REPRESENTASI KEKERASAN DALAM FILM KARTUN “BERNARD BEAR” Versi DVD ( Studi Semiotik Representasi Kekerasan Dalam Film Kartun “Bernard Bear Versi DVD ).

REPRESENTASI KEKERASAN DALAM FILM KARTUN
“BERNARD BEAR” Versi DVD
( Studi Semiotik Representasi Keker asan Dalam Film Kar tun
“Ber nard Bear Ver si DVD )

SKRIPSI

Disusun oleh,
Rezha Pr adhana Tr y Wicaksono
NPM. 0743010330

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
J AWA TIMUR
2011

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

KATA PENGANTAR


Assalamualaikum Wr. Wb
Alhamdulillaahirabbil’aalamin, dengan mengucapkan puji syukur kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang penulis beri judul Repr esentasi Kekerasan Dalam
Film Kar tun “BERNARD BEAR” Ver si DVD (Studi Semiologi Repr esentasi
Kekerasan Dalam Film Kar tun “Bernar d Bear Versi DVD). Sejujurnya,
penulis akui bahwa pendapat sulit ada benarnya tetapi faktor kesulitan itu lebih
banyak datang dari diri sendiri. Oleh karena itu, kebanggaan penulis bukanlah
pada selesainya skripsi ini melainkan kemenangan atas berhasilnya menundukkan
diri sendiri.
Pada kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih
kepada bapak Drs. Syaifudin Zuhri, M.Si, dosen pembimbing dan semua pihakpihak yang telah membantu penulis dalam meyelesaikan skripsi ini, diantaranya :
1. Prof. Dr. Teguh Suedarto. Mp.Rektor UPN “Veteran” Jawa Timur.
2. Ibu Dra. Hj. Suparwati, Msi, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
UPN “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Juwito, S.Sos, M.Si Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN “Veteran” Jawa Timur.
4. Kepada tim penguji ujian skripsi, yang telah memberikan saran dan kritik,
serta masukan yang berarti hingga pada akhirnya penulis mampu

menyelesaikan skripsi ini.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

iii

5. Tak lupa, kepada seluruh staff dan karyawan UPN Veteran Jawa Timur
khususnya FISIP jurusan Ilmu Komunikasi yang turut membantu
kelancaran baik dalam hal administrasi maupun kepengurusan akademik.
6. Untuk Papa dan Mama Tersayang, Terima kasih atas doa dan
dukungannya baik moral maupun materiil.
7. Buat anak kos MA 1 G no 19 yang telah memberikan support terima kasih
banyak.
8. Buat keluarga rizky dwi yang memberikan semangat dan dorongan untuk
segera menyelesaikan skripsi.
9. Buat anggota X-PHOSE yang menjadi keluarga kecilku terima kasih
banyak, pasti merindukan kalian semua. Sukses selalu!
10. Terima kasih banyak buat Rizky Dwi Rachmaditya yang selalu sabar
memberikan support.

Sungguh penulis menyadari benar bahwa skripsi ini masih jauh dari
sempurna dan penuh keterbatasan. Oleh karena itu, segala bentuk saran dan kritik
yang membangun nilai positif sangat dinantikan oleh penulis untuk memperbaiki
kekurangan yang ada dengan harapan bahwa skripsi ini Insya Allah akan berguna
bagi rekan-rekan di Jurusan Ilmu Komunikasi. Akhir kata penulis berharap
semoga skripsi ini dapat bermanfaat, bagi semua yang membutuhkan.
Surabaya, November 2011
Penulis

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

iv

DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN.......................…………………………………....

i


ABSTRAKSI.....................................................................................................

ii

KATA PENGANTAR………………………………………………………...

iv

DAFTAR ISI ………..……………………………………………………......

v

Bab I PENDAHULUAN.................................................................................

1

1.1 Latar Belakang ……………………………………………….....

1


1.2 Perumusan masalah…………………......………………….……

8

1.3 Tujuan Penelitian………………………………………………..

8

1.4 Kegunaan Penelitian ……………………………………………

8

Bab II KAJ IAN PUSTAKA……………………………….……………...
2.1 Landasan Teori…………………………...…………………….....

10
10

2.1.1


Definisi Kartun...............................................................

10

2.1.2

Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa ..................

11

2.1.3

Representasi.........…...………………………………....

14

2.1.4

Peran Media Massa.........................................................


16

2.1.5

Pengertian Kekerasan .....................................................

16

2.1.5.1 Definisi Kekerasan..........................................................

16

2.1.5.2 Jenis-jenis kekerasan......................................................

20

2.1.5.3 Pengertian Adegan Kekerasan .......................................

20


2.1.6

Semiotika.......................................................................

2.1.7

Model Semiotika John Fiske................................................. 23

2.1.8

Pendekatan Semiotika Dalam Film...............................

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

v

21

31


2.1.9

Pasal-Pasal Perilaku Penyiaran (P3)
dan Standar Program Siaran (SPS) oleh komisi
Penyiaran Indonesia (KPI).........................................

33

2.1.10

Respon Psikologi Warna............................................

35

2.1.11

Film Sebagai Komunikasi Massa..............................

37


2.1.12

Film Sebagai Realitas Sosial......................................

40

2.1.13

Film Bernard Bear......................................................

46

Kerangka berpikir ............................................……………. .

46

Bab III METODE PENELITIAN………………........……………...........

48


2.2

3.1

Metode Penelitian....................................................................

48

3.2

Kerangka Konseptual................................................................

49

3.2.1

Corpus...........................................................................

49

Definisi Operasional...................................................................

61

3.3.1

Representasi.................................................................

61

3.3.2

Kekerasan...................…………………......................

62

3.3.3

Kategori Kekerasan................................……………..

62

3.3.4

Tokoh Film..................................................................

63

3.4

Unit Analisis .............................................................................

64

3.5

Teknik Pengumpulan Data........................................................

64

3.6

Teknik Analisis Data.................................................................

65

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................

68

3.3

4.1

Gambaran Umum Objek Penelitian
4.1.1

Bernard Bear................................................................

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

vi

68

4.2.1
4.2

Penyajian Data..............................................................

