IDENTIFIKASI POTENSI BUDAYA DALAM PENGEMBANGAN DESA PASIR BIRU SEBAGAI DESA WISATA DI KABUPATEN SUMEDANG.

(1)

Aris Munandar, 2013

No. Daftar FPIPS : 1090/UN.40.2.5.1/PL/2012 IDENTIFIKASI POTENSI BUDAYA DALAM PENGEMBANGAN

DESA PASIR BIRU SEBAGAI DESA WISATA DI KABUPATEN SUMEDANG

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pariwisata Program Studi Manajemen Resort dan Leisure

Disusun Oleh : Aris Munandar

055779

PROGRAM STUDI MANAJEMEN RESORT DAN LEISURE FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG


(2)

Aris Munandar, 2013 PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “IDENTIFIKASI POTENSI BUDAYA DALAM PENGEMBANGAN DESA PASIR BIRU SEBAGAI DESA WISATA DI KABUPATEN SUMEDANG” ini sepenuhnya karya saya sendiri. Tidak ada bagian didalamnya yang merupakan plagiat dari karya orang lain dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, 1 Mei 2012 Yang membuat

pernyataan,


(3)

Abstrak

“IDENTIFIKASI POTENSI BUDAYA DALAM PENGEMBANGAN DESA PASIR BIRU SEBAGAI DESA WISATA DI KABUPATEN SUMEDANG”

Aris Munandar 055779

Penelitian ini berjudul “Identifikasi Potensi Budaya Dalam pengembangan Desa Pasir Biru Sebagai Desa Wisata di Kabupaten Sumedang.” Penelitian ini dilatarbelakangi oleh ketertarikan penulis terhadap hal yang dikaji, yakni atraksi budaya yang ada di desa Pasir Biru Rancakalong. Atraksi budaya ini memiliki kekhasan tersendiri dalam pendekatan sejarah budaya, dan juga rangkaian acaranya yang menghadirkan kesenian khas masyarakat desa Pasir Biru dan gambaran kehidupan adat masyarakat. Perpaduan antara pengembangan wisata dan budaya yang dimiliki oleh desa Pasir Biru tidak pernah lepas dari bagaimana pola hidup masyarakat, sehingga terciptanya suatu pola terapan dalam pengembangan desa wisata yang diharapkan akan terjadinya suatu kegiatan pariwisata yang dapat melestarikan dan menjaga keberlangsungan budaya yang ada di desa Pasir Biru.

Data-data dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai sumber. Analisis data dilakukan berdasarkan hasil wawancara, dokumentasi, observasi dan akan dikumpulkan dan di reduksi untuk memilah data yang nantinya akan berhubungan dengan pariwisata berbasis budaya. Untuk analisis jumlah skoring atraksi budaya akan dinilai lewat tabel melalui pendekatan selang penelitian dengan parameter yang di kemukakan oleh Muhamad.C.F yaitu keunikan, kelangkaan, aksesibilitas, fungsi sosial, keterkenalan. Parameter ini yang kemudian akan disimpulkan melalui skoring. Skoring ini sebagai data yang berfungsi sebagai pembobotan nilai untuk mengukur seberapa besar suatu atraksi budaya yang ada si desa Pasir Biru bisa menjadi daya tarik utama.

Pengembagan kawasan desa wisata Pasir Biru merupakan kawasan wisata yang berbasiskan budaya, dimana semua atraksi dan daya tarik wisatanya sebagian besar berakar dari kebudayaan setempat. Melalui penggambaran bagaimana hubungan antara kebudayaan, pariwisata serta para subjek di dalamnya sehingga potensi yang ada bisa dimaksimalkan sebagai daya tarik wisata budaya.


(4)

Abstract

“IDENTIFIKASI POTENSI BUDAYA DALAM PENGEMBANGAN DESA PASIR BIRU SEBAGAI DESA WISATA DI KABUPATEN SUMEDANG”

Aris Munandar 055779

This study, entitled “Identifikasi Potensi Budaya Dalam pengembangan Desa Pasir Biru Sebagai Desa Wisata di Kabupaten Sumedang.” The research is motivated by the interest from the authors of the review, the cultural attractions in the Pasir Biru village Rancakalong. This cultural attraction has its own uniqueness in the approach of cultural history, and also show that presents a series of typical rural art and illustration in Pasir Biru village customary life of society. The combination between tourism and cultural development that is owned by the Pasir Biru village never be separated from how the lifestyle of the people, thus creating a pattern applied in the development of rural tourism is expected to be of a tourism activity that can preserve and maintain the continuity of culture in the Pasir Biru Village.

The data in this study were obtained from various sources. Data analysis was conducted based on interviews, documentation, observation and will be collected and the reduction to sort the data that will be associated with culture-based tourism. For the analysis of scoring the number of cultural attractions will be assessed through a table via a hose approach in research with the parameters put forward by Muhamad.CF the uniqueness, scarcity, accessibility, social functioning, fame. These parameters will then be concluded through the scoring. Scoring is as the data that functions as a weighting value to measure how much a cultural attraction that is the village of Blue Sand can be a major attraction.

Developing a tourism village area in pasir biru is a culture-based tourist area, where all the attractions and tourist attraction largely rooted in local culture. Through the depiction of how the relationship between culture, tourism and its potential subjects in it so that there can be maximized as a cultural tourist attraction.


(5)

Aris Munandar, 2013

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Masalah ... 6

D. Batasan Masalah ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 7

F. Kerangka Pemikiran ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pariwisata ... 10

B. Desa Wisata ... 19

C. Tipe Desa Wisata ... 22

D. Budaya ... 23

BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian ... 29

B. Metode Penelitian ... 30

C. Teknik Pengumpulan Data ... 33

D. Teknik Pengolahan Data ... 35

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Daerah Penelitian ... 38

1. Gambaran Umum Lokasi ... 38

2. Iklim ... 40


(6)

v

Aris Munandar, 2013

4 Penggunaan Lahan ... 41

5 Hidrologi ... 43

6 Mata Pencaharian ... 43

B. POTENSI PENDUKUNG PENGEMBANGAN DESA WISATA DI PASIR BIRU ... 45

1. Potensi Pendukung menurut usia ... 45

2. Potensi Pendukung Menurut tingkat Pendidikan ... 47

3. Potensi Pendukung menurut Ekonomi ... 48

C. POTENSI BUDAYA DI DESA PASIR BIRU ... 55

1. Upacara Adat Perkawinan ... 57

2. Upacara Khitanan ... 62

3. Upacara Adat Hajat Golong ... 63

4. Upacara Rayagungan ... 64

5. Upacara Adat Ngalaksa ... 67

6. Upacara Adat Ampih Pare ... 70

7. Ngabubur Sura ... 71

8. Cangkaruk Mulud ... 77

9. Tarawangsa & Jentreng ... 79

10. Reog (sunda) ... 83

11. Kuda Renggong ... 84

12. Beluk ... 87

13. Panahan Kasumedangan ... 89

14. Gatrik ... 91

15. Ucing Cai……… ... 92


(7)

vi

Aris Munandar, 2013

17. Sasalimpetan ... 93

18. Panggal ... 93

19. Kaleci………... 94

D. INVENTARISASI ATRAKSI BUDAYA ... 96

E. “ CALENDER OF EVENT” ... 98

F. PENGEMBANGAN DESA PASIR BIRU SEBAGAI DESA WISATA BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan ... 104

B. Implikasi ... 105

DAFTAR PUSTAKA ... 106

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 108 DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...


(8)

vii

Aris Munandar, 2013

DAFTAR TABEL

Tabel; Halaman

Tabel 4.1 Penggunaan Lahan Desa Pasir Biru ... 42

Tabel 4.2. Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian ... 44

Tabel 4.3. Tabel Jumlah penduduk menurut umur ... 46

Tabel 4.4 Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan ... 47


(9)

viii

Aris Munandar, 2013

Daftar Gambar

Gambar; Halaman

Gambar 1. Selang penilaian ... 37

Gambar 2. Ranca Kalong ... 40

Gambar 3. Chart penggunaan Lahan ... 42

Gambar 4. Chart tingkat Mata Pencaharian ... 44

Gambar 5. Chart Jumlah penduduk... 46

Gambar 6. Upacara Adat Perkawinan ... 61

Gambar 7. Upacara Adat Ngalaksa ... 69

Gambar 8 . Upacara adat Ampih Pare ... 71

Gambar 9. Ngabubur Sura ... 77

Gambar 10. Tarawangsa & Jentreng ... 83

Gambar 11 . Kesenian Kuda renggong ... 87

Gambar 12. Kesenian beluk...89

Gambar 13. Gatrik... 92

Gambar 14. Ucing cai... 92

Gambar 15. Jajampanan... 93

Gambar 16 Panggal... 94


(10)

ix


(11)

1

Aris Munandar, 2013

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan pariwisata terjadi karena adanya gerakan manusia di dalam mencari sesuatu yang belum di ketahuinya, menjelajahi wilayah yang baru, mencari perubahan suasana, atau untuk mendapat perjalanan baru (Robinson, 1976; Murphy, 1985). Sesungguhnya pariwisata telah di mulai sejak dimulainya peradaban manusia itu sendiri, ditandai oleh adanya pergerakan manusia yang melakukan ziarah atau perjalanan agama. Dewasa ini pariwisata telah menjadi salah satu industri andalan utama dalam menghasilkan devisa di berbagai negara. Pariwisata memanng cukup menjanjikan sebagai primadona ekspor karena beberapa ciri positifnya.

Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki berbagai keanekaragaman, mulai dari keanekaragaman geografis, potensi alam, suku bangsa begitu juga kebudayaannya yang mempunyai ciri khas berbeda antara satu wilayah dan lainnya. Melihat dari besarnya potensi ini maka sumberdaya alam dan ekosistemnya ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat dengan tetap memperhatikan upaya konservasi. Sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan sebagai pelestarian alam dan


(12)

2

Aris Munandar, 2013

sekaligus sebagai obyek wisata alam, adalah: gunung, taman laut, sungai, pantai, flora termasuk hutan, fauna, air terjun, danau dan pemandangan alam.

Banyaknya potensi wisata yang dimiliki oleh daerah destinasi wisata di tanah air, baik di daerah yang sudah maju maupun yang kurang berkembang kepariwisatannya adalah modal dasar pengembangan kepariwisataan Indonesia. Namun, mengandalkan kekayaan alam, budaya dan kesenian saja belum cukup untuk mendongkrak angka kunjungan wisatawan, diperlukan langkah strategis untuk memasarkan dan merancang pola pengembangan pariwisata yang sesuai dengan karakter daerah setempat.

