PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PENERAPAN STRATEGI THE FIRING LINE DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA.

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN
DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PENERAPAN
STRATEGI THE FIRING LINE DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
(Studi Quasi Experiment pada Siswa SMP di Kota Padang)

TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar
Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh
HAFIZAH DELYANA
1201459

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2014

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN
DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PENERAPAN

STRATEGI THE FIRING LINE DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Oleh
Hafizah Delyana

S. Pd. Universitas Negeri Padang. 2011

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi sebagian dari
syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan (M. Pd.)
pada Program Studi Pendidikan Matematika

Hafizah Delyana
Universitas Pendidikan Indonesia
Juni 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang
Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian,
Dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa izin dari penulis

ABSTRAK


Penelitian ini bertujuan mengkaji masalah peningkatan kemampuan komunikasi
matematis siswa sebelum dan setelah memperoleh pembelajaran the firing line dan
konvensional, serta melihat disposisi matematis setelah pembelajaran the firing line.
Penelitian ini merupakan penelitian quasi experimental dengan desain kelompok
kontrol non-ekuivalen dan populasi siswa kelas VIII di SMPN 7 Padang. Sampel terdiri
dari dua kelas yang dipilih secara purporsif yaitu kelas kontrol yang memperoleh
pembelajaran konvensional dan kelas eksperimen yang memperoleh pembelajaran the
firing line. Instrumen pengumpulan data pada penelitian ini ialah instrumen tes
kemampuan komunikasi matematis dan skala disposisi matematis. Analisis data yang
digunakan adalah uji perbedaan rataan dua kelompok. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa; (1) peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh
pembelajaran the firing line lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran
konvensional, (2) disposisi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran the firing
line berbeda dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

Kata Kunci

: The Firing Line, Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis.


Hafizah Delyana, 2014
PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI
PENERAPAN STRATEGI THE FIRING LINE DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

ABSTRACT

The purposes of this research were to improve the ability of students in
mathematical communication which they get Firing Line learning, and assessing the
improvement of students’ mathematical disposition after apply the Firing Line and
conventional learning. This research is a quasi experiment with design group control
non-equivalent. The population of this research is class VIII SMP which one of the
junior school in Padang. The class selected as a control group who obtain conventional
learning and the other classes as the experimental group gained the firing line learning.
The instrument used to collect data in this study consisted of test, scale mathematical
disposition, and observation sheets.Then, test will be analysed with the SPSS 17. The
results of this research are, (1)the ability of student’s mathematical communication
who get the Firing Line learning is better than students who get conventional learning,
(2) the students’s mathematical disposition who get the Firing Line is better than
students who get conventional learning.

Key Words

: The firing line, Ability Communication dan Mathematical Disposition

Hafizah Delyana, 2014
PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI
PENERAPAN STRATEGI THE FIRING LINE DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat penting
dalam dunia pendidikan. Matematika diajarkan pada setiap jenjang pendidikan
mulai dari TK, SD, SLTP, SLTA sampai ke beberapa fakultas di perguruan
tinggi. Dengan demikian, sangat diharapkan peserta didik menguasai dan
termotivasi untuk belajar matematika, yang akan sangat membantu mereka untuk

lebih memudahkan memahami ilmu-ilmu lain. Matematika merupakan ilmu dasar
yang memegang peranan penting dalam membentuk pola pikir peserta didik.
Mengingat pentingnya pengajaran matematika, guru harus mampu mendidik dan
melatih siswa dalam belajar agar tujuan matematika di sekolah dapat tercapai.
Sebagai seorang pendidik, guru harus mampu memotivasi dan membuat siswa
senang belajar matematika yang pada akhirnya hasil belajar matematika akan
meningkat.
Tujuan pendidikan dalam mengembangkan kemampuan peserta didik akan
dicapai oleh proses pembelajaran. Salah satu tujuan pembelajaran matematika
adalah mengembangkan kemampuan matematis siswa. Kemampuan matematis
siswa sebaiknya sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika yang dirumuskan
National Council of Teacher of Mathematics (NCTM, 2000) yaitu: (1) belajar
untuk berkomunikasi; (2) belajar untuk bernalar; (3) belajar untuk memecahkan
masalah;

(4)

belajar

untuk


mengaitkan

ide;

dan

(5)

belajar

untuk

merepresentasikan ide-ide.
Standar isi pembelajaran matematika disusun berdasarkan NCTM.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menyatakan bahwa mata pelajaran
matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar
Hafizah Delyana, 2014
PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI
PENERAPAN STRATEGI THE FIRING LINE DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

1

2

untuk membekali peserta didik untuk meningkatkan kemampuan berpikir logis,
analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama (Depdiknas,
2006). Kurikulum yang disusun juga sudah memperhatikan aspek pengembangan
kemampuan komunikasi matematis dan aspek-aspek pengiring yang ditimbulkan
dalam pembelajaran matematika. Adapun tujuan mata pelajaran matematika untuk
semua jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah agar siswa mampu:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep, dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan
tepat dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi

yang diperoleh.
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta
sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Depdiknas, 2006).
Berdasarkan tujuan di atas maka terdapat lima fokus dalam kompetensi
dalam pelajaran matematika khususnya bagi siswa SMP/MTs. Untuk mencapai
tujuan tersebut tentunya tidak mudah. Guru sebagai pendidik harus mampu
menciptakan suasana belajar yang menumbuhkan motivasi siswa dengan memilih
dan menggunakan metode pembelajaran yang inovatif. Khususnya pada butir
keempat dan kelima yaitu siswa diharapkan mampu mengkomunikasikan suatu
masalah dalam berbagai bentuk serta menghargai kegunaan matematika.
Hafizah Delyana, 2014
PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI
PENERAPAN STRATEGI THE FIRING LINE DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

