industri rumah tangga.

Industri kecil menjadi salah satu alternatif yang dianggap mampu mengurangi tingginya jumlah pengangguran, karena sektor formal yang menuntut ketrampilan,

ternyata juga memberikan tempat yang kecil jika dibandingkan dengan arus deras pencari kerja.

Indusrti kecil terdiri dari unit usaha berskala kecil yang memproduksi dan mendistribusikan barang, dengan tujuan menciptakan kesempatan kerja bagi dirinya masing-masing yang dibatasi oleh faktor modal dan ketrampilan. Industri kecil ini akan sangat membantu dalam memenuhi kebutuhan hidup pelaku usahanya.

Untuk melakukan kegiatan usaha pada industri kecil tidak dibutuhkan persyaratan yang ketat, seperti keahlian yang khusus, tingkat pendidikan, sejumlah modal tertentu, serta berbagai prosedur lainnya. Pada dasarnya jika mereka memiliki


(9)

kemauan, sedikit pengetahuan dan ketrampilan praktis, serta peralatan yang sederhana dan keuletan dalam berusaha, maka setiap orang dapat melakukan usaha pada bidang ini.

Keberadaan industri kecil pada saat ini, telah menjadi harapan baru bagi sebagian besar masyarakat yang tumbuh bersamaan dengan kegagalan yang terjadi pada sektor pertanian di pedesaan dan juga akibat dari tidak adanya situasi simbolis mutualis antara desa dan kota, antara perubahan yang terjadi di perkotaan dengan kesempatan kerja yang tersedia. Stabilitas industri kecil (Usaha Kecil dan Mikro), secara tidak langsung akan memperkuat perekonomian Indonesia yang sedang mengalami krisis moneter sekitar pertengahan tahun 1997.

Perkembangan usaha kecil dan menengah merupakan faktor penting bagi pembangunan pertumbuhan ekonomi di kota Medan. Karakteristik dan kinerja industri kecil sangat efesien, produktif, dan memiliki responsibilitas yang tinggi terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah dalam sektor swasta dan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berorientasi ekspor. Keberadaan unit usaha kecil yang cukup banyak dan hampir disemua sektor ekonomi serta besarnya kontribusi dalam penciptaan kesempatan kerja, membuat eksistensi usaha industri kecil di kota Medan.

Sebagaimana diketahui, kota Medan sebagai ibu kota provinsi Sumatera Utara sekaligus sebagai pusat perdagangan mengalami perkembangan yang pesat baik di sektor perdagangan maupun di sektor industri dan jasa termasuk pengembangan sub sektor industri dan kerajinan. Di samping itu,keberadaan industri kecil yang merupakan salah satu subsektor dari sektor industri, tidak dapat disangkal kalau


(10)

sektor industri telah memberikan kontribusi yang begitu besar bagi perekonomian di kota Medan.

Hal ini ditunjukan dengan sumbangan sektor industri terhadap pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kota Medan atas dasar harga berlaku mencapai 16,92% tahun 2004, 16,58% tahun 2005, 16,30% tahun 2006, 16,28% tahun 2007, 15,98% tahun 2008. (BPS,2008)

Tabel 1.1

Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja pada Industri Kecil

Sumber : Deperindag Kota Medan, 2008

Berdasarkan tabel 1.1 di atas, selama kurun waktu 2004 – 2008, industri kecil di Kota Medan mengalami penurunan sebesar 207 unit selama kurun waktu lima tahun dengan laju penurunan rata – rata pertahunnya sebesar 0,28 %. Sementara itu, jumlah tenaga kerja yang terserap pada industri kecil di Kota Medan selama periose 2004 – 2008 juga mengalami penurunan dari 9.429 pada tahun 2004 menjadi 7.919 orang dari tahun 2008. dengan demikian, selama tahun 2004 – 2008, perkembangan industri kecil di Kota Medan mengalami penurunan rata – rata 337 orang pertahun.

Selama kurun waktu lima tahun (2004 - 2008) perkembangan industri sepatu di Kota Medan juga memperlihatkan perkembangan yang relatif kecil. Begitu juga

Tahun Jumlah Industri Kecil (Unit)

Tenaga Kerja (Orang)

2004 5.309 9.429

2005 5.290 9.135

2006 5.275 8.728

2007 5.270 8.174


(11)

kemampuan industri kecil sepatu ini dalam menyerap tenaga kerja di Kota Medan juga menunjukkan perkembangan yang kurang menggembirakan. Hal ini terlihat dari tabel berikut :

Tabel 1.2

Perkembangan Industri Kecil Sepatu di Kota Medan

Sumber : Disperindag Kota Medan 2008

Tabel 1.2. menunjukkan laju pertumbuhan industri kecil sepatu hanya 0,99 % per tahun dalam kurun waktu 2004-2008. Demikian juga dalam kemampuan industri kecil sepatu yang menyerap tenaga kerja pada kurun waktu 5 tahun hanya mampu tumbuh sebesar 0,21 %. Perkembangan yang kurang menggembirakan tersebut tentu tidak lepas dari kualitas sumber daya manusia yang tersedia. Pratiwi (2006), menyimpulkan bahwa ketidaktersediaan tenaga kerja terampil pada industri kecil sepatu di Kota Medan menjadi penghambat dalam peningkatan hasil produksi.

Beberapa tahun terakhir ini pemerintah memang mulai memperhatikan sektor industri kecil sebagai salah satu sektor yang dianggap cukup mampu untuk bertahan menghadapi kondisi krisis ekonomi yang dihadapi Negara Indonesia. Industri kecil dapat dikatakan memiliki peranan dalam perluasan kesempatan kerja didaerah

Tahun Jumlah Industri Kecil Sepatu (Unit)

Jumlah Tenaga Kerja (Orang)

2004 414 705

2005 419 737

2006 421 747

2007 422 752


(12)

pedesaan dalam masalah kemiskinan, sehingga sector ini merupakan salah satu sector perekonomian rakyat yang dianggap mampu mengurangi pengangguran, mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional, serta berperan dalam proses industrialisasi.

Sebagai bentuk kepeduliannya terhadap keberadaan industri kecil maka pemerintah membuat kebijakan–kebijakan yang diharapkan akan dapat mempertahankan keberadaan industri kecil tersebut. Salah satu industri kecil yang berada di Sumatera Utara pemerintah membuat kebijakan dalam pengembangan industri dengan berbagai strategi. Salah satu kebijakannya adalah membangun lokasi khusus untuk industri kecil menengah (UKM) yang di beri nama Pusat Industri Kecil (PIK) yang terletak di Kecamatan Medan Denai.

Lokasi PIK ini beradan di tempat yang terpisah dengan masyarakat kelurahan Medan Tenggara lainnya, karena PIK tersebut berada di dalam suatu lingkungan yang memang di khususkan bagi para pengusaha industri kecil. Kecamatan Medan Denai ini merupakan salah satu kawasan dengan berbagai aktivitas usaha kecil di kota Medan yang memiliki beragam bidang kerajinan seperti sepatu,konveksi,tas. Jumlah pengrajin sepatu pada enam kelurahan yang ada di kecamatan Medan Denai terdiri dari 245 pengrajin, sedangkan pengrajin sepatu yang ada di kelurahan Medan Tenggara (Menteng) berjumlah 140 pengrajin. Untuk tetap bertahan dalam usahanya mereka membutuhkan campur tangan baik dari pemerintah, swasta maupun LSM / LPSM yang bertujuan untuk menambah nilai tambah (Value added) seperti penyuluhan, bantuan modal, bantuan teknis, manajemen dan sebagainya.


(13)

Untuk menghadapi persaingan pengrajin sepatu harus beradaptasi dengan kondisi dan keadaan yang terjadi). Dengan adanya berbagai masalah yang dihadapi oleh pengrajin sepatu seperti : keterbatasan modal, bahan baku, kualitas sumber daya manusia yang masih rendah, kurangnya aspek informasi dan jaringan bisnis, kurangnya pengetahuan tentang kemitraan, rendahnya kemampuan/kapasitas persaingan dan rendahnya pengetahuan tentang perizinan serta perlindungan. Ini menunjukkan sepertinya sulit untuk mempertahankan kehidupan sebagai pengrajin. Namun pengrajin sepatu tetap menjalankan usaha dagangnya walaupun pendapatan pengrajin sepatu itu tidak tetap.

Perdagangan bebas membuka peluang sekaligus tantangan bagi industri kecil sepatu, karena pada era ini daya saing produk sangat tinggi, live cycle product relatif pendek mengikuti trend pasar, dan kemampuan inovasi produk relatif cepat. Ditinjau dari sisi ekspor, liberalisasi berdampak positif bukan terhadap produk pengrajin sepatu saja melainkan tekstil/pakaian jadi, akan tetapi kurang menguntungkan sektor pertanian khususnya produk makanan.

Mengingat ketatnya persaingan yang dihadapi usaha kecil sepatu ini maka mengambil langkah-langkah strategis, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Langkah-langkah strategis jangka panjang diantaranya diarahkan untuk mengembangkan sumber daya manusia, teknologi dan jaringan bisnis secara global. Sedangkan langkah-langkah strategis jangka pendek diantaranya, melakukan diversifikasi produk, menjalin kerjasama dengan pemerintah dan perusahaan besar, produksi, memperkuat akses ke sumber-sumber informasi dan perbaikan mutu. ( http://www.smecda.com/deputi7/file_Infokop/EDISI%2023/tulustambunan.5.htm).


(14)

Mulai 1 Januari 2010 Indonesia membuka pasar dalam negeri secara luas kepada negara-negara ASEAN dan Cina. Pembukaan pasar ini merupakan perwujudan dari perjanjian perdagangan bebas antara enam negara anggota ASEAN (Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina dan Brunei Darussalam) dengan Cina, yang disebut dengan ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA). Produk-produk impor dari ASEAN dan China akan lebih mudah masuk ke Indonesia dan lebih murah karena adanya pengurangan tarif dan penghapusan tarif, serta tarif akan menjadi nol persen dalam jangka waktu tiga tahun (Dewitari,dkk 2009). Sebaliknya, Indonesia juga memiliki kesempatan yang sama untuk memasuki pasar dalam negri negara-negara ASEAN dan Cina.

Beberapa kalangan menerima pemberlakuan ACFTA sebagai kesempatan, tetapi di sisi lain ada juga yang menolaknya karena dipandang sebagai ancaman. Dalam ACFTA, kesempatan atau ancaman (Jiwayana, 2010) ditunjukkan bahwa bagi kalangan penerima, ACFTA dipandang positif karena bisa memberikan banyak keuntungan bagi Indonesia. Pertama, Indonesia akan memiliki pemasukan tambahan dari PPN produk-produk baru yang masuk ke Indonesia. Tambahan pemasukan itu seiring dengan makin banyaknya obyek pajak dalam bentuk jenis dan jumlah produk yang masuk ke Indonesia. Beragamnya produk China yang masuk ke Indonesia dinilai berpotensi besar mendatangkan pendapatan pajak bagi pemerintah. Kedua, persaingan usaha yang muncul akibat ACFTA diharapkan memicu persaingan harga yang kompetitif sehingga pada akhirnya akan menguntungkan konsumen (penduduk / pedagang Indonesia)


(15)

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui strategi-strategi pengrajin sepatu yang dilakukan dalam mengembangkan industri kecil sepatu di tengah munculnya era perdagangan bebas.