Perkembangan pariwisata merambah dalam berbagai terminology seperti sustainable tourism development, village tourism, dan ecotourism. Terminology tersebut boleh di katakan merupakan pendekatan perencanaan pengembangan kepariwisataan yang berupaya untuk menjamin agar wisata alternatif dapat dilaksanakan di daerah wisata bukan perkotaan. Salah satu pendekatan perencanaan dan pengembangan wisata alternatif adalah perencanaan desa wisata untuk membangun pedesaan yang berkelanjutan. Potensi utama desa wisata dapat di lihat dalam gaya hidup dan kualitas hidup masyarakatnya. Keaslian juga dipengaruhi keadaan ekonomi, fisik dan sosial daerah pedesaan tersebut. Misalnya ruang, warisan budaya, kegiatan pertanian, bentangan alam, jasa, daya tarik wisata sejarah dan budaya serta pengalaman yang unik dan eksotis khas daerah. Dengan demikian desa wisata harus terus dan secara kreatif mengembangkan identitas atau ciri khas daerah.


(13)

3

Aris Munandar, 2013

Corak kehidupan desa ditandai oleh kehidupan yang cendrung homogen dan berputar sekitar bertani. Sampai dengan abad ke-19 masehi sistem yang menonjol digunakan masyarakat sunda ialah sistem berladang (Ekajati, 1995 :109), dalam masyarakat sistem tersebut dikenal dengan sistem huma. Sejak pertengahan abad ke-19 masehi, sistem pertanian bersawah mulai dipopulerkan secara sistematis dan besar - besaran di lingkungan masyarakat sunda secara menyeluruh. Kesatuan desa sebagai bagian dari pemerintahan, masih berlaku hingga sekarang. Kedudukan tersebut dewasa ini, dikukuhkan dengan undang – undang no. 32, tahun 2004, tentang otonomi daerah.

Seiring dengan kebijakan otonomi daerah, maka pemerintah memberikan kebijakan atas pembangunan yang dilakukan oleh desa tersebut, terutama di bidang pengembangan pariwisata. Dalam hal pengembangan pariwisata pedesaan hendaknya pemerintah turut andil dalam penanganan pada sektor ini, baik dalam hal sarana infrastruktur maupun dalam hal – hal yang dapat menunjang kegiatan pariwisata tersebut. Sebagai contoh diadakannya program pelatihan dalam upaya peningkatan sumber daya manusia. Karena kegiatan pariwisata di suatu daerah terutama pedesaan merupakan satu alternatif untuk meningkatkan pendapatan asli daerah dan kesejahteraan masyarakat pedesaan.

Keasrian suatu desa bukan hanya dinilai dari panorama alam yang dimilikinya, akan tetapi juga ditunjang dengan kehidupan masyarakatnya yang memiliki nilai sosial yang masih menjunjung tinggi adat istiadat leluhurnya, kaya akan budaya serta ramah dalam bermasyarakat.


(14)

4

Aris Munandar, 2013

Prinsip perencanaan pengembangan desa wisata adalah sebagai salah satu produk wisata alternatif yang dapat memberikan dorongan bagi pembangunan pedesaan yang berkelanjutan serta memiliki prinsip- prinsip pengelolaan antara lain:

1. Memanfaatkan sarana dan prasaran 2. Menguntungkan masyarakat setempat

3. Berskala kecil untuk memudahkan terjadinya hubungan timbal balik dengan masyarakat setempat

4. Melibatkan masyarakat setempat

5. Menerapkan pengembangn produk wisata pedesaan.

Kabupaten Sumedang Jawa Barat merupakan Kabupaten yang memiliki potensi wisata cukup besar untuk dikembangkan menjadi kawasan pariwisata, salah satunya adalah untuk dijadikan sebagai desa wisata yang berbasis budaya karena ciri khas budaya masyarakatnya masih terjaga. Potensi yang akan diteliti adalah Desa Pasir Biru Kecamatan Rancakalong.

Desa Pasir biru merupakan salah satu wilayah di Kecamatan Rancakalong Kabupaten Sumedang yang memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata yang berbasis kepada potensi budaya. Beberapa contoh kegiatan kebudayaan yang dapat kita lihat di Desa Pasir biru

1. Upacara adat Rayagungan, yaitu sebuah peringatan yang diperingati oleh masyarakat sunda terhadap Penciptanya, yang biasa dilakukan sekitar tanggal 21 sampai 25 rayagung.


(15)

5

Aris Munandar, 2013

2. Upacara adat Ngalaksa, yaitu upacara adat sebagai perwujudan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa atas kesuksesan dan keberhasilan panen.

3. Kesenian Tarawangsa, merupakan salah satu jenis kesenian rakyat yang ada di Jawa Barat. Istilah "Tarawangsa" sendiri memiliki dua pengertian: (1) alat musik gesek yang memiliki dua dawai yang terbuat dari kawat baja atau besi dan (2) nama dari salah satu jenis musik tradisional Sunda.

Desa Pasir Biru merupakan salah satu desa yang berada di kecamatan Rancakalong Kabupaten Sumedang yang terdiri dari tiga dusun, yaitu dusun 1, dusun 2, dan dusun 3 yang masing-masing di pimpin oleh kepala dusun. Desa Pasir Biru yang merupakan akses perjalanan antara Sumedang dan Subang ini memiliki luas wilayah 401,2 Ha dan berada di ketinggian 600 – 700 m di atas permukaan laut. Wilayah Desa Pasir Biru berbatasan dengan Sebelah Utara Desa Rancakalong dan Desa Pamekaraan, Sebelah Selatan Desa Sukasirnarasa, Sebelah Timur Desa Cijeruk, dan Sebelah Barat Desa Sukasirnarasa.

Dalam perencanaan dan pengembangan desa wisata, tidak dapat dipisahkan dari ciri-ciri yang berkembang dalam pembanguinan desa saat itu. Mengapa masyarakat kota saat ini nampaknya merindukan kehidupan pedesan, mungkin salah satunya adalah rutinitas kota yang mengubah pola hidup mereka menjadi serba sibuk dan membutuhkan nuansa ketenangan. Suasana pedesaan saat ini menjadi dambaan masyarakat kota untuk melakukan kunjungan. Namun sejauh mana dan sekuat apa potensi pedesaan menjadi daya tarik wisata, tentunya memerlukan berbagai kajian inovasi dan kreasi yang dapat dibentuk, seperti


(16)

6

Aris Munandar, 2013

desain arsitektur rumah di pedesaan, lingkungan lanskap, kebudayaan asli dari desa tersebut dan seperangkat ide – ide kreatif lainnya yang menunjang terhadap desa wisata.

Berdasarkan pada observasi yang telah dilakukan, maka penulis tertarik untuk mengambil judul penelitian ini : “IDENTIFIKASI POTENSI BUDAYA DALAM PENGEMBANGAN DESA PASIR BIRU SEBAGAI DESA WISATA DI KABUPATEN SUMEDANG”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dalam penelitian ini ada beberapa rumusan masalah yang bisa diambil, sebagai berikut:

1. Faktor - faktor apa yang menjadi pendukung pengembangan Desa Wisata di Desa Pasir biru?

2. Potensi budaya apa saja yang bisa dijadikan daya tarik dalam pengembangan desa wisata di desa Pasir Biru?

3. Potensi budaya apa yang menjadi daya tarik utama di desa Pasir Biru ? 4. Bagaimana pengembangan desa Pasir Biru menjadi desa wisata? C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Peneliti dapat mengidentifikasi faktor pendukung dalam pengembangan desa wisata di Desa Pasir biru


(17)

7

Aris Munandar, 2013

2. Peneliti dapat mengidentifikasi budaya yang dapat dijadikan pendukung dalam pengembangan desa wisata

3. Peneliti dapat mengidentifikasi daya tarik utama budaya di desa Pasir Biru 4. Peneliti dapat mengidentifikasi pengembangan desa Pasir Biru menjadi desa

wisata

D. Batasan Masalah

Untuk menjadikan penulisan skripsi ini lebih terfokus dan menghindari hal– hal yang tidak terkait langsung maupun tidak langsung dalam penulisan ini, maka penulis membuat batasan masalah terfokus pada aspek budaya yang mendukung desa Pasir Biru untuk dijadikan kawasan desa wisata berbasis budaya.

E. Manfaat Penelitian

Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut

1. Sumbangsih nyata bagi dunia pengetahuan khususnya ilmu pariwisata. 2. Sebagai bahan masukan dan bahan pertimbangan bagi Dinas Kebudayaan &

Pariwisata, Pemda di Kabupaten Sumedang dalam pembangunan desa wisata 3. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat Desa Pasir Biru agar mendukung

dan membantu dalam pengembangaan desa wisata


(18)

8

Aris Munandar, 2013

5. Diharapkan pengembangan Desa pasir biru sebagai desa wisata berdampak positif terhadap peningkatan ekonomi, sosial dan budaya.


(19)

9

Aris Munandar, 2013

F. Kerangka Pemikiran

Desa Pasir Biru

Identifikasi Potensi Daya Tarik Budaya Identifikasi

Masalah

Wujud Ideal Wujud Sistem Wujud Fisikal

Ide

Norma

Nilai - nilai

Aktivitas

Adat Istiadat

Upacara

Kesenian

Permainan

Kerajinan

Potensi Daya Tarik Wisata

Budaya

Atraksi Wisata Budaya Utama


(20)

29

Aris Munandar, 2013

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Pasir Biru Kecamatan Rancakalong Kabupaten Sumedang. Jarak dari pusat kabupaten Sumedang adalah 16km ke sebelah barat, sedang jarak dari ibu kota povinsi adalah 60km ke sebelah timur kota Bandung. Wilayah kecamatan Rancakalong adalah 5228 Ha, yang terdiri dari tanah darat seluas 1845 Ha dan tanah sawah seluas 1304 Ha..

Desa Pasir Biru berada di bawah gunung Manglayang sebelah timur yang sebagian besarnya terdiri dari pegunungan dan perbukitan, dengan ketinggian ± 727m di atas permukaan laut

Desa Pasir Biru merupakan salah satu desa yang berada di kecamatan Rancakalong Kabupaten Sumedang yang terdiri dari tiga dusun, yaitu dusun 1, dusun 2, dan dusun 3 yang masing-masing di pimpin oleh kepala dusun. Desa Pasir Biru yang merupakan akses perjalanan antara Sumedang dan Subang ini memiliki luas wilayah 401,2 Ha dan berada di ketinggian 600 – 700 m di atas permukaan laut.

Wilayah Desa Pasir Biru berbatasan dengan :

 Sebelah Utara : Desa Rancakalong dan Desa Pamekaraan

 Sebelah Selatan : Desa Sukasirnarasa

 Sebelah Timur : Desa Cijeruk


(21)

30

Aris Munandar, 2013

Desa Pasir Biru di pimpin oleh seorang kepala desa atau yang biasa di sebut dengan Kuwu. Lokasi kantor Desa Pasir Biru terletak di depan sekolah dasar Pasir Biru di samping poskesdes.

Desa Pasir Biru merupakan bagian dari kecamatan Rancakalong, tetapi warga Sumedang banyak yang tidak tahu mengenai desa ini, kebanyakan mereka hanya tahu kecamatan Rancakalong nya saja. Akses menuju desa Pasir Biru ini tergolong agak mudah tetapi juga agak sulit. Dikatakan mudah karena desa ini masih dapat dijangkau dengan mobil, bus dan kendaraan besar lainnya dan jalannya pun sudah bagus karena sudah teraspal dan mungkin hanya sedikit yang rusak. Dikatakan sulit karena terbatasny jumlah angkutan umum yang melewati desa ini, di mana biasanya rata-rata waktu antara angkutan umum desa satu dengan angkutan lainnya adalah 20 – 30 menit. Sehingga harus meluangkan banyak waktu untuk pergi keluar dari desa Pasir Biru ini. Angkutan umum desa ini berhenti beroperasi sekitar jam 5 sore. Bahkan jam 5 pun angkutan ini sudah cukup sulit untuk di temukan, sehingga harus menggunakan alternative kendaraan lain yaitu ojek yang tariff ny bisa tiga kali lipat dari angkutan umum biasa. Jadi bias dikatakan bahwa untuk mencapai desa Pair Biru gampang-gampang susah.

B. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan membuat deskripsi atas suatu fenomena sosial/alam secara sistematis, faktual dan akurat. Selain itu, dengan metode deskriptif, kita menghimpun data,


(22)

31

Aris Munandar, 2013

menyusunnya secara sitematis, faktual dan cermat (Isaac dan Michael, 1981: 46). Penelitian deskriptif dapat bersifat komparatif dengan membandingkan persamaan dan perbedaan fenomena tertentu; analitis kualitatif untuk menjelaskan fenomena dengan aturan berpikir ilmiah yang diterapkan secara sistematis tanpa menggunakan model kuantitatif; atau normatif dengan mengadakan klasifikasi, penilaian standar norma, hubungan dan kedudukan suatu unsur dengan unsur lain.

Metode penelitian pada penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, Pendekatan kualitatif dalam penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan data yang ada serta menguraikan dan menginterpretasikan sesuatu seperti apa adanya, serta menghubungkan sebab akibat pada saat penelitian sehingga bisa merumuskan pemecahan. Ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Bogdan dan Biklen (Suprayogo dan Tobroni, 2001:122) berkaitan dengan penelitian kualitatif yaitu sebagai berikut:

1. Riset kualitatif mempunyai latar belakang alami karena merupakan alat penting adalah sumber data yang berlangsung dari perisetnya.

2. Riset kualitaif bersifat deskriptif.

3. Periset kualitatif lebih memperhatikan proses (dari suatu fenomena sosial) ketimbang hasil atau produk semata.

4. Periset kualitatif cenderung menganalisis datanya secara induktif. 5. “Makna” (bagaimana subjek yang diteliti member makna hidupnya


(23)

32

Aris Munandar, 2013

Penelitian kualitatif lebih menekankan pada penggunaan diri si peneliti sebagai alat. Peneliti harus mampu mengungkap gejala sosial di lapangan dengan mengerahkan segenap fungsi inderawinya. Dengan demikian peneliti harus dapat diterima oleh responden dan lingkungannya agar mampu mengungkap data yang tersembunyi melalui bahasa tutur, bahasa tubuh, perilaku maupun ungkapan.

Pada penelitian kualitatif, teori diartikan sebagai paradigma. Seorang peneliti dalam kegiatan penelitiannya, baik dinyatakan secara eksplisit atau tidak, menerapkan paradigma tertentu sehingga penelitian menjadi terarah. Dasar teoritis dalam pendekatan kualitatif adalah:

1. Pendekatan fenomenologis. Dalam pandangan fenomenologis, peneliti berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi-situasi tertentu.

2. Pendekatan interaksi simbolik. Dalam pendekatan interaksi simbolik diasumsikan bahwa objek orang, situasi dan peristiwa tidak memiliki pengertian sendiri, sebaliknya pengertian itu diberikan kepada mereka. Pengertian yang dlberikan orang pada pengalaman dan proses penafsirannya bersifat esensial serta menentukan.

3. Pendekatan kebudayaan. Untuk menggambarkan kebudayaan menurut perspektif ini seorang peneliti mungkin dapat memikirkan suatu peristiwa di mana manusia diharapkan berperilaku secara baik. Peneliti dengan pendekatan ini mengatakan bahwa bagaimana sebaiknya diharapkan berperilaku dalam suatu latar kebudayaan.


(24)

33

Aris Munandar, 2013

C. Teknik Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan: 1. Teknik pengumpulan data primer

Pengumpulan data yang digunakan dalam pengambilan data primer adalah melalui studi lapangan. Studi lapangan adalah suatu metode pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan secara langsung ke objek penelitian yang dipakai untuk menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah. Adapun pengumpulan data di lapangan yang digunakan dalam penelitian:

a. Observasi

Observasi atau disebut juga pengamatan, adalah metode pengumpulan data dengan peneliti atau kolabolatornya mencatatat informasi sebagaimana yang mereka saksikan selama penelitian. Penyaksian terhadap peristiwa-peristiwa itu bisa dengan melihat, mendengarkan, merasakan, yang kemudian dicatat seobyektif mungkin (W.Gulö: 2005:116).

Pada teknik observasi ini, berdasarkan hubungan parisipatifnya peneliti memposisikan diri pada level Pengamat sebagai partisipan. Peneliti hanya berpartisipasi sepanjang yang dibutuhkannya dalam penelitiannya. Tipe pengamatan yang dilakukan adalah pengamatan berperan serta baik itu secara pasif maupun aktif ke dalam tindakan budaya (Suwardri Endraswara:2006:209).


(25)

34

Aris Munandar, 2013

Menurut Mardalis dalam bukunya Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal (2003:64) menyatakan, bahwa wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui bercakap-cakap dan berhadapan muka dengan orang yang dapat memberikan keterangan kepada peneliti. Wawancara dipakai juga untuk melengkapi data yang diperoleh melalui observasi.

Wawancara yang digunakan merupakan wawancara mendalam. Sejalan dengan jenis wawancara tak berstruktur; terjadi interaksi yang lebih jauh dalam melakukan wawancara. Selain mengikuti rambu-rambu pertanyaan yang telah disiapkan, hal itu pun bisa berkembang ketika wawancara berlangsung. Jenis wawancaranya merupakan wawancara terbuka; peneliti dan yang diteliti sama-sama tahu dan tujuan wawancara pun diberitahukan (Suwardi Endraswara:2006:212-213).

Wawancara akan dilakukan kepada seluruh sampling. Setiap pertanyaan yang diajukan akan berbeda satu sama lain, sesuai dengan kebutuhan informasi dan kapasitas narasumber.

2. Teknik pengumpulan data sekunder a. Studi Pustaka

Peneliti membaca buku, jurnal dan artikel yang berhubungan dengan budaya Sunda secara umum, dan atraksi budaya di desa Pasir Biru yang berhubungan dengan penelitian ini. Peneliti pun memnfaatkan teknologi browsing di internet dalam mengumpulkan data-data yang relevan dengan penelitian.


(26)

35

Aris Munandar, 2013 b. Dokumentasi

Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh dari dokumen-dokumen (Husaini Usman dan Purnomo S Akbar: 2006:73). Dokumen yang dipakai dalam penelitian ini termasuk dalam data sekunder, adalah dokumen mengenai kebudayaan yang ada di desa Pasir biru. Yang diperoleh baik dari tulisan, artikel, media massa, maupun dari internet.

c. Triangulasi

Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data yang telah ada. Hal ini pun dilakukan pada penelitian sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data. Teknik triangulasi akan lebih meningkatkan kekuatan data, bila dibandingkan dengan suatu pendekatan (Sugiyono; 2008:242).

D. Tehnik pengolahan Data

Analisis data dilakukan selama proses penelitian berlangsung, baik itu sebelum ke lapangan, dilapangan dan setelahnya. Analisis hasil dokumentasi dan hasil wawancara mendalam dari berbagai informan akan dianalisis secara deskriptif melalui analisis data model Miles and Huberman.

Miles and Huberman (1984), mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitataif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam


(27)

36

Aris Munandar, 2013

analisis data, yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification (Sugiyono; 2008:246).

a. Data Reduction (Reduksi Data)

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan memepermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencari bila diperlukan.

b. Data Display (penyajian data)

Setelah direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Melalui penyajian data tersebut, maka data dapat terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan semakin mudah dipahami. Kalau dalam penelitian kuantitatif penyajian data ini dapat dilakukan dalam bentuk tabel, grafik, phie chard, pictogram dan sejenisnya. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakuka dalam uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sebagainya. Miles and Huberman dalam Sugiyono menjelaskan bahwa yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.

c. Conclusion Drawing / Verification

Langkah ke tiga dalam analisis kualitatif menurut Miles and Huberman adalah penarikan kesimpulan. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid


(28)

37

Aris Munandar, 2013

dan konsisten saat peneliti ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.

Analisis data dilakukan berdasarkan hasil wawancara, dokumentasi, observasi dan akan dikumpulkan dan di reduksi untuk memilah data yang nantinya akan berhubungan dengan pariwisata berbasis budaya. Untuk analisis jumlah skoring atraksi budaya akan dinilai lewat tabel melalui pendekatan selang penelitian dengan parameter yang di kemukakan oleh Muhamad.C.F yaitu keunikan, kelangkaan, aksesibilitas, fungsi sosial, keterkenalan. Parameter ini yang kemudian akan disimpulkan melalui skoring. Skoring ini sebagai data yang berfungsi sebagai pembobotan nilai untuk mengukur seberapa besar suatu atraksi budaya yang ada si desa Pasir Biru bisa menjadi daya tarik utama.

Nilai Tengah

5 10 15 20 25

Kurang Menarik Menarik Sangat Menarik


(29)

102

Aris Munandar, 2013

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian pengolahan data pada bab IV, maka penulis mengambil kesimpulan, sebagai berikut :

1. Desa Pasir Biru Memiliki banyak potensi yang dapat dikembangkan menjadi kawasan wisata khususnya dalam atraksi budaya terutama untuk pengembangan desa wisata yang berbasis budaya.

2. Usia, tingkat pendidikan dan ekonomi adalah potensi yang dapat mendukung kegiatan pengembangan wisata di pasir Biru. Oleh Karena itu perlu dijalin kerja sama antara pemerintah, stakeholders dengan masyarakat guna memaksimalkan sumber daya manusia (SDM) agar memiliki nilai untuk pariwisata di samping dalam kehidupan sehari-hari. 3. Walaupun kehidupan masyarakat yang sudah mulai modern tidak

menghentikan masyarakat untuk tetap melaksanakan kegiatan kebudayaan yang ada karena merupakan bagian dari adat yang terus berjalan mengiringi kehidupan masyarakat. Dibalik semua itu sifat ramah dan terbuka dari masyarakat memberikan kesempatan bagi siapa saja yang ingin menikmati kegiatan kebudayaan yang ada. Bentuk kesenian, kegiatan upacara, hingga pola permainan pun dapat menjadi satu kesatuan yang membentuk rantai daya tarik wisata. Belum lagi ditambah dengan keadaan alam yang masih asri dan aksesibilitas jalan yang cukup bagus.


(30)

103

Aris Munandar, 2013

4. Upacara adat Ngalaksa merupakan atraksi utama di desa Pasir Biru, selain karena memang upacara adat Ngalaksa menarik untuk dinikmati dalam proses pelaksanaannya tidak terlepas dari atraksi budaya yang lain artinya dalam upacara adat Ngalaksa tidak hanya satu atraksi saja yang ditampilkan tetapi terdiri dari rentetan atraksi budaya yang lain. Selain itu upacara adat Ngalaksa juga dijadikan agenda tahunan kab. Sumedang sebagai upaya pelestarian budaya daerah.

B. Saran

1. Memelihara dan melestarikan adat istiadat, harus tetap terjaga ditangan masyarakat setempat maupun masyarakat luas. Selain sebagai keharusan dan penghormatan kepada leluhur juga untuk mempertahankan nilai budaya yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

2. Peningkatan pemahaman tentang penting dan manfaat kegiatan patiwisata di desa Pasir Biru, selain untuk memelihara kebudayaan pariwisata juga dapat meningkatkan taraf hidup dalam bidang ekonomi.

3. Pemberdayaan dan pelatihan masyarakat sekitar dengan menjadikan mereka sebagai bagian dari desa wisata.

Perlu adanya kerjasama yang datang dari pemerintah dan stakeholders lain khususnya pariwisata dan perindustrian, guna meningkatkan nilai kehidupan dan kesejahteraan serta pemerataan pem


(31)

Aris Munandar, 2013

DAFTAR PUSTAKA

______,(2008). Definisi Desa Wisata. Http: www.wilkipedia.com/desawisata

______,(2008). Strategi Pengembangan Desa Wisata. Http: www.google.com/strategipengembangandesawisata

Arikunto, S. (2002).Prosedur Penelitian: Suatu pendekatan Praktek.Jakarta: P.T.Rineka Cipta

Budiawati Y, (2006). Ilmu Budaya Dasar. Jakarta : Universitas Terbuka

Nyoman,S Pandit.(2002).Ilmu Pariwisata. Jakarta: P.T.Pradanya Paramita.

Sugiyono, (2006). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Yoeti.A Oka (2008). Pengembangan perencanaan pariwisata. Jakarta: Pradnya Paramita.

Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat. (2008). “Nama-nama

Upacara Adat di Jawa Barat.” 2009

K, Judistira Garna. (2006). Budaya Sunda Melintasi Waktu Menantang Masa Depan. Lembaga Penelitian Unpad dan Judistira Garna Foundation Press. Bandung. 2008.


(32)

Aris Munandar, 2013

Pitana, I. Gede, & Gayatri, Putu G. (2005). Sosiologi Pariwisata. Andi. Yogyakarta. 2005.

Sastrayuda, Gumelar, CTM. (2007). Strategi Pembangunan Kebudayaan dan Kepariwisataan Nasional. Hand Out pada Mata Kuliah Kebijakan Pembangunan Kepariwisataan Nasional. Manajemen Resort dan Leisure FPIPS UPI Bandung.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta, Bandung.

Fandeli, C. (2009) Prinsip-Prinsip Dasar Mengkonservasi Lanskap. Gadjah mada university Press 2009

Hakim. R & Utomo. H (2003) Komponen Perancangan Arsitektur Lanskap : Prinsip – Unsus dan Aplikasi Disain. PT. Bumi Aksara


(1)

analisis data, yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification (Sugiyono; 2008:246).

a. Data Reduction (Reduksi Data)

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan memepermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencari bila diperlukan.

b. Data Display (penyajian data)

Setelah direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Melalui penyajian data tersebut, maka data dapat terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan semakin mudah dipahami. Kalau dalam penelitian kuantitatif penyajian data ini dapat dilakukan dalam bentuk tabel, grafik, phie chard, pictogram dan sejenisnya. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakuka dalam uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sebagainya. Miles and Huberman dalam Sugiyono menjelaskan bahwa yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.

c. Conclusion Drawing / Verification


(2)

37

Aris Munandar, 2013

Identifikasi Potensi Budaya Dalam Pengembangan Desa Pasir Biru Sebagai Desa Wisata Di Kabupaten Sumedang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

dan konsisten saat peneliti ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.

Analisis data dilakukan berdasarkan hasil wawancara, dokumentasi, observasi dan akan dikumpulkan dan di reduksi untuk memilah data yang nantinya akan berhubungan dengan pariwisata berbasis budaya. Untuk analisis jumlah skoring atraksi budaya akan dinilai lewat tabel melalui pendekatan selang penelitian dengan parameter yang di kemukakan oleh Muhamad.C.F yaitu keunikan, kelangkaan, aksesibilitas, fungsi sosial, keterkenalan. Parameter ini yang kemudian akan disimpulkan melalui skoring. Skoring ini sebagai data yang berfungsi sebagai pembobotan nilai untuk mengukur seberapa besar suatu atraksi budaya yang ada si desa Pasir Biru bisa menjadi daya tarik utama.

Nilai Tengah

5 10 15 20 25

Kurang Menarik Menarik Sangat Menarik Gambar 1. Selang penilaian


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian pengolahan data pada bab IV, maka penulis mengambil kesimpulan, sebagai berikut :

1. Desa Pasir Biru Memiliki banyak potensi yang dapat dikembangkan menjadi kawasan wisata khususnya dalam atraksi budaya terutama untuk pengembangan desa wisata yang berbasis budaya.

2. Usia, tingkat pendidikan dan ekonomi adalah potensi yang dapat mendukung kegiatan pengembangan wisata di pasir Biru. Oleh Karena itu perlu dijalin kerja sama antara pemerintah, stakeholders dengan masyarakat guna memaksimalkan sumber daya manusia (SDM) agar memiliki nilai untuk pariwisata di samping dalam kehidupan sehari-hari. 3. Walaupun kehidupan masyarakat yang sudah mulai modern tidak

menghentikan masyarakat untuk tetap melaksanakan kegiatan kebudayaan yang ada karena merupakan bagian dari adat yang terus berjalan mengiringi kehidupan masyarakat. Dibalik semua itu sifat ramah dan terbuka dari masyarakat memberikan kesempatan bagi siapa saja yang ingin menikmati kegiatan kebudayaan yang ada. Bentuk kesenian, kegiatan upacara, hingga pola permainan pun dapat menjadi satu kesatuan


(4)

103

Aris Munandar, 2013

Identifikasi Potensi Budaya Dalam Pengembangan Desa Pasir Biru Sebagai Desa Wisata Di Kabupaten Sumedang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

4. Upacara adat Ngalaksa merupakan atraksi utama di desa Pasir Biru, selain karena memang upacara adat Ngalaksa menarik untuk dinikmati dalam proses pelaksanaannya tidak terlepas dari atraksi budaya yang lain artinya dalam upacara adat Ngalaksa tidak hanya satu atraksi saja yang ditampilkan tetapi terdiri dari rentetan atraksi budaya yang lain. Selain itu upacara adat Ngalaksa juga dijadikan agenda tahunan kab. Sumedang sebagai upaya pelestarian budaya daerah.

B. Saran

1. Memelihara dan melestarikan adat istiadat, harus tetap terjaga ditangan masyarakat setempat maupun masyarakat luas. Selain sebagai keharusan dan penghormatan kepada leluhur juga untuk mempertahankan nilai budaya yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

2. Peningkatan pemahaman tentang penting dan manfaat kegiatan patiwisata di desa Pasir Biru, selain untuk memelihara kebudayaan pariwisata juga dapat meningkatkan taraf hidup dalam bidang ekonomi.

3. Pemberdayaan dan pelatihan masyarakat sekitar dengan menjadikan mereka sebagai bagian dari desa wisata.

Perlu adanya kerjasama yang datang dari pemerintah dan stakeholders lain khususnya pariwisata dan perindustrian, guna meningkatkan nilai kehidupan dan kesejahteraan serta pemerataan pem


(5)

______,(2008). Definisi Desa Wisata. Http: www.wilkipedia.com/desawisata

______,(2008). Strategi Pengembangan Desa Wisata. Http: www.google.com/strategipengembangandesawisata

Arikunto, S. (2002).Prosedur Penelitian: Suatu pendekatan Praktek.Jakarta: P.T.Rineka Cipta

Budiawati Y, (2006). Ilmu Budaya Dasar. Jakarta : Universitas Terbuka

Nyoman,S Pandit.(2002).Ilmu Pariwisata. Jakarta: P.T.Pradanya Paramita.

Sugiyono, (2006). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Yoeti.A Oka (2008). Pengembangan perencanaan pariwisata. Jakarta: Pradnya Paramita.

Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat. (2008). “Nama-nama

Upacara Adat di Jawa Barat.” 2009


(6)

Aris Munandar, 2013

Identifikasi Potensi Budaya Dalam Pengembangan Desa Pasir Biru Sebagai Desa Wisata Di Kabupaten Sumedang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Pitana, I. Gede, & Gayatri, Putu G. (2005). Sosiologi Pariwisata. Andi. Yogyakarta. 2005.

Sastrayuda, Gumelar, CTM. (2007). Strategi Pembangunan Kebudayaan dan Kepariwisataan Nasional. Hand Out pada Mata Kuliah Kebijakan Pembangunan Kepariwisataan Nasional. Manajemen Resort dan Leisure FPIPS UPI Bandung.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta, Bandung.

Fandeli, C. (2009) Prinsip-Prinsip Dasar Mengkonservasi Lanskap. Gadjah mada university Press 2009

Hakim. R & Utomo. H (2003) Komponen Perancangan Arsitektur Lanskap : Prinsip – Unsus dan Aplikasi Disain. PT. Bumi Aksara