3


Pendapat tentang pentingnya komunikasi dalam pembelajaran matematika
diusulkan NCTM (2000) yang menyatakan bahwa program pengajaran
matematika sekolah yang baik harus menekankan siswa untuk :
1. Mengatur dan mengaitkan mathematical thinking mereka melalui komunikasi.
2. Mengkomunikasikan dan menilai mathematical thinking mereka secara
koheren (tersusun secara logis) dan jelas kepada teman-temannya, guru dan
orang lain.
3. Menganalisis dan menilai matematika dan strategi yang dipakai orang lain
4. Menggunakan bahasa matematika untuk mengekpresikan ide-ide matematika
secara benar.
Kemampuan komunikasi matematis perlu terimplementasi dalam ide,
gagasan dan konsep matematis sehingga akan berakibat pada pembentukan
pemahaman dan komunikasi matematis. Baroody (Ansary, 2003) menyatakan
bahwa paling tidak ada dua alasan penting mengapa komunikasi dalam
pembelajaran matematika perlu ditumbuhkembangkan. Pertama, matematika
tidak hanya sekedar alat bantu berpikir, alat untuk menemukan pola,
menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, akan tetapi matematika juga
merupakan suatu alat yang tidak ternilai untuk mengkomunikasikan berbagai ide
dengan jelas, tepat, dan ringkas. Kedua, pembelajaran matematika merupakan
aktivitas sosial dan juga sebagai wahana interaksi antara siswa dengan siswa dan

siswa dengan guru. Sejalan dengan apa yang dinyatakan Baroody, NCTM (2000)
juga menyatakan pentingnya kemampuan mengkomunikasikan ide mengenal
matematika dan menggunakan matematika sebagai alat komunikasi yang
merupakan salah satu dari daya matematik.
Sejalan dengan pendapat Baroody, Kimberly (2008) menyatakan bahwa
komunikasi memiliki kaitan erat dengan proses pembelajaran. Jika siswa dapat
mengkomunikasikan ide-ide dan pemikiran

mereka, guru akan lebih mudah

Hafizah Delyana, 2014
PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI
PENERAPAN STRATEGI THE FIRING LINE DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

4

memahami tentang apa yang tidak dimengerti oleh siswa. Guru akan lebih
percaya diri dalam mengenali kemampuan siswa ketika mempersiapkan soal tes
dan dapat menunjukkan pemahaman yang benar tentang konsep.

Sehubungan dengan hal di atas, Sumarmo (2010) memaparkan ciri khas
keterampilan komunikasi matematis yang hendaknya dikembangkan dalam
pembelajaran yaitu, agar siswa dapat: (1) menghubungkan materi fisik atau benda
nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematis; (2) menjelaskan ide, situasi
dan relasi matematis secara lisan atau tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik,
dan aljabar; (3) menyatakan peristiwa sehari-hari ke dalam bahasa atau simbol
matematis; (4) mendengarkan, berdiskusi dan menulis tentang matematika; (5)
membaca dengan pemahaman suatu representasi matematis tertulis; (6) membuat
konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi; dan (7)
menjelaskan dan membuat pernyataan tentang matematika yang telah dipelajari.
Rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa Indonesia juga
diperlihatkan oleh hasil penelitian internasional seperti pada Programme for
International Student Assesment (PISA) dan Trends in International Mathematics
and Science Study (TIMSS). PISA (2009) menyebutkan bahwa kemampuan siswa
SMP Indonesia dalam menyelesaikan soal-soal masalah matematis sangat lemah.
Penelitian PISA ini bertujuan untuk menilai sejauh mana siswa yang duduk
diakhir tahun pendidikan dasar telah menguasai pengetahuan dan keterampilan.
Sedangkan TIMSS bertujuan untuk menguji beberapa kemampuan matematis
siswa kelas empat Sekolah Dasar dan kelas delapan Sekolah Menengah Pertama
yang meliputi kemampuan pengetahuan, penerapan, penalaran dan komunikasi.
Hasil laporan survei PISA menunjukkan bahwa pada tahun 2009, prestasi
siswa indonesia berada pada posisi 68 dari 74 negara yang disurvei. Skor rata-rata
kemampuan matematis siswa Indonesia yaitu 371 dibawah skor rata-rata
kemampuan matematis siswa di negara lainnya yaitu 496. Hal ini sangat
Hafizah Delyana, 2014
PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI
PENERAPAN STRATEGI THE FIRING LINE DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

5

memprihatinkan kalau dibandingkan dengan negara Asia lainnya seperti
Singapura (peringkat ke-2), China (peringkat ke-3), Korea (peringkat ke-4) dan
Jepang (peringkat ke-9), masing-masing dengan skor rata-rata kemampuan
matematisnya di atas 500. Selain itu, PISA tahun 2009 juga menunjukkan
rendahnya kemampuan matematis siswa Indonesia jika dibandingkan negaranegara lain di dunia.
Terkait dengan kemampuan komunikasi matematis siswa, TIMSS
(Kemendiknas, 2011) menyampaikan bahwa siswa kita lemah dalam mengerjakan
soal-soal yang menuntut berargumentasi dan berkomunikasi. Hal ini dicontohkan
dalam soal berikut ini:

Gambar 1.1
Soal Komunikasi Matematis TIMMS
Laporan hasil studi tersebut menunjukkan bahwa hanya 1,15% siswa yang
menjawab benar, 1,35% menjawab separuh benar, 75,93% mencoba menjawab
tetapi salah, dan yang tidak menjawab 21,57%. Hasil penelitian tersebut
menggambarkan bahwa siswa Indonesia belum mampu mengembangkan
kemampuan komunikasi matematis secara maksimal. Salah satu factor yang
Hafizah Delyana, 2014
PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI
PENERAPAN STRATEGI THE FIRING LINE DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