1.2.Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di latar belakang masalah, penulis tertari untuk melakukan penelitian. Yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah : Bagaimana strategi industri kecil sepatu dalam mengembangkan usahanya di era perdagangan bebas?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana strategi industri kecil sepatu dalam mengembangkan usahanya di era perdagangan bebas?

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis.

Hasil dari penelitian ini dapat menambah wawasan keilmuan khususnya sosiologi ekonomi, sosiologi industri yang berkaitan dengan kegiatan industri kecil bagi mahasiswa,khususnya mahasiswa sosiologi.

1.4.2 Manfaat Praktis

Melalui penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi bagi hasil-hasil penelitian lainnya dan dapat dijadikan bahan rujukan untuk


(16)

penelitian selanjutnya dan khususnya tentang industri kecil yang berada dikawasan PIK Menteng untuk meningkatkan dalam menambah kegiatan produksi.

1.5. Defenisi konsep

Agar tidak tejadi kesalah pahaman antara penulis dengan pembaca maka, penulis membuat beberapa definisi konsep untuk memudahkan pengambilan data dilapangan,antara lain :

1. Industri kecil dimana yang dimaksud industri kecil adalah unit kegiatan ekonomi yang biasanya identik dengan industri rumah tangga, yang dikelola oleh perseorangan atau kelompok keluarga yang memiliki tenaga kerja minimal 7 orang yang terdiri dari pekerja kasar dan pekerja keluarga, dan modal usahanya tidak lebih dari Rp.10 juta.

2. Strategi permodalan adalah segala sesuatu (uang, barang, harta) yang sifat pokoknya yang dipergunakan untuk menjalankan suatu usaha. Dalam permodalan tersebut sangat berpengaruh terhadap jaringan sosial karena berkaitan dengan cara memperoleh modal untuk kelangsungan usaha di dalam industri.

3. Strategi Pemasaran adalah proses perencanaan dan penerapan konsepsi, penetapan harga, dan distribusi barang, jasa, dan ide untuk mewujudkan pertukaran yang memenuhi tujuan individu atau organisasi. Pengembangan mutu atau produk (desain produk, penganekaragaman hasil), riset komunikasi, distribusi, penetapan harga dan pelayanan merupakan inti aktivitas pemasaran.


(17)

4. Strategi Jaringan Sosial sesama pengrajin kecil adalah suatu kegiatan pinjam-meminjam barang-barang produksi seperti paku, lem jarum jahit, benang dan lain – lain.

5. Perdagangan bebas adalah hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit.


(18)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Strategi pengrajin sepatu masyarakat Menteng dalam menghadapi perdagangan bebas diwujudkan dalam bentuk tindakan sosial yang penuh arti dilakukan oleh pengrajin tersebut. Tindakan pengrajin sepatu menyangkut perdagangan yang merupakan pertukaran perilaku dalam memberikan pelayanan kepada konsumen. Dalam hal ini termasuk melakukan adaptasi trend dan model yang beredar dipasaran. Dan mereka pun memperhitungkan strategi merek dengan tujuan agar memperoleh keuntungan sebagai pendapatan hidup sehingga strategi bertahan yang dilakukan dalam menghadapi perdagangan bebas.

Pengrajin sepatu dalam strategi pengembangannya beusaha untuk memperluas jaringannya dan menarik pelanggan melalui teori aksi tentang tindakan sosial sebagai konsep dasar dari Talcot Parsons, menyatakan bahawa manusia merupakan aktor yang kreatif dan realitas sosial yang memiliki kebebasan untuk bertindak. Menurut teori aksi ada beberapa asumsi tentang teori aksi (Hadikusumo,1990 : 73) yaitu:

1. Tindakan manusia mulai dari kesadaran sendiri sehingga subjek dan situasi eksternal dalam posisi sebagai objek.

2. Sebagai subjek manusia bertindak untuk mencapai tujuan tertentu. 3. Dalam bertindak manusia menggunakan cara, teknik, metode serta

perangkat yang diperkirakan cocok untuk mencapai tujuan tersebut. 4. Kelangsungan tindakan manusia hanya dibatasi oleh kondisi tidak


(19)

5. Manusia memilih, menilai dan mengevaluasi terhadap tindakan yang akan dilakukannya.

Keberadaan Industri kecil

Industri kecil adalah badan usaha yang menjalankan proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa dalam skala kecil. Apabila dilhat dari sifat dan bentuknya, maka industri kecil bercirikan (Bantacut dalam Haeruman, 2001) yakni :

1. Berbasis pada sumber daya lokal sehingga dapat memanfaatkan potensi secara maksimal dan memperkuat kemandirian

2. Dimiliki dan dilaksanakan oleh masyarakat lokal sehingga mampu mengembangkan sumberdaya manusia

3. Menerapkan teknologi lokal (indigenous technology) sehingga dapat dilaksanakan dan dikembangkan oleh tenaga lokal.

4. Tersebar dalam jumlah yang banyak sehingga merupakan alat pemerataan pembangunan yang efektif

Industri merupakan aktivitas manusia untuk mengelola sumber daya-sumber daya (resources) baik Sumber Daya Manusia (SDM), maupun Sumber Daya Alam (SDA) di bidang produksi dan jasa. Di bidang produksi pengelolaan itu berupa bahan mentah dan atau penyiapannya menjadi bahan setengah jadi dan atau bahan setengah jadi menjadi bahan jadi. Sedangkan di bidang jasa merupakan segala aktivitas yang terkait dengan pengelolaan sumber daya itu baik langsung maupun melalui perantara. Aktivitas pengelolaan tersebut dimaksudkan untuk dipertukarkan (exchanged), memperoleh nilai tambah (added value), dan untuk meningkatkan keberlanjutan


(20)

(sustainable) dari aktivitas itu. Upaya-upaya yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam mengembangkan kegiatan industri, umumnya bergerak hanya melihatnya dari perspektif ekonomi seperti modal, manajemen, tenaga kerja, pengembangan desain, pengembangan promosi pemasaran dan intervesnsi pemerintah, sedang hal-hal yang bersifat non-ekonomi belum banyak dilihat.

Keberhasilan industri kecil tidak semata-mata ditentukan oleh faktor ekonomi melainkan faktor non-ekonomi juga perlu diperhatikan. Berbagai strategi yang dilakukan oleh pengusaha dalam hal permodalan, perolehan keuntungan, kontinuitas produksi, dan pengendalian tenaga kerja. Untuk menjaga kelangsungan usaha, maka para pengusaha mempertahankan hubungan baik dengan pihak-pihak yang terkait dalam produksi dan para pedagang perantara.

Jalinan kerjasama dengan pedagang perantara terwujud dalam praktek pinjam meminjam uang,di antara mereka terjadi saling menolong. Pengusaha mendapat pinjaman modal dan pedagang perantara memperoleh keuntungan dari pemasaran barang. Strategi pengusaha dalam menjalin hubungan dengan pedagang perantara, strategi yang dilakukan oleh para pengusaha tesebut merupakan suatu bentuk gerakan sosial. (dalam Suryana,2003)

Departemen Perindustrian menetapkan kriteria prioritas bagi Industri kecil yang akan dikembangkan sebagai berikut:

1. Industri yang ketersediaan bahan bakunya terjamin dan teknologi dasar untuk memproduksi telah dikuasai serta nilai tambahnya dapat ditingkatkan.


(21)

3. Industri yang mempunyai keterkaitan luas, baik dengan industri besar/menengah maupun dengan sektor ekonomi lain.

4. Industri yang padat karya.

5. Industri yang dapat menunjang pengembangan/pemerataan kegiatan ekonomi wilayah.

6. Industri yang berkaitan dengan nilai-nilai budaya. Adapun undang-undang yang mengatur industri kecil di Indonesia:

1. UU No.5 tahun 1984 tentang Perindustrian menyebutkan bahwa (1) Pemerintah menetapkan bidang usaha industri yang masuk ke dalam kelompok industri kecil yang dapat diusahakan hanya oleh WNI dan (2) Pemerintah menetapkan jenis industri yang khusus dicadangkan bagi kegiatan industri kecil yang dijalankanoleh masayarakat pengusaha dari golongan ekonomi lemah.

2. UU No. 9 tahun 1995 tentang Usaha industri kecil memberikan dasar hukum bagi pemberian fasilitas kemudahan dana, keringanan tarif, tempat usaha, bidang dan kegiatan usaha, dan pengadaan barang dan jasa untuk usaha industri kecil.

Industri Kecil di Era Perdagangan Bebas

Globalisasi “perdagangan bebas“ Berdasarkan asal katanya, kata “globalisasi” berasal dari kata global yang maknanya universal. Menurut Achmad Suparman menyatakan globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah.

Ditengah tuntutan kemampuan bersaing didalam negeri yang masih dilindungi oleh proteksi pemerintah, industri kecil juga harus menghadapi persaingan global


(22)

yang berasal dari berbagai bentuk usaha mendorong integrasi pasar antar negara dengan seminimal mungkin hambatan. Berbagai bentuk kerjasama ekonomi regional maupun multilateral seperti AFTA, APEC dan GATT berlangsung dengan cepat dan mendorong perekonomian yang semakin terbuka. Pada kondisi lain, strategi pengembangan industri kecil masih menghadapai kondisi nilai tambah yang kecil termasuk kontribusinya terhadap ekspor.

Dengan pergeseran yang terjadi pada tatanan ekonomi dunia yang mengarah pada persaingan bebas, dapat dikatakan bahwa industri kecil sesungguhnya mengahadapi situasi yang bersifat double squeze, yaitu

A. situasi yang datang dari sisi internal (dalam negeri) berupa ketertinggalan dalam produktivitas, efisiensi dan inovasi,

B. Situasi yang datang dari ekstermal pressure. Salah satu aspek penting yang perlu mendapat perhatian dari kombinsi situasi yang dihadapi ini adalah masalah ketimpangan struktur usaha seperti yang diungkapkan diawal dan juga kesenjangan antara usaha besar dengan usaha kecil dan menengah.

Sedikitnya terdapat tiga keadaan yang membentuk terjadinya kesenjangan antar skala usaha di Indonesia. Pertama, akses usaha/industri besar terhadap teknologi dan menajemen modern jauh lebih besar daripada industri kecil. industri kecil masih bertahan pada teknologi dan manajemen yang sederhana bahkan cenderung tradisionil. Kedua, akses usaha skala besar terhdap pasar (termasuk informasi pasar) juga lebih terbuka, sementara industri kecil masih berkutat pada bagaimana mempertahankan pasar dalam negeri ditengah persaingan yang ketat


(23)

dengan usaha sejenis. Ketiga, kurangnya keberpihakan kebijakan dan keputusan strategis pemerintah pada industri.

Dalam era perdagangan bebas, dimana siklus produk relatif pendek dan sangat ditentukan oleh selera konsumen, mengharuskan setiap pelaku bisnis memiliki akses yang cukup terhadap pasar dan kemampuan inovasi produk, guna meningkatkan daya saingnya. Justru hal inilah yang merupakan titik lemah yang dimiliki oleh industri kecil pada umumnya. Disisi lain industri kecil memegang peran penting dalarn perekonomian Indonesia baik ditinjau dari segi jumlah usaha maupun dalam penciptaan lapangan kerja. Dalam hal ekspor, industri kecil memiliki potensi untuk meningkatkan penerimaan ekspor. Hanya saja potensi ini belum dimanfaatkan dengan optimal. Hanya industri kecil yang bergerak di sektor industri tertentu saja yang sudah melakukan ekspor.

(http://www.smecda.com/deputi7/file_Infokop/EDISI%2023/mangara%20tambunan. 7.htm diakses pada Selasa,16 November 2010)

Pada era perdagangan bebas, tuntutan terhadap mutu produk akan semakin tinggi disertai dengan harga yang semakin bersaing, demikian juga tuntutan terhadap mutu SDM. Keberhasilan usaha dalam pasar terbuka ditentukan oleh produktivitas dan efisiensi produksi. Agar dapat bertahan dan berkembang secara berkelanjutan, setiap bagian dalam usaha itu melaksanakan pekerjaannya dan menunjuk pada tanggung jawab yang diemban oleh para pelaku usaha baik itu pedagang maupun pengusaha besar sekalipun. Pengetahuan mengenai cara berjualan atau memperdagangkan produk industri kecil menjadi penting bagi para pedagang industri kecil atau usaha-usaha lainnya pada saat dihadapkan pada beberapa permasalahan,


(24)

seperti menurunnya pendapatan yang disebabkan oleh menurunnya daya beli konsumen terhadap suatu produk sehingga mengakibatkan lambatnya pertumbuhan dalam kegiatan berdagang, seperti halnya kepada para pedagang industri kecil yang mengalami penurunan pendapatan diakibatkan konsumen/pembeli beralih/lebih memilih mutu impor lainnya karena barang impor yang terlihat menarik.

Perdagangan bebas telah menjadi kenyataan yang tidak dapat dielakkan lagi. Peristiwa dan segala bentuk perubahan terjadi kapan saja, dimana saja, dan melibatkan siapa saja. Upaya pembuatan terobosan untuk memenangkan persaingan diperlukan pengetahuan dan keterampilan dalam banyak faktor dengan tetap menjaga dan memelihara budaya dan kepribadian bangsa serta kelestarian fungsi dan mutu lingkungan. Pada satu sisi ada usaha untuk masuk dalam perdagangan internasional, di sisi lain justru muncul semangat untuk kembali pada etnisitas dan lokalitas, mempertanyakan kembali etnisitas kebangsaannya, mempertimbangkan warna budayanya.

Perdagangan bebas telah mengubah peta perdagangan dunia. Pasar yang semakin terbuka membuat persaingan semakin ketat dan melahirkan hiper kompetisi (hyper competition). Dengan bertambahnya pesaing-pesaing baru dalam dunia usaha membuat para pengusaha atau pedagang harus berpikir seoptimal mungkin untuk dapat mencapai tujuan. Bukan hanya itu saja, tetapi juga keberadaan para pelanggan dan pembeli (konsumen) yang memegang peranan penting dalam kelangsungan sirkulasi pasar. Pelanggan global yang telah bebas memilih mengenai produk-produk yang akan dibeli serta dimana ia membeli menjadi manja dengan situasi global saat ini (http://www.majalahfranchise.com, diakses pada Selasa,16 November 2010).


(25)

Pembeli atau konsumen merupakan fokus dari aktivitas bisnis pasar apapun. Dengan demikian, pembeli atau konsumen adalah orang nomor satu di dalam sirkulasi pasar. Segala sesuatunya harus dipandang dari sudut konsumen. Keingintahuan tentang konsumen hendaknya berfokus pada apa yang sebenarnya mereka inginkan serta mengantisipasi apa yang mereka inginkan di kemudian hari. Penjualan yang bersifat dinamis, baik itu teknologi, pasar maupun ekonomi akan berubah seiring dengan semakin berkembangnya persaingan dalam dunia usaha maupun perdagangan. Konsumen mempunyai informasi terkini dan menuntut lebih banyak. Semuanya memerlukan pemahaman, antisipasi, dan kecerdikan dalam memanfaatkan perubahan dan harus mampu menyelaraskan antara kemampuan dan keterbatasannya untuk memanfaatkan peluang sekaligus menahan ancaman yang diakibatkan dari perubahan tersebut.

Dampak Perdagangan Bebas Industri Kecil

Di berlakukannya perjanjian atas perdagangan bebas pada negara – negara ASEAN terhadap China (ACFTA) pada awal tahun 2010 merupakan bagian yang dapat dijadikan seluruh efektifitas dalam pergerakan perekonomian yang tentunya berujung pada tujuan kemajuan pada negara masing – masing dalam perjanjian tersebut. Secara konseptual tentunya diharapkan memberikan keuntungan pada tiap negaranya, dimana tiap negara yang terlibat dengan mudah untuk mendapatkan kemudahan – kemudahan dalam menjual hasil produksinya di negara lain.

Meskipun tidak sedikit yang menolak tentang adanya perdagangan bebas ini, dimana adanya kekhwatiran terhadap produksi lokal khususnya unit usaha kecil dan


(26)

menengah yang mampu bersaing ataupun sebagainya yang tentunya menimbulkan tantangan tersendiri bagi pelakunya. Pelaku usaha di Indonesia akan mengalami ketatnya tingkat kompetisi bisnis di tahun 2010, khususnya sejak berlakunya Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-China (ACFTA) sejak 1 Januari lalu (antarnews). Membanjirnya produk – produk China tidak tertahankan dan akan mempengaruhi pasar serta menjadi tantangan berat.

Dalam hal ini, terdapat dampak positif dan negatif dari adanya ACFTA yang diberlakukan oleh Indonesia.

a) Dampak Negatif

1. Serbuan produk asing terutama dari Cina dapat mengakibatkan kehancuran sektor-sektor ekonomi yang diserbu.

2. Pasar dalam negeri yang diserbu produk asing dengan kualitas dan harga yang sangat bersaing akan mendorong pengusaha dalam negeri berpindah usaha dari produsen di berbagai sektor ekonomi menjadi importir atau pedagang saja.

3. Karakter perekomian dalam negeri akan semakin tidak mandiri dan lemah. b) Dampak Positif

1. ACFTA akan membuat peluang untuk menarik investasi. Hasil dari investasi tersebut dapat diputar lagi untuk mengekspor barang-barang ke negara yang tidak menjadi peserta ACFTA.

2. Dengan adanya ACFTA dapat meningkatkan voume perdagangan. (www.dinohp.info/...menghadapi-persaingan-bisnis-di.html)


(27)

Jaringan Sosial Dalam Mendukung Keberadaan Industri Kecil

Jaringan sosial merupakan suatu jaringan tipe khusus, dimana ’ikatan’ yang menghubungkan satu titik ke titik lain dalam jaringan adalah hubungan sosial. Berpijak pada jenis ikatan ini, maka secara langsung atau tidak langsung yang menjadi anggota suatu jaringan sosial adalah manusia (person). Mungkin saja, yang menjadi anggota suatu jaringan sosial itu berupa sekumpulan dari orang yang mewakili titik-titik, jadi tidak harus satu titik diwakili dengan satu orang, misalnya organisasi, instansi, pemerintah atau negara (jaringan negara-negara nonblok).

Suatu usaha suatu usaha yang berbasis industri kecil tidak lepas kaitannya dengan hubungan antara pelaku usaha, sehingga dibutuhkan suatu keterlekatan atau suatu jaringan sosial sebagai salah satu bentuk dari modal sosial yang dibutuhkan. Pada tingkatan individu, jaringan sosial dapat didefinisikan sebagai rangka hubungan yang khas diantara jumlah orang dengan sifat tambahan, yang ciri–ciri dari hubungan ini sebagai keseluruhan yang digunakan untuk mengiterpretasikan tingkah laku sosial ari individu – individu yang terlibat pada tingkatan struktur memperlihatkan bahwa pola atau struktur hubungan sosial meningkatkan dan / atau menghambat perilaku orang untuk terlibat dalam bermacam arena dari kehidupan sosial.

Granovetter dalam (Damasar,2002 : 48) menyatakan bahwa kuatnya suatu ikatan jaringan memudahkan seseorang untuk mengetahui ketersediaan suatu pekerjaan, jaringan sosial juga memainkan peranan penting dalam melakukan suatun usaha, suatun bentuk kewiraswastaan dimudahkan oleh jaringan dari ikatan dalam bentuk saling tolong menolong, sirkulasi modal dan bantuan dalam hubungan dengan


(28)

birokrasi. Jaringan sosial memudahkan mobilisasi sumber daya, mempertahankan seseorang untuk memegang suatu jabatan atau membangun usaha bisnis.

Arti penting kepercayaan (trust), partisipasi, resiprositas, solidaritas, kerjasama, dan komunikasi dalam suatu jaringan sosial memainkan peran penting dalam penyebaran model, struktur, praktek, dan budaya bisnis, sehingga suatu usaha dengan hubungan jaringan sosial yang longgar merupakan salah satu dari penyebab sulit berkembangnya suatu usaha.


(29)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskrpitif digunakan untuk menggambarkan atau melukiskan tentang apa yang diteliti dan berusaha mendapatkan data sebanyak mungkin sehingga memberikan gambaran yang jelas dan tepat tentang apa yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian.

Metode kualitatif digunakan dengan berbagai pertimbangan. Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda. Kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan informan. Ketiga, metode ini lebih jelas dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi (Moeleong, 2006:5).

Dalam penelitian deskriptif juga mengandung pekerjaan mencatat, menaganalisis, dan menginterpretasikan kondisi-kondisi sekarang yang terjadi. Dengan kata lain penelitian deskriptif bertujuan untuk memperoleh informasi-informasi menngenai keadaan saat ini dan melihat kaitan antara variabel-variabel yang ada (Mardalis, 1990:26). Pendekatan deskriptif digunakan untuk menggambarkan atau melukiskan tentang apa yang diteliti dan berusaha mendapatkan data sebanyak mungkin sehingga dapat memberikan suatu gambaran yang jelas dan tepat tentang apa yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian.


