Konsep Diri Anggota Hijab Cosplay Islamic Otaku Community Episode Uin Jakarta Dalam Mempertahankan Identitas Keislaman
DALAM MEMPERTAHANKAN IDENTITAS KEISLAMAN
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh Nurfitriani 1112051000033
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
(2)
(3)
(4)
(5)
ii
Konsep Diri Anggota Hijab Costum Player (Hijab Cosplay) Islamic Otaku Community Dalam Mempertahankan Identitas Keislaman
Kemunculan hijab costum player (cosplay) memunculkan pro kontra di kalangan pecinta Jepang maupun masyarakat umum. mempengaruhi khalayak yang beragama islam. Kelompok pro akan mendukung dengan alasan hijab cosplay merupakan tren positif dan unik, sedangkan kelompok kontra beralasan bahwa hijab cosplay dapat merusak karakter asli. Respon pro dan kontra ternyata dapat mempengaruhi konsep diri yang dimiliki oleh cosplayer. Konsep diri
cosplayer bisa terbentuk dan berubah menjadi positif atau negatif tergantung dari stimulus dari luar dan penilaian mereka terhadap diri sendiri. Konsep diri inilah yang akan mempengaruhi cosplayer bersedia atau tidak untuk mempertahankan identitas agamis yang mereka miliki.
Berdasarkan pada konteks di atas penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menjawab pertanyaan mengenai: bagaimana konsep diri anggota hijab cosplay Islamic Otaku Community (IOC) episode UIN Jakarta? Dan bagaimana cara yang dilakukan oleh anggota hijab cosplay Islamic Otaku Community (IOC) episode UIN Jakarta dalam mempertahankan identitas keislaman sebagai Muslimah?
Teori yang akan dipakai ialah teori konsep diri William D.Brooks yang menyatakan bahwa konsep diri dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor orang lain, kelompok rujukan dan diri sendiri dan teori identitas spiritual menurut Penney Upton bahwa identitas spiritual berupa keyakinan-keyakinan, sikap-sikap dan spiritualitas. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif dan instrumen penelitian yang digunakan berupa observasi, Focus Group Discussion
(FGD), wawancara, studi dokumentasi dan partisipasi peneliti pada setiap acara yang dihadiri oleh hijab cosplay IOC episode UIN Jakarta.
Berdasarkan hasil penelitian didapati bahwa hijab cosplay IOC episode UIN Jakarta memiliki konsep diri yang positif. Hal itu disebabkan karena kebanggaan dan kepercayaan diri mereka sebagai hijab cosplay, berupa keaktifan,
kekreatifan dan keinovatifan. Pada realitasnya IOC memberikan wadah kepada pecinta Jepang yang beragama Islam dan ingin bercosplay memiliki kepercayaan diri untuk berhijab cosplay atau beralih menjadi hijab cosplay.
Cara yang dilakukan oleh anggota IOC episode UIN Jakarta untuk menjaga identitas keislaman berbentuk peraturan yang harus ditaati oleh seluruh anggota. Diantaranya, menjaga perkataan, tidak boleh menghina dan bertengkar, tidak membahas dan menyebarluaskan pornografi dalam bentuk apapun, memanggil dengan panggilan yang tidak disukai dan menjaga jarak dengan lawan jenis. Bagi cosplayer, pemilihan karakter, kostum yang sudah dimodifikasi agar tidak melanggar etika berbusana dalam Islam dan cara berhijab menjadi acuan dalam mempertahankan identitas keislaman. Selain itu, menunaikan sholat menjadi kewajiban yang paten bagi mereka laksanakan dimanapun event cosplay yang diadakan dan dalam keadaan apapun.
Kata kunci: konsep diri, identitas keislaman, cosplay, karakter, hijab cosplay
(6)
iii
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh…
Alhamdulillah. Puji dan Syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat, kasih sayang, dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu Allah curahkan kepada Nabi besar, Nabi agung tauladan manusia, Nabi Muhammad SAW semoga kita termasuk umatnya yang mendapatkan syafaatnya kelak di hari kiamat.
Alhamdulillah, berkat usaha dan do’a skripsi yang berjudul “Konsep Diri Anggota Hijab Cosplay Islamic Otaku Community Episode UIN Jakarta
dalam Mempertahankan Identitas Keislaman” ini dapat penulis selesaikan.
Beribu-ribu ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu, mendukung, dan membimbing penulis selama proses penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis ucapkan sedalam-dalamnya kepada yang terhormat:
1. Dr. H. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Suparto, M.Ed, Ph.D selaku wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr. Hj. Roudhonah, M.Ag selaku wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, serta Dr. Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan.
2. Drs. Masran, M.A dan Fita Fathurokhmah, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
(7)
iv
selama proses penulisan skripsi ini berlangsung.
5. Segenap Bapak/ Ibu Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, terima kasih atas keikhlasannya telah mengajari dan memberikan ilmu kepada penulis. Penulis memohon maaf apabila dalam proses perkuliahan, ada sikap atau sifat penulis yang kurang berkenan di hati Bapak/ Ibu. Penulis sangat mengharapkan doa dari Bapak/ Ibu, semoga ilmu yang telah Bapak/ Ibu berikan berkah dan bermanfaat baik bagi penulis maupun orang lain.
6. Seluruh karyawan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi serta pengelola perpustakaan Fakultas dan perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terima kasih atas layanan dan kerja samanya. Semoga pelayanan kepada mahasiswa menjadi lebih baik lagi kedepannya.
7. Bapak Ahmad Damyati dan Ibu Sukwati serta Teteh Yayah Fauziah, terima kasih untuk berbait-bait do’a yang tak pernah berhenti terucap untuk penulis. Terima kasih juga untuk motivasi, semangat dan dukungannya selama ini. I’m
so grateful to have you All
8. KLISE FOTOGRAFI yang telah banyak memberikan penulis pelajaran dan pengalaman. IOC Episode UIN Jakarta yang sangat kooperatif, menyenangkan dan baik sekali selama penelitian.
9. TIJEL (Dita, Keke, Epang, Tiray). TIWZ (Nunu dan Devi Jawir), MaLoveSoul (Pammy dan Rween). KPI B angkatan 2012, KKN ORION 2015 dan teman-teman yang selalu menjadi penyemangat, kakak Dinda,
(8)
v
Dengan segala kekurangan dan keterbatasan penulis, dengan lapang dada penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga segala apa yang telah penulis lakukan dan hasilkan dapat membuahkan manfaat serta memberikan nilai kebaikan baik untuk penulis maupun para pembaca sekalian.
Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.
Jakarta, 20 September 2016 Penulis
(9)
vi
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR TABEL ... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8
D. Tinjauan Pustaka ... 10
E. Kerangka Konsep ... 14
F. Metodologi Penelitian ... 18
G. Sistematika Penulisan ... 25
BAB II KERANGKA TEORITIS A. Konsep Diri ... 27
B. Identitas Diri... 35
C. Adab Berpakaian Bagi Wanita dalam Islam ... 40
D. Cosplay dan Model Cosplay ... 47
BAB III GAMBARAN UMUM A. Sejarah Islamic Otaku Community (IOC) ... 53
B. Visi dan Misi ... 56
1. Visi ... 56
2. Misi ... 56
C. Program-Program ... 56
1. Program Jangka Panjang ... 56
(10)
vii
F. Struktur Besar Kepengurusan Islamic Otaku Community ... 63
G. Struktur Inti Kepengurusan IOC Episode UIN Jakarta ... 64
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS ... 65
A. Konsep Diri Anggota Islamic Otaku Community (IOC) Episode UIN Jakarta ... 65
1. Latar Belakang Subjek Focus Group Discussion (FGD) ... 65
2. Konsep Diri Anggota Hijab Cosplay IOC Episode UIN Jakarta ... 68
a. Berdasarkan Penilaian Diri Sendiri ... 69
b. Berdasarkan Penilaian Orang Lain ... 83
c. Berdasarkan Penilaian Kelompok Rujukan ... 87
d. Konsep Diri Positif dan Negatif Hijab Cosplayer Anggota IOC Episode UIN Jakarta ... 91
B. Cara Anggota Islamic Otaku Community (IOC) Episode UIN Jakarta Mempertahankan Identitas Keislaman ... 95
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 107
B. Saran ... 110
DAFTAR PUSTAKA ... 111
(11)
viii
Gambar 2.1. Hatsune Miku, Japan Idol Star ... 50
Gambar 2.2. Shinoa Dan Mitsuba dalam Anime Owari No Seraph ... 51
Gambar 2.3. Cross Dress dari Anime Bleach ... 51
Gambar 2.4. Harajuku Style ... 52
Gambar 2.5. Tokusatsu atau Superhero Fiksi dari Jepang ... 52
Gambar 3.1. Project Cosplay Tokyou Ghoul ...59
Gambar 3.2. Cosplay Owari No Seraph, IOC Episode UIN Jakarta ... 60
Gambar 3.3. Cosplayer IOC Episode UIN dalam IC Fest ... 60
Gambar 3.4. Cosplay Tokyo Ghoul pada Hello Fest 2015 ... 60
Gambar. 3.5. Gathering IOC pada Acara di Pikologi UIN Jakarta ... 61
Gambar 3.6. Struktur Kepengurusan Islamic Otaku Community ... 63
Gambar 4.1. (Kanan) Gaya Berpakaian Dwi Sehari-Hari ... 70
Gambar 4.2. (Kiri) Dwi Saat Bercosplay Menjadi Shinoa ... 70
Gambar 4.3. (Kanan) Gaya Berpakaian Tina Sehari-Hari ... 73
Gambar 4.4. (Kiri)Tina Bercosplay Mitsuba ... 73
Gambar 4.5. (Kanan)Gaya Berpakaian Nada Sehari-Hari ... 76
Gambar 4.6. (Kiri) Nada Saat Bercosplay Menjadi Mito ... 76
Gambar 4.7. (Kanan) Mayya Saat Bercosplay Sebagai Shinon ... 78
Gambar 4.8. (Kiri) Gaya Berpakaian Mayya Sehari-Hari ... 78
Gambar 4.9. (Kanan) Rosi Yang Bercosplay Sebagai Silica ... 80
Gambar 4.10. (Kiri) Gaya Berpakaian Rosi Sehari-Hari... 80
Gambar 4.11. (Kiri)Gaya Berpakaian Rifka Sehari-Hari ... 81
Gambar 4.12. (Kanan) Rifka Saat Menjadi Hijab Cosplayer ... 81
Gambar 4.13. (Kiri) Dwi Berhijab Cosplay Sebagai Shinoa ... 101
Gambar 4.14. (Kanan) Karakter Shinoa Owari No Seraph ... 101
Gambar 4.15. (Kiri) Tina Berhijab Cosplay Sebagai Mitsuba ... 101
Gambar 4.16. (Kanan) Karakter Mitsuba Owari No Seraph ... 101
Gambar 4.17. (Kiri) Nada Berhijab Cosplay Sebagai Mito ... 101
Gambar 4.18. (Kanan) Karakter Mito Owari No Seraph ... 101
Gambar 4.19. (Kiri) Mayya Berhijab Cosplay Sebagai Sayuri ... 102
Gambar 4.20. (Kanan) Karakter Sayuri Owari No Seraph ... 102
Gambar 4.21. (Kiri) Rosi Berhijab Cosplay Sebagai Yukimi ... 102
Gambar 4.22. (Kanan) Karakter Yukimi Owari No Seraph ... 102
Gambar 4.23. (Kanan) Rifka Berhijab Cosplay Sebagai Kotori ... 102
(12)
ix
Tabel 3.1. Kegiatan IOC Episode UIN Periode 2015-2016 ... 58 Tabel 4.1. Konsep Diri Anggota Hijab Cosplay IOC Berdasarkan
Penilaian Diri Sendiri ... 69 Tabel 4.2. Ciri-Ciri Sifat Ekstrovert dan Introvert ... 82 Tabel 4.3. Konsep Diri Anggoa Hijab Cosplay IOC Eps UIN Jakarta
Berdasarkan Penilaian Orang Lain ... 84 Tabel 4.4. Konsep Diri Anggota Hijab Cosplay IOC Eps UIN Jakarta
(13)
1 A. Latar Belakang Masalah
Fenomena perkembangan budaya-budaya populer banyak mempengaruhi dalam bidang seni yang membawanya melewati batas wilayah negara. Majunya teknologi dan penyebaran informasi yang syarat akan budaya yang terbawa di dalamnya membuat orang-orang yang berada di bagian dunia lain dapat mengetahui, belajar, juga mengadopsi budaya luar yang masuk untuk dijadikan landasan dalam perilaku juga gaya hidup.