6

menyebabkan keadaan tersebut adalah kurangnya pengalaman belajar siswa yang
melibatkan kemampuan komunikasi secara maksimal yang berasal dari pemikiran
mereka.
Hasil laporan PISA, TIMSS dan beberapa penelitian sebelumnya tersebut
menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa masih tergolong
rendah. Meskipun hal tersebut bukan merupakan alat ukur mutlak bagi
keberhasilan pendidikan Indonesia, tetapi hal tersebut dapat dijadikan sebagai
evaluasi untuk memotivasi berbagai pihak dalam dunia pendidikan agar prestasi
belajar siswa di Indonesia dapat ditingkatkan khususnya dalam pelajaran
matematika.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi
siswa belum berkembang dengan baik. Pembelajaran matematika bersifat klasikal
yaitu guru masih menggunakan metode ceramah tanpa banyak melihat
kemungkinan penerapan metode lain yang sesuai dengan jenis materi, bahan dan
alat yang tersedia. Rangkaian kegiatan pembelajaran yang terjadi di kelas
menyebabkan siswa hanya menghafal rumus dan langkah-langkah pengerjaan
soal tanpa melibatkan kemampuan komunikasi yang optimal. Jika siswa diberikan
permasalahan diluar konteks yang diajarkan, maka siswa merasa bingung karena
tidak bisa mencari alternatif penyelesaian yang lain. Hal ini disebabkan siswa
tidak terbiasa dalam mengerjakan soal-soal atau permasalahan yang tidak rutin.
Rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa Indonesia tidak
hanya ditunjukkan oleh hasil penelitian internasional tapi juga terlihat dari hasil
penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya seperti penelitian yang
dilakukan oleh Nurningsih (2013) juga telah menggunakan salah satu strategi
pembelajaran aktif untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis yakni
metode peer lesson. Namun, kemampuan komunikasi siswa masih belum sesuai
dengan yang diharapkan. Kemampuan komunikasi matematis siswa yang tercapai
Hafizah Delyana, 2014
PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI
PENERAPAN STRATEGI THE FIRING LINE DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

7

dalam penelitian ini masih berada pada kategori sedang. Hal ini, mungkin terjadi
karena pembelajaran yang dilakukan belum cocok dalam meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis siswa. Sehingga, perlu dicoba strategi
pembelajaran aktif yang lain.
Menurut Ruseffendi (1982) salah satu penyebab hasil belajar matematika
siswa yang rendah terletak pada proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas,
yakni guru menyajikan materi pelajaran dalam bentuk informasi dan tugas-tugas
rutin. Akibatnya, pembelajaran menjadi kurang bermakna, tidak menarik minat
dan tidak membangkitkan motivasi serta tidak mengembangkan pola pikir siswa
dalam belajar. Disamping itu, siswa juga belum mampu mengkomunikasikan ideide dan gagasan mereka ke dalam bentuk bahasa dan simbol matematika yang
diinginkan.
Selain permasalahan yang diuraikan di atas, menurut Syaban (2009)
kurangnya rasa percaya diri, keingintahuan, dan keinginan siswa untuk berbagi
dengan siswa lainnya juga terlihat selama proses pembelajaran. Padahal sikap
tersebut merupakan faktor yang dapat mendukung seseorang untuk dapat berpikir
secara logis dan sistematis dalam menyelesaikan berbagai permasalahan.
Disposisi matematis berkaitan dengan bagaimana siswa memandang dan
menyelesaikan masalah; apakah percaya diri, tekun, berminat, dan berpikir
terbuka untuk mengeksplorasi berbagai alternatif strategi penyelesaian masalah.
Senada dengan hal di atas Sugilar (2014) menyatakan bahwa rendahnya
sikap positif siswa terhadap matematika, rasa percaya diri, dan keingintahuan
siswa berdampak pada hasil pembelajaran yang rendah. Disamping itu, siswa
masih kurang fleksibel dalam mengeksplorasi ide-ide matematis, mereka masih
cenderung kaku dalam mennyelesaikan soal nonrutin dan belum mampu
mengkomunikasikannya secara tertulis menggunakan simbol dan bahasa yang
benar. Menurut salah seorang guru matematika, siswa lebih suka melakukan
Hafizah Delyana, 2014
PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI
PENERAPAN STRATEGI THE FIRING LINE DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

8

perhitungan secara langsung tanpa mencoba memahami terlebih dahulu maksud
yang diinginkan soal. Oleh karena itu, guru harus mampu memberikan
pengalaman belajar yang baik pada siswa Untuk meningkatkan disposisi
matematis.
Disposisi matematis berkembang tidak hanya secara eksplisit tetapi
terintegrasi dalam pembelajaran matematika. Menurut Mulyana (2004) disposisi
matematika siswa berkembang ketika mereka mempelajari aspek kompetensi
lainnya. Sebagai contoh, ketika siswa membangun strategic competence dalam
menyelesaikan persoalan nonrutin, sikap dan keyakinan mereka sebagai seorang
pelajar menjadi lebih positif. Siswa membutuhkan kesabaran dan kegigihan dalam
membangun strategic competence tersebut. Hal ini sesuai dengan Kilpatrick
(2001) yang menyatakan bahwa disposisi matematika siswa merupakan faktor
utama dalam menentukan kesuksesan pendidikan mereka.
Maxwell (2001) menyatakan bahwa disposisi tidak dapat dengan mudah
dinilai tetapi secara intrinsik terkait dengan pembelajaran. Jika guru di sekolah
menengah

dapat

membantu

kompetensi

matematika

siswa

melalui

menggabungkan disposisi ke dalam proses pembelajaran, maka siklus negatif
dalam pembelajaran matematika beberapa siswa dapat rusak, dampaknya siswa
dapat menganggap matematika sebagai bagian yang menyenangkan dan berharga
dari hidup mereka. Hariwijaya (2009) menambahkan bahwa anak yang mahir
bermatematika memiliki beberapa potensi, yaitu menguasai konsep matematika,
penalaran yang logis, dan positive disposition, yaitu sikap yang menunjukkan
bahwa

matematika

bermanfaat

dalam

kehidupannya.

Pendapat

tersebut

mengungkapkan bahwa siswa yang memiliki disposisi matematis yang baik akan
memiliki pemahaman matematis yang baik pula.
Katz (2009) menyatakan bahwa disposisi matematis berkaitan dengan
bagaimana siswa menyelesaikan masalah matematis; apakah percaya diri, tekun,
Hafizah Delyana, 2014
PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI
PENERAPAN STRATEGI THE FIRING LINE DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

9

berminat, dan berfikir fleksibel untuk mengeksplorasi berbagai alternatif
penyelesaian masalah. Dalam konteks pembelajaran, disposisi matematis
berkaitan

dengan

mengkomunikasikan

bagaimana
ide–ide

siswa

matematis,

bertanya,
bekerja

menjawab
dalam

pertanyaan,

kelompok,

dan

menyelesaikan masalah. Sejalan dengan pendapat tersebut, Noer (2011)
mengatakan bahwa jiwa positif dapat memecahkan berbagai masalah serta
mencerahkan suasana. Magnet kekuatan positif dapat menarik kegembiraan,
kesenangan, keberhasilan, stamina, semangat, optimisme, dan berbagai nilai
kepositifan lain dari dalam diri. Kepositifan yang dimiliki oleh seorang guru akan
berefek kuat kepada siswanya dan semua yang ada dalam sekolah, seperti tugas
rutinitas, problematika pendidikan, dan lain sebagainya. Semakin positif pikiran
dan hati, niscaya semakin sehat, bahagia, nyaman, sukses dan berhasil pula dalam
kehidupan. Ada empat hal penting dalam penanaman rasa kepositifan dalam diri,
yaitu berpikir positif, berhati positif, bertutur kata positif, dan bertindak positif.
Disamping itu, Sumarmo (2012) sepakat dengan butir (5) dalam
Permendiknas No 22 Tahun 2006, yang juga menekankan ranah afektif yang
harus dimiliki siswa yang belajar matematika. Pembinaan komponen ranah afektif
siswa dalam pembelajaran matematika memerlukan disposisi matematis, yaitu
keinginan, kesadaran, dedikasi dan kecendrungan yang kuat pada diri siswa untuk
berpikir dan berbuat secara matematis dengan cara yang positif dan didasari
dengan iman, taqwa, dan akhlak mulia. Oleh karena itu, disposisi matematis
merupakan salah satu faktor penunjang keberhasilan belajar siswa. Siswa
memerlukan disposisi matematis untuk mampu menghadapi masalah, mengambil
tanggung jawab, dan mengembangkan kebiasaan kerja yang baik dalam belajar
matematika.
Suasana pembelajaran di atas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya penyampaian pembelajaran oleh guru yang cenderung kaku dan tidak
Hafizah Delyana, 2014
PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI
PENERAPAN STRATEGI THE FIRING LINE DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

10

menarik. Erita (2009) mengemukakan bahwa guru cenderung mengajarkan siswa
belajar dengan cara menghafal. Hal tersebut juga didukung oleh hasil observasi
yang peneliti lakukan yakni guru cenderung hanya menyampaikan secara
informatif materi yang ada di dalam buku paket.
Kebiasaan–kebiasaan yang dilakukan dapat menentukan kesuksesan yang
akan dicapai individu. Kebiasaan–kebiasaan positif yang dilakukan memiliki
potensi untuk membentuk kemampuan–kemampuan positif. Kemampuan positif
juga dapat terjadi dari proses pembelajaran yang diikuti dengan semangat positif.
Semangat positif akan menarik sebanyak mungkin nilai–nilai positif dalam kelas,
sekolah, siswa, dan sesama rekan. Semangat positif tersebut juga harus diperoleh
dari diri sendiri sebelum orang lain memberikan pengaruh positif kepada diri kita.
Pembelajaran yang menggunakan strategi pembelajaran aktif (active
learning) yakni the firing line dapat membantu siswa dalam melatih keterampilan
sosial siswa seperti bertanya, berpendapat, dan mendorong siswa yang pasif untuk
berkontribusi aktif di dalam kelas serta menumbuhkan sikap-sikap positif siswa
selama proses pembelajaran. Pernyataan di atas diperkuat oleh Vygotsky
(Ackerman, 1996) yang menyatakan bahwa interaksi sosial sangat penting dalam
proses pembelajaran. Sejalan dengan pendapat Vygotsky, Suherman (2003) juga
menyebutkan bahwa kondisi pembelajaran dengan kelompok kecil ini
menonjolkan interaksi dalam kelompok, sehingga terjadi komunikasi antarsiswa
terutama dalam menyelesaikan suatu masalah.
Menurut Suyadi (2013) active learning dapat memotivasi peserta didik
lebih maksimal sehingga dapat menghindarkan peserta didik dari sifat malas,
mengantuk, melamun, dan sejenisnya. Strategi ini bertujuan untuk memberikan
kesempatan kepada siswa untuk memberikan pertanyaan pada siswa yang ada
dihadapannya. Siswa yang mendapat pertanyaan tersebut menjawab pertanyaan
dengan batas waktu yang ditentukan, sehingga siswa yang ada dihadapan
Hafizah Delyana, 2014
PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI
PENERAPAN STRATEGI THE FIRING LINE DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

11

mengerti dengan jawaban yang diberikan. Siswa akan membentuk kelompokkelompok kecil, dimana dalam kelompok ini mereka akan saling berbagi
pengetahuan dan bekerja sama. Disamping itu, siswa juga dituntut untuk mampu
mempresentasikan ide dan jawaban mereka di depan siswa lainnya. Proses
pembelajaran yang menggunakan strategi ini berpengaruh terhadap disposisi
matematis yang dimiliki siswa.
Beberapa penelitian membukikan bahwa perhatian anak didik berkurang
bersamaan dengan berlalunya waktu dalam proses belajar mengajar. Dalam
penelitian

yang

dilakukan

Polio

(1984)

terlihat

bahwa

siswa

hanya

memperhatikan pembelajaran sekitar 40% dari waktu pembelajaran yang
disediakan. Disamping itu, penelitian yang dilakukan McKeachie (1986)
menyatakan bahwa dalam 10 menit pertama perhatian siswa dapat mencapai 70%
dan berkurang menjadi 20% pada 20 menit terakhir. Kondisi di atas merupakan
kondisi umum yang sering terjadi di dalam kelas. Hal ini menyebabkan siswa
mengalami kegagalan dalam memahami materi karena siswa lebih banyak
menggunakan indera pendengarannya dibandingkan visual, sehingga materi yang
telah dipelajari di kelas cenderung untuk dilupakan.
Strategi the firing line ini merupakan salah satu pembelajaran kooperatif
yang dapat mengoptimalkan kemampuan siswa dengan mengorganisasikan siswa
dalam kelompok-kelompok kecil. Yackel (Kimberly, 2008) menyatakan dalam
penelitiannya bahwa komunikasi yang terjadi dalam kelompok-kelompok kecil
akan memungkinkan mereka untuk belajar memahami konsep, karena pada saat
berkomunikasi mereka akan menemukan perbedaan-perbedaan dalam memahami
sebuah permasalahan. Hal ini membuat siswa menyadari bahwa telah muncul
ketidaksesuaian antarmereka, sehingga siswa harus memperluas pemikiran
konseptual mereka sendiri untuk mencoba menemukan jawaban yang masuk akal
dan kemudian merumuskan argumen atau penjelasan kepada teman kelompoknya.
Hafizah Delyana, 2014
PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI
PENERAPAN STRATEGI THE FIRING LINE DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

12

Kelompok-kelompok kecil dengan keanggotaan heterogen diharapkan dapat
membantu siswa dengan tingkat kemampuan rendah dan sedang melalui tutor
sebaya dengan siswa yang tergolong tinggi di antara mereka.
Strategi ini membantu siswa lebih ingat lagi pelajaran yang baru dipelajari
serta

membuat siswa lebih termotivasi untuk mempersiapkan diri mereka

sebelum belajar. Selama proses pembelajaran mereka akan berdiskusi dengan
teman, bertanya, dan membagi pengetahuan yang diperoleh dengan yang lainnya.
Strategi ini didesain untuk menghidupkan kelas, belajar menyenangkan dan
meningkatkan keterlibatan fisik. Keterlibatan fisik ini meningkatkan partisipasi
siswa di dalam kelas sehingga akan meningkatkan hasil belajar siswa. Guru
berperan mengatur jalannya pembelajaran agar teratur, konstruktif, dan tidak
pasif.
Berdasarkan uraian di atas, studi ini berfokus pada penerapan strategi the
firing line, dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi dan
disposisi matematis siswa, yang diharapkan dapat memperbaiki hasil belajar
matematika dan menumbuhkan sikap-sikap positif yang ada dalam diri siswa.
Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengajukan suatu penelitian yang berjudul
“Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Disposisi Matematis
Siswa SMP Melalui Penerapan Strategi The Firing Line dalam Pembelajaran
Matematika”.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang
menerapkan pembelajaran the firing line lebih baik daripada kemampuan
siswa yang menerapkan pembelajaran konvensional?
Hafizah Delyana, 2014
PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI
PENERAPAN STRATEGI THE FIRING LINE DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

13

2. Apakah terdapat perbedaan disposisi matematis siswa yang menerapkan
pembelajaran the firing line dengan siswa yang menerapkan pembelajaran
konvensional?

1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, penelitian ini
bertujuan untuk mengkaji:
1. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang menerapkan
pembelajaran the firing line dan siswa yang menerapkan pembelajaran
konvensional.
2. Perbedaan disposisi matematis siswa yang menerapkan pembelajaran the
firing line dengan siswa yang menerapkan pembelajaran konvensional.

1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat
sebagai berikut:
1. Bagi guru, diharapkan dari penerapan pembelajaran the firing line dapat
membantu guru dalam menyampaikan materi pelajaran secara efektif dan
menciptakan suasana aktif dan menyenangkan.
2. Bagi siswa, diharapkan dari penerapan pembelajaran the firing line dapat
membantu siswa mengembangkan dan meningkatkan kemampuan komunikasi
matematis.
3. Bagi sekolah, diharapkan dari penerapan pembelajaran the firing line dapat
memfasilitasi siswanya dalam belajar di sekolah dan dapat meningkatkan
kualitas pendidikan siswa khususnya dalam pelajaran matematika.

Hafizah Delyana, 2014
PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI
PENERAPAN STRATEGI THE FIRING LINE DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

14

4. Bagi peneliti, dapat menjadi sarana bagi pengembangan diri peneliti dan dapat
dijadikan sebagai acuan/referensi untuk peneliti lain (penelitian yang relevan)
dan pada penelitian yang sejenis.

1.5 Definisi Operasional
Untuk memperoleh kesamaan pandangan dan menghindari penafsiran
yang berbeda terhadap istilah-istilah atau variabel yang digunakan, berikut ini
akan dijelaskan pengertian dari istilah atau variabel-variabel tersebut.
1. Kemampuan komunikasi matematis
Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan siswa untuk
menyusun suatu argument dan mengungkapkan pendapat, serta memberikan
penjelasan secara tertulis berdasarkan data dan bukti yang relevan yang
meliputi representasi dan menulis.
2. Disposisi matematis
Disposisi matematis adalah kecendrungan untuk berpikir dan bertindak secara
positif yang mencakup minat belajar, kegigihan dan kemauan untuk
menemukan solusi serta apresiasi terhadap matematika.

3. Strategi pembelajaran the firing line
Strategi the firing line merupakan salah satu strategi pembelajaran aktif yang
menggunakan regu tembak yang akan mengajak siswa untuk dapat
menyampaikan pendapatnya tentang suatu konsep melalui kegiatan permainan
yang membutuhkan kerjasama dalam kelompok serta mengkomunikasikan
jawabannya dalam bentuk tulisan.
4. Pembelajaran Konvensional

Hafizah Delyana, 2014
PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI
PENERAPAN STRATEGI THE FIRING LINE DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

15

Pembelajaran konvensional merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran
matematika bersifat klasikal yaitu guru masih menggunakan metode ceramah
yang diawali dengan guru memberikan informasi, kemudian menerangkan
suatu konsep, memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya, guru
memeriksa apakah siswa sudah mengerti atau belum, dan guru memberikan
contoh soal aplikasi konsep.

Hafizah Delyana, 2014
PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI
PENERAPAN STRATEGI THE FIRING LINE DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

34

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menelaah peningkatan kemampuan
komunikasi matematis dan disposisi matematis siswa melalui pembelajaran the
firing line. Sebelum menerapkan pembelajaran the firing line siswa diberikan
soal pretes. Tujuan diberikannya pengukuran sebelum perlakuan (pretes) adalah
untuk melihat kesetaraan kemampuan awal kedua kelompok, sedangkan
pemberian postes dilakukan setelah proses belajar mengajar berlangsung, dengan
tujuan untuk mengetahui kemampuan akhir kedua kelompok, serta gain
ternormalisasi untuk melihat peningkatan dari masing-masing kelompok pada
kemampuan komunikasi matematis dan disposisi matematis siswa setelah
mendapatkan perlakuan.
Penelitian ini merupakan penelitian quasi experimental atau eksperimen
semu. Pada quasi eksperimental, subjek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi
peneliti menerima keadaan subjek apa adanya (Ruseffendi, 2005). Penggunaan
desain ini dilakukan dengan pertimbangan untuk mengefektifkan waktu
penelitian supaya tidak membentuk kelas baru yang akan menyebabkan
perubahan jadwal yang telah ada. Selain itu, penelitian ini menggunakan desain
kelompok kontrol non-ekuivalen (Ruseffendi, 2005) berikut, yakni subjek tidak
dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan subjek seadanya.
Desain ini menggunakan pretes dan postes dengan kelompok-kelompok
yang tidak diacak (desain kelompok kontrol non ekivalen), yang diilustrasikan
sebagai berikut:
Kelas Eksperimen