(30)

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dilakukan di kawasn Pusat Industri Kecil (PIK) yang berada di Jalan Menteng VII, kelurahan Medan Tenggara, Sumatera Utara. Adapun yang menjadi alasan peneliti ingin membuat penelitian di Menteng, Sumatera Utara karena daerah ini merupakan salah satu daerah yang pengrajin sepatu. Peneliti sangat tertarik untuk menelitinya.

3.3 Unit Analisis dan Informan

3.3.1 Unit Analisis

Unit analisa adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subyek penelitian (Arikunto, 2002:132). Adapun yang menjadi unit analisa data dalam penelitian ini adalah pengrajin sepatu, dan pembeli.

3.3.2 Informan

a) Informan Kunci (key informan)

Informan kunci merupakan sumber informasi yang aktual dalam menjalankan dagangannya berupa sepatu dalam strateginya mengembangkan barang dagangannya di tengah maraknya produk barang impor. Informan kunci dalam penelitian ini adalah:

1. Pengrajin Sepatu

Informasi yang ingin diperoleh dari informan ini adalah berupa informasi tentang strategi-strategi apa saja yang dilakukan oleh para pengrajin sepatu.


(31)

b. Informan Biasa

Informan biasa merupakan sumber informasi sebagai data-data pendukung. Informan biasa dalam penelitian ini adalah:

1. Pembeli

Informasi yang ingin diperoleh dari informan ini adalah alasan tentang untuk tetap membeli sepatu ini.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Metode yang dipilih berdasarkan pada berbagai faktor terutama jenis data dan informan. Metode pengumpulan data tergantung pada karakteristik data, maka metode yang digunakan tidak selalu sama dengan informan (Gulo, 2002:110-115).

Untuk mendapatkan data yang akurat dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Data Primer,

Untuk mendapatkan data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian lapangan, yaitu:

a. Observasi adalah suatu kegiatan pengamatan selama proses penelitian berlangsung.

b. Wawancara Mendalam, adalah melakukan suatu percakapan atau tanya jawab secara mendalam dengan informan. Disini peneliti berusaha untuk mendapatkan informasi lebih banyak dari informan


(32)

dengan dipandu oleh pedoman wawancara (Depth Interview). Hal-hal yang ingin diwawancarai adalah berupa informasi tentang strategi yang dilakukan para pengrajin sepatu ini sehingga mereka telah mengetahui hal-hal apa saja yang dilakukan agar tetap berkembang di tengah maraknya produk impor.

2. Data Sekunder, diperoleh melalui : a. Studi Kepustakaan

Data yang diperlukan melalui literatur yang berhubungan dengan penelitian atau suatu cara yang digunakan untuk statistik yang gunanya untuk melengkapi data-data penelitian. Selain itu bisa juga berupa bahan-bahan yang berasal dari buku, juga sumber lainnya seperti surat kabar dan internet yang berkaitan langsung dan dianggap relevan dalam penelitian ini.

3.5. Interpretasi Data

Dalam penelitian ini penganalisaan data adalah proses penyederhanaan data dan informasi yang sudah dikumpulkan dimana peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif yang menggambarkan strategi-strategi yang dilakukan oleh para pengrajin sepatu di tengah maraknya produk impor serta meneliti kondisi sosial-ekonomi pegrajin sepatu.

Bogdan dan Biklen (Moeleong, 2005:248) menjelaskan interpretasi data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan


(33)

data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesisikan, mencari, dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, serta memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Dalam penelitian kualitatif, tahap analisis dan interpretasi data diawali dengan proses observasi dan wawancara mendalam yang berkenaan dengan masalah penelitian, sehingga untuk kemudian data-data yang didapat akan dikategorikan dan dikaitkan satu dengan yang lainnya agar dapat diinterpretasikan secara kualitatif.

Data-data yang diperoleh dari lapangan akan diatur, diurutkan, dikelompokkan ke dalam kategori, pola atau uraian tertentu. Disini peneliti akan mengelompokkan data-data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi dan sebagainya yang selanjutnya akan dipelajari dan ditelaah secara seksama. Diinterpretasikan/analisis sesuai dengan teori yang digunakan dalam penelitian agar diperoleh hasil atau kesimpulan yang baik.


(34)

3.6 Jadwal Kegiatan

No Kegiatan Bulan ke…

2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 Pra Observasi X

2 ACC judul X

3 Penyusunan proposal penelitian X X X

4 Seminar proposal penelitian X

5 Revisi proposal penelitian X X X

6 Penelitian ke lapangan X

7 Sistem pengumpulan data dan analis X X

8 Bimbingan X X X X

9 Penulisan laporan akhir X X X


(35)

3.7 Keterbatasan Penelitian

1. Para pengrajin sepatu ini sangat susah diwawacarai karena mereka tidak mau terbuka.

2. Mereka hanya mempunyai waktu yang sedikit untuk bisa memberikan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti.

3. Lokasi penelitian hanya diadakan pada siang hari.

4. Keterbatasan penelitian ini juga terjadi pada terbatasnya bahan-bahan bacaan seperti, buku atau sumber-sumber lain untuk bisa dijadikan bahan acuan. Selain itu juga, kesulitan dalam menentukan atau memakai teori untuk penelitian ini.


(36)

BAB IV

TEMUAN DATA DAN INTERPRETASI DATA

4.1 Deskripsi Lokasi

4.1.1. Sejarah Kelurahan Medan Tenggara

Kelurahan Medan Tenggara (Menteng) adalah bagian Kecamatan Medan Denai yang dulunya merupakan satu bagian dengan Kelurahan Binjai. Sebelumnya dari Kelurahan Binjai sampai daerah Kecamatan Percut Sei Tuan merupakan bagian dari Kecamatan Medan Denai, kemudian pda tahun 1986 pemerintah kota Medan mengadakan pemekaran yang pada akhirnya membagi Kelurahan Binjai menjadi dua kelurahan yaitu menjadi Kelurahan Binjai dan Kelurahan Medan Tenggara (Menteng).

4.1.2. Letak dan Keadaan Wilayah

Kelurahan medan tenggara (menteng) merupakan salah satu dari enam kelurahan yang terdapat di kecamatan medan denai sebagai bagian dari wilayah kota medan. Secara administratif kelurahan menteng ini terdiri dari sebelas lingkungan yang menjadi bagian wilayahnya , yaitu lingkungan I sampai Lingkungan XI. Secara geografis Kelurahan Menteng ini Berbatasan secara langsung dengan :

 Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Tembung  Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Amplas  Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Area  Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang


(37)

4.1.3. Luas Wilayah

Keberadaan Menteng ini memiliki wilayah seluas 2,07km2,dimana luas pemukiman 1,503 km2 luas perkantoran 0,057 km2, luas perkarangan 0,07 km2, luas taman 0,002 km2, serta luas untuk prasarana lainnya deluas 0,329 km2 dan dalam wilayah kelurahan menteng ini terdapat lokasi pusai industri kecil (PIK) dengan wilayah seluas 17,745 m2

4.1.4. Jumlah Penduduk

Berdasarkan data monografi kelurahan pada bulan Desember 2009 maka dapat diketahui jumlah penduduk Kelurahan Menteng adalah sebanyak 15.928 jiwa. Menurut jenis kelaminya, jumlah penduduk tersebut terbagi lagi atas jenis kelamin laki – laki 8.026 jiwa (50,4%) dan perempuan sebanyak 7.902 jiawa (49,6). Terlihat bahwa penduduk yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak sekitar 124 jiwa dari penduduk yang berjenis kelamin perempuan. Untuk lebih jelasnya lagi dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 1. Jumlah Penduduk

No Jenis kelamin Jumlah %

1 Laki – laki 8.026 50,4%

2 Perempuan 7.902 49,6 %

Jumlah 15.928 100 %


(38)

4.1.4.1. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama

Keberagaman etnis para penduduk pendatang ke daerah kelurahan Menteng ini juga menggambarkan berbagai agama yang diyakini oleh penduduk setempat. Komposisi penduduk daerah Kelurahan Menteng jika dilihat bedasarkan agama, maka ada lima jenis agama yang dianut oleh penduduk Kelurahan Menteng, yaitu Agama Islam sebanyak 8.252 orang, Kristen 7.604 orang, Katolik 50 orang, Hindu 10 orang, dan Agama Budha 12 orang.

Tabel 2. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama

No Agama Jumlah %

1 Islam 8.252 51,8 %

2 Kristen 7.604 47,73%

3 Katolik 50 0,31%

4 Hindu 10 0,06%

5 Budha 12 0,07%

Jumlah 15.928 100%


(39)

4.1.4.2. Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis

Penduduk Kelurahan Menteng terdiri dari berbagai etnis yang berbeda, hal ini terkait dengan kondisi Kota Medan sebagai salah satu ibu kota provinsi yang dianggap menjanjikan bagi para pendatang untuk memperoleh pekerjaan.

Tabel 3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis

No Etnis Jumlah %

1 Batak Toba 4.938 31%

2 Mandailing 3.416 21,44%

3 Jawa 2.994 18,79%

4 Simalungun 2.036 12,78%

5 Minang 903 5,66%

6 Melayu 861 5,40%

7 Aceh 250 1,56%

8 Batak Karo 200 1,25%

9 Nias 170 1,06%

10 Dairi 160 1,00%

Jumlah 15.928 100%

Sumber : Data kantor Lurah Medan Tenggara Tahun 2009

4.1.4.3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan

Pendidikan memgang peran penting dalam perkembangan suatu Negara. Apabila tingkat pendidikan masyarakat baik,selanjutnya diharapkan dapat melanjutkan roda pembangunan bangsanya dengan baik pula. Pemerintah Indonesia telah menetapkan ukuran pendidikan, bahwa seluruh masyarakat hendaknya minimal mengikuti program wajib belajar 9 tahun. Berdasarkan ukuran tersebut,maka kondisi pendidikan masyarakat yang berada di kelurahan Menteng dapat dikatakan cukup baik. Hal ini diketahui dari banyaknya penduduk yang menamatkan pendidikan


(40)

sampai ke tingkat Sekolah Lanjutan Atas ataupun yang menamatkan pendidikan sampai ke tingkat Perguruan Tinggi. Untuk lebih jelas tentang komposisi penduduk tersebut dapat dilihat pada tabel dibwaha ini :

Tabel 4. Komposisi Menurut Tingkat Pendidikan

No Pendidikan Jumlah %

1 Belum Sekolah 1.967 12,34 %

2 Tidak Tamat SD 100 0,62%

3 SD 2.500 15,69%

4 SLTP 3.985 25,01%

5 SLTA 4.587 28,79%

6 Akademi/DI-DIII 1.231 7,72%

7 Sarjana 1.558 9,78%

Jumlah 15.928 100%

Sumber : Data kantor Lurah Medan Tenggara Tahun 2009

Tabel diatas menjelaskan bahwa penduduk yang memiliki jenjang pendidikan yang mayoritas adalah SLTA dan SLTP. Hal ini berarti Kelurahan Menteng memiliki tingkat pendidikan yang cukup baik. Banyaknya penduduk yang berada ditingkat pendidikan SLTA yaitu sebanyak 3.985 orang dan SLTA 4.587 orang.

4.1.4.4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Berdasarkan mata pencahariannya maka penduduk Kelurahan Menteng pada umumnya bekerja sebagai pegawai swasta dengan jumlah 5.181 orang, pedagang 3.387 orang, buruh 2.574 orang, pegawai negeri 1.282 orang, tukang batu 600 orang, tukang kayu 400 orang, pensiunan 407 orang,ABRI 386 orang, pengrajin 245 orang, pengemudi becak 152 orang, penjahit 112 orang, sopir 100 orang,


(41)

pengusaha 87 orang, montir 64 orang, dokter 60 orang, petani 51 orang,dan lain-lain 840 orang.

Tabel 5. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

No Pendidikan Jumlah %

1 Pegawai Swasta 5.181 32,52%

2 Pedagang 3.387 21,26%

3 Buruh 2.574 16,16%

4 Pegawai negeri 1.282 8,04%

5 Tukang batu 600 3,76%

6 Tukang kayu 400 2,51%

7 Pensiunan 407 2,55%

8 ABRI 386 2,42%

9 Pengrajin 245 1,53%

10 Pengemudi becak 152 0,95%

11 Penjahit 112 0,70%

12 Sopir 100 0,62%

13 Montir 90 0,56%

14 Dokter 70 0,43%

15 Petani 51 0,32%

16 Dan lain-lain 891 5,59%

Jumlah 15.928 100%


(42)

4.1.5. Sarana Pendidikan

Dalam sebuah pemerintah,sektor pendidikan merupakan hal yang paling penting untuk diperhatikan dalam pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) melalui sektor pendidikan merupakan salah satu usaha untuk mencapai peningkatan dalam pembangunan. Untuk mendukung usaha peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia harus didukung oleh tersedianya sarana dan prasarana yang terkait dengan pendidikan baik secara kuantitas maupun kualitas.

Sarana pendidikan yang ada di Kelurahan Menteng cukup lengkap, mulai dari tingkat paling rendah seperti taman kanak-kanak,hingga ketingkat perguruan tinggi. Sarana-sarana pendidikan tersebut terlihat pada tabel berikut ini :

Tabel 5. Jumlah Sarana Pendidikan

No Pendidikan Jumlah Gedung Jumlah Guru Jumlah Siswa

1 Perguruan Tinggi 1 unit 56 1.950

2 SMA 4 unit 24 1.450

3 SLTP 2 unit 24 300

4 SD Negeri 2 unit 29 814

5 SD Swasta 4 unit 39 565

6 MI 2 unit 6 70

7 TK 3 unit 12 130


(43)

4.2. Profil Informan

4.2.1. Pengrajin

1. Ahmad Sani Silaban (Lk, 33 Tahun)

Pak Ahmad Sani Silaban ini telah menikah dan bersuku Batak Toba yang mempunyai pendidikan terakhir yaitu SMA. Ia telah tinggal di Menteng sejak tahun 1992. Sebelum tinggal di Tebing Tinggi, Ia tinggal di Medan bersama dengan istri dan anak-anaknya. Ia memutuskan untuk meninggalkan Tebing Tinggi dan mencoba usaha di Meteng. Sejak ia tinggal di Menteng, maka sejak itulah ia mencoba untuk membuka usaha sepatu. Jadi, sudah kurang lebih selama 15 tahun bapak ini membuka usaha sepatu.

Adapun dalam menjual sepatu ini, ia membuka usaha berupa kios yang sekaligus kios tersebut menjadi tempat tinggal keluarganya. Usaha kios jualan sepatu ini dapat kita jumpai tepatnya di dekat kantor lurah Menteng. Ia membuka usaha sepatunya setiap harinya dimulai pada pukul 11.00 WIB.

Ia mempunyai 3 orang anak, 1 anak laki-laki dan 2 anak perempuan. Anak pertamanya bernama Rudy, Rudy ini bersekolah di salah satu SMP negeri yang ada di Menteng ini. Anak no dua benama Lisa, Lisa ini bersekolah di SD negeri juga. Sedangkan anak yang paling kecil masih berumur 4 tahun.

Dalam usahanya menjual sepatu ini, pak Silaban ini hanya mengerjakan seorang diri mulai dari pembuatan sepatu sampai dengan penjualannya. Pada waktu itu, ia pernah mempekerjakan orang yaitu pekerja laki-laki untuk membantunya dalam membuat sepatu. Namun dikarenakan para pekerja laki-laki tersebut suka tidak datang ke kios, sehingga pembuatan sepatu tersebut terbengkalai, maka bapak ini


(44)

memutuskan untuk tidak lagi mempekerjakan orang untuk membantunya membuat sepatu.

2. Sutiyoso (Lk, 40 Tahun)

Bagi Pak Sutiyoso, 40. Berbekal pengalaman sebagai pekerja di pabrik pembuatan sepatu di Medan, dia mulai membuka usaha sendiri dengan mengontrak sebuah rumah kecil di Pik Menteng. Selain membuka usaha di kiosnya, Sutiyoso pernah membuka usaha menambal sepatu (ngesol) di pingir jalan Menteng.

Ayah satu anak itu memulai usaha di Menteng 2002, tepatnya semenjak mempersunting Rumini, wanita idamannya, asal kota lemang. Pertama membuka usaha pembuatan sepatu di Jalan Bromo dengan modal sendiri Rp7 juta. Usahanya sempat maju dengan merekrut tiga tenaga kerja terampil yang merupakan temannya sewaktu bekerja di pabrik Medan.

Namun karena pemilik rumah tidak memperpanjang kontrak, dia berpindah usaha ke Jalan Menteng, yang saat ini menjadi tempat tinggalnya. Sekarang, pekerjanya tinggal satu orang Afrizen namanya. Menurut Pak Sutiyoso, pembuatan atau tempahan berbagai jenis sepatu memerlukan keterampilan khusus. “Untuk belajar paling cepat setengah tahun. Saya sempat lama bekerja makan gaji dari 1995 sampai 2001 bekerja di pabrik.”

Dia mengatakan, tidak ada tempat pemasaran khusus, hanya orang yang datang membeli dan memesan kepadanya. “Terkadang perorangan, terkadang kelompok dari instansi pemerintah atau swasta. Seperti sepatu petugas Satlantas, petugas pengamanan Pemko, Pelajar dan lain-lain,” katanya. Pendapatannya perhari


(45)

tak menentu, terkadang bisa Rp100 ribu–Rp300 ribu. “Harga per potong sama dengan di toko-toko bahkan bisa lebah murah,” ucapnya menjelaskan, satu sepatu dapat diselesaikan dalam waktu seminggu.

Perjalanan hidup dan pengamalaman bekerja, membentuknya menjadi orang yang mandiri dan berdikari, tidak tergantung dan membebani orang lain. Pria kelahiran Buntu Raja Kabupaten Dairi tahun 1973 ini semula bernama Mangatur Fredy. Namun kemudian berganti nama setelah memeluk agama Islam, tepatnya tahun 1999 semasa bekerja di pabrik pembuatan sepatu di Medan.

Sutiyoso, merupakan salah satu pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) yang membutuhkan bantuan dan pembinaan dari Pemko Medan. Sampai saat ini dia tidak pernah mendapatkan bantuan modal usaha itu. “Mungkin kalau ada modal saya akan menambah steling usaha dan membuka usaha yang lebih besar,” katanya berharap.

3. Ibu Sri (Pr,44 Tahun)

Bu Sri adalah seorang pengrajin sepatu,dan beliau berusia 44 tahun. Dia lahir tahun 1967, beliau memulai dan menekuni usaha tersebut sejak menikah dan pindah ke Medan dengan suaminya yang sama-sama berasal dari suku Minang.

Ibu ini menetap di kawasan PIK tersebut sejak tahun 1996 (sejak kawasan industri kecil tersebut dibangun) dan meneruskan usahanya sampai sekarang. Saat ini dia tinggal dikawasan tersebut dengan pekerja yang sudah ia anggap sebagai anak, karena kedua anak perempuannya sudah menikah dan tinggal dengan keluarganya.


(46)

Ibu ini memberikan upah kepada pekerjanya setiap minggunya sesuai dengan jumlah sepatu yang diselesaikannya. Sistem pengupahan yang diberikan ibu ini dilakukan dengan menggunakan jumlah perkodinya. Untuk setiap satu kodi sepatu yang terselesaikan itu memperoleh upah Rp.60.000,-

4. Keluarga Suhardi(Lk,41 tahun)

Suhardi dalah bapak kepala rumah tangga yang bekerja sebagai pengrajin sepatu, suhardi bekerja sebagai pengrajin sepatu telah lama ditekuninya sebagai pengrajin sepatu pada tahun 1998 sampai sekarang. Suhardi lahir pada tahun 1970,suhardi memliki anak 3 orang yang diantaranya 2 anak laki-laki dan 1 orang anak perempuan. Pada tahun 1998 suhardi sudah membuka usaha sendiri dan bekerja sebagai pengrajin sepatu yang berlokasi di PIK.

Pekerjaan sebagai pengrajin sepatu ditekuninya selama 2 tahun. Setelah itu suhardi berhenti dari pekerjaan sebagai pengrajin sepatu. Pada tahun 2001 suhardi merantau ke aceh bekerja sebagai buruh bangunan, kira-kira selama 3 bulan suhardi berhenti karena tidak tahan sebagai buruh bangunan, pada dasarnya suhardi biasanya bekerja ringan dengan hanya bermodalan keterampilan dan keuletan dalam bekerja. Suhardi kembali ke Medan dan suhardi sempat mengangur selama 2 bulan.

Pada tahun 2002 sampai 2004,Suhardi sempat bekerja di Medan Area di perusahan sepatu sebagai tukang sepatu. Pada akhir tahun 2004 suhardi mengundurkan diri dari tempat kerjanya dan kembali ke asalnya yang berada di Menteng. Pada tahun tersebutlah Suhardi berpikir untuk membuka usahanya yang sudah ditekuninya beberapa tahun yang lalu. Suhardi membuka usahanya dengan


(47)

menyewa sebuah kios yang tidak begitu besar,dengan modal yang sudah ia miliki pada waktu ia bekerja di perusahan sepatu. ia juga meminjam modal ke lembaga keuangan untu membeli alat-alat untuk membuat sepatu dan bahan baku. Penghasilan suhardi pada setiap minggunya sebanyak 96 pasang, dengan harga Rp.250.000,-. Menurut suhardi penghasilan tersebut masih kurang karena untuk membeli bahan baku saja tidak cukup dikarenakan harga bahan baku semakin meningkat.