Hasil dan Pembahasan John Fiske dalam film kartun Bernard Bear
4.2.2

Analisis Tampilan Visual dalam scene Film Bernard Bear

dengan Pendekatan Semiologi John Fiske………………………...
4.3

69

69

Makna Representasi Kekerasan Dalam Film Kartun Bernard Bear versi
DVD………………………………………………............................152

Bab V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1

Kesimpulan ………………………………………………………155

5.2

Saran……………………………………………………………….155

Daftar Pustaka..........................................................................................158
Lampir an Gambar...................................................................................159
Lampir an Scene........................................................................................160

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

vii

ABSTRAKSI
REZHA PRADHANA TRY WICAKSONO. Representasi Kekerasan Dalam
Film Kartun “BERNARD BEAR” Versi DVD (Studi Semiologi Representasi
Kekerasan Dalam Film Kartun “BERNARD BEAR” Versi DVD).
Penelitian ini menaruh perhatian pada masalah kekerasan yang terdapat pada
film kartun ini. Kekerasan yang dimaksud berupa kekerasan non verbal dan fisik,
kekerasan non verbal berupa body language seperti ejekan, mimik wajah
merendahkan lawan bicara menjadi tersinggung, emosi dan marah. Sedangkan
kekerasan fisik berupa pukulan, tendangan menggunakan alat maupun tidak, yang
membuat seseorang menjadi marah dan tersinggung. Di film kartun ini kekerasan
non verbal terlihat disaat tokoh bernard berekspresi marah dan mengolok,
sehingga mengakibatkan lawan menjadi tersinggung bahkan marah. Hal ini akan
memicu perkelahian. Kekerasan tersebut diikuti dengan kekerasan fisik seperti
memukul, menendang bahkan menghajar. Akibatnya akan terjadi pertarungan.
Kekerasan tersebut ditampilkan melalui tokoh bernard bear. Peneliti akan
merepresentasikan kekerasan dari sudut pandang yang berbeda.
Metode yang digunakan adalah analisis ssemiotic yang termaksud penelitian
kualitatif dengan cara merepresentasikan tanda-tanda yang terdapat pada film
kartun bernard dan menggunakan teori yang dikemukakan john fiske, analisis ini
dibagi menjadi level realitas (reality) dan level representasi (representation).
Teknik pengumpulan data menggunakan teknik dokumentasi dan pengamatan
secara langsung terhadap semua scene dan shot yang mengandung kekerasan
dalam film “Bernard Bear”.
Berdasarkan hasil analisis serta interpretasi kekerasan terhadap representasi
kekerasan yang terdapat dalam film kartun “Bernard” , melalui tokoh utama
bernard, peneliti menarik kesimpulan bahwa kekerasan yang dimaksud dalam film
ini adalah kekerasan non verbal dan kekerasan fisik. Kekerasan non verbal yang
terdapat dalam film kartun ini seperti ekpresi, kemarahan dengan mengolok,
sehingga menyebabkan lawan bicara emosi, marah dan tersinggung. Sedangkan
kekerasan fisik terdapat dalam film kartun ini berupa kekerasan melalui bahasa
tubuh, tindakan, fisik atau bahasa tubuh seperti bertarung dengan memukul,
menendang satu sama lain mengakibatkan lawan tidak berdaya. Dalam film ini
kekerasan juga dibangun melalui level realitas serta representasi.
Kata Kunci : Representasi, semiotik, kekerasan, kartun Bernard Bear.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

ii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Hubungan antara film dan masyarakat memiliki sejarah yang
panjang dalam kajian ahli komunikasi. Film sebagai alat komunikasi kedua
yang muncul di dunia, mempunyai masa pertumbuhannya pada akhir abad
ke-19, dengan perkataan lain pada waktu unsur-unsur yang merintangi
perkembangan surat kabar yang dibikin lenyap. Ini berarti bahwa pada
permulaan sejarahnya film dengan lebih cepat menjadi alat komunikasi yang
sejati, karena ia tidak mengalami unsure teknik, politik, ekonomi, social dan
demografi yang merintangi surat kabar pada masa pertumbuhannya dalam
abad ke-18 dan permulaan abad ke-19, menurut Oey Hong lee (Sobur,
2004:126).

Film

yang

merupakan

alat

komunikasi

kedua

juga

mempunyaipesan baik verbal maupun non verbal bagi audience-nya.
Dengan berkembangnya film, berkembang pula televisi yang dapat
dibuktikan jelas mengambil alih banyak penonton film. Terutama para
penonton yang sudah berkeluarga, sehingga para penonton film tinggal
sedikit dan kebanyakan berusia muda (McQuail, 1987:15). Seiring dengan
beralihnya penonton film menjadi penonton televisi, film mengalami
intregasi besar-besaran dengan media lainnya, terutama dengan penerbit
buku, musik populer dan bahkan dengan televisi sendiri. Terlepas dari
kenyataan menurunnya penonton, film justru mampu mencapai kekhususan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

1

2

tertentu (Jowwet and Linton, 1980), yakni sebagai sarana pameran bagi
media lain dan sebagai sumber budaya yang berkaitan erat dengan buku,
film kartun, bintang televisi, film seri serta lagu. Dengan demikian, dewasa
ini film berperan sebagai pembentuk budaya massa, bukannya sematasemata mengharapkan media lainnya sebagaimana peran film pada masa
kejayaannya yang lalu.
Televisi dan film mempunyai dampak tertentu bagi penontonnya.
Dalam banyak penelitian tentang dampak serial televisi dan film terhadap
masyarakat, hubungan antara televisi film dam masyarakat selalu dipahami
secara linier. Artinya, film baik yang ditayangkan di televisi, selalu
mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan
(message) dibaliknya, tanpa pernah berlaku sebaliknya. Selain itu, kekuatan
dan kemampuan film menjangkau banyak segmen sosial, lantas membuat
para ahli film memiliki potensi untuk mempengaruhi khalayaknya. Namun
seiring dengan kebangkitan film, muncul pula film-film yang mengumbar
seks, criminal, kekerasan. Dengan kata lain, film menjadi lebih bebas untuk
memenuhi kebutuhan akan sajian yang berbau kekerasan, mengerikan dan
pornografis (McQuail, 1987). Jika didalam film menampilkan adegan yang
mengandung kekerasan, maka dapat berdamapak negatif bagi penontonnya,
terutama anak-anak karena bukan tidak mungkin bagi mereka untuk meniru
apa yang dilihatnya di televisi.
Ahli