Budaya asing dapat masuk kapan saja dan membuat perubahan yang signifikan mulai dari pola pikir, perilaku maupun pola hidup masyarakat. Hal itu berkaitan dengan konsep diri yang dibangun oleh individu dan cara menyikapi masuknya budaya asing tersebut. Konsep diri yang positif akan membawa individu pada keberhasilan dalam hidupnya, karena individu akan lebih optimis dan menanggapi pendapat orang lain sebagai masukan untuk memperbaiki dirinya. Berbanding terbalik dengan konsep diri yang dibangun oleh individu itu negatif maka ia akan lebih pesimis menjalani hidup, lebih banyak ketakutan dan berlaku inferior. Konsep diri sendiri bisa dilihat dari sikap yang ditunjukkan oleh individu dalam menjalani kesehariannya.
Saat ini, budaya populer seperti costum player atau biasa disebut dengan cosplay yang sudah menjadi tren di berbagai belahan dunia seperti, Amerika, Jepang, Eropa, bahkan Indonesia. Fenomena cosplay (costum player) atau dalam bahasa Jepang disebut dengan kosupure. Dan dalam bahasa Indonesia dikenal dengan seni penampilan dengan mengenakan
(14)
kostum dan aksesoris yang terkonstruksi dari berbagai budaya populer seperti
manga (komik), anime (kartun) dan game. Cosplay biasanya mengidentifikasi diri mereka dengan karakter-karakter fiksi melalui pakaian atau penampilan yang berbeda dengan orang kebanyakan. Pakaian yang digunakan akan terlihat mencolok begitupun dengan aksesoris dan riasan yang dipakai. Selain itu para pelaku cosplay berusaha menirukan adegan-adegan atau gerakan karakter yang sedang diperankannya untuk mendukung dan melengkapi penampilan mereka agar semirip mungkin. Pelaku cosplay disebut dengan
cosplayer/ coser. Biasanya cosplayer akan berkumpul pada acara-acara tertentu bersama cosplayer lainnya dan juga penikmat cosplay. Terdapat beberapa jenis cosplay yang sering diperankan dan ditiru oleh banyak coser
diantaranya cosplay anime atau manga, cosplay game, cosplay gothic, cosplay original, cosplay dongeng dan harajuku style.1
Hijab cosplay sendiri merupakan salah satu project atau program yang dimiliki oleh Islamic Otaku Community yang ada pada tiap chapter maupun tiap episodenya, salah satunya episode UIN Jakarta. Anggota-anggotanya terdiri dari mahasiswi-mahasiswi dari berbagai fakultas. Latar belakang terbentuknya Islamic Otaku Community di UIN Jakarta dikarenakan banyaknya tanggapan miring mengenai pecinta Jepang yang bersumber dari komunitas-komunitas Islam maupun dari civitas akademik UN Jakarta. Oleh karena itu, dicetuskanlah Islamic Otaku Community yang menjawab bahwa
1
Nur Aini, Definisi Cosplay dan Jenisnya, artikel diakses pada 4 April 2016 dari http://galleryotaku.blogspot.co.id/2014/05/cosplay-definisi-sejarah-dan-jenis.html
(15)
tidak semua pecinta Jepang dan cosplay melupakan identitas diri mereka sebagai seorang muslim atau muslimah.2
Cosplayer atau coser meniru dan menggunakan berbagai perlengkapan yang menunjangnya agar menyerupai bahkan sama dengan karakter yang diperankannya, meninggalkan karakter asli mereka yang biasanya dijalankan sehari-hari menjadi karakter lain yang disenangi dan sedang diperankannya. Namun, banyak juga Cosplayer yang tidak hanya mengubah penampilan saat menjadi karakter tertentu, tapi juga mengubah perilaku dan gaya hidup cosplayer yang bersangkutan. Konsep diri yang dibangun oleh seorang coser berubah dan berkembang sejalan dengan akumulasi pengalaman seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Konsep diri mencakup keseluruhan persepsi individu tentang karakter dirinya, citra tubuh, kemampuan yang dimiliki, emosi serta hubungan dengan orang lain.
Keberadaan Islamic Otaku Community yang muncul akibat masuknya budaya pop Jepang dianggap dapat membuat perubahan pada anggotanya yang merupakan mahasiswi UIN Jakarta dan ikut terjun langsung menjadi hijab cosplay, juga bagi dunia cosplay Jepang yang ada di Indonesia saat ini. Dikarenakan UIN Jakarta merupakan instansi pendidikan Islam yang didalamnya menegaskan dan mengharuskan setiap civitas akademiknya menanamkan nilai Islam, baik dari segi fisik yang terlihat maupun nafs (jiwa). Munculnya Islamic Otaku Community terutama Hijab cosplay memunculkan terjadinya percampuran antara nilai-nilai Islam dengan budaya Pop Jepang
2
(16)
yang dapat mengakibatkan perubahan pada identitas, gaya berpakaian, perilaku, maupun gaya hidup hijab cosplay. Hal ini menjadi tantangan untuk nilai-nilai dasar norma dan agama.3
Menurut William D.Brooks konsep diri adalah pandangan seseorang tentang dirinya yang terdiri dari dua komponen yaitu kognitif dan afektif yang dipengaruhi oleh persepesi orang lain dan dirinya sendiri. komponen kognitif berupa citra diri dan komponen afektif yaitu harga diri. Seseorang yang dinilai bodoh maka akan ada dua kemungkinan harga diri yang dimilikinya,. Pertama, ia malu menjadi orang bodoh dan yang kedua dia tidak peduli dengan dirinya yang bodoh.4
William H. Fitts berpendapat bahwa konsep diri berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang. Perilaku, penampilan dan gaya hidup yang dibawa dalam budaya Jepang berpengaruh terhadap pelaku-pelaku atau generasi muda yang terpikat dan mengadopsi budaya dalam hal ini cosplay Jepang dalam kehidupan mereka terutama dalam membangun konsep diri mereka.5
Selain itu, konsep diri akan melahirkan identitas diri yang bermakna kesamaan atau identifikasi dengan seseorang atau sesuatu.6 Dalam hal ini banyak cosplayer yang mengubah identitas diri mereka di kehidupan nyata demi melebur dengan karakter yang sedang diperankannya. Tetapi tidak sedikit pula yang menjadikan identitas dalam karakter yang diperankannya
3
Islamicotaku.co.id/profile diakses pada tanggal 31 Juli 2016 pukul 19.20 WIB 4
Armawati Arbi. Psikologi Komunikasi dan Tabligh. (Jakarta: Penerbit Amzah.2012). h. 160
5
Antar Venus dan Lucky Helmi, Budaya Populer Jepang di Indonesia: Catatan Studi Fenomenologis Tentang Konsep Diri Anggota Cosplay Party Bandung. (Jurnal Aspikom: Universitas Padjajaran, 2010), h. 76.
6
(17)
menjadi identitas mereka yang terbawa hingga ke dunia nyata. Tapi nyatannya menurut Lestari dalam Ganendra Widigdya menyatakan bahwa terjadi skizofrenia sosial atau kepanikan yang menyebabkan seseorang semakin menjauhi nilai identitas asal mereka. Sehingga tidak ada persamaan antara karakter fisik maupun sifat orang yang melakukan cosplay dengan diri mereka sehari-hari.7
Fenomena cosplay yang terus berkembang didukung dengan budaya populer dari luar negeri yang juga masuk ke Indonesia tanpa hambatan membuat akulturasi budaya yang saling mengkombinasi satu sama lainnya. Di kutip dari Republika.co.id bahawa dalam catatan The Pew Forum on Religion & Public Life 2010 menyatakan Indonesia berada di Peringkat pertama sebagai negara dengan populasi orang Islam tertinggi di dunia dengan persentase sekitar 88.1 persen penduduk memeluk agama Islam atau hampir 12.7 persen dari populasi dunia.8 Sehingga tidak dipungkiri banyak bermunculan orang Islam yang juga ikut menggemari dan menjadi pelaku-pelaku cosplay. Tentu saja, hal ini memunculkan pertanyaan mengenai konsep diri yang dibangun oleh pemuda-pemudi Islam yang juga ikut terjun dalam seni berkostum ini. Mengapa demikian? Dan bagaimana identitas keislaman terutama bagi muslimah yang menjadi hijab cosplay. Karena tentunya ada perbedaan antara cosplay secara umum dengan cosplay
7
Lestari Indah, Cosplay: Postmodernisme and Japanese popular Culture in Indonesia,
terms paper: reading in literary Theory & Criticism, Jawaharlal Nehru University, New Delhi, India, 2011.
8
Angga Indrawan, Inilah 10 negara dengan Populasi Muslim Terbesar di Dunia.
dipublikasikan pada 27 Mei 2015, pukul 06.16 WIB m.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/15/05/27noywh5-inilah-10negara-dengan-populasi-muslim-terbesar-di-dunia diakses pada 1 Agustus 2016 Pukul 1.03 WIB.
(18)
Muslimah, juga konsep diri serta identitas diri seperti apa yang mereka tonjolkan dalam kehidupan.
Perbedaan yang mendasar dari cosplay umum dengan cosplay Muslimah diantaranya ialah cara berpakaian sesuai karakter yang mereka perankan serta cara berhubungan dalam mendalami karakter yang sedang mereka perankan di area bercosplay. Banyak di antara cosplay umum memamerkan lekukan tubuh atau dengan pakaian yang minim yang sama persis dengan karakter idola mereka. Sedangkan, pada cosplay Muslimah, penampilan sexy dan membentuk lekuk tubuh sangat dihindari begitu juga dengan penggunaan wig yang disiasati dengan memodifikasi hijab sehingga menyerupai rambut pada karakter yang mereka perankan.
Karakter-karakter dalam cosplay sedikit banyak memamerkan lekuk tubuh juga mempertontonkan aurat yang menurut ajaran dan konsep berpakaian dalam Islam seharusnya ditutupi untuk menghindari dari berbagai macam hal buruk. Adab berpakaian dalam Islam yang mengharuskan agar setiap Muslimah agar tidak menampakan lekuk tubuh, juga tidak memakai pakaian yang tipis sehingga tidak nampak kulit pemakainya agar terhindar dari adanya fitnah.9
Komunitas-komunitas cosplay yang berbasis Islam memang belum banyak bermunculan di Indonesia, namun eksistensi mereka saat ini juga tidak dapat diabaikan. Komunitas yang mengatasnamakan komunitas Islam dengan ciri khas cosplaynya yang memakai hijab diantaranya ialah Islamic Otaku Community dan Hijab Cosplay Indonesia. Tentunya kemunculan
9
M.Quraish Shihab, Jilbab Pakaian Wanita Muslimah, (Jakarta: Lentera Hati, 2010), h.124-127.
(19)
cosplayer-cosplayer Muslimah ini menimbulkan berbagai macam tanggapan di masyarakat, baik dari sesama pelaku cosplay yang mendukung ataupun
cosplayer lain yang menganggap bahwa hijab cosplay dapat merusak karakter asli (OOC atau out of Character). Stigma positif dan negatif yang diterima oleh cosplayer Muslimah dengan upaya memodifikasi penampilan karakter yang diperankan dengan hal yang dapat mempertahankan identitas keislaman mereka dan tetap menjaga syariat agama, terutama dalam beebusana, beriskap dan berperilaku.
Berdasarkan pada alasan-alasan di atas, maka penelitian ini diberi judul “KONSEP DIRI ANGGOTA HIJAB COSPLAY ISLAMIC OTAKU COMMUNITY EPISODE UIN JAKARTA DALAM
MEMPERTAHANKAN IDENTITAS KEISLAMAN”.
B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah
Berdasarkan pada masalah di atas maka penelitian ini akan membatasi masalah hanya pada member atau anggota dan pengurus
Islamic Otaku Community (IOC) sebagai individu. Sebaliknya, penelitian ini tidak memfokuskan pada pesan berupa teks dan makna mengenai
Islamic Otaku Community (IOC), tidak juga pada organisasi yang menaunginya dan dampak dari kegiatan bercosplay.
(20)
2. Rumusan Masalah
Adapun pokok masalah yang menjadi kajian berdasarkan pada masalah penelitian di atas, maka rumusan masalah yang akan diteliti, meliputi:
1. Bagaimana konsep diri yang dibangun oleh anggota hijab cosplay Islamic Otaku Community (IOC) Episode UIN Jakarta berdasarkan pada penilaian diri sendiri, orang lain, kelompok rujukan terkait konsep diri milik William D.Brooks ?
2. Bagaimana cara Hijab cosplayer mempertahankan identitas keislaman sebagai seorang Muslimah berdasarkan pada konsep identitas agamis Penney Upton?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk memberikan gambaran mengenai konsep diri yang dibangun oleh anggota hijab cosplay yang tergabung dalam Islamic Otaku Community (IOC) Episode UIN Jakarta berdasarkan pada penilaian diri sendiri, orang lain dan kelompok rujukan.
b. Untuk memberikan gambaran mengenai cara mempertahankan identitas keislaman sebagai seorang hijab cosplayer berdasarkan pada konsep identitas agamis Penney Upton.
(21)
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dalam penelitian ini, dibagi menjadi dua aspek yaitu manfaat akademis dan manfaat praktis
a. Manfaat Akademis
Diharapkan dengan adanya skripsi mengenai konsep diri dalam mempertahankan identitas keislaman dengan subjek Hijab Cosplay Episode UIN Jakarta, penelitian ini akan menyumbangkan dan menambah referensi pada penelitian yang sejenis dan referensi Ilmu Komunikasi, terutama dalam bidang Psikologi Komunikasi, yaitu komunikasi antar personal mengenai konsep diri (William D. Brooks) dan identitas agamis (Penney Upton) dalam hal ini identitas keislaman yang dibangun dan ditimbulkan dengan adanya budaya pop Jepang yang mencampurkan antara budaya Jepang yang bebas dengan etika Islam.
b. Manfaat Praktis
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi anggota Islamic Otaku Community (IOC) baik yang berada di dalam dan di luar UIN Jakarta, maupun bagi cosplayer di luar Islamic Otaku Community untuk memberikan gambaran terkait perihal konsep diri anggota komunitas Islamic Otaku Community . 2. Menggambarkan upaya komunitas dan anggota dalam
mempertahankan identitas Islami dalam hal berbusana, bersikap dan berperilaku bagi para pembaca dan peminat Hijab Cosplay.
(22)
D. Tinjauan Pustaka
Uraian berikut akan memaparkan beberapa penelitian yang sudah dilakukan, sehingga menjadi jelas bagaimana penelitian ini relevan dan penting dilakukan.
1. Genendra Widigdya membuat makalah individu singkat dengan dosen pengampu Drs. Sudiyono S.U Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dengan judul Komunitas Cosplay: Tantangan Bagi Identitas Sosial Indonesia. Pada penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwasanya cosplay menjadi tantangan bagi setiap bangsa terutama bagi bangsa di kawasan Asia dikarenakan kegiatan bercosplay yang dianggap menjauhi identitas diri di dunia nyata dengan identitas saat seseorang sedang melakukan aktivitas cosplay. Cosplayer cenderung terfokus pada bagaimana menjadi karakter ideal dan menjadi semirip mungkin dengan idola yang mereka dengan melakukan transformasi dari segi fisik maupun karakter yang berlawanan dengan identitas asli mereka yang bahkan tidak ada dalam identitas asal cosplayer.
Pada penelitian yang dibuat oleh Genendra Widigdya diperoleh persamaan dalam segi subjek yang diteliti yaitu mengnai identitas cosplayer. Namun, pada penelitian ini cosplayer yang diteliti ialah cosplayer secara umum atau konvensional dan subjek penelitiannya hanya identitas bangsa, sedangkan pada penelitian ini akan menitikkan pada konsep diri dan identitas cosplayer pada komunitas cosplay Islami. 2. Rizma Afian Azhiim dalam karya ilmiah yang dibuatnya mengenai
(23)
dengan judul Identitas dan Subjektivitas Budaya Populer Cosplay di Indonesia. Pada penelitian ini didapatkan kesimpulan bahwa budaya populer Jepang dibawa akibat dari berkembangnya teknologi yang dapat melintasi rruang dan waktu. Peran pemerintah Jepang melalui jalur diplomasi membuat budaya juga nilai-nilai masyarakat Jepang ke seuruh dunia. adanya cosplay secara bersamaan maupun bertahap merasuk ke ranah subjektivitas dan identitas masyarakat Indonesia, contoh nyatanya yaitu gaya berpakaian anak muda yang banyak meniru role model yang disenanginya.
Pada penelitian ini, subjek yang diangkat ialah Cosplayer Indonesia secara umum atau konvensional. Dan objek yang diteliti mengenai subjektivitas dan identitas budaya yang dibawa oleh cosplayer. Dan meenggunakan pendekatan psikoanalisis dengan teori subjektivitas Foucault, dimana menurut Foucault subjectivitas muncul akibat sesuatu yang dimunculkan atau bahkan dibuat-buat untuk membentuk suatu produk historis.
3. Fidy Ramzielah F membuat Kajian Sastra dan Budaya, Fakultasi Ilmu Budaya S2, Universitas Airlangga, Surabaya yang berjudul Komunitas Hijab Cosplay Gallery: Representasi Komunitas SubkulturVirtual di Indonesia. Pada penelitian ini didapatkan kesimpulan bahwa hijab cosplay muncul akibat adanya akulturasi subkultural budaya yang masuk dengan budaya yang menetap di dalamnya. Hijab cosplay gallery menjadi wadah tersendiri bagi hijab cosplayer yang awal mulanya berada pada komunitas cosplay konvensional. Namun komunitas hijab cosplay
(24)
gallery terkesan membatasi dirinya terjhadap cosplay konvensional dan hanya pada orang-orang yang memiliki sambungan internet saja. karena hanya dapat dilihat pada web atau social media mereka.
Subjek penelitian yang diangkat mengenai hijab cosplayer yang ada di Indonesia maupun di mancanegara. Sedangkan objek penelitian yang diangkat ialah bagaimana hijab cosplay gallery menyebarkan tren cosplay berhijab, yaitu dengan menggunakan sosial media dan website resmi dari hijab cosplay gallery dan menjadikannya sebagai wadah untuk bersilaturahmi dan mensosialisasikan keutamaan dari berhijab bagi wanita.
4. Diny Fitriawati membuat penelitian untuk Program Magister Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjajaran, Bandung dengan judul “Konsep Diri Dan Pola Komunikasi Cosplayer :
Self Concept And Communication Patterns In Cosplayer”
Pada penelitian ini didapatkan bahwa konsep diri anggota cosplay AEON cosplay team cenderung psitif karena baiknya interaksi yang dialkukan oleh sesama anggota kelompk tersebut. hal itu dikarenakan adanya kesamaan motif yang melatarbelakangi anggotanya untuk masuk dan mengikuti kegiatan bercosplay. Konsep diri yang dibentuk oleh AEON cosplay team dapat dilihat dari tindakan terlihat yang dilakukan oleh anggotanya yang juga menyertakan pesan yang bersifat verbal maupun non-verbal. Pola komunikasi AEON cosplay team terbentuk dari motif, konsep diri dan simbolisasi anggotanya.
(25)
Metode penelitian yang dilakukan ialah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis dengan objek penelitian mengenai konsep diri dan pola komunikasi anggota kelompoknya. Sedangkan subjek penelitian yang diambil ialah anggota komunitas AEON cosplay team Bandung.
5. Felicia Wonodihadrjo dalam jurnal E-komunikasi Volume 2 Nomor 3 Tahun 2014. Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Kristen Petra, Surabaya dengan judul penelitian “Komunikasi Kelompok yang Mempengaruhi Konsep Diri Dalam
Komunitas Cosplay “COSURA” Surabaya”. Kesimpulan yang didapat pada penelitian ini bahwa konsep diri individu terbentuk dari komunikasi yang dijalin antar anggota kelompok dalam kelompok itu sendiri. konsep diri negatif biasanya dimiliki oleh anggota baru dalam kelompok cosplay COSURA karena anggota baru belum banyak berkontribusi dan masih tertutup terhadap anggota kelompok lainnya. Namun, bagi anggota yang memiliki konsep diri negatif, setelah lama bergabung maka konspe diri yang dimiliki berangsunr menjadi positif. Hal itu dikarenakan sudah terciptanya komunikasi yang baik dan saling keterbukaan antar anggota kelompok cosplay tersebut.
Objek penelitian ini menitik beratkan pada konsep diri anggota cosplay dan juga teori konsep diri postif-negatif milik William D. Brooks. Sedangkan subjek penelitian yang diambil ialah anggota cosplay COSURA yang aktif mengikuti rapat mingguan ataupun event komunitas tersebut. penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan
(26)
menggunakan metode survey dan berlandaskan pada teori mengenai komunikasi kelompok, juga konsep diri.
E. Kerangka Konsep
1. Konsep diri
Konsep diri meliputi apa yang kita pikirkan dan apa yang kita rasakan. Dalam hal ini seorang manusia akan mempersepsikan dirinya sendiri berdasarkan apa yang dia rasakan dan juga berdasarkan atas persepsi orang lain dalam melihat dan memandang dirinya. Penilaian yang diberikan oleh diri sendiri dan penilaian dari orang lain memberikan pengaruh terhadap konsep diri atau makna realitas diri yang dibangun oleh manusia.10
William D. Brooks menyatakan konsep diri diartikan sebagai persepsi tentang diri yang sifatnya fisik berupa penampilan dan bentuk
10
Nina Mutmainah, et al. Psikologi Komunikasi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1997), h.100.
KONSEP DIRI (WILLIAM D.BROOKS)
IDENTITAS AGAMIS (PENNEY UPTON)
ETIKA BERPAKAIAN BAGI WANITA DALAM ISLAM
(Ibrahim Muhammad Al-Jamal, Fiqh Wanita,) COSPLAY DAN MODEL/
TIPE COSPLAY
(Antar Venus dan Lucky Helmi dalam Jurnal Aspikom: Universitas Padjajaran)
(27)
tubuh yang dapat dilihat dan dirasakan oleh panca indera. Juga bersifat psikologis berupa karakter diri, keadaan emosional dan juga bersifat sosial yang berhubungan dengan interaksi yang dilakukan bersama individu lainnya.11
2. Identitas
Hogg & Abram menyatakan bahwa identitas diri adalah konsep yang digunakan oleh orang-orang untuk menyatakan mengenai tentang siapakah mereka, orang macam apa mereka dan bagaimana mereka berhubungan dengan orang lain.12 Sehingga akan terlihat identifikasi dan kesamaan pada seseorang atau sesuatu tersebut yang diakui oleh banyak orang yang melihatnya, dimana kita yang menjadi objek dalam identifikasi tersebut diimajinasikan dan direpresentasikan kepada diri sendiri untuk memberikan dan menampilkan identitas dirinya kepada orang lain.
Sedangkan identitas spiritual atau identitas agamis berkaitan dengan keyakinan-keyakinan, sikap-sikap, praktik dan perilaku-perilaku agamis yang berkaitan dengan moral dan etik suatu agama.13
Dalam Islam, seorang Muslim atau Muslimah akan menampilkan identitas keislaman mereka dengan menggunakan busana yang sesuai dengan ajaran atau bagi Muslimah menggunakan jilbab atau hijab sebagai penutup kepala yang merupakan aurat wanita.
11
Nina Mutmainah, et al, Psikologi Komunikasi, h. 100. 12
Hogg, Michael A & Abrams, D (1990). Social Identification; A Psychology of
Intergroup Relation and Group Process. [On-line]
http://books.google.co.id/books?id=50OV4gqcFA0C&printsec=frontcover&dq=Social+Identifica ion%3B+A+Psychology+of+Intergroup+Relation+and+Group+Process&hl=en&sa=X&ei=kpnn Yr9NMHrrQeAzIHwDQ&redir_esc=y diakses tanggal 9 Mei 2016. pukul 11.20.
13
(28)
3. Etika Berpakaian Bagi Wanita dalam Islam
Menurut M. Quraish Shihab, adab berpakaian dalam Islam selain menutup aurat bagi laki-laki maupun perempuan, juga yang dianjurkan seharusnya ialah menutupi seluruh tubuh (aurat) selain wajah dan kedua telapak tangan, sederhana dalam berpakaian dan berhias, menampakan lekuk tubuh juga tidak tipis sehingga tidak nampak kulit pemakainya agar terhindar dari adanya fitnah, dikenal oleh masyarakat Islam, tidak menyerupai pakaian lelaki bagi wanita dan bagi lelaki tidak menyerupai pakaian wanita14 Sedangkan menurut Ibrahim Muhammad Al-Jamal, dalam Fiqh Wanita, etika berpakian bagi wanita diantaranya menutupi seluruh tubuh (aurat) selain wajah dan kedua telapak tangan, sederhana dalam berpakaian dan berhias, tidak tipis menerawang sehingga warna kulit masih bisa terlihat, dikenal oleh masyarakat islam, tidak menyerupai pakaian lelaki bagi wanita dan bagi lelaki tidak menyerupai pakaian wanita, dan berbeda dengan pakaian wanita kafir.15
4. Model dan Tipe Cosplay
Gerald S. Wilson dan Michael S. Hanna mengungkapkan bahwasanya ada tiga hal yang menyebabkan seorang individu memutuskan untuk menjadi atau masuk dalam keanggotaan kelompok tertentu, yaitu daya tarik yang dimiliki oleh anggota kelompok yang akan dimasukinya, kegiatan dan tujuan kelompok, terakhir berdasarkan atas
14
M.Quraish Shihab, Jilbab Pakaian Wanita Muslimah, h.124-127. 15
Ibrahim Muhammad Al-Jamal, Fiqh Wanita, (Bandung: Gema Insani Press, 2002), h.130.
(29)
alasan-alasan individu tersebut, dapat berupa alasan yang menyangkut pribadi, sosial, simbolik maupun ekonomi.16
Ada beberapa komponen yang membedakan seseorang masuk dalam sebuah komunitas, diantaranya berdasarkan lokasi orang tersebut tinggal, berdasarkan minat dan kesenangan dan terakhir berdasarkan komuni atau ide-ide yang muncul saat mereka bersama.17 Dalam hal ini, komunitas cosplay disatukan dengan persaaan akan minat dan kesenangan yang sama dan mereka melakukan kegiatan bersama untuk menyalurkan minat dan memberikan kesenangan sendiri bagi individu yang melakukannya.
Terdapat beberapa jenis cosplay yang sering diperankan dan ditiru oleh banyak coser diantaranya: pertama, cosplay anime atau manga pada jenis ini coser meniru karakter yang terdapat dalam komik maupun kartun. Kedua, cosplay game dimana pada jenis ini coser
memerankan dan meniru karter yang ada dalam game. Ketiga, cosplay gothic bebeda dengan jenis sebelumnya. Pada jenis ini coser akan menggunakan busana yang bernuansa gelap dan misterius, dalam jenis ini juga terdapat jenis lainnya yang dinamakan gothic lollyta yang menggnakan pakaian serba hitam namun kali ini dipadukan dengan pakaian yang berenda dan imut. Keempat, cosplay original jenis ini menampilkan karkter yang belum pernah ada baik dalam anime maupun
manga. Biasanya juga para coser menggabungkan karakter-karakter yang ada dalam satu penampilan atau dapat dikatakan sebagai kombinasi.
16
Nina Mutmainah, et al.Psikologi Komunikasi, h. 144. 17
Rulli Nasrullah, Komunikasi Antarbudaya di Era Budaya Siber. (Jakarta: Kencana, 2012), h.138.
(30)
Kelima, cosplay dongeng seperti namanya jenis ini menjadikan dongeng dan legenda sekitar sebagai modelnya. Terakhir, harajuku style.18
F. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan penelitian yang dilakukan oleh penulis menggunakan pendekatan kualitatif. Pada pendekatan ini menekankan pada semua temuan yang didapatkan saat melakukan penelitian dilandaskan pada data, sehingga temuan tersebut lebih bisa dipercaya sebelum dikatakan sebagai teori.19
Jenis penelitian yang digunakan ialan deskriptif kualitatif. Pada metode jenis ini penulis mengumpulkan, pengklasifikasikan dalam hal ini berdasarkan pada keaktifan anggota IOC episode UIN Jakarta dalam kegiatan yang diadakan komunitas, lalu mendeskripsikan dan mencatat hasil temuan di lapangan yang dikumpulkan dari observasi, FGD dan wawancara. Selanjutnya, peneliti menganalisis data yang menggambarkan situasi keadaan dan hasil temuan lapangan yang bersifat non hipotesis dan menginterpretasikan konsep diri anggota hijab cosplay IOC episode UIN Jakarta sesuai dengan apa yang dilihat, didengar dirasakan dan ditanyakan.20
Penelitian deskriptif kualitatif dirancang untuk mengumpulkan informasi mengenai keadaan yang ada dan sedang berlangsung. Jenis penelitian ini dilakukan untuk meneliti sekelompok manusia taua objek
18
Nur Aini, Definisi Cosplay dan Jenisnya, artikel diakses pada 4 April 2016 dari http://galleryotaku.blogspot.co.id/2014/05/cosplay-definisi-sejarah-dan-jenis.html .
(31)
yang bertujuan untuk menggambarkan suatu fenomena yang disellidiki secara sistematis, faktual dan akurat.21
2. Subjek dan Objek Penelitian a. Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian ialah 6 anggota Islamic Otaku Community yang berperan sebagai hijab cosplay yang ditetapkan berdasarkan keaktifan dalam kegiatan yang diadakan komunitas. 6 anggota yang menjadi subjek penelitian yaitu Mayya (FAH), Dwi (FDK), Tina (Tarbiyah), Rifka (SAINTEK), Rosi (FDK) dan Nada (FSH).
b. Objek Penelitian
Adapun objek penelitian dalam penelitian ini ialah konsep diri dan cara anggota hijab cosplay Islamic Otaku Community dalam mempertahankan identitas keislaman oleh anggota Islamic Otaku Communityyang turut aktif dalam kegiatan Cosplay.
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian yang didatangi oleh saya sebagai peneliti untuk mendapatkan data-data yang akurat ialah UIN Jakarta, tempat anggota Muslimah komunitas Islamic Otaku Community ini berkumpul dalam melakukan kegiatan mereka dan beberapa kegiatan di luar kampus seperti
19
A Khaidar Alwasilah, Pokoknya Kualitatif: Dasar-dasar Merancang dan Melakukan penelitian Kualitatif, (Jakarta: Pustaka jaya. 2002) cetakan ke- 1, h. 102
20
Lexy J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rodakarya. 2005), h. 9.
21
Convelo G. Cevilla, dkk, Pengantar Metode Penelitian, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1993), h.73
(32)
gathering cosplayer dan matsuri (festival Jepang) yang mereka hadiri dan saat photo session.
Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2016 sampai dengan September 2016. Intensitas pertemuan sebanyak 6 kali selama 5 bulan waktu penelitian.
4. Sumber Data
Ada dua data yang digunakan dalam penelitian yaitu data primer dan data sekunder
a. Data primer yaitu data yang peneliti kumpulkan secara langsung yang diperoleh saat penelitian berlangsung. Dalam hal ini, data tersebut didapat saat melakukan wawancara dan observasi subjek penelitian yaitu ikut pada kegiatan hijab cosplay dan mengamati perilaku hijab cosplayer dari jarak dekat dan sedang. Data primer didapat dari 6 anggota Muslimah Islamic Otaku Community yang aktif berkegiatan di komunitas. Selain itu, sebanyak 6 anggota lainnya dari komunitas Islamic Otaku Community sebagai kelompok rujukan untuk menilai konsep diri anggota hijab cosplay yang menjadi subjek penelitian utama dan 6 orang mahasiswi UIN Jakarta yang merupakan sahabat dari subjek penelitian.
b. Data sekunder yaitu data pustaka yang dihimpun dari sejumlah buku-buku, jurnal, artikel-artikel dari internet dan sumber-sumber bacaan lain yang berkaitan dengan masalah penelitian ini.
5. Tahapan Penelitian
(33)
a. Pengumpulan Data 1. Observasi
Obesrvasi atau pengamatan ialah kegiatan yang dilakukan peneliti untuk mendapatkan hasil penelitian yang sesuai dengan fakta di lapangan. Pengamatan yang dilakukan dengan cara sistematik terhadap fenomena-fenomena yang akan diselidiki kebenarannya.22 Dalam hal ini peneliti menempatkan diri sebagai obeservasi aktif, dimana peneliti ikut melakukan kegiaatan yang dilakukan oleh subjek penelitian, seperti pada acara-acara yang mereka hadiri dan berperan sebagai fotografer cosplayer. Pada saat tertentu, saya sebagai peneliti menempatkan diri sebagai bagian dari anggota hijab cosplay dan di lain waktu, saya sebagai peneliti memberikan jarak dengan anggota hijab cosplay untuk mendapatkan fakta dilapangan mengenai respon nyata orang lain dalam menilai hijab cosplay.
2. FGD
FGD atau Focus Group Discussion ialah diskusi kelompok terarah, dimana kegiatan diskusi ini dilakukan untuk pengumpulan data dengan wawancara kelompok dan pembahasan yang dilakukan secara berkelompok pula. FGD juga dikenal dengan teknik pengumpulan data kualitatif dengan cara wawancara kelompok.
22
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan. Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,
(34)
Wawancara yang dilakukan membahas tentang fokus permasalahan tertentu yang dipandu oleh seorang fasilitator dan juga moderator.23
Brajtman dalam Yati Afiyanti menyatakan bahwa metode FGD dilakukan untuk mengeksplorasi suatu fenomena yang terjadi dalam kehidupan melalui interaksi sosial antara diri seseorang dengan kelompoknya. Tujuannya ialah meningkatkan kedalaman informasi yang diperoleh untuk menyingkap fenomena dan memberi penjelasan terhadap fenomena tersebut. Umumnya metode FGD mengangkat mengenai isu sosial yang berhubungan dengan syigma buruk terhadap individu dan kelompok tertentu.24
Pada penelitian ini FGD yang dilakukan kepada 6 orang anggota hijab cosplay IOC UIN Jakarta. yaitu, Mayya, Dwi, Nada, Rosi, Rifka dan Tina mengenai konsep diri anggota cosplay dalam mempertahankan identitas keislaman komuniats Islamic Otaku episode UIN Jakarta. Setelah FGD terlaksana diadakan wawancara kembali untuk memperteguh hasil FGD.
3. Wawancara
Teknik pengumpulan data dengan wawancara berdasarkan pada laporan pribadi yang didapatkan peneliti dari hasil tanya jawab yang dilakukan kepada repsonden yang menghasilkan pengetahuan atau keyakinan pribadi dari responden tersebut. Pada penelitian ini,
23
Edi Indrizal. Fakultas Ilmu Politik dan Ilmu Sosial, Jurusan Antropologi. Universitas Andalas, Padang. “Diskusi Kelompok Terarah: Focus Group Discuussion (FGD), Prinsip-Prinsip dan Pelaksanaan di Lapangan”, Jurnal Antropologi FISIP UNAND, h. 75-76.
24
Yati Afiyanti, Staf Akademik Keperawatan Maternitas FIK UI. “Focus Group Discussion (Diskusi Kelompok Terfokus) Sebagai Metode Pengumpulan Data Penelitian Kualitatif”, Jurnal keperawatan Indonesia volume 12, nomor 1, Maret 2008. h.58-62.
(35)
peneliti melakukan wawancara dengan anggota Muslimah Islamic Otaku Community yang aktif dalam kegiatan-kegiatan Jepang baik yang dilakukan di area komunitas maupun di luar komunitas bahkan di luar kampus. Selain itu juga peneliti melakukan wawancara dengan sahabat dari anggota hijab cosplay IOC UIN Jakarta untuk mendapatkan hasil yang maksimal, lalu wawancara dengan anggota kelompok yang sama mengenai subjek (Hijab cosplayer) yang sedang diteliti.
Dalam wawancara yang dilakukan kepada beberapa responden akan membantu peneliti dalam mendapatkan hasil yang maksimal dengan membandingkannya dengan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti. Tanya jawab yang dilakuukan saat wawancara juga memberikan gambaran atas pengetahaun responden terhadap konsep diri, keyakinan, sikap dan perilaku yang selama ini dilakukannya. 4. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data dari dokumen memanfaatkan catatan peristiwa yang telah lalu. Dokumen dapat berbentuk tulisan yang diambil dari blog-blog penikmat dan pelaku cosplay terutama dalam web resmi Islamic Otaku Community
(Islamicotakucommunity.com), juga jurnal-jurnal mengenai budaya pop Jepang, gambar atau foto diambil dari kegiatan yang dilakukan oleh anggota cosplay IOC dan koleksi pribadi mereka, koleksi pribadi peneliti dan karya-karya lainnya. Dokumen juga berguna sebagai penguat atas hasil data yang didapat dari observasi dan wawancara
(36)
yang dilakukan oleh saya sebagai peneliti. Adapun dalam hal ini, peneliti mendapatkan data dokumen dari hasil penelitian terdahulu, buku psikologi komunikasi yang membahas mengenai konsep diri dan data-data kegiatan yang ditulisakan dalam catatan kegiatan Islamic Otaku Community, juga foto-foto kegiatan mereka dari tahun 2015 hingga 2016.
b. Analisa Data
Analisis data ialah teknik penyederhanaan hasil penelitian sehingga lebih mudah untuk diinterpretasikan. Miles Hubermas membagi teknik analisis data menjadi 3 yaitu, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Dimana pada tahap reduksi data. Pada tahap ini peneliti mengolah data hasil observasi dan wawancara ditajamkan, digolongkan juga membuang data yang tidak perlu dan mengorganisirnya dan kemudian dideskripsikan dengan bahasa yang mudah dimengerti dan dipahami. 25 Jika pereduksian dan penarikan kesimpulan dari hasil pengumpulan data dengan wawancara, observasi dan dokumen telah selesai. Maka dilanjutkan dengan pengolahan data dan penganalisisan data yang diperoleh hingga menghasilkan laporan penelitian.
Tahap olah data yang dilakukan oleh penulis adalah menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Yaitu data-data yang ditemukan di lapangan disimpulkan secara umum dengan cara menjabarkan, menerangkan dan menginterpretasikannya dalam bentuk tabel. Data data
25
Ariesto Hadi Sutopo dan Andriana Arief, Terampil Mengolah Data Kualitatif dengan NVIVO, (Jakarta: Prenada Media Grup. 2010), h. 78
(37)
tersebut diperoleh dari hasil observasi, FGD, wawancara dan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan objek penelitian.
c. Pedoman Penulisan Skripsi
Pada penelitian ini, teknik dan metode penulisan laporan penelitian mengacu pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi” yang disusun oleh Hamid Nasuhi, Ismatu Ropi dkk.
G. Sistematika Penulisan
Untuk lebih terarah dalam pembahasan skripsi ini, penulis membuat sistematika penulisan sesuai sengan masing-masing bab. Penulis membaginya menjadi 5 bab, yang masing-masing terdiri dari beberapa sub bab yang merupakan penjelasan dari bab tersebut. Adapun sistematika penulisan adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini memaparkan latar belakang penelitian mengenai konsep diri yang dibangun dan dibentuk oleh anggota hijab cosplay Islamic Otaku Community Episode UIN Jakarta dalam mempertahankan identitas keislaman yang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu diri sendiri, orang lain dan kelompok rujukan.
BAB II : TINJAUAN TEORITIS
Bab ini menjelaskan mengenai konsep diri sebagai muslimah yang terdapat dalam subjek Psikologi Komunikasi mengenai. Konsep diri menurut William D. Brooks dan Identitas Spiritual menurut Penney Upton dalam pandangan Islam dan juga ayat maupun hadist yang bersangkutan dengan konsep dan identitas diri dalam Islam.
(38)
BAB III : GAMBARAN UMUM
Merupakan gambaran umum mengenai sejarah, kegiatan, visi misi dan struktur kepengurusan Islamic Otaku Community yang menjadi subjek penelitian ini.
BAB IV : ANALISIS DAN TEMUAN DATA
Bab ini berisikan pemaparan atas hasil analisa temuan yang ditemukan oleh peneliti di lapangan, terkait dengan penelitian yang dilakukan. Peneliti akan menganalisis mengenai konsep diri anggota muslimah komunitas Islamic Otaku Community dan cara anggota maupun pengurus dalam mempertahankan identitas keislaman
BAB V : PENUTUP
Bab ini merupakan bab akhir yang terdiri dari kesimpulan dari bab-bab sebelumnya dan juga saran untuk penelitian yang akan datang. Bab ini juga dilengkapi dengan daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang diperlukan dan berkaitan dengan penulisan skripsi
(39)
27 BAB II
TINJAUAN TEORITIS A. Konsep Diri
Konsep Diri menurut Rudolph V. Verderber dalam buku Psikologi Umum milik Alex Sobur didefinisikan sebagai:
“A collection of perception of every aspect of your being: your
appearance, physical and mental capabilities, vocational potencial, size,
strength and so forth”1
Dapat diartikan bahwa konsep diri yang dimaksud ialah kumpulan dari persepsi dari berbagai aspek yang ada dalam diri kita, baik dari segi penampilan, kemampuan fisik dan mental yang dimiliiki, potensi keterampilan yang berhubungan dengan ukuran kekuatan dan sebagainya.
Menurut Deaux, Dane dan Wrightsman, konsep diri merupakan sekumpulan keyakinan dan perasaan seseorang mengenai dirinya sendiri, berkaitan dengan minat, bakat, kemampuan, penampilan dan psikologis.2
William D. Brooks dalam bukunya Speech Communication yang dikutip dalam buku Psikologi Komunikasi karya Jalaluddin Rakhmat memberikan pengertian yang tidak jauh berbeda seperti Rudolph V. Verderber, ia menyatakan bahwa:
“Those physical, social, and physicological perceptions of ourselves that we have derived from experiences and our interaction with
others”3
1
Alex Sobur, Psikologi Umum, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2003), h. 506. 2
Sarlito W. Sarwono, et,al, Psikologi Sosial, (Jakarta: Penerbit Salemba Humanika, 2009), h. 53.
3
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), h. 99.
(40)
Maksudnya ialah Brooks setuju konsep diri yang merupakan persepsi, baik berupa pandangan dan perasaan seseorang yang bersifat fisik, psikologis, maupun sosial. Persepsi diri yang berupa fisik dapat berupa penampilan dan bentuk tubuh, sedangkan persepsi psikologis berupa mental, emosi dan karakter. Dan sosial berupa hubungan dengan indiviu lainnya atau dapat dibilang interaksi.4
Goss dan O’Hair berpendapat bahwa konsep diri mengacu pada penilaian seseorang mengenai dirinya yaitu berdasarkan seberapa berharga dirinya tersebut, penghargaan diri inilah yang dikatakan oleh Myers dan Myers dalam buku Psikologi Umum karya Alex Sobur sebagai perasaan yang diperoleh seseorang pada saat tindakan yang dilakukannya sesuai dengan versi ideal orang tersebut mengharapkannya.5 Dengan kata lain, seseorang akan merasa berharga apabila suatu hal yang dilakukannya mendapatkan penghargaan yang sama dengan apa yang diharapkannya dari orang lain dan berdampak pada perasaan berharga pada dirinya sendiri.
Persepsi yang membangun konsep diri seseorang berdasarkan penilaian terhadap dirinya sendiri dan berdasarkan pada penilaian orang lain mengenai dirinya menjadikan manusia sebagai objek sekaligus subjek persepsi tersebut atau dalam istilah lainnya menurut Charles H. Cooley adalah looking glass self. Yaitu dimana ia membayangkan dirinya sebagai orang lain dan mulai melakukan penilaian bagaimana nantinya jika orang lain melihat dirinya dan dirinya melihat dirinya yang lain tersebut dari
4
Nina Mutmainah, et,al. Psikologi Komunikasi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1997), h. 100
5
(41)
sudut pandang sebagai objek penilaian. Dan kecenderungan untuk berperilaku sesuai dengan konsep diri yang dimiliki disebut dengan self-fulfilling prophecy.6 Misalnya, seseorang yang memiliki konsep diri dengan mempersepsikan dirinya bahwa ia kreatif, maka pada saat diminta untuk mengumpulkan ide-ide cemerlang ia akan maemberikan ide cemerlang yang dapat menyakinkan orang lain dengan idenya dan membuat idenya terealisaasi. Namun, penilaian dan evaluasi dari orang lain bukan satu-satunya hal yang membentuk konsep diri seseorang, melainkan hasil tindakan dari orang tersebut juga lah yang dapat mempengaruhi pembentukan konsep diri.7 Sebagai contoh, seseorang yang belajar memainkan alat musik, menghafal not, menampilkannya hasil latihannya. Maka ia akan menyadari, dirinya termasuk orang yang mudah atau lambat dalam memahami dan belajar memainkan instrumen musik.
Ada dua komponen menggenai konsep diri, yang pertama ialah komponen kognitif atau citra diri (self image) pengetahuan individu menganai dirinya dan komponen afektif atau harga diri (self esteem)
penilaian individu terhadap diri.8 Sebagai contoh, komponen kognitif mengatakan, “saya orang miskin”. Komponen afektifnya bisa menjadi dua kemungkinan. Pertama, “saya bahagia menjadi orang miskin, karena mendapat banyak sumbangan dari orang kaya.” Atau” saya lelah menjadi orang miskin karena kurang bekerja keras.”
6
Nina Mutmainah, et al. Psikologi Komunikasi, h. 100. 7
Sarlito W. Sarwono, et Al. Psikologi Sosial, h. 54. 8
Armawati Arbi. Psikologi Komunikasi dan Tabligh. (Jakarta: Penerbit Amzah.2012). H. 160.
(42)
Banyak faktor atau pihak-pihak yang dapat mempengaruhi konsep diri seseorang, diantaranya:
1. Orang lain
Harry Stack Sullivan dalam buku Psikologi Komunikasi karya Jalaluddin Rakhmat mengatakan bahwa seseorang dapat mengenal dirinya sendiri dengan mengenal orang lain terlebih dahulu. Maksudnya ialah kita akan lebih menghargai ataupun merasa diremehkan apabila orang lain tersebut yang merasakan dan mepresepsikannya hingga diri kita tahu.9 Intinya apabila cita diri kita positif pada penilaian orang lain dan sudah terbentuk citra diri yag sedemikian rupa pada diri kita, maka secara langsung ataupun tidak kita akan berusaha lebih baik ataupun mempertahankan citra diri tersebut untuk diri kita demi mendapatkan penghargaan yang sama dari orang lain.
Namun tidak semua orang dapat berpengaruh terhadap diri kita. Seperti yang dikemukakan oleh Mead, orang-orang yang paling berpengaruh ialah yang memiliki hubungan paling dekat dengan diri kita atau dapat disebut dengan significant others. Orang-orang tersebut diantaranya, keluarga, sahabat, orang yang tinggal satu rumah denga kita atau bertemu setiap hari, saudara, guru dan sebagainya. Orang-orang yang termasuk dalam significant other dapat mempengaruhu pikiran, perilaku dan perasaan kita. Dapat juga termasuk seseorang yang diidolakan, seperti bintang film, pahlawan, tokoh dan seseorang yang disukai.10
2. Kelompok Rujukan atau kelompok acuan (reference group)
9
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, h.101. 10
(43)
Semakin bertambah dewasa dan bertambah usia, significant others
yang tadinya berperan paling berpengaruh dalam pembentukan konsep diri, kini tidak lagi menjadi satu-satunya pihak yang dapat mepengaruhi konsep diri. Diri akan mulai bergaul secara luas di masyarakat, kita dapat menjadi anggota sebuah kelompok hobi atau minat, maupun organisasi di universitas maupun di masyarakat.
Pada kelompok atau organisasi tersebut ada yang mengikat anggotanya berdasarkan pada peraturan serta norma yang menjadi acuan dan pedoman kelompok atau organisasi tersebut, mengarajkan perilaku dan menyesuaikan diri dengan ciri-ciri kelompoknya, sehingga dapat mempengaruhi konsep diri anggotanya. Kelompok atau organisasi inilah yang disebut dengan kelompok rujukan atau kelompok acuan.11
3. Diri Sendiri
Bagaimanapun persepsi dari orang lain dan kelompok rujukan, konsep diri tetap dipengaruhi oleh persepsi individu sendiri. mereka akan melakukan hal yang sejalan dengan harapan mereka, entah itu akan berakhir dengan penilaian positif ataupun negatif. Individu Islami akan berperilaku secara Islami dan menjaga dirinya agar selalu dan sesuai dengan kepribadian Islam.12
Terdapat dua kualitas dalam menilai konsep diri seseorang, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif.tentu saja konsep diri yang positif akan mendukung komunikasi dengan orang lain menjadi positif pula. Terdapat beberapa indikator konsep diri menurut Islam, diantaranya:
11
Alex Sobur, Psikologi Umum, h. 521. 12
(44)
a. Sebagai makhluk basyariah atau sehat jasmani. Maksudnya ialah dengan mengkonsumsi segala hal yang baik dan halal dan hidup di lingkungan yang baik pula.
b. Sebagai makhluk isyaniah atau sehat rohani, dengan menerapkan rukun islam. Profesional dalam menjalankan kepemimpinan ataupun pekerjaannya dan selalu ingat akan jati diri sebagai otang Islam.
c. Mengetahui potensi akal atau dapat dikatakan menjadi pemikir, inovator, menjadi ulil albab.
d. Menjadi orang yang mensucikan diri (qalb) yang selalu menghadirkan Allah dalam segala hal yang dilakukannya.
e. Potensi nafs. Berusaha ikhlas dalam menjadi juru damai dan hamba Allah. Dalam setiap yang dilakukannya menanamkan keihlasan karena Allah, sebagai muslim pasrah dengan segala kehendak Allah.
f. Sebagai manusia yang sempurna dan utuh. Percaya akan dirinya dengan segala potensi yang diberikan Allah kepadanya.13
Terdapat beberapa ciri yang menunjukan konsep diri yang dibangun oleh seseorang termasuk konsep diri postif atau negatif. William D. Brooks dan Philip Emmert mengemukakan ciri konsep diri positif sebagai berikut :
a. Yakin dengan kemampuannya. Apabila ia menghadpi masalah atau kegagalan ia yakin bisa mengatasi itu
13
(45)
b. Merasa sama dan setara dengan orang lain atau percaya diri
c. Menerima pujian tanpa rasa malu dan menerima penghargaan tanpa rasa bersalah
d. Berusaha memperbaiki dirinya dan menyadari kesalahan yang diperbuat
e. Menyadari bahwa setiap orang memiliki hal yang berbeda karena mereka memiliki perasaan, keinginan dan juga perilaku yang tidak sepeuhnya diterima dan disenangi oleh masyarakat.14
Sedangkan konsep diri yang negatif, juga mempengaruhi dan mengganggu keberhasilan komunikasi dengan orang lain. Ciri dari seseoranng yang memiliki konsep diri negatif, antara lain:
a. Peka terhadap kritik yang diterimanya. Mudah emosi akan kritik tersebut dan sulit menerimanya
b. Antusias terhadap pujian yang diberikan kepada dirinya. Mudah menjatuhkan dan menjelek-jelekan orang lain
c. Hiperkritis, ialah mereka akan sulit memberikan pujian kepada orangg lain dan selalu saja mencari kekurangan. Penghargaan dan pengakuan akan kelebihan orang lain menjadi hal yang sulit untuk diberikan
d. banyak tidak disenangi orang lain karena sifatnya dan sulitnya mereka akrab dengan orang lain, dan menganggap dirinya sebagai korban dalam hubungan sosial masyarakat
14
(46)
e. enggan untuk bersaing, karena memiliki sifat pesimis. Dan tidak mau melakukan hal yang merugikan bagi dirinya. 15
Sehingga dapat disimpulkan bahwa konsep diri merupakan persepsi individu mengenai dirinya sendiri baik yang bersifat fisik, psikologis maupun sosial, yang juga dipengaruhi oleh penilaian yang diberikan oleh orang lain dan kelompoknya yang nantinya berpengaruh terhadap konsep diri mereka akan bersifat positif atau negatif.
Menurut Ikhwan Lutfi dalam bukunya yang berjudul Psikologi Sosial menyatakan bahwa konsep diri memberikan sumbangan terhadap identitas seseorang sepanjang kehidupan yang dilaluinya. Konsep diri juga mengandung impilkasi motivasi yang mempengaruhi diri seseorang mengenai serangkaian konsep yang dikonstruksikan berdasarkan pada pengalaman mereka yang dapat mempengaruhi pengalaman di masa depan, yang berkorelasi antara rekasi dan akibat yang akan ditimbulkan dari pengalaman yang dilaluinya. 16
Penggunaan teori konsep diri William D.Brooks dianggap peneliti dapat mencakup berbagai aspek dari konsep diri seseorang yang dinilai dari aspek fisik, psikologi dan sosial. Selain itu, Brooks juga menguatkan teorinya dengan tiga faktor pembentukan dan perunbahan konsep diri yang dipengaruhi oleh faktor diri sendiri, orang lain dan kelompok rujukan.
15
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, h.105. 16
Ikhwan Lutfi, et al. Psikologi Sosial. (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 29-32.
(47)
B. Identitas
Sih Natalia Sukmi menyatakan bahwa identitas adalah konsepsi diri atas keberadaan seseorang agar dapat dipandang sebagai human being, maksudnya ialah manusia yang selalu mengapresiasikan hidupnya dimanapun mereka berada dengan selalu mencurahkan yang terbaik terhadap segala hal yang mereka lakukan dan kerjakan.17
Stephen W. Littlejohn dalam buku Encyclopedia of Communication Therory dikatakan bahwa:
“Identity is defined as cultural, societal, relational, dan individual images of self-conception and this composite identity has group membership interpersonal and individual self-reflective implications”18
Stephen W. Littlejohn mendefinisikan identitas sebagai budaya , sosial , hubungan dengan masyarakat dan identitas merupakan gambaran mengenai individu dari konsepsi diri dan identitas yang dibuatnya. Hal ini tentu saja memiliki implikasi terhadap keanggotaan kelompok interpersonal dan diri individu yang menjalaninya.19
Penney Upton meyatakan bahwa identitas dibentuk berdasarkan pada interaksi sosial yang dilakukan oleh diri seseorang dalam kehidupan mereka. Pandangan dan reaksi orang lain pada diri seseorang akan memberikan respon terhadap diri orang tersebut, bisa dalam sebuah tindakan ataupun perilaku. Identitas menyangkut tentang bagaimana seseorang membangun dirinya berdasarkan pada bagaiman ia mamandang dirinya sendiri, bagaimana ia ingin dipandang oleh orang lain dan
17
Sih Natalia Sukmi, Konstruksi Identitas pengguna media yang Konvergen, (Jakarta: FISIP Universitas Indonesia, 2013), h.456.
18
Stephen W. Littlejohn, et, Al. Encyclopedia of Communication Theory, (Singapore: Sage Publication Inc, 2009), h. 492.
19
(48)
bagaimana orang lain memandang dia. Pada awalnya, identitas bisanya dilakukan dengan merujuk pada orang lain dalam keadaan sadar dan mengembangkan rasa diri yang berbeda sebagai individu.20 Lalu hal ini akan memberikan respon atau feed back dari orang lain atas dirinya yang akan sangat berpengaruh terhadap identitas dan konsep diri yang dibangun oleh seseorang.
Selain itu masih menurut Penney Upton, identitas personal akan membuat seseorang menunjukan dirinya berdasarkan pada atribut atau ciri khas yang membedakan dengan orang lain dan hubungan antar pribadi yang dimiliki. 21 Sedangkan, Identitas spiritual atau identitas agamis berkaitan dengan keyakinan-keyakinan, sikap-sikap, praktik dan perilaku-perilaku agamis yang berkaitan dengan moral dan etik suatu agama.22
Dennis McQuail berpendapat bahwasannya identitas juga dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya seperti, kebangsaan, bahasa, pekerjaan, etnis, agama, kepercayaan, gaya hidup, dan lain-lain.23 Identitas memiliki pemahaman yang berbeda-beda, di Asia identitas dianggap sebagai usaha individu yang didapatkannya dari hubungan interaksi dengan kelompok dan anatar manusia lainnya. Dan bagi orang Yunani, identitas akan dianggap sebagai suatu hal yang sifatnya pribadi dan melihat dirinya berbeda dengan orang lain.24
20
Penney Upton. Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2012), h. 195. 21
Sarlito W. Sarwono, et Al. Psikologi Sosial, h. 55. 22
Penney Upton. Psikologi Perkembangan, h.194. 23
Dennis McQuail, Teori Komunikasi Massa, (Jakarta: Penerbit Salemba Humanika, 2010), h. 163.
24
Stephen W. Littlejohn, et, Al. Teori Komunikasi, (Jakarta: Penerbit Salemba Humanika, 2009), h. 130.
(49)
Namun menurut Ervin Goffman, individu menjadikan identitas diri mereka hanya sebagai ilustrasi atas apa yang ingin dilihat oleh orang lain atau masyarakat di luar sana, hanya dengan tujuan untuk mendapatkan pengakuan sosial. Individu mengkonstruksikan apa yang ingin dilihat, diekspektasikan dan diinginkan masyarakat atas dirinya sendiri setelah itu mereka akan menampilkan diri (self performance) demi mendapatkan pengakuan sosial yang terkadang berlainan dengan identitas sebenarnya yang sudah ada pada diri mereka.25
Hecht menguraikan bahwa identitas memiliki dimensi yang menghubungkan antara dimensi diri dengan dimensi yang digambarkan dan keduanya dibagi menjadi beberapa tingkatan dalam mengidentifikasikannya. Pertama, personal layer yaitu rasa “eksis” atau
“ada” dalam berbagai situasi yang melibatkan diri individu. Maksudnya, individu dapat merasakan siapa dirinya dan seperti apa dirinya saat dalam situasi tersebut, entah individu tersebut saat berada bersama teman ataupun keluarganya. Kedua, enacment layer dimana tingkatan ini merupakan pemahamaan dan pengetahuan orang lain mengenai diri individu sebagai subjeknya. Orang lain akan memahami dan mengetahui identitas individu berdasarkan atas tindakan, apa yang dilakukan, dimiliki maupun dipakai oleh individu tersebut. Ketiga, relational atau hubungan dengan individu lain. Interaksi yang dilakukan berdasarkan peran tertentu yang saling mengikat. Dan terakhir, communal dimana pada tingkatan ini identitas dibentuk berdasarkan pada kelompok atau budaya yang dimiliki oleh
25
Rulli Nasrullah, Teori dan Riset Media Siber, (Jakarta: Kencana Media Grup, 2014), h. 142.
(50)
individu tersebut, dan individu menyesuaikan diri pada identitas yang dibuat oleh kelompok, budaya atau komunitas tersebut.26
Seperti yang dikatakan sebelumnya bahwa hal yang mempengaruhi identitas diantaranya adalah agama, kepercayaan dan gaya hidup. Begitupun dengan agama islam yang memiliki ciri-ciri dalam menampilkan identitasnya untuk membedakan dengan agama-agama lain. Natsir bin Muhammad abu Laits As-Samarqandi dalam kitabnya Tanbihul Ghaafiliin menyebutkan terdapat tujuh indikator yang dapat mencirikan sebagai identitas seorang muslim, yaitu mengawali aktivitas dengan membaca basmallah dan mengakhirinya dengan membaca hamdallah, membaca istighfar ketika melakukan kekhilafan, mengucapkan insya Allah ketika akan membuat janji atau suatu keputusan kepada orang lain yang membutuhkan tanggung jawab, laa haula walaa kuwwata illaa
billaahil ‘aliyyil ‘adzim sebagai tanda ketawakalan kepada Allah, berdzikir dan mengingat Allah, mengingat dan mempercayai bahwa segala sesuatu yang berada di bumi hanya milik Allah dan suatu saat akan kembali kepada-Nya.27
Syekh Abdurrahman As-Sudais yang merupakan Imam Masjidil Haram Mekkah dalam ceramahnya mengatakan bahwa ada beberapa hal penting yang dapat dilakukan demi mengokohkan identitas keislaman seorang muslim dan muslimah diantaranya ialah menjalankan aqidah islam yang benar karena aqidah merupakan landasan utama seorang muslim
26
Stephen W. Littlejohn, et, al. Teori Komunikasi, h. 131-132. 27
Al Faqih, Identitas Seorang Muslim,
http://artikelalfaqihwarsono.blogspot.co.id/2011/08/identitas-seorang-muslim.html diakses pada 11 Mei 2016. Pukul 22.29.
(51)
dalam melakukan perbuatannya. Lalu, asas pertengahan dan keadilan maksudnya ialah hendaklah seorang yang beragama Islam menjadi penengah dalam menegakan keadilan bukan menjadi kalangan yang membuat perselisihan. Selanjutnya, menjaga dan menghidupkan Sunnah Rasul. Kemudian, menjadikan Al-Qur’an sebagai panduan dalam melakukan setiap perbuatan. Selain itu, ilmu. Menyelaraskan Ilmu dengan Amal. Berdakwah, dan berakhlah islami.28
Bahruddin menyatakan bahwa kepribadian seorang muslim mengacu pada struktur jasmani dan rohani yang akan bertahan apabila berada dan selalu diarahkan pada bingkai fitrah yang dimiliki, yaitu dimana manusia sudah memfungsikan beberapa dimensi di dalam dirinya seperti, al-ruh, al- qalb, al-nafsu, dan al-jism.29 Keseimbangan akan kepribadian muslim tampak terlihat dari penampilan jasmani, ruhani dan lingkungannya, maka dari itu terdapat ciri fisik yang dapat membedakan identitas seorang muslim atau Muslimah dengan non-muslim salah satunya ialah pakaian yang dikenakan.30
Dalam hadits riwayat Abu Dawud, Rosulullah pernah bersabda:
مهْنم وهف مْوقب هَبشت ْنم “Barangsiapa menyerupai (meniru-niru) tingkah-laku suatu kaum maka dia tergolong dari mereka.” 31
28
Forum tarbiyah IIUM. Mengokohkan Identitas Keislaman.
Kliktarbiyah.blogspot.com/2011/04/mengokohkan-identitas-keislaman.html?m=1 diakses pada 9 Mei 2016. Pukul 23.14.
29
Bahruddin, Paradigma Psikologi Islam, (Yogyakarta: Penata Aksara, 2007), h. 287, 364, 380.
30
Armawati Arbi. Psikologi Komunikasi dan Tabligh. (Jakarta: Penerbit Amzah.2012). h. 157.
31
Yhouga Pratama https://muslim.or.id/22750-fatwa-ulama-batasan-dalam-menyerupai-orang-kafir.html diakses pada tanggal 31 Mei 2016 pukul 13.10
(52)
C. Adab Berpakaian Bagi Wanita Dalam Islam
Islam memberikan pedoman dalam berbagai hal dalam Al-quran dan hadits, salah satunya ialah pedoman dalam berbusana. Tentu saja busana merupakan salah satu petunjuk yang membedakan identitas orang muslim dengan non-muslim. Busana dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ialah pakaian.32 kain penutup yang dapat melindungi tubuh dari sinar matahari, binatang ataupun digunakan untuk mempercantik diri.
Dijabarkan oleh Nina Surtiretna dalam bukunya yang berjudul
Anggun Berjilbab, Pakaian Wanita Muslimah bahwa busana merupakan suatu benda yang melekat di badan seperti baju, celana, kain yang menutupi tubuh. Busana juga berupa semua benda yang gunanya untuk melengkapi pakaian bagi si pengguna, seperti topi, ikat pinggang dan sarung kaki atau tangan. Selain itu busana juga berupa segala sesuatu yang berguna untuk mempercantik dan memberikan keindahan, seperti perhiasan dan juga aksesoris.33
Dalam artian sederhana busana dapat dikatan sebagai sesuatu yang melekat pada diri seseorang yang berguna untuk melindungi diri juga tubuhnya dan melekat dari ujung kepala hingga ujung kaki. Sebenarnya kewajiban memakai pakaian muslimah tidak hanya sebagai penutup aurat, tetapi juga memiliki manfaat lainnya yaitu terhindar dari panas matahari yang menyengat dan debu juga kotoran. Selain itu, busana muslimah
32
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia; Edisi Kedua, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), h.160.
33
Nina Surtiretna et, Al. Anggun Berjilbab, Pakaian Wanita Muslimah, (Bandung: Mizan, 1995), h. 27-28.
(53)
menghindari dari berbagai kejahilan dan fitnah yang memungkinkan akan terjadi, namun yang terpenting pemakaian busana msulimah memberikan identitas fisik kepada kita sebagai perempuan muslimah.34
Hai nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, Karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.35
Busana atau pakaian selain digunakan sebagai pelindung tubuh, ia juga digunakan sebagai alat komunikasi non verbal karena dalam pakaian atau busana yang dipakai oleh seseorang mengandung banyak simbol yang bersifat multi-makna. Seperti yang diketahui dalam pembahasan mengenai identitas, bahwa identitas seorang muslim atau muslimah dilihat dari akhlak yang mereka miliki. Akad dalam berapakaian merupakan salah satu dari bagian akhlak seorang muslim dan muslimah. Jilbab ialah sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutup kepala, muka dan dada. Terdapat aturan yang tercantum baik dalam al-Quran maupun hadist mengenai akad berpakaian bagi wanita-wanita muslimah. menurut Ibrahim Muhammad Al-Jamal dalam bukunya, Fiqh Wanita, mengatakan bahwa seorang muslimah dalam berbusana hendaknya memperhatikan adab atau aturannya, Diantaranya sebagai berikut: 36
34
Indria Rusman Dani, Pintar Membuat Abaya, (Jakarta: Qultum Media, 2009), h. 3. 35
Departemen Agama RI, Al Quran dan Terjemahnya, Al- Ahzab: 59. 36
Ibrahim Muhammad Al-Jamal, Fiqh Wanita, (Bandung: Gema Insani Press, 2002), h. 130.
(54)
a. Menutupi seluruh tubuh (aurat) selain wajah dan kedua telapak tangan.
Menggunakan pakaian hijab atau dapat dikatakan sebagai pakaian yang menyembunyikan aurat, tersurat dalam arti hijab
yang artinya bersembunyi dari penglihatan.37 Aurat merupakan bagian tubuh manusia yang tidak boleh dibuka dan dilihat oleh orang lain. Batasan aurat laki-laki antara pusar sampai lutut, sedangkan perempuan adalah semua anggota tubuh kecuali muka dan telapak tangan.
“Hai anak Adam, Sesungguhnya kami Telah menurunkan kepadamu Pakaian untuk menutup auratmu dan Pakaian indah untuk perhiasan. dan Pakaian takwa. Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat. 38(Al-Araf:26)
Seorang perempuan tidak dilarang untuk menjadi cantik dengan busana yang digunakannya, namun di dalam Islam ada batasan bahwa busana yang dikenakan haruslah tidak merangsang lawan jenis. Dan penggunaan jilbab untuk menutupi kepala kecuali wajah merupakan salah satu contoh anjuran mengenai busana penutup aurat, bahkan dianjurkan untuk menjulurkannya hingga ke dada agar tidak menampakan lekuk tubuh.
37
Fatimah Mernissi, Wanita di dalam Islam:,terj, Yeziar Redianti (Bandung: Pusaka, 1991), h. 118.
38
(55)
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau Saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.39
Seorang perempuan terlihat dan dipandang terhormat, mulia dan cerdas dan diangkat derajatnya. Karena sesungguhnya wanita-wanita hanya dianjurkan untuk memamerkan perhiasan mereka kepada suami dan keluarganya saja. hal itu bertujan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan40
b. Sederhana dalam berpakaian dan berhias
39
Departemen Agama Ri, Al-Qur-an dan Terjemahnnya, An-Nuur: 31. 40
(1)
Narasumber: MEGA
Q: apa pendapat anda mengnai karakter Maya sehari-hari?
A: maya itu asik, seru, terus selalu antusias kalau lagi cerita. Tapi kalau udah berurusan sama anime di laptopnya dia kayak punya dunia sendiri. kayak engga berasal dari bumi lagi
Q: bagaimana pendapat anda mengenai Maya yang menjadi hijab cosplayer?
A: hijab cosplay itu menarik, keren. Dan si Maya bisa menghayati perannya dengan baik. Jadi engga ada yang salah sih dengan itu
Q:bentuk dukungan dan motivasi seperti apa yang anda berikan kepada Maya saat dirinya sedang ber-hijab cosplay?
A: dateng ke tempat dia cosplay. Ingetin kalau mau cosplay barang-barang yang dibutuhin udah lengkap atau belum
Q: apakah ada perbedaan karakter yang mencolok saat Maya sedang menjadi hijab cosplayer dan kesehariannya?
A: sedikit. Dia menghayati perannya pas lagi di foto. Tapi kalo diajak ngobrol, dia tetaplah Maya.
Q:pendapat anda mengenai hijab cosplay?
A: keren! Karena cosplay engga harus mengumbar-ngumbar aurat Narasumber: AYU
Q: apa pendapat anda mengnai karakter Nada sehari-hari? A: nada baik, dia juga pintar
Q: bagaimana pendapat anda mengenai Nada yang menjadi hijab cosplayer? A: saya setuju kalau di cosplay diadain hijab cosplay. Kalau bisa diekspansiin tuh hijab cosplay. Masih minoritas menurut saya
Q:bentuk dukungan dan motivasi seperti apa yang anda berikan kepada Nada saat dirinya sedang ber-hijab cosplay?
A: supaya para anggotanya yang cosplay bisa mengembangkaan hijab cosplay. Sekalian menjalankan kewajiban kita sebagai umat muslim untuk menutup aurat Q: apakah ada perbedaan karakter yang mencolok saat Nada sedang menjadi hijab cosplayer dan kesehariannya?
(2)
Q:pendapat anda mengenai hijab cosplay?
A: saya suka dengan cosplay apalagi jika dicampur dengan hijab. Saya sangat setuju dengan hijab cosplay, bila perlu buat komunitas khusus untuk hijab cosplay. Narasumber: PIPIT
Q: apa pendapat anda mengnai karakter Astina sehari-hari?
A: astina orang yang baik, seru, kocak. Cuma terkadang dia orangnya tidak terlalu terbuka kalau tidak dipaksa untuk bercerita. Dan cenderung nyimpen masalahnya sendiri. dan lebih senang ngabisin waktu dengan hobinya
Q: bagaimana pendapat anda mengenai Rosi yang menjadi hijab cosplayer? A: senang pas lihat dia jadi hijab cosplay, tambah cantik
Q:bentuk dukungan dan motivasi seperti apa yang anda berikan kepada Rosi saat dirinya sedang ber-hijab cosplay?
A: kalau aku kasi saran sih, yang penting kalau dia pakai jilbab itu sesuai sama aturan syari, tidak kkeleat batas
Q: apakah ada perbedaan karakter yang mencolok saat Rosi sedang menjadi hijab cosplayer dan kesehariannya?
A: astina jadi terlihhat lebih feminim, lebih cantik tentunya kalau pakai hijab dibanding kebalikannnya
Q:pendapat anda mengenai hijab cosplay?
A: menarik dan unik aja saat aku lihat astina jadi hijab cosplay Narasumber: ALIFIA
Q: apa pendapat anda mengnai karakter Rifka sehari-hari?
A: Engga terlalu feminin, kuat banget tenaganya apalagi kalau lagi bercanda, lucu banget kalau lagi ngasih guyonan tapi kadang juga engga lucu sama sekali. Kalau lagi bercosplay biasanya dia jadi jaga image gitu, karena situasi juga soalnya. Dan di rumah dia tuh, pendiam. Lebih banyak di kamar.
Q: bagaimana pendapat anda mengenai Rifka yang menjadi hijab cosplayer? A: awalnya aneh kan, soalnya rifka pakainya hijab engga pakai wig gitu. Tapi ternyata seru dan lucu juga. Sekarang kalau liat rifka ngecosplay jadi “kawaii” gitu
Q:bentuk dukungan dan motivasi seperti apa yang anda berikan kepada Maya saat dirinya sedang ber-hijab cosplay?
(3)
A: ngasih saran aja paling. Misal Rifka nanya, cocok atau lucu untuk dia cosplaykan atau tidak, yaa aku kasih masukan yang bagus dan cocok yang mana. Q: apakah ada perbedaan karakter yang mencolok saat Maya sedang menjadi hijab cosplayer dan kesehariannya?
A: mungkin jadi lebih feminin dan imut yaa. Karena kebawa pas lagi jadi karakter nge-cosplay
Q:pendapat anda mengenai hijab cosplay?
A: awalnya aneh karena cosplay pakai hijab. Tapi semuanya ada positif dan negatifnya kan. Dan engga semua cosplayer harus seksi-seksi dan pendek-pendek bajunya. Yang muslim jadi bisa nunjukin hobinya seperti yang lain
(4)
(5)
(6)
FOTO KEGIATAN
Foto saat FGD berlangsung pada tanggal 6 September 2016 di UIN Jakarta. FGD digunakan untuk untuk mengumpulkan data pada penelitian kualitatif. FGD ini
dilakukan kepada 6 orang anggota Hijab cosplay Islamic Otaku Community Episode UIN Jakarta.
Foto bersama acara IC Fest UIN Jakarta, 17 September 2016. IC Fest merupakan acara yang terakhir diikuti oleh peneliti dalam usahanya untuk mengmpulkan data