5. Tomy (Lk,37 Tahun)

Tomy seorang pengrajin sepatu yang telah melakukan usahanya selama 12 tahun, bapak ini membangun usahanya dengan modal sendiri yaitu dari uang tabungannya, ia memutuskan melakukan usaha tersebut atas dasar keinginannya sendiri. Ia juga memliki kios yang mungkin untuk melakukan usahanya.

Selama melakukan usahanya, bapak ini memngakui banyak hambatan,seperti banyaknya persaingan antara pengrajin sepatu yang ada disekitar ini. Ia hanya mendapatkan keuntungan Rp.300.000 per bulan. Ia hanya dibantu oleh istinya.

6. Keluarga Ibu Ningsih (Pr,38 Tahun)

Ibu Ningsih seorang pengrajin sepatu. Ibu ini melakukan usaha sebagai pengrajin sepatu semenjak suaminya sudah meninggal sejak tahun 2001. Ibu ini memiliki 3 orang anak, 2 orang anak laki-laki. 1 orang anak perempuan. Sejak saat suaminya meninggal ibu ini meneruskan usaha yang didirikan suaminya, sehingga bisa dikatakan bahwa keluarga ibu ini pas-pasan. Usaha ibu ini dibantu oleh abang


(48)

kandungnya sendiri dan beberapa pekerja yang pernah bekerja sama suaminya. Selama melakukan usaha ini, ibu Ningsih mengakui banyak hambatan dan masalah. Namun ibu ini berusaha untuk mengatasi hal tersebut. Ibu ini kebanyakan membuat sepatu wanita seperti sepatu bekerja dan sepatu untuk sekolah atau kuliahan. Ibu ini memperoleh keuntungan Rp.350.000 per bulan.

7. Keluarga Bapak Supri (Lk,40 Tahun)

Bapak Supri ini seorang pengrajin sepatu. Bapak ini menekuni profesinya sebagai pengrajin sepatu baru dilakukan selama 2,5 tahun. Sebelum sebagai pengrajin sepatu bapak ini berprofesi sebagai buruh bangunan. Menurut bapak ini buruh bangunan dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya sangat kurang karena upah sebagai buruh bangunan tergantung jika ia dipanggil mandornya untuk bekerja. Bapak ini memliki 2 orang anak. Menurut bapak ini sebagai pengrajin sepatu bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari, walaupun keuntungan yang di dapatkan bapak ini tidak terlalu besar.

Dalam profesinya sebagai pengrajin sepatu ia menggunakan modalnya sendiri, ia bekerja dibantu oleh istrinya. Dalam melakukan usahanya bapak ini berbagi tugas dengan istrinya sehingga dapat meminilisir pengeluaran. Bapak ini mengerjakan sepatu selama 1 minggu sebanyak 72 pasang, maka keuntungan yang dikerjakan selama seminggu Rp.150.000


(49)

4.2.2. Pembeli

1. Lili (Pr,29 Tahun)

Lili seorang wanita penggemar sepatu. Ia bekerja di salah satu pegawai swasta yang ada di Medan. Lili ini selalu membeli sepatu luar,bagi ia sepatu luar modelnya lebih bagus dan mengikuti trend. Menurut Lili harga sepatu luar terjangkau.

2. Tina (Pr,20 Tahun)

Tina seorang mahasiswa. Dia kuliah di salah satu Universitas Swasta yag berada di Medan. Tina ini tinggal di daerah Menteng VII. Dia pernah membeli sepatu buatan lokal yang ada di PIK. Menurut Tina model sepatu yang berada di PIK ini kurang menarik sehingga ia tidak mau membeli sepatu buatan lokal. Kemudian Tina beralih membeli sepatu buatan luar, menurut dia sepatu buatan luar bentuknya unik-unik dan hargnya murah.

3. Wati (Pr,38 Tahun)

Wati adalah seorang ibu yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Ibu ini memiliki 2 anak. Walaupun ibu ini seorang ibu rumah tangga, ibu ini sering membeli sepatu karena ibu ini memiliki hobi koleksi sepatu. Mulai dari sepatu buatan lokal sampai sepatu buatan luar. Menurut ibu ini kualitas sepatu lokal bagus dan tahan lama ketimbang buatan luar. Ibu ini tidak mengutamakan model melainkan kualitas. Menurut ibu ini harga sepatu buatan lokal tidak terlalu mahal.


(50)

4. Indah (Pr,32 Tahun)

Indah adalah seorang ibu yang berprofesi sebagai pegawai Bank. Ibu ini masih memiliki 1 orang anak. Ia mengaku hampir tiap bulan membeli sepatu. Sepatu yang di beli ibu ini sepatu buatan luar. Karena menurut ibu ini memakai sepatu buatan luar membuat ibu ini semakin percaya diri terhadap penampilannya. Menurut ibu ini kualitas sepatu buatan luar bagus, dan bentuknya juga unik-unik.

4.3 Temuan Data

4.3.1. Latar Belakang Pendirian Pusat Industri kecil (PIK)

Ide pertama pendirian Pusat Industri kecil (PIK) ini atas prakarsa dari Ir.Himanuddin Nasution sebagai kepala Kandep Perindustrian kota Medan pada tahun 1991-1992 dalam rangka ingin menjadikan PIK sebagai cibaduyutnya Medan. Kemudian hal ini dibicarakan dengan pengurus KOPINKRA sepatu kota Medan yang dipimpin oleh Ir.Budi D.Sinulingga yang mewakili Pemda tingkat II Medan,sekaligus sebagai ketua Bappeda kota Medan.

Ide tersebut kemudian diangkat oleh Bappeda Kota Madya Medan untuk dijadikan proyek diatas sebidang tanah milik pemerintah yang dikuasai oleh Pemda tingkay II Medan. Pada awalnya ide tersebut disambut baik oleh para pengrajin sepatu dengan kemampuan rata-rata yang mereka miliki untuk menyewa rumah sebagai tempat tinngal sekaligus untuk berusaha disekitar daerah kelurahan Sukaramai dan kelurahan kota Matsum sebesar Rp.600.000,-/tahun, dengan daftar anggota sekitar 60 orang pengrajin sepatu.


(51)

Setelah biaya untuk pembangunan rumah toko dengan dua tingkat, berlantai semen, serta beratap genteng diperkirakan banyak dari pengusaha ini yang mengundurkan diri dengan berbagai alasan. Pada akhirnya pembangunan PIK ini tidak lagi dikhususkan hanya untuk para pengrajin sepatu saja, akan tetapi juga oleh pengrajin yang lainnya dengan permohonan yang diajukan melalui lurah/camat se kota Medan dengan menetapkan syarat-syarat tertentu.

Pada tahun 1995, kawasan PIK telah dibangun diatas tanah seluas 17.745 m2 sebagai komplek perumahan PIK yang terdiri dari bangunan berbentuk rumah toko (ruko) permanen tingkat dua sejumlah 98 unit, yang berlokasi di kelurahan Medan Tenggara (Menteng) kecamatan Medan Denai. PIK ini akhirnya dibangun di atas tanah milik Pemda Tingkat II kota madya Medan, dimana para pengrajin yang berlokasi disana diberikan hak pengolahan atas bangunan tersebut dan kemudian statusnya meningkat menjadi Hak Guna Bangunan (HGB).

Para pengrajin sebagai penghuni diberi kelonggaran untuk mencicil kredit setiap bulan dengan jangka waktu diberikan sekitar 5,10,15,sampai 20 tahun. Pembangunan PIK ini terlaksana dengan adanya kerja sama antara Pemda Tingkat II Medan, PT.Bank Tabungan Negara (BTN), dan PT.Rezeki Berkah Utama.

Setelah pembangunan selesai, maka kawasan PIK ini diresmikan oleh Kepala BAPIK pusat atas nama Menteri Perindustrian dan Perdagangan, kepala Dinas Perindustrian tingkat II Provinsi Sumatera Utara, serta beberapa Kepala BUMN selaku Bapak angkat seperti Pertamina UPPDN I Sumut,Perumtel wilayah I, PTP.Nusantara III, PT.Socfindo, dan lian- lain.


(52)

4.3.2. Tujuan Pendirian Pusat Industri Kecil (PIK)

Pemerintah pada masa Walikota Bactiar Dja’far ini memutuskan untuk membangunan kawasan PIK sebagai sentra industry dengan tujuan :

1. Untuk menjadikannya sebagai cibaduyutnya Kota Medan

2. Untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan para pengrajin industri kecil

3. Dengan adanya suatu sentra industri kecil diharapkan akan dapat meningkatkan pertumbuhan industri-industri kecil yang tadinya tersebar di beberapa lokasi/kelurahan.

4. Dengan menyatukan beberapa pengrajin dalam satu lokasi akan memudahkan pemerintah atau instansi terkait untuk melakukan pembinaan, sehingga akan menghasilkan produk unggulan yang dapat berkompetisi menembus pasaran internasional untuk mewujudkan industri yang tangguh.

Untuk mewujudkan tujuan pemerintah dalam pendirian PIK tersebut maka pihak Departemen Perindustrian dan Perdagangan sebagai pihak yang bertanggung jawab melakukan beberapa pembinaan berupa :

1. Dengan mengadakan penyuluhan dan pembinaan kepada warga untuk dapat mengembangkan usahanya, serta memberikan pembinaan teknis minimal satu kali dalam satu seminggu.


(53)

2. Memberikan pelatihan-pelatihan, seperti diklat pembuatan sepatu, diklat untuk memberikan motivasi berusaha dengan nama Achievement Motivation Training (AMT) selama 8 hari dengan tenaga pelatih dari Kanwil Perindustrian dan Perdaganagn Sumut dengan dana yang disediakan oleh Pemko, dan Diklat Warung Informasi yang seluas-luasnya pada pengrajin.

3. Mengadakan pameran dan promosi untuk menembus pasar, baik itu dengan mengikuti pameran atau promosi untuk menembus pasar, baik itu dengan mengikuti pameran langsung yang mengikutsertakan beberapa pengrajin industri kecil diantaranya berasal dari kawasan PIK Menteng misalnya dengan mengikuti Pekan Raya Jakarta dan sebagainya, amupun dengan melakukan terobosan pemasaran langsung dengan sistem pendekatan Perindustrian Kota Medan

Pada awal pendirian Pusat Industri Kecil ini,kawasan sentra industri ini menampung sekitar 98 pengrajin. Dari keseluruhan jumlah pengrajin tersebut terdiri dari 48 pengrajin sepatu dan sekitar 50 pengrajin lainnya yang terdiri dari pengusaha konveksi, sulaman, dan bordei. Disamping itu juga tersedia 1 unit bangunan yang berfungsi sebagai ruang pameran, dan 1 unit bangunan untuk kantor perwakilan cabang Bank Tabungan Negara (BTN). Dari data yang diperoleh pada tahun 2003 (dalam Sinambela;2003) hanya ada sekitar 35 pengusaha yang benar – benar berprofesi sebagai perajin. Karena PIK ini telah mengalami peralihan fungsi, kawasan ini tidak lagi hanya dihuni oleh pengrajin sepatu,konveksi,sulaman atau bordir saja,


(54)

akan tetapi juga terdiri dari beberapa profesi seperti pegawai perkebunan, pegawai negeri, pengusaha kelontong dan kedai kopi. Disamping itu 1 unit gedung yang dari awal memang sudah disediakan sebagai swalayan produk-produk dari PIK untuk memudahkan para pengunjung agar dapat melihat dan memesan contoh produk yang diinginkan ternyata kurang difungsikan, bahkan terkesan kurang terawat.

4.3. Hambatan Dalam Pengembangan Usaha dan Strategi Mengatasinya

Setiap kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing individu memiliki segala resiko ataupun masalah berkaitan dengan kegiatannya tersebut. Proses kewirausahaan berkisar pada penggabungan sumber-sumber daya yang ada, proses tersebut melibatkan resiko yang tinggi, ketika suatu usaha tersebut berkembang maka seorang pengusaha akan berhadapan dengan masalah yang berhubungan kegiatan usahanya tersebut (Long,1997:174)

Keberlangsungan usaha adalah suatu keadaan atau kondisi usaha, dimana didalamnya terdapat cara-cara untuk mempertahankan, mengembangkan dan melindungi sumber daya serta kebutuhan yang ada di dalam suatu usaha (industri) untuk mencapai maksud yaitu mencari untung.

Pada saat ini kondisi kawasan sentra industri tersebut sudah mengalami kemerosotan dibandingkan ketika awal pendiriannya. Ada beberapa aspek yang mempengaruhi menurunnya/kemerosotan kondisi Pusat Industri Kecil (PIK) ini, yaitu:


(55)

1. Persaingan (Competition)

Persaingan dapat diartikan sebagai suatu proses sosial dimana individu atau kelompok-kelompok manusia bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum (baik secara perorangan maupun kelompok manusia) dengan cara menarik perhatian publik dengan mempertajam prasangka yang telah ada tanpa menggunakan kekerasan atau ancaman. Tidak dapat dipungkiri apabila setiap usaha yang dilakukan setiap orang, apalagi usaha tersebut tidak hanya dilakukan oleh satu orang saja, namun ada beberapa orang maka para pelaku usaha memiliki persaingan dengan pelaku usaha lain. Begitu pula yang terjadi pada industri kecil sepatu di PIK Menteng ini.

Persaingan sering kali muncul diantara para pengrajin pada saat mencari dan membeli bahan baku, kelangkaan bahan baku menjadi alasan yang mendasar terjadinya persaingan, kondisi seperti ini mengakibatkan masing-masing pengrajin khawatir akan tidak tersedianya bahan baku bagi proses produksi mereka. Hal yang menimbulkan adanya perbedaan harga bahan baku, jika ada yang berani bayar mahal maka dialah yang memperoleh bahan baku lebih cepat, hal ini menimbulkan ketidakstabilan harga bahan baku sehingga cenderung melonjak naik. Berikut hasil wawancara dengan salah seorang pengrajin :

“… harga bahan baku sepatu kami beli bervariasi, ada yang murah dan ada yang mahal,, kadang-kadang pemasok bahan baku ini sesuka hatinya menjual bahan baku kepada kami,, makanya kami kesal dan bingung mau jual dengan harga berapa sepatu kami ini”(wawancara dengan Informan Ahmad Sani,2011)


(56)

Biasanya persaingan ini tidak sengaja dan tidak ditujukan kepada perorangan atau golongan. Biasanya ada tujuan yang ingin dicapai seperti dalam pembuatan barang, orang ingin mencapai kualitas tinggi dan harga rendah. Dengan sendirinya diantar dua pengrajin yang tujuannya sama terjadi persaingan karena adanya pihak ketiga yaitu pembeli yang memilih tempat/pengrajin yang lebih memenuhi syarat untuk mencapai tujuan. Berikut hasil wawancaranya :

“diantara kami sesama pengrajin timbul persaingan antara lain masalah harga jual..sering dijumpai harga yang berbeda dan tempat lokasi berjualan selalu mencari tempat yang strategis supaya para pembeli lebih mudah datang untuk membeli”. (Wawancara dengan Informan Sutiyoso,2011)

Berikut hasil wawancara terhadap pengrajin sepatu :

“Kendala usaha pengrajin sepatu mutu atau kualitas model juga harus diperhatikan dari pada kita mengalami bangkrut ya mau gak mau, kita harus membuat model selera pembeli” (Wawancara dengan Informan Sri,2011)

Selain persaingan lokasi penjualan sepatu juga terdapat persaingan desain produk. Dimana dalam persaingan desain produk berpengaruh terhadap pengrajin sepatu, dengan alasan apabila produk tidak menarik bagi konsumen maka pengrajin sepatu bisa mengalami kerugian. Untuk itu pengrajin sepatu membuat desain produk yang selalu berubah, hanya meniru produk lain yang sudah dipasaran dan juga mengikuti orderan dari pembeli.


(57)

2. Kurangnya Modal.

Masalah permodalan merupakan suatu masalah utama yang dihadapi pengrajin. Pada umumnya pengrajin terbentur dalam masalah modal yang akan digunakan dalam mengembangkan usaha, meskipun banyak pengrajin yang mempunyai kemampuan untuk mengelola usahanya tetapi tidak mempunyai modal yang cukup sehingga pengrajin ini dapat mengembangkan usahanya lebih maju. Jelaslah modal merupakan faktor yang utama menentukan arah perkembangan usaha yang dijalankan. Berikut hasil wawancaranya dengan salah satu pengrajin :

“sangat jelas sekali. Tanpa modal nggak mungkin bisa mengembangkan usaha sepatu ini. Mau beli bahan baku saja harus pake modal,,apa lagi harga bahan baku sekarang mahal,,mau gak mau harus meminjam uang buat dapatin modal.” (Wawancara dengan Informan Suhardi, 2011)

Modal yang cukup sehingga pengrajin ini dapat mengembangkan usahanya lebih maju. Jelaslah modal merupakan faktor yang utama untuk menentukan arah perkembangan usaha yang dijalankan. seperti diketahui modal sangat penting dalam perkembangan usaha karena modal mempunyai 2 fungsi yaitu :

1. Menopang kegiatan produksi dan penjualan dengan jalan menjembatani antara saat pengeluaran untuk pembelian bahan serta jasa yang diperlukan dengan penjualan

2. Menutup pengeluaran yang bersifat tetap dan pengeluaran yang tidak ada hubunganya secara langsung dengan produksi dan penjualan. Jadi jelaslah modal sangat diperlukan dalam pengembangan usaha dan tanpa


(58)

modal, usaha yang dijalankan tidak dapat beroperasi dengan baik (Pitoyo,1993)

Permodalan merupakan suatu aspek terpenting dalam menentukan suatu keberlangsungan usaha, tanpa modal dalam hal ini modal uang suatu usaha tidak dapat berjalan atau tidak dapat dibangun atau dirintis kembali. Pengrajin sepatu yang dilihat dari banyaknya pekerja terhadap pengrajin tersebut dalam memenuhi kebutuhan akan modal untuk usaha ada yang berasal dari modal sendiri dan ada yang merupakan modal pinjaman.

Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk mengembangkan suatu unit usaha. Untuk menjalankan usaha pada awalnya tidak membutuhkan modal usaha yang besar, tetapi kebutuhan akan modal (baik untuk modal investasi maupun modal kerja) semakin meningkat seiring dengan perkembangan usaha. Keluhan yang selalu dihadapi pengrajin sepatu ini adalah kuranganya modal, naiknya harga bahan baku, kesulitan mendapatkan bahan baku yang berkualitas karena terkendala dana maka sering kali tidak bisa untuk memenuhi permintaan dan akhirnya banyak pengrajin tersebut yang tidak mampu bertahan dan mengalami kebangkrutan. Berikut wawancara dengan salah satu pengrajin sepatu :

“sekarang ini susah kali mendapatkan modal karena kurangnya perhatian dari pemerintah mau pinjem ke bank repot ngurus surat-surat administrasinya,,Selain modal uang mendapatkan bahan baku saja sekarang ini susah,, yang harganya melonjak naiklah,, harus ke berbagai lokasi untuk mendapatkan bahan baku. (Wawancara dengan Informan Tomy,2011)


(59)

Modal sendiri (modal perorangan) merupakan modal yang berasal dari uang pribadi pengrajin, bisa merupakan modal usaha yang sejak dulu ada karena usahanya merupakan usaha rintisan atau bisa merupakan murni modalnya pengrajin sendiri datang dari kantongnya. Modal pinjaman merupakan modal yang diperoleh dengan cara meminjam baik itu meminjam kepada orang atau lembaga keuangan seperti Bank. Sedangkan untuk pengrajin sepatu modalnya ada yang datang dari diri sendiri dan dari modal pinjaman kepada lembaga keuangan yaitu Bank dengan jangka waktu peminjaman biasanya tahunan dan berdasar besaran dana pinjam. Berikut hasil wawancara dengan salah satu pengrajin sepatu :

“…..Jika saya kekurangan modal ya saya biasanya meminjam dari lembaga keuangan seperti Bank atau koperasi tapi kadang-kadang saya pake modal sendiri dan pinjem dari keluarga lain,, karena mau nanti pihak bank sangat susah meminjamkannya lagi karena sudah pernah meminjam.” (Wawancara dengan Informan Ningsih,2011)

Industri kecil mampu bertahan sampai saat ini karena permodalan mereka tidak tergantung pada perbankan, dimana perbankan tidak lebih hanya sebagai alat transaksi maupun untuk menjaga keamanan. Sebagian besar pelaku industri kecil dalam menjalankan usahanya mengandalkan permodalannya sendiri yang bersumber dari tabungan pribadi, pinjaman kerabat dan bahkan tidak jarang modal mereka peroleh melalui pinjaman dari lembaga keuangan yang bukan bank.