psikologi,

Albert

Bandura

dari

universitas

Stanford,

mengadakan eksperimen untuk mengetahui seberapa efektifnya anak-anak

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3

melakukan peniruan terhadap perilaku agresif. Dalam eksperimen itu,
ditemukan bahwa anak belajar mengenal perilaku agresif dengan meniru
orang dewasa. Anak-anak tersebut melihat seorang model melakukan
kekerasan dengan memukul, menendang dan menduduki boneka badut.
Setelah mengamati model, anak-anak tersebut ditaruh diruangan besar
dengan boneka badut, secara tidak langsung anak-anak tersebut melakukan
tindakan yang sama persis dilakukan oleh model sebelumnya ( Bailey,
1988). Beberapa ahli psikologi berpendapat bahwa kekerasan sama sekali
bukanlah hal yang ditetapkan secara genetic, melainkan sepenuhnya
merupakan hasil belajar. Manusia belajar lewat peniruan, mengambil polapola perilaku yang mereka lihat dari sekitar mereka, dan juga melalui proses
umum yang disebut pembiasaan. Baik peniruan maupun pembiasaan dimulai
dari rumah, tetapi banyak dipengaruhi oleh dunia luar yang lebih luas, baik
oleh sekolah, tradisi nasional dan agama maupun oleh buku, majalah, surat
kabar terutama film dan televisi ( Bailey, 1988 ).
Film dan televisi dianggap sangat efisien dalam menyebarkan
gagasan dan efesiensi dalam menanamkan keagresifan. Televisi rupanya
memiliki pengaruh yang lebih jauh dan luas, televisi dapat berperan sebagai
pembawa pengaruh lintas budaya, melintasi ciri khas nasional serta
menyampaikan informasi yang sama kepada bangsa-bangsa yang memiliki
keanekaragaman nilai dan warisan budaya. Televisi mampu menciptakan
hubungan langsung, atau bahkan hubungan akrab sebagai anggota keluarga,
karena hadir didalam rumah. Demikianlah televisi bertindak sebagai model

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4

sekaligus sebagai pemberi hadiah dan pencipta proses pembiasaan ( Bailey,
1998 ). Tetapi alasan utama yang menyebabkan anak-anak begitu
terpengaruhi oleh televisi karena mereka terlalu sering dan lama untuk
menonton. Dengan begitu pesan yang mereka terima sangat menempel
diingatan mereka. Selain itu, televisi juga bisa menjadi media untuk
mmenyebarkan kekerasan.
Seorang wartawan televisi pernah melakukan perjalanan melewati
sebuah daerah pedalaman yang tentram dan damai, ia mendapati bahwa
warga sebuah desa pertanian dihantui oleh kejahatan dan kekerasan
sekalipun lingkungan masyarakat sudah tidak lagi mengalami peristiwa
perkosaan sejak 12 tahun yang lalu atau pembunuhan sejak 21 tahun yang
lalu. Suasana takut yang berlebihan itu diperberat oleh acara televisi yang
secara tetap menyajikan adegan kekerasan, baik yang nyata maupun
khayalan. Sebuah penelitian dilakukan oleh universitas di Pennsylvania
menunjukan bahwa orang yang menonton televisi mempunyai perkiraan
terlalu tinggi mengenai peristiwa kekerasan dalam kehidupan nyata di kota
mereka sendiri. Sebabnya mudah ditemukan setengah jam acara televisi
dapat menyajikan tindak memerasan lebih banyak daripada yang akan
disajikan dengan mata kepala sendiri sepanjang hidup seseorang ( Bailey,
1998 ).
Di Indonesia banyak sekali bermunculan film dari luar negri maupun
dalam negri sendiri dan dimana film-film tersebut sering ditayangkan di
bioskop maupun di telivisi. Apalagi sembilan stasiun televisi swasta di

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

5

Indonesia yang dimana mereka juga berlomba-lomba menampilkan
program-program acara dan film yang menarik pemirsannya. Acara televisi
akhirnya menjadi sarana hiburan yang menarik, murah dan praktis bagi
keluarga. Setiap saat, setiap waktu, televisi menjadi teman dalam mengisi
waktu luang. Berbagai macam pilihan acara telah tersedia, termasuk untuk
anak-anak, salah satunya adalah serial kartun. Apalagi ada televisi yang
program acaranya serial kartun dan hal itu sangat disukai oleh anak-anak.
Padahal penelitian menunjukkan bahwa 94% kartun mengandung adegan
kekerasan (http://students.uwsp.edu/cmlez89/Speech.htm). Hal ini tidak
disadari oleh anak-anak karena kekerasan fisik seperti pukul memukul
kepala, jatuh terguling-guling atau intimidasi fisik tersebut dikemas dalam
kelucuan yang membuat anak-anak tertawa. Mereka sendiri belum tentu
menyadari dampak yang terjadi akibat menonoton serial kartun tersebut.
Banyak serial kartun di Indonesia yang diminati oleh anak-anak dan
orang dewasa yaitu serial kartun One Piece, Naruto di Global TV,
Doraemon, Shincan di RCTI, Dragon Ball, Detektif Conan di Indosiar, Upin
Ipin di MNCTV dan diantaranya adalah Bernard Bear yang sedang booming
sekarang ini, Bernard Bear menjadi sahabat setia bagi anak-anak. Bahkan
beredar menandingi popularitas acara kartun lainnya. Bernard Bear telah
menjadi sahabat setia bagi mulai anak-anak hingga remaja.
Film kartun Bernard Bear yang berdurasi kurang lebih 3 menit
percerita, yang ditayangkan setiap hari senin, rabu - minggu di MNCTV.
Bukan hanya untuk hiburan , melainkan juga dapat memberikan pendidikan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

