KEMAMPUAN MORFOLOGIS PADA TUTURAN ANAK DOWN SYNDROME YANG TERGOLONG MAMPU LATIH.

(1)

KEMAMPUAN MORFOLOGIS PADA TUTURAN ANAK DOWN SYNDROME YANG TERGOLONG MAMPU LATIH

SKRIPSI

diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra

oleh Yesi Fitria Dewi

1005600

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG 2014


(2)

KEMAMPUAN MORFOLOGIS PADA TUTURAN ANAK DOWN SYNDROME YANG TERGOLONG MAMPU LATIH

Oleh Yesi Fitria Dewi

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis

© Asaretkha Adjane 2012 Universitas Pendidikan Indonesia

Januari 2012

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

KEMAMPUAN MORFOLOGIS PADA TUTURAN ANAK DOWN SYNDROME YANG TERGOLONG MAMPU LATIH

oleh Yesi Fitria Dewi

1005600

disetujui dan disahkan oleh pembimbing: Pembimbing I

Drs. Aceng Ruhendi S., M.Hum. NIP 195608071980121001

Pembimbing II

Dra. Hj. Nunung Sitaresmi, M.Pd. NIP 196201091987032002

diketahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni

Universitas Pendidikan Indonesia

Dr. Dadang S. Anshori, M.Si. NIP 197204031999031002


(4)

Yesi Fitria Dewi, 2014

Kemampuan Morfologis Pada Tuturan Anak Down Syndrome Yang Tergolong Mampu Latih Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSEMBAHAN

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR... iv

UCAPAN TERIMAKASIH ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR BAGAN ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian ... 1

B. Masalah Penelitian ... 4

1. Identifikasi Masalah ... 4

2. Batasan Masalah ... 4

3. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Struktur Organisasi ... 6

BAB II TUTURAN ANAK DOWN SYNDROME : PROSES AFIKSASI, MAKNA GRAMATIKAL, DAN ASPEK YANG MEMENGARUHI A. Tinjauan Pustaka ... 7

B. Landasan Teoretis ... 8

1. Hakikat Berbahasa ... 8

2. Down syndrome ... 8

a. Penyebab Down Syndrome ... 9

b. Ciri-ciri Anak Down Syndrome ... 9 c. Perkembangan Bahasa Anak Down Syndrome Secara


(5)

Yesi Fitria Dewi, 2014

Kemampuan Morfologis Pada Tuturan Anak Down Syndrome Yang Tergolong Mampu Latih Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Umum ... 10

3. Morfologi ... 10

a. Alomorf dan Morf... 10

b. Jenis Morfem ... 10

c. Afiksasi ... 11

d. Kelas Kata ... 13

e. Morfofonemik... 13

f. Makna Gramatikal ... 14

4. Psikolinguistik ... 18

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 22

B. Metode Penelitian ... 23

C. Sumber dan Korpus Penelitian ... 23

D. Definisi Operasional ... 24

E. Instrumen Penelitian ... 24

F. Teknik Pengumpulan Data ... 27

G. Teknik Pengolahan Data ... 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar ... 30

B. Deskripsi Data ... 31

C. Analisis Data ... 38

1. Analisis Proses Pembentukan Afiksasi ... 38

a. Klasifikasi Berdasarkan Jenis Afiks ... 68

b. Klasifikasi Berdasarkan Kelas Kata... 71

c. Klasifikasi Berdasarkan Proses Morfofonemik ... 74

2. Pemahaman Makna pada Bentuk Afiksasi... 75

3. Aspek Terkait yang Memengaruhi Pembentukan Afiksasi... 81

a. Pemerolehan Bahasa ... 82

b. Usia ... 83

c. Lingkungan ... 84


(6)

Yesi Fitria Dewi, 2014

Kemampuan Morfologis Pada Tuturan Anak Down Syndrome Yang Tergolong Mampu Latih Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ... 87 B. Saran ... 88

Daftar Pustaka ... 89 Lampiran


(7)

Yesi Fitria Dewi, 2014

Kemampuan Morfologis Pada Tuturan Anak Down Syndrome Yang Tergolong Mampu Latih Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRAK

KEMAMPUAN MORFOLOGIS PADA TUTURAN

ANAK DOWN SYNDROME YANG TERGOLONG MAMPU LATIH

Penelitian ini dilatarbelakangi permasalahan seputar keterbatasan atas kemampuan morfologis yang dimiliki oleh anak down syndrome yang tergolong mampu latih. Tujuan dari penelitian ini adalah 1) mengetahui kemampuan pembentukan afiksasi pada tuturan anak down syndrome yang tergolong mampu latih 2) mengetahui bentuk makna pada tuturan anak down syndrome yang tergolong mampu latih 3) mengetahui aspek yang memengaruhi pembentukan afiksasi pada tuturan anak down syndrome yang tergolong mampu latih. Dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Analisis data menunjukkan bentuk afiksasi yang digunakan oleh anak down syndrome yang tergolong mampu latih meliputi prefiks, sufiks, simulfiks, konfiks, dan klofiks. Afiksasi yang sering digunakan yakni bentuk sufiks. Kelas kata pada bentuk afiksasi terdiri atas kata kerja, kata benda, kata bilangan, kata tanya. Selain itu, terdapat afiksasi yang mengalami proses morfofonemik berupa perubahan bunyi dan penghilangan bunyi. Analisis makna gramatikal menunjukkan bahwa semua bentuk afiksasi yang dihasilkan memiliki kesesuaian antara makna dan pemahaman yang dimiliki oleh objek. Aspek-aspek yang memengaruhi pembentukan afiksasi pada tuturan anak down syndrome yang tergolong mampu latih meliputi pemerolehan bahasa, usia, dan lingkungan. Berdasarkan temuan tersebut peneliti menarik kesimpulan bahwa dari segi pembentukan afikasi maupun dari pembentukan makna yang dihasilkan anak down syndrome yang tergolong mampu latih bergantung pada stimulus yang diberikan oleh orang lain. Dalam hal ini, orang yang berada di lingkungan objek selalu menggunakan ragam bahasa nonbaku sehingga tuturan yang sering muncul dari objek pun berupa ragam bahasa nonbaku. Penggunaan ragam bahasa nonbaku digunakan agar objek mudah memahami maksud dari tuturan.