Pada awal peresmian Pusat Industri Kecil ini para pelaku industri kecil masih mendapat perhatian dan bantuan dari pemerintah berupa bantuan modal melalui lembaga keuangan yang memang menyalurkannya, akan tetapi saat ini para pemilik


(60)

usaha tersebut menggunakan uangnya sendiri sebagai modal. Berikut hasil wawancara terhadap salah satu seorang pengrajin :

“selain masalah modal uang untuk mengembangkan usaha modal,, modal untuk memperbaiki alat-alat yang rusak juga penting, kalau mesin rusak ya tidak bisa memproduksi sepatu”. (Wawancara dengan Informan Supri,2011)

Berikut hasil wawancara dengan salah satu pengrajin sepatu :

“sekarang ini sangat sulit mendapatkan bahan baku,,contohnya saja bahan kulit.. Harga kulit saja sudah mahal,sudah gitu mendapatkan bahan baku kulit saja harus mencarinya ke daerah lain”. (Wawancara dengan Informan Sri,2011)

Proses produksi sepatu juga membutuhkan modal tetap dan modal berjalan. Modal tetap adalah modal yang tidak habis dalam sekali proses produksi dan terdiri dari peralatan serta sarana untuk proses pembuatan sepatu tersebut. Sedangkan modal berjalan adalah modal untuk membiayai pelaksanaan proses produksi, meliputi pembelian bahan baku,dan biaya upah pekerja. Dalam hal modal tetap pengrajin sepatu tidak memiliki masalah yang berarti, hanya saja masalah yang berkaitan dengan modal tetap cenderung kepada masalah mesin, dan kurangnya alat-alat pencetak. Dalam hal modal tetap pengrajin sepatu tidak memiliki masalah yang berarti, hanya saja masalah yang berkaitan dengan modal tetap cenderung kepada masalah mesin, dan kurangnya alat-alat pencetak.

Untuk modal berjalan, para pengrajin mengakui terdapat masalah yang mempengaruhi kelancaran produksi dan kelangsungan usaha mereka, modal berjalan


(61)

terutama biaya operasional kerja sangat dibutuhkan bagi para pengrajin, modal berjalan yang diperlukan pengrajin untuk kelancaran produksi adalah biaya pembelian bahan baku. Masalah kelancaran bahan baku muncul apabila pengrajin tidak mampu membeli bahan baku akibat harga bahan baku yang semakin naik

3. Aspek Sumber Daya Manusia

Sumber Daya Manusia merupakan segala kemampuan yang dimiliki sesorang untuk melakukan suatu kegiatan, sumber daya manusia sangat dibutuhkan untuk pencapaian suatu kegiatan optimal, suatu usaha yang dikelola oleh seseorang yang memliki sumber daya yang berkualitas, maka usaha tersebut akan terus berkembang, sebaliknya apabila kualitas sumber daya pengelola usaha rendah, maka usaha tersebut akan mengalami stagnasi.

Sumber Daya manusia meliputi kemampuan para pengusaha dalam mengelola usahanya, kemampuan pekerja, tingkat pendidikan pengrajin yang tidak mendukung, dan sebagainya. Dilihat dari tingkat pendidikan para pengusaha yang hanya menamatkan sekolahnya hingga SMU, maka sumber daya manusia yang dimiliki pun hanya setingkat SMU, artinya kemampuan akan penggunaan teknologi dan wawasan tentang kewirausahaan sangat minim dimiliki oleh para pengrajin.

Aspek ini terkait dengan kemauan para pengusaha untuk meningkatkan kemampuan pekerjaanya melalui pelatihan – pelatihan seperti yang diadakan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan maupun kantor koperasi, masih banyak pengrajin yang merasa enggan untuk mengirim pekerjanya ikut serta. Hal ini juga


(1)

para pedagang ini mengenai pengalaman selama mereka berjualan sepatu. Menurut penuturan dari beberapa pedagang menyatakan ada yang merasa bahwa dengan masuknya sepatu impor maka dapat mempengaruhi penghasilan mereka dalam berjualan sepatu. Seperti penuturan yang disampaikan oleh informan berikut ini:

“Saya merasa dengan masuknya sepatu impor saat ini penghasilan saya semakin menurun, para pembeli saat ini sudah jarang untuk membeli sepatu buatan dalam negeri, mereka milih untuk membeli sepatu luar negeri. Jika bicara mengenai sepatu impor jelas saat ini sepatu inilah yang dicari pembeli, seperti sepatu buat pelajar bisa meraih keuntungan yang diperoleh bisa meningkat karena banyak pelajar tertarik dengan model yang unik-unik.

(Wawancara dengan Informan Tomy,2011)

Selain penuturan dari informan diatas, ada juga pengrajin sepatu berjualan di pasar merasa bahwa dengan masuknya sepatu impor saat ini tidak berpengaruh terhadap sepatu dalam negeri yang dijualnya. Hal ini diungkapkan oleh informan berikut ini :

“Menurut saya meskipun sepatu impor sudah mulai masuk ke PIK ini, namun saya merasa itu tidak ada pengaruhnya dengan sepatu dalam negeri. Ya, itu semua tergantung pada pilihan masyarakat mau memilih sepatu yang mana. Namun, meskipun sebanyak apapun sepatu impor masuk ke PIK saya rasa orang-orang masih tetap memakai sepatu tidak impor itu masih bagus ketimbang sepatu impor. Jadi, kita berpikir positif saja dengan keadaan ini”.

(Wawancara dengan Informan Sutiyoso,2011)

Dengan melihat penuturan dari sebagian pengrajin sepatu menyatakan bahwa mereka merasakan adanya pengaruh yang dirasakan dengan masuknya sepatu impor di Menteng ini. Namun, pengrajin sepatu yang membuka usaha jualannya dalam


(2)

bentuk kios menyatakan bahwa sepatu masih banyak diminati oleh masyarakat Menteng ini.

Dengan memiliki pandangan atau pendapat yang berbeda di antara pengrajin sepatu terhadap masuknya sepatu impor di Menteng maka para pengrajin sepatu ini juga memiliki pandangan atau pendapat yang berbeda juga mengenai sepatu ini mulai dulu hingga sampai pada saat ini. Berikut ini adalah penuturan dari para informan yang menyatakan sepatu pada saat ini berbeda dengan dahulu. Hal ini seperti yang disampaikan oleh informan yang mengatakan :

“Kalau tentang perkembangan sepatu dari dulu sampai sekarang jelas berbeda. Dahulu sepatu itu masih bisa membawa keutungan bagi kami. Hal ini dikarenakan dahulu menjadi pengrajin seaptu merupakan pekerjaan yang menguntungkan di Menteng ini. Selain bahan-bahannya murah di peroleh dan alat-alatnya masih diperhatikan pemerintah. Jadi, semua pengrajin sepatu bisa membuat sepatu ini. Namun, sekarang ini dapat dilihat, meskipun memang sepatu ini masih tetap bertahan dan masih ada yang mau membelinya, namun saya sendiri yang sudah 20 tahun menjadi pengrajin sangat merasakan perbedaan ini”. (Wawancara dengan informan Sri,2011)


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Pengrajin sepatu di pusat industri kecil (PIK) Menteng menggunakan strategi produksi yang dititikberatkan pada pertahanan modal usaha / modal produksi. Strategi produksi tersebut membutuhkan modal berjalan. Modal dana yang mereka peroleh dari modal sendiri, pinjaman kerabat dan koperasi. 2. Strategi lain dalam mengatasi kelancaran proses produksi adalah berusaha tetap memperoleh bahan baku dari para agen, dengan jalan menjalankan kerja sama dengan para agen dapat memperoleh bahan baku yang murah dan berkualitas baik, hal ini dimulai sejak awal proses produksi.

3.Setiap pengrajin membetuk jaringan yang luas untuk mempertahankan kelangsungan usaha sepatu.

4. Pemasaran produknya setiap pengrajin seatu memiliki agen tetap atau langganan agar produk mereka tetap terjual.

5. Pengrajin sepatu berjualan di pasar merasa bahwa dengan masuknya sepatu impor saat ini tidak berpengaruh terhadap sepatu dalam negeri yang dijualnya, ada juga pengrajin sepatu beranggapan dengan masuknya sepatu impor berpengaruh terhadap usaha produksi seapatu mereka.


(4)

5.2 Saran

1. Peran serta dan kepedulian pemerintah mungkin merupakan solusi yang dapat memberikan efek yang paling besar bagi perkembangan industri kecil dalam negeri. Sehingga diharapkan pemerintah dapat membantu para pengrajin sepatu industri kecil, bukan hanya dalam bentuk modal akan tetapi juga pelatihan-pelatihan, maupun pendidikan bagi para pengrajin.

2. Pemerintah juga perlu menciptakan iklim Usaha yang kondusif

3. Membentuk lembaga khusus, yang khusus bertanggung jawab dalam mengkordinasikan semua kegiatan yang berkaitan dengan upaya penumbuh-kembangan industri kecil dan juga berfungsi sebagai pencari solusi dalam rangka mengatasi permasalahan baik internal maupun eksternal yang dihadapi oleh Industri Kecil.

4. Peningkatan kapasitas kelembagaan dan kualitas layanan lembaga keuangan mikro (LKM) dan koperasi simpan pinjam/usaha simpan pinjam (KSP/USP).

5. Menigkatkan kualitas produk, dengan harga jual yang terjangkau bagi para konsumen.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Ahimsa, Putra, H.S.2003. Ekonomi Moral, Rasional, dan politik Dalam Industri Kecil di Jawa. Yogyakarta ; Kepel Press

Arikunto, Suharsini. 2002. Ptosedur Peneliitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta

Bungin, Burhan.2001. Metodologi Penelitian Sosial. Airlangga University Pres. Damsar, 2002. Sosiologi Ekonomi. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.

Eti, Wahyuni. Dkk. 2005. Lilitan Usaha Mikro, Kecil Menengah (UMKM)& kontraversi Kebijakan (Studi kasus Sumatera Utara)

Hasibuan, Faisal. 1997. Ringkasan Laporan Sementara Kajian Data Indusrti Kecil, Jenis dan Peranannya, Badan Peelitian dan Pengembangan Koperasi dan Pengusaha Kecil, Depkop, Jakarta

Long,Norman.1997.Sosiologi Pembangunan Pedesaan. Jakarta:PT Bumi Aksara Longenecker,Justin G.dkk.2001. Kewirausahaan (Manajemen Usaha Kecil).Jakarta :

Salemba Empat

Moleong, Alex. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya

Ningrum,Nurul Widya.Dkk. 2003. Pola – pola Eksploitasi Terhadap Usaha Kecil. Yayasan AKATIGA ; Bandung

Perry,Martin.2000. Mengembangkan Usaha Kecil. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada Tambunan, Tulus. 1999. Perkembangan Industri Skala Kecil Di Indonesia.

Mutiara Sumber Widya

Wahyuni,Eti dkk.2005. Lilitan Masalah Usaha Mikro,Kecil,Menengah (UMKM) & Kontraversi kebijakan. Medan:Bitra Indonesia


(6)

Situs Internet

www.majalah-koperasi.com/pengembangan-daya-saing-koperasi-usaha-mikro-kecil-dan-menengah-2/ - diakses pada tanggal 22 Oktober 2010

www.smecda.com/deputi7/file_penelitian,php/pengkajian-usaha-mikro-di indonesia.

Sumber Jurnal

Makalah Seminar Ginanjar Kartasasmita pada Seminar Nasional dalam rangka HUT ke -20 HIPPI

Pratiwi, Sri. 2006. Analisis faktor – faktor yang mempengaruhi Produksi Industri Kecil Sepatu dan Konveksi di Kota Medan. Medan;Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.