6

secara langsung maupun tidak langsung, melalui tokoh – tokoh yang
terdapat dalam cerita atau dari isi cerita film itu sendiri. Film Bernard Bear
mempunyai sifat primitif selalu tertarik dengan hal-hal yang baru. Entah di
bidang musik, olahraga, atau jenis-jenis profesi sebagai wartawan, koki, atau
tukang bangunan. Berangkat dari ketertarikannya, Bernard kadang mencoba
segala peralatan yang berkaitan dengan bidang yang menarik minatnya.
Misalnya olahraga paralayang. Bernard mencoba mengenakan parasut,
kacamata, dan perlengkapan lainnya lalu terbang. Namun sifatnya yang
temperamental yang menyebabkan nasibnya yang selalu sial. Nasib sialnya
inilah yang membuat tawa siapun yang melihatnya. Poin pertama Bernard
bear yang dikisahkan selalu tertarik pada hal-hal yang baru dapat
mengajarkan anak-anak pengetahuan dan pendidikan.
Kisah cerita Bernard Bear dan perilaku tokoh-tokohnya sangat
menarik untuk ditonton. Serial Bernard Bear yang sedikit banyak
mengandung tema keluarga dan pendidikan ini ternyata masih tak luput
dengan beberapa adegan kekerasan (baik secara langsung maupun tidak
langsung) di dalamnya. Representasi kekerasan yang disajikan dalam serial
televisi Bernard Bear, inilah yang menimbulkan kecemasan dan perhatian
dalam penelitian ini. Hal ini dikarenakan bila representasi kekerasan baik
yang berbentuk verbal maupun non verbal yang berlebihan jumlahnya dalam
satu serial televisi yang diperuntukkan anak–anak, hal tersebut dikhawtirkan
akan mempengaruhi perkembangan anak dalam sikap dan perilaku mereka

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

7

nantinya. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti ingin mengatahui tentang
representasi kekerasan yang terkonstruksi dalam serial kartun Bernard Bear.
Program ini melanggar ketentuan yang diatur dalam Pedoman
Perilaku Penyiaran (P3) & Standar Program Siaran (SPS) tentang standar
program siaran. Dalam pasal tersebut memuat bahwa program siaran
dilarang membenarkan kekerasan dan sadisme sebagai hal yang lumrah
dalam kehidupan sehari-hari. Adegan yang melanggar di antaranya adalah
menampilkan secara detail (big close up, extreme close up) yang
menampilkan adegan penyiksaan secara close up dengan atau tanpa alat
(pemukul) secara nyata. Dan pasal 27 yang memuat tentang pelarangan katakata kasar dan makian baik di ungkap secara verbal maupun non verbal yang
mempunyai kecenderungan menghina atau merendahkan martabat manusia.
http://www.kpi.go.id/
Ada beberapa pengaduan kepada KPI bahwa film kartun Bernard
Bear sangat tidak baik untuk anak-anak, karena isinya hanya persaingan
jahil, kelakuan usil Bernard Bear, kejadian celaka, juga merasa senang
apabila pihak lain celaka atau kekerasan.
http://old.kpi.go.id/?etats=pengaduan&nid=13626

Beberapa film kartun yang tidak layak di tonton yaitu tom and
jerry, happy tree friend, the simpson, caryon shincan, family guy, bernard
bear. Film kartun merupakan kesukaan anak-anak. Dulu film kartun
memang dibuat untuk anak-anak. Tapi dengan berkembangnya teknologi,

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

8

terkadang film kartun yang kelihatan lucu ternyata tidak layak di tonton oleh
anak-anak. http://forum.vivanews.com/archive/index.php/t-81811.html
Penulis meneliti pada versi DVD sebanyak sepuluh episode karena
pada episode ini banyak yang mengandung macam-macam kekerasan fisik
yang sering muncul pada film Bernard Bear. Berdasarkan uraian diatas,
maka peneliti ingin mengetahui adegan kekerasan apa yang terdapat dalam
film kartun Bernard Bear.

1.2

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perumusan dalam
masalah ini adalah : Bagaimana kekerasan ditampilkan dalam film “Bernard
Bear” Versi DVD.

1.3

Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui kekerasan

yang sering muncul pada film “Bernard Bear’

Versi DVD.

1.4

Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan dan
manfaat, baik secara teoritis maupun praktis :

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

9

a. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumbangan
pemikiran bagi pengembangan ilmu komunikasi terutama mengenai
representasi kekerasan yang disajikan dalam film kartun Bernard Bear.
b. Secara praktis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan wawasasn
sosial pada masyarakat akan reperesentasi kekerasan terkontruksi
dalam serial kartun Bernard Bear. Selain itu hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberi bahan masukan yang bermanfaat bagi para
orang tua untuk lebih bijaksana dalam memilihkan tontonan serial
kartun bagi anak-anak mereka. Dan lebih bijaksana lagi jika orang tua
mau mendampingi anak-anak mereka dalam menonton tayangan
televisi apa saja, meskipun acara serial kartun. Sehingga anak-anak
mengetahui mana yang pantas untuk ditiru dan mana yang tidak boleh
ditiru.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB II
KAJ IAN PUSTAKA

2.1

Landasan Teori

2.1.1 Definisi Kartun
Kartun yang biasanya disebut dengan animasi adalah menghidupkan
gambar, sehingga kita perlu mengetahui dengan pasti setiap detail karakater,
mulai dari tampak (depan, belakang, dan samping) detail muka si karakter
dalam berbagai ekspresi (normal, diam, marah, senyum, ketawa, kesal, dll.)
lalu pose / gaya khas karakter bila sedang melakukan kegiatan tertentu yang
menjadi ciri khas si karakter tersebut. Bahkan seorang ’Shincan’ dengan
karakter yang sederhana tetapi mempunyai kekuatan personalitinya sehingga
membuat penonton tahu betul sifat-sifatnya. Jadi perlu diperhatikan bahwa
karakter anda bukan sekedar gambar tetapi mempunyai kelakuan tertentu yang
seolah-olah punya jiwa. Karena animasi adalah membuat gambar anda
kelihatan hidup, sehingga kita bisa mempengaruhi emosi penonton menjadi
turut merasa sedih, ikutan menangis, jatuh cinta, kesal, gembira bahkan
tertawa terbahak-bahak.
(www.scribd.com/pengertian animasi).
Kartun merupakan contoh pesan yang berupaya menyampaikan begitu
banyak informasi secara sederhana dan langsung, kartun menggunakan
penanda yang sederhana untuk penanda yang kompleks (Fiske, 1990:72).
10
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