(8)

Yesi Fitria Dewi, 2014

Kemampuan Morfologis Pada Tuturan Anak Down Syndrome Yang Tergolong Mampu Latih Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRACT

MORFOLOGIS ABILITY AT UTTERANCE OF

DOWN SYNDROME CHILDRENS THAT ARE ABLE TO BE TRAINED

The research is motivated by the problems around the bounderies of morfologis ability of down syndrome childrens that are able to be trained. The purpose of this research are 1) to know about afixation development ability at utterance of down syndrome children’s that are able to be trained 2) to know about meaning form at utterance of down syndrome childrens that are able to be trained 3) to know about the influence aspects in afixation development at utterance of down syndrome childrens that are able to be trained. Method of this research is kualitative descriptive. Analysis of data indicated, afixation form to be able used by down syndrome childrens that are able to be trained are prefix, sufix, simulfix, konfix, and klofix. The most frequentable afixation form of used is sufix. According to class of word, afixation form contain of verb, noun, numeral, and question tag. In addition, there are afixation whic is occured morfophonemic process kind of phone changes and phone vanishment. analysis of gramatical meaning indicated that the production of all the afixation form has an appropriatness meaning nor comprehension of the object. The influence aspects in afixation development at utterance of down syndrome childrens that are able to be trained are age,native language, and environment. Based on that result, concluded that nor afixation development and meaning development of down syndrome childrens that are able to be trained suspended to the stimulus that other people had given. In this case, almost whole people who live in object’s environment use nonformal language as always. So that utterances with nonformallanguage mostly come out from object. The use of nonformal language is used to be give more easier to object for realized the meaning of utterances.


(9)

Yesi Fitria Dewi, 2014

Kemampuan Morfologis Pada Tuturan Anak Down Syndrome Yang Tergolong Mampu Latih Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia memiliki kemampuan berbahasa sejak lahir. Chomsky (dalam Chaer, 2009: 80) mengatakan bahwa keuniversalan linguistik dimiliki manusia sejak lahir, karena bahasa merupakan unsur atau struktur-struktur yang tidak terpisahkan dari manusia (innate properties). Sejak lahir, bayi memberikan gerakan-gerakan tubuh yang halus, pandangan mata, dan senyuman sebagai respon kepada ucapan-ucapan.

Kemampuan berbahasa pada manusia akan berkembang sejalan dengan proses pertumbuhan, proses perkembangan, dan pengaruh lingkungan sekitar. Adapun perkembangan tersebut dipengaruhi oleh perkembangan kognitif yang dimilikinya. Kemampuan berbahasa anak normal tentu berbeda dengan kemampuan berbahasa anak yang memiliki keterbelakangan mental. Namun, perbedaan tersebut dianggap sebagai keterlambatan dalam perkembangan seperti yang terjadi pada anak penderita down syndrome. Dalam hal ini, psikolinguistik menjadi dispilin ilmu yang mencoba menguraikan proses-proses psikologi yang berlangsung ketika seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi, dan bagaimana kemampuan berbahasa diperoleh oleh manusia (Chaer, 2009: 5).

Penelitian ini dititikberatkan pada anak penderita keterbelakangan mental yaitu anak penderita down syndrome. Down syndrome merupakan penyakit yang ditandai oleh hadirnya kromosom 21 rangkap tiga, sehingga disebut juga dengan trisomi 21. Manusia pada umumnya memiliki 23 pasang kromosom, sehingga total berjumlah 46. Akan tetapi, bayi yang menderita down syndrome memiliki jumlah kromosom lebih banyak dari seharusnya, biasanya sekitar 47 buah (salah satu pasang, terdiri dari 3 kromosom). Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan


(10)

2

Yesi Fitria Dewi, 2014

Kemampuan Morfologis Pada Tuturan Anak Down Syndrome Yang Tergolong Mampu Latih Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan semasa embrio.

Menurut Santoso (dalam Pariury, 2003: 15) anak penderita down syndrome

memiliki beberapa gangguan fisik seperti, gangguan pendengaran, kelainan jantung, gangguan penglihatan, kegemukan, dan sistem imunitas. Adapun proses pertumbuhan dan perkembangan pada anak down syndrome lebih lambat dari anak normal pada umumnya. Pariury (2003: 15) mengatakan bahwa anak penderita down syndrome mengalami keterlambatan dalam perkembangan fisik dan mental. Anak penderita down syndrome mengalami keterlambatan dalam belajar duduk, berbicara, berjalan, serta kemampuan lain yang dialami oleh anak normal.

Anak down syndrome memiliki keterbatasan kognitif yang memengaruhi pemahaman mereka. Rondal (dalam Pariury, 2003: 17) mengatakan bahwa keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki anak down syndrome meliputi keterbatasan dalam memperoleh informasi, keterbatasan dalam mempertahankan perhatian pada suatu hal, keterbatasan dalam memori jangka pendek, keterbatasan proses mengingat kembali informasi yang telah dipelajari, dan keterbatasan dalam menggeneralisasikan sesuatu. Keadaan tersebut berpengaruh terhadap pemahaman penderita, sehingga penderita mempunyai kesulitan dalam mengekspresikan pikirannya atau memahami apa yang diucapkannya.

Prihatini (dalam Indarini, 2013: 1) mengatakan bahwa anak down syndrome memiliki kemampuan mampu didik dan mampu latih. Mampu didik artinya anak dapat diarahkan sehingga mampu untuk membaca dan menulis. Adapun mampu latih artinya anak dapat dilatih mandiri dan berprestasi dalam bidang tertentu. Dengan adanya tingkatan tersebut peneliti ingin mengungkap kemampuan pembentukan afiksasi pada tuturan anak penderita Down Syndrome

yang tergolong mampu latih.

Pada penelitian ini mengambil 3 orang anak yang dijadikan sebagai objek penelitian. Objek tersebut yaitu Aryo (18), Silma (12), dan Valeri (9), mereka


(11)

3

Yesi Fitria Dewi, 2014

Kemampuan Morfologis Pada Tuturan Anak Down Syndrome Yang Tergolong Mampu Latih Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

merupakan anak down syndrome yang tergolong mampu latih. Saat ini mereka bersekolah di SLB Purnama Asih Bandung.

Dalam melakukan percakapan objek mampu menggunakan kata-kata yang menggunakan afiksasi, misalnya mampu menggunakan prefiks „me-‟, sufiks „-an‟,

dan sufiks „nya‟. Adapun kata berafiks yang dibentuk oleh anak misalnya kata

meninggal yakni menggabungkan prefiks „me-‟ dengan kata dasar „tinggal‟

menjadi kata berimbuhan „meninggal‟. Hal tersebut menunjukkan adanya

peluluhan fonem karena prefiks „me-‟ diimbuhkan pada bentuk dasar yang

dimulai dengan konsonan bersuara yaitu konsonan /t/. Makna gramatikal dari kata

„meninggal‟ yaitu telah tiada, penderita mampu memahami kata tersebut.

Salah satu penelitian terdahulu dilakukan oleh Pariury (2003). Penelitian ini dilakukan di Yayasan Matahariku, adapun judul penelitian tersebut yakni

“Bentuk-bentuk Tanggapan Anak Penderita Down Syndrome yang Tergolong

Mampu Didik Terhadap Pertanyaan”. Pada penelitian ini ditemukan sembilan

bentuk tanggapan ketika objek menanggapi berbagai pertanyaan. Adanya beberapa faktor yang memengaruhi tanggapan-tanggapan objek terhadap pertanyaan. Faktor-faktor tersebut antara lain, perkembangan kognitif, pengetahuan dan kosakata, perhatian terhadap objek pembicaraan, dan partisipan yang diajak bicara.

Adapun penelitian yang dilakukan oleh Sefiani (2011) mengenai kompetensi fonologis anak penderita down syndrome. Penelitian tersebut merupakan penelitian jangka panjang terhadap subjek penelitian tunggal. Hasil penelitian menunjukkan proses artikulasi pelafalan bunyi konsonan dan bunyi vokal.

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui kemampuan morfologis yang dimiliki anak penderita down syndrome yang tergolong mampu latih. Kemampuan morfologis tersebut yakni mengetahui kemampuan pembentukan afiksasi yang terjadi pada tuturan anak penderita down syndrome yang tergolong mampu latih. Pembentukan tersebut dilihat dari proses afiksasi yang dibentuk oleh anak penderita down syndrome yang tergolong


(12)

4

Yesi Fitria Dewi, 2014

Kemampuan Morfologis Pada Tuturan Anak Down Syndrome Yang Tergolong Mampu Latih Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

mampu latih. Berdasarkan kemampuan yang dimiliki oleh anak down syndrome, penelitian terhadap bentuk afiksasi akan mudah diperoleh dari tuturan yang didapatkan. Penelitian ini pun mengungkapkan pemahaman makna pada bentuk afiksasi, serta mengetahui aspek-aspek yang terkait dalam pembentukan afiksasi pada tuturan anak penderita down syndrome yang tergolong mampu latih.

B. Masalah Penelitian

Pada bagian ini akan dijelaskan masalah penelitian yang meliputi (1) identifikasi masalah, (2) batasan masalah, dan (3) rumusan masalah. Adapun uraiannya adalah sebagai berikut:

1. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah dalam penelitian ini dipaparkan sebagai berikut. 1) Kemampuan berbahasa anak penderita down syndrome yang tergolong mampu

latihberbeda dengan kemampuan berbahasa anak normal.

2) Keterbelakangan mental dan fisik menjadi penyebab timbulnya gangguan dalam proses pembentukan kata.

3) Anak penderita down syndrome yang tergolong mampu latih memiliki keterbatasan kognitif dan kecedasan intelektual (IQ) di bawah rata-rata, tetapi dapat dilatih agar berprestasi dalam bidang tertentu .

2. Batasan Masalah

Penelitian ini perlu memberikan batasan terhadap masalah dalam penelitian agar lebih terarah dan terhindar dari penyimpangan. Batasan masalah tersebut meliputi hal-hal sebgai berikut.

1) Penelitian ini hanya meneliti kemampuan morfologis pada anak penderita

down syndrome yang tergolong mampu latih. Kemampuan morfologi yang diteliti mencakup kemampuan pembentukan kata dengan afiksasi. Serta mengetahui makna gramatikal dan aspek-aspek yang terkait dalam pembentukan kata pada tuturan anak penderita down syndrome yang tergolong mampu latih.


(13)

5

Yesi Fitria Dewi, 2014

Kemampuan Morfologis Pada Tuturan Anak Down Syndrome Yang Tergolong Mampu Latih Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2) Objek yang diteliti adalah anak penderita down syndrome yang tergolong mampu latih. Hal tersebut didasarkan pada fakta bahwa anak penderita down syndrome yang tergolong mampu latih memiliki kemampuan komunikasi dan pelafalan yang cukup baik.

3. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Bagaimana kemampuan pembentukan afiksasi pada tuturan anak penderita

down syndrome yang tergolong mampu latih?

2) Bagaimana pemahaman makna bentuk afiksasi pada tuturan anak penderita

downsyndrome yang tergolong mampu latih?

3) Bagaimana aspek-aspek yang terkait dalam proses pembentukan afiksasi pada tuturan anak penderita downsyndrome yang tergolong mampu latih?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui:

1) kemampuan pembentukan afiksasi pada tuturan anak penderita down syndrome tergolong mampu latih;

2) pemahaman makna bentuk afiksasi pada tuturan anak penderita down syndrome tergolong mampu latih;

3) aspek-aspek yang terkait dalam proses pembentukan afiksasi pada tuturan anak penderita downsyndrome yang tergolong mampu latih.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik manfaat teoretis maupun manfaat praktis. Adapun uraiannya adalah sebagai berikut.

1) Secara teoretis, hasil penelitian ini dapat dijadikan ilmu sumbangan yang bermakna serta memberikan informasi mengenai kemampuan kebahasaan pada anak penderita down syndrome. Dengan meneliti ini, peneliti mampu


(14)

6

Yesi Fitria Dewi, 2014

Kemampuan Morfologis Pada Tuturan Anak Down Syndrome Yang Tergolong Mampu Latih Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

mengetahui proses pembentukan kata berafiks, bentuk dan makna yang terkandung, serta aspek-aspek yang terkait dalam pembentukan afiksasi yang terjadi pada anak pendeita down syndrome. Adapun penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pengajaran bahasa anak penderita down syndrome

karena referensi mengenai anak penderita down syndrome masih sedikit, khususnya penderita yang tergolong mampu latih.

2) Secara praktis, hasil penelitian ini dapat menambah wawasan peneliti, orang tua, serta guru tentang kemampuan linguistik pada tuturan anak penderita

down syndrome. Adapun bagi pembaca yakni memberikan informasi dan pengetahuan secara tertulis maupun referensi tentang kemampuan linguistik, khususnya kemampuan morfologi pada tuturan anak penderita down syndrome

.

E. Struktur Organisasi Skripsi

Adapun struktur yang terdapat pada skripsi ini terdiri dari lima bab. Bab satu menguraikan pendahuluan yang terdiri atas latar belakang masalah, masalah penelitian (identifikasi masalah, batasan masalah, dan rumusan masalah), manfaat penelitian (manfaat teoretis dan manfaat praktis), dan struktur organisasi skripsi.

Pada bab dua terdiri atas tinjauan pustaka dan landasan teoretis. Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya Teori-teori hakikat bahasa, down syndrome, alomorf, morf, afikasi, kelas kata, morfofonemik, makna gramatikal pada bentuk afiksasi, dan psikolinguistik.

Bab tiga menguraikan metode penelitian yang terdiri dari, desain penelitian, metode penelitian, sumber dan korpus penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik pengolahan data. Bab empat merupakan hasil penelitian dan pembahasan terdiri dari 1) pengantar mengenai penelitian yang dilakukan, 2) deskripsi data yang menjelaskan objek data tuturan anak down syndrome yang berafiksasi, 3) analisis data yang terdiri dari analisis afiksasi serta klasifikasinya, pemahaman makna bentuk afiksasi, dan aspek-aspek yang terkait dalam proses pembentukan afiksasi pada anak penderita


(15)

7

Yesi Fitria Dewi, 2014

Kemampuan Morfologis Pada Tuturan Anak Down Syndrome Yang Tergolong Mampu Latih Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

down syndrome yang tergolong mampu latih. Bab lima penutupan memaparkan mengenai simpulan dan saran.


(16)

Yesi Fitria Dewi, 2014

Kemampuan Morfologis Pada Tuturan Anak Down Syndrome Yang Tergolong Mampu Latih Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Tuturan Berafiks Anak Down Syndrome yang Tergolong Mampu Latih

Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah observasi dan

wawancara. Adapun metode rekam catat sebagai penunjang dalam kegatan observasi.

Pengolahan Data

1. Mentranskripsi data hasil rekaman. 2. Mengidentifikasi data.

3. Analisis data yang menggunakan teori Chaer (2009) mengenai proses afiksasi dan makna gramatikal pada afiksasi

4. Analisis data berdasarkan aspek yang memengaruhi tuturan objek berdasarkan teori Chaer (2009).

Hasil Temuan

1. Tuturan yang memiliki bentuk afiksasi sebanyak 129 kata meliputi bentuk prefiks, sufiks, simulfiks, konfiks, dan klofiks.

2. Kelas kata pada afiksasi tersebut terdiri dari kata kerja, kata benda, kata bilangan, dan kata tanya.

3. Afiksasi baru yang ditemukan yakni sufiks (-in), konfiks (di-in, me-in, dan ng-in, serta klofiks ber-nya, di-in, dan nge-in).

4. Sering munculnya sufiks –in menandakan bahwa anak downsyndrome yang tergolong mampu latih lebih sering menggunakan bahasa informal dibandingkan bahasa formal.

Simpulan

1. Bentuk afiksasi yang ditemukan sebanyak 129 kata, dan sufiks menjadi bentuk paling sering digunakan. Kata kerja muncul sebagai kelas terbanyak dalam tuturan yang mengandung afiksasi. Sementara itu, dari 129 bentuk afiksasi yang ditemukan hanya 9 kata yang mengalami proses morfofonemik dalam pembentukannya.

2. Hasil analisis makna gramatikal menunjukkan bahwa semua bentuk afiksasi yang dihasilkan memiliki kesesuaian antara makna dan pemahaman yang dimiliki oleh objek.

3. Aspek-aspek yang memengaruhi pembentukan afiksasi meliputi pemerolehan bahasa, usia dan lingkungan.


(17)

23

Yesi Fitria Dewi, 2014

Kemampuan Morfologis Pada Tuturan Anak Down Syndrome Yang Tergolong Mampu Latih Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Bagan 3.1 Desain Penelitian

Bagan di atas merupakan desain penelitian yang digunakan oleh peneliti. Desain penelitian tersebut merupakan peta jalan yang digunakan sebagai panduan bagi peneliti untuk menuju pada penelitian secara benar.

B. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan suatu prosedur atau cara yang dilakukan untuk melaksanakan sebuah penelitian. Dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Artinya, metode penelitian untuk memperoleh data secara sistematis, faktual, dan akurat. Sudaryanto (1993: 133) menegaskan bahwa metode deskriptif dilakukan berdasarkan fakta yang ada atau fenomena yang memang secara empiris hidup pada penutur bahasa sehingga data yang dihasilkan berupa perian bahasa yang sifatnya seperti potret tanpa mempertimbangkan benar salahnya penggunaan bahasa. Selain itu, metode ini juga merupakan metode penelitian yang menggambarkan temuan variabel yang tidak memerlukan skala hipotesis.

Peneliti menggunakan metode cakap untuk memperoleh data. Artinya, peneliti secara langsung melakukan percakapan dengan objek yang akan diteliti. Dengan seperti itu peneliti dapat memperoleh data bahasa berupa data lisan maupun data nonlingual.

C. Sumber dan Korpus Penelitian

Sumber penelitian ini adalah anak penderita down syndrome di SLB Purnama Asih Bandung. Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan pada tiga orang anak down syndrome yang tergolong mampu latih. Hal tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa anak down syndrome yang tergolong mampu latih memiliki kemampuan komunikasi dan pelafalan yang cukup baik. Meskipun umumnya anak down syndrome memiliki keterbatasan pada alat ucap.


(18)

24

Yesi Fitria Dewi, 2014

Kemampuan Morfologis Pada Tuturan Anak Down Syndrome Yang Tergolong Mampu Latih Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Berikut daftar tabel anak down syndrome yang dijadikan objek dalam penelitian ini.

DATA ANAK

No Nama Anak Usia

1. Aryo 18 tahun

2. Silma 12 tahun

3. Maria Valeri 9 tahun

Korpus data dalam penelitian ini yaitu segala hal yang berkaitan dengan kegiatan komunikasi atau tuturan pada anak down syndrome yang tergolong mampu latih. Adapun perilaku anak menjadi data pendukung dalam penelitian ini

D. Definisi Operasional

Dalam penelitian ini, digunakan beberapa istilah yang akan sering digunakan dalam penelitian. Istilah-istilah tersebut akan didefinisikan terlebih dahulu sebagai berikut.

1) Kemampuan morfologis adalah kemampuan pembentukan kata berupa penggunaan afiksasi yang dimiliki anak down syndrome yang tergolong mampu latih dalam tataran morfologi

2) Down syndrome yang tergolong mampu latih adalah objek penelitian yang memilki keterbelakangan mental sejak lahir dengan ditandai hadirnya kromosom 21 rangkap 3. Pada penelitian ini responden yang digunakan merupakan anak down syndrome yang tergolong mampu latih. Artinya, responden mampu dilatih mandiri dan berprestasi dalam bidang tertentu. Biasanya responden memiliki kemampuan komunikasi dan pelafalan yang cukup baik.


(19)

25

Yesi Fitria Dewi, 2014

Kemampuan Morfologis Pada Tuturan Anak Down Syndrome Yang Tergolong Mampu Latih Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

E. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat beberapa alat pembantu yang penulis jadikan sebagai instrumen penelitian guna menunjang seluruh proses pengumpulan dan pengolahan data penelitian. Adapun alat pembantu yang digunakan dipilih sesuai dengan penelitian yang dilakukan dan sangat tepat untuk memperoleh data sesuai dengan penelitian yang dilakukan. Di bawah ini adalah beberapa alat pembantu yang digunakan:

1) Buku cerita bergambar untuk anak-anak, 2) lembar kartu data,

3) lembar analisis berbahasa, 4) lembar wawancara,

5) lembar identitas. dan

Instrumen pertama yang dugunakan berupa yakni buku cerita bergambar untuk anak-anak. Pemilihan tersebut didasarkan pada pendapat guru bahwa anak akan mudah diajak berkomunikasi jika diberikan benda yang menurutnya menarik, misalnya buku cerita bergambar.

Kartu data ini memuat nomor urutan kartu data, kalimat yang terdapat bentuk afiksasi dalam konteks, data berafiks, bentuk afiksasi, dan makna. Adapun format kartu data yang digunakan dalam proses pengklasifikasian sebagai berikut. Format Kartu Data

Nomor Diisi oleh jumlah urutan kartu data

Kalimat Diisi oleh kalimat yang terdapat bentuk afiksasi dalam konteks

Data Diisi oleh kata afiksasi

Bentuk Afiksasi Jumlah afiksasi

Proses Afiksasi Diisi oleh proses afiksasi


(20)

26

Yesi Fitria Dewi, 2014

Kemampuan Morfologis Pada Tuturan Anak Down Syndrome Yang Tergolong Mampu Latih Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Kelas Kata Diisi oleh jenis kelas kata

Morfofonemik Ya:

Penandaan

Penambahan Penandaan

Penghilangan Penandaan

Perubahan Penandaan

Tidak:

Penandaan

Makna Sesuai Penandaan

Tidak Sesuai Penandaan

Tidak Tahu Penandaan

Adapun format analisis yang digunakan agar memudahkan peneliti dalam menganalisis dan menemukan jawaban dari permasalahan dalam penelitian Berikut format analisis tersebut.

Format Analisis a. Data

Diisi oleh hasil transkrip rekaman terhadap tuturan penderita Down Syndrome.

b. Bentuk

Diisi penjelasan identifikasi dari analisis berdasarkan teori yang ditujukan terhadap kata berupa bentuk.

c. Makna

Diisi penjelasan identifikasi dari analisis berdasarkan teori yang ditujukan terhadap kata berupa makna.

d. Simpulan


(21)

27

Yesi Fitria Dewi, 2014

Kemampuan Morfologis Pada Tuturan Anak Down Syndrome Yang Tergolong Mampu Latih Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sementara itu, adapun susunan wawancara yang akan diberikan kepada orang tua atau guru responden. Berikut susunan wawancara tersebut.

1) Apakah anak dapat bertutur dengan lancar? 2) Kendala apa yang terjadi ketika dia bertutur? 3) Apakah anak mampu merespon pertanyaan?

4) Ketika anak bertutur apakah ada kontak mata dengan lawan bertutur? 5) Dengan cara apa anak mengutarakan keinginannya?

Adapun lembar identitas yang digunakan dalam penelitian ini sebagai informasi data dari anak penderita down syndrome yang tergolong mampu latih sebagai berikut.

LEMBAR IDENTITAS

Data Anak

1. Nama Siswa :

2. Nama Panggilan : 3. Tempat / Tgl. Lahir :

4. Kelas :

5. Jenis Kelamin : 6. Jenis Kelainan :

7. Agama :

8. Anak Ke :

9. Status Dalam Keluarga : 10.Alamat : 11.Nama Orang Tua

A. Ayah :


(22)

28

Yesi Fitria Dewi, 2014

Kemampuan Morfologis Pada Tuturan Anak Down Syndrome Yang Tergolong Mampu Latih Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

12.Pekerjaan Orang Tua/Wali

A. Ayah :

B. Ibu :

F. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Bailey pengumpulan data dalam penelitian kualitatif terdiri dari studi kasus, etnografi, observasi, dan wawancara (dalam Silalahi, 2009: 292). Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1) observasi dan 2) wawancara.

1) Observasi

Observasi merupakan suatu pengamatan yang dilakukan peneliti terhadap objek penelitian. Artinya, peneliti terjun langsung ke lapangan untuk mengumpulkan data. Dalam hal ini peneliti melakukan observasi partisipan yakni adanya keterlibatan peneliti dengan orang maupun dengan kegiatan-kegiatan yang diamati. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui langsung pembentukan afiksasi yang digunakan, serta relevansi antara pengucapan kata dengan kesesuaian makna yang ada pada anak down syndrome yang akan diteliti.

2) Wawancara

Wawancara menurut Licoln adalah suatu percakapan untuk memperoleh konstruksi yang terjadi sekarang tentang orang, kejadian, aktivitas, organisasi, perasaan, motivasi, pengakuan, keerisauan, dan sebagainya (Syamsudin dan Damaianti, 2009: 94). Dalam hal ini peneliti melakukan wawancara dengan mengajukan pertanyaan terhadap orang tua atau guru untuk memperoleh informasi mengenai keadaan dari objek tersebut.


(23)

29

Yesi Fitria Dewi, 2014

Kemampuan Morfologis Pada Tuturan Anak Down Syndrome Yang Tergolong Mampu Latih Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Dalam penelitian ini peneliti melakukan teknik rekam dan catat yang digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data yang dihasilkan dari tuturan anak

down syndrome yang tergolong mampu latih baik data verbal maupun data nonverbal.

G. Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data yang telah diperoleh dilakukan melalui beberapa tahap yakni (1) mentranskripsi data hasil rekaman, (2) mengidentifikasi data, (3) analisis data, (4) klasifikasi data, dan (5) simpulan. Berikut pemaparannya.

1) Mentranskripsi Data Hasil Rekaman

Hasil rekaman yang berisi percakapan antara peneliti dengan responden, selanjutnya akan dilakukan proses transkrip data. Proses ini dilakukan dengan mengubah data lisan yang didapatkan dari tuturan anak down syndrome yang tergolong mampu latih menjadi data tulisan.

2) Mengidentifikasi Data

Setelah melakukan proses transkripsi data, selanjutnya dilakukan proses identifikasi. Pada proses ini peneliti memilih kata berafiks dari tuturan anak down syndrome yang tergolong mampu latih.

3) Analisis Data

Data yang telah diidentifikasi selanjutnya dianalisis berdasarkan analisis morfologi mengenai bentuk dan makna. Pada analisis bentuk dilakukan proses pembentukan afiksasi yang terjadi pada tuturan anak down syndrome yang tergolong mampu latih. Selain itu, adanya analisis data berdarkan aspek yang memengaruhi pembentukan afiksasi yang dituturkan objek


(24)

30

Yesi Fitria Dewi, 2014

Kemampuan Morfologis Pada Tuturan Anak Down Syndrome Yang Tergolong Mampu Latih Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4) Klasifikasi Data

Setelah melakukan analisis data, selanjutnya melakukan klasifikasi data berdasarkan bentuk dan makna. Pengklasifikasian berdasarkan bentuk terdiri dari dari jumlah kata berafiks, proses afiksasi yang digunakan, jenis kelas kata, serta perubahan bunyi berupa morfofonemik. Adapun makna gramatikal dan klasifikasi makna yang terdiri dari makna sesuai dengan makna dari penggunaan afiks, tidak sesuai, atau tidak tahu untuk jenis afiks yang dituturkan oleh anak down syndrome

yang tergolong mampu latih.

5) Simpulan

Adapun hasil klasifikasi berdasarkan bentuk, makna, serta aspek yang memengaruhi tuturan anak down syndrome yang tergolong mampu latih menghasilkan kesimpulan dari penelitian ini.


(25)

Yesi Fitria Dewi, 2014

Kemampuan Morfologis Pada Tuturan Anak Down Syndrome Yang Tergolong Mampu Latih Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Penelitian ini berjudul “Kemampuan Morfologis pada Tuturan Anak Down Syndromeyang Tergolong Mampu Latih”. Pada penelitian ini, peneliti melakukan transkrip data dari tuturan anak down syndrome yang tergolong mampu latih. Setelah melakukan transkrip data, peneliti melakukan identifikasi data terhadap bentuk afiksasi yang dihasilkan oleh penutur. Adapun klasifikasi pada bentuk afiksasi tersebut yaitu berdasarkan jenis afiksasi, kelas kata pada afiksasi, dan proses morfofonemik pada afiksasi yang dituturkan anak down syndrome yang tergolong mampu latih.

Sementara itu, identifikasi makna terhadap bentuk afiksasi peneliti lakukan untuk mengetahui kesesuaian makna dengan perilaku yang dilakukan oleh objek. Kedua hal tersebut pun mampu mengidentifikasi aspek-apek yang memengaruhi pembentukan afiksasi pada tuturan anak downsyndrome yang tergolong mampu latih.

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, diperoleh temuan sebagai berikut: 1. Pada tuturan anak down syndrome yang tergolong mampu latih peneliti

menemukan bentuk afiksasi sebanyak 129 kata terdiri dari prefiks, sufiks, simulfiks, konfiks, dan klofiks. Bentuk afiksasi yang sering digunakan yakni bentuk sufiks dengan jumlah persentase 43,41% dari jumlah afiksasi. Adapun bentuk afiksasi baru yang ditemukan meliputi sufiks (-in), konfiks (di-in, me-in, dan ng-me-in, serta klofiks ber-nya, di-me-in, dan nge-in). Kelas kata pada afiksasi tersebut terdiri atas kata kerja, kata benda, kata tanya, dan kata tanya . Kata kerja muncul sebagai kelas terbanyak dalam tuturan yang mengandung afiksasi. Sementara itu, dari 129 bentuk afiksasi ditemukan 9 kata yang mengalami proses morfofonemik dalam pembentukannya.


(26)

88

Yesi Fitria Dewi, 2014

Kemampuan Morfologis Pada Tuturan Anak Down Syndrome Yang Tergolong Mampu Latih Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Hasil analisis makna gramatikal menunjukkan bahwa semua bentuk afiksasi yang dihasilkan memiliki kesesuaian antara makna dan pemahaman yang dimiliki oleh objek. Makna tuturan anak down syndrome yang tergolong mampu latih sangat relevan dengan kondisi, situasi, dan perilaku yang dilakukan. Hal tersebut menunjukkan bahwa anak down syndrome yang tergolong mampu latih paham atas apa yang dituturkan.

3. Berdasarkan penelitian tersebut peneliti menemukan aspek-aspek terkait yang memengaruhi pembentukan afiksasi pada tuturan anak down syndrome yang tergolong mampu latih. Aspek-aspek yang memengaruhi tersebut diantaranya usia, bahasa pertama, dan lingkungan.

Berdasarkan temuan tersebut peneliti menarik kesimpulan bahwa dari segi pembentukan afikasi maupun dari pembentukan makna yang dihasilkan anak

down syndrome yang tergolong mampu latih bergantung pada stimulus yang diberikan oleh orang lain. Dalam hal ini, orang yang berada di lingkungan objek selalu menggunakan ragam bahasa nonbaku sehingga tuturan yang sering muncul dari objek pun berupa ragam bahasa nonbaku. Penggunaan ragam bahasa nonbaku digunakan agar objek mudah memahami maksud dari tuturan.

B. SARAN

Berdasarkan pengolahan, pembahasan, dan kesimpulan dalam penelitian yang berkaitan dengan tuturan anak down syndrome yang tergolong mampu latih, peneliti akhiri dengan beberapa saran yang diajukan sebagai berikut.

1. Pada dasarnya anak penyandang down syndrome yang tergolong mampu latih memiliki kemampuan berbahasa yang baik. Namun, kesempatan penggunaan ragam bahasa nonbaku lebih sering daripada penggunaan ragam bahasa baku. Berdasarkan hal tersebut peneliti menyarankan pada kerabat terdekat anak penyandang down syndrome yang tergolong mampu latih, khususnya orang tua dan guru agar menyeimbangkan penggunaan ragam bahasa baku dan ragam bahasa nonbaku.


(27)

89

Yesi Fitria Dewi, 2014

Kemampuan Morfologis Pada Tuturan Anak Down Syndrome Yang Tergolong Mampu Latih Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Adapun dalam penelitian ini ditemukan bentuk morfologi lain yang ditemukan pada tuturan anak down syndrome yang tergolong mampu latih yakni bentuk reduplikasi. Bentuk tersebut tidak dijelaskan dalam penelitian ini, hal tersebut dapat dijadikan referensi pada penelitian selanjutnya.


(28)

Yesi Fitria Dewi, 2014

Kemampuan Morfologis Pada Tuturan Anak Down Syndrome Yang Tergolong Mampu Latih Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, Debby Yuanita. 2013. “Kajian Fonetis pada Tuturan Anak

Tunagrahita”. Bandung: FPBS-UPI.

Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta.

Dardjowidjojo, Soejono. 2012. Psikolunguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarata: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Indarini, Nurvita. 2013. “Bisa Dilatih & Mandiri, Anak Down Syndrome Tak PerluDisembunyikan”.http://health.detik.com/read/2013/03/25/082829/220 2407/1301/bisa-dilatih-mandiri-anak-dengan-down-syndrome-tak-perlu-disembunyikan ( diunduh pada tanggal 27 Januari 2014).

Kridalaksana, Harimurti. 2009. Kelas Kata. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Mangunsong, F. 1998. Psikologi dan Pendidikan Anak Luar Biasa. Jakarta:

Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) UI.

Pariury, Dea Shanta. 2003. “Bentuk-bentuk Tanggapan Anak Penyandang Down

Syndrome yang Tergolong Mampu Didik terhadap Pertanyaan”. Depok:

FIB-UI.

Ramlan, 2009. Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: Karyono.

Rondal, Jean A. 1995. Exceptional Language Development in Down Syndrome. New York: Cambridge University Press.

Sari, Gustina Permata. 2013. Artikel Ilmiah “Pemerolehan Kosakata Pada Anak


(29)

90

Yesi Fitria Dewi, 2014

Kemampuan Morfologis Pada Tuturan Anak Down Syndrome Yang Tergolong Mampu Latih Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sefiani, Evi. 2011. “Kompetensi Fonologis Anak Sindrom Down (Studi

Longitudinal terhadap Subjek Penelitian Tunggal)”. Bandung: FPBS-UPI. Silalahi, Ulber. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Refika Aditama. Sudaryanto. 1993. Metode Linguistik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Syamsuddin dan Damaianti. 2009. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa.


(1)

30

Yesi Fitria Dewi, 2014

Kemampuan Morfologis Pada Tuturan Anak Down Syndrome Yang Tergolong Mampu Latih

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 4) Klasifikasi Data

Setelah melakukan analisis data, selanjutnya melakukan klasifikasi data berdasarkan bentuk dan makna. Pengklasifikasian berdasarkan bentuk terdiri dari dari jumlah kata berafiks, proses afiksasi yang digunakan, jenis kelas kata, serta perubahan bunyi berupa morfofonemik. Adapun makna gramatikal dan klasifikasi makna yang terdiri dari makna sesuai dengan makna dari penggunaan afiks, tidak sesuai, atau tidak tahu untuk jenis afiks yang dituturkan oleh anak down syndrome yang tergolong mampu latih.

5) Simpulan

Adapun hasil klasifikasi berdasarkan bentuk, makna, serta aspek yang memengaruhi tuturan anak down syndrome yang tergolong mampu latih menghasilkan kesimpulan dari penelitian ini.


(2)

Yesi Fitria Dewi, 2014

Kemampuan Morfologis Pada Tuturan Anak Down Syndrome Yang Tergolong Mampu Latih

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Penelitian ini berjudul “Kemampuan Morfologis pada Tuturan Anak Down

Syndromeyang Tergolong Mampu Latih”. Pada penelitian ini, peneliti melakukan

transkrip data dari tuturan anak down syndrome yang tergolong mampu latih. Setelah melakukan transkrip data, peneliti melakukan identifikasi data terhadap bentuk afiksasi yang dihasilkan oleh penutur. Adapun klasifikasi pada bentuk afiksasi tersebut yaitu berdasarkan jenis afiksasi, kelas kata pada afiksasi, dan proses morfofonemik pada afiksasi yang dituturkan anak down syndrome yang tergolong mampu latih.

Sementara itu, identifikasi makna terhadap bentuk afiksasi peneliti lakukan untuk mengetahui kesesuaian makna dengan perilaku yang dilakukan oleh objek. Kedua hal tersebut pun mampu mengidentifikasi aspek-apek yang memengaruhi pembentukan afiksasi pada tuturan anak downsyndrome yang tergolong mampu latih.

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, diperoleh temuan sebagai berikut: 1. Pada tuturan anak down syndrome yang tergolong mampu latih peneliti

menemukan bentuk afiksasi sebanyak 129 kata terdiri dari prefiks, sufiks, simulfiks, konfiks, dan klofiks. Bentuk afiksasi yang sering digunakan yakni bentuk sufiks dengan jumlah persentase 43,41% dari jumlah afiksasi. Adapun bentuk afiksasi baru yang ditemukan meliputi sufiks (-in), konfiks (di-in, me-in, dan ng-me-in, serta klofiks ber-nya, di-me-in, dan nge-in). Kelas kata pada afiksasi tersebut terdiri atas kata kerja, kata benda, kata tanya, dan kata tanya . Kata kerja muncul sebagai kelas terbanyak dalam tuturan yang mengandung afiksasi. Sementara itu, dari 129 bentuk afiksasi ditemukan 9 kata yang mengalami proses morfofonemik dalam pembentukannya.


(3)

88

Yesi Fitria Dewi, 2014

Kemampuan Morfologis Pada Tuturan Anak Down Syndrome Yang Tergolong Mampu Latih

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Hasil analisis makna gramatikal menunjukkan bahwa semua bentuk afiksasi yang dihasilkan memiliki kesesuaian antara makna dan pemahaman yang dimiliki oleh objek. Makna tuturan anak down syndrome yang tergolong mampu latih sangat relevan dengan kondisi, situasi, dan perilaku yang dilakukan. Hal tersebut menunjukkan bahwa anak down syndrome yang tergolong mampu latih paham atas apa yang dituturkan.

3. Berdasarkan penelitian tersebut peneliti menemukan aspek-aspek terkait yang memengaruhi pembentukan afiksasi pada tuturan anak down syndrome yang tergolong mampu latih. Aspek-aspek yang memengaruhi tersebut diantaranya usia, bahasa pertama, dan lingkungan.

Berdasarkan temuan tersebut peneliti menarik kesimpulan bahwa dari segi pembentukan afikasi maupun dari pembentukan makna yang dihasilkan anak

down syndrome yang tergolong mampu latih bergantung pada stimulus yang

diberikan oleh orang lain. Dalam hal ini, orang yang berada di lingkungan objek selalu menggunakan ragam bahasa nonbaku sehingga tuturan yang sering muncul dari objek pun berupa ragam bahasa nonbaku. Penggunaan ragam bahasa nonbaku digunakan agar objek mudah memahami maksud dari tuturan.

B. SARAN

Berdasarkan pengolahan, pembahasan, dan kesimpulan dalam penelitian yang berkaitan dengan tuturan anak down syndrome yang tergolong mampu latih, peneliti akhiri dengan beberapa saran yang diajukan sebagai berikut.

1. Pada dasarnya anak penyandang down syndrome yang tergolong mampu latih memiliki kemampuan berbahasa yang baik. Namun, kesempatan penggunaan ragam bahasa nonbaku lebih sering daripada penggunaan ragam bahasa baku. Berdasarkan hal tersebut peneliti menyarankan pada kerabat terdekat anak penyandang down syndrome yang tergolong mampu latih, khususnya orang tua dan guru agar menyeimbangkan penggunaan ragam bahasa baku dan ragam bahasa nonbaku.


(4)

89

Yesi Fitria Dewi, 2014

Kemampuan Morfologis Pada Tuturan Anak Down Syndrome Yang Tergolong Mampu Latih

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Adapun dalam penelitian ini ditemukan bentuk morfologi lain yang ditemukan pada tuturan anak down syndrome yang tergolong mampu latih yakni bentuk reduplikasi. Bentuk tersebut tidak dijelaskan dalam penelitian ini, hal tersebut dapat dijadikan referensi pada penelitian selanjutnya.


(5)

Yesi Fitria Dewi, 2014

Kemampuan Morfologis Pada Tuturan Anak Down Syndrome Yang Tergolong Mampu Latih

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, Debby Yuanita. 2013. “Kajian Fonetis pada Tuturan Anak

Tunagrahita”. Bandung: FPBS-UPI.

Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta.

Dardjowidjojo, Soejono. 2012. Psikolunguistik Pengantar Pemahaman Bahasa

Manusia. Jakarata: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Indarini, Nurvita. 2013. “Bisa Dilatih & Mandiri, Anak Down Syndrome Tak PerluDisembunyikan”.http://health.detik.com/read/2013/03/25/082829/220 2407/1301/bisa-dilatih-mandiri-anak-dengan-down-syndrome-tak-perlu-disembunyikan ( diunduh pada tanggal 27 Januari 2014).

Kridalaksana, Harimurti. 2009. Kelas Kata. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Mangunsong, F. 1998. Psikologi dan Pendidikan Anak Luar Biasa. Jakarta:

Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) UI.

Pariury, Dea Shanta. 2003. “Bentuk-bentuk Tanggapan Anak Penyandang Down

Syndrome yang Tergolong Mampu Didik terhadap Pertanyaan”. Depok:

FIB-UI.

Ramlan, 2009. Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: Karyono.

Rondal, Jean A. 1995. Exceptional Language Development in Down Syndrome. New York: Cambridge University Press.

Sari, Gustina Permata. 2013. Artikel Ilmiah “Pemerolehan Kosakata Pada Anak


(6)

90

Yesi Fitria Dewi, 2014

Kemampuan Morfologis Pada Tuturan Anak Down Syndrome Yang Tergolong Mampu Latih

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sefiani, Evi. 2011. “Kompetensi Fonologis Anak Sindrom Down (Studi

Longitudinal terhadap Subjek Penelitian Tunggal)”. Bandung: FPBS-UPI. Silalahi, Ulber. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Refika Aditama. Sudaryanto. 1993. Metode Linguistik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Syamsuddin dan Damaianti. 2009. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa.