Kontribusi Modeling Terhadap Identitas Diri.

(1)

KONTRIBUSI MODELING TERHADAP IDENTITAS DIRI

(Studi Deskriptif terhadap siswa kelas VII SMP Negeri 9 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

Oleh Williya Novianti

1100707

D

EPARTEMEN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

2015


(2)

KONTRIBUSI MODELING TERHADAP IDENTITAS DIRI

Oleh Williya Novianti

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Williya Novianti 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

WILLIYA NOVIANTI NIM. 1100707

KONTRIBUSI MODELING TERHADAP IDENTITAS DIRI

(Studi Deskriptif terhadap siswa kelas VII SMP Negeri 9 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing

Dr. Yusi Riksa Yustiana, M. Pd. NIP 19661115 199102 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

Prof. Dr. Uman Suherman AS., M.Pd. NIP 19620623 198610 1 001


(4)

ABSTRAK

Williya Novianti. 2015. Kontribusi Modeling Terhadap Identitas Diri (Studi Deskriptif pada Siswa Kelas VII di SMP Negeri 9 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015).

Penelitian dilatarbelakangi oleh asumsi yang menyatakan salah satu faktor yang memengaruhi pembentukan aspek identitas diri adalah adanya figur yang menjadi model. Selebriti televisi diidentifikasi sebagai salah satu model utama yang memberikan pengaruh baik positif maupun negatif terhadap sikap remaja. Secara umum penelitian dilaksanakan untuk mengetahui kontribusi modeling terhadap identitas diri siswa kelas VII SMP Negeri 9 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015. Pendekatan penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan studi deskriptif, desain statistik korelasional. Pengambilan sampel menggunakan teknik

purposive sampling. Berdasarkan kriteria, sampel penelitian ditetapkan sebanyak 282 siswa dari poulasi. Hasil penelitian menunjukan terdapat kontribusi positif dan signifikan antara modeling dengan pencapaian aspek pembentuk identitas diri ideologi maupun interpersonal. Meningkat atau menurunnya pencapaian aspek pembentuk identitas diri siswa kelas VII SMP Negeri 9 Bandung salah satunya dipengaruhi modeling yang dilakukan siswa terhadap tokoh idola di televisi.

Selain itu, kontribusi modeling dengan aspek identitas interpersonal lebih besar dari pada kontribusi modeling dengan aspek identitas ideologi, artinya proses mengamati (atensi), menyimpan informasi (retensi), meniru perilaku (produksi), dan mencocokan perilaku (motivasi) yang dilakukan siswa terhadap tokoh idola di televisi, akan lebih memengaruhi pencapaian aspek pembentuk identitas interpersonal yaitu persahabatan, kencan, peran jenis kelamin, dan rekreasi. Implikasi penelitian berupa rancangan layanan dasar bimbingan dan konseling untuk memfasilitasi siswa dalam pembentukan identitas diri positif.


(5)

ABSTRACT

Williya Novianti. 2015. Contribution of Modeling to Self-Identity (A Descriptive Study of the Seventh Grade Students of SMP Negeri1 9 Bandung Academic Year 2014/2015).

The background to the research is an assumption that one of the factors influencing adolescent identity formation in terms of self-identity is the existence

of a figure to be modeled after. Celebrities have been identified as one of the key

models affecting adolescent attitude, both positively and negatively. In general, the research aims to find the contribution of modeling to self-identity of the seventh grade students of SMP Negeri 9 Bandung Academic Year 2014/2015. The research adopted quantitative approach with descriptive study, employing correlational statistical design. A number of 282 students were taken from the population as sample with purposive sampling technique based on certain criteria. Research results show that modeling contributed positively and significantly to the ideological and interpersonal aspects of self-identity

formation. The improvement or decline in certain aspects of students’ self-identity

in the case of students of SMP Negeri 9 Bandung is, among others, influenced by how the students take television idols as their model. In addition, the contribution of modeling to the interpersonal aspect of identity was higher than the contribution to the ideological aspect of identity, meaning that students who are capable in attending to, making retention, producing behavior, and motivating themselves to adopt the behavior of their television idols will be more influenced in terms of their interpersonal aspect of identity, constituting friendship, dating, sex role playing, and recreation. The implication of this research is in the form of a basic guidance and counseling service design to facilitate students in the formation of a positive self-identity.

Keywords: Self-Identity, Modeling


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABTRACT ... ii

KATAPENGANTAR ... iii

UCAPANTERIMAKASIH ... iv

DAFTARISI ... vii

DAFTARTABEL ... ix

DAFTARBAGAN ... xi

DAFTARLAMPIRAN ... xii

BAB IPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

1.5. Definisi Konseptual ... 9

1.6. Struktur Organisasi Skripsi ... 10

BAB II MODELING DAN IDENTITAS DIRI REMAJA 2.1. Konsep Identitas Diri Remaja ... 12

2.2. Modeling Tokoh Idola Di Televisi ... 27

2.3. Kontribusi Modeling terhadap Identitas Diri ... 37

2.4. Layanan Bimbingan dan Konseling untuk Mengembangkan Identitas Diri Positif ... 40


(7)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian ... 45

3.2. Populasi dan Sampel Penelitian ... 45

3.3. Pendekatan Penelitian ... 47

3.4. Desain Penelitian ... 47

3.5. Metode Penelitian ... 48

3.6. Definisi Operasional Variabel ... 48

3.7. Instrumen Penelitian ... 51

3.8. Proses Pengembangan Instrumen ... 52

3.9. Prosedur Penelitian ... 68

3.10. Prosedur dan Teknik Pengolahan Data ... 69

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Temuan Penelitian ... 78

4.2. Pembahasan Hasil Penelitian ... ..82

4.3. Implikasi Hasil Penelitian Bagi Layanan Bimbingan dan Konseling ... ..87

4.4. Keterbatasan Penelitian ... 94

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI 5.1. Simpulan ... 95

5.2. Implikasi dan Rekomendasi ... 95


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Kriteria Status Identitas... 21

Tabel 2.2 Empat Status Identitas Pada Remaja ... 24

Tabel 2.3 Persentase Isi Acara Stasiun Penyiaran Televisi Di Indonesia Pada Bulan Februari 2009 ... 38

Tabel 3.1 Jumlah Anggota Populasi Siswa Kelas VII SMP Negeri 9 Bandung Tahun 2014/2015 ... 46

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Modeling (Sebelum Uji Kelayakan Instrumen) .. 53

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Instrumen Identitas Diri (Sebelum Uji Kelayakan Instrumen) ... 54

Tabel 3.4 Hasil Judgement Instrumen Modeling ... 56

Tabel 3.5 Kisi-Kisi Instrumen Modeling (Setelah Uji Kelayakan Instrumen) ... 56

Tabel 3.6 Hasil Judgement Instrumen Identitas Diri ... 58

Tabel 3.7 Kisi-Kisi Instrumen Identitas Diri (Setelah Uji Kelayakan Instrumen) ... 58

Tabel 3.8 Hasil Uji Validitas Instrumen Modeling Tahapan Atensi ... 60

Tabel 3.9 Hasil Uji Validitas Instrumen Modeling Tahapan Retensi ... 60

Tabel 3.10 Hasil Uji Validitas Instrumen Tahapan Produksi ... 61

Tabel 3.11 Hasil Uji Validitas Instrumen Modeling Tahapan Motivasi ... 61

Tabel 3.12 Hasil Uji Validitas Instrumen Identitas Diri Dimensi Diffusion ... 62

Tabel 3.13 Hasil Uji Validitas Instrumen Identitas Diri Dimensi Foreclosure .... 62

Tabel 3.14 Hasil Uji Validitas Instrumen Identitas Diri Dimensi Moratorium .... 63

Tabel 3.15 Hasil Uji Validitas Instrumen Identitas Diri Dimensi Achievement ... 63

Tabel 3.16 Kriteria Keterandalan (Reliabilitas) Instrumen ... 64

Tabel 3.17 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Modeling ... 64


(9)

Tabel 3.19 Kisi-Kisi Instrumen Modeling (Setelah Uji Validitas Instrumen) ... 65

Tabel 3.20 Kisi-Kisi Instrumen Identitas Diri (Setelah Uji Validitas Instrumen) 67 Tabel 3.21 Rentang Skala Likert Modeling dan Identitas Diri ... 70

Tabel 3.22 Proporsi Setiap Kemungkinan Jawaban Skala Sikap Likert dalam Menentukan Harga-Harga Setiap Kemungkinan Jawaban ... 70

Tabel 3.23 Contoh Transformasi Skala Ordinal ke Interval pada Item 1 Instrumen Modeling Tokoh Idola Di Televisi ... 71

Tabel 3.24 Contoh Transformasi Skala Ordinal ke Interval pada Item I Instrumen Identitas Diri ... 71

Tabel 3.25 Hasil Uji Normalitas Variabel X (Modeling) ... 73

Tabel 3.26 Hasil Uji Normalitas Variabel Y (Identitas Diri) ... 73

Tabel 3.27 Koefisien Korelasi ... 75

Tabel 3.26 Interpretasi Koefisien Determinasi (r2) ... 76

Tabel 4.1 Hasil Uji Korelasi Modeling dengan Aspek Identitas Diri Ideologi... 78

Tabel 4.2 Hasil Uji Korelasi Modeling dengan Aspek Identitas Diri Interpersonal ... 79

Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Koefisien Determinasi ... 81

Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Uji Signifikansi ... 82

Tabel 4.5 Rencana Operasional dan Pengembangan Tema Layanan Dasar Bimbingan dan Konseling untuk Memfasilitasi Siswa Kelas VII SMPN 9 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015 dalam Pembentukan Identitas Diri Positif ... 91


(10)

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1. Tahapan Proses Pembelajaran Observasional (Modeling) ... 36 Bagan 2.2. Kerangka Penelitian Kontribusi Modeling Tokoh Idola Di Televisi


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Penelitian

Lampiran 2 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Lampiran 3 Instrumen Penelitian

Lampiran 4 Data Penelitian

Lampiran 5 Hasil Pengolahan Data Penelitian

Lampiran 6 Rencana Pelaksanaan Layanan Bimbingan dan Konseling Lampiran 7 Dokumentasi Kegiatan


(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Penelitian

Siswa sekolah menengah pertama berada pada masa remaja. Piaget (Hurlock, 1980, hlm. 206) menyatakan secara psikologis, masa remaja adalah usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya sama dalam hak. Masa remaja (Yusuf, 2009, hlm. 9) merupakan segmen kehidupan penting dalam siklus perkembangan individu dan masa transisi yang diarahkan pada masa dewasa yang sehat. Perkembangan pada masa remaja diwarnai interaksi antara faktor-faktor genetik, biologis, lingkungan dan sosial.