11

2.1.2

Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa
Televisi sebagai media massa yang merupakan media dari jaringan
komunikasi yang berlangsung satu arah, komunikatornya melembaga,
mempunyai pesan bersifat umum atau luas sasarannya menimbulkan
keserempakan serta komunikasinya bersifat heterogen. Kelebihan televisi
yaitu bersifat audio visual, artinya dapat dilihat dan didengar (Effendy,
1991:24). Sedangkan siaran televisi adalah siaran dalam bentuk suara dan
gambar dan dapat ditangkap oleh umum, baik dengan system pemancaran
dalam elektromagnetik maupun kabel-kabel (Wahyudi, 2003:13)
Televisi juga sebagai salah satu media massa pada pokoknya
memiliki empat fungsi, yakni menyampaikan informasi (to inform),
mendidik (to educate), menghibur (to entertaint), dan mempengaruhi (to
influence). (Effendy, 1984:31)
Komunikasi sering diartikan sebagai perpindahan (transfer)
informasi

(pesan)

dari

pengirim

(komunikator)

kepada

penerima

(komunikan) melalui saluran (media) tertentu dengan tujuan mencapai
saling pengertian (mutual understanding)
Terdapat dua macam proses komunikasi, yakni secara tatap muka
(primer) dan secara media (sekunder). Komunikasi sekunder ini dilakukan
dengan menggunakan media nirmassa (dalam komunikasi kelompok
tertentu) atau dengan menggunakan media massa. Tujuan dari komunikasi
sekunder ini antara lain adalah untuk mencapai komunikan yang lebih luas,

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

12

memungkinkan imitasi oleh lebih banyak orang dan mengatasi batas ruang
dan waktu.
Proses komunikasi menggunakan media massa (televisi) disebut
komunikasi massa. Pengertian komunikasi massa menurut George Gerbener
adalah sebagai produksi dan distribusi secara institusional dan teknologis
dari sebagian besar aliran pesan yang dimiliki bersama secara berkelanjutan
dalam masyarakat industrial (Rakhmat, 1999:188)
Komunikasi massa pada dasarnya merupakan penggunaan saluran
(media) yang mempunyai proses melibatkan beberapa komponen. Dua
komponen yang berinteraksi (sumber dan penerima) terlibat, pesan yang
diberi kode oleh sumber (encoded), disalurkan melalui sebuah saluran dan
diberi kode oleh penerima (decoded), tanggapan yang diamati penerima
merupakan umpan balik yang memungkinkan interaksi berlanjut antara
sumber dan penerima (Winarso, 2005:18-20)
Jadi pada hakekatnya komunikasi massa sebenarnya sama dengan
bentuk-bentuk komunikasi yang lain,

yakni memiliki unsur-unsur

komunikasi seperti sumber, pesan, saluran, gangguan, efek, umpan balik
dan konteks. Namun beberapa hal yang membedakannya terutama adalah
sifat komunikasinya yang umum, cepat dan selintas.
Komunikasi massa dapat diartikan sebagai suatu proses dimana
komunikator secara profesional menggunakan media massa didalam
menyebarkan pesannya guna mempengaruhi khalayak banyak.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

13

Televisi adalah panduan radio (broadcast) dan film (moving
picture). Para penonton di rumah-rumah tak mungkin menangkap siaran
televisi, kalau tidak ada unsur-unsur radio. Dan tak mungkin dapat melihat
gambar-gambar yang bergerak pada layar pesawat televisi, jika tidak ada
unsur-unsur film. (Effendy, 2003:174).
Televisi memiliki daya tarik yang sangat kuat melebihi media
massa lainnya, sebab televisi memiliki unsur visual berupa gambar hidup
yang menimbulkan kesan mendalam bagi penontonnya. Televisi
menimbulkan dampak yang kuat bagi pemirsanya. Hal ini disebabkan
karena adanya tekanan pada sekaligus kedua indera, yakni pengelihatan
dan pendengaran, selain itu televise juga memiliki kombinasi gerak dan
suara.
Untuk tujuan komersial, televisi dipandang sebagai media yang
efektif karena televisi memiliki kemampuan menjangkau khalayak sasaran
yang sangat luas dan televisi memiliki kemampuan yang kuat untuk
mempengaruhi persepsi khalayak sasaran. Masyarakat lebih sering
meluangkan waktunya didepan televise guna mendapatkan informasi dan
hiburan. Televisi telah menjadi cerminan budaya tontonan pemirsa dalam
era informasi dan komunikasi saat ini.
Sebagai alat untuk menyampaikan informasi, televisi sebagai salah
satu media massa mampu menyiarkan informasi yang amat memuaskan. Hal
ini disebabkan karena adanya faktor immediacy yang dalam pengertiannya
langsung dekat, dengan adanya faktor realism yang mengandung makna

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

14

kenyataan. Dalam melaksanakan fungsinya sebagai sarana penerangan,
televisi selain menyiarkan informasi dalam siaran pandangan mata, atau
berita yang dibacakan penyiar, dilengkapi dengan gambar-gambar yang
faktual, juga diskusi panel, ceramah, komentar, dan wawancara yang
kesemuanya realistis. Sebagai alat untuk mendidik, televisi merupakan
sarana yang ampuh untuk menyiarkan acara pendidikan kepada khalayaknya
yang jumlahnya begitu banyak secara simultan. Selain acara pendidikan
yang disiarkan secara berkesinambungan, televisi juga menyiarkan berbagai
acara yang secara implisit mengandung pendidikan seperti sandiwara,
ceramah, film, dan sebagainya. (Effendy, 1984:28).
Dari beberapa uraian diatas tampak bahwa televisi merupakan media
komunikasi yang efektif dan efisien. Hal ini dapat dilihat dari beberapa
faktor misalnya efisiensi biaya. Dampak dan pengaruh yang dihasilkan oleh
media televisi sangat kuat. Hal ini membuat masyarakat berbondongbondong menggunakan televisi, selain itu perkembangan teknologi yang
sangat cepat membuat media televisi lebih menarik.

