DAMPAK AKTIVITAS BERSEPEDA TERHADAP KESEHATAN MENTAL EMOSIONAL :Studi Kasus Pada Komunitas Pekerja Bersepeda Bike to Work Bandung.

(1)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah ... 1

B. IdentifikasidanRumusanMasalah ... 10

C. MaksuddanTujuanPenelitian ... 11

D. KegunaanPenelitian... 11

E. AnggapanDasar ... 12

F. Hipotesis ... 14

G. MetodePenelitian... 14

1. DesainPenelitian ... 16

2. OperasionalVariabel ... 17

3. InstrumenPengumpulan Data ... 22

4. ProsedurPenelitian ... 24

5. AnalisisStatistik ... 25

H. Populasi, SampeldanLokasiPenelitian ... 27

1. PopulasidanSampel ... 27

2. LokasiPenelitian ... 29

BAB II TINJAUAN TEORETIS A. AktivitasBersepeda ... 30

1. Pengertianaktivitasbersepeda ... 30

2. Manfaataktivitasbersepeda ... 31

3.1.Manfaatbagikesehatan ... 33

3.2.Manfaatbagilingkungan ... 36

3.3.Manfaatbagiekonomi ... 39

B. Kesehatan Mental Emosional ... 40

1. Definisikesehatan mental emosional ... 40

2. Indikatorsehat mental emosional ... 41

3. Gangguan mental emosional ... 45

C. Stress ... 57

1. Definisi Stress ... 57

2. Stress danPenyakit ... 60

3. Mekanismeterjadinya stress ... 63

4. Gejala-gejala stress ... 68

5. Dampak yang disebabkanoleh stress ... 69


(2)

5.2. Depresi ... 72

D. DampakAktivitasfisikterhadapKesehatan Mental Emosional ... 74

1. Dampakaktivitasbersepedaterhadap stress ... 81

2. Dampakaktivitasbersepedaterhadapkecemasan ... 85

3. Dampakaktivitasbersepedaterhadapdepresi ... 87

E. Hasil-hasilPenelitianTerdahulu... 92

BAB III PROSEDUR PENELITIAN A. MetodePenelitian... 97

B. DesainPenelitian ... 100

C. VariabeldanDefinisiOperasional ... 102

1. VariabelPenelitian ... 102

2. DefinisiOperasional ... 106

D. PopulasidanSampelPenelitian ... 108

1. PopulasiPenelitian ... 108

2. SampelPenelitian ... 108

E. InstrumenPenelitian... 111

F. UjicobaInstrumen ... 114

G. AnalisisdanPengolahan Data ... 118

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HasilPenelitian ... 122

B. Pembahasan ... 131

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 151

B. Implikasi ... 151

C. Rekomendasi ... 152

KEPUSTAKAAN ... 154 LAMPIRAN


(3)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Semenjak proses globalisasi berlangsung, kondisi kehidupan manusia di hampir seluruh belahan dunia mengalami perubahan drastis. Negara-negara maju yang kuat berusaha terus meraih keuntungan terhadap negara-negara berkembang yang miskin. Proses globalisasi menimbulkan perdagangan global yang tidak adil, yang mengakibatkan sistem keuangan global menjadi terganggu dan akhirnya menjadi krisis ekonomi. Hal ini seperti yang digambarkan oleh Praptono (2009) dalam artikelnya yang berjudul “Persoalan Pangan di Negara Berkembang dan Kejahatan Negara Maju” sebagai berikut:

Amerika Serikat menggunakan 35% sumberdaya dunia untuk penduduknya yang hanya 6%. Sementara negara-negara kaya yang hanya 25% menggunakan 2/3 produk pangan dunia. Susan George justru memperlihatkan statistik menarik dimana yang kelebihan penduduk adalah negara-negara maju (hal 69) dan bahwa petani-petani kecil lebih banyak menghasilkan makanan setiap hektarnya daripada petani-petani di negara maju, ini karena mereka mengolah lahannya dengan baik sekali (hal 78). Kenapa mereka tetap miskin dan gagal karena mereka harus membayar lebih untuk setiap asupan produksi yang mahal. Laporan Via Campesina menunjukkan ekspor beras Thailand meningkat sepanjang 1995-2003 tetapi justru pendapatan petani menurun. Ini karena petani harus lebih banyak membayar untuk input produksi yang lebih tinggi setiap tahunnya dan malahan hutang petani terus meningkat.

Kondisi tersebut, negara-negara berkembang yang miskin akan mengalami jeratan hutang dan terjebak di dalamnya.


(4)

Dampak globalisasi juga mempengaruhi keadaan ekonomi Indonesia. Sebagaimana kita ketahui, terjadinya krisis moneter pada tahun 1998 menjadi sebab inflasi ekonomi. Salah satu dampak inflasi adalah meningkatnya harga kebutuhan pokok akibat harga-harga barang di pasar yang tinggi. Kenaikan harga barang di pasaran menimbulkan efek domino yang mempengaruhi aspek sosial, budaya, pendidikan dan kesehatan masyarakat (Safaria & Saputra, 2009:2).

Demi mempertahankan hidupnya dalam persaingan ekonomi, manusia perlu bekerja dan berusaha dengan kuat dan cepat. Oleh karena itu, manusia memerlukan sarana yang membantu agar dapat bergerak dengan cepat dan efisien. Kemajuan teknologi akan mendukung pergerakan manusia. (contohnya kendaraan bermotor). Namun hal ini memberikan problematika yang baru yaitu karena kesibukan bekerja manusia menjadi malas bergerak sebab dimanjakan oleh teknologi dalam pemenuhan kebutuhan kesehariannya.

Salah satu problematika baru di daerah perkotaan pada saat ini adalah kemacetan. Terjadinya kemacetan, diakibatkan oleh meningkatnya jumlah kendaraan bermotor. Hal ini penulis kemukakan berdasarkan atas data pertumbuhan kendaraan bermotor baru lima tahun terakhir misalnya di Kota Bandung bersumber dari Kepolisian daerah Jawa Barat (Kompas, 26 Agustus 2009:A) sebagai berikut:


(5)

Gambar 1.1. Grafik Angka Pertumbuhan Kendaraan Bermotor baru Lima Tahun Terakhir

Masalah di perkotaan sudah sedemikian kompleks termasuk kemacetan yang semakin merajalela, menyebabkan jumlah masyarakat yang sakit kian bertambah dan memerlukan terobosan dalam mengatasinya. Hal ini seperti hasil laporan RISKERDAS 2007 (Riset Kesehatan Dasar) yang dikutip oleh Dwiagus (2008) menyatakan bahwa: “…,distribusi kematian secara nasional disumbang paling besar oleh penyakit strok, disusul dengan TB, Hipertensi dan lain-lainnya. Terutama untuk kelompok umur 45 ke atas, penyebab kematian adalah Strok.”


(6)

Salah satu kebutuhan masyarakat perkotaan adalah terpenuhinya lingkungan tinggal yang sehat serta lalu lintas yang bebas kemacetan yang perlu kiranya mendapat perhatian serius dari kita semua.

Krisis ekonomi dan kemacetan yang muncul akan mempengaruhi aspek kesehatan jiwa atau mental emosional masyarakat. Tekanan ekonomi dan kemacetan ini akan mempengaruhi distres pada manusia, distres ini menimbulkan ketidakseimbangan mental emosional pada diri manusia tersebut (Safaria & Saputra, 2009:2). Kementrian Kesehatan lewat Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 mencatat, penderita gangguan jiwa 0,46 persen dari populasi nasional. Penderita gangguan jiwa diduga diderita 6-19 orang per 1000 penduduk. Jika jumlah penduduk Indonesia sekitar 200 juta jiwa, tak kurang dari 1,2 juta penduduk menderita gangguan jiwa (Permanasari dan Tunggal, 2010:13). Sulistyawati dan Wresti (2009) mengutip hasil penelitian Ratna Mardiati mengatakan bahwa “14 persen penduduk Jakarta mengalami depresi akibat frustasi. Bahkan di RSJ Grogol, setiap hari ada 800-100 orang datang ke poliklinik untuk berkonsultasi.” Menurut Direktur Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Bandung, Mahmud (2005) mengatakan bahwa “dampak nyata dari kenaikan harga BBM terhadap penambahan jumlah warga yang mengalami gangguan jiwa,…sampai dengan bulan September 2005, jumlah pasien gangguan jiwa yang dirawat di RSJ Bandung sudah lebih dari 12.000 orang, tahun 2004 lalu sebanyak 13.000.” Lebih lanjut Bambang (2008) mengatakan bahwa “Pada 2004 baru ada 13.908 orang dan pada 2005 meningkat menjadi 16.923 orang. Bila dihitung dari tahun 2002, ada


(7)

penambahan 44,22 persen sehingga rata-rata setiap tahun ada pertambahan sekitar 1.126 pasien.”

0 5000 10000 15000 20000

2002 2003 2004 2005

mental disorder

Gambar 1.2. Grafik Kenaikan Pasien Rumah Sakit jiwa di Kota Bandung

Salah satu langkah yang bisa dilakukan untuk mengatasi kemacetan dan tekanan ekonomi adalah penggunaan sepeda sebagai sarana transportasi alternatif pilihannya. Dari sekedar alat olahraga dan rekreasi, sepeda lalu dicitrakan kembali sebagai alat transportasi sehari-hari, terutama bekerja. Komunitas Bike to Work, disingkat b2w, yang menaikkan popularitas sepeda sebagai kendaraan pengganti mobil dan motor untuk pergi ke kantor. Solusi sederhana ini akan mampu menjawab permasalahan kemacetan dan tekanan ekonomi, lingkungan hidup bersih yang bebas polusi dan menciptakan masyarakat yang lebih sehat dan bugar.

Komunitas bike to work terbentuk dari sekelompok penggemar kegiatan sepeda yang punya semangat terciptanya akan mimpi dan harapan lingkungan udara yang bersih di daerah perkotaan. Gaya hidup bersepeda secara langsung ikut mengurangi pemanasan global (global warming) dan hemat energi. Hal ini seperti diungkapkan oleh Lusiana (2009:17) bahwa “Ketika jalanan semakin disesaki kendaraan bermotor, sepeda kini mulai dilirik orang. Hemat energi, anti macet dan


(8)

tidak mencemari udara. Cukup bermodal dengkul, kendaraan ini bisa mengantar kemana-mana.”

Penulis mengutip alasan-alasan komunitas bike to work (2005:nd) menggunakan sepeda dalam aktivitas kehidupannya sehari-hari terutama dalam hal bekerja yaitu:

Karena sepeda baik untuk kesehatan dan mengurangi waktu yang harus kita sisihkan untuk berolahraga secara khusus, membantu mengurangi konsumsi BBM, mengurangi pengeluaran harian kita untuk mobile, dan bebas polusi, baik itu polusi suara yang dikeluarkan knalpot kendaraan bermotor maupun polusi udara yang diakibatkan oleh pembakaran bahan bakar fosil yang bisa membuat planet biru kita ini semakin panas, mungkin ini hanya langkah kecil, tapi kami bangga untuk mengatakan bahwa kami telah dan terus berusaha untuk mengurangi kontribusi CO2 kami di alam.

Kesadaran masyarakat menggunakan transportasi sepeda dalam beraktivitas kesehariannya dalam kurun lima tahun terakhir ini meningkat dengan pesat. Hal ini didasari dengan data angka penjualan sepeda cukup tinggi, seperti diungkapkan oleh Mulyono (2009:18) seorang Marketing Manager Roda Link sebagai berikut: “Dua tahun terakhir ini, permintaan penjualan sepeda cukup tinggi. Di Roda Link, pertumbuhan penjualan sepeda meningkat 20-30 persen untuk seluruh Indonesia. Sementara untuk pasar Jakarta, ada peningkatan penjualan sebanyak 40 persen.”

Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya gaya hidup bersepeda, maka perkembangan jumlah pengguna sepeda ke kantor meningkat dengan cepat. Hal tersebut seperti diungkapkan oleh Toto berdasarkan sumber dari Kompas (2009) antara lain:


(9)

Jumlah pesepeda ke kantor pada tahun 2004 masih 150-an, tahun 2005 naik menjadi 700 orang, tahun 2006 mencapai 2000 orang, dan pada tahun 2008 naik menjadi 11000-an diseluruh Indonesia. Dengan jumlah orang yang naik sepeda di Jabodetabek mencapai 5000-an.

Berdasarkan ungkapan Toto tersebut, penulis mencoba menggambarkan angka pertumbuhan pengguna sepeda ke kantor dalam bentuk grafik batang seperti di bawah ini:

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000

2004 2005 2006 2008

Gambar 1.3.

Grafik Pertumbuhan Pengguna Sepeda Ke Kantor

Dalam menjalankan roda kehidupan ini, manusia tidak dapat luput dari stress. Berbagai macam tuntutan, keadaan atau rangsangan yang dihadapi akan dapat menimbulkan stress. Hal ini sejalan dengan pendapat Safari dan Saputra (2009:13) bahwa: “Setiap hari Anda akan mengalami berbagai macam stimulasi yang menimbulkan stres, di antaranya kebisingan, kemacetan, polusi udara, temperatur, dan banyak hal lainnya di sekitar Anda dapat menimbulkan stres”. Menurut Arlina (2008:3) ada tiga sumber yang bisa mempengaruhi seseorang menjadi stress yaitu:


(10)

1. Lingkungan. Lingkungan kehidupan memberi berbagai tuntutan penyesuaian diri seperti antara lain

- Cuaca, kebisingan, kepadatan.

- Tekanan waktu, standard prestasi, berbagai ancaman terhadap rasa aman dan harga diri.

- Tuntutan hubungan antar pribadi, penyesuaian diri dengan teman, pasangan, dengan perubahan keluarga.

2. Fisiologik dari tubuh kita

- Perubahan kondisi tubuh: masa remaja; haid, hamil, meno/andropause, proses menua, kecelakaan, kurang gizi, kurang tidur, dan tekanan terhadap tubuh.

- Reaksi tubuh: reaksi terhadap ancaman dan perubahan pada tubuh kita, menimbulkan stress.

3. Pikiran kita. Pemaknaan diri dan lingkungan.

Pikiran menginterprestasi dan menerjemahkan pengalaman perubahan dan menentukan kapan menekan tombol panik. Bagaimana kita memberi makna/label pengalaman dan antisipasi ke depan, bisa membuat kita relax atau stress.

Kemacetan akan merangsang seseorang mengalami stress, karena banyaknya tekanan yang dialami ketika terjebak dalam kemacetan tersebut. Tekanan tersebut contohnya, banyaknya kendaraan umum yang melanggar aturan dan akhirnya akan merugikan pengendara lain, terlalu banyak waktu yang tersita sehingga terkadang menjadi terburu-buru, polusi asap dan suara, dan lain-lain.

Situasi kemacetan merupakan keadaan yang “overcrowding” atau terlalu padat. Menurut hasil penelitian Girdano (2005) yang berjudul “Research supports the theory that when individuals feel inhibited or frustrated due to overcrowding, the stress response results” yang dikutip oleh Rosalina (2008) menyatakan bahwa “penelitian terhadap hewan, keadaan “overcrowding” memproduksi sekresi hormone stress dan adrenalin secara berlebihan, menurunnya system kekebalan tubuh, dan meningkatnya tekanan darah.” Lebih lanjut, hasil penelitian University of California yang dikutip oleh David, Eshelman, dan McKay (2000)


(11)

menyebutkan beberapa keadaan merepotkan yang dapat menyebabkan kita stress yaitu:

Lebih lanjut World Health Organization (2002:12) menyatakan bahwa “Road traffic can lead to perceived danger of travel which causes feelings of insecurity, anxiety and stress.” Kondisi jalan raya dirasakan dapat menyebabkan perasaan tidak nyaman, seperti kecemasan dan stress.

Ada fenomena menarik yang bisa dikaji dalam komunitas bike to work ini. Bagi pekerja kantoran, bersepeda bukan hanya membuat hidup lebih sehat, tetapi juga dipercaya dapat mengurangi stress. Hal ini seperti ditulis oleh Tjahja Gunawan hasil wawancara dengan Windy salah satu anggota komunitas sepeda (2009:26) menyatakan bahwa: “Akan tetapi, bersepeda memang bisa menghilangkan stres, badan menjadi rileks, dan bisa menambah teman.” Lebih lanjut Erick Kirschbaum mewawancarai Thomas Geithner salah satu anggota ADFC (Allgemeiner Deutscher Fahrrad Club) Federasi pecinta sepeda di Berlin, Jerman (2009:23) mengatakan bahwa: “There's just too much stress with the car. I'm here on the bike in a few minutes and in good mood all day.” Namun demikian, penelitian dampak aktivitas bersepeda terhadap pencegahan stress belum pernah ada dilakukan. Atas dasar hal tersebut penulis bermaksud meneliti


(12)

mengisi kekosongan kurangnya data empirik untuk menguatkan beberapa pendapat para ahli mengenai manfaat dampak aktivitas bersepeda dalam mengurangi stress atau meningkatkan kesehatan mental emosional.

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah

Kondisi jalan raya terutama kemacetan yang terjadi pada saat akan berangkat kerja dapat mengganggu keadaan emosi seseorang. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan stress dan gangguan kejiwaan lainnya . Belum lagi ditambah dengan berbagai persoalan lainnya yang dihadapi oleh masing-masing individu,

Dalam menghadapi hal itu, seseorang harus mempunyai kesehatan mental emosional yang baik. Ada banyak cara untuk meningkatkan kesehatan mental emosional, salah satunya dengan melakukan aktivitas fisik. Ada banyak pendapat para ahli yang mengungkapkan bahwa aktivitas fisik dapat mempromosikan kesehatan mental emosional. Namun salah satu aktivitas fisik yang dapat meningkatkan kesehatan mental emosional dan secara langsung dapat mengatasi masalah kemacetan di jalan raya adalah dengan melakukan aktivitas bersepeda. Menurut Ainsley (2009) dalam artikelnya yang berjudul “Happy Cycling” mengungkapkan bahwa ”Cycling provides long-term mental health benefits, notably against chronic problem such as stress, anxiety and depression.” Aktivitas bersepeda dalam jangka panjang akan memberikan manfaat kesehatan mental, terutama terhadap gangguan mental seperti stress, anxiety dan depresi. Hal ini disebabkan dengan bersepeda akan meningkatkan endorphin, salah satunya menghasilkan hormon serotonin (menimbulkan perasaan bahagia).


(13)

Berdasarkan identifikasi masalah, maka penulis mengajukan rumusan masalah penelitian yaitu, “Apakah terdapat dampak yang positif dari aktivitas bersepeda terhadap kesehatan mental emosional?”

C. Maksud dan Tujuan Penelitian

Mengacu pada rumusan masalah yang diajukan, tujuan penelitian ini adalah mengkaji dampak aktivitas bersepeda terhadap kesehatan mental emosional.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan menjadi bahan masukan serta pertimbangan dalam upaya pengembangan olahraga di masyarakat maupun bagi penelitian di masa yang akan datang. Adapun manfaat yang bisa diambil dari penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi pemerintah dan masyarakat tentang pentingnya gaya hidup bersepeda dampaknya bagi kualitas kehidupan.

2. Secara praktis penelitian ini dapat dijadikan sebagai motivator bagi masyarakat dalam merubah gaya hidup tidak aktif menjadi gaya hidup sehat dan aktif salah satunya dengan bersepeda dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari.


(14)

E. Anggapan Dasar

Berdasarkan paparan di atas, dalam hal ini penulis mencoba memberikan anggapan dasar yang menjadi landasan teori dalam penelitian ini. Adapun anggapan dasar itu sebagai berikut:

Selain meningkatkan kesehatan fisik, aktivitas bersepeda juga dapat meningkatkan kesehatan mental emosional seperti dapat menurunkan resiko dari depresi, anxiety, dan stress. Hal tersebut dikemukakan oleh The European Network for Cycling Expertise (www.velo.info) bahwa “Health benefit for cycling is improving psychological and mental well-being and self esteem as well as reducing the risk of stress, depression, and anxiety.” Lebih lanjut, Travers

(www.adultbyciclyng.com) menjelaskan bahwa “Any regular exercise can reduce

stress and depression and improve well being and self esteem. Cycling outdoors is also a good way to be one with nature and to feel the breath of the earth. It takes one’s mind out of everyday-life stress and rejuvenates his soul.” Dari kedua pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa aktivitas bersepeda dapat memberikan manfaat dalam meningkatkan kesehatan mental seperti mengurangi resiko stress, depresi, dan anxiety. Bersepeda di alam terbuka juga merupakan cara yang baik bagi seseorang untuk keluar dari stress kehidupan sehari-hari.

Travers (www.adultbycicling.com) menjelaskan tentang mekanisme fisiologis dampak aktivitas bersepeda terhadap kesehatan mental emosional terutama menurunkan depresi, anxiety, dan stress sebagai berikut: Research suggests that regular exercise as like cycling may increase levels of serotonin in the brain. Serotonin is a neurotransmitter involved in mood, sleep, libido, appetite


(15)

and other functions, and has been linked to depression.” Dengan kata lain dapat dijelaskan bahwa aktivitas bersepeda dapat meningkatkan jumlah hormon serotonin dalam otak. Sebagaimana diketahui bahwa hormon ini berperan dalam menimbulkan rasa bahagia dan ada hubungannya dengan depresi, anxiety, dan stress. Untuk lebih jelasnya penulis uraikan mengenai pengaruh aktivitas bersepeda dalam menanggulangi gangguan mental emosional sebagai berikut: 1. Depresi merupakan kondisi medis akibat adanya disregulasi (ketidakberaturan)

neurotransmitter terutama serotonin, norepinephrin, dan dopamin. Depresi sebagai erosi dari koneksi-dalam kehidupan manusia serta antara sel-sel otak manusia.

Aktivitas bersepeda yang dilakukan dalam waktu yang lama (aerobic) akan membangun kembali hubungan antara sel-sel otak manusia yang disregulasi menjadi regulasi (beraturan) kembali. Hal ini selaras dengan pendapat Cedric Bryant, kepala ilmuwan di The American Council on Exercise yang dikutip oleh Chesser & Hutagalung (2007:103) menjelaskan bahwa “Latihan aerobik meningkatkan jumlah serotonin (hormon yang berperan dalam menimbulkan rasa bahagia) dan dopamin (hormon yang berhubungan dengan motivasi).” 2. Orang yang jarang melakukan aktifitas fisik akan rentan mengalami anxiety

(kecemasan). Apabila ada informasi yang akan merangsang timbulnya kecemasan, informasi tersebut akan diterima oleh amigdala. Informasi akan diterjemahkan berupa suatu tindakan yang tanpa pertimbangan dan akhirnya akan menimbulkan penyesalan.


(16)

Namun dengan melakukan aktivitas bersepeda akan meningkatkan jumlah neurotransmitter serotonin dan norepineprin, yang berguna untuk meningkatkan kerja prefrontal cortex dan menghambat kinerja amigdala pada otak manusia. Hal ini selaras yang diungkapkan oleh Ratey (2008:104) bahwa “When we add in exercise we get the neurotransmitters and neurotrophic factors bolstering the circuits between the prefrontal cortex and the amygdala, providing further control and creating a positive snowball effect.” Jadi segala informasi yang datang akan diolah dan dianalisis di prefrontal cortex terlebih dahulu, sehingga akan mempertimbangkan keputusan apa yang akan diambil menanggapi informasi tersebut.

3. Aktivitas bersepeda dapat menurunkan stress, hal ini seperti diungkapkan oleh Semiyen (www.newsite.1fife.org.uk) dalam artikelnya yang berjudul “Love Your Bike: give it a go by bike” bahwa : “Cycling makes you feel good; it can reduce stress and help you relax.” Aktivitas bersepeda akan membuat perasaan kita senang, hal itu akan dapat mengurangi stress dan membuat diri kita menjadi rileks. Hal ini bila dilihat secara fisiologi, aktivitas bersepeda dapat memberikan dampak dalam menurunkan stress disebabkan oleh meningkatnya BDNF (Brain Derived Neurotopic Factor) sebagai bahan dasar dalam membangun sinaps di otak manusia. BDNF adalah protein khusus yang akan menstimulasi pertumbuhan dendrit dan aksin. Kedua komponen ini merupakan jembatan menghantarkan informasi dari satu sel otak ke sel otak lainnya (Tarigan, 2009:81). BDNF dalam jumlah yang banyak sebagai hasil


(17)

aktivitas bersepeda, dapat memperbaiki kerusakan jaringan-jaringan syaraf di otak manusia yang diakibatkan oleh stress.

F. Hipotesis

Suatu hipotesis memegang peranan penting dalam suatu penelitian untuk menjelaskan permasalahan yang harus dicapai pemecahannya. Arikunto (2002:64) menyebutkan bahwa “Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul”.

Sesuai dengan permasalahan yang penulis teliti, maka hipotesis penelitian ini sebagai berikut:

“Aktivitas bersepeda dapat memberikan dampak positif terhadap kesehatan mental emosional.”

G. Metode Penelitian

Keberhasilan suatu penelitian ilmiah tidak terlepas dari metode apa yang digunakan dalam penelitian tersebut. Dengan demikian, seorang peneliti dituntut untuk terampil menemukan metode apa yang tepat dan sesuai dengan permasalahan yang sedang ditelitinya.

Oleh karena itu, merumuskan masalah yang diteliti serta menentukan tujuan yang ingin dicapai dalam suatu penelitian sangat menentukan terhadap metode penelitian yang digunakan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian ex post facto dengan pendekatan static group commparisson. Metode yang digunakan ini lebih mentitik beratkan pada penelitian komparatif. Mengenai hal ini, Nasir (1999:68) menyatakan “Penelitian komparatif adalah


(18)

sejenis penelitian deskriptif yang ingin mencari jawaban secara mendasar tentang sebab akibat, dengan menganalisa faktor-faktor penyebab terjadinya atau pun munculnya suatu fenomena tertentu.” Tujuan penelitian ex post facto adalah melihat akibat dari suatu fenomena dan menguji hubungan sebab akibat dari data-data setelah semua kejadian yang dikumpulkan telah selesai berlangsung. Adapun Sukardi (2003:174) menjelaskan bahwa “penelitian ex-post facto merupakan penelitian, di mana rangkaian variable-variabel bebas telah terjadi, ketika peneliti mulai melakukan pengamatan terhadap variable terikat.” Ciri utama dalam penelitian ex post facto dapat dijelaskan oleh Nasir (1999:73) sebagai berikut “Sifat penelitian ex post facto, yaitu tidak ada kontrol terhadap variabel, dan peneliti tidak mengadakan pengaturan atau manipulasi terhadap variabel. Variabel dilihat sebagaimana adanya.” Hal ini lebih lanjut diterangkan pula oleh Arikunto (2002:237) yaitu, “Pada penelitian ini, peneliti tidak memulai prosesnya dari awal, tetapi langsung mengambil hasil.” Sukardi (2003:165) mengemukakan hal yang sama bahwa “…..karena sesuai dengan arti ex-postfacto, yaitu ‘dari apa dikerjakan setelah kenyataan’, maka penelitian ini disebut sebagai penelitian sesudah kejadian.” Dalam menjabarkan metode tersebut maka peneliti membuat langkah penelitian sebagai berikut:

a. Mengumpulkan data yang diperoleh dari tes tingkatan gangguan mental emosional ringan (depresi, anxiety, dan stress) melalui angket yang disebarkan.

b. Menyusun dan mengolah data c. Menganalisis data.


(19)

G.1. Desain Penelitian

Untuk memberikan gambaran mengenai alur pikir dalam penelitian ini penulis memberikan gambaran sebuah desain penelitian causal-comparative dari Fraenkel dkk (1993). Desain yang dipilih oleh penulis dimaksudkan untuk membandingkan dua kelompok penelitian yang berbeda terhadap satu variabel yang akan di teliti. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Fraenkel dkk (1993:321) bahwa “The basic causal-comparative design involves selecting two or more groups that differ on a particular variable of interest and comparing them on another variable or variables.”

Gambar 1.4.

Desain Penelitian Causal-Comparative (Sumber: Fraenkel etc, 1993:321)

Penulis membagi sampel menjadi dua kelompok yakni kelompok yang seolah-olah diberikan perlakuan dan kelompok tidak melakukan perlakuan yang berfungsi sebagai kelompok kontrol atau pembanding. Dalam hal ini, penulis mengambil kelompok kontrolnya adalah kelompok yang tidak menggunakan sepeda dalam kesehariannya. Maka untuk lebih memudahkan penelitian, desain penelitiannya dapat dilihat pada gambar 1.5 berikut ini:

Independent Dependent Group variable variable I C1 O

(Group possesses (Measurement) characteristic I)

II C2 O

(Group possesses (Measurement) characteristic II)


(20)

Gambar 1.5.

Desain Penelitian Causal-Comparative modifikasi dari Fraenkel dkk (1993)

G.2. Operasional Variabel

Menurut Sugiyono (2007:38) variabel penelitian adalah “Segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian disimpulkan.”

Agar tidak terjadi salah penafsiran, maka penulis menetapkan variabel-variabel yang akan diteliti dan diberi batasan-batasan suatu istilah dari para ahli. Karena bila hal ini tidak dilakukan, dikhawatirkan akan menyebabkan kekeliruan dan dapat mengaburkan atau menjadi bias definisi yang sesungguhnya.

Variabel-variabel yang akan diteliti terdiri dari variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y). Variabel bebas adalah variabel yang bisa menyebabkan perubahan (mempengaruhi) terhadap variabel terikat. Sedangkan variabel terikat itu sendiri adalah variabel yang menjadi akibat (dipengaruhi), disebabkan oleh variabel bebas.

Pada penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah aktivitas bersepeda dan yang menjadi kelompok kontrol yaitu aktivitas yang tidak menggunakan sepeda. Sedangkan yang menjadi variabel terikat pada penelitian ini adalah tingkatan gangguan mental emosional ringan (depresi, anxiety, dan stress).

X

1

O

X

2

O

Keterangan gambar:

O= Kesehatan mental emosional


(21)

Secara rinci dapat diidentifikasikan variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Variabel bebas.

Pada penelitian ini yang menjadi variabel bebasnya adalah aktivitas bersepeda, dalam hal ini penulis beranggapan bahwa aktivitas bersepeda merupakan salah satu contoh aktivitas fisik. Pengertian aktivitas fisik menurut Caspersen dkk (1985:126), dalam Public Health Report yaitu “physical activity is defined as any bodily movement produced by skeletal muscle that result in energy expenditure. They energy expenditure can be measured in kilocalories.” Pernyataan tersebut mengandung pengertian bahwa aktivitas fisik adalah gerakan fisik apapun yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan atau membutuhkan pengeluaran energi di atas level istirahat. Pengeluaran energi tersebut dapat diukur dalam jumlah kilokalori.

Aktivitas fisik yang dimaksud disini tentunya bertujuan untuk pemeliharaan kesehatan fisik dan mental, serta mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar sepanjang hari.

Beranjak dari pengertian aktivitas fisik tersebut, penulis menganggap aktivitas bersepeda dapat mewakili kegiatan fisik yang dimaksud. Aktivitas bersepeda adalah salah satu aktivitas fisik yang kegiatannya memanfaatkan sarana alat berupa sepeda dan proses pelaksanaannya mempergunakan energi secara aerobik yang bertujuan untuk pemeliharan kesehatan fisik, mental, dan kualitas hidup.


(22)

Pada penelitian ini, yang menjadi variabel terikatnya adalah kesehatan mental emosional atau sering disebut kesehatan jiwa. Organisasi kesehatan dunia (WHO) mendefinisikan kesehatan mental sebagai suatu kondisi kesehatan dimana individu menyadari kemampuannya, dapat menyesuaikan diri dengan tekanan hidup yang wajar, dapat bekerja secara produktif dan secara berhasil, dan mampu untuk memberikan suatu kontribusi positif bagi masyarakatnya (cybermed.cbn.net.id). Menurut Undang-Undang Kesehatan Jiwa (Mental Health) yang dikutip oleh Setyonegoro (1984) yaitu :

Kesehatan Jiwa (mental health) menurut faham ilmu kedokteran sekarang adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektuil dan emosionil yang optimal dari seseorang. Perkembangan itu berjalan selaras dengan orang-orang lain. Makna kesehatan jiwa mempunyai sifat-sifat yang harmonis (serasi), dan memperhatikan semua segi dalam penghidupan manusia dan dalam hubungannya dengan manusia lain.

Jadi dapat disimpulkan bahwa kesehatan mental emosional atau jiwa adalah bagian integral dari kesehatan dan merupakan kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, mental dan sosial individu secara optimal, dan yang selaras dengan perkembangan orang lain.

Pada Artikel Kesehatan Jiwa (faperta.ugm.ac.id) seseorang yang sehat mental emosional atau jiwa mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Merasa senang terhadap dirinya serta o Mampu menghadapi situasi

o Mampu mengatasi kekecewaan dalam hidup o Puas dengan kehidupannya sehari-hari


(23)

o Mempunyai harga diri yang wajar

o Menilai dirinya secara realistis, tidak berlebihan dan tidak pula merendahkan 2. Merasa nyaman berhubungan dengan orang lain serta

o Mampu mencintai orang lain

o Mempunyai hubungan pribadi yang tetap

o Dapat menghargai pendapat orang lain yang berbeda o Merasa bagian dari suatu kelompok

o Tidak "mengakali" orang lain dan juga tidak membiarkan orang lain "mengakah" dirinya

3. Mampu memenuhi tuntutan hidup serta o Menetapkan tujuan hidup yang realistis o Mampu mengambil keputusan

o Mampu menerima tanggungjawab o Mampu merancang masa depan

o Dapat menerima ide dan pengalaman baru o Puas dengan pekerjaannya

Ciri-ciri orang yang mengalami gangguan mental emosional atau jiwa menurut Kanfer dan Goldstein yang dikutip oleh Djamaludin (2001) adalah sebagai berikut:

Pertama, hadirnya perasaan cemas (anxiety) dan perasaan tegang (tension) di dalam diri. Kedua, merasa tidak puas (dalam artian negative) terhadap perilaku diri sendiri. Ketiga, perhatian yang berlebihan terhadap problem yang dihadapinya. Keempat, ketidakmampuan untuk berfungsi secara efektif di dalam menghadapi problem.


(24)

Berdasarkan pemaparan di atas, kesehatan mental emosional yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah sehat terbebas dari gangguan jiwa (mental emosional) yaitu berupa depresi, anxiety, dan stress. Hal ini sesuai dengan pendapat Darmono (2009) bahwa “Gangguan mental emosional berupa kecemasan, stres, depresi, psikosis, dan penyalahgunaan obat termasuk gangguan jiwa.” Ditambahkan oleh Safaria dan Saputra (2009:2) mengungkapkan bahwa “Gangguan jiwa ringan gejala-gejala yang muncul antara lain, mudah gelisah, cemas, stres ringan, dan sulit membuat keputusan. Sedangkan gangguan jiwa sedang gejala-gejalanya antara lain depresi, murung, nafsu makan berkurang, dan sulit berkonsentrasi.”

Menurut Suhendi (2007:86) Depresi adalah “suatu gangguan kedaan tonus perasaan yang secara umum ditandai oleh rasa kesedihan, apati, pesimisme, dan kesepian. Keadaan ini sering disebutkan dengan istilah kesedihan, murung, dan kesengsaraan.” Hal ini perkuat oleh pendapat Chaplin (2005) depresi adalah (1) pada orang normal merupakan ganguan kemurungan (kesedihan, patah semangat) yang ditandai dengan perasaan tidak pas, menurunnya kegiatan, dan pesimisme menghadapi masa yang akan datang, (2) pada kasus patlogis, merupakan ketidakmampuan ekstrim untuk mereaksi terhadap rangsang disertai menurunnya nilai diri, delusi ketidakpasan, tidak mampu, dan putus asa.

Anxiety atau kecemasan menurut Priest (1994) yang dikutip oleh Safaria dan Saputra (2009:49) adalah “suatu keadaan yang dialami ketika berpikir tentang sesuatu yang tidak menyenangkan terjadi.” Lebih lanjut Calhoun dan Acocella


(25)

(1995) yang dikutip oleh Safaria dan Saputra (2009:50) bahwa “kecemasan adalah perasaan ketakutan (baik realistis maupun tidak realistis) yang disertai dengan keadaan peningkatan reaksi kejiwaan.” Maka segala bentuk situasi yang bisa mengancam kenyamanan manusia dapat menimbulkan kecemasan. Adanya konflik adalah merupakan salah satu sumber munculnya kecemasan. Ancaman fisik dan perasaan tertekan hal itu juga dapat menimbulkan kecemasan, akibat dari ketidakmampuan individu dalam menghadapi suatu masalah.

Menurut Vivien (one.indoskripsi.com:2009) mengutip dari Kozier (1989) bahwa “stress adalah segala sesuatu yang memberikan dampak secara total terhadap individu meliputi fisik, emosi, sosial, spiritual”. Dan mengutip dari Dadang Hawari (2000) stress adalah “suatu bentuk ketegangan yang mempengaruhi fungsi alat-alat tubuh.”

G.3. Instrumen Pengumpulan Data

Dalam melakukan sebuah penelitian tentunya diperlukan sebuah alat atau metode untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian. Alat dalam sebuah penelitian juga dapat dikatakan dengan instrumen penelitian. Mengenai instrumen ini, Arikunto (1997:138) menerangkan sebagai berikut:

Berbicara tentang jenis-jenis metode dan instrumen pengumpulan data sebenarnya tidak ubahnya dengan berbicara masalah evaluasi. Mengevaluasi tidak lain adalah memperoleh data tentang status sesuatu dibandingkan dengan standar atau ukuran yang telah ditentukan, karena mengevaluasi juga adalah mengadakan pengukuran.

Oleh karena itu alat atau instrumen dalam sebuah penelitian mutlak harus ada sebagai bahan untuk pemecahan masalah penelitian yang hendak diteliti.


(26)

Secara garis besar mengenai alat evaluasi ini Arikunto (1997:138) menggolongkannya atas dua macam yaitu tes dan non tes. Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, inteligensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Non tes adalah dengan mengamati sampel yang diteliti sesuai dengan kebutuhan penelitian sehingga diperoleh data yang diinginkan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan instrumen atau alat pengumpul data dengan angket atau kuesioner untuk alat ukur tes tingkat stress. Tingkat stress adalah hasil penilaian terhadap berat ringannya stress yang dialami seseorang (Hardjana,1994). Tingkatan stress ini diukur dengan menggunakan Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42) oleh Lovibond & Lovibond (1995). Psychometric Properties of the Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42) terdiri 42 item pernyataan. Aat Sriati (2008:9) menjelaskan bahwa:

DASS adalah seperangkat skala subyektif yang dibentuk untuk mengukur status emosional negatif dari depresi, kecemasan, dan stres. DASS 42 dibentuk tidak hanya untuk mengukur secara konvensional mengenai status emosional, tetapi untuk proses yang lebih lanjut untuk pemahaman, pengertian, dan pengukuran yang berlaku dimanapun dari status emosional, secara signifikan biasanya digambarkan sebagai stress.

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode skala. Alasan yang digunakan dalam menggunakan metode skala ini yaitu karena subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri (Azwar, 2005). Stimulusnya berupa pertanyan atau pernyataan yang tidak langsung mengungkap atribut yang hendak diukur melainkan mengungkap indikator perilaku atribut yang bersangkutan.


(27)

G.4. Prosedur Penelitian

Adapun gambaran alur atau proedur yang akan diambil dalam penelitian adalah sebagaimana dalam diagram berikut ini:

Gambar 1.6.Prosedur Penelitian G.5. Analisis Statistik

Analisis data dilaksanakan dengan menggunakan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) Serie 17. Dalam penelitian ini penulis mengambil dua tahap analisis statistik penelitian. Adapun langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut:

Tahapan analisis statistik untuk membandingkan tingkatan gangguan mental emosional antara kelompok aktivitas bersepeda dengan kelompok tidak bersepeda (kontrol). Langkah-langkahnya sebagai berikut:

POPULASI

SAMPEL

ANGKET

PENGUMPULAN DATA

ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA

KESIMPULAN

UJI COBA ANGKET


(28)

a. Uji Normalitas Data

Uji normalitas data dilaksanakan dengan tujuan agar dapat memperoleh informasi mengenai distribusi kenormalan data. Selain itu, uji normalitas data juga akan menentukan langkah yang harus ditempuh selanjutnya, yaitu analisis statistik apa yang harus digunakan, apakah statistik parametrik atau non-parametrik. Langkah yang dilakukan adalah dengan menginput dan menganalisa menggunakan deskripsi explore data pada menu SPSS Serie 17.

Uji normalitas dari output yang dihasilkan program SPSS 17 terdapat lima uji analisis normalitas data, yaitu kolmogorov smirnov, Shapiro-wilk, QQ Plots, Detrended normal QQ Plots, dan Spread V.S Level Plot. Ke lima uji analisis ini sebenarnya saling mendukung satu sama lainnya. Untuk uji normalitas, penulis mengacu pada analisis Shapiro-Wilk. Penulis memiliki anggapan bahwa untuk jumlah sampel lebih atau di atas 30 orang atau termasuk pada kategori kelompok sampel besar, maka pengujian dengan Shapiro-Wilk sangat relevan. Dengan pengujian Shapiro-Wilk, untuk jumlah sampel di atas 30 orang atau sampel besar memiliki derajat yang tinggi.

b. Uji Homogenitas Data

Uji homogenitas data dilaksanakan setelah uji normalitas data. Tujuan uji homogenitas data adalah untuk mengetahui apakah data tersebut berasal dari sampel atau populasi yang homogen atau tidak. Selain itu juga untuk menentukan jenis analisis statistik apa yang selanjutnya digunakan dalam uji hipotesis data. Karena syarat dari uji satistik parametrik, data penelitian harus berdistribusi normal dan homogen.


(29)

Uji homogenitas data menggunakan program software SPSS Serie 17 adalah sama dengan uji normalitas data. Output yang dihasilkan dari descriptive explore data tersebut sekaligus menghasilkan dua analisis, yaitu normalitas dan homogenitas data. Untuk uji homogenitas data mengacu pada penghitungan Lavene Statistik hasil output dari SPSS.

c. Uji Hipotesis

Uji hipotesis data dilakukan guna mendapatkan kesimpulan dari data yang diperoleh. Jenis analisis statistik yang digunakan untuk melakukan uji hipotesis dalam rangka mencari kesimpulan ditentukan oleh hasil uji normalitas dan homogenitas data. Dalam uji hipotesis ini penulis membandingkan hasil tes DASS pada kelompok sampel bersepeda dan kelompok kendaraan bermotor (kontrol). Pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah ada dampak yang signifikan dari aktivitas bersepeda terhadap tingkat gangguan mental emosional (depresi, anxiety, dan stress).

Uji hipotesis untuk mengetahui perbedaan antara dua kelompok sampel, digunakan analisis dengan independent sampel t-test. Output yang dihasilkan setelah pengolahan, diperoleh dua uji, yaitu uji-f (Varians) dan uji-t (Uji kesamaan dua rata-rata).

H. Populasi , Sampel, dan Lokasi Penelitian H.1. Populasi dan Sampel

Untuk memperoleh hasil dari sebuah penelitian tentunya diperlukan sumber data untuk dijadikan objek dari penelitian yang dilakukan. Sumber dari penelitian


(30)

tersebut bisa dari orang, binatang atau pun benda sesuai dari tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian tersebut.

Adapun mengenai objek yang hendak diteliti adalah dinamakan dengan populasi dan sample penelitian. Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto 1997:115). Sedangkan sample adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto 1997:117).

Dalam penelitian ini penulis mengambil populasi yaitu anggota pekerja bersepeda (bike to work) Bandung yang berjumlah 479 orang, dirasa cocok dengan tujuan yang hendak penulis capai. Agar penelitian ini berjalan sesuai dengan yang diharapkan, penulis membuat suatu kriteria khusus untuk menentukan orang-orang yang termasuk ke dalam populasi tersebut antara lain:

1. Usia 20 tahun ke atas, atau usia produktif bekerja (sesuai klafikasi yang akan diteliti).

2. Harus menggunakan sepeda sebagai aktivitas kesehariannya atau bekerja sudah satu tahun atau lebih.

3. Menggunakan sepeda 3 sampai 5 kali dalam seminggu.

4. Jarak yang ditempuh dalam beraktivitas sepedanya lebih dari 5 km dalam sehari.

5. Serta anggota aktif dalam setiap event yang diadakan oleh Bike to Work. 6. Termasuk kategori status sosial ekonomi menengah ke atas, dilihat dari latar

belakang pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan.

Maka dari itu, penulis melakukan observasi langsung melalui pendataan dan wawancara langsung dengan pengurus dan anggota yang aktif didapatkan


(31)

populasi anggota aktif sesuai kriteria yang penulis tentukan sebesar 128 orang. Dalam penentuan jumlah sampel, penulis mengambil acuan dari pendapat yang dikemukan oleh Surakhmad (1994) yang dikutip oleh Riduwan (2008) sebagai berikut: “Apabila ukuran populasi sebanyak kurang lebih 100, maka pengambilan sampel sekurang-kurangnya 50% dari populasi. Apabila ukuran populasi sama dengan atau lebih dari 1000, ukuran sampel diharapkan sekurang-kurangnya 15% dari ukuran populasi”.

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, maka dirasa sesuai dengan persyaratan atau karakteristik penelitian yang penulis lakukan dan dapat mewakili populasi. Pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan metode sederhana yaitu di kocok.

Sedangkan metode penelitian yang digunakan yaitu ex-post facto serta pendekatan static group comparison. Jumlah dari kelompok kontrol yang penulis ambil juga sebanyak 64 orang sesuai dengan sample yang juga diambil secara acak.

H.2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian penulis lakukan dibagi ke dalam dua tempat adalah : 1. Untuk sampel penelitian bertempat di Taman Cikapayang Dago Bandung

(Tempat Komunitas Bike to Work Bandung berkumpul) yang terletak di Jl. Ir. H. Juanda Dago Bandung.

2. Dan untuk kelompok kontrol bertempat di Hotel Hyatt Regency Bandung yang terletak di Jl Sumatera No.51 Bandung.


(32)

BAB III

PROSEDUR PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan suatu cara yang ditempuh untuk memperoleh data, menganalisis dan menyimpulkan hasil penelitian. Penggunaan metode dalam pelaksanaan penelitian adalah hal yang sangat penting, sebab dalam menggunakan metode penelitian yang tepat diharapkan dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Disamping itu penggunaan metode tergantung kepada permasalahan yang akan dibahas, dengan kata lain penggunaan suatu metode dilihat dari efektifitas, efisiensi, dan relevansinya metode tersebut. Suatu metode dikatakan efektif apabila selama pelaksanaan dapat terlihat adanya perubahan positif menuju tujuan yang diharapkan. Sedangkan suatu metode dikatakan efisien apabila penggunaan waktu, fasilitas, biaya, dan tenaga dapat dilaksanakan sehemat mungkin namun dapat mencapai hasil yang maksimal. Metode dikatakan relevan apabila waktu penggunaan hasil pengolahan dengan tujuan yang hendak dicapai tidak terjadi penyimpangan.

Sehubungan dengan masalah yang diutarakan dalam penelitian ini,penulis menggunakan metode ex post facto.Dalam hal ini,Kerlinger (1964:360) mendefinisikan metode penelitian ex post facto sebagai:

The research in which the independent variable or variable have already occurred and in which the researchers starts with the observations of a dependent variable or variables in retrospect for their possible relations to, and effects on, the dependent variable or variables


(33)

Pendapat Kringler dapat disimpulkan bahwa ex post facto adalah suatu metode penelitian di dalamnya variable bebas telah terjadi atau telah dilaksanakan (tanpa ada perlakuan), dan peneliti memulai dengan mengobservasi hubungan yang terlihat antara variabel bebas terhadap variabel terikat.Lebih lanjut Sukardi (2003:174) mengemukakan penelitian ex post facto adalah “penelitian dimana rangkaian variabel-variabel bebas telah terjadi, ketika peneliti mulai melakukan pengamatan terhadap variabel terikat.”

Sedangkan Tuckman (1972:123-124) menjelaskan mengenai ex post facto sebagai berikut:

…an experiment in which the researcher examines the effects of the naturalistically-occurring treatment has accourred rather than creating the treatment it self. The experimenter attempts to relate this after the fact treatment to an outcome or dependent measure. While the naturalistic or ex post facto experiment may not always be diagrammed from other designs, it is different in that the treatment is included by selection rather than manipulation. For this reason, it is not always possible to assume a simple causative relation between independent and dependent variables. If the relationship holds.But if the predicted relationships obtained. This does not necessarily mean that the variables studies are causally related.

Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa suatu ekperimen yang dilakukan oleh seorang peneliti dengan menguji efek dari perlakuan yang telah berjalan alami dari pada perlakuan yang dibuat sendiri.Usahanya untuk menghubungkan sesuatu perlakuan yang telah dilakukan dengan suatu hasil atau yang terikat pada ukuran. Sementara itu ex post facto boleh tidak selalu ada bentuk gambaran dari desain lain, hal ini berbeda dalam artian bahwa perlakuan yang diberikan adalah pilihan dari suatu manipulasi. Untuk alasan tersebut, bukan


(34)

untuk mengasumsikan suatu hubungan sebab akibat antara variabel bebas dan variabel terikat.Jika terjadi hubungan, namun hubungan yang diperoleh harus dapat diprediksi, hal ini tidak perlu diartikan bahwa variabel penelitian adalah berhubungan secara sebab akibat.

Ciri utama dalam penelitian ex post facto adalah tidak adanya perlakuan yang diberikan oleh peneliti atau dengan kata lain perlakuannya sudah dilakukan tanpa ada control dari peneliti. Hal ini seperti dijelaskan oleh Nasir (1999:73) sebagai berikut: “sifat penelitian ex post facto yaitu tidak ada kontrol terhadap variabel. Variabel dilihat sebagaimana adanya.”Tujuan penelitian ex post facto adalah melihat akibat dari suatu fenomena dan menguji hubungan sebab akibat dari data-data setelah semua kejadian yang dikumpulkan telah selesai berlangsung.

Metode penelitian ex post facto disebut juga dengan istilah metode Causal-Comparative atau metode yang mengamati suatu masalah secara mendalam dengan cara membandingkan dua situasi kelompok yang berbeda. Sukhia, Metrota dan Metrota (1966) yang dikutip oleh Mulyana (2010) menjelaskan bahwa:

This method is based on mill’s canon of agreement and disagreement which states that causes of a given observed effects may be ascertained by noting elements which are invariable present when the result is present and which is invariably absent when the result is absent.

Pernyataan Sukhia dkk tersebut dapat disimpulkan bahwa metode causal-comparative berdasarkan pada aturan dari suatu perjanjian dan perbedaan paham dalam suatu keadaan, yang menyebabkan efek yang diamati. Diberikan mungkin melalui penambahan dengan cara mencatat unsur-unsur yang diperoleh ketika


(35)

hasilnya tidak berubah-rubah serta tanpa alternative walau hasil yang diraih kosong atau tidak tampak.

B. Desain Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan desain penelitian static-group comparison, atau dengan kata lain menitikberatkan pada penelitian komparatif. Adapun yang menjadi latar belakang pengambilan desain static group comparison didasarkan atas beberapa keterbatasan penelitian yang penulis lakukan yaitu: 1. Waktu dan fasilitas penelitian yang terbatas.

2. Biaya yang minim

3. Kelompok sampel yang diambil tidak memungkinkan untuk dilakukan perlakuan, kalaupun bisa diberikan perlakukan akan sulit terkontrol.

Melihat kondisi tersebut, maka penulis mengambil desain penelitian static-group comparison dengan pertimbangan berdasarkan pendapat Fraenkel dkk (1993) dan Stanley (1963) bahwa desain penelitian tersebut lebih banyak nilai positifnya (nilai-nilai yang dapat terkontrol) yaitu digambarkan dalam tabel 3.1.

Tabel.3.1. Perbandingan efektivitas desain penelitian (Fraenkel dkk 1993:263)


(36)

Menurut Nasir (1999:68) mendefinisikan komparatif adalah “sejenis penelitian deskriptif yang ingin mencari jawaban secara mendasar tentang sebab akibat, dengan menganalisa faktor-faktor penyebab terjadinya ataupun munculnya suatu fenomena tertentu.” Pada desainex post facto komparatif, sampel dibagi menjadi dua kelompok yakni kelompok yang seolah-olah diberikan perlakuan dan kelompok yang tidak diberikan perlakuan yang berfungsi sebagai kelompok pembanding (control).

Dalam hal ini, penulis mengambil kelompok kontrolnya adalah kelompok yang tidak menggunakan sepeda dalam kesehariannya. Maka untuk lebih memudahkan penelitian, desain penelitiannya dapat dilihat pada gambar 3.1. berikut ini:

Gambar 3.1. Desain PenelitianCausal-Comparative(Fraenkel.etc:1993:247)

Mengacu pada masalah penelitian, penulis merancang dua model desain penelitian sebagai berikut:

Variabel Dependent (Variabel terikat)

Variabel Independent (Variabel bebas) Bersepeda (B1) Tidak bersepeda (B2)

Sehat Mental Emosional (A1)

A1B1 A1B2

X

1

O

X

2

O

Keterangan gambar:

O= Kesehatan Mental Emosional


(37)

Keterangan:

A1B1 : Kesehatan mental emosional yang dimiliki sebagai dampak dari aktivitas

bersepeda ketika berangkat kerja.

A1B2 : Kesehatan mental emosional yang dimiliki sebagai dampak dari aktivitas

tidak bersepeda ketika berangkat kerja. C. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

Setiap hal dalam suatu penelitian yang datanya ingin diperoleh biasanya dikatakan sebagai variabel penelitian.Hal ini seperti dikatakan oleh Sugiyono (2007:38) bahwa “Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian disimpulkan.”

Peneliti menentukan variabel-variabel yang akan diteliti dan diberi batasan-batasan atau definisi agar kemungkinan kekeliruan pendapat yang akan mengaburkan pengertian sebenarnya yang akan diteliti tidak akan terjadi.

Variabel yang ada dalam suatu penelitian biasanya terdiri dari variabel bebas (independent) dan variabel terikat (dependent).Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi dan variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi.Pada penelitian ini penulis menentukan yang menjadi variabel bebasnya adalah aktivitas fisik berupa bersepeda dan menjadi variabel kontrolnya atau pembandingnya adalah aktivitas bersepeda motor.Sedangkan yang menjadi variabel terikat pada penelitian ini adalah tingkat kesehatan mental emosional para pekerja atau karyawan.


(38)

Secara rinci dapat dijabarkan variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Variabel Bebas (Independent)

Pada penelitian ini, yang menjadi variabel bebasnya adalah aktivitas bersepeda. Pengertian aktivitas bersepeda yang didasari oleh pengertian aktivitas fisik (WHO; Carpersen, 1985; Fathohah, 1996) adalah setiap gerak tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka dan membutuhkan pengeluaran energi, gerak tubuh yang dihasilkan disalurkan melalui kegiatan bersepeda ditujukan untuk pemeliharaan kesehatan fisik, mental, dan kualitas hidup.Dalam hal ini aktivitas bersepeda yang dilakukan dengan intensitas dan volume yang rendah sampai sedang. Hal ini sesuai dengan pendapat Giriwijoyo (2007:232) menjelaskan bahwa:

Aktivitas fisik yang bertujuan menjaga kesehatan atau kebugaran memiliki karakteristik tersendiri dimana dilakukan dalam intensitas yang rendah sampai sedang yaitu antara 60%-80% dari denyut nadi maksimal sesuai dengan umur dan dilakukan antara 3-5 kali dalam seminggu dan dilakukan secara kontinu minimal 10 menit.

Aktivitas bersepeda merupakan salah satu aktivitas olahraga yang menggunakan proses penggunaan energy secara aerobic. Bersepeda juga merupakan cara yang baik untuk melatih pernafasan, kerja jantung dan otot. Selain itu bersepeda memiliki keindahan bahwa dapat lebih memperkuat tubuh dan jiwa secara simultan (Chris & Edmund, 1996). Mulyana (2010:96) mengatakan bahwa “bersepeda dianggap suatu aktivitas fisik yang tergolong akrobatik, individu yang melakukannya dituntut untuk dapat menguasai alat


(39)

(sepeda) untuk dapat melaju dengan baik dengan mempertahankan keseimbangannya sewaktu menjalankannya…”

b. Variabel Terikat (Dependent)

Pada penelitian ini, yang menjadi variabel terikatnya adalah kesehatan mental emosional atau sering disebut kesehatan jiwa. Organisasi kesehatan dunia (WHO) mendefinisikan kesehatan mental sebagai suatu kondisi kesehatan dimana individu menyadari kemampuannya, dapat menyesuaikan diri dengan tekanan hidup yang wajar, dapat bekerja secara produktif dan secara berhasil, dan mampu untuk memberikan suatu kontribusi positif bagi masyarakatnya (cybermed.cbn.net.id). Menurut Undang-Undang Kesehatan Jiwa (Mental Health) yang dikutip oleh Setyonegoro (1984) yaitu :

Kesehatan Jiwa (mental health) menurut faham ilmu kedokteran sekarang adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektuil dan emosionil yang optimal dari seseorang. Perkembangan itu berjalan selaras dengan orang-orang lain. Makna kesehatan jiwa mempunyai sifat-sifat yang harmonis (serasi), dan memperhatikan semua segi dalam penghidupan manusia dan dalam hubungannya dengan manusia lain.

Jadi dapat disimpulkan bahwa kesehatan mental emosional atau jiwa adalah bagian integral dari kesehatan dan merupakan kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, mental dan sosial individu secara optimal, dan yang selaras dengan perkembangan orang lain.

Ciri-ciri orang yang mengalami gangguan mental emosional atau jiwa menurut Kanfer dan Goldstein yang dikutip oleh Djamaludin (2001) adalah sebagai berikut:


(40)

Pertama, hadirnya perasaan cemas (anxiety) dan perasaan tegang (tension) di dalam diri.Kedua, merasa tidak puas (dalam artian negative) terhadap perilaku diri sendiri.Ketiga, perhatian yang berlebihan terhadap problem yang dihadapinya.Keempat, ketidakmampuan untuk berfungsi secara efektif di dalam menghadapi problem.

Berdasarkan pemaparan di atas, kesehatan mental emosionalyang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah sehat terbebas dari gangguan jiwa (mental emosional) yaitu berupa depresi, anxiety, dan stress. Hal ini sesuai dengan pendapat Darmono (2009) bahwa “Gangguan mental emosional berupa kecemasan, stres, depresi, psikosis, dan penyalahgunaan obat termasuk gangguan jiwa.” Ditambahkan oleh Safaria dan Saputra (2009:2) mengungkapkan bahwa “Gangguan jiwa ringan gejala-gejala yang muncul antara lain, mudah gelisah, cemas, stres ringan, dan sulit membuat keputusan. Sedangkan gangguan jiwa sedang gejala-gejalanya antara lain depresi, murung, nafsu makan berkurang, dan sulit berkonsentrasi.”

Menurut Vivien (one.indoskripsi.com:2009) mengutip dari Kozier (1989) bahwa “stress adalah segala sesuatu yang memberikan dampak secara total terhadap individu meliputi fisik, emosi, sosial, spiritual”. Dan mengutip dari Dadang Hawari (2000) stress adalah “suatu bentuk ketegangan yang mempengaruhi fungsi alat-alat tubuh.”

Anxiety atau kecemasan menurut Priest (1994) yang dikutip oleh Safaria dan Saputra (2009:49) adalah “suatu keadaan yang dialami ketika berpikir tentang sesuatu yang tidak menyenangkan terjadi.” Lebih lanjut Calhoun dan Acocella (1995) yang dikutip oleh Safaria dan Saputra (2009:50) bahwa “kecemasan adalah


(41)

perasaan ketakutan (baik realistis maupun tidak realistis) yang disertai dengan keadaan peningkatan reaksi kejiwaan.” Maka segala bentuk situasi yang bisa mengancam kenyamanan manusia dapat menimbulkan kecemasan. Adanya konflik adalah merupakan salah satu sumber munculnya kecemasan. Ancaman fisik dan perasaan tertekan hal itu juga dapat menimbulkan kecemasan, akibat dari ketidakmampuan individu dalam menghadapi suatu masalah.

Menurut Suhendi (2007:86) Depresi adalah “suatu gangguan kedaan tonus perasaan yang secara umum ditandai oleh rasa kesedihan, apati, pesimisme, dan kesepian. Keadaan ini sering disebutkan dengan istilah kesedihan, murung, dan kesengsaraan.” Hal ini diperkuat oleh pendapat Chaplin (2005) depresi adalah (1) pada orang normal merupakan ganguan kemurungan (kesedihan, patah semangat) yang ditandai dengan perasaan tidak pas, menurunnya kegiatan, dan pesimisme menghadapi masa yang akan datang, (2) pada kasus patologis, merupakan ketidakmampuan ekstrim untuk mereaksi terhadap rangsang disertai menurunnya nilai diri, delusi ketidakpasan, tidak mampu, dan putus asa.

2. Definisi Operasional

a. Aktivitas bersepeda didefinisikan sebagai gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang membutuhkan pengeluaran energy secara aerobik, gerak tubuh yang dihasilkan disalurkan melalui kegiatan bersepeda yang berguna untuk memelihara kesehatan fisik dan mental, serta mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar sepanjang hari.

b. Kesehatan mental emosional didefinisikan


(42)

mengakibatkankegiatanproduktif, memenuhihubungandenganoranglain, dan kemampuanuntukberadaptasi dengan perubahandanmenghadapikesulitan (Tsai,2010). Dengan kata lain mampu beradaptasi dan menghadapi gangguan mental emosional selama hidupnya. Gangguan mental emosional yang dimaksud adalah stress, anxiety, dan depresi.

1. Stress adalah perasaan tertekan, perasaan tertekan ini membuat orang mudah tersinggung, mudah marah, konsentrasi terhadap pekerjaan menjadi terganggu dan keadaan tersebut akan memberikan dampak pada kesehatannya.

2. Anxiety adalah perasaan tidak nyaman yang biasanya berupa perasaan gelisah, takut, atau khawatir yang merupakan manifestasi dari factor psikologis dan fisiologis.

3. Depresi adalah gangguan perasaan yang ditandai dengan kehilangan kegembiraan atau gairahSebagai reaksi yang dipicu oleh suatu keadaan atau kejadian yang menyebabkan seseorang mengalami atau merasa kehilangan. Hal ini bisa disebabkan karena kehilangan pekerjaan, kehilangan orang yang disayangi, penyakit, penghasilan, reputasi, harga diri, tenaga, atau kepercayaan diri.

D. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari subyek/obyek yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk


(43)

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,2007:80). Dapat disimpulkan bahwa yang menjadi populasi dalam obyek penelitian itu bukan hanya orang akan tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek dalam penelitian.

Maka dari itu yang dimaksud populasi penelitian adalah mencakup segala sesuatu yang akan dijadikan subyek/obyek penelitian yang akan diteliti. Dan yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anggota pekerja bersepeda (bike to work) Bandung yang berjumlah 479 orang, dirasa cocok dengan tujuan yang hendak penulis capai.

2. Sampel Penelitian

Sampel penelitian menurut Arikunto (1998:117) adalah “sebagian atau wakil populasi yang diteliti.” Jadi bisa dikatakan bahwa sampel penelitian merupakan bagian dari populasi yang mewakili semua karakteristik dan sifat yang terdapat pada populasi tersebut.

Dalam hal teknik pengambilan dan pemilihan sampel, Syaodih (2008:253) menjelaskan bahwa salah satu cara pengambilan sampel adalah harus representative, sampel yang diambil diharapkan dapat mewakili populasi, semakin besar sampel yang diambil mendekati populasi maka peluang kesalahan generalisasi semakin kecil, dan sebaliknya bila terlalu sedikit sampel menjauh populasi, maka semakin besar kesalahan generalisasi (Mulyana, 2010:100-101). Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah mempergunakan teknik Proportionate Stratified Random Sampling. Hal ini dilakukan karena populasi yang dijadikan obyek penelitian dianggap tidak homogen bila dilihat dari usia,


(44)

latar belakang pendidikan/keluarga/ status ekonomi dan jarak tempuh dari rumah ke tempat kerja. Karena populasi dianggap berstrata maka perlu dilakukan pengambilan sampling yang berstrata juga, stratanya ditentukan dengan berdasarkan pada tingkat usia, latar belakang ekonomi, juga jarak yang ditempuh dari rumah ke tempat kerja, sehingga menuntut dilakukan pengambilan sampel yang harus proporsional sesuai dengan populasi.

Agar penelitian ini berjalan sesuai dengan yang diharapkan, penulis membuat suatu kriteria khusus untuk menentukan orang-orang yang termasuk ke dalam populasi tersebut antara lain:

1. Usia 20 tahun ke atas, atau usia produktif bekerja (sesuai klafikasi yang akan diteliti).

2. Harus menggunakan sepeda sebagai aktivitas kesehariannya atau bekerja sudah satu tahun atau lebih.

3. Menggunakan sepeda 3 sampai 5 kali dalam seminggu.

4. Jarak yang ditempuh dalam beraktivitas sepedanya lebih dari 5 km dalam sehari.

5. Serta anggota aktif dalam setiap event yang diadakan oleh Bike to Work. 6. Termasuk kategori status sosial ekonomi menengah ke atas, dilihat dari latar

belakang pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan.

Maka dari itu, penulis melakukan observasi langsung melalui pendataan dan wawancara langsung dengan pengurus dan anggota yang aktif didapatkan populasi anggota aktif sesuai kriteria yang penulis tentukan sebesar 128 orang. Dalam penentuan jumlah sampel, penulis mengambil kesimpulan dari pendapat


(45)

yang dikemukakan oleh Surakhmad (1994) yang dikutip oleh Riduan (2008) sebagai berikut: “Apabila ukuran populasi sebanyak kurang lebih 100, maka pengambilan sampel sekurang-kurangnya 50% dari populasi. Apabila ukuran populasi sama dengan atau lebih dari 1000, ukuran sampel diharapkan sekurang-kurangnya 15% dari ukuran populasi”.Dan Syaodih (2008:261) mengemukan bahwa:

…secara umum, untuk penelitian korelasional jumlah sampel (n) sebanyak 30 individu telah dipandang cukup besar, sedang dalam penelitian Kausal-Komparatif dan eksperimental 15 individu untuk setiap kelompok yang dibandingkan dipandang sudah cukup memadai, sedang untuk kelompok-kelompok sampel berkisar antara 20 sampai 50 individu.

Berdasarkan pernyataan-pernyataan cara menentukan banyaknya sampel, maka penentuan jumlah sampel penelitian untuk masing-masing populasi ditentukan dengan cara mengambil pendapat dari Riduwan (2008) dan Syaodih (2008). Jumlah sampel yang diambil sebear 50% dari populasi yang sesuai dengan karakteristik penelitian yaitu berkisar 64 orang pekerja bersepeda.

Sedangkan sampel kelompok control yang akan digunakan adalah pekerja yang tidak menggunakan sepeda untuk berangkat kerja dan tidak aktif terlibat dalam kegiatan olahraga. Hal ini dilakukan untuk melihat secara jelas dampak aktivitas fisik yang dilakukan sehari-hari ketika berangkat dan pulang kerja, tanpa ada bias dari pengaruh aktivitas fisik lain yang lebih intensif seperti aktivitas olahraga di luar pekerjaan. Pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan metode sederhana yaitu di kocok.Sedangkan metode penelitian yang digunakan yaituex-pose facto pendekatan static group comparison. Jumlah dari kelompok


(46)

kontrol yang penulis ambil juga sebanyak 64 orang sesuai dengan sample yang juga diambil secara acak.

E. Instrument Penelitian

Instrumen memiliki peran penting dalam sebuah penelitian. Instrumen berperan dalam memperoleh data yang dinginkan dari sebuah penelitian, untuk selanjutnya diteliti dan ditarik kesimpulannya sebagai hasil penelitian.Dalam penelitian ini penulis menggunakan instrumen atau alat pengumpul data dengan angket atau kuesioner untuk alat ukur tes tingkat stress. Tingkat stress adalah hasil penilaian terhadap berat ringannya stress yang dialami seseorang (Hardjana,1994). Tingkatan stress ini diukur dengan menggunakan Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42) dari Lovibond & Lovibond (1995). Psychometric Properties of the Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42) terdiri 42 item pernyataan.

Menurut Lovibond & Lovibond (1995) yang dikutip oleh Crawford & Henry (2003) dalam jurnalnya yang berjudul “DASS: Normative data & latent structure in large non-clinical sample”. DASS mempunyai tingkatan discrimant validity dan mempunyai nilai reliabilitas sebesar 0,91 yang diolah berdasarkan penilaian Cronbach’s Alpha.

Untuk mempermudah dan memperlancar pengambilan data, instrument penelitian DASS (42) harus diadaptasikan, hal ini dikarenakan perbedaan bahasa dan budaya yang menciptakan DASS tersebut. Jadi instrument DASS harus diadaptasikan ke dalam budaya Indonesia, atau disesuaikan dengan budaya sampel yang datanya akan diambil. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:


(47)

1. Instrumen (DASS) dengan bantuan ahli bahasa diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.Penulis dibantu oleh ahli bahasa Bapak Wim Salampessy (73 tahun) yang berprofesi sebagai penerjemah di Financial Consultant Prudential dan juga pernah bekerja di Kedutaan RI di United State of America, serta dibantu oleh ahli Psikolog Bapak Dr.H.Mubiar Agustin, M.Pd. dari Pasca sarjana Pendidikan Dasar Universitas Pendidikan Indonesia.

2. Instrumen (DASS) yang sudah diterjemahkan, dilakukan ujicoba alat ukur dengan melihat nilai validitas dan reliabilitasnya. Ada kemungkinan dari 42 item pernyataan, yang cocok dengan budaya Indonesia kurang dari 42 item pernyataan.

3. Item-item pernyataan yang valid berdasarkan pengolahan SPSS 17 yang akan digunakan sebagai alat ukur pengambilan tingkat stress pada sampel yang sesungguhnya.

Adapun kisi-kisi pernyataannya, berdasarkan Jurnal Internasional dari Crawford & Henry (2003) yang berjudul “DASS: Normative data & latent structure in large non-clinical sample” dan Sohail Imam (2005) yang berjudul “DASS: Revisited”, DASS 42 dijabarkan dengan indikator-indikatornya pada tabel 3.1. sebagai berikut:

Tabel 3.2.

Indikator Angket Depression Anxiety Stress Scale

VARIABEL DIMENSI INDIKATOR No. Soal

- Tidak ada perasaan positif - Tidak bisa berkembang - Tidak ada harapan

3 5 10,37


(48)

Gangguan Mental Emosional

Depresi

(Crawford & Henry, 2003; Imam Syed,

2005)

- Sedih. Murung, & tertekan - Tidak ada minat

- Orang yang tidak berharga - Hidup tak berguna dan berarti - Tak mendapat kesenangan - Tidak antusias

- Sulit berinisiatif

13,26 16 17 21,34,38 24 31 42 Anxiety

(Crawford & Henry, 2003; Imam Syed,

2005)

- Mulut kering - Sesak nafas - Sering gemetar

- Berada di situasi yang cemas - Pusing

- Berkeringat tanpa sebab - Ketakutan

- Sulit menelan

- Sadar akan aksi gerak jantung - Dekat dengan kepanikan - Tidak berdaya

2 4 7,41 9 15 19 20,36 23 25 28,40 30 Stress

(Crawford & Henry, 2003; Imam Syed,

2005)

- Jengkel pada hal yang kecil - Reaksi berlebihan

- Sulit rileks

- Energi yang terbuang percuma - Tidak sabaran

- Menjengkelkan bagi orang lain - Sulit mentolelir gangguan - Tegang - Gelisah 1,11,18 6 8,22,29 12 14 27 32,35 33 39

Tingkatan stress pada instrumen DASS 42 Lovibond & Lovibond (1995) menggolongkan pada lima tingkatan yaitu: normal, mild, moderate, severe, dan extremely severeatau bisa dikatakan sebagai tingkatan normal, ringan, sedang, berat, dan sangat berat.Dikatakan Normal apabila skor 0-69, Ringan apabila skor 69-78, Sedang apabila skor 78-86, Berat apabila skor 86-89, dan Sangat Berat apabila skor 89-91.Adapun alternatif jawaban yang digunakan dan skala penilaiannya adalah sebagai berikut:

Tabel 3.3Skala Alternatif Jawaban

No Alternative Jawaban Skor

1 Tidak pernah merasakan 0

2 Pernah merasakan 1

3 Merasakan 2


(49)

F. Uji Coba Instrumen

Sebuah instrumen dapat digunakan dalam penelitian apabila instrumen tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian terhadap instrumen yang dibuat dengan cara diuji coba. Uji coba dilakukan pada tanggal 24 Maret 2011 pada mahasiswa Pasca Sarjana Prodi Olahraga Universitas Pendidikan Indonesia. Mahasiswa Pasca sarjana diambil karena memiliki karakteristik yang sama dengan populasi dan sampel penelitian. Uji coba diberikan pada 40 orang responden.

Setelah pelaksanaan uji coba angket, selanjutnya penulis menentukan kadar validitas dan reliabilitas terhadap setiap butir pernyataan dari responden. Mengenai validitas ini Arikunto (1997:145) menjelaskan sebagai berikut:

Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang validitas yang dimaksud.

Senada dengan Arikunto, Sugiyono (2009:173) menjelaskan bahwa, “Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.” Dengan kata lain, sebuah alat ukur harus dapat dipercaya dan diakui oleh banyak orang bahwa alat ukur tersebut layak digunakan untuk mengukur.

Adapun langkah yang ditempuh dalam menentukan validitas dan reliabilitas instrumen adalah sebagai berikut:


(50)

1. Menganalisis dan menyeleksi angket dari kemungkinan adanya butir soal yang tidak dijawab oleh responden.

2. Memberikan skor pada masing-masing pernyataan setiap responden. 3. Memasukkan atau meng-input data yang diperoleh pada program

komputer Microsoft Excel.

4. Selanjutnya data tersebut diolah dengan menggunakan Statistical Product and Service Solution (SPSS) Seri 17

Pengujian validitas tiap butir soal digunakan analisis item, yaitu mengkorelasikan skor tiap butir dengan skor total yang merupakan jumlah tiap skor butir. Masrun (1979) dalam Sugiyono (2009:188) menyatakan bahwa, ‘Teknik korelasi untuk menentukan validitas item ini sampai sekarang merupakan teknik yang paling banyak digunakan.’ Korelasi yang digunakan adalah korelasi Pearson Moment, yaitu mengkorelasikan antara skor tiap butir dengan skor total.

Berdasarkan analisis validitas instrumen dari setiap butir penelitian yang berjumlah 42 butir pernyataan, diperoleh 36 butir soal yang valid yang mewakili. Setelah dikonsultasikan dengan pembimbing, maka 3 (tiga) butir pertanyaan dan pernyataan yang mendekati tingkat validitas, diperbaiki redaksi kalimatnya dan diuji coba ulang. Adapun hasil uji coba yang ke dua diperoleh jumlah total butir pernyataan dan pertanyaan menjadi 39 butir.

Berikut ini penulis uraikan ringkasan mengenai hasil uji validitas instrumen sikap aktivitas jasmani yang di analisis dengan menggunakan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) Serie.17. Sedangkan untuk hasil uji coba secara rinci, penulis sajikan pada bagian lampiran.


(51)

Tabel 3.4Hasil Uji Validitas Instrumen

No. Soal Pearson

Correlation Sig.(2-tailed) No. Soal

Pearson

Correlation Sig.(2-tailed)

1 0,271 0,090 22 0,642 0,000

2 0,394 0,012 23 0,578 0,000

3 0,379 0,016 24 0,600 0,000

4 0,420 0,007 25 0,506 0,001

5 0,563 0,000 26 0,624 0,000

6 0,613 0,000 27 0,730 0,000

7 0,551 0,000 28 0,613 0,000

8 0,579 0,000 29 0,658 0,000

9 0,356 0,024 30 0,394 0,012

10 0,594 0,000 31 0,749 0,000

11 0,717 0,000 32 0,648 0,000

12 0,337 0,034 33 0,461 0,003

13 0,519 0,001 34 0,797 0,000

14 0,513 0,001 35 0,734 0,000

15 0,418 0,007 36 0,626 0,000

16 0,596 0,000 37 0,243 0,131

17 0,592 0,000 38 0,482 0,002

18 0,625 0,000 39 0,590 0,000

19 0,528 0,000 40 0,449 0,004

20 0,626 0,000 41 0,569 0,000

21 0,280 0,080 42 0,587 0,000

Keterangan:

1) Jika koefisien korelasi (Pearson correlation) > 0,3 dinyatakan valid 2) Jika koefisien korelasi (Pearson correlation) < 0,3 dinyatakan tidak valid 3) Jika nilai Sig. (2-tailed) > 0,05 maka item tes tidak valid

4) Jika nilai Sig. (2-tailed) < 0,05 maka item tes valid

Hasil analisis secara lengkap mengenai uji validitas instrumen angket, penulis sajikan pada bagian lampiran.

Selanjutnya item tes yang valid tersebut diuji tingkat reliabilitasnya. Uji reliabilitas dilakukan dengan cara memisahkan setiap item pernyataan


(1)

Maramis, WF.(1980).CatatanIlmuKedokteranJiwa. Airlangga University Press Surabaya.

Mulyana, A.(2010). PengaruhAktivitasFisikTerhadapKemampuan Short term memory, Long term memory, danPrestasiBelajar.Tesis: tidakdipublisasikan. Prodi PendidikanOlahragaSekolahPascasarjanaUniversitasPendidikan Indonesia Bandung.

Mutiawati, R. (2009). PengaruhKegiatan Outward Bound Terhadap Stress. Skripsi: TidakdipublikasikanFakultasPendidikanOlahragadanKesehatan UniversitasPendidikan Indonesia.

Nasir. M. (1999).Metode Penelitian. Penerbit Galia Indonesia. Jakarta.

Nevid, J.S & Greene, B. (2005).Abnormal psychology in a changing world. USA: Prentice Hall.

Notosoedirjo&Latipun.(2005).Kesehatan mental konsepdanpenerapan. Malang: UMM Press.

Nurhasan. (1991).Tes dan Pengukuran Pendidikan Olahraga, FPOK-IKIP Bandung.

Pedak, Mustamir.(2009). MetodeSupernolMenaklukanStres.MizanPublika Bandung.

Rakmat, J.(2006). BelajarCerdasBelajarBerbasisOtak. Mizan Media Utama Bandung.

Ratey John J (2008). SPARK: The Revolutionary New Science of Exercise And The Brain. Little, Brown and Company Park Avenue, NY, USA Riduwan (2008). Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Alfabeta. Bandung. Ruben, J.M. &Daufur, A.(2009). 49 LangkahMencerdaskanOtak.Almahira Jakarta Timur.

Safaria dan Saputra (2009). Manajemen EMOSI. Sinar Grafika Offset. PT Bumi Aksara. Jakarta.

Selye& Mathew (2001).Selye’s Guide To Stress Research. Van Nostrand Reinhold New York.

Setyonegoro, K.(1984). KesehatanJiwa di Indonesia. DirektoratKesehatanJiwa DepartemenKesehatanRepublik Indonesia.


(2)

Singgih.(1978). PengantarPsikologi. Mutiara Jakarta.

Spirduso, W.W., Poon.W.L.,&Chudzko, W.(2008). Aging, Exercise, & Cognition Series: Exercise and its mediating effect on cognition. Human Kinetics.

Sugiyono (2007). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatifmdan R & D. CV. Alphabeta, Bandung.

_______ (2009).StatistikuntukPenelitian.CV Alpabeta Bandung.

Suhendi Ahmad (2007). Selamat Tinggal Masa Lalu. Majalah Mens Health Indonesia. Edisi bulan Desember.

Sukardi (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan. Bumi Aksara. Yogyakarta. Suryabrata, S.(2000).PsikologiKepribadian. Raja GrafindoPersada Jakarta Syaodih, N.S.(2008). MetodePenelitianPendidikan. PT RemajaRosdaKarya Bandung.

Tuckman, B.W. (1972). Conducting Educational Research: An Introduction. New York: McGraw-Hill.

Wahyu Ardiyanto (Desember 2008). BALAP SEPEDA, Petualangan, Kesenangan Dan Tahan Lama. Majalah Men’s Health Indonesia.

Waitz, G.(1983). MengatasiKeteganganBersama Grete Waitz. Angkasa Bandung.

WHO.(1959). Mental Health. New Understanding, New York, Geneva. YuliaSinggih D (2000). Azas-azasPsikologiKeluargaIdaman. BPK Gunung Mulia Jakarta.

JURNAL:

Afifi, M. (2007).Gender Differences in Mental Health.Singapore Med J.

Augustine Sukarla Basri (2006). Kearifan dan Manifestasinya Pada Tokoh-Tokoh Lanjut Usia. Psikologi Klinis. Fakultas Psikologi. Universitas Indonesia.

Aurelio,M.M.P. and Helena,L.S.G. (2005). Physical Activity and Mental Health: The Association Between Exercise and Mood.Faculty of Medicine. University Of Sao Paulo Brazil.

Bonhauser, M., Fernandes,G., Klaus, P., Yanez, F., Montero, J., Thompson, B., and Coronado, G. (2005). Improving Physical Fitness and Emotional Well-


(3)

being in Adolescents of low socioeconomic status in Chile: results of a school based controlled trial. Published by Oxford University Press.

Crawford John R & Henry Julie D (2003). The Depression Anxiety Stress Scales (DASS): Normative Data and Latent Structure in a Large non-Clinical Sampel. Departement of Psychology, King’sCollege, University of Aberdeen, UK. Dietrich,M.O., Andrews, Z.B., and Horvath, T.L.(2008). Exercise-Induced Synaptogenesis in the Hippocampus is Dependent on UCP2-Regulated Mitochondrial Adaptation. The Journal Neuroscience, Yale University School Of Medicine.

Fabel, K. and Kemperman, G. (2008).Physical Activity and the Regulation of Neurogenesis in the Adult and Aging Brain.Departmen of Psychiatry,

University of Dresden. Germany.

Idaiani, S., Suhardi, &Kristanto, A.Y. (2009).AnalisisGejalaGangguan Mental EmosionalPenduduk Indonesia.BadanPenelitiandanPengembangan

Kesehatan.DepartemenKesehatan RI.

Imam Syed Sohail (2005).Depression Anxiety Stress Scale (DASS): Revisited. Departement of Psychology, International Islamic University Malaysia.

Landers,D.M. (2000). The Influence of Exercise on Mental Health. Arizona State University.

Mata, J., Thompson, R.J., and Gotlib, H.I. (2010).BDNF Genotype Moderates the Relation Between Physical Activity and Depressive Symptoms. Health

Psychology Stanford University.

Neeser, K.J. (2009). The Mental Benefits of Physical Fitness.Chulalongkorn University School of Sport Science.Bangkok Thailand.

Padersen,B.K., Padersen,M., Krabbe, K.S., Bruunsgard, H., Matthews, V.B., and Febbraio, M.A. (2011). Role of Exercise-Induced BDNF Production in the Regulation of Energy Homeostatis. Centre of Inflammation & Metabolism Copenhagen, Denmark.

Pinilla, G.F. (2007). The Influence of Diet and Exercise on Mental Healththrough Hormesis.Division of Neurosurgery, UCLA Medical School, Los Angeles. Richardson,C.R., Faulkner,G., McDevitt,J., Skriner,G.S., Hutchinson,D.S., and Piette,J.D. (2009). Integrating Physical Activity into Mental Health Service of Persons with Serious Mental Illness.Psychiatric Service.


(4)

Whitelaw,S., Swift,J., Goodwin,A., and Clark,D. (2008). Physical Activity and Mental Health: the role of physical activity in promoting mental wellbeing and preventing mental health problems. University of GlasgowNHS Health

Scotland

SUMBER WEBSITE:

Awan (25 Maret 2009). STRESS. Lifestyle-awan.blogspot.com.

Bambang Q-Anness. (2008). Kota Bandung &MasyarakatSehat.Harian Online Blogger.www.sunangunungjati.com

Bike to Work (2005). Kenapa kami bersepeda ?. b2w-indonesia.or.id Baker (1987).www.e-Psikologi.comdiaksestanggal 10 Februari 2010

BPLHD.www.tribunews.com. Car Free Day TurunkanKarbonMonoksida 75 Persendiakses 26 September 2010.

Cavill& Davis (2010).www.cyclehelmet.orgdiaksestanggal 2 Agustus 2010 Dantze& Kelley (1989).www.rumahbelajarpsikologi.comdiaksestanggal 9 Maret 2010

Darmono, Suryo. (16 Nov 2009). Kesehatan Mental Kita Dipertanyakan. cyberned.cbn.net.id.

Dwiagus. (2008). Sepedadan Gaya HidupSehat.(Artikel). ozy1.multiply.com Epstein, M. Physical Activity & Stress Relief. Community Wellness Program.

wellness@communitymedical.org.

Grace Tsai (1999). www.surgeongeneral.gov. Surgeon General’s Report on Mental Health

KementrianKesehatan RI. Perempuandua kali lebihbanyakterkenaganguan Jiwaringandibandingkanlaki-laki.info@puskom.depkes.qo.id.

Maslow. www.organisasi.org&www.e-psikologi.com.TeoriHirarkiKebutuhan Maslow tanggal 23 Mei 2006.

Praptono, Sugeng. (2009). PersoalanPangan Negara BerkembangdanKejahatan Negara Maju.(jurnal) www.kembalikedesa.multiply.com

Pangabean.www.rumahbelajarpsikologi.com.Psikoanalisis.

Sandra. (2009). Proses PendidikanAnakMerupakanBentukandariLingkungan AtauBawaanAlamiah.www.spesialis.info.


(5)

Smith, Segal, & Segal (2010).Improving Emotional Health.www.helpguide.org Wikipedia, the Free Encyclopedia (2007).Psikosis.http// www.En.Wikipedia.org Diaksespada 10 November 2010.

Vivien (March 13,2009). STRESS. one.indoskripsi.com

Yates, Jere.(1979).www.e-Psikologi.com diaksestanggal 20 Maret 2010

www.cybermed.cbn.net.id.(16 Nov 2009). Kesehatan Mental Kita

Dipertanyakan.

www.faperta.ugm.ac.id.KesehatanJiwa. www.docstoc.com

www.kaskus.com. 10JenisPekerjaanDengan Tingkat Depresi yang tinggi. www.new-medical.net. ApaPenyebabPsikosis?

www.pusatmedis.com

www.pikiran-rakyat.com. (2005).30% WargaJabarAlamiGangguanJiwa.

www.forumsains.com. MengenalPenyakitSkizofrenia- salahsatugangguan psikosisfungsional.

www.staff.ui.ac.id. Gender danKesehatan Mental. SUMBER MEDIA MASSA CETAK:

Cahyo Agung Nugroho (Oktober 2007). Tetap Bugar Selama Puasa. Majalah Men’s Health Indonesia.

Chesser & Hutagalung (2007). Memaksimalkan Aktivitas Tubuh. Majalah Mens Health Indonesia. Edisi bulan Desember.

Erick Kirschbaum (Aug 4,2009). Frustrated commuters discover pedal power. Bicycle Bug. The Jakarta Post.

Kepolisian Daerah Jabar (26 Agust 2009). Lalu Lintas Bandung Kian Parah. Jawa Barat. Harian Kompas.

Lusiana Indriasari (29 Maret 2009). Cukup Dengan Modal Dengkul. Harian Kompas.


(6)

Mulyono: Ilham Khoiri (29 Maret 2009). Bike to Work atau Work for Bike. Harian Kompas.

Permanasari & Tunggal (5 Oktober 2010).Bicara Tentang Jiwa Terpecah. Harian Kompas.

Puji Lestari (25 November 2009). Udara Bandung Mencemaskan. Harian Kompas.

Sulistyawati & Wresti (29 Desember 2009). Jakarta Ruwet Jakarta Stres. Harian Kompas.

Suparsa A (11 Maret 2010). Sekali Lagi, Kereta Angin! Riungan (G). Harian Kompas.

Toto Sugiarto: Robert Adhi KSP (31 Agust 2009). Kapan Jalur Buat Kami. Komunitas Sepeda.Harian Kompas.

Tjahja Gunawan D (14 Agust 2009). Ketika Para Srikandi Menerobos Hutan. Gaya Hidup. Harian Kompas.