Individu (siswa) berusaha melepaskan diri dari lingkungan dan ikatan dengan orang tua karena ingin mencari identitas diri (Soetjiningsih, 2010, hlm. 48). Pembentukan identitas diri merupakan tugas perkembangan utama individu sebagai remaja. Pembentukan identitas pada masa remaja penting karena akan memberikan landasan bagi perkembangan psikososial dan relasi interpersonal pada masa dewasa. Fungsi identitas yang kuat untuk meningkatkan pendirian remaja sebagai pribadi yang unik dan untuk melindungi keterkaitan remaja dengan orang lain (Hofer, Busch & Kartner, 2011, hlm. 212).

Erikson (Goth, dkk, 2012, hlm. 2) menjelaskan identitas sebagai pokok pengaturan fundamental yang berkembang terus-menerus sepanjang hidup, berkelanjutan dalam diri saat berinteraksi dengan orang lain serta bingkai untuk membedakan antara diri dengan orang lain (keunikan) yang memungkinkan individu berfungsi secara otonom pada orang lain. Marcia (Kau, 2008, hlm. 101) mendefinisikan identitas diri sebagai self-structure (struktur diri), yaitu organisasi dinamis dari dorongan-dorongan, kemampuan-kemampuan, dan keyakinan-keyakinan yang terstruktur dalam diri individu selama perkembangan, dengan mengacu pada dua dimensi yaitu eksplorasi dan komitmen. Eksplorasi identitas merupakan suatu periode di mana individu berjuang secara aktif mempertanyakan


(13)

(mencari tahu, menggali, menjajaki, menyelidiki) berbagai alternatif pilihan pencapaian keputusan berhubungan dengan tujuan, nilai dan keyakinan. Komitmen adalah kemampuan individu menentukan pilihan diantara berbagai alternatif serta kesanggupan terlibat dalam pilihan.

Proses pembentukan identitas diri merupakan proses yang panjang dan kompleks, yang membutuhkan kontinuitas dari masa lalu, sekarang dan yang akan datang (Soetjiningsih, 2010, hlm. 47). Pembentukan identitas diri tidak terjadi dalam kekosongan, aspek-aspek dunia sosial berperan penting dalam pembentukan identitas yang stabil (Upton, 2012, hlm. 192). Sumber-sumber yang dapat mempengaruhi pembentukan identitas diri adalah lingkungan sosial di mana remaja tumbuh dan berkembang, seperti keluarga dan tetangga yang merupakan lingkungan masa kecil, juga kelompok-kelompok (reference group) yang terbentuk ketika remaja. Selain kelompok-kelompok (reference group), dalam proses pembentukan identitas, sering dijumpai remaja memiliki significant other

(seseorang yang signifikan) yaitu seseorang yang sangat berarti dan dikagumi (Soetjiningsih, 2010, hlm. 48-49).

Marcia (dalam Desmita, 2012, hlm. 217) mengidentifikasi beberapa variabel yang saling mempengaruhi dalam proses pembentukan identitas diri, yaitu: 1) tingkat identifikasi dengan orang tua sebelum dan selama masa remaja. Keluarga mempengaruhi pembentukan identitas terutama ketika remaja telah mencapai kematangan kognitif yang memfasilitasi proses pengambilan keputusan. Remaja belajar mengembangkan nilai dari berbagai sudut pandang dalam keluarganya, mengembangkan sikap tentang self-expression (pernyataan diri) dan mengembangkan pendirian sendiri; 2) gaya pengasuhan orang tua, dalam studi-studi yang mengaitkan perkembangan identitas dengan gaya pengasuhan, ditemukan orang tua demokratis mendorong remaja untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang akan mengembangkan identity achievement

(pencapaian identitas) pada diri remaja (Santrock, 2007, hlm. 196); 3) adanya figur yang menjadi model, seperti orang-orang yang dianggap penting dalam masyarakat. Pada umumnya figur yang menjadi idola atau pujaan remaja berasal dari kalangan selebritis seperti para penyanyi, bintang film, dan olah ragawan; 4) harapan sosial pilihan identitas yang terdapat dalam keluarga, sekolah dan teman


(14)

sebaya; 5) tingkat keterbukaan individu terhadap berbagai alternatif identitas. Eksperimentasi atau pengalaman dalam menyampaikan gagasan, peran-peran dan bergaul dengan orang lain (dalam aktivitas yang sehat) sangatlah penting bagi pencapaian identitas; dan 6) tingkat kepribadian pada masa pra-adolesen yang memberikan sebuah landasan yang cocok untuk mengatasi masalah identitas.

Kuatnya pengaruh keluarga terhadap pembentukan identitas diungkap oleh Grotevant dan Cooper (dalam Idrus, 2002, hlm. 4), yang menunjukan interaksi orang tua dengan anak yang terangkum dalam gaya pengasuhan orang tua mewarnai pembentukan identitas diri. Penelitian Hadijah (2010, hlm. 124) mengungkap variabel lain yang mempengaruhi pembentukan identitas diri adalah interaksi dengan teman sebaya. Marcia menyatakan faktor lain yang memberikan pengaruh terhadap pembentukan identitas diri remaja, yaitu figur yang menjadi model.

Studi pendahuluan di SMP Negeri 9 Bandung yang dilakukan pada tahun 2015, ditemukan fenomena yang menggelisahkan, yaitu figur yang menjadi model bagi remaja bukanlah sosok yang diagungkan dalam kiblat agama. Realitas yang juga mengkhawatirkan adalah simbol-simbol nilai konservatisme yaitu orang tua, guru, pemimpin masyarakat, pahlawan bangsa, juga tidak menjadi rujukan para remaja dalam membentuk tingkah lakunya. Figur model remaja adalah penyanyi, bintang film, dan olah ragawan yang tampil dalam media masa.

Penelitian Cheungt & Yue (2003, hlm. 1) terhadap 833 remaja Cina di Hong Kong menunjukan pencapaian identitas (identity achievement) rentan terhadap pengaruh negatif keterbukaan terhadap idola, pemujaan idola, khayalan romantis terhadap idola, keterasingan, kebanggaan yang berlebihan, dan keanggotaan klub para penggemar (fans club). Remaja memiliki keterbukaan yang besar pada gambar (image) dan suara idola di televisi dan radio akan mengalami perkembangan pencapaian identitas (identity achievement) yang lebih rendah. Penelitian Becker (2004, hlm. 535) juga menunjukan melalui tayangan televisi remaja mengimitasi sikap, nilai dan perilaku yang ditunjukan idolanya, sehingga konsep identitas remaja bukanlah satu perkembangan, melainkan identitas yang mengikuti konsep dan konstruk identitas sosial yaitu “sesuatu yang harus rutin diciptakan dan dipertahankan secara otomatis dalam kegiatan individu”.


(15)

Di Indonesia penelitian Yuniardi (2010, hlm. 115-116) mengenai identitas diri para slanker yang dilakukan terhadap 11 orang Slanker Pusat (Potlot, Jakarta), menunjukan semua subyek mengaku suka dengan Slank karena lirik lagu, cara memainkan musik dan pilihan musik, penampilan, gaya hidup, dan sikap Slank terhadap penggemar. Subyek mengakui sangat ingin menjadi seperti Slank dan menyerap seluruh nilai-nilai yang dianut dan diajarkan oleh Slank. Penampilan yang membawa simbol-simbol Slank sangat penting karena menunjukkan sebagai Slanker sejati.

Keberadaan figur idola yang dilihat remaja dalam televisi dapat memberikan kontribusi signifikan dalam pembentukan identitas diri. Remaja melihat, menilai, dan menemukan nilai-nilai yang menarik dari tokoh idola, selanjutnya diinternalisasi ke dalam diri untuk dijadikan bagian dari pembentuk identitas diri (Purwadi, 2004, hlm. 46). Selebriti televisi diidentifikasi sebagai salah satu model utama yang mewakili banyak remaja dan ditemukan memberikan pengaruh positif maupun negatif terhadap sikap remaja melalui pemodelan tanpa interaksi langsung (Junaedi, 2014, hlm. 2). Remaja mengidolakan dan melakukan modeling terhadap tokoh yang sedang populer, tanpa mempertimbangkan apakah tokoh baik untuk dijadikan figur idola.

Modeling merupakan proses mengamati dan mengimitasi perilaku orang lain. Secara khusus, teori pembelajaran sosial mengungkapkan remaja memperoleh norma, nilai-nilai, sikap, motivasi dan perilaku dari agen sosialisasi melalui interaksi sosial, penguatan dan modeling (Benner dalam Yuniardi, 2010, 28). Remaja melakukan pemodelan atau modeling terhadap tokoh idola dalam empat tahapan yaitu atensi, retensi, produksi dan motivasi (Bandura dalam Boore, 2010, hlm. 241-243). Atensi terjadi saat individu memperhatikan dan memahami fitur yang paling penting dari perilaku orang lain (model), retensi terjadi saat individu mengingat dan menyimpan perilaku yang ditunjukan model, produksi terjadi saat individu mereproduksi tindakan yang ditunjukan model yaitu dengan membayangkan diri sebagai model, dan tahap terkahir dari modeling adalah motivasi yang ditunjukan individu dengan adanya motivasi untuk belajar serta melaksanakan perilaku yang ditunjukan model (Feldman, 1996, hlm. 207).


(16)

Pemodelan terhadap tokoh idola di televisi mempengaruhi pencapaian aspek-aspek identitas diri. Marcia (1993, hlm. 22) mengidentifikasi lima aspek-aspek identitas diri individu yaitu Vocational choice, Religious beliefs, Political ideology,

Gender-role attidtude, dan Beliefs about sexual expresion. Mengacu pada konsep

teori Marcia, Adams (1998, hlm. 10) memfokuskan eksplorasi dan komiten pada berbagai aspek yang terdapat dalam identitas ideologi dan identitas interpersonal. Identitas ideologi dan interpersonal setiap individu berkembang dalam empat status identitas diri yaitu diffusion status, foreclosure status, moratorium status

dan identity achievement.

Pada masa remaja, individu dihadapkan dengan banyak peran baru misalnya menyangkut pekerjaan. Remaja mempelajari peran baru dari lingkungan sosial seperti keluarga, teman, masyarakat, termasuk dari model yang menjadi figur remaja seperti tokoh idola di televisi. Remaja yang mengeksplorasi peran-peran baru dalam cara yang sehat dan mendapatkan jalan yang positif untuk menerapkan peran baru dalam kehidupan, maka identitas positif akan terbentuk. Suatu identitas yang dipaksakan pada remaja, membuat remaja kurang mengeksplorasi peran-peran yang berbeda, sehingga jalan ke masa depan yang positif tidak ditentukan, maka kekacauan identitas terjadi (Santrock, 2003, hlm. 47).

Remaja yang mengalami kekacauan atau krisis identitas yang berkepanjangan, menjadi kehilangan arah dan dampaknya akan mengembangkan perilaku menyimpang (delinquent), melakukan kriminalitas, atau menutup diri (mengisolasi diri) dari masyarakat (Yusuf, 2009, hlm. 28). Remaja yang tidak berhasil menyelesaikan krisis identitas menurut Erikson akan mengalami identity

confusion (kebimbangan akan identitasnya). Kebimbangan identitas dapat

menyebabkan remaja menarik diri, mengisolasi diri dari teman sebaya dan keluarga, atau meleburkan diri dengan dunia teman sebaya dan kehilangan identitas diri (Santrock, 2003, hlm. 341). Apabila krisis identitas gagal diatasi dan diakhiri dengan baik maka pada masa dewasa, remaja akan mengalami kekaburan peranan diri dalam masyarakat. Pada akhirnya remaja tidak mengetahui akan menjadi apa dan siapa dalam pengamatan orang lain.

Pencapaian identitas diri ditampilkan ketika remaja berhasil mengintegrasikan berbagai aspek dari dalam diri tanpa kontradiksi yang berlebihan pada perilaku


(17)

dan emosi (Purdie, 2000, hlm. 2). Menurut Papalia, Old, & Feldman (2008, hlm. 588) pencapaian identitas terbentuk ketika remaja berhasil memecahkan tiga masalah utama yaitu pilihan pekerjaan, adopsi nilai yang diyakini dan dijalani, dan perkembangan identitas seksual yang memuaskan. Remaja yang berhasil mencapai suatu identitas diri yang stabil akan memperoleh pandangan yang jelas tentang diri, memahami perbedaan dan persamaan dengan orang lain, menyadari kelebihan dan kekurangan diri, penuh percaya diri, tanggap terhadap berbagai situasi, mampu mengambil keputusan penting, mampu mengantisipasi tantangan masa depan, serta mengenal peran dalam masyarakat (Papalia, Old, & Feldman, 2008, hlm. 588).

Bimbingan dan konseling merupakan sub sistem dari sistem pendidikan yang berfungsi membantu siswa dalam mencapai perkembangan yang optimal sesuai dengan tugas perkembangan sebagai remaja, salah satunya adalah mencapai identitas diri yang stabil (Ali & Asrori, 2011, hlm. 181). Berbeda dengan guru mata pelajaran yang memfasilitasi siswa dalam memperoleh pengetahuan dan keterampilan dengan menyelenggrakan kegiatan pembelajaran, konselor/guru BK memfasilitasi siswa melalui layanan bantuan kepada seluruh siswa (Yusuf, 2009, hlm. 6).

Konselor sekolah mempunyai peranan yang lebih besar dibandingkan dengan personil sekolah lain untuk membantu siswa dalam menyelesaikan krisis identitas yang dialami, konselor juga berperan memfasilitasi siswa dalam proses pembentukan identitas diri yang stabil. Peran guru BK/konselor dalam pembentukan identitas diri yang stabil adalah dengan mengembangkan independensi sebagai antisipasi mendekati masa dewasa yang matang, dengan membantu remaja (1) berusaha untuk bersikap hati-hati dalam berperilaku, memahami kemampuan dan kelemahan diri; (2) meneliti dan mengkaji makna, tujuan dan keputusan tentang kehidupan seperti yang diinginkan; (3) memperhatikan etika masyarakat, keinginan orang tua dan sikap teman-teman; dan (4) mengembangkan sifat-sifat pribadi yang diinginkan (Yusuf, 2011, hlm. 203).

Konselor/Guru BK dapat mengajak siswa berdiskusi mengenai tokoh idola di televisi serta pengaruhnya pada diri siswa. Siswa diharapkan mampu


(18)

menyesuaikan diri dan berperan di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Selain itu, dalam upaya membantu remaja atau siswa menemukan identitas diri, Woolfolk (dalam Yusuf, 2011, hlm. 203-204) menyarankan hal-hal sebagai berikut: (1) berilah para siswa informasi tentang pilihan-pilihan karier dan peran-peran orang dewasa; (2) membantu siswa untuk menemukan sumber-sumber untuk memecahkan masalah pribadi; (3) bersikap toleran terhadap tingkah laku remaja yang dipandang kurang wajar (aneh), seperti dalam berpakaian; dan (4) memberi umpan balik yang realistik pada siswa tentang diri sendiri.

Penelitian Hadijah (2010, hlm. 124) mengungkap salah satu faktor yang mempengaruhi pembentukan identitas remaja yaitu teman sebaya. Penelitian menunjukan kontribusi konformitas teman sebaya terhadap pencapaian identitas diri remaja sebesar 17,96 % dan sisanya 82,04 % ditentukan oleh faktor lain. Penting dilakukan penelitian yang dapat mengungkap signifikansi faktor lain dalam pencapaian identitas diri yaitu modeling yang dilakukan remaja terhadap tokoh idola di televisi. Marcia menyatakan (dalam Desmita, 2012, hlm. 217) salah satu faktor yang memengaruhi pencapaian identitas diri (aspek identitas diri) adalah adanya figur yang menjadi model. Selebriti televisi diidentifikasi sebagai salah satu model utama yang mewakili banyak remaja (Junaedi, 2014, hlm. 2). Kemampuan televisi untuk membujuk penonton (remaja) mencengangkan. Remaja menghabiskan lebih banyak waktu di depan televisi dibandingkan dengan orang tua atau di dalam kelas. Beberapa laporan tentang media massa menyatakan efek besar dan langsung televisi pada anak-anak dan remaja. Apabila anak dan remaja melihat x jam kekerasan, daya tarik komersial, stereotip peran gender, dan video musik pro-seks di televisi, maka secara otomatis menyebabkan pemirsa terutama remaja, menerima dan mengadopsi sikap dan perilaku yang dilihat dan didengar (Santrock, 1993, hlm. 319).

1.2.Rumusan Masalah Penelitian

Masa remaja adalah tahap dalam rentang hidup yang menurut Erikson (Marcia, 1993, hlm. 177) merupakan masa pertama di mana pembentukan identitas menjadi penting. Pada masa remaja, individu mulai mempertanyakan nilai-nilai, tujuan, dan keyakinan kepada "orang lain yang dianggap signifikan". Remaja memiliki


(19)

pencapaian status identitas yang berbeda sesuai dengan periode masa remaja. Pencapaian status identitas remaja awal berada pada status identitas diffusion

(penyebaran/difusi identitas) dan foreclosure (penyitaan identitas) di setiap aspek identitas (Marcia, 1993, hlm. 177). Remaja awal kadang-kadang ceroboh, sering merasa aneh, serta sibuk dengan apa yang tampak di mata orang lain dibandingkan dengan apa yang dirasakan (Erikson, 1986, hlm. 128).

Banyak faktor yang memengaruhi perkembangan status identitas remaja pada setiap aspek identitas diri, salah satunya adalah adanya figur yang menjadi model. Selebriti televisi diidentifikasi sebagai salah satu model utama yang mewakili remaja dan memberikan pengaruh baik positif maupun negatif dalam sikap remaja melalui pemodelan tanpa interaksi langsung (Chia & Poo, 2009, hlm. 31). Waktu yang digunakan untuk menonton televisi menduduki rangking teratas. Rata-rata individu yang berusia antara dua hingga 18 tahun menonton televisi selama dua jam dan 46 menit perhari. Survey lain menunjukan remaja menonton televisi selama satu setengah jam hingga tiga jam perhari (Santrock, 2003, hlm. 317).

Adanya figur model baru yaitu selebriti televisi, dapat memengaruhi pencapaian identitas diri. Remaja memiliki suatu harapan, apabila menjadi seperti model yang diidentifikasi maka remaja akan meraih sukses yang sama, sehingga memotivasi untuk melakukan hal-hal yang dilakukan oleh model. (Ristianti, 2008, hlm. 10). Berdasarkan paparan identifikasi masalah, dirumuskan pertanyaan penelitian berikut.

1. Bagaimana kontribusi modeling terhadap identitas diri siswa kelas VII di SMP Negeri 9 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015?

1.1.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mendeskripsikan kontribusi modeling terhadap identitas diri siswa kelas VII di SMP Negeri 9 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015.

1.2.Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian bagi guru BK adalah pertimbangan rujukan kondisi siswa sebagai fokus bantuan layanan Bimbingan dan Konseling.


(20)

1.5.Definisi Konseptual

1.5.1. Modeling

Secara khusus, teori pembelajaran sosial berpendapat remaja memperoleh norma, nilai-nilai, sikap, motivasi dan perilaku dari agen sosialisasi melalui interaksi sosial, penguatan dan modeling. Modeling (Benner dalam Yuniardi, 2010, hlm. 115-116) adalah suatu proses mengamati dan mengimitasi perilaku orang lain, dan lebih dikenal dengan istilah sosial modeling. Tahapan terjadinya proses modeling (Boore, 2010, hlm. 241-243):

1) Atensi (perhatian). Apabila individu ingin mempelajari sesuatu, maka harus memperhatikan dengan seksama. Salah satu yang mempengaruhi perhatian adalah karakteristik model.

2) Retensi (ingatan). Individu menyimpan apa saja yang ditampilkan model, dilihat dalam bentuk cintraan-citraan mental (suatu penggambaran pengalaman yang berkaitan dengan tokoh idola) atau deskripsi-deskripsi verbal.

3) Produksi. Di tahap produksi individu hanya perlu duduk dan berkhayal. Individu harus menerjemahkan citraan atau deskripsi ke dalam perilaku aktual diri sendiri.

4) Motivasi. Dorongan-dorongan secara tradisional dianggap sebagai

“penyebab” terjadinya proses belajar. Bandura berpendapat, dorongan-dorongan bukan menyebabkan individu belajar, akan tetapi mendorong membuktikan bahwa individu telah belajar.

Remaja melakukan modeling terhadap tokoh idola dengan menemukan model yang cocok dengan diri. Remaja melihat, menilai, dan menemukan nilai-nilai yang dianggap baik ada pada figur tokoh, selanjutnya diinternalisasi ke dalam dirinya untuk dijadikan bagian dari pembentuk identitas diri. (Purwadi, 2000, hlm. 46).


(21)

Erikson (Goth, dkk, 2012, hlm. 2) menjelaskan identitas sebagai pokok pengaturan fundamental yang berkembang terus-menerus sepanjang hidup dan secara berkelanjutan dalam diri maupun interaksi dengan orang lain, serta bingkai untuk membedakan antara diri dan orang lain (keunikan), yang memungkinkan individu untuk berfungsi secara otonom dengan orang lain. Marcia (Kau, 2008, hlm. 101) mendefinisikan identitas diri sebagai self structure (struktur diri), yaitu organisasi dinamis dari dorongan-dorongan, kemampuan-kemampuan, dan keyakinan-keyakinan yang terstruktur dalam diri individu selama perkembangan individu yang bersangkutan, dengan mengacu pada dua dimensi yaitu eksplorasi dan komitmen. Lima aspek pembentuk identitas dri individu (Marcia, 1993, hlm. 22) yaitu Vocational choice, Religious beliefs, Political ideology, Gender-role

attidtude dan Beliefs about sexual expresion. Menurut Adams (1998, hlm. 10)

dengan mengacu pada konsep teori Marcia, aspek identitas diri terdiri dari: a. Identitas ideologi, terdiri dari empat aspek yaitu:

1) Pekerjaan (occupation) 2) Agama (religion) 3) Politik (politic)

4) Filosofi gaya hidup (philosophical life-style) b. Identitas interpersonal, terdiri dari empat aspek yaitu:

1) Persahabatan (friendship) 2) Kencan (dating)

3) Peran jenis kelamin (sex roles) 4) Rekreasi (recreation)

Proses perkembangan aspek identitas dapat berada dalam status yang berbeda-beda pada setiap indivdiu yaitu (Soetjiningsih, 2010, hlm. 49) Diffusion status,

Foreclosure status, Moratorium status, dan Identity achievement. Pembentukan aspek identitas diri dipengaruhi beberapa faktor salah satunya adalah figur yang menjadi model.

1.6.Struktur Organisasi Skripsi


(22)

Bab I menyajikan pendahuluan, mencakup latar belakang masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konseptual dan struktur organisasi skripsi.

Bab II menyajikan kajian pustaka tentang identitas diri dan moeling, mencakup konsep dasar identitas diri dan konsep dasar modeling yang bersumber dari berbagai teori-teori yang relevan dan penelitian terdahulu.

Bab III menyajikan metode penelitian, mencakup desain penelitian, populasi dan sampel penelitian, instrumen penelitian, prosedur penelitian, dan analisis data. Bab IV menyajikan temuan dan pembahasan, mencakup temuan dan pembahasan kontribusi modeling terhadap identitas diri siswa kelas VII di SMP Negeri 9 Bandung, dan implikasi penelitian bagi bimbingan dan konseling.


(23)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1.Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 9 Bandung yang bertempat di Jalan Semar No. 5 Telepon. (022) 6014886 Bandung 40172. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan atas studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti. Pada studi pendahuluan yang dilakukan tahun 2015 di SMP Negeri 9 Bandung, ditemukan fenomena yang menggelisahkan, yaitu figur yang menjadi model bagi remaja bukan lagi orang tua, tokoh agama atau pahlawan, melainkan penyanyi, bintang film, dan olah ragawan yang tampil dalam media massa yaitu televisi. Kontribusi modeling yang dilakukan remaja terhadap tokoh idola di televisi memengaruhi pembentukan identitas diri (aspek identitas diri) ditunjukan siswa dalam pemilihan karier yang sama dengan tokoh idola, ingin mempunyai pacar seperti tokoh idola, dan melakukan kegiatan yang juga dilakukan tokoh idola. Penelitian dilaksanakan untuk mengetahui kontribusi modeling terhadap identitas diri siswa kelas VII SMP Negeri 9 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015.

3.2.Populasi dan Sampel Penelitian 3.2.1. Populasi Penelitian

Arikunto (2010, hlm. 173) menyatakan populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Sugiyono (2010, hlm. 117) menyatakan Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Populasi yang diteliti adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 9 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015. Pemilihan populasi didasarkan atas pertimbangan berikut.

1) Siswa kelas VII secara umum berada pada rentang usia remaja, di mana masa remaja adalah masa pencarian identitas diri individu. 2) Remaja menghabiskan lebih banyak waktu di depan televisi

dibandingkan dengan orang tua atau di dalam kelas (Santrock, 2003,


(24)

hlm. 316-319), sehingga tokoh idola remaja bukan lagi orang tua melainkan selebriti yang dilihat dari televisi.

3) Belum ada yang melakukan penelitian mengenai kontribusi modeling terhadap identitas diri siswa kelas VII SMP Negeri 9 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015.

Tabel 3.1 berikut menyajikan jumlah anggota populasi penelitian.

Tabel 3.1

Jumlah Anggota Populasi

Siswa Kelas VII SMP Negeri 9 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015

No. Kelas Anggota Populasi

1 VII 1 36 Siswa

2 VII 2 36 Siswa

3 VII 3 37 Siswa

4 VII 4 36 Siswa

5 VII 5 36 Siswa

6 VII 6 36 Siswa

7 VII 7 37 Siswa

8 VII 8 36 Siswa

9 VII 9 37 Siswa

10 VII 10 37 Siswa

11 VII 11 36 Siswa

12 VII 12 36 Siswa

Total 436 Siswa

3.2.2. Sampel Penelitian

Menurut Sugiyono (2010, hlm.118) Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sampel penelitian yang digunakan yaitu teknik noprobability sampling. Sugiyono (2010, hlm. 122) menyatakan

noprobability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik noprobability sampling yang digunakan dalam penelitian adalah sampling purposive, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2010, hlm. 124). Pertimbangan penelitian dalam pemilihan sampel dari populasi adalah siswa yang memiliki tokoh idola di televisi, sehingga memungkinkan untuk terjadinya modeling terhadap tokoh idola di televisi.


(25)

Pengambilan jumlah sampel dalam penelitian didasarkan pada kriteria yang memungkinkan terjadinya modeling tokoh idola berikut.

a. Siswa memiliki tokoh idola

b. Siswa melihat dan memperhatikan tokoh idola di televisi

Berdasarkan kriteria, sampel penelitian ditetapkan sebanyak 282 siswa dari populasi.

3.3.Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang dipilih dalam penelitian adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif merupakan metode-metode untuk menguji teori-teori tertentu dengan cara meneliti hubungan antar variabel (Creswell, 2010, hlm. 5). Pendekatan kuantitatif sebagai suatu pendekatan, memungkinkan dilakukannya pencatatan dan penganalisisan data hasil penelitian dengan menggunakan perhitungan-perhitungan statistik, mulai dari pengumpulan data, penafsiran sampai penyajian hasilnya (Arikunto, 2006, hlm. 12). Pada penelitian, pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengukur modeling dan identitas diri siswa kelas VII SMP Negeri 9 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015. Selanjutnya, data yang didapatkan diolah secara statistik dan dideskripsikan untuk mengetahui besarnya kontribusi modeling terhadap identitas siswa kelas VII SMP Negeri 9 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015.

3.4.Desain Penelitian

Desain statistik penelitian yang digunakan adalah korelasional. Teknik statistik korelasi digunakan untuk mengetahui kontribusi modeling terhadap identitas diri siswa kelas VII SMPN 9 Bandung, serta menemukan ada tidaknya hubungan antara variabel, apabila terdapat hubungan maka berapa erat hubungan serta berarti atau tidak hubungan yang muncul. Pada desain penelitian dengan statistik korelasi, peneliti terlebih dahulu melakukan penyebaran angket (kuesioner) modeling dan identitas diri pada sampel penelitian. Sampel yang diteliti adalah siswa kelas VII SMPN 9 Bandung yang memiliki tokoh idola di televisi, untuk mengukur kontribusi modeling terhadap identitas diri yaitu pada aspek pembentukan identitas diri siswa yang memiliki tokoh idola di televisi.


(26)

3.5.Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian yaitu metode deskriptif. Metode deskriptif digunakan dengan cara menganalisa peristiwa-peristiwa atau masalah-masalah yang terjadi pada saat penelitian berlangsung, dengan menggunakan penelitian deskriptif, peneliti menghasilkan dan memperoleh informasi yang tepat dan gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat. (Sukmadinata, 2013, hlm. 54). Metode deskriptif tidak mengadakan manipulasi atau pengubahan pada variabel-variabel bebas, tetapi menggambarkan suatu kondisi apa adanya (Sukmadinata, 2013, hlm. 54). Penggunaan metode deskriptif dalam penelitian, diharapkan agar peneliti mendapatkan deskripsi tentang kontribusi modeling terhadap identitas diri siswa kelas VII SMPN 9 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015.

3.6.Definisi Operasional Variabel 3.6.1. Modeling

Teori pembelajaran sosial berpendapat remaja memperoleh norma, nilai-nilai, sikap, motivasi dan perilaku dari agen sosialisasi melalui interaksi sosial, penguatan dan modeling. Modeling (Benner dalam Yuniardi, 2010, hlm. 115-116) adalah suatu proses mengamati dan mengimitasi perilaku orang lain, dan lebih dikenal dengan istilah sosial modeling. Selebriti televisi diidentifikasi sebagai salah satu model utama yang mewakili banyak remaja dan ditemukan memberikan pengaruh positif maupun negatif terhadap sikap remaja melalui pemodelan tanpa interaksi langsung (Junaedi, 2014, hlm. 2). Seorang selebriti dapat didefinisikan sebagai orang terkenal di salah satu dari berbagai bidang seperti ilmu pengetahuan, politik, atau hiburan. (Cia & Poo, 2009, hlm. 31). Remaja melakukan modeling terhadap tokoh idola dengan menemukan model yang cocok dengan diri. Remaja melihat, menilai, dan menemukan nilai-nilai yang dianggap baik ada pada figur tokoh, selanjutnya diinternalisasi ke dalam

diri untuk dijadikan bagian dari pembentuk identitas diri (Purwadi, 2000, hlm. 46).


(27)

Secara operasional modeling yang dimaksud dalam penelitian adalah suatu proses mengamati (atensi), menyimpan informasi (retensi), meniru perilaku (produksi), dan mencocokan perilaku (motivasi) tokoh idola di televisi yang dilakukan siswa kelas VII SMP Negeri 9 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015 terhadap tokoh idola yang ada di televisi. Modeling dalam penelitian terjadi dalam empat tahapan, yaitu atensi, retensi, produksi dan motivasi, dengan aspek berikut.

a. Atensi, dengan aspek berikut. 1) Kemampuan Persepsi 2) Kumpulan Persepsi 3) Kemampuan kognisi 4) Derajat Penimbulan 5) Pertimbangan pilihan b. Retensi, dengan aspek berikut.

1) Kemampuan Kognisi 2) Struktur Kognisi

c. Produksi, dengan aspek berikut. 1) Kemampuan Fisik

2) Bagian kecakapan cadangan d. Motivasi, dengan aspek berikut.

1) Dorongan untuk memilih 2) Komparasi prasangka sosial 3) Standar Internal

3.6.2. Identitas Diri

Pada sudut pandang psikologi, konsep identitas pada umumnya merujuk kepada suatu kesadaran akan kesatuan dan kesinambungan pribadi, serta keyakinan yang relatif stabil sepanjang rentang kehidupan, sekalipun terjadi berbagai perubahan. Menurut Erikson (Papalia, Old, & Feldman, 2008, hlm. 587) Identitas diartikan sebagai konsepsi tentang diri, penentuan tujuan, nilai, dan keyakinan yang dipegang teguh oleh seseorang. Marcia (Marcia, 1993, hlm. 109) mendefinisikan identitas sebagai self-structure (struktur diri), yaitu


(28)

bagian dalam yang membangun diri berupa organisasi dinamis dari dorongan-dorongan, kemampuan-kemampuan, keyakinan-keyakinan dan riwayat individu.

Secara operasional, identitas diri yang dimaksud dalam penelitian adalah sudut pandang siswa kelas VII SMP Negeri 9 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015 dalam mengenali diri sendiri serta bagaimana berhubungan dengan orang lain. Identitas diri dalam penelitian dibagi ke dalam dua aspek utama yaitu identitas ideologi dengan subaspek pekerjaan/karier, agama, politik, dan filosofi gaya hidup, serta identitas interpersonal dengan subaspek persahabatan, kencan, peran jenis kelamin, dan rekreasi. Aspek-aspek identitas dapat berada dalam empat dimensi identitas yaitu diffusion status, foreclosure status, moratorium status, dan identity achievement, penjelasan lebih rinci sebagai berikut.

a. Identitas ideologi terdiri dari empat aspek berikut.

1) Pekerjaan/Karier (occupation) yang dapat berada dalam empat dimensi identitas berikut.

a) Difusi status (Diffusion status)

b) Membuka/Menyita status (Foreclosure status) c) Moratorium status (Moratorium status)

d) Pencapaian identitas (Identity achievement)

2) Agama (religion) yang dapat berada dalam empat dimensi identitas berikut.

a) Difusi status (Diffusion status)

b) Membuka/Menyita status (Foreclosure status) c) Moratorium status (Moratorium status)

d) Pencapaian identitas (Identity achievement)

3) Politik (politic) yang dapat berada dalam empat dimensi identitas berikut.

a) Difusi status (Diffusion status)

b) Membuka/Menyita status (Foreclosure status) c) Moratorium status (Moratorium status)


(29)

4) Filosofi gaya hidup (philosophical life-style) yang dapat berada dalam empat dimensi identitas berikut.

a) Difusi status (Diffusion status)

b) Membuka/Menyita status (Foreclosure status) c) Moratorium status (Moratorium status)

d) Pencapaian identitas (Identity achievement)

b. Identitas interpersonal terdiri dari empat aspek identotas berikut.

1) Persahabatan (friendship) yang dapat berada dalam empat dimensi identitas berikut.

a) Difusi status (Diffusion status)

b) Membuka/Menyita status (Foreclosure status) c) Moratorium status (Moratorium status)

d) Pencapaian identitas (Identity achievement)

2) Kencan (dating) yang dapat berada dalam empat dimensi identitas berikut.

a) Difusi status (Diffusion status)

b) Membuka/Menyita status (Foreclosure status) c) Moratorium status (Moratorium status)

d) Pencapaian identitas (Identity achievement)

3) Peran jenis kelamin (sex roles) yang dapat berada dalam empat dimensi identitas berikut.

a) Difusi status (Diffusion status)

b) Membuka/Menyita status (Foreclosure status) c) Moratorium status (Moratorium status)

d) Pencapaian identitas (Identity achievement)

4) Rekreasi (recreation) yang dapat berada dalam empat dimensi identitas berikut.

a) Difusi status (Diffusion status)

b) Membuka/Menyita status (Foreclosure status) c) Moratorium status (Moratorium status)


(30)

3.7.Instrumen Penelitian

Metode pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian adalah teknik non-tes dengan menggunakan instrumen berupa kuisioner (angket). Kuesioner adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur (responden). Kuesioner membuat dapat diketahui tentang keadaan/data diri, pengalaman, pengetahuan sikap atau pendapat, dari seseorang (Arikunto, 2012, hlm. 27-28). Instrumen yang digunakan dalam penelitian terdiri dari kuesioner modeling untuk mengungkap modeling terhadap tokoh idola di televisi pada siswa dan kuesioner identitas diri untuk mengungkap pembentukan aspek identitas diri siswa kelas VII di SMP Negeri 9 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015.

Jenis kuesioner dalam penelitian adalah kuesioner tertutup. Menurut Sukmadinata (2013, hlm. 219) kuesioner tertutup adalah suatu alat ukur yang di dalamnya terdapat pernyataan dan pernyataan-pernyataan telah memiliki alternatif jawaban (option) yang tinggal dipilih oleh responden. Penelitian meminta siswa untuk memilih jawaban yang sesuai dengan karakteristik diri dengan cara memberikan tanda checklist () pada setiap jawaban.

Kuesioner modeling, disusun berdasarkan tahapan modeling yang diungkapkan Bandura yaitu atensi, retensi, produksi dan motivasi, dengan sebelumnya memberikan pertanyaan pendahuluan mengenai tokoh idola yang dimiliki siswa. Kuesioner identitas diri yang peneliti gunakan adalah instrumen

The Objective Measure of Ego Identity Status II (EOMEIS II) yang mengacu pada

konsep Adams (1998, hlm. 80), kemudian diadopsi ke dalam bahasa Indonesia guna menentukan status identitas siswa. EOMEIS II berupa skala yang berisi pernyataan-pernyataan yang meliputi identitas ideologi dan identitas interpersonal. Identitas ideologi terdiri dari aspek karier/pekerjaan, agama, politik, dan filosofi gaya hidup. Idetitas interpersonal terdiri dari aspek persahabatan, kencan, peran jenis kelamin, dan rekreasi. Konsep Adams didasarkan pada teori Marcia yang menggolongkan status identitas diri remaja menjadi empat dimensi status identitas yaitu diffusion, foreclosure, moratorium, dan achievement.

3.8.Proses Pengembangan Instrumen 3.8.1. Kisi-kisi Instrumen


(31)

kisi dikembangkan berdasarkan definisi operasional penelitian. Kisi-kisi dibuat dimaksudkan sebagai acuan dalam penyusunan instrumen agar tetap sesuai dengan tujuan dari penelitian. Konstruk kisi-kisi serta aspek-aspek dalam instrumen modeling tokoh idola dan identitas diri tersaji pada tabel 3.2. dan 3.3.

Tabel 3.2

Kisi-Kisi Instrumen Modeling (Sebelum Uji Kelayakan Instrumen)

Tahapan Aspek Indikator Item

Atensi A. Kemampuan

persepsi

(perceptual

capabilities)

Memberi perhatian terhadap perilaku yang ditunjukan oleh

tokoh idola 1, 2, 3, 4

17

B. Kumpulan Persepsi

(perceptual set)

Memberikan penafsiran dan pemaknaan terhadap perilaku idola

5, 6, 7

C. Kemampuan

kognisi

(cognitive

capabilities)

Memiliki pengetahuan tentang tokoh idola sebelumnya

8, 9, 10, 11, 12

D. Derajat penimbulan

(arousal level)

Mengamati berulang kali informasi atau perilaku dari tokoh idola 13, 14 E. Pertimbangan pilihan (acquired preferences)

Membatasi informasi dan perilaku dari tokoh idola yang akan berulang kali diamati

15, 16, 17

Retensi A. Keterampilan kognisi

(cognitive

skills)

a. Menyimpan informasi penting dari hasil observasi ke dalam simbol, imajinal

(bayangan atau gambaran) maupun verbal (kata-kata)

18, 19, 20, 21, 22, 23

17

b. Menyimpan simbol hasil pemodelan sementara di dalam memori jangka panjang

24, 25, 26, 27

B. Struktur kognisi

(cognitive

structures)

a. Memunculkan kembali

informasi yang sudah tersimpan dalam memori jangka panjang saat idola tidak lagi hadir

28, 29, 30, 31


(32)

b. Mengulangi dan

memperkuat informasi

yang sudah tersimpan dalam memori

32, 33, 34

Produksi A. Kemampuan fisik (physical

capabilities)

a. Mengubah representasi

simbolik ke dalam

tindakan actual 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41 17

b. Melakukan latihan agar perilaku yang ditampilkan sama dengan idola

42, 43, 44, 45 B. Bagian kecakapan cadangan (component subskills)

a. Berimprovisasi ketika mempraktekan menjadi tokoh idola

46, 47, 48 b. Mengoreksi tindakan yang

kurang cocok

49, 50, 51 Motivasi A. Dorongan untuk

memilih

(incentive

preferences)

a. Menyimpan informasi dari model yang dipelajari melalui observasi untuk digunakan di waktu yang tepat

52, 53, 54, 55,

56

17

b. Melakukan pemodelan

tingkah laku yang

diperkirakan akan

memperkuat dan

menguntungkan diri

57, 58, 59, 60

c. Mempertimbangkan

informasi yang akan

diubah ke dalam tindakan

61, 62, 63 B. Komparasi prasangka sosial (social comparative biases)

Memperkirakan reaksi diri terhadap tingkah laku yang

dimodelkan tidak

memberikan efek negative

64, 65, 66

C. Standar internal

(internal

standards)

Mengintrospeksi dan

mengevaluasi kemampuan

dan kecakapan diri saat mengubah informasi menjadi tindakan

67, 68

Jumlah 68

Tabel 3.3

Kisi-Kisi Instrumen Identitas Diri (Sebelum Uji Kelayakan Instrumen)

Aspek Subaspek Dimensi Item


(33)

pekerjaan Foreclosure (Membuka/ Penyitaan) 3, 4

Moratorium (Penundaan) 5 , 6

Achievement (Pencapaian) 7, 8

b) Agama Diffusion (Difusi) 9, 10

8 Foreclosure (Membuka/ Penyitaan) 11, 12

Moratorium (Penundaan) 13, 14

Achievement (Pencapaian) 15, 16

c) Politik Diffusion (Difusi) 17, 18

8 Foreclosure (Membuka/ Penyitaan) 19, 20

Moratorium (Penundaan) 21, 22

Achievement (Pencapaian) 23, 24 d) Filosofi

Gaya Hidup

Diffusion (Difusi) 25, 26

8 Foreclosure (Membuka/ Penyitaan) 27, 28

Moratorium (Penundaan) 29, 30

Achievement (Pencapaian) 31, 32

Interpersonal

a) Persahaba tan

Diffusion (Difusi) 33, 34

8 Foreclosure (Membuka/ Penyitaan) 35, 36

Moratorium (Penundaan) 37, 38

Achievement (Pencapaian) 39, 40

b) Kencan Diffusion (Difusi) 41, 42

8 Foreclosure (Membuka/ Penyitaan) 43, 44

Moratorium (Penundaan) 45, 46

Achievement (Pencapaian) 47, 48 c) Peran

jenis kelamin

Diffusion (Difusi) 49, 50

8 Foreclosure (Membuka/ Penyitaan) 51, 52

Moratorium (Penundaan) 53, 54

Achievement (Pencapaian) 55, 56

d) Rekreasi Diffusion (Difusi) 57, 58

8 Foreclosure (Membuka/ Penyitaan) 59, 60

Moratorium (Penundaan) 61, 62

Achievement (Pencapaian) 63, 64

Jumlah 64

3.8.2. Menyusun item/Butir Pernyataan

Berdasarkan kisi-kisi yang telah disusun, langkah berikutnya adalah menjabarkan kisi-kisi ke dalam butir-butir pernyataan. Penyusunan pernyataan-pernyataan instrumen modeling dan identitas diri, dibuat berdasarkan aspek dan indikator yang telah dirumuskan dalam kisi-kisi.

3.8.3. Melakukan Uji Kelayakan Instrumen

Uji kelayakan instrumen bertujuan mengetahui tingkat kelayakan instrumen dari segi bahasa, konstruk dan isi. Instrumen modeling dan identitas


(34)

diri yang telah disusun terlebih dahulu dilakukan uji kelayakan instrumen. Uji kelayakan instrumen dilakukan dengan cara menimbang setiap item pernyataan. Penimbangan dilakukan oleh dosen ahli/dosen dari jurusan psikologi pendidikan dan bimbingan serta dosen ahli bahasa.

Tabel 3.4

Hasil Judgement Instrumen Modeling

Keterangan No. Pernyataan Jumlah

Memadai 3, 5, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 15, 17, 18, 20, 23, 24, 26, 28, 29, 33, 34, 35, 37, 39, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 51, 52, 53, 56, 57, 58, 64

36

Revisi 1, 2, 4, 6, 14, 16, 19, 21, 22, 25, 27, 30, 31, 32, 36, 38, 40, 47, 48, 49, 50, 54, 55, 59, 60, 61, 62, 63, 65, 66, 67, 68

32

Buang - -

Tabel 3.5

Kisi-Kisi Instrumen Modeling (Setelah Uji Kelayakan Instrumen)

Tahapan Aspek Indikator Item

Atensi A. Kemampuan

persepsi

(perceptual

capabilities)

Memberi perhatian terhadap perilaku yang ditunjukan oleh

tokoh idola 1, 2, 3, 4

17

B. Kumpulan Persepsi

(perceptual set)

Memberikan penafsiran dan pemaknaan terhadap perilaku idola

5, 6, 7

C. Kemampuan

kognisi

(cognitive

capabilities)

Memiliki pengetahuan tentang tokoh idola sebelumnya

8, 9, 10, 11, 12

D. Derajat penimbulan

(arousal level)

Mengamati berulang kali informasi atau perilaku dari tokoh idola 13, 14 E. Pertimbangan pilihan (acquired preferences)

Membatasi informasi dan perilaku dari tokoh idola yang akan berulang kali diamati

15, 16, 17

Retensi A. Keterampilan kognisi

(cognitive skills)

a. Menyimpan informasi penting dari hasil observasi ke dalam simbol, imajinal

(bayangan atau gambaran) maupun verbal (kata-kata)

18, 19, 20, 21, 22, 23


(35)

b. Menyimpan simbol hasil pemodelan sementara di dalam memori jangka panjang

24, 25, 26, 27 17

B. Struktur kognisi

(cognitive

structures)

a. Memunculkan kembali

informasi yang sudah tersimpan dalam memori jangka panjang saat idola tidak lagi hadir

28, 29, 30, 31

b. Mengulangi dan

memperkuat informasi yang sudah tersimpan dalam memori

32, 33, 34

Produksi A. Kemampuan fisik (physical

capabilities)

a. Mengubah representasi

simbolik ke dalam

tindakan actual 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41 17

b. Melakukan latihan agar perilaku yang ditampilkan sama dengan idola

42, 43, 44, 45 B. Bagian kecakapan cadangan (component subskills)

a. Berimprovisasi ketika mempraktekan menjadi tokoh idola

46, 47, 48 b. Mengoreksi tindakan yang

kurang cocok

49, 50, 51 Motivasi A. Dorongan untuk

memilih

(incentive

preferences)

a. Menyimpan informasi dari model yang dipelajari melalui observasi untuk digunakan di waktu yang tepat

52, 53, 54, 55,

56

17

b. Melakukan pemodelan

tingkah laku yang

diperkirakan akan

memperkuat dan

menguntungkan diri

57, 58, 59, 60

c. Mempertimbangkan

informasi yang akan

diubah ke dalam tindakan

61, 62, 63 B. Komparasi prasangka sosial (social comparative biases)

Memperkirakan reaksi diri terhadap tingkah laku yang

dimodelkan tidak

memberikan efek negatif

64, 65, 66


(36)

C. Standar internal

(internal

standards)

Mengintrospeksi dan

mengevaluasi kemampuan

dan kecakapan diri saat mengubah informasi menjadi tindakan

67, 68

Jumlah 68

Tabel 3.6

Hasil Judgement Instrumen Identitas Diri

Keterangan No. Pernyataan Jumlah

Memadai 1, 2, 6, 7, 8, 9, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 21, 22, 24, 25, 26, 29, 31, 33, 34, 38, 45, 46, 48, 49, 55, 56, 58, 63

30

Revisi 3, 4, 5, 10, 11, 12, 19, 20, 23, 27, 28, 30, 32, 35, 36, 37, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 47, 50, 51, 52, 53, 54, 57, 59, 60, 61, 62, 64

34

Buang - -

Tabel 3.7

Kisi-Kisi Instrumen Identitas Diri (Setelah Uji Kelayakan Instrumen)

Aspek Subaspek Dimensi Item

Ideologi

a) Karier/ pekerjaan

Diffusion (Difusi) 1, 2

8 Foreclosure (Membuka/ Penyitaan) 3, 4

Moratorium (Penundaan) 5 , 6

Achievement (Pencapaian) 7, 8

b) Agama Diffusion (Difusi) 9, 10

8 Foreclosure (Membuka/ Penyitaan) 11, 12

Moratorium (Penundaan) 13, 14

Achievement (Pencapaian) 15, 16

c) Politik Diffusion (Difusi) 17, 18

8 Foreclosure (Membuka/ Penyitaan) 19, 20

Moratorium (Penundaan) 21, 22

Achievement (Pencapaian) 23, 24 d) Filosofi

Gaya Hidup

Diffusion (Difusi) 25, 26

8 Foreclosure (Membuka/ Penyitaan) 27, 28

Moratorium (Penundaan) 29, 30

Achievement (Pencapaian) 31, 32

Interpersonal

a) Persahaba tan

Diffusion (Difusi) 33, 34

8 Foreclosure (Membuka/ Penyitaan) 35, 36

Moratorium (Penundaan) 37, 38

Achievement (Pencapaian) 39, 40

b) Kencan Diffusion (Difusi) 41, 42

8 Foreclosure (Membuka/ Penyitaan) 43, 44

Moratorium (Penundaan) 45, 46

Achievement (Pencapaian) 47, 48


(37)

jenis kelamin

Foreclosure (Membuka/ Penyitaan) 51, 52

Moratorium (Penundaan) 53, 54

Achievement (Pencapaian) 55, 56

d) Rekreasi Diffusion (Difusi) 57, 58

8 Foreclosure (Membuka/ Penyitaan) 59, 60

Moratorium (Penundaan) 61, 62

Achievement (Pencapaian) 63, 64

Jumlah 64

3.8.4. Uji Keterbacaan Item

Sebelum instrumen modeling dan identitas diri di uji validitas, instrumen terlebih dahulu diuji keterbacaan kepada sampel yang setara yaitu lima orang siswa kelas VII SMP Negeri 9 Bandung, uji keterbacaan dilakukan untuk mengukur sejauh mana pernyataan-pernyataan dapat dipahami oleh subjek penelitian. Setelah uji keterbacaan, apabila ada pernyataan-pernyataan yang tidak dipahami, maka pernyataan tersebut akan direvisi sehingga dapat dipahami oleh siswa kelas VII SMP Negeri 9 Bandung.

Berdasarkan hasil uji keterbacaan, responden dapat memahami dengan baik seluruh item pernyataan. Disimpulkan seluruh item pernyataan yang ada baik dari segi bahasa maupun makna yang terkandung dalam instrumen dapat digunakan dan dimengerti oleh siswa kelas VII SMP Negeri 9 Bandung tahun ajaran 2014/2015.

3.8.5. Uji Coba Alat Ukur

a. Uji Validitas Butir Item

Pengujian validitas yang dilakukan dalam penelitian melibatkan seluruh pernyataan yang terdapat dalam angket pengungkap dan identitas diri. Sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur (Arikunto, 2008, hlm. 65), jadi semakin tinggi nilai validasi maka menunjukan semakin valid suatu instrumen.

Pengolahan data dalam penelitian dilakukan dengan bantuan layanan SPSS 20.0 for windows dan pengujian validitas item dianalisis menggunakan prosedur pengujian Spearman Brown dengan menggunakan rumus berikut (Arikunto, 2002, hlm. 245).


(38)

Keterangan

= koefisien korelasi antara variable x dan variable y

n = Jumlah responden

∑xy = Jumlah hasil skor x dan y setiap responden

∑x = Jumlah skor x

∑y = Jumlah skor y

= Kuadrat jumlah skor x

= Kuadrat jumlah skor y

Instrumen modeling, perhitungan validitas dilakukan pada setiap item pernyataan dengan membagi ke dalam empat tahapan modeling yang telah dirumuskan dalam kisi-kisi instrumen. Hasil penghitungan validitas dari empat tahapan dalam instrumen modeling tokoh di televisi tersaji pada tabel berikut.

Tabel 3.8

Hasil Uji Validitas Instrumen Modeling Tahapan Atensi Nomor Item Korelasi Sig. (1-tailed) Keterangan

item1 ,511** ,000 VALID

item2 ,526** ,000 VALID

item3 ,497** ,000 VALID

item4 ,542** ,000 VALID

item5 ,508** ,000 VALID

item6 ,503** ,000 VALID

item7 ,460** ,000 VALID

item8 ,563** ,000 VALID

item9 ,533** ,000 VALID

item10 ,596** ,000 VALID

item11 ,531** ,000 VALID

item12 ,539** ,000 VALID

item13 ,534** ,000 VALID

item14 ,416** ,000 VALID

item15 ,436** ,000 VALID

item16 ,542** ,000 VALID

item17 ,542** ,000 VALID

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

Tabel 3.9

Hasil Uji Validitas Instrumen Tahapan Retensi

Nomor Item Korelasi Sig. (1-tailed) Keterangan

item18 ,602** ,000 VALID


(39)

item20 ,706** ,000 VALID

item21 ,667** ,000 VALID

item22 ,693** ,000 VALID

item23 ,530** ,000 VALID

item24 ,585** ,000 VALID

item25 ,720** ,000 VALID

item26 ,612** ,000 VALID

item27 ,624** ,000 VALID

item28 ,675** ,000 VALID

item29 ,658** ,000 VALID

item30 ,629** ,000 VALID

item31 ,694** ,000 VALID

item32 ,698** ,000 VALID

item33 ,797** ,000 VALID

item34 ,745** ,000 VALID

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

Tabel 3.10

Hasil Uji Validitas Instrumen Tahapan Produksi

Nomor Item Korelasi Sig. (1-tailed) Keterangan

item35 ,432** ,000 VALID

item36 ,576** ,000 VALID

item37 ,636** ,000 VALID

item38 ,702** ,000 VALID

item39 ,697** ,000 VALID

item40 ,625** ,000 VALID

item41 ,723** ,000 VALID

item42 ,710** ,000 VALID

item43 ,660** ,000 VALID

item44 ,666** ,000 VALID

item45 ,660** ,000 VALID

item46 ,696** ,000 VALID

item47 ,736** ,000 VALID

item48 ,597** ,000 VALID

item49 ,218** ,000 VALID

item50 ,334** ,000 VALID

item51 ,142** ,008 VALID

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

Tabel 3.11

Hasil Uji Validitas Instrumen Modeling Tahapan Motivasi Nomor Item Korelasi Sig. (1-tailed) Keterangan

item52 ,621** ,000 VALID

item53 ,403** ,000 VALID

item54 ,638** ,000 VALID

item55 ,531** ,000 VALID

item56 ,606** ,000 VALID


(40)

item58 ,447** ,000 VALID

item59 ,472** ,000 VALID

item60 ,661** ,000 VALID

item61 ,692** ,000 VALID

item62 ,650** ,000 VALID

item63 ,696** ,000 VALID

item64 ,690** ,000 VALID

Item65 ,654** ,000 VALID

Item66 ,621** ,000 VALID

Item67 ,591** ,000 VALID

Item68 ,512** ,000 VALID

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

Hasil perhitungan validitas yang dilakukan pada setiap item pernyataan instrumen modeling, dengan membagi ke dalam empat tahapan modeling, semua item pernyataan dinyatakan “Valid”, sehingga item pernyataan tidak ada yang diperbaiki ataupun dihilangkan.

Instrumen identitas diri, perhitungan validitas dilakukan pada setiap item pernyataan dengan membagi ke dalam empat dimensi yang telah dirumuskan dalam kisi-kisi instrumen. Hasil penghitungan validitas dari empat dimensi dalam instrumen identitas diri tersaji pada tabel berikut.

Tabel 3.12

Hasil Uji Validitas Instrumen Identitas Diri Dimensi Diffusion Nomor Item Korelasi Sig. (1-tailed) Keterangan

item1 ,415** ,000 VALID

item2 ,384** ,000 VALID

Item9 ,453** ,000 VALID

Item10 ,401** ,000 VALID

Item17 ,290** ,000 VALID

Item18 ,314** ,000 VALID

Item25 ,044 ,233 TIDAK VALID

Item26 ,392** ,000 VALID

Item33 ,467** ,000 VALID

Item34 ,490** ,000 VALID

Item41 ,315** ,000 VALID

Item42 ,266** ,000 VALID

Item49 ,395** ,000 VALID

Item50 ,447** ,000 VALID

Item57 ,420** ,000 VALID

Item58 ,386** ,000 VALID

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).


(41)

Hasil Uji Validitas Instrumen Identitas Diri Dimensi Foreclosure Nomor Item Korelasi Sig. (1-tailed) Keterangan

Item3 ,488** ,000 VALID

Item4 ,428** ,000 VALID

Item11 ,255** ,000 VALID

Item12 ,355** ,000 VALID

Item19 ,275** ,000 VALID

Item20 ,388** ,000 VALID

Item27 ,497** ,000 VALID

Item28 ,327** ,000 VALID

Item35 ,670** ,000 VALID

Item36 ,668** ,000 VALID

Item43 ,488** ,000 VALID

Item44 ,540** ,000 VALID

Item51 ,444** ,000 VALID

Item52 ,393** ,000 VALID

Item59 ,405** ,000 VALID

Item60 ,402** ,000 VALID

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

Tabel 3.14

Hasil Uji Validitas Instrumen Identitas Diri Dimensi Moratorium Nomor Item Korelasi Sig. (1-tailed) Keterangan

Item5 ,388** ,000 VALID

Item6 ,325** ,000 VALID

Item13 ,287** ,000 VALID

Item14 ,336** ,000 VALID

Item21 ,512** ,000 VALID

Item22 ,542** ,000 VALID

Item29 ,470** ,000 VALID

Item30 ,477** ,000 VALID

Item37 ,466** ,000 VALID

Item38 ,492** ,000 VALID

Item45 ,185** ,001 VALID

Item46 ,426** ,000 VALID

Item53 ,469** ,000 VALID

Item54 ,444** ,000 VALID

Item61 ,462** ,000 VALID

Item62 ,453** ,000 VALID

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

Tabel 3.15

Hasil Uji Validitas Instrumen Identitas Diri Dimensi Achievement Nomor Item Korelasi Sig. (1-tailed) Keterangan

Item7 ,554** ,000 VALID

Item8 ,570** ,000 VALID

Item15 ,192** ,001 VALID


(42)

Item23 ,442** ,000 VALID

Item24 ,522** ,000 VALID

Item31 ,512** ,000 VALID

Item32 ,505** ,000 VALID

Item39 ,348** ,000 VALID

Item40 ,478** ,000 VALID

Item47 ,475** ,000 VALID

Item48 ,439** ,000 VALID

Item55 ,492** ,000 VALID

Item56 ,433** ,000 VALID

Item63 ,433** ,000 VALID

Item64 ,441** ,000 VALID

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

Hasil perhitungan validitas yang dilakukan pada setiap item pernyataan instrumen identitas diri, dengan membagi ke dalam empat dimensi status identittas, terdapat satu item pernyataan dalam dimensi diffusion yaitu item

nomor 25 yang dinyatakan “Tidak Valid”, sehingga satu item pernyataan dihilangkan.

3.8.6. Uji Reliabilitas

Reliabilitas instrumen menunjukan sejauh mana instrumen yang digunakan dapat dipercaya. Reliabilitas instrumen ditunjukan sebagai derajat konsistensi skor yang diperoleh dari subjek penelitian dengan instrumen yang sama dalam kondisi yang berbeda. Pengujian reliabilitas dalam penelitian

dilakukan dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach dengan

memanfaatkan layanan program SPSS for windows 21.0.

Tabel 3.16

Kriteria Keterandalan (Reliabilitas) Instrumen

0,800 ≤ r ≤ 1,00 Derajat keterandalan sangat tinggi

0,600 ≤r ≤ 0,800 Derajat keterandalan tinggi

0,400 ≤ r ≤ 0,600 Derajat keterandalan cukup

0,200 ≤ r ≤ 0,400 Derajat keterandalan rendah

0,000 ≤ r ≤ 0,200 Derajat keterandalan sangat rendah


(43)

Uji reliabilitas dilakukan pada instrumen modeling maupun instrumen identitas diri. Berikut pemaparan hasil uji reliabilitas dari instrumen modeling.

Tabel 3.17

Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Modeling Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

,962 68

Hasil uji reliabilitas instrumen modeling menunjukkan bahwa nilai reliabilitas instrumen adalah sebesar 0,962, artinya instrumen modeling tokoh dinyatakan memiliki tingkat konsistensi yang sangat tinggi. Instrumen mampu menghasilkan skor-skor konsisten pada setiap item serta layak digunakan untuk penelitian.

Tabel 3.18

Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Identitas Diri Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

,871 64

Hasil uji reliabilitas instrumen identitas diri menunjukkan bahwa nilai reliabilitas instrumen adalah sebesar 0,871, artinya instrumen identitas diri dinyatakan memiliki tingkat konsistensi yang sangat tinggi. Instrumen mampu menghasilkan skor-skor konsisten pada setiap item serta layak digunakan untuk penelitian.

Kisi-kisi instrumen modeling tokoh idola di televisi dan instrumen identitas diri setelah uji validitas tersaji dalam tabel 3.19 dan 3.20.

Tabel 3.19

Kisi-Kisi Instrumen Modeling (Setelah Uji Validitas Instrumen)

Tahapan Aspek Indikator No Item

Atensi A. Kemampuan

persepsi

(perceptual

capabilities)

Memberi perhatian terhadap perilaku yang ditunjukan oleh

tokoh idola 1, 2, 3, 4

17

B. Kumpulan Persepsi

(perceptual set)

Memberikan penafsiran dan pemaknaan terhadap perilaku idola


(44)

C. Kemampuan kognisi

(cognitive

capabilities)

Memiliki pengetahuan tentang tokoh idola sebelumnya

8, 9, 10, 11, 12

D. Derajat penimbulan

(arousal level)

Mengamati berulang kali informasi atau perilaku dari tokoh idola 13, 14 E. Pertimbangan pilihan (acquired preferences)

Membatasi informasi dan perilaku dari tokoh idola yang akan berulang kali diamati

15, 16, 17

Retensi A. Keterampilan kognisi

(cognitive skills)

a. Menyimpan informasi penting dari hasil observasi ke dalam simbol, imajinal

(bayangan atau gambaran) maupun verbal (kata-kata)

18, 19, 20, 21, 22, 23

17

b. Menyimpan simbol hasil pemodelan sementara di dalam memori jangka panjang

24, 25, 26, 27

B. Struktur kognisi

(cognitive

structures)

a. Memunculkan kembali

informasi yang sudah tersimpan dalam memori jangka panjang saat idola tidak lagi hadir

28, 29, 30, 31

b. Mengulangi dan

memperkuat informasi yang sudah tersimpan dalam memori

32, 33, 34

Produksi A. Kemampuan fisik (physical

capabilities)

a. Mengubah representasi

simbolik ke dalam

tindakan actual 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41 17

b. Melakukan latihan agar perilaku yang ditampilkan sama dengan idola

42, 43, 44, 45 B. Bagian kecakapan cadangan (component subskills)

a. Berimprovisasi ketika mempraktekan menjadi tokoh idola

46, 47, 48 b. Mengoreksi tindakan yang

kurang cocok

49, 50, 51 Motivasi A. Dorongan untuk

memilih

(incentive

preferences)

a. Menyimpan informasi dari model yang dipelajari melalui observasi untuk digunakan di waktu yang tepat

52, 53, 54, 55,


(1)

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

5.1. Simpulan

Berdasarkan pengumpulan, pengolahan serta analisis data mengenai kontribusi modeling terhadap identitas diri siswa kelas VII SMPN 9 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015, diperoleh simpulan terdapat kontribusi positif dan signifikan antara modeling yang dilakukan oleh siswa terhadap tokoh idola di televisi dengan pencapaian aspek pembentuk identitas diri ideologi maupun interpersonal. Korelasi modeling dengan pencapaian aspek pembentuk identitas interpersonal lebih besar dari pada korelasi modeling dengan dengan pencapaian aspek identitas ideologi. Korelasi antara modeling dengan aspek identitas diri ideologi memiliki arti proses mengamati (atensi), menyimpan informasi (retensi), meniru perilaku (produksi), dan mencocokan perilaku (motivasi) yang dilakukan siswa terhadap tokoh idola di televisi, kadang-kadang memengaruhi pencapaian aspek pembentuk identitas ideologi yaitu pekerjaaan/karier, agama, politik, dan filosofi gaya hidup, begitu pula sebaliknya. Sedangkan korelasi antara modeling dengan aspek identitas diri interpersonal memiliki arti proses mengamati (atensi), menyimpan informasi (retensi), meniru perilaku (produksi), dan mencocokan perilaku (motivasi) yang dilakukan siswa terhadap tokoh idola di televisi, kadang-kadang memengaruhi pencapaian aspek pembentuk identitas interpersonal yaitu persahabatan, kencan, peran jenis kelamin, dan rekreasi, begitu pula sebaliknya.

5.2. Implikasi dan Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian kontribusi modeling terhadap identitas diri siswa kelas VII SMP Negeri 9 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015, maka dirumuskan rekomendasi dan implikasi yang ditujukan pada Konselor/Guru Bimbingan dan Konseling dan peneliti selanjutnya sebagai berikut.

1. Konselor/Guru Bimbingan dan Konseling

Konselor/Guru BK dapat melaksanakan rancangan layanan dasar untuk mengetahui pengaruh layanan dasar terhadap pembentukan identitas diri positif. Selain itu, Konselor/Guru BK dapat mertimbangkan rujukan kondisi


(2)

96

siswa dari hasil penelitian sebagai fokus bantuan layanan Bimbingan dan Konseling.

2. Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti yang berminat melakukan penelitian tentang identitas diri, peneliti dapat:

a. Melakukan penelitian dengan pendekatan kualitatif, sehingga akan lebih jelas dalam mendeskripsikan pencapaian aspek pembentuk identitas diri ataupun modeling yang dilakukan siswa terhadap tokoh idola di televisi.

b. Peneliti selanjutnya dapat membedakan modeling yang dilakukan responden berdasarkan kategori tokoh idola di televisi seperti aktris, aktor, penyanyi, politikus, dan lain-lain, sehingga dapat melihat dan mendeskripsikan perbedaan modeling dilihat dari kategori tokoh idola, serta dapat meneliti dampak positif atau negatif modeling terhadap pembentukan aspek identitas diri apabila dilihat dari kategori tokoh idola siswa.

c. Peneliti dapat merancang program bimbingan dan konseling secara

utuh yang dapat membantu pembentukan identitas diri positif pada siswa, serta dapat menggunakan metode eksperimen untuk mengujicobakan program yang telah dibuat.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Adams, R. G. (1998). The objective measure of ego identity status: a reference manual. Canada: University of Guelp.

Akdon, & Hadi, S. (2005). Aplikasi dan metode penelitian untuk administrasi dan manjemen. Bandung: Dewa Ruchi.

Alarid, L. F., & Vega, O. L. (2010). Identity construction, self perceptions, and criminal behavior of incarcerated women. Journal Deviant Behavior. 31, hlm. 704728.

Ali, M. & Asrori, M. (2011). Psikologi remaja. Jakarta: Bumi Aksara.

Ardianto, E., Komala, L., & Karlinah, S. (2009). Komunikasi massa. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian: Suatu pendekatan praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, S. (2012). Dasar-dasar evaluasi pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Bailey, J. A. (2003). Self- image, self-concept, and self identity revisited. [Online]. Tersedia: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2594523/. [20 Oktober 2014].

Bandura, A. (1977). Social learning theory. USA: Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs.

Becker, A. E. (2004). Identity achievement and idol worship among teenagers in hong kong. International Journal of Adolescence and Youth, 11 (1), hlm. 1-26.

Boore, G. C. (2010). Personality theories. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Cheungt, C., & Yue, X. (2003). Adolescent modeling after luminary and star idols and development of self-efficacy. International Journal of Adolescence and Youth, 11 (3), hlm. 251-267.

Chia, S. C., & Poo, Y. L. (2009). Media, celebrities, and fans: An examination of adolescents' medla usage and involvement with entertainment celebrities.

Journal J & M Ceuartely 86 (1), Hlm. 23-44.

Creswell, J. W. (2010). Research design. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Desmita. (2011). Psikologi perkembangan peserta didik. Bandung: Remaja Rosdakarya

Desmita. (2012). Psikologi perkembangan. Bandung: Remaja Rosda Karya. Erikson, E. H. (1968). Identity youth and crisis. New York: W. W. Norton &

Company INC.

Feldman, R. S. (1996). Understanding Psychology. USA: McGraw-Hill.

Goth, dkk. (2012). Assessment of identity development and identity diffusion in adolescence - theoretical basis and psychometric properties of the self-report questionnaire AIDA. Journal Child and Adolescent Psychiatry and Mental Health 6 (27).


(4)

98

Hadijah, A. S. (2010). Kontribusi konformitas terhadap pencapaian identitas diri remaja. Skripsi Sarjana Jurusan PPB FIP UPI Bandung: Tidak Diterbitkkan. Hofer, A., Busch, H., & Kartner, J. (2011). Self-regulation and well-being: The influence of identity and motives. European Journal of Personality, 25, hlm. 211–224.

Hurlock, E. B. (1980). Psikologi perkembangan. Jakarta: Erlangga.

Idrus, M. (2002). Pengaruh pola pengasuhan orang tua terhadap kematangan identitas diri remaja etnis jawa. Universitas Islam Indonesia: Tidak Diterbitkan.

Jahangir, S. F., & Nawaz, N. (2014). Effects of media (television) on mental health. FWU Journal of Social Sciences, 8 (1), hlm. 97-107.

Junaedi, S. (2014). The effect of role model influence on adolescents’ materialism and impulsive buying behavior. International Conference on Business, Economics and Accounting Hong Kong: Tidak Diterbitkan.

Kau, M. A. (2008). Pencapaian status identitas diri bidang pendidikan dalam hubungannya dengan gaya pengasuhan orang tua enabling-constraining siswa-siswi SMA Negeri 3 Gorontalo. Jurnal Penelitian dan Pendidikan. 5 (101).

Kurniasih, E. (2006). Hubungan antara perilaku menonton tayangan sinetron religius dengan sikap remaja terhadap agama islam. Skripsi IPB. Bogor: Tidak Diterbitkan.

Kuswandi, W. (2008). Komunikasi massa. Jakarta: Rineka Cipta.

Lupke, L. M. (2009). The choice of idols from a social psychological perspective. Degree of Master of Social Science in the Department of Psychology at University of Fort Hare London: Tidak Diterbitkan.

Kintan, D. M. (2012). Hubungan antara perilaku identifikasi terhadap tokoh idola dan perilaku konsumtif remaja. Skripsi Psikologi, Universitas Negeri Malang: Tidak Diterbitkan.

Marcia, J. E. (1993). Ego identity: A handbook for psychological research. New York: Springer Verlag.

Noor, J. (2012). Metode penelitian. Jakarta: Kencana.

Nor, H. J., & Zaharani, A. (2011). Hallyu in malaysia: A socio-cultural study.

Malaysian Journal Communication, 27(2), hlm. 203–219.

Nurudin. (2014). Pengantar komunikasi massa. Jakarta: Rajawali Pers.

Papalia, D. E., Old S. W., & Feldman R. D. (2008). Psikologi perkembangan. Jakarta: Prenada Media Group.

Paul, C. W. (2001). The effects of role models influence on adolescents’ materialism and marketplace knowledge. Journal of Marketing, hlm. 27-36. Purdie, N., dkk. (2000). Positive self–identity for indigenous students and its

relationship to school outcomes. [Online]. Tersedia: Cwealthcopyright@dofa.gov.au. [20 Oktober 2014].


(5)

Purwadi (2004). Peroses pembentukan identitas diri remaja. Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan. Indonesian Psychologycal Journal 1 (1), hlm. 43-52.

Rahma, F. A., & Reza, M. (2013). Hubungan antara pembentukan identitas diri dengan perilaku konsumtif pembelian merchandise pada remaja. Journal Program Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Surabaya 1 (3).

Rakhmat, J. (2011). Psikologi komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Raviv, A., Bar-Tal, D., Raviv A., & Ben, H. A. (1995). Adolescent idolization of pop singers: causes, expression and reliance. Journal of Youth and Adolescence, 25 (5), hlm. 631- 649.

Ristianti, A. (2008). Hubungan antara dukungan sosial teman sebaya dengan identitas diri pada remaja di SMA Pusaka 1 Jakarta. Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma: Tidak Diterbitkan.

Rochim, M., Yulianti N., & Lilis Ch. (2011). Identifikasi menonton televisi dalam keluarga di kalangan masyarakat kota bandung. Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM: Sosial, Ekonomi dan Humaniora. 2 (1).

Santrock, J. W. (2003). Adolescence: Perkembangan remaja. (Alih Bahasa: Shinto B. Adelar dan Sherly Saragih). Jakarta: Erlangga.

Santrock, J. W. (2007). Remaja, jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Schooler, D., Kim, J. L., & Sorsoli, L. (2006). Setting rules or sitting down: parental mediation of television consumption and adolescent self-esteem, body image, and sexuality. Journal of NSRC 3 (4).

Schwartz, S. J. (2011). Daily dynamics of personal identity and self-concept clarity. European Journal of Personality 25, hlm. 373–385.

Shaliza, F. (2009). Perbandingan perilaku menonton dan pengaruh isi siaran televisi pada pelajar dari berbagai tingkat pendidikan. Skripsi Sarjana IPB. Bogor: Tidak Diterbitkan.

Soetjiningsih. (2010). Tumbuh kembang remaja dan permasalahannya. Jakarta: Sagung Seto.

Subino. (1987). Kontruksi dan analisis tes. Jakarta: Departemen Pendidikan dan kebudayaan.

Sugiyono. (2010). Metode penelitian pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, N. S. (2013). Metode penelitian pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Suryawati, I. G. (2013). The effect of “arti sahabat” television series toward imitative behavior of denpasar city adolescent. Research on Humanities and Social Sciences, 3 (1).


(6)

100

Triyono, A. (2010). Pendidikan literasi media pada guru tk sebagai upaya menaggulangi dampak negatif televisi. Universitas Muhammadiyah Surakarta: Tidak Diterbitkan.

Upton, P. (2012). Psikologi perkembangan. Jakarta: Erlangga.

Utami, S. (2011). Hubungan status identitas dengan self esteem remaja. Skripsi Sarjana Psikologi UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Vivian, J. (2008). Teori komunikasi massa. Jakarta: Prenada Media Group. Wahyudi, J. B. (1983). Jurnalis televisi. Bandung: Ikatan Alumni.

Yuniardi, M. S. (2010) Identitas diri para slanker. Penelitian Institusional Universitas Muhammadiyah Malang: Tidak diterbitkan.

Yusuf, L. S. (2009). Program bimbingan dan konseling di sekolah. Bandung: Rizqi Press.

Yusuf, L. S. (2011). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya.