PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS, BERPIKIR ALJABAR, DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK.

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS, BERPIKIR ALJABAR, DAN DISPOSISI MATEMATIS

SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK

Disertasi

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Doktor Pendidikan Matematika

Promovendus

DIDI SUHAEDI

NIM. 0907809

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2013


(2)

LEMBAR PERSETUJUAN

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PANITIA DISERTASI UNTUK MENGIKUTI UJIAN TAHAP II

Prof. Jozua Sabandar, M.A., Ph.D. Promotor Merangkap Ketua

Prof. Yaya S. Kusumah, M.Sc., Ph.D. Ko-Promotor Merangkap Sekretaris

Dr. Jarnawi Afgani Dahlan, M.Kes. Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia


(3)

iii

NIP. 1959 0922 1983 031003 PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul ”Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis, Berpikir Aljabar, dan Disposisi Matematis Siswa SMP melalui Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik” adalah benar-benar karya saya sendiri yang disusun berdasarkan hasil penelitian. Saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika dan norma ilmiah. Apabila di kemudian hari ternyata dalam karya ilmiah ini ditemukan adanya unsur-unsur penjiplakan atau pengutipan yang tidak sesuai dengan etika dan norma ilmiah, maka saya siap menerima sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.

Bandung, Januari 2013 Promovendus,


(4)

ABSTRAK

Didi Suhaedi (2013). Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis, Berpikir Aljabar, dan Disposisi Matematis Siswa SMP melalui Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada atau tidak ada peningkatan kemampuan komunikasi matematis, berpikir aljabar, dan disposisi matematis siswa sekolah menengah pertama sebagai dampak dari pembelajaran dengan pendekatan pendidikan matematika realistik dan pembelajaran secara konvensional. Penelitian ini merupakan penelitian kuasi-eksperimen, yang mengikutsertakan 134 siswa kelas 8 SMP di Kota Bandung yang mewakili sekolah level sedang dan rendah. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tes pengetahuan awal matematika, tes kemampuan komunikasi matematis dan berpikir aljabar, dan skala disposisi matematis. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan inferensial dengan menggunakan uji-t dan ANAVA dua jalur dilanjutkan dengan uji beda Games-Howell. Berdasarkan hasil analisis data, dapat disimpulkan bahwa: (a) Peningkatan kemampuan komunikasi matematis, berpikir aljabar, dan disposisi matematis siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan pendidikan matematika realistik lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran secara konvensional, baik ditinjau secara keseluruhan siswa, ditinjau dari level sekolah, maupun ditinjau dari pengetahuan awal matematika siswa. Tetapi, pada sekolah level sedang dan pengetahuan awal matematika dengan katagori atas dan tengah, peningkatan disposisi matematis tidak berbeda secara signifikan antara siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan pendidikan matematika realistik dan siswa yang mendapat pembelajaran secara konvensional; (b) Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran (pendidikan matematika realistik, konvensional) dan level sekolah (sedang, rendah) terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis, berpikir aljabar, dan disposisi matematis siswa; (c) Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran (pendidikan matematika realistik, konvensional) dan pengetahuan awal matematika siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis, berpikir aljabar, dan disposisi matematis siswa.

Kata kunci: kemampuan komunikasi matematis, kemampuan berpikir aljabar, kemampuan disposisi matematis, pendidikan matematika realistik


(5)

ABSTRACT

Didi Suhaedi (2013). Enhancement of Mathematical Communication Ability, Algebraic Thinking, and Mathematical Disposition of Junior High School Students through the Approach of Realistic Mathematics Education

This study is aimed at determining whether or not there is an enhancement of mathematical communication ability, algebraic thinking, and mathematical disposition of secondary school students as an impact of the instructional approach with realistic mathematics education and the conventional learning. This study is quasi-experimental research, involving 134 students of eight-grade junior high school in Bandung representing school of middle and low level. The instrument used in this study consists of mathematical prior knowledge test, mathematical communication and algebra thinking ability test, scale of mathematical disposition. The data were analyzed descriptively and inferentially using t-test and 2-way ANOVA and followed by difference test of Games-Howell. Based on data analysis results, it can be concluded that: (a) The enhancement of mathematical communication ability, algebraic thinking, and mathematical dispositions of students who received instructional approach with realistic mathematics education better than students who received conventional learning, in terms of students overall, in terms of the school level, in terms of students’ mathematical prior knowledge. However, at the middle school level and upper-category and middle-category of mathematical prior knowledge, the enhancement of mathematical disposition does not show significant result between students who received learning approach with realistic mathematics education and students who received conventional learning; (b) There is no interaction between instructional approaches (realistic mathematics education, conventional learning) and school level (middle, lower) toward the enhancement of mathematical communication ability, algebraic thinking, and mathematical dispositions of students; (c) There is no interaction between instructional approach (realistic mathematics education, conventional learning) and mathematical prior knowledge (upper, middle, lower) toward the enhancement of mathematical communication ability, algebraic thinking, and mathematical dispositions of students.

Key words: mathematical communication ability, algebraic thinking ability, mathematical dispositions, realistic mathematics education


(6)

DAFTAR ISI

Hal Halaman Judul ... Ii LEMBAR PERSETUJUAN ... Iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... Iiii PERNYATAAN ... Iiv KATA PENGANTAR ... Vv ABSTRAK ... Iix ABSTRACT ... Ix DAFTAR ISI ... iixi DAFTAR TABEL ... Ixiii DAFTAR GAMBAR ... Ixix DAFTAR LAMPIRAN ... Ixxii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 14

D. Manfaat Penelitian ... 15

E. Definisi Operasional ... 16

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 19

A. Komunikasi ... 19

B. Komunikasi Matematis ... 22

C. Berpikir Aljabar ... 26

D. Disposisi Matematis ... 32

E. Pendidikan Matematika Realistik ... 37

F. Teori Belajar Pendukung ... 44

G. Hipotesis Penelitian ... 50

BAB III METODE PENELITIAN ………. 54

A. Desain Penelitian ... 54

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 56

C. Pengembangan Instrumen Penelitian ... 67

1. Tes Kemampuan Komunikasi Matematis dan Berpikir Aljabar ... 67


(7)

ii

3. Pedoman Observasi ... 85

D. Pengembangan Bahan Ajar ... 85

E. Prosedur Penelitian ... 87

F. Analisis Data ... 89

G.Waktu Penelitian ... 93

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 94

A. Analisis Data Pengetahuan Awal Matematis ... 95

B. Analisis Data Kemampuan Komunikasi Matematis ... 99

C. Analisis Data Kemampuan Berpikir Aljabar ... 119

D. Analisis Data Disposisi Matematis ... 139

E. Pembahasan ... 158

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI ... 201

A. Kesimpulan ... 201

B. Implikasi ... 204

C. Rekomendasi ... 205

DAFTAR PUSTAKA ... 207


(8)

DAFTAR TABEL

Hal Tabel 3.1 Keterkaitan Kemampuan Komunikasi Matematis, Berpikir

Aljabar, Disposisi Matematis, Pendekatan Pembelajaran,

Level Sekolah, dan PAM ………...……. 55 Tabel 3.2 Sampel Penelitian Berdasarkan Level Sekolah ……….. 57 Tabel 3.3 Uji Kesamaan Pertimbangan Validitas Muka Tes PAM ….... 59 Tabel 3.4 Uji Kesamaan Pertimbangan Validitas Isi Tes PAM ……..… 59 Tabel 3.5 Uji Normalitas Data PAM Siswa Kelas VIII SMPN 9

Bandung ……….. 60

Tabel 3.6 Uji Homogenitas Data PAM Siswa Kelas VIII SMPN 9

Bandung ……….. 61

Tabel 3.7 Uji Kesetaraan Data PAM Siswa Kelas VIII SMPN 9

Bandung ……….. 62

Tabel 3.8 Uji Normalitas Data PAM Siswa Kelas VIII SMPN 26

Bandung ……….. 62

Tabel 3.9 Uji Homogenitas Data PAM Siswa Kelas VIII SMPN 26

Bandung ……….. 63

Tabel 3.10 Uji Kesetaraan Data PAM Siswa Kelas VIII SMPN 26

Bandung ……….. 63

Tabel 3.11 Uji Normalitas Data PAM Siswa Kelas VIII SMPN 9 dan

SMPN 26 Bandung ………. 64

Tabel 3.12 Uji Homogenitas Data PAM Siswa Kelas VIII SMPN 9 dan

SMPN 26 Bandung ………. 65

Tabel 3.13 Uji Perbedaan Data PAM Siswa Berdasarkan Level Sekolah .. 65 Tabel 3.14 Kategori PAM Siswa ……… 66 Tabel 3.15 Jumlah Siswa berdasarkan Kategori PAM ………. 66 Tabel 3.16 Uji Kesamaan Pertimbangan Validitas Muka Soal Pretes


(9)

iv

Tabel 3.17 Uji Kesamaan Pertimbangan Validitas Isi Soal Pretes

Komunikasi Matematis dan Berpikir Aljabar ………. 69

Tabel 3.18 Uji Kesamaan Pertimbangan Validitas Muka Soal Postes

Komunikasi Matematis dan Berpikir Aljabar ………. 69 Tabel 3.19 Uji Kesamaan Pertimbangan Validitas Isi Soal Postes

Komunikasi Matematis dan Berpikir Aljabar ………. 70 Tabel 3.20 Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi ... 72 Tabel 3.21 Hasil Perhitungan Validitas Butir Soal Pretes Kemampuan

Komunikasi Matematis dan Berpikir Aljabar ... 72 Tabel 3.22 Hasil Perhitungan Validitas Butir Soal Postes Kemampuan

Komunikasi Matematis dan Berpikir Aljabar ... 73 Tabel 3.23 Interpretasi Koefisien Reliabilitas ... 74 Tabel 3.24 Rekapitulasi Validitas dan Realiabilitas Data Ujicoba Tes

Kemampuan Komunikasi Matematis dan Berpikir Aljabar ... 75 Tabel 3.25 Interpretasi Daya Pembeda ... 76 Tabel 3.26 Daya Pembeda Data Ujicoba Tes Kemampuan Komunikasi

Matematis dan Berpikir Aljabar ... 76 Tabel 3.27 Interpretasi Indeks Kesukaran ... 77 Tabel 3.28 Indeks Kesukaran Data Ujicoba Tes Kemampuan Komunikasi

Matematis dan Berpikir Aljabar ... 78 Tabel 3.29 Uji Kesamaan Pertimbangan Validitas Muka Skala Disposisi

Matematis ... 79 Tabel 3.30 Uji Kesamaan Pertimbangan Validitas Isi Skala Disposisi

Matematis ... 80 Tabel 3.31 Distribusi Respon Siswa pada Skala Disposisi Matematis

Siswa ... 81 Tabel 3.32 Proses Perhitungan Skor Skala Disposisi Matematis Siswa

untuk Pernyataan Positif (Nomor 1) ………. 82 Tabel 3.33 Proses Perhitungan Skor Skala Disposisi Matematis Siswa


(10)

Tabel 3.34 Skor Setiap Item Skala Disposisi Matematis Siswa ... 84

Tabel 3.35 Klasifikasi Gain Ternomalisasi ... 90

Tabel 3.36 Keterkaitan Masalah dan Hipotesis Penelitian ... 90

Tabel 3.37 Waktu Pelaksanaan Penelitian ... 93

Tabel 4.1 Sebaran Sampel Penelitian ... 95

Tabel 4.2 Data PAM Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran dan Level Sekolah ... 96

Tabel 4.3 Uji Normalitas Data PAM Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran dan Level Sekolah ……… 97

Tabel 4.4 Uji Homogenitas Data PAM Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran dan Level Sekolah ……… 98

Tabel 4.5 Uji Kesetaraan Data PAM Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran ………... 99

Tabel 4.6 Data N-Gain KKM Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran, Level Sekolah, dan PAM ……….. 100

Tabel 4.7 Data N-Gain KKM Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran ... 101

Tabel 4.8 Uji Normalitas Data N-Gain KKM Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran ………... 103

Tabel 4.9 Uji Homogenitas Data N-Gain KKM Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran ... 103

Tabel 4.10 Uji-t N-Gain KKM Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran .. 104

Tabel 4.11 Data N-Gain KKM Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran dan Level Sekolah ... 105

Tabel 4.12 Uji Normalitas Data N-Gain KKM Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran dan Level Sekolah ... 107

Tabel 4.13 Uji Homogenitas Data N-Gain KKM Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran dan Level Sekolah ... 107

Tabel 4.14 Uji-t N-Gain KKM Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran dan Level Sekolah ... 108

Tabel 4.15 Data N-Gain KKM Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran dan PAM ... 109


(11)

vi

Tabel 4.16 Uji Normalitas Data N-Gain KKM Berdasarkan Pendekatan

Pembelajaran dan PAM ... 111 Tabel 4.17 Uji Homogenitas Data N-Gain KKM Berdasarkan Pendekatan

Pembelajaran dan PAM ... 112 Tabel 4.18 Uji-t N-Gain KKM Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran

dan PAM ... 113 Tabel 4.19 Uji ANAVA Dua Jalur Data N-Gain KKM Berdasarkan

Pendekatan Pembelajaran dan Level Sekolah ... 114 Tabel 4.20 Hasil Uji ANAVA Dua Jalur Data N-Gain KKM Berdasarkan

Pendekatan Pembelajaran dan PAM ... 117 Tabel 4.21 Uji Perbedaan Peningkatan KKM Siswa antar Tingkatan

PAM ... 118 Tabel 4.22 Data N-Gain KBA Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran,

Level Sekolah, dan PAM ... 119 Tabel 4.23 Data N-Gain KBA Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran ... 120 Tabel 4.24 Uji Normalitas Data N-Gain KBA Berdasarkan Pendekatan

Pembelajaran ... 122 Tabel 4.25 Uji Homogenitas Data N-Gain KBA Berdasarkan Pendekatan

Pembelajaran ... 122 Tabel 4.26 Uji-t N-Gain KBA Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran ... 123 Tabel 4.27 Data N-Gain KBA Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran

dan Level Sekolah ... 124 Tabel 4.28 Uji Normalitas Data N-Gain KBA Berdasarkan Pendekatan

Pembelajaran dan Level Sekolah ... 126 Tabel 4.29 Uji Homogenitas Data N-Gain KBA Berdasarkan

Pembelajaran dan Level Sekolah ... 127 Tabel 4.30 Uji-t N-Gain KBA Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran

dan Level Sekolah ... 128 Tabel 4.31 Data N-Gain KBA Siswa Berdasarkan Pendekatan


(12)

Tabel 4.32 Uji Normalitas Data N-Gain KBA Berdasarkan Pendekatan

Pembelajaran dan PAM ... 131 Tabel 4.33 Uji Homogenitas Data N-Gain KBA Berdasarkan Pendekatan

Pembelajaran dan PAM ... 132 Tabel 4.34 Uji-t N-Gain KBA Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran

dan PAM ... 133 Tabel 4.35 Uji ANAVA Dua Jalur Data N-Gain KBA Berdasarkan

Pendekatan Pembelajaran dan Level Sekolah ... 134 Tabel 4.36 Uji ANAVA Dua Jalur Data N-Gain KBA Berdasarkan

Pendekatan Pembelajaran dan PAM ... 137 Tabel 4.37 Uji Perbedaan Peningkatan KBA Siswa antar Tingkatan PAM 139 Tabel 4.38 Data N-Gain DM Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran,

Level Sekolah, dan PAM ... 140 Tabel 4.39 Data N-Gain DM Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran ... 141 Tabel 4.40 Uji Normalitas Data N-Gain DM Berdasarkan Pendekatan

Pembelajaran ... 142 Tabel 4.41 Uji Homogenitas Data N-Gain DM Berdasarkan Pendekatan

Pembelajaran ... 143 Tabel 4.42 Uji-t N-Gain DM Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran ... 143 Tabel 4.43 Data N-Gain DM Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran dan

Level Sekolah ... 144 Tabel 4.44 Uji Normalitas Data N-Gain DM Berdasarkan Pendekatan

Pembelajaran dan Level Sekolah ……… 146 Tabel 4.45 Uji Homogenitas Data N-Gain DM Berdasarkan

Pembelajaran dan Level Sekolah ………...……… 146 Tabel 4.46 Uji-t N-Gain DM Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran dan

Level Sekolah ………..……… 147

Tabel 4.47 Data N-Gain DM Siswa Berdasarkan Pendekatan

Pembelajaran dan PAM ………..……… 148

Tabel 4.48 Uji Normalitas Data N-Gain Disposisi Matematis


(13)

viii

Tabel 4.49 Uji Homogenitas Data N-Gain Disposisi Matematis

Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran dan PAM ……..…… 151 Tabel 4.50 Uji-t N-Gain Disposisi Matematis Berdasarkan Pendekatan

Pembelajaran dan PAM ……….……… 152

Tabel 4.51 Uji ANAVA Dua Jalur Data N-Gain DM Berdasarkan

Pendekatan Pembelajaran dan Level Sekolah ……… 153 Tabel 4.52 Uji ANAVA Dua Jalur Data N-Gain Disposisi Matematis

Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran dan PAM ………….. 156 Tabel 4.53 Data PAM Berdasarkan Level Sekolah ………. 162 Tabel 4.54 Data N-Gain dan TK dari setiap Indikator KKM dan KBA

Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran ………..…… 183 Tabel 4.55 Data TK siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran ……. 186


(14)

DAFTAR GAMBAR

Hal Gambar 2.1 Matematisasi Konseptual ... 39 Gambar 2.2 Matematisasi Horizontal dan Vertikal ... 40 Gambar 4.1 Perbandingan rata-rata PAM Berdasarkan Pendekatan

Pembelajaran dan Level Sekolah ... 96 Gambar 4.2 Rata-rata N-Gain KKM Berdasarkan Pendekatan

Pembelajaran ... 102 Gambar 4.3 Rata-rata N-Gain KKM Berdasarkan Pendekatan

Pembelajaran dan Level Sekolah ... 106 Gambar 4.4 Rata-rata N-Gain KKM Berdasarkan Pendekatan

Pembelajaran dan PAM ... 110 Gambar 4.5 Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dan Level

Sekolah terhadap Peningkatan Kemampuan Komunikasi

Matematis ... 115 Gambar 4.6 Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dan PAM

terhadap Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis 117 Gambar 4.7 Rata-rata Peningkatan Kemampuan Berpikir Aljabar ... 121 Gambar 4.8 Rata-rata N-Gain KBA Berdasarkan Pendekatan

Pembelajaran dan Level Sekolah ………... 125 Gambar 4.9 Rata-rata N-Gain KBA Berdasarkan Pendekatan


(15)

x

Gambar 4.10 Interaksi antara Pembelajaran dan Level Sekolah terhadap

Peningkatan Kemampuan Berpikir Aljabar ………... 135 Gambar 4.11 Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dan PAM

terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Aljabar ……. 138 Gambar 4.12 Rata-rata Peningkatan Disposisi Matematis ………... 142 Gambar 4.13 Rata-rata N-Gain DM Berdasarkan Pendekatan

Pembelajaran dan Level Sekolah ………... 145

Gambar 4.14 Rata-rata N-Gain DM Berdasarkan Pendekatan

Pembelajaran dan PAM ………. 150

Gambar 4.15 Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dan Level

Sekolah terhadap Peningkatan Disposisi Matematis …….. 154 Gambar 4.16 Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dan PAM

terhadap Peningkatan Disposisi Matematis ……… 157 Gambar 4.17 Data PAM Siswa Berdasarkan Level Sekolah ... 163 Gambar 4.18 Jumlah siswa Berdasarkan Kategori Pengetahuan Awal

Matematika ………. 164

Gambar 4.19 Contoh Kesalahan Siswa dalam Menjawab Soal Nomor 1 Tes Kemampuan Komunikasi Matematis dan Berpikir

Aljabar ... 187 Gambar 4.20 Contoh Kesalahan Siswa dalam Menjawab Soal Nomor

2(a) Tes Kemampuan Komunikasi Matematis dan Berpikir

Aljabar ... 189 Gambar 4.21 Contoh Kesalahan Siswa dalam Menjawab Soal Nomor

2(b) Tes Kemampuan Komunikasi Matematis dan Berpikir

Aljabar ... 190 Gambar 4.22 Contoh Kesalahan Siswa dalam Menjawab Soal Nomor 3

Tes Kemampuan Komunikasi Matematis dan Berpikir

Aljabar ... 192 Gambar 4.23 Contoh Kesalahan Siswa dalam Menjawab Soal Nomor


(16)

4(b) Tes Kemampuan Komunikasi Matematis dan Berpikir

Aljabar ... 194 Gambar 4.24 Contoh Kesalahan Siswa dalam Menjawab Soal Nomor

4(c) Tes Kemampuan Komunikasi Matematis dan Berpikir

Aljabar ... 195 Gambar 4.25 Contoh Kesalahan Siswa dalam Menjawab Soal Nomor

5(a) Tes Kemampuan Komunikasi Matematis dan Berpikir

Aljabar ... 197

Gambar 4.26 Contoh Kesalahan Siswa dalam Menjawab Soal Nomor 5(b) Tes Kemampuan Komunikasi Matematis dan Berpikir

Aljabar ... 198 Gambar 4.27 Contoh Kesalahan Siswa dalam Menjawab Soal Nomor 6

Tes Kemampuan Komunikasi Matematis dan Berpikir


(17)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Hal Lampiran A-1 Lembar Pertimbangan Tes Pengetahuan Awal

Matematis ... 216

Lampiran A-2 Hasil Pertimbangan Tes Pengetahuan Awal Matematis . 219 Lampiran A-3 Lembar Pertimbangan Tes Kemampuan Komunikasi Matematis dan Berpikir Aljabar ... 223

Lampiran A-4 Hasil Pertimbangan Tes Kemampuan Komunikasi Matematis dan Berpikir Aljabar ... 226

Lampiran A-5 Lembar Pertimbangan Skala Disposisi Matematis ... 234

Lampiran A-6 Hasil Pertimbangan Skala Disposisi Matematis ... 237

Lampiran A-7 Lembar Pertimbangan Lembar Aktivitas Siswa ... 241

Lampiran A-8 Hasil Pertimbangan Lembar Aktivitas Siswa ... 242

Lampiran B-1 Data Ujicoba Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis dan Berpikir Aljabar ... 244

Lampiran B-2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Data Ujicoba Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis dan Berpikir Aljabar ... 246 Lampiran B-3 Indeks Kesukaran dan Daya Pembeda Data Ujicoba


(18)

Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis dan Berpikir

Aljabar ... 248

Lampiran B-4 Data Ujicoba Postes Kemampuan Komunikasi Matematis dan Berpikir Aljabar ... 251

Lampiran B-5 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Data Ujicoba Postes Kemampuan Komunikasi Matematis dan Berpikir Aljabar ... 253

Lampiran B-6 Indeks Kesukaran dan Daya Pembeda Data Ujicoba Postes Kemampuan Komunikasi Matematis dan Berpikir Aljabar ... 255

Lampiran B-7 Data Uji Coba Disposisi Matematis Siswa (Sebelum diberi Skor) ... 258

Lampiran B-8 Pemberian Skor Tiap Item Skala Disposisi Matematis Siswa ... 270

Lampiran B-9 Data Uji Coba Disposisi Matematis Siswa (Setelah diberi Skor) ... 279

Lampiran B-10 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Disposisi Matematis Siswa ... 291

Lampiran C-1 Hasil Analisis Data Pengetahuan Awal Matematis Siswa Kelas 8 SMP Negeri 9 Bandung ... 296

Lampiran C-2 Hasil Analisis Data Pengetahuan Awal Matematis Siswa Kelas 8 SMP Negeri 26 Bandung ... 298

Lampiran C-3 Uji Kesetaraan Pengetahuan Awal Matematis Siswa SMPN 9 dan 26 ... 300

Lampiran C-4 Uji Kesetaraan Pengetahuan Awal Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 302

Lampiran D-1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 305

Lampiran D-2 Lembar Aktivitas Siswa (LAS) ... 319


(19)

xiv

Lampiran D-4 Tes Pengetahuan Awal Matematis ... 387

Lampiran D-5 Kunci Jawaban Tes Pengetahuan Awal Matematis ... 391

Lampiran D-6 Kisi-kisi dan Tes Kemampuan Komunikasi Matematis dan Berpikir Aljabar ... 399 Lampiran D-7 Pedoman Pemberian Skor Jawaban Kemampuan Komunikasi Matematis dan Berpikir Aljabar ... 406

Lampiran D-8 Kunci Jawaban Tes Kemampuan Komunikasi Matematis dan Berpikir Aljabar ... 409

Lampiran D-9 Lembar Skala Disposisi Matematis ... 430

Lampiran E-1 Data Pengetahuan Awal Matematis Siswa ... 434

Lampiran E-2 Data Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 438

Lampiran E-3 Data Kemampuan Berpikir Aljabar Siswa ... 443

Lampiran E-4 Data Disposisi Matematis Siswa ... 448

Lampiran F-1 Hasil Analisis Data KKM Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran ... 454

Lampiran F-2 Hasil Analisis Data KKM Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran dan Level Sekolah ... 456

Lampiran F-3 Hasil Analisis Data KKM Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran dan Pengetahuan Awal Matematis ... 461

Lampiran F-4 Interaksi Pendekatan Pembelajaran dan Level Sekolah terhadap Peningkatan KKM Siswa ... 467

Lampiran F-5 Interaksi Pendekatan Pembelajaran dan PAM terhadap Peningkatan KKM Siswa ... 468

Lampiran G-1 Hasil Analisis Data KBA Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran ... 471

Lampiran G-2 Hasil Analisis Data KBA Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran dan Level Sekolah ... 473 Lampiran G-3 Hasil Analisis Data KBA Siswa Berdasarkan


(20)

Matematis ... 477 Lampiran G-4 Interaksi Pendekatan Pembelajaran dan Level Sekolah

terhadap Peningkatan KBA Siswa ... 484 Lampiran G-5 Interaksi Pendekatan Pembelajaran dan PAM terhadap

Peningkatan KBA Siswa ... 485 Lampiran G-6 Uji Perbedaan Data KBA untuk Indikator BA-1

Berdasarkan Pembelajaran ... 486 Lampiran H-1 Hasil Analisis Data DM Siswa Berdasarkan Pendekatan

Pembelajaran ... 490 Lampiran H-2 Hasil Analisis Data DM Siswa Berdasarkan Pendekatan

Pembelajaran dan Level Sekolah ... 492 Lampiran H-3 Hasil Analisis Data DM Siswa Berdasarkan Pendekatan

Pembelajaran dan Pengetahuan Awal Matematis ... 496 Lampiran H-4 Interaksi Pendekatan Pembelajaran dan Level Sekolah

terhadap Peningkatan DM Siswa ... 502 Lampiran H-5 Interaksi Pendekatan Pembelajaran dan PAM terhadap

Peningkatan DM Siswa ... 503 Lampiran I Kluster SMP/MTs Negeri di Kota Bandung ... 504 Lampiran J Perizinan dan Keterangan Pelaksanaan Penelitian ... 507


(21)

(22)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bangsa apapun dan di manapun berada, akan menjadi besar dapat diukur dari kualitas sumber daya manusianya, dan sumber daya manusia berkaitan erat dengan kualitas pendidikan bangsanya. Semakin tinggi peradaban suatu bangsa, akan berdampak terhadap kualitas sumber daya manusianya. Manusia berbudaya adalah manusia yang memiliki akal untuk melakukan karya, karsa, dan rasa. Hal ini tentunya akan dipengaruhi oleh tingkat kualitas sumber daya manusia.

Pembangunan sektor pendidikan mutlak dilakukan. Pendidikan secara hakiki menjadi bagian dari kebutuhan dasar manusia. Pendidikan merupakan hajat orang banyak dan menjadi barometer bagi kualitas setiap manusia. Lazimnya, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin bernas pola pikir, pola tindak, dan pola tingkah lakunya (Isjoni, 2006: 9-10).

Pemerintah Indonesia tengah melakukan pembenahan dalam sektor pen-didikan. Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 merupakan salah satu bukti keseriusan pemerintah dalam menangani sektor pendidikan. Sektor pendidikan dijadikan sebagai andalan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, seperti dapat dilihat dari arah peningkatan kualitas sumber daya manusia yang tercermin dari Bab 1 pasal 1 poin 1 Undang-undang Sisdiknas, yang isinya adalah sebagai berikut:


(23)

kan potensi dirinya untuk meningkatkan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara” (Depdiknas, 2003: 5).

Adapun fungsi dan tujuan pendidikan nasional tercantum pada Bab II pasal 3 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, yang isinya adalah:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (Depdiknas, 2003: 8).

Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 merupakan salah satu landasan atas lahirnya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Terkait dengan mata pelajaran yang ada pada KTSP, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, yang di dalamnya dicantumkan bahwa Struktur Kurikulum SMP/MTs memuat 10 mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri. Salah satu dari 10 mata pelajaran itu adalah mata pelajaran matematika, dengan alokasi waktu pembelajaran 4 jam pelajaran setiap minggu-nya dan ini merupakan alokasi waktu pembelajaran yang paling tinggi.

KTSP dalam Standar Isi-nya mencantumkan bahwa ruang lingkup mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan SD/MI terdiri dari: bilangan, geometri dan pengukuran, dan pengolahan data. Ruang lingkup mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan SMP/MTs terdiri dari: bilangan, aljabar, geometri dan pengukuran, statistika dan peluang; dan ruang lingkup mata


(24)

pelajaran matematika pada satuan pendidikan SMA/MA terdiri dari: logika, aljabar, geometri, trigonometri, kalkulus, statistika dan peluang.

Penulis tertarik untuk membahas aljabar pada sekolah menengah pertama, dengan pertimbangan bahwa aljabar merupakan materi fundamental dalam matematika sekolah, dan „aljabar dan berpikir aljabar‟ sebagai topik yang up to date yang tengah dibicarakan oleh para pakar pendidikan matematika di berbagai

negara maju. Indikasi ini terlihat dengan dikeluarkannya Yearbook NCTM 2008 berjudul Algebra and Algebraic Thinking in School Mathematics di Amerika Serikat, dan Yearbook 2010 berjudul Mathematical Applications and Modelling oleh Association of Mathematics Educators di Singapura. Istilah algebraic thinking muncul sebagai representasi dari sebuah aktivitas/kemampuan dalam mempelajari aljabar sekolah (Cai et al, 2011; Radford, 2011; Russell et al, 2011; Schmittau, 2011; Kriegler, 2007; Lawrence dan Hennessy, 2002; Zazkis dan Liljedahl, 2002; Herbert dan Brown, 1997).

Aljabar merupakan materi yang sangat penting untuk dikuasai oleh siswa, kerena baik secara implisit ataupun eksplisit aljabar digunakan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Sintaks membuat alamat web, e-mail, search engine di dunia internet; membuat otomatisasi remote control TV, radio, LCD; pemodelan gelombang tsunami, pemodelan pertumbuhan penduduk, pemodelan pertumbuhan ekonomi, dan lain-lain yang sejenis; semuanya itu membutuhkan logika-logika aljabar. Tidaklah berlebihan jika Katz (2007) memberi judul dalam tulisannya


(25)

untuk pendidikan masa depan dan untuk employment opportunities (Moses dan Coob, 2001; NRC, 1998).

Sementara itu dalam pembelajaran matematika, salah satu kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa adalah komunikasi matematis (mathematical

communication). Kemampuan komunikasi matematis dalam pembelajaran

mate-matika sangat perlu untuk dikembangkan. Hal ini karena melalui komunikasi matematis siswa dapat mengorganisasikan berpikir matematisnya baik secara lisan maupun tulisan. Di samping itu, siswa juga bisa memberikan respon yang tepat di antara siswa dan antara siswa dengan guru selama proses pembelajaran.

Komunikasi diperlukan untuk memahami dan mengungkapkan ide-ide matematis secara benar. Siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis yang baik akan bisa membuat representasi yang beragam, dan hal ini akan lebih memudahkan dalam menemukan alternatif-alternatif penyelesaian, sehingga dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan permasalahan matematis.

Dengan diberlakukannya KTSP, kemampuan komunikasi matematis men-jadi aspek yang penting untuk digunakan dan harus dikuasai oleh siswa. Dalam KTSP paradigma pembelajaran mengalami pergeseran, antara lain orientasi pembelajaran yang semula berpusat pada guru kini beralih menjadi berpusat kepada siswa, metode yang semula lebih didominasi ekspositori berganti ke partisipatori, pendekatan yang semula lebih bersifat tekstual berubah menjadi kontekstual, di mana siswa harus berinteraksi – baik antara siswa dengan siswa lainnya maupun antara siswa dengan lingkungannya.

Dalam pendekatan pembelajaran kontekstual, siswa akan belajar lebih baik jika lingkungan belajar diciptakan secara alamiah. Belajar akan lebih bermakna


(26)

jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Guru ber-usaha mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Dengan konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa (TIM, 2007: 161).

Sejalan dengan pendapat tersebut, Lie (2008: 4) mengatakan bahwa guru perlu menyusun dan melaksanakan kegiatan pembelajaran berdasarkan beberapa pokok pemikiran sebagai berikut:

a. Pengetahuan ditemukan, dibentuk, dan dikembangkan oleh siswa. Guru menciptakan kondisi dan situasi yang memungkinkan siswa membentuk makna dari bahan-bahan pelajaran melalui suatu proses belajar dan me-nyimpannya dalam ingatan yang sewaktu-waktu dapat diproses dan dikem-bangkan lebih lanjut (Piaget, Freire, dalam Lie, 2008: 5)

b. Siswa membangun pengetahuan secara aktif. Belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan siswa, bukan sesuatu yang dilakukan terhadap siswa. Siswa tidak menerima pengetahuan dari guru atau kurikulum secara pasif. Teori skemata menjelaskan bahwa siswa mengaktifkan struktur kognitif mereka dan membangun struktur-struktur baru untuk mengakomodasi masukan-masukan pengetahuan baru (Anderson dan Armbruster, Piaget, dalam Lie, 2008: 5). Jadi penyusunan pengetahuan yang terus-menerus menempatkan siswa sebagai peserta yang aktif.


(27)

c. Guru perlu berusaha mengembangkan kompetensi dan kemampuan siswa. Kegiatan pembelajaran harus lebih menekankan pada proses dari pada hasil. Setiap orang pasti mempunyai potensi. Paradigma lama mengklasifikasi-kan siswa dalam kategori prestasi belajar seperti dalam penilaian ranking dan hasil tes. Paradigma lama ini menganggap kemampuan sebagai sesuatu yang sudah mapan dan tidak dipengaruhi oleh usaha dan pendidikan. Sedangkan paradigma baru mengembangkan kompetensi dan potensi siswa berdasarkan asumsi bahwa usaha dan pendidikan bisa meningkatkan kemampuan mereka. Tujuan pendidikan adalah meningkatkan kemampuan siswa sampai setinggi yang dia bisa (Maslow, Rogers, dalam Lie, 2008: 5).

d. Pendidikan adalah interaksi pribadi di antara para siswa dan interaksi antara guru dan siswa. Kegiatan pendidikan adalah suatu proses sosial yang tidak dapat terjadi tanpa interaksi antar pribadi. Belajar adalah suatu proses pribadi, tetapi juga proses sosial yang terjadi ketika masing-masing orang berhubungan dengan yang lain dan membangun pengertian dan pengetahuan bersama (Johnson, Johnson dan Smith, dalam Lie, 2008: 5).

Oleh karena itu suasana kelas perlu dibangun sedemikian sehingga siswa mendapat kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain. Dengan interaksi ini, siswa akan membentuk komunitas yang memungkinkan mereka untuk mencintai proses belajar dan mencintai teman-temannya. Guru perlu menciptakan suasana belajar sedemikian sehingga siswa dapat bekerja saling menopang untuk meng-konstruksi pengetahuan mereka di bawah bimbingan guru, sehingga kemampuan-kemampuan yang harus dikuasai siswa dapat dicapai secara maksimal.


(28)

Dalam usaha membangun dan memelihara komunitas belajar matematika, Clark et al (2005) merekomendasikan empat strategi sebagai berikut:

1) Mengajukan rich task yang mempromosikan diskusi. Rich mathematical

tasks merupakan kunci bagi kelas matematika yang menjadikan komunikasi

sebagai tujuan utama (NCTM, 2000). Pemberian tugas yang menantang, akan membangkitkan siswa untuk berdiskusi dan berpikir secara kolaboratif untuk menjawab permasalahan dimaksud.

2) Membangun dan memelihara lingkungan yang kondusif. Lingkungan yang kondusif untuk berkomunikasi adalah sesuatu yang vital untuk suksesnya komunitas belajar matematika. Brown dan Campione (Clark, 2005) mengata-kan bahwa dalam lingkungan yang kondusif amengata-kan terjadi sharing ide, mening-katkan kualitas dan kuantitas diskusi dan debat.

3) Memberi kesempatan terhadap siswa untuk menerangkan dan meng-klarifikasi pemikirannya. Guru harus mendorong belajar siswa untuk me-nerangkan dan mengklarifikasi berpikir matematis siswa terhadap sesama rekannya dengan cara yang koheren dan jelas dan juga guru membenarkan terhadap kebenaran berpikir matematis yang dimiliki siswa.

4) Mendorong siswa untuk menggulirkan ide-ide. Komunitas belajar yang efektif dan bermakna memerlukan siswa untuk mendengarkan dan memikir-kan ide-ide bumemikir-kan hanya ide yang dimilikinya tetapi juga ide-ide yang berasal dari temannya, kemudian memproses dan memahami ide-ide yang digulirkan di kelas. Aktivitas kelas seharusnya dikonstruksi untuk menjamin siswa


(29)

memiliki waktu yang cukup untuk membangkitkan ide-ide yang dimilikinya, misalnya melalui diskusi kelas atau diskusi dalam kelompok kecil.

Komunitas belajar yang kondusif, mendorong siswa untuk memiliki sikap positif (disposisi) matematis. Disposisi matematis merupakan salah satu tujuan dari KTSP, yaitu, “peserta didik memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah” (Depdiknas, 2006: 346).

Disposisi matematis siswa akan tampak ketika siswa menyelesaikan tugas matematika, apakah dikerjakan dengan percaya diri, tanggung jawab, tekun, pantang putus asa, merasa tertantang, memiliki kemauan untuk mencari cara lain dan melakukan refleksi terhadap cara berpikir yang telah dilakukan. Hal ini sejalan dengan NCTM (1989: 233), yang menyatakan bahwa:

The assessment of students’ mathematical disposition should seek information about their: (1) confidence in using mathematics to solve problems, to communicate ideas, and to reason; (2) flexibility in exploring mathematical ideas and trying alternative methods in solving problems; (3) willingness to persevere in mathematical tasks; (4) interest, curiosity, and inventiveness in doing mathematics; (5) inclination to monitor and reflect on their own thinking and performance; (6) valuing of the application of mathematics to situations arising in other disciplines and everyday experiences; (7) appreciation of the role of mathematics in our culture and its value as a tool and as a language.

Studi awal terhadap 30 siswa yang baru saja l u l u s S M P d a n b e r a d a d i kelas 1 SMK Bina Essa ditemukan bahwa siswa mengalami k e s u l i t a n - k e s u l i t a n d a l a m m e n j a w a b p e r m a s a l a h a n m a t e m a t i s y a n g


(30)

d i b e r i k a n . K e s u l i t a n - k e s u l i t a n t e r s e b u t a d a l a h s e b a g a i b e r i k u t ( S u h a e d i , 2 0 1 0 ) : a . S i s w a m e n g a l a m i k e s u l i t a n u n t u k

m e n a n g k a p i d e s i t u a s i m a t e m a t i s y a n g d i h a d i r k a n , s e h i n g g a s i s w a t i d a k b i s a m e r e p r e s e n t a s i k a n s e c a r a b a i k

i d e y a n g d i k a n d u n g d a l a m

p e r m a s a l a h a n t e r s e b u t k e d a l a m m o d e l m a t e m a t i k a .

b . S i s w a m e n g a l a m i k e s u l i t a n u n t u k menginterpretasikan dan menghubungkan berbagai representasi dari ide-ide dan hubungan-hubungan ide-ide matematis yang dihadirkan.

c . Siswa mengalami kesulitan menggunakan bahasa matematis untuk menyata-kan ide-ide matematis secara tepat.

d. Siswa mengalami kesulitan untuk mengkonsolidasikan berpikir matematisnya untuk menghadirkan argumen secara koheren dan jelas.

e. Siswa mengalami kesulitan dalam membuat model matematis dari permasalahan yang diberikan.

f. Siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan “persamaan matematis”

yang telah siswa temukan.

g. Siswa kurang percaya diri dalam menyelesaikan masalah matematis, meng-komunikasikan ide-ide, dan memberi alasan,


(31)

i. Siswa kurang memiliki sikap ketertarikan, keingintahuan, dan kemampuan untuk menemukan dalam mengerjakan matematika,

j. Siswa kurang fleksibel dalam mengeksplorasi ide-ide matematis dan mencoba berbagai metode untuk memecahkan masalah.

Indikator-indikator tersebut di atas menunjukkan bahwa siswa memiliki kemampuan yang lemah di dalam aspek komunikasi matematis, berpikir aljabar, dan disposisi matematis. Dari studi literatur yang telah dilakukan, diketahui bahwa aljabar merupakan materi yang sukar dikuasai siswa. Banyak siswa sekolah menengah pertama yang mengalami kesulitan dalam mempelajari aljabar dan mengalami misconceptions atas materi-materi aljabar (Alibali et al, 2007; Asquith

et al, 2007; Knuth et al, 2006; Knuth et al, 2005; MSP, 2003).

Kenney dan Silver melaporkan hasil penilaian matematika yang dilakukan oleh National Assessment of Educational Progress pada tahun 1997, yang dalam salah satu laporannya menyatakan bahwa siswa kelas dua belas mengalami kesulitan dalam menyederhanakan dan menyelesaikan persamaan dan pertidak-samaan aljabar, dan mengalami kesulitan besar dalam menerjemahkan bahasa verbal ke bentuk representasi simbolik (Asquith et al, 2007).

NRC mengadakan simposium pada 27 – 28 Mei 1997 dengan judul The

Nature and Role of Algebra in the K-14 Curriculum, dan dari laporannya yang

dipublikasiikan pada 1998, terdapat laporan pada halaman 1, yang menyatakan bahwa siswa-siswa di AS mengalami kesulitan dalam mempelajari aljabar. Hal ini tampak jelas dari ungkapan bahwa kursus aljabar di tahun pertama di AS sebagai “an unmitigated disaster for most students".


(32)

Küchemann (Goos, 2007: 234) mengatakan bahwa banyak siswa usia tiga belas hingga lima belas tahun yang mengalami kesulitan dalam menafsirkan simbol literal. Senada dengan Küchemann, Knuth et al (2005) melaporkan bahwa siswa kelas enam, tujuh, dan delapan mengalami kesulitan dalam melakukan interpretasi simbol literal dan menggunakan konsep variabel.

Kriegler dan Lee (2007) menginformasikan bahwa hanya 22% dari siswa kelas delapan di California yang menunjukkan kemahiran dalam ekuivalensi pada suatu kursus aljabar yang diadakan oleh Kriegler dan Lee. Keadaan siswa SMP di Indonesia tentang penguasaan materi aljabar sepertinya tidak jauh berbeda, yakni siswa-siswa di Indonesia juga mengalami kesulitan di dalam mempelajari aljabar, walaupun belum ada data penelitian mengenai hal itu.

Sesungguhnya, aspek esensial apa yang menjadikan ajabar sulit dipelajari oleh siswa? Guru-guru dan para peneliti di bidang pendidikan matematika di AS mempunyai kesamaan pandangan bahwa aspek yang berkontribusi besar terhadap kegagalan siswa dalam belajar aljabar adalah adanya perbedaan yang sangat mendasar antara berpikir aritmetik yang bersifat kongkrit dengan berpikir aljabar yang bersifat abstrak (Lawrence dan Hennessy, 2002: ix). Untuk mengatasi permasalahan tersebut, upaya apa yang seharusnya dilakukan?

NCTM merekomendasikan bahwa aljabar merupakan untaian dalam kuri-kulum yang diajarkan kepada siswa sejak taman kanak-kanak, dan guru harus membantu siswa untuk membangun fondasi yang kokoh dengan pemahaman dan pengalaman sebagai persiapan untuk mempelajari materi aljabar yang lebih kompleks (NCTM, 2000: 37). Sejalan dengan NCTM (2000), Lawrence dan


(33)

Hennessy (2002) menyatakan bahwa perhatian untuk berpikir aljabar harus dimasukkan ke dalam semua rangkaian dari kurikulum matematika. Pengalaman Lawrence dan Hennessy (2002: ix) menunjukkan bahwa siswa dapat secara efektif disiapkan untuk mempelajari aljabar ketika kurikulum sekolah menengah mem-buat pengembangan berpikir aljabar sebagai sebuah tujuan utama.

Selain dengan memasukkan aljabar dalam rangkaian kurikulum sejak taman kanak-kanak, alternatif solusi lainnnya adalah dengan melakukan perbaikan dalam proses pembelajaran di kelas. NCTM merekomendasikan bahwa siswa harus belajar matematika dengan pemahaman, aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan sebelumnya (NCTM, 2000: 20).

Transisi dari berpikir aritmetika terhadap berpikir aljabar tidak boleh dianggap sebagai hal yang sepele. Pemahaman berpikir aljabar siswa dapat dibangun dengan menghadapkan siswa pada situasi kongkrit sebagai landasan untuk mendapatkan representasi semi kongkrit, representasi semi abstrak, dan pada akhirnya siswa melakukan representasi simbolik. Siswa didorong untuk mendapatkan berbagai pengalaman beragam dalam kebermaknaan konteks dengan berbagai representasi, sebelum siswa benar-benar dapat memahami ekspresi simbolik dan aturan aljabar secara formal.

Pendidikan Matematika Realistik (PMR) merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa, yang memfasilitasi siswa untuk dapat bekerja dari situasi kongkrit menuju berpikir abstrak. Pembelajaran dengan pendekatan PMR memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) menggunakan pengalaman siswa di dalam kehidupan sehari-hari; (2) mengubah realita ke dalam


(34)

model, kemudian mengubah model melalui matematisasi vertikal sebelum sampai kepada bentuk formal; (3) menggunakan keaktifan siswa; (4) dalam mewujudkan matematika pada diri siswa diperlukan adanya diskusi, tanya-jawab; dan (5) adanya keterjalinan konsep dengan konsep, topik dengan topik sehingga pembelajaran matematika lebih holistik daripada parsial (Puskur, 2007; Van den Heuvel-Panhuizen, 2003; Treffers, 1991).

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul “Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis, Berpikir

Aljabar, dan Disposisi Matematis Siswa SMP melalui Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik”. Diduga bahwa melalui pendekatan PMR kemampuan komunikasi matematis, berpikir aljabar, dan disposisi siswa terhadap matematika dapat ditingkatkan, karena pembelajaran dilakukan dengan menyajikan materi yang dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa.

B. Rumusan Masalah

Selaras dengan judul penelitian yang diajukan, maka yang menjadi perhatian utama dalam studi ini adalah faktor pendekatan pembelajaran, kemampuan komunikasi matematis, kemampuan berpikir aljabar, dan disposisi matematis siswa. Akan tetapi, agar pembahasan dalam penelitian ini lebih mendalam, maka analisis penelitian ini mengikutsertakan faktor level sekolah dan pengetahuan awal matematis siswa. Dengan demikian, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


(35)

lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran secara konvensional ditinjau dari: (1) keseluruhan, (2) level sekolah, dan (3) pengetahuan awal matematis?

2. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan level sekolah terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa?

3. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan pengetahuan awal matematis terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa?

4. Apakah peningkatan kemampuan berpikir aljabar siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan pendidikan matematika realistik lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran secara konvensional ditinjau dari: (1) keseluruhan, (2) level sekolah, dan (3) pengetahuan awal matematis? 5. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan level sekolah

terhadap peningkatan kemampuan berpikir aljabar siswa?

6. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan pengetahuan awal matematis terhadap peningkatan kemampuan berpikir aljabar siswa?

7. Apakah peningkatan disposisi matematis siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan pendidikan matematika realistik lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran secara konvensional ditinjau dari: (1) keseluruhan, (2) level sekolah, dan (3) pengetahuan awal matematis?

8. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan level sekolah terhadap peningkatan disposisi matematis siswa?


(36)

9. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan pengetahuan awal matematis terhadap peningkatan disposisi matematis siswa?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disampaikan tersebut di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengkaji secara komprehensif tentang perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis bagi siswa dengan pembelajaran menggunakan pendekatan pendidikan matematika realistik dan siswa yang mendapat pembelajaran secara konvensional ditinjau dari: (1) keseluruhan, (2) level sekolah, dan (3) pengetahuan awal matematis.

2. Mengkaji secara komprehensif tentang perbedaan peningkatan kemampuan berpikir aljabar bagi siswa dengan pembelajaran menggunakan pendekatan pendidikan matematika realistik dan siswa yang mendapat pembelajaran secara konvensional ditinjau dari: (1) keseluruhan, (2) level sekolah, dan (3) pengetahuan awal matematis.

3. Mengkaji secara komprehensif tentang perbedaan peningkatan disposisi matematis bagi siswa dengan pembelajaran menggunakan pendekatan pendidikan matematika realistik dan siswa yang mendapat pembelajaran secara konvensional ditinjau dari: (1) keseluruhan, (2) level sekolah, dan (3) pengetahuan awal matematis.

4. Menelaah interaksi antara pendekatan pembelajaran (pendidikan matematika realistik, konvensional) dan level sekolah terhadap peningkatan kemampuan


(37)

5. Menelaah interaksi antara pendekatan pembelajaran (pendidikan matematika realistik, konvensional) dan pengetahuan awal matematis siswa terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis, berpikir aljabar, dan disposisi matematis siswa.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi siswa, dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis, berpikir aljabar, dan disposisi matematis siswa.

2. Bagi guru, dengan tersusunnya deskripsi yang rinci tentang pembelajaran dengan pendekatan pendidikan matematika realistik, maka deskripsi tersebut dapat dijadikan sebagai acuan dalam melakukan pembelajaran dengan pendekatan pendidikan matematika realistik, dan pendidikan matematika realistik dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pendekatan pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematis, berpikir aljabar, dan disposisi matematis siswa.

3. Bagi pembuat kebijakan, sebagai bahan masukan untuk mengambil kebijakan bahwa pendidikan matematika realistik merupakan salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis, berpikir aljabar, dan disposisi matematis siswa.

4. Bagi peneliti, menjadi sarana untuk pengembangan diri dan sebagai referensi bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian sejenis dan relevan.


(38)

E. Definisi Operasional

Untuk menjadikan penelitian ini lebih terfokus pada apa yang sebetulnya hendak diteliti, maka berikut ini disajikan beberapa istilah penting. Istilah-istilah penting tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pembelajaran secara konvensional adalah pembelajaran yang sudah umum dilakukan oleh para guru selama ini. Kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam pembelajaran ini hampir sama dengan pendekatan langsung yang digunakan untuk menyampaikan informasi, dan mengembangkan keterampilan langkah demi langkah – bersifat prosedural.

2. Pembelajaran dengan pendekatan pendidikan matematika realistik adalah proses pembelajaran dengan karakteristik: menggunakan masalah kontekstual, menggunakan model, menggunakan kontribusi siswa, terjadinya interaksi aktif dalam proses pembelajaran, menggunakan berbagai teori belajar yang relevan, saling terkait dan terintegrasi antara topik pembelajaran yang satu dengan topik lainnya.

3. Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan untuk menyatakan dan menginterpretasi ide matematis melalui tulisan. Pengukuran kemampuan komunikasi matematis siswa dilakukan melalui indikator sebagai berikut: (1) menyatakan situasi sehari-hari ke dalam model matematika; (2) mengubah suatu bentuk matematis ke bentuk matematis yang lain; (3) menjelaskan atau menginterpretasikan hasil dari suatu penyelesaian masalah matematis.


(39)

mengguna-sehari-hari atau permasalahan matematis. Pengukuran kemampuan berpikir aljabar siswa dilakukan melalui indikator sebagai berikut: (1) membuat model matematika dari suatu situasi kuantitatif; (2) mengorganisasi data dari permasalahan matematis untuk menemukan pola; (3) menggunakan pola untuk melakukan prediksi; (4) menyatakan informasi matematis tertulis dengan menggunakan persamaan; (5) menyelesaikan persamaan linier dari situasi kongkrit atau permasalahan-permasalahan matematis.

5. Disposisi matematis adalah keinginan, kesadaran, dan dedikasi yang kuat pada diri siswa untuk belajar matematika dan melaksanakan berbagai kegiatan matematika. Pengukuran disposisi matematis siswa dilakukan melalui pengisian angket skala disposisi matematis pada aspek: (1) percayaan diri dalam menyelesaikan masalah matematika, (2) gigih dan tekun dalam melakukan penyelesaian tugas-tugas matematika; (3) fleksibel dan terbuka dalam melakukan eksplorasi ide-ide matematis dan mencoba berbagai metode untuk memecahkan masalah matematika; (4) memiliki minat dan rasa ingin tahu dalam mengerjakan tugas-tugas matematika; (5) melakukan monitoring dan refleksi terhdap proses berpikir dan hasil kerja matematika; (6) menghargai kegunaan matematika, baik peranan matematika dalam bidang ilmu lain maupun dalam kehidupan sehari-hari.

6. Pengetahuan awal matematis adalah pengetahuan yang dimiliki siswa sebelum penelitian dilakukan. Pengetahuan awal matematis diukur dengan menggunakan tes pengetahuan awal matematis, yang soal-soalnya diadaptasi dari soal-soal ujian


(40)

nasional SMP sejak tahun pelajaran 2003/2004 sampai dengan 2010/2011. Materi tes pengetahuan awal matematis didominasi oleh aritmetika dan aljabar, yang terdiri dari bilangan (bulat dan pecahan), perbandingan dan aritmetika sosial, himpunan, persamaan dan pertidaksamaan satu variabel, bentuk aljabar, relasi dan fungsi. Materi-materi tersebut telah dipelajari oleh siswa sebelum penelitian ini dilakukan.


(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Disain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen, karena subjek dalam penelitian ini (baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol) tidak dipilih secara acak melainkan peneliti menerima keadaan kelas-kelas subjek seperti apa adanya. Peneliti tidak menyusun kelas baru, karena peraturan sekolah tidak mengizinkan melakukan hal itu. Penelitian ini dilakukan berdasarkan kondisi (realita) lapangan sebenarnya, oleh karena itu kedua kelompok sampel (eksperimen dan kontrol) tidak memiliki pengetahuan awal yang identik, tetapi secara statistik kedua kelompok tersebut memiliki pengetahuan awal yang setara.

Kuasi eksperimen pada penelitian ini menggunakan disain kelompok kontrol pretes-postes dengan dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kedua kelompok tersebut diberi pretes dan postes. Disain penelitian yang melibatkan dua kelompok, menurut Ruseffendi (1994: 47) adalah sebagai berikut:

O X O O O Keterangan:

O = Pretes dan postes kemampuan komunikasi matematis, berpikir aljabar; pengisian skala disposisi matematis sebelum dan setelah pembelajaran


(42)

X = Pembelajaran dengan pendekatan pendidikan matemtika realistik Siswa pada kelompok eksperimen mendapat pembelajaran dengan pendidikan matematika realistik, dan siswa pada kelompok kontrol mendapat pembelajaran secara konvensional. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap perbedaan pendekatan pembelajaran tersebut untuk mengetahui pengaruh pendekatan pembelajaran terhadap kemampuan komunikasi matematis, berpikir aljabar, dan disposisi matematis siswa.

Penelitian ini melibatkan variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas terdiri dari pembelajaran dengan pendekatan pendidikan matematika realistik dan pembelajaran secara konvensional. Variabel terikat terdiri dari kemampuan komunikasi matematis, berpikir aljabar, dan disposisi matematis siswa. Selain melibatkan variabel bebas dan variabel terikat, penelitian ini juga melibatkan faktor pengetahuan awal matematis siswa dan level sekolah. Keterkaitan antar variabel penelitian disajikan pada tabel berikut.

Tabel 3.1

Keterkaitan Kemampuan Komunikasi Matematis, Berpikir Aljabar, Disposisi Matematis, Pendekatan Pembelajaran, Level Sekolah, dan PAM

Level

Sekolah PAM

Kelas Eksperimen (E) Kelas Kontrol (K) Kemampuan

Komunikasi Matematis, Berpikir

Aljabar, Disposisi Matematis

Kemampuan Komunikasi Matematis, Berpikir

Aljabar, Disposisi Matematis Sedang

(S)

Atas (H) (K S H E) (K S H K)

Tengah (M) (K S M E) (K S M K)

Bawah (L) (K S L E) (K S L K)

Rendah (R)

Atas (H) (K R H E) (K R H K)


(43)

Bawah (L) (K R L E) (K R L K)

Keterangan

K S H E : Kemampuan komunikasi matematis/berpikir aljabar/disposisi mate-matis siswa (K) dari level sekolah sedang (S) dengan PAM atas (H) yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan pendidikan matematika realistik (E)

K S H K : Kemampuan komunikasi matematis/berpikir aljabar/disposisi mate-matis siswa (K) dari level sekolah sedang (S) dengan PAM atas (H) yang memperoleh pembelajaran secara konvensional (K)

K R H E : Kemampuan komunikasi matematis/berpikir aljabar/disposisi mate-matis siswa (K) dari level sekolah rendah (R) dengan PAM atas (H) yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan pendidikan matematika realistik (E)

K R H K : Kemampuan komunikasi matematis/berpikir aljabar/disposisi mate-matis siswa (K) dari level sekolah rendah (R) dengan PAM atas (H) yang memperoleh pembelajaran secara konvensional (K)

Sekolah yang dipilih dalam penelitian ini adalah sekolah menengah pertama yang berada di kluster dua (level sekolah sedang) dan kluster tiga (level sekolah rendah). Tahun Ajaran 2010/2011, Dinas Pendidikan Kota Bandung mengklasifikasikan sekolah menengah pertama ke dalam empat kluster, yaitu kluster satu, dua, tiga, dan empat. Relevansi penggunaan PAM dan level sekolah pada penelitian ini adalah bahwa perbedaan PAM dan level sekolah akan memberikan dampak yang berbeda terhadap kemampuan matematika yang diukur, antara siswa dengan pembelajaran pendekatan pendidikan matematika realistik dan siswa dengan pembelajaran secara konvensional.


(44)

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri yang mewakili sekolah level sedang dan rendah di Kota Bandung. Dari setiap level sekolah dipilih masing-masing satu sekolah, dan dari setiap sekolah dipilih dua kelas sampel, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Secara keseluruhan, siswa yang terlibat dalam penelitian ini sebanyak 163 siswa.

Siswa kelas VIII dipilih sebagai sampel penelitian dengan pertimbangan bahwa siswa kelas VIII sudah memiliki cukup waktu (setahun lebih) untuk mengenal lingkungan dan iklim belajar di SMP, sudah lebih homogen dalam kemampuan dasarnya, siswa SMP – bersandarkan pada teori Piaget – berada pada transisi berpikir kongkrit menuju berpikir abstrak, dan pembelajaran dengan pendekatan pendidikan matematika realistik cocok untuk digunakan pada materi matematika kelas delapan. Adapun pemilihan kelas sampel beserta ukurannya disajikan pada tabel sebagai berikut.

Tabel 3.2

Sampel Penelitian Berdasarkan Level Sekolah

Level Sekolah Sekolah Kelompok Subjek Ukuran Sampel

Sedang SMPN 09

Siswa Kelas VIII-4

(Pembelajaran Konvensional) 36 siswa Siswa Kelas VIII-5

(Pembelajaran PMR) 36 siswa

Rendah SMPN 26

Siswa Kelas VIII-C

(Pembelajaran PMR) 46 siswa Siswa Kelas VIII-D

(Pembelajaran Konvensional) 45 siswa

Jumlah 163 siswa


(45)

diperoleh melalui tes PAM, yang soal-soalnya diadaptasi dari soal-soal UN sejak tahun 2003 sampai dengan 2011. Soal-soal UN diadaptasi menjadi soal-soal PAM dengan pertimbangan bahwa soal-soal tersebut sudah memenuhi standar nasional sebagai alat ukur yang baik.

Sebelum tes digunakan, tes PAM divalidasi oleh lima orang penimbang yang terdiri dari empat orang doktor pendidikan matematika dan seorang guru matematika. Kelima penimbang diminta untuk memberikan pertimbangan dan saran mengenai validitas isi dan validitas muka dari tes tersebut.

Pertimbangan validitas isi didasarkan pada kesesuaian butir soal dengan materi pokok yang telah didapatkan oleh siswa, indikator pencapaian hasil belajar, aspek kemampuan matematis siswa yang akan diukur dan tingkat kesukaran untuk siswa SMP kelas VIII. Pertimbangan validitas muka didasarkan pada kejelasan soal dari segi bahasa atau redaksional dan dari segi gambar atau representasi.

Hasil pertimbangan validitas isi dan validitas muka dari kelima penimbang secara lengkap disajikan pada Lampiran A-2. Adapun hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut:

H0 : Hasil pertimbangan kelima penimbang sama Ha : Hasil pertimbangan kelima penimbang tidak sama

Pengujian kesamaan hasil pertimbangan validitas isi dan validitas muka dari kelima penimbang dianalisis dengan menggunakan statistik Q-Cochran. Kriteria pengujiannya adalah jika nilai probabilitas lebih besar dari 0,05 maka H0 diterima, dalam keadaan lainnya H0 ditolak.

Hasil uji kesamaan pertimbangan validitas muka tes PAM dari kelima penimbang disajikan pada Tabel 3.3. Tabel tersebut menunjukkan bahwa nilai


(46)

Asym. Sig = 0,406 yang berarti probabilitasnya lebih besar dari 0,05. Dengan

demikian pada taraf signifikansi  = 0,05 H0 diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa kelima penimbang telah memberikan pertimbangan yang sama terhadap validitas muka tiap butir soal tes PAM. Dengan demikian, dari aspek validitas muka, instrumen tes PAM dapat digunakan dalam penelitian ini.

Tabel 3.3

Uji Kesamaan Pertimbangan Validitas Muka Tes PAM Test Statistics

N 24

Cochran's Q 4.000a

Df 4

Asymp. Sig. .406

a. 1 is treated as a success.

Hasil perhitungan validitas isi tes PAM dengan menggunakan statistik Q-Cochran disajikan pada Tabel 3.4 berikut. Hasil lengkap uji ini dapat dilihat pada Lampiran A-2.

Tabel 3.4

Uji Kesamaan Pertimbangan Validitas Isi Tes PAM

Test Statistics

N 24

Cochran's Q 2.000a

Df 4

Asymp. Sig. .736

a. 1 is treated as a success.

Tabel 3.4 menunjukkan bahwa nilai Asym. Sig = 0,736 yang berarti probabilitasnya lebih besar dari 0,05. Dengan demikian pada taraf signifikansi  = 0,05 H0 diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa kelima penimbang telah


(47)

PAM. Dengan demikian, dari aspek validitas isi, instrumen tes PAM dapat dipergunakan dalam penelitian ini.

Selanjutnya, tes PAM diujicobakan secara terbatas terhadap 10 siswa kelas VIII di luar sampel penelitian. Uji coba terbatas ini dilakukan untuk mengetahui tingkat keterbacaan bahasa dan untuk memperoleh gambaran apakah setiap soal yang diteskan dapat dipahami dengan baik oleh siswa. Hasil uji coba terbatas memberikan gambaran bahwa semua soal dapat dipahami dengan baik oleh siswa. Untuk memperoleh data PAM maka diberikan skor terhadap jawaban siswa untuk tiap soal dengan aturan untuk pilihan jawaban benar diberi skor 1 dan untuk jawaban salah atau tidak menjawab diberi skor 0. Berikut disajikan hasil uji statistik terhadap data pengetahuan awal matematis siswa kelas VIII-4, VIII-5, VIII-C, dan VIII-D dari siswa SMPN 9 dan SMPN 26 Bandung.

Uji statistik dilakukan untuk mengetahui kesetaraan PAM antara siswa kelas VIII-4 dengan VIII-5, antara siswa kelas VIII-C dengan VIII-D, dan antara siswa SMPN 9 dengan SMPN 26 Bandung. Rangkaian uji tersebut meliputi uji normalitas, uji homogenitas, dan uji kesetaraan rata-rata data PAM. Rumusan hipotesis uji normalitas data adalah sebagai berikut:

H0 : sampel berasal dari populasi berdistribusi normal Ha : sampel tidak berasal dari populasi berdistribusi normal

Kriteria pengujian yang digunakan adalah jika nilai probabilitas (sig.) lebih besar dari α = 0,05, maka H0 diterima, dalam hal lainnya H0 ditolak. Uji normalitas data yang digunakan adalah uji Kolmogorov-Smirnov (Z).


(48)

Hasil uji normalitas data PAM siswa kelas VIII-4 dan VIII-5 SMPN 9 Bandung (uji Kolmogorov-Smirnov) disajikan pada Tabel 3.5. Hasil lengkap uji ini dapat dilihat pada Lampiran C-1.

Tabel 3.5

Uji Normalitas Data PAM Siswa Kelas VIII SMPN 9 Bandung

Kelas N Rata-rata Simpangan Baku Sig.

(2-tailed) Keterangan

VIII-4 28 10,964 1,836 0,622 Normal

VIII-5 31 10,323 2.257 0,334 Normal

Tabel 3.5. menunjukkan bahwa hasil uji data PAM siswa kelas VIII-4 dan VIII-5 memiliki nilai sig. lebih besar dari 0,05, sehingga H0 diterima. Hal ini berarti bahwa data PAM kedua kelas tersebut berasal dari populasi berdistribusi normal. Selanjutnya dilakukan uji homogenitas data PAM siswa kelas VIII-4 dan VIII-5 dengan uji Levene, dengan rumusan hipotesis statistik sebagai berikut:

H0 : σ12= σ22 Ha : σ12 σ22

Kriteria pengujian yang digunakan adalah jika nilai sig. lebih besar dari = 0,05, maka H0 diterima, dalam hal lainnya, H0 ditolak.

Hasil uji homogenitas data PAM siswa kelas VIII-4 dan VIII-5 dengan uji Levene menunjukkan bahwa varians data kedua kelas adalah homogen, seperti disajikan pada Tabel 3.6. Hasil lengkap uji ini dapat dilihat pada Lampiran C-1.

Tabel 3.6

Uji Homogenitas Data PAM Siswa Kelas VIII SMPN 9 Bandung

Test of Homogeneity of Variance


(49)

PAM SMPN 9 Based on Mean 0,737 1 57 0,394

Selanjutnya dilakukan uji-t untuk mengetahui kesetaraan data PAM siswa kelas VIII-4 dan VIII-5 dengan hipotesis statistik yang diuji sebagai berikut:

H0 : μ1 = μ2 H1 : μ1≠ μ2 dengan

μ1 = rata-rata PAM siswa kelas VIII-4 μ2 = rata-rata PAM siswa kelas VIII-5

Kriteria pengujian yang digunakan adalah jika nilai probabilitas (sig.) lebih besar dari α = 0,05, maka H0 diterima, dalam hal lainnya H0 ditolak.

Hasil perhitungan uji-t data PAM siswa kelas VIII-4 dan VIII-5 disajikan pada Tabel 3.7. Hasil lengkap uji ini dapat dilihat pada Lampiran C-1.

Tabel 3.7

Uji Kesetaraan Data PAM Siswa Kelas VIII SMPN 9 Bandung

Levene's Test for Equality of

Variances

t-test for Equality of Means

F Sig. tt Df Sig.

(2-tailed)

PAM SMPN 9

Equal variances

assumed .737 .394 -1.190 57 .239

Equal variances

not assumed -1.203 56.414 .234

Tabel 3.7 menunjukkan bahwa nilai probabilitas sig. = 0,239 lebih besar dari 0,05. Hal ini berarti bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata PAM antara siswa kelas VIII-4 dan siswa kelas VIII-5 pada taraf signifikansi α = 0,05. Oleh karena itu kedua kelas tersebut dapat dijadikan sampel penelitian, kelas VIII-5


(50)

dipilih sebagai kelas eksperimen yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan pendidikan matematika realistik dan kelas VIII-4 dipilih sebagai kelas kontrol yang mendapat pembelajaran secara konvensional.

Kemudian, hasil uji normalitas data PAM siswa kelas VIII C dan VIII D SMPN 26 Bandung (uji Kolmogorov-Smirnov) ditunjukkan pada Tabel 3.8. Hasil lengkap uji tersebut dapat dilihat pada Lampiran C-2.

Tabel 3.8

Uji Normalitas Data PAM Siswa Kelas VIII SMPN 26 Bandung Kelas N Rata-rata Simpangan Baku Sig. Keterangan

VIII C 38 8,132 2,183 0,399 Normal

VIII D 37 8,351 2,263 0,349 Normal

Tabel 3.8 menunjukkan bahwa data PAM siswa kedua kelas tersebut berdistribusi normal pada taraf signifikansi α = 0,05. Sementara itu, hasil uji homogenitas data PAM siswa kelas VIII C dan VIII D dengan uji Levene menunjukkan bahwa varians data kedua kelas tersebut adalah homogen sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 3.9. Hasil lengkap uji tersebut dapat dilihat pada Lampiran C-2.

Tabel 3.9

Uji Homogenitas Data PAM Siswa Kelas VIII SMPN 26 Bandung

Test of Homogeneity of Variance Levene

Statistic

df1 df2 Sig.

PAM SMPN 26 Based on Mean .042 1 73 .839

Selanjutnya dilakukan uji t untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata PAM antara siswa kelas VIII C dan VIII D pada taraf signifikansi α =


(51)

0,05, hasilnya ditunjukkan pada Tabel 3.10. Hasil lengkap uji ini dapat dilihat pada Lampiran C-2.

Tabel 3.10

Uji Kesetaraan Data PAM Siswa Kelas VIII SMPN 26 Bandung

Levene's Test for Equality of Variances

t-test for Equality of Means

F Sig. T Ddf

Sig. (2-tailed) PAM

SMPN 26

Equal variances

assumed .042 .839 -.428 73 .670

Equal variances

not assumed -.428 72.710 .670

Tabel 3.10 menunjukkan bahwa nilai probabilitas sig. = 0,670 lebih besar dari 0,05. Hal ini berarti bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata PAM antara siswa VIII C dan VIII D pada taraf signifikansi α = 0,05. Oleh karena itu kedua kelas tersebut dapat dijadikan sampel penelitian, kelas VIII C dipilih sebagai kelas eksperimen yang mendapat pembelajaran dengan pendidikan matematika realistik dan kelas VIII D sebagai kelas kontrol yang mendapat pembelajaran secara konvensional.

Hasil-hasil pengujian di atas menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan rata-rata PAM yang signifikan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol sebelum diberikan perlakuan dalam penelitian ini, baik di SMPN 9 maupun di SMPN 26. Perbedaan PAM hanya terjadi sebagai akibat adanya perbedaan level sekolah (antara level sekolah sedang dan rendah). Selanjutnya, disajikan uraian hasil uji statistik tentang perbedaan rata-rata data PAM dari kedua sekolah tersebut.


(52)

Hasil uji normalitas data (uji Kolmogorov-Smirnov) menunjukkan bahwa data PAM siswa kelas VIII SMPN 9 dan SMPN 26 berdistribusi normal sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 3.11. Hasil lengkap uji tersebut dapat dilihat pada Lampiran C-3.

Tabel 3.11

Uji Normalitas Data PAM Siswa Kelas VIII SMPN 9 dan SMPN 26 Bandung Sekolah N Rata-rata Simpangan Baku Sig. Keterangan

SMPN 9 59 10,627 2,075 0,295 Normal

SMPN 26 75 8,240 2,211 0,172 Normal

Tabel 3.11. menunjukkan bahwa data PAM siswa kedua sekolah tersebut berdistribusi normal pada taraf signifikansi α = 0,05. Sementara itu, hasil uji homogenitas data PAM dengan uji Levene menunjukkan bahwa varians data kedua sekolah adalah homogen sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 3.12. Hasil lengkap uji ini dapat dilihat pada Lampiran C-3.

Tabel 3.12

Uji Homogenitas Data PAM

Siswa Kelas VIII SMPN 9 dan SMPN 26 Bandung

Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic

df1 df2 Sig.

PAM SMPN 9 dan 26 Based on Mean .364 1 132 .547

Tabel 3.13 menyajikan hasil uji t pada taraf signifikansi α = 0,05 yang menunjukkan nilai sig = 0,000 lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan rata-rata PAM antara PAM siswa SMPN 9 dan PAM siswa SMPN 26 pada taraf signifikansi α = 0,05.


(53)

Uji Perbedaan Data PAM Siswa Berdasarkan Level Sekolah

Independent Samples Test Levene's Test for

Equality of Variances

t-test for Equality of Means

F Sig. Tt Ddf

Sig. (2-tailed)

Bawah.

Equal variances

assumed .364 .547 6.373 132 .000

Equal variances not

assumed 6.422 127.893 .000

Rata-rata PAM siswa SMPN 9 adalah 10,627 lebih besar daripada rata-rata PAM siswa SMPN 26 sebesar 8,240. Perbedaan rata-rata PAM antara siswa SMPN 9 dan siswa SMPN 26, memperkuat alasan keabsahan pemilihan kedua sekolah tersebut untuk mewakili level sekolah sedang dan level sekolah rendah.

Pada uji statistik yang telah dilakukan di atas, data PAM siswa digunakan untuk menentukan ada atau tidak adanya perbedaan rata-rata PAM antara siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol, dan antara siswa SMPN 9 dan siswa SMPN 26. Selain itu, data PAM siswa dapat digunakan untuk mengklasifikasi siswa menjadi siswa dengan PAM atas, siswa dengan PAM tengah, dan siswa dengan PAM bawah. Klasifikasi tersebut dilakukan dengan berdasarkan skor rata-rata dan simpangan baku data pengetahuan awal matematis siswa, dengan ketentuan sebagai berikut:

Tabel 3.14 Kategori PAM Siswa

Kategori PAM Skor PAM

Atas Skor PAM  10,517

Tengah 8,065  Skor PAM < 10,517


(54)

Berdasarkan kategori di atas, maka sampel penelitian dapat dikelompokan menjadi 39 siswa dengan kategori PAM atas, 47 siswa dengan kategori PAM tengah, dan 48 siswa dengan kategori PAM bawah. Jumlah siswa pada masing-masing kelas untuk setiap kategori PAM disajikan pada Tabel 3.15. Tabel 3.15, juga memberikan informasi bahwa pada level sekolah sedang didominasi oleh siswa dengan PAM atas, sedangkan pada level sekolah rendah didominasi oleh siswa dengan PAM bawah.

Tabel 3.15

Jumlah Siswa berdasarkan Kategori PAM Level

Sekolah Pembelajaran

PAM

Total Atas Tengah Bawah

Sedang

PMR 12 13 6 31

PKV 17 7 4 28

Total 29 20 10 59

Rendah

PMR 5 12 21 38

PKV 5 15 17 37

Total 10 27 38 75

Total 39 47 48 134

C. Pengembangan Instrumen Penelitian

Instrumen yang dikembangkan dalam penelitian ini terdiri dari tes kemampuan komunikasi matematis dan berpikir aljabar, angket skala disposisi matematis, dan lembar observasi guru dan siswa.

1. Tes Kemampuan Komunikasi Matematis dan Berpikir Aljabar

Tes kemampuan komunikasi matematis dan berpikir aljabar yang dilakukan dalam bentuk tes uraian berfungsi untuk mengungkap kemampuan


(1)

Isjoni. (2006). Pendidikan sebagai Investasi Masa Depan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Izzati, N. (2012). Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa SMP Melalui Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik. Disertasi, PPS-UPI, Tidak dipublikasikan.

Johnson, E. B. (2007). Contextual Teaching & Learning. Bandung: Mizan Learning Center.

Katz, L. (1997). Dispositions: Definitions and implications for early childhood practices. Urbana: University of Illinois.

Katz, V. J. (2007). Algebra: Gateway to a Technological Future. Columbia: University of the District of Columbia.

Kaur, B., & Dindyal, J. (2010). Mathematical Applications And Modelling oleh Association of Mathematics Educators. Singapore: World Scientific. Kesumawati, N. (2010). Peningkatan Kemampuan Pemahaman, Pemecahan

Masalah, dan Disposisi Matematis Siswa SMP melalui Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik. Disertasi, PPS-UPI, Tidak dipublikasikan.

Kieran, C. (2004). The Core of Algebra: Replections on its Main Activities. Dalam Stacey, K., et al. The Future of the Teaching and Learning of Algebra: The 12th ICMI Study (pp. 2133). New York: Kluwer Academic Publishers.

Kilpatrick, J., Swafford, J., and Findell, B. (2001). Adding it Up, Helping Children Learn Mathematics. Washington, DC: National Academy Press. Knuth, E.J., Stephens, A.C., McNeil, N.M. dan Alibali, M.W. (2006). Does

understanding the equal sign matter? Evidence from solving equations. Journal for Research in Mathematics Education, 37(4): 297–312.

Knuth, E. J., Alibali, M. W., McNeil, N. M., Weinberg, A., Stephens, A. C. (2005). Middle School Students’ Understanding of Core Algebraic Concepts: Equivalence & Variable. ZDM, 37(1): 68 76.

Kriegler, S., and Lee, T. (2007). Using Standardized Test Data as Guidance for Placement into 8

th

Grade Algebra. Los Angeles: University of California. Kriegler, S. (2007). Just What Is Algebraic Thinking? Los Angeles: University

of California.

Lambertus (2010) Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SD melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi, PPS-UPI, Tidak dipublikasikan.


(2)

Lawrence, A., and Hennessy, C. (2002). Lessons for Algebraic Thinking: Grade 6 – 8. Sausalito: Math Solutions Publications.

Lie, A. (2008). Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

Mahmudi, A. (2010). Pengaruh Pembelajaran dengan Strategi MHM Berbasis Masalah terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif, Kemampuan Pemecahan Masalah, dan Disposisi Matematis, serta Persepsi terhadap Kreativitas. Disertasi, PPS-UPI, Tidak dipublikasikan.

Mathematics Study Panel [MSP]. (2003). Mathematical Proficiency for All Students: Toward a Strategic Research and Development Program in Mathematics Education. Santa Monica, CA: RAND.

Malisani, E. dan Spagnolo, F. (2009). From Arithmetical Thought to Algebraic

Thought: The role of the “variable”. Educational Studies in Mathematics, 71: 19-41.

Moekijat. (1993). Teori Komunikasi. Bandung: Mandar Maju.

Moses, R., dan Cobb, C. (2001). Radical Equations: Math Literacy and Civil Right. Boston, MA: Beacon Press.

Muhammad, A. (2009). Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara.

Mulyana, E. (2009). Pengaruh Model Pembelajaran Matematika Knisley terhadap Peningkatan Pemahaman dan Disposisi Matematika Siswa Sekolah Menengah Atas Program Ilmu Pengetahuan Alam. Disertasi, PPS-UPI, Tidak dipublikasikan.

National Council of Teachers of Mathematics [NCTM]. (2008). Algebra and Algebraic Thinking in School Mathematics. Reston, VA: NCTM.

National Council of Teachers of Mathematics [NCTM]. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA: NCTM.

National Council of Teachers of Mathematics [NCTM]. (1991). Professional Standards for Teaching Mathematics. Reston, VA: NCTM.

National Council of Teachers of Mathematics [NCTM]. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, VA: NCTM. National Research Council [NRC]. (1998). The Nature and Role of Algebra in the

K-14 Curriculum. Washington, D.C : National Academy Press.

Nurlaelah, E. 2009. Pengembangan Bahan Ajar Struktur Aljabar yang Berbasis Program Komputer dan Tugas Resitasi untuk Meningkatkan Kreatifitas


(3)

dan Daya Matematik Mahasiswa. Jurnal Pengajaran MIPA, 14 (2): 1 – 22.

Purwanto, S. E. (2010). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP dan MTs melalui Pembelajaran Matematika Realistik. Disertasi, PPS-UPI, Tidak dipublikasikan.

Puskur. (2007). Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Radford, L. (2011). Grade 2 Students’ Non-Symbolic Algebraic Thinking. Dalam Cai, J. dan Knuth, E. Early Algebraization: A Global Dialogue from Multiple Perspectives (pp. 303–322). New York: Springer.

Ruseffendi, E. T. (2006). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E. T. (1994). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Semarang: IKIP Semarang Press.

Russell, S.J, Schifter, D., dan Bastable, V. (2011). Developing Algebraic hinking in the Context of Arithmetic. Dalam Cai, J. dan Knuth, E. Early Algebraization: A Global Dialogue from Multiple Perspectives (pp. 43– 69). New York: Springer.

Sanjaya, W. (2009). Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group.

Santoso, S. (2011). Mastering SPSS Versi 19. Jakarta: Gramedia.

Saragih, S. (2007). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi Doktor pada PPS UPI: tidak dipublikasikan.

Schmittau, J. (2011). The Role of Theoretical Analysis in Developing Algebraic Thinking: A Vygotskian Perspective. Dalam Cai, J. dan Knuth, E. Early Algebraization: A Global Dialogue from Multiple Perspectives (pp. 71– 85). New York: Springer.

Slavin, R.E (2008) Educational Psychology Theory: Theory and Practice, Psikologi Pendidikan: Teori dan Praktik. Edisi Kedelapan Jilid Satu. Penerjemah: Marianto Samosir. Jakarta: Indeks.

Somakim. (2010). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Self-Efficacy Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama dengan Penggunaan


(4)

Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi Doktor pada PPS UPI: tidak dipublikasikan.

Sugiman. (2010). Dampak Pembelajaran Matematika Realistik terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Keyakinan Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama di Kota Yogyakarta. Disertasi Doktor pada PPS UPI: tidak dipublikasikan.

Suharsaputra, U. (2004). Filsafat Ilmu (Jilid 1). Kuningan: Universitas Kuningan. Suhaedi, D. (2010). Studi Awal: Kemampuan Komunikasi Matematis dan

Berpikir Aljabar. Bandung: Universitas Islam Bandung.

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika UPI.

Sukardi, H.M. (2010). Evaluasi Pendidikan : Prinsip dan Operasionalnya. Jakarta: Bumi Aksara.

Sumarmo, U. (2010). Berfikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Sumarmo, U. (2008). Berfikir Matematik: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Cara Mempelajarinya. Disampaikan pada Kuliah Umum Program Studi Matematika Universitas Islam Bandung, 27 Mei 2008.

Syaban, M. (2008). Menumbuhkembangkan Daya dan Disposisi Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas melalui Pembelajaran Investigasi. Disertasi, PPS-UPI, Tidak dipublikasikan.

Syahputra, E. (2011). Meningkatkan Kemampuan Spasial dan Disposisi Matematis Siswa SMP dengan Pendekatan PMRI pada Pembelajaran Geometri Berbantuan Komputer. Disertasi, PPS-UPI, Tidak dipublikasikan.

Tim Pustaka Yustisia. (2007). Panduan Lengkap Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Yustisia.

Tim Studi Guru SMP. (2011). Persiapan Menghadapi Ujian Nasional SMP 2012 Edisi 10 Tahun. Bandung: Pustaka Setia.

Treffers, A. (1991). Didactical Background of a Mathematics Program for Primary Education. Dalam Streefland, L. Realistic Mathematics Education in Primary School (pp. 21-56). Utrecht: Freudenthal Institute.


(5)

Usiskin, Z. (1999). Conceptions of School Algebra and Uses of Variables. Dalam Moses, B. Algebraic Thinking, Grades K-12: Reading from

NCTMs School-Based Journal and Other Publications (pp.7-13). Reston, VA: NCTM.

Vance, J. H. (1998). Number Operations from An Algebraic Perspective. Teaching Children Mathematics, 4: 282-285.

Van Den Heuvel-Panhuizen, M. (2003). The Didactical Use of Models in Realistic Mathematics Education: an Example from a Longitudinal Trajectory on Percentage. Educational Studies in Mathematics, 54: 9-35.

Vygotsky, L. S. (1978). Mind in Society. Cambridge, MA: Harvard University Press.

Watson, A. and Mason, J. (2005). Mathematics As a Constructive Activity : Learners Generating Examples. London: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.

Wijers, M. and Martin van Reeuwijk. (2004). Using the Toolkit: RME and A Realistic Approach to Algebra. Dalam Stacey, K., et al. The Future of the Teaching and Learning of Algebra: The 12th ICMI Study (pp. 8083). New York: Kluwer Academic Publishers.

Zazkis, R. dan Liljedahl, P. (2002). Generalization of Patterns: The Tension Between Algebraic Thinking and Algebraic Notation. Educational Studies in Mathematics, 49: 379 – 402.


(6)