2.1.3

Representasi
Representasi berasal dari kata ”Represent” yang bermakna stand
for artinya ”berarti” atau juga ”act as delegate for” yang berarti bertindak
sebagai perlambang atas sesuatu (Kerbs, 2001). Piliang dalam bukunya
Hipersemiotika

manyatakan

bahwa

representasi

adalah

tindakan

menghadirkan atau merepresentasikan sesuatu lewat sesuatu yang lain di

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

15

luar dirinya, biasanya berupa tanda atau simbol (Piliang, 2003:21). Selain
itu representasi ini merujuk pada proses yang dengannya realitas
disampaikan dalam komunikasi, via kata-kata, bunyi, atau kombinasinya
(Fiske, 1990:282).
Menurut Stuart Hall (1997), representasi adalah salah satu praktek
penting yang memproduksi kebudayaan. Kebudayaan merupakan konsep
yang sangat luas, kebudayaan menyangkut ‘pengalaman berbagi’.
Seseorang dikatakan berasal dari kebudayaan yang sama jika manusiamanusia yang ada disitu membagi pengalaman yang sama, membagi kodekode kebudayaan yang sama, berbicara dalam ‘bahasa’ yang sama, dan
saling berbagi konsep-konsep yang sama. (Nuraini Juliastuti, 2000:4
Chris Barker menyebutkan bahwa representasi merupakan kajian
utama dalam cultural studies. Representasi sendiri dimaknai sebagai
bagaimana dunia dikonstruksikan secara sosialn dan disajikan kepada kita
dan oleh kita di dalam pemaknaan tertentu. Cultural studie memfokuskan
diri kepada bagaimana proses pemaknaan representasi itu sendiri. (Chris
Barker, 2004:8)
Maka dalam representasi kekerasan, kekerasan itu sendiri dapat
dihadirkan atau diperlihatkan melalui tanda dan simbol-simbol yang
terdapat dalam serial kartun Bernard Bear.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

16

2.1.4

Peran Media Massa
Peran media massa dalam kehidupan manusia dapat dirumuskan
secara singkat sebagai berikut:
Media massa memberikan informasi dan membantu kita mengetahui
secara jelas mengenai dunia dan sekelilingnya kemudian menyimpannya
dalam ingatan kita.
a. Media massa membantu kita menyusun agenda (jadwal) kehidupan
setiap hari.
b. Media massa berfungsi membantu untuk berhubungan dengan berbagai
kelompok masyarakat lain diluar masyarakat kita.
c. Media massa membantu mensosialisasikan pribadi manusia.
d. Media massa digunakan untuk membujuk khalayak yang mencari
keuntungan dari pesan-pesan yang diterimanya,
Media massa sebagai media hiburan, sebagian besar media
melakukan fungsi sebagai media yang memberikan hiburan bagi
khalayak.

2.1.5

Penger tian Kekerasan

2.1.5.1 Definisi Keker asan
Kekerasan atau bahasa Inggris: Violence berasal dari bahasa Latin:
violentus yang berasal dari kata vī atau vīs berarti kekuasaan atau
berkuasa adalah dalam prinsip dasar dalam hukum publik dan privat
Romawi yang merupakan sebuah ekspresi baik yang dilakukan secara fisik

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

17

ataupun secara verbal yang mencerminkan pada tindakan agresi dan
penyerangan pada kebebasan atau martabat seseorang yang dapat
dilakukan oleh perorangan atau sekelompok orang umumnya berkaitan
dengan kewenangannya yakni bila diterjemahkan secara bebas dapat
diartinya bahwa semua kewenangan tanpa mengindahkan keabsahan
penggunaan atau tindakan kesewenang-wenangan itu dapat pula
dimasukan dalam rumusan kekerasan ini. Kekerasan antara lain dapat pula
berupa pelanggaran (penyiksaan, pemerkosaan, pemukulan, dll.) yang
menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan penderitaan atau
menyakiti orang lain, dan - hingga batas tertentu - kepada binatang dan
harta-benda. Istilah "kekerasan" juga berkonotasi kecenderungan agresif
untuk melakukan perilaku yang merusak. Kekerasan pada dasarnya
tergolong ke dalam dua bentuk kekerasan sembarang, yang mencakup
kekerasan dalam skala kecil atau yang tidak terencanakan, dan kekerasan
yang terkoordinir, yang dilakukan oleh kelompok-kelompok baik yang
diberi hak maupun tidak, seperti yang terjadi dalam perang (yakni
kekerasan antar-masyarakat) dan terorisme. (Bourdieu, Pierre, 1977:248)
Menurut Galtung, kekerasan terjadi apabila manusia dipengaruhi
sedemikian rupa sehingga jasmani dan mental aktualnya berada dibawah
realisasi potensialnya. Kata kunci yang perlu diterangkan yaitu aktual
(nyata) dan potensial (mungkin), dibiarkan serta diatasi tanpa disingkirkan.
Jadi disini kekerasan didefinisikan sebagai penyebab perbedaan antara
yang potensial dan yang nyata. Jenis kekerasan yang lain adalah kekerasan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

18

langsung, misalnya melukai dan membunuh. Dengan melukai dan
membunuh berarti menempatkan ” realisasi jasmani aktualnya dibawah
realisasi potensialnya” dengan demikian realitas mentalnya juga tidak
dimungkinkan karena kita tahu bahwa tanpa intregitas jasmani, kebebasan
untuk merealisasikan diri terhambat.
Galtung juga menguraikan enam dimensi penting dari kekerasan,
yakni :
a. Kekerasan fisik dan psikologisnya. Dalam kekerasan fisik, tubuh
manusia

disakiti

sampai

membunuh.

Sedangkan

kekerasan

psikologisnya adalah tekanan yang berhubungan dengan kemampuan
mental dan otak.
b. Pengaruh postif dan negatif. Sistem orientasi imbalan yang sebenarnya
ada pengendalian atau kontrol yang tidak bebas, kurang terbuka dan
cenderung manipulatif, meskipun meberikan kenikmatan.
c. Terdapat subjek atau tidak. Maksudnya dalam tindakan tertentu tetap
terdapat ancaman baik berupa kekerasan fisik ataupun psikologis.
Walaupun tidak memakan korban tetapi dapat mambatasi tindakan
manusia.
d. Terdapat subjek atau tidak. Kekerasan disebut langsung atau personal
jika ada pelakunya, namun apabila tidak ada pelakunnya disebut
struktural atau tidak langsung.
e. Disengaja atau tidak bertitik berat pada akibat dan bukan tujuan. Dari
sudut korban sengaja atau tidak, kekerasan tetap kekerasan.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

19

Kekerasan yang tampak dan tersembunyi. Kekerasan yang tampak
nyata dapat dilihat meskipun tidak langsung, sedangkan kekerasan
tersembunyi adalah suatu kekerasan yang tidak kelihatan tetapi bisa
dengan mudah meledak (Santoso,2002:168-169).
Menurut peneliti kekerasan adalah suatu tindakan yang dilakukan
baik secara sengaja maupun tidak langsung. Menurut peneliti kategori
kekerasan tidak hanya diliaht berdasarkan jenis kekerasan saja tetapi juga
dapat dilihat pada alat yang digunakan serta penderitaan korban akibat
kekerasan tersebut dan dapat juga berdasarkan kategori berikut :
1. Kekerasan ringan yakni tindakan kekerasan seperti mendorong hingga
jatuh, menyiksa dan menampar serta segala perbuatan yang tidak
menyebabkan korbannya tewas, termasuk didalamnya perkelahian
dalam latihan silat dan sejenisnya.
2. Ancaman dengan senjata tidak terbatas pada senjata tajam ataupun
senjata api. Segala alat yang digunakan untuk menakuti lawannya.
Dikategorikan senjata.
3. Penganiyayaan berat disini diartikan penganiayaan pada lawan sehingga
menyebabkan lawan tidak berdaya, pingsan atau bahkan tewas.
4. Perusakan barang-barang disini bukan sekedar melempar sesuatu, tetapi
termasuk akibat dari sesuatu yang berakibat rusaknya barang-barang
(misalnya membenturkan dinding kaca hingga kacanya pecah).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

20

2.1.5.2 J enis Kekerasan
Istilah kekerasan digunakan untuk menggambarkan perilaku, baik
yang terbuka atau yang tertutup serta baik yang bersifat menyerang atau
bertahan dan disertai penggunaan kekuatan kepada orang lain. Ada empat
jenis kekerasan yang diidentifikasi yakni :
1. Kekerasan terbuka yakni kekerasan yang dapat dilihat seperti
perkelahian.
2. Kekerasan tertutup yakni kekerasan tersembunyi yang tidak dilakukan
langsung

seperti

perilaku

mengancam.

Perilaku

mengancam

mengkomunikasikan pada orang lain suatu maksud untuk menggunakan
kekerasan terbuka bila diperlukan. Orang yang melakukan ancaman
sesungguhnya tidak bermaksud melakukan kekerasan.
3. Kekerasan agresif yakni kekerasan yang dilakukan tidak untuk
perlindungan tetapi untuk mendapatkan sesuatu.
4. Kekerasan

difensif

yakni

kekerasan

yang

dilakukan

sebagai

perlindungan diri (Santoso, 2002.p.2002.11).
2.1.5.3 Penger tian Adegan Kekerasan
Adegan kekerasan disini diartikan sebagai setiap tampilan visual
(dengan gambar) yang tertuju pada tingkah laku yang bermaksud melukai,
mencelakakan

atau

bahkan

membunuh

orang

lain.

Menurut

wignoyosoebroto (1991). Kekerasan adalah :
”suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sejumlah
orang yang berposisi kuat terhadap seseorang yang berposisi lebih lemah.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

21

Berasarankan kekeuatan fisiknya yang superior, dengan kesengajaan untuk
dapat ditimbulkan rasa derita dipihak yang tengah menjadi objek
kekerasan tersebut. Serta kekerasan juga dapat terjadi akibat lampiasan
rasa amarah yang tidak tertahankan”.
Jadi menurut peneliti representasi adegan kekerasan adalah
konstruksi gambaran visual yang merujuk pada suatu tindakan yang
dilakukan oleh seseorang ataupun sejumlah orang berposisi kuat terhadap
seseorang yang berposisi lebih lemah, bersarankan kekeuatan fisiknya,
dengan kesenjangan untuk dapat ditimbulkan rasa derita dipihak yang
tengah menjadi objek kekerasan tersebut.
2.1.6

Semiotika
Secara etimologis istilah semiotika berasal dari kata yunani
Semeion yang berarti ”tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai
sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat
dianggap mewakili sesuatu yang lain.
Secara terminologis, semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu
yang mempelajari sederetan luas obyek-obyek. Peristiwa-peristiwa seluruh
kebudayaan sebagai tanda (Eco, dalam Alex Sobur 2002:95). Pengertian
lain juga dikemukakan oleh (Van Zoes;dalam alex Sobur 2002:96)
mengartikan semiotik sebagai ilmu tanda (sign) dan segala yang
berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungannya dengan tandatanda

lain,

pengirimnya,

dan

penerimanya

oleh

mereka

yang

menggunakannya. Menurut preminger (2001), ilmu ini menganggap

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

22

bahwa fenomena sosial atau masyarakat kebudayaan itu merupakan tandatanda . Semiotik mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensikonvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersbut mempunyai arti.
Didalam perkembangan sejarah semiotika, berasal dari dua induk
yang memiliki dua tradisi dasar yang berbeda. Pertama Charles Sanders
Pierce. Seorang filsuf amerika yang hidup diperalihan abad yang lalu
(1839-1914). Sebagai seorang filsuf dan ahli logika, Pierce berkehendak
untuk menyelidiki apa dan bagaimana proses bernalar manusia. Teori
pierce tentang tanda dilandasi oleh tujuan besar ini sehinggatidak
menghentikan apabila dia menyimpulkan bahwa semiotika tidak lain dan
tidak bukan adalah sinonim bagi logika (Budiman,2005:33).
Menurut Pierce kekerasan simbol adalah bentuk kekerasan yang
halus dan tidak tampak. Tidak kenal dan hanya dikenal dengan
menyembunyukan mekanisme tempatnya bergantung. Konsep kekerasan
simbol mengiring kita kerarah mekanisme sosial. Yang didalamnya
terdapat relasi komunikasi yang saling bertautan dengan relasi kekuasaan.
Sistem kekuasaan cenderung melanggengkan posisinya yang dominan
dengan cara mendominasi media komunikasi. Bahasa yang digunakan
dalam berkomunikasi, makna-makna tersebut, inilah dominasi simbol atau
symbole domination. Kekerasan simbolik juga dapat terjadi pada tanda
bahasa yaitu pada apa yang diucapkan dan diekspresikan.
Berbeda dengan fenomena kekerasan pada cara atau mekanisme
bahasa dimana pemaknaan dominasi kekuasaan disembunyikan lewat

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

23

simbol. Kekerasan pada tanda lebih berkaitan dengan bagaimana sebuah
ucapan, sebuah kata, sebuah ungkapan, juga pada sbuah gambar.
Kekerasan semiotik digunakan untuk menjelaskan fenomena kekerasan
pada tingkat tanda (sign). Untuk membedakan dengan istilah kekerasan
simbol yang digunakan. Kekerasan semitok berlangsung daalam bentuk
citra, tontonan, gambar dan produk sebagai segala sesuatu yang diproduksi
dan diperuntukan dengan sesuatu yang lain dalam rangka memperoleh
nilai lebih atau keuntungan.
2.1.7

Model Semiotika J ohn Fiske
John Fiske adalah salah satu tokoh semiotika komunikasi dalam
bukunya Cultural And Communication Studies, disebutkan bahwa terdapat
dua persepektif dalam mempelajari ilmu komunikasi sebagai transmisi
pesan, sedangkan perspektif yang kedua melihat komunkasi sebagai
produksi dan pertukaran makna. Bagi perspektif yang kedua, studi
komunikasi adalah studi tentang teks dan kebudayaan, metode studinya
yang utama adalah semiotika (ilmu tentang tanda dan makna) (Fiske,
2006:9).
Film merupakan bidang kajian yang amat relevan bagi analisis
structural atau semiotika, seperti dikemukakan Van Zoest (Van
Zoest,1993:109 dalam Sobur, 2004:128), film dibangun dengan tanda
semata-mata. Tanda-tanda tersbut termasuk sebagai sistem tanda yang
bekerja sama dengan baik untuk mencapai efek yang diharapkan. Berbeda
dengan fotografi statis, rangkaian gambar dalam film menciptkan imej dan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

24

sistem penandaan, karena itu menurut Zoez, bersamaan dengan tandatanda arsitektur, terutama indeksial, pada film terutama digunakan tandatanda ikonis yakni tanda-tanda yang menggambarkan sesuatu (Zoest,
1993:109,dalam

Sobur,

2004:128).

Ciri-ciri

gambar

film

adalah

persamaannya dengan realitas yang ditunjukkannya. Gambar-gambar yang
dinamis dalam film merupakan ikonis bagi realitas didinotasikan.
Film umumnya dibangun dengan banyak tanda, tanda tersebut
termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik dalam
upaya mencapai efek yang diharapkan. Yang paling penting dallam film
adalah gambar dan suara, kata yang diucapkan (ditambah dengan suarasuara lain yang serentak mengiringi gambar) dan musik film. Sistem
semiotik yang lebih penting lagi dalam film adalah digunakannya tandatanda

ikonis,

yakni

tanda-tanda

yang

menggambarkan

sesuatu

(Sobur,2004:128).
Menurut Fiske dalam bukunya berjudul television cultural, analisis
semiotik pada sinema atau layar lebar (wide screen) disetarakan dengan
analisis film yang ditayangkan televisi. Fiske mengakategorikan sign pada
film kedalam kategori, yakni kode-kode sosial (sosial codes), kode-kode
teknis (technical codes) dan kode-kode representasi (representasional
codes). Kode-kode tersebut bekerja dalam sebuah structur hirarki yang
kompleks (fiske. 1990:40 dalam mawardhani, 2006:39). Analisis yang
dilakukan pada film kartun Bernard Bear ini dapat terbagi menjadi
beberapa level, yaitu :

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

25

1. Level Realitas (Reality)
Pada level ini, realitas dapat berupa penampilan, pakaian dan
make-up yang digunakan oleh pemain, lingkungan, perilaku dan gesture
(gerakan), ekspresi dan sebagainya yang dipahami sebgai kode budaya
yang ditangkap secara elektronik melalui kode-kode teknis. Kode-kode
sosial yang merupakan realitas yang akan diteliti dalam penelitian ini,
dapat berupa:
a. Penampilan, kostum dan make-up yang digunakan oleh pemain
utama pada film kartun bernard bear. Dalam penelitian ini
pemeran yang menjadi objek penelitian adalah Bernard Bear.
Bagaimana pakaian dan tata rias yang digunakan, serta apakah
kostum dan make up yang ditampilkan tersebut memberikan
signifikasi tertentu menurut kode sosial dan kultural.
b. Behavior atau perilaku adalah segala respon atau ativitas yang
dilakukan oleh suatu organisme.
c. Conflic adalah suatu keadaan yang terjadi ketika dua atau lebih
dorongan perilaku atau motivasi yang saling bertentangan
bertarung untuk mengekspresikan dirinya.
d. Expression atau ekpresi adalah merupakan pesan yang
menggunakan air muka untuk menyampaikan makna tertentu.
Berbagai

penelitian

menunjukkan

bahwa

wajah

dapat

menyampaikan paling sedikit sepuluh kelompok makna. Yakni

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

26

: kebahagiaan, rasa terkejut, ketakutan, kemarahan, kesedihan,
kekesalan, pengecaman, minat ketakjuban dan tekat.
e. Gasture atau perilaku adalah komunikasi non verbal yang
dilakukan oleh seseorang dalam menyampaikan pesan yang
mencerminkan emosinya dari pemikiran orang tersebut.
Gasture atau gerakan berhubungan dengan ekspresi seseorang
dan biasa juga dilakukan pada saat seseorang melakukan
komunikasi verbal. Contohnya pada saat seseorang marah
maka secara tidak langsung ekspresi muka mereka berubah
menjadi lebih tegang, keningnya berkerut dan juga melakukan
gesture seperti bercekak pinggang atau menggenggam tangan,
seakan ingin meninju lawanny. Menurut john fiske gerak
sebentar, gerak naik turun yang empatis sering menunjukkan
upaya mendominasi. Meski lebih cair dan kontiny, gesture
menunjukkan hasrat untuk menjelaskan atau untuk meraih
simpati (Fiske, 1990:97).
2. Level Representasi
Level representasi meliputi kerja kamera, pencahayaan, editing,
musik dan suara yang ditranmisikan sebagai kode-kode representasi
yang besifat konvensional. Bentuk-bentuk representasi dapat berupa
cerita, karakter, action, dialog, setting, casting dan sebagainya. Level
representasi meliputi:
1. Teknik kamera : jarak dan sudut pengambilan.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

27

f. Long shot : Pengembalian yang menunjukkan s