:O

Kelas Kontrol

:O

X

O
O

Hafizah Delyana, 2014
PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI
PENERAPAN STRATEGI THE FIRING LINE DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

35

Keterangan:

34

O

: Pretes atau Postes Kemampuan Komunikasi Matematis

X

: Pembelajaran The firing Line
: Subjek tidak dikelompokkan secara acak
Berdasarkan desain penelitian yang dipilih maka peneliti harus memilih

dua kelas yang terdiri dari dua kelompok penelitian yaitu kelas eksperimen (kelas
perlakuan) merupakan kelompok siswa yang pembelajarannya menggunakan
pembelajaran the firing line dan kelompok kontrol (kelas pembanding) adalah
kelompok siswa yang pembelajarannya tidak menggunakan pembelajaran the
firing line (konvensional).

3.2 Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini melibatkan dua jenis variabel yaitu variabel bebas
dan variabel terikat.
1. Variabel bebas pada penelitian ini yaitu strategi pembelajaran the firing line.
2. Variabel terikat pada penelitian ini yaitu kemampuan komunikasi matematis
dan disposisi matematis siswa.

3.3 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh siswa kelas VIII pada SMP
Negeri 7 di Kota Padang Provinsi Sumatera Barat tahun ajaran 2013/2014 dengan
materi Bangun Ruang Sisi Datar. Sampel penelitian ini yaitu siswa kelas VIII dari
dua kelas di SMP Negeri 7 Padang. Pemilihan siswa kelas VIII sebagai subyek
penelitian didasarkan karena siswa tersebut merupakan kelompok siswa yang

Hafizah Delyana, 2014
PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI
PENERAPAN STRATEGI THE FIRING LINE DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

36

dirasa siap untuk menerima perlakuan penelitian ini baik secara waktu dan materi
yang tersedia.
Berdasarkan desain penelitian, maka peneliti harus memilih dua kelas.
Dua kelas yang dipilih sebagai sampel penelitian yaitu kelas VIII1 dan VIII2. Dari
dua kelas tersebut kemudian dipilih lagi secara acak kelas yang menjadi
kelompok eksperimen dan kelas yang menjadi kelompok kontrol. Hal ini
dilakukan dengan pertimbangan bahwa peneliti tidak memungkinkan untuk
mengambil sampel secara acak atas individu-individu. Dengan demikian, titik
sampel yang digunakan adalah kelas-kelas yang sudah terbentuk agar kelas-kelas
tersebut representatif terhadap populasinya. Oleh karena itu, peneliti akan
meminta pertimbangan guru matematika di sekolah tersebut. Oleh karena itu,
peneliti memilih sampel penelitian secara purposive. Sehingga terpilihlah siswa
kelas VIII1 sebagai kelompok eksperimen dan kelas VIII2 sebagai kelompok
kontrol yang masing-masing berjumlah 29 siswa.

3.4 Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua
jenis instrumen, yaitu tes dan nontes. Instrumen dalam bentuk tes terdiri dari
seperangkat soal tes untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa,
sedangkan instrumen dalam bentuk nontes yaitu skala disposisi matematis dan
lembar observasi. Berikut ini merupakan uraian dari masing-masing instrumen
yang digunakan.

3.4.1 Tes Kemampuan Komunikasi Matematis
Tes kemampuan komunikasi matematis disusun dalam bentuk uraian.
Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Frankel dan Wallen (Suryadi,
2005) yang menyatakan bahwa tes berbentuk uraian sangat cocok untuk
Hafizah Delyana, 2014
PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI
PENERAPAN STRATEGI THE FIRING LINE DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

37

mengukur higher level learning outcomes. Tes kemampuan komunikasi
matematis dibuat untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa
kelas VIII mengenai materi yang sudah dipelajarinya.
Adapun rincian indikator kemampuan komunikasi matematis yang akan
diukur adalah sebagai berikut.
1) Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide
matematika.
2) Mengekspresikan,

mendemonstrasikan

dan

melukiskan

ide-ide

matematika ke dalam bentuk gambar, tabel, grafik atau model matematika
lain.
Kemampuan komunikasi matematis siswa dapat diukur dengan
menggunakan pedoman penskoran tes kemampuan komunikasi matematis yang
diadaptasi dari holistic scoring rubrics Cai, Lane dan Jacabcsin (Ansari 2003).
Tabel 3.1
Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Komunikasi Matematis
Skor

Kriteria

4

Dapat menjawab semua aspek pertanyaan tentang komunikasi
matematis dan dijawab dengan benar dan jelas atau lengkap
Dapat menjawab hampir semua aspek pertanyaan tentang
komunikasi dan dijawab dengan benar
Dapat menjawab hanya sebagian aspek pertanyaan tentang
komunikasi dan dijawab dengan benar
Menjawab tidak sesuai atas aspek pertanyaan tentang
komunikasi atau menarik kesimpulan salah
Tidak ada jawaban

3
2
1
0

3.4.2 Skala Disposisi Matematis
Skala disposisi matematis ini terdiri dari 26 butir pernyataan,
diantaranya: 13 pernyataan positif dan 13 pernyataan negatif dengan
Hafizah Delyana, 2014
PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI
PENERAPAN STRATEGI THE FIRING LINE DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

38

indikatornya: (1) percaya diri dalam menyelesaikan masalah matematis; (2)
berpikir fleksibel dalam mengeksplorasi ide-ide matematis dan mencoba metode
alternatif dalam menyelesaikan masalah; (3) gigih dalam mengerjakan tugas
matematika; (4) berminat, memiliki keingintahuan, dan memiliki daya cipta
dalam aktivitas bermatematis; (5) mengapresiasikan peran matematis sebagai
alat dan bahasa; (6) berbagi pendapat dengan orang lain. Skala disposisi
matematis ini dibuat dengan berpedoman pada bentuk skala Likert, yang terdiri
atas 4 kategori respon, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS),
dan Sangat Tidak Setuju (STS) dengan tidak ada pilihan netral. Hal ini
dimaksudkan untuk menghindari sikap ragu–ragu siswa untuk tidak memihak
pada pernyataan yang diajukan.

3.4 3 Lembar Observasi
Lembar observasi digunakan untuk memperoleh gambaran tentang
suasana pembelajaran terkait dengan aktivitas guru dan siswa selama proses
pembelajaran berlangsung. Observasi ini dilakukan oleh peneliti dan satu orang
guru matematika dengan tujuan untuk mengetahui kegiatan siswa dan guru
selama pembelajaran berlangsung dan sebagai informasi pendukung apabila ada
informasi yang tidak diperoleh melalui skala disposisi matematis siswa.
Observasi terhadap aktivias guru dilakukan sebagai refleksi pada proses
pembelajaran, sehingga pembelajaran berikutnya dapat menjadi lebih baik dari
pembelajaran sebelumnya dan sesuai dengan skenario pembelajaran.
Peneliti bertindak sebagai pelaksana langsung pada pembelajaran yang
disertai dengan strategi the firing line pada kelas eksperimen dan pembelajaran
konvensional pada kelas kontrol. Observer yang mengamati seluruh proses
pembelajaran adalah guru matematika di sekolah yang bersangkutan serta
seorang mahasiswa pendidikan matematika. Pengamatan dilakukan selama
Hafizah Delyana, 2014
PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI
PENERAPAN STRATEGI THE FIRING LINE DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

39

pembelajaran berlangsung dalam beberapa kali pertemuan dan hasilnya dicatat
dalam lembar observasi yang telah disediakan. Data yang dihasilkan dari lembar
observasi ini berupa persentase. Persentase aktivitas siswa dan guru yang
menerapkan pembelajaran the firing line dapat diklasifikasikan menggunakan
aturan klasifikasi aktivitas siswa sebagai berikut.

Tabel 3.2
Klasifikasi Aktivitas Siswa
Persentase
Klasifikasi
0% < x ≤ 24%
24% < x ≤ 49%
49% < x ≤ 74%
74% < x ≤ 99%
x = 100%

Sangat Kurang
Kurang
Cukup
Baik
Sangat Baik

3.5 Teknik Pengembangan Instrumen
Sebelum soal instrumen dipergunakan dalam penelitian, soal instrumen
tersebut diujicobakan terlebih dahulu pada siswa yang telah memperoleh materi
yang berkenaan dengan penelitian ini. Uji coba ini dilakukan untuk mengetahui
apakah instrumen tersebut telah memenuhi syarat instrumen yang baik atau
belum, yaitu validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran.

3.5.1 Tes Kemampuan Komunikasi Matematis
1) Validitas
Menurut Arikunto (2006), validitas adalah suatu ukuran yang
menunjukan tingkatan kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen.
Hafizah Delyana, 2014
PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI
PENERAPAN STRATEGI THE FIRING LINE DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

40

Validitas instrumen diketahui dari hasil pemikiran dan hasil pengamatan.
dari hasil tersebut akan diperoleh validitas teoritik dan validitas butir tes.
a) Validitas Teoritik
Validitas teoritik untuk sebuah instrumen evaluasi menunjukkan
pada kondisi sebuah instrumen yang memenuhi persyaratan valid
berdasarkan teori dan aturan yang ada. Pertimbangan terhadap soal tes
kemampuan komunikasi dan skala disposisi matematis yang berkenaan
dengan validitas isi, konstruk dan muka diberikan oleh ahli dalam hal ini
yaitu dua orang dosen pembimbing, satu orang dosen ahli bidang
matematika dan satu orang guru bidang studi matematika, serta satu
orang ahli bahasa yaitu guru bahasa Indonesia di sekolah menengah.
Validitas isi suatu alat evaluasi artinya ketepatan alat tersebut
ditinjau dari segi materi yang dievaluasikan (Suherman, 2003). Validitas
isi dilakukan dengan membandingkan antara isi instrumen dengan
materi pelajaran yang telah diajarkan. Apakah soal pada instrumen
penelitian sesuai atau tidak dengan materi yang diajarkan.
Validitas muka dilakukan dengan melihat tampilan dari soal
yaitu keabsahan susunan kalimat atau kata-kata dalam soal sehingga
jelas pengertiannya dan tidak salah tafsir. Suatu instrumen dikatakan
memiliki validitas muka yang baik apabila instrumen tersebut mudah
dipahami maksudnya sehingga testi tidak mengalami kesulitan ketika
menjawab soal.
Validitas konstruk dilakukan dengan membandingkan antara
instrumen dengan indikator komunikasi matematis yang ingin dicapai.
Apakah soal pada instrumen penelitian sesuai atau tidak dengan
indikator komunikasi matematis.

Hafizah Delyana, 2014
PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI
PENERAPAN STRATEGI THE FIRING LINE DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

41

Hasil dari validitas teoritik ini dilakukan uji Cochran’s Q dengan
bantuan program SPSS 16 for Windows, untuk melihat keterkaitan antar
skor yang diberikan oleh beberapa validator. Uji ini digunakan untuk
menguji hipotesis komparatif k sampel berpasangan bila datanya
berbentuk nominal dan frekuensi dikotomi. Hal ini dikarenakan jawaban
pada lembar validitas ini berbentuk ya-tidak. Hipotesis yang diuji
adalah:
H0 : Para penimbang memberikan pertimbangan yang seragam
H1 : Para penimbang memberikan pertimbangan yang tidak
seragam
Kriteria pengujian yang digunakan, adalah jika p-value (sig.)
lebih besar dari 0,05, maka H0 diterima, dan untuk kondisi lainnya H0
ditolak (langkah-langkah pengujian seperti pengujian pada hipotesis
penelitian). Hasil perhitungan selengkapnya ada pada Lampiran C.1
halaman 219 untuk tes kemampuan komunikasi matematis dan
Lampiran C.2 halaman 220 untuk skala disposisi matematis. Berikut ini
merupakan rekapitulasi hasil perhitungannya.
Tabel 3.3
Hasil Uji Cochran’s Q Validasi Teoritik
Intrumen
Tes KKM
Skala DM

N
6
26

Test Statistik
Cochran’s Q Df Asymp Sig.
3,800
3
0,284
6,830
3
0,078

Keterangan
Terima H0
Terima H0

H0 : validator melakukan penilaian seragam.
Hasil analisis menunjukkan bahwa validator melakukan penilaian
seragam terhadap tes kemampuan komunikasi matematis siswa dan
skala disposisi matematis siswa.
b) Validitas Butir Tes

Hafizah Delyana, 2014
PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI
PENERAPAN STRATEGI THE FIRING LINE DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

42

Validitas butir tes diuji dengan bantuan Microsoft Excel 2007
dengan langkah-langkah sebagai berikut (Sundayana,2010):
1. Menghitung harga korelasi setiap butir tes menggunakan rumus
Product Moment Pearson sebagai berikut.

Keterangan :
rx y: Koefisien validitas.
X : Skor item butir soal
Y : Jumlah skor total tiap soal
n : Jumlah subyek.
2. Melakukan perhitungan uji-t dengan rumus.

3. Mencari ttabel dengan ttabel = tα (dk = n-2).
4. Membuat kesimpulan, dengan kriteria pengujian sebagai berikut:
Jika thitung > ttabel, butir soal valid, atau
Jika thitung ≤ ttabel, butir soal tidak valid.

Dengan ketentuan klasifikasi koefisien validitas sebagai berikut
Tabel 3.4
Klasifikasi Koefisian Validitas
Koefisien Validitas

Interpretasi

0,80 < rxy ≤ 1,00
Sangat tinggi
0,60 < rxy ≤ 0,80
Tinggi
0,40 < rxy ≤ 0,60
Sedang
0,20 < rxy ≤ 0,40
Rendah
0,00 < rxy ≤ 0,20
Sangat Rendah
rxy ≤ 0,00
Tidak Valid
Guilford (Suherman, 2003)
Hafizah Delyana, 2014
PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI
PENERAPAN STRATEGI THE FIRING LINE DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

43

Selanjutnya uji validitas tiap item instrumen dilakukan dengan
membandingkan

dengan nilai kritis

(nilai tabel). Tiap item tes

dikatakan valid apabila pada taraf signifikasi

didapat

. Hasil perhitungan validitas dari soal yang telah diujicobakan
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.5 berikut ini:
Tabel 3.5
Hasil Uji Coba Validitas Tes Kemampuan
Komunikasi Matematis
Butir Soal

rxy

thitung

Kriteria

Interprestasi

0,42
2,56
Sedang
Valid
0,71
5,46
Tinggi
Valid
0,73
5,86
Tinggi
Valid
0,70
5,37
Tinggi
Valid
0,63
4,48
Tinggi
Valid
Tidak Valid
0,30
1,71
Rendah
6
Catatan: ttabel ( = 0,05) = 2,0484 dengan N = 30
Tabel 3.5 menunjukkan bahwa dari 6 butir soal yang mengukur
kemampuan komunikasi matematis, hanya 5 soal yang dinilai valid.
Hasil perhitungan uji validitas ini dapat dilihat pada Lampiran C.4
halaman 223.

2) Reliabilitas
Suatu alat evaluasi disebut reliabel jika hasil evaluasi tersebut relatif
tetap dan digunakan untuk subjek yang sama. Rumus yang digunakan untuk
menghitung

reliabilitas

tes

ini

adalah

rumus

Cronbach’s

Alpha

(Sundayana,2010), dengan bantuan Microsoft Excel 2007 sebagai berikut.

Hafizah Delyana, 2014
PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI
PENERAPAN STRATEGI THE FIRING LINE DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

44

Keterangan:
: reliabilitas instrumen.
: jumlah varians skor tiap–tiap butir tes.
: varians total.
: banyaknya butir tes.

Menurut Suherman (2003) ketentuan klasifikasi koefisien reliabilitas
sebagai berikut.
Tabel 3.6
Klasifikasi Koefisien Reliabilitas
Besarnya nilai r11

Klasifikasi

< r11 ≤ 1,00
< r11 ≤ 0,80
< r11 ≤ 0,60
< r11 ≤ 0,40
r11 ≤ 0,20

Sangat tinggi
Tinggi
Cukup
Rendah
Sangat rendah

0,80
0,60
0,40
0,20

Hasil perhitungan reliabilitas instrumen ini dapat dilihat pada
Lampiran C.4 halaman 223, diperoleh koefisien reliabilitas instrumen tes
kemampuan komunikasi matematis adalah 0,79 yang menunjukkan tingkat
reliabilitas tinggi.
3) Daya Pembeda
Daya pembeda sebuah butir soal tes menurut Suherman (2001)
adalah kemampuan butir soal itu untuk membedakan antara siswa yang
pandai atau berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan
rendah (bodoh). Daya pembeda item dapat diketahui dengan melihat besar
kecilnya angka indeks diskriminasi item. Rumus yang digunakan untuk
menentukan daya pembeda menurut Sundayana (2010) adalah.

Hafizah Delyana, 2014
PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI
PENERAPAN STRATEGI THE FIRING LINE DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

45

Keterangan:
: Daya pembeda.
: Jumlah skor kelompok atas
: Jumlah skor kelompok bawah
: Jumlah skor maksimal ideal kelompok atas

Menurut Suherman (2001) klasifikasi interpretasi daya pembeda soal
sebagai berikut:
Tabel 3.7
Klasifikasi Koefisien Daya Pembeda
Kriteria Daya Pembeda

Interpretasi

DP ≤ 0,00

Sangat Jelek

0,00 < DP ≤ 0,20

Jelek

0,20 < DP ≤ 0,40

Cukup

0,40 < DP ≤ 0,70

Baik

0,70 < DP ≤ 1,00

Sangat Baik

Hasil perhitungan daya pembeda soal dengan bantuan Microsoft
Excel 2007 ini dapat dilihat pada Lampiran C.4 halaman 223, dari 5 soal
yang mengukur kemampuan komunikasi matematis, terdapat 3 soal kategori
baik dan 2 soal kategori cukup. Data hasil uji coba